Anda di halaman 1dari 5

Nama : Putu Adnanta Jaya

NIM : 205010101111120
No Absen : 18

SEJARAH HUKUM DAGANG

Sejarah hukum dagang dimulai sejak abad VI (sekitar tahun 527 hingga 533 M) di
romawi yang ditandai dengan berlakunya suatu undang – undang yang disebut “Corpus Iuris
Civilis”. Hukum ini pada hakikatnya mengatur mengenai hubungan keperdataan antar warga.
Hukum ini dibentuk oleh Kaisar Justianus pada permulaan abad ke-VI (527-533) yang
didalamnya terdiri atas :
a. Codex Justiani
Codex Justiani ini berisikan kumpulan undang – undang yang masih berlaku, diantaranya
adalah hukum perdata, hukum pidana, hukum tata negara, dan hukum tata usaha negara.
Dalam bagian ini, pengaturan dagang masih menjadi satu dalam hukum perdata.
b. Digesta
Dalam digesta memuat kumpulan petikan karangan para sarjana hukum.
c. Institiones sebagai kitab pelajaran hukum
d. Novellae sebagai kumpulan undang – undang yang dikeluarkan setelah codex berlaku.
Kemunculan kota – kota pusat perdagangan di Eropa Barat pada abad pertengahan
sekitar tahun 1000-1500 M juga menjadi salah satu tonggak eksistensi hukum dagang. Di Italia
dan Prancis Selatan telah lahir kota-kota pusat perdagangan, seperti Genoa, Florence, Venesia,
Marseille, Barcelona dan lain sebagainya. Diketahui pada saat itu pada mulanya berlaku Corpus
Iuris Civilis diantara mereka.
Dalam perkembangannya dikarenakan hukum romawi tersebut tidak bisa memberikan
penyelesaian masalah mereka, maka para pedagang (gilda) membuat peraturan tersendiri yang
bersifat kedaerahan, yang biasa mereka sebut hukum pedagang (Koopmansrecht). Hukum
pedagang ini belum merupakan unifikasi karena berlakunya masih bersifat kedaerahan.
Selanjutnya, disebabkan semakin eratnya hubungan perdagangan antar daerah, maka mereka
merasa membutuhkan suatu kesatuan hukum di bidang hukum pedagang ini. Para pedagang
berusaha mencari jalan dengan unifikasi hukum, yang tujuannya adalah adanya kepastian
hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Selanjutnya, pada abad 16 dan 17 di sebagian kota di Prancis menyelenggarakan
pengadilan-pengadilan istimewa, yang khusus menyelesaikan perkara di bidang perdagangan,
yang disebut dengan Pengadilan Pedagang.. Hal ini disebabkan banyaknya permasalahan di
bidang perdagangan yang tidak mendapatkan penyelesaian yang cukup dari Corpus Iuris Civilis
sehingga permasalahan – permasalahan pada saat itu diselesaikan melalui mekanisme
pengadilan. Pada abad ke-17, Perancis mengadakan kodifikasi dalam hukum pedagang dan
menjadikannya sebagai negara pertama yang melakukan hal itu. Hal ini ditandai dengan lahirnya
Ordonannance du Commerce dan Ordonnance de la Marine pada abad ke-17 tersebut.
Ordonnance du Commerce adalah hukum yang dibentuk oleh Colbert untuk mengatur para gilde
dan Ordonnance de la Marine dibentuk untuk mengatur perdagangan laut dan perdagangan
khusus bagi para pedagang kota pelabuhan. Dalam perkembangannya, kedua hukum ini menjadi
cikal bakal Code de Commerce yang kemudian lahir pada tahun 1807 atas perintah Napoleon
Bonaparte. Code de Commerce ini adalah hukum yang berlaku bagi pedagang secara umum.
Code de Commerce ini memuat peraturan - peraturan hukum yang timbul dalam bidang
perdagangan sejak zaman pertengahan.
Pada tahun 1808 Code de Commerce dinyatakan berlaku juga di Belanda tepatnya pada
tanggal 1 Oktober 1808 – 1838. Hal ini berdasarkan asas konkordansi karena Belanda sendiri
merupakan jajahan Perancis. Pemberlakuan kodifikasi hukum Prancis di Belanda mengakibatkan
pemerintahan Belanda menginginkan adanya hukum dagang sendiri sehingga pada tahun 1819
dirancang sebuah kitab undang – undang hukum dagang yang terdiri atas 3 kitab. Rancangan
kitab undang – undang hukum dagang ini akhirnya disahkan menjadi kitab undang – undang
hukum dagang pada tahun 1838. Meskipun WvK merupakan produk hukum yang lahir dari
undang – undang Perancis, tetapi dalam hal substansinya memiliki perbedaan.Perbedaan tersebut
dapat kita lihat pada pengadilan yang menangani perselisihan dalam perdagangan dimana dalam
Code du Commerce ditangani oleh lembaga peradilan khusus (Speciale Handelrechtbanken),
namun di negeri Belanda perselisihan ini menjadi jurisdiksi peradilan biasa. Hal ini sesuai
dengan apa yang direncanakan Belanda pada tahun 1819 saat akan membentuk KUHD.
Ketika Belanda menjajah Hindia Belanda, Belanda turut serta membawa produk
hukumnya. Selanjutnya, berdasarkan azas konkordansi WvK juga berlaku di Hindia Belanda
tepatnya pada tanggal 1 Oktober 1838 dengan Staatblaad 1847 No. 23 WvK disahkan di Hindia
Belanda dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. Pemberlakuan hukum dagang di Indonesia
(Hindia Belanda) berpedoman pada pasal 163 LS Jo. Pasal 131 I.S. yang memberlakukan hukum
sesuai golongan dengan ketentuan sebagai berikut.
1. Untuk golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku hukum perdata dan hukum
dagang barat yang diselaraskan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negeri
Belanda berdasarkan asas konkordansi
2. Untuk golongan bumi putera dan yang dipersamakan berlaku hukum adat mereka
3. Untuk golongan timur asing (penduduk Indonesia keturunan Cina, India, Arab)
berlaku hukum masing – masing dengan catattan bahwa golongan bumi putera dan
timur asing dapat menundukkan diri pada hukum Eropa Barat, baik secara
keseluruhan maupun hanya untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu.
Dalam perkembangannya, WvK / KUHD ini mengalami dua perubahan, yaitu:
1. Akhir abad ke-19 Prof. Molengraaff merancang Undang-undang Kepailitan sebagai buku III di
WvK Nederlands menjadi undang-undang yang berdiri sendiri, yaitu pada tahun 1893 dan mulai
berlaku pada tahun 1896. Ini juga berlaku di Hindia Belanda sejak tahun 1906 dengan Stb. 1906
No. 348, sehingga Buku III dikeluarkan dalam WvK dan diatur secara sendiri dalam Undang-
Undang Kepailitan.
2. Sebelum tahun 1938 hukum dagang hanya mengikat kepada para pedagang yang melakukan
perbuatan dagang. Akan tetapi sejak tahun 1938 pengertian pedagang diubah dengan pengusaha
dan pengertian perbuatan dagang diubah menjadi perbuatan perusahaan, yaitu dengan
dikeluarkannya Stb. 1934-347 untuk negeri Belanda dan Stb. 1938-276 untuk Hindia Belanda,
yang berlaku mulai 17 Juli 1938.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 Negara Republik Indonesia merdeka. Dalam mengisi
kekosongan hukum di sebuah negara yang baru merdeka, dalam Undang-Undang Dasar 1945
yang mulai berlaku sejak tanggal 18 Agustus 1945 tepatnya pasal II Aturan Peralihan mengatur
bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sebelum diadakan yang baru menurut UUD 1945.
Hal ini juga berlaku dalam lapangan hukum dagang sehingga bisa dikatakan bahwa WvK Hindia
Belanda masih berlaku di Indonesia dengan adanya Aturan Peralihan dalam Undang-Undang
Dasar tersebut sepanjang belum diganti dengan yang baru menurut Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia tahun 1945.
Hingga saat ini, KUHD di Indonesia belum mengalami perubahan secara menyeluruh.
Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara
parsial, yaitu pada substansi KUHD dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak
diatur dalam KUHD. Perubahan substansi KUHD misalnya terdapat pada istilah perdagangan
diganti dengan istilah perusahaan karena istilah perdagangan lebih sempit daripada istilah
perusahaan dan dapat dilihat pada dicabutnya beberapa ketentuan yang tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan hukum seperti pencabutan pasal 2, pasal 3, pasal 4, dan pasal 5 KUHD yang
didasarkan atas beberapa alasan.
a. Pengertian barang pada pasal 3 hanya meliputi barang bergerak sehingga jual beli barang
tidak bergerak tidak dapat tunduk pada pasal 2 hingga pasal 5 KUHD
b. Pengertian perbuatan perdagangan dalam pasal 3 KUHD hanya meliputi perbuatan
membeli, sedangkan perbuatan menjual adalah tujuan dari perbuatan membeli, selain
pada pasal 4 KUHD, perbuatan menjual juga termasuk dalam perbuatan perdagangan,
seperti menjual wesel
c. Ketentuan pasal 2 KUHD menyatakan perbuatan dagang hanya dilakukan oleh pedagang,
padahal pada pasal 4 KUHD komisioner, makelar, pelayan, termasuk sebagai perbuatan
dagang
d. Apabila terjadi perselisihan antara pedagang dan bukan pedagang mengenai pelaksanaan
perjanjian, KUHD tidak dapat diterapkan karena KUHD hanya diberlakukan bagi
pedagang yang pekerjaan sehari – harinya melakukan perbuatan perdagangan.
Pada saat ini Indonesia telah menciptakan beberapa hukum yang mengatur bidang
perniagaan, misalnya dalam bidang asuransi dengan Undang-undang No. 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian, dalam bidang koperasi dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian. Pada masa sekarang ini salah satu cabang dari hukum dagang, misalnya
hukum asuransi juga semakin berkembang jenis dan ruang lingkupnya, misalnya adanya
Jamsostek dan pemerintah juga telah mengesahkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Dalam bidang perbankan dengan lahirnya UU No 10
tahun 1998 dan dalam bidang pasar modal dengan lahirnya UU No 8 tahun 1995
Daftar Pustaka
Dijan Widijowati, Hukum Dagang, Yogyakarta : Andi Offset, 2012
Nafi’ Mubarak, Hukum Dagang, Surabaya : Digilib UIN Surabaya, (tanpa tahun)
Erie Hariyanto, Hukum Dagang, dan Perusahaan di Indonesia, Surabaya : Pena Salsabila,
2013
Endang Suprapti, Hukum Dagang, Jakarta : Universitas Tama Jagakarsa, 2019

Anda mungkin juga menyukai