Anda di halaman 1dari 17

IMPLEMENTASI HAK BERSERIKAT BAGI ANGGOTA

SATUAN PENGAMANAN SEBAGAI PEKERJA DALAM


HUKUM POSITIF INDONESIA

JURNAL ILMIAH

Oleh :

I NYOMAN WIRA CANDRA


D1A016125

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2020
LEMBAR PENGESAHAN JURNAL ILMIAH
IMPLEMENTASI HAK BERSERIKAT BAGI ANGGOTA
SATUAN PENGAMANAN SEBAGAI PEKERJA DALAM
HUKUM POSITIF INDONESIA

Oleh :

I NYOMAN WIRA CANDRA


D1A016125

Menyetujui,

Pembimbing Pertama,

(Dr. Any Suryani Hamzah, SH., MH.)


NIP.19640706 199001 2 001
IMPLEMENTASI HAK BERSERIKAT BAGI ANGGOTA
SATUAN PENGAMANAN SEBAGAI PEKERJA DALAM
HUKUM POSITIF INDONESIA
I NYOMAN WIRA CANDRA
D1A016125

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah


implementasi hak berserikat bagi anggota satuan pengamanan sebagai pekerja dalam
hukum positif Indonesia. Jenis penelitian yang digunakan adalah metiode penelitian
hukum normatif empiris. Berdasarkan hasil dari penelitian ini satpam seharusnya
diberikan kebebasan mendirikan dan bergabung dengan serikat pekerja, karena sesuai
dengan hierarki perundang-undangan. Sehingga surat edaran tersebut hanya berlaku
sebagai himbauan dan tidak bersifat mengikat. Hasil penelitian ini juga dari berbagai
perusahaan di mataram yang menggunakan jasa satpam secara inhouse maupun
dengan menggunakan pihak ketiga yaitu badan usaha jasa pengamanan, belum ada
anggota satoam yang mendirikan atau bergabung dengan serikat pekerja.

Kata kunci : hak berserikat, implementasi hukum

IMPLEMENTATION OF RIGHTS TO ASSOCIATE AS


WORKERS FOR THE MEMBER OF SECURITY UNIT
ACCORDING TO INDONESIA POSITIVE LAW
ABSTRACT

This work aims are to know and to analyze how is the implementation of rights to
associate as workers for the member of security unit in Indonesia positive law. Type
of this research is normative-empirical legal research. Based on research result,
security unit should be given the rights to develop and join worker association,
because it is in accordance with the hierarchy of laws. Thus, the binding power of
circular letter only as guidance. Also based on this research, from various company
in Mataram which using in house security service from third party in this matter is
security service company, there is no security worker association.
Keywords: rights to associate, legal implementati
i

I. PENDAHULUAN

Kebebasan berserikat adalah hak mendasar yang dimiliki oleh buruh untuk

membentuk, mendirikan serikat pekerja serta menjalankan tugas dan fungsi serikat

pekerja. Begitu juga dengan para pengusaha mempunyai hak untuk mendirikan

serikat/organisasi bagi para pengusaha. Kebebasan berserikat khususnya bagi para

pekerja/buruh dimulai pada saat pengunduran Presiden Soeharto pada bulan Mei

1998. Indonesia memulai era baru dalam hubungan ketenagakerjaan. karena

sebelumnya pada saat rezim Presiden Soeharto, Indonesia dikritik oleh negara-negara

di dunia karena praktek-praktek represif dalam ketenagakerjaan.

Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 24

Tahun 2007 Tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi, Perusahaan

dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah, BAB I, Pasal 1, ayat 6, dijelaskan bahwa

“Satuan Pengamanan yang selanjutnya disingkat Satpam adalah satuan atau

kelompok petugas yang dibentuk oleh instansi/badan usaha untuk melaksanakan

pengamanan dalam rangka menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan

kerjanya”.

Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang

dimaksud dengan Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah

atau imbalan dalam bentuk lain. “Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.


ii

Disamping itu pula, pengertian Pekerja diatur dalam Pasal 1 ayat 6 Undang-

Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, yang sama

dengan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sehingga dengan demikian bahwa Satpam merupakan pekerja/buruh, dan mempunyai

hak yang sama dengan pekerja yang lainnya. Bila mengacu kepada ketentuan hukum

ketenagakerjaan serta konvensi internasional, maka tidak ada perbedaan hak pekerja

yang jabatannya sebagai satuan pengamanan dengan jabatan yang lainnya. Semuanya

adalah mempunyai hak yang sama. Salah satu hak normatif pekerja adalah hak untuk

membentuk/ menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh guna melindungi

kepentingannya dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya serta keluarganya.

Meskipun di dalam satu perusahaan terdapat lebih dari satu serikat pekerja, masing-

masing serikat pekerja tersebut juga berhak menyalurkan aspirasi anggotanya dalam

perundingan perjanjian kerja bersama dengan pengusaha. 1

Akan tetapi yang merupakan masalah, Kepolisian Negara Republik Indonesia

Mabes Polri, atas nama Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui

Kabarhakam mengeluarkan Surat Edaran Nomor:B/194/2013/Baharkam, Perihal:

Satpam Bukan Anggota Serikat Pekerja (SPSI, SBSI atau sejenisnya) yang ditujukan

kepada Para Kepala Kepolisian Daerah, yang pada pokoknya bahwa Satpam bukanlah

anggota serikat pekerja dan tidak dibenarkan menjadi anggota organisasi serikat

pekerja.

1
Dalinama Telaumbanua, Hukum Ketenagakerjaan, Deepublish, Yogyakarta, 2019, hlm.14
iii

Oleh karenanya, Surat Edaran Nomor; B/194/I/2013/Baharkam, Perihal; Satpam

Bukan Anggota Serikat Pekerja (SPSI, SBSI atau sejenisnya) yang dikeluarkan oleh

Kabaharkam Mabes Polri tertanggal 28 Januari 2013, sebagaimana dimaksud dalam

surat edaran tersebut penulis ingin melakukan analisis terhadap surat edaran tersebut

dikarenakan terjadi norma konflik antara Surat Edaran Nomor;

B/194/I/2013/Baharkam, Perihal; Satpam Bukan Anggota Serikat Pekerja (SPSI,

SBSI atau sejenisnya) dan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, yang selanjutnya dalam Pasal 104, ayat 1, disebutkan “Setiap

pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh”.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik melakukan

penelitian yang berjudul “Implementasi Hak Berserikat Bagi Anggota Satuan

Pengamanan Sebagai Pekerja Dalam Hukum Positif Indonesia”. Disini penulis

melakukan penelitian mengenai pengaturan hak berserikat bagi anggota satuan

pengamanan sebagai pekerja menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku

dan Surat Edaran Nomor: B/194/2013/Baharkam dan bagaimana penerapan hak

berserikat anggota satuan pengamanan di Kota Mataram. Jenis penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris, dan menggunakan tiga

macam metode pendekatan, yaitu2 Pendekatan perundang-undangan (Statute

Approach), Pendekatan konseptual (Conceptual Approach), dan Pendekatan

Sosiologis (Sociological Approach)

2
Amirudin dan Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2016
iv

II. PEMBAHASAN

A. Pengaturan hak berserikat bagi anggota satuan pengamanan menurut


peraturan Perundang-Undangan yang berlaku dan Surat Edaran Nomor:
B/194/2013/Baharkam

Pengaturan hak berserikat diatur dalam berbagai pertauran Perundang-Undangan

yang berlaku di Indonesia, berikut merupakan berbagai macam peraturan yang

mengatur mengenai hak berserikat pekerja di Indonesia:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat

Buruh.

4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan

Industrial.

Dalam setiap pekerja/buruh melekat hak-hak yang telah diatur dalam peraturan

perundang-undangan yang berlaku. Salah satu hak pekerja yaitu “Hak Untuk

Bekerja” dimana perlindungan terhadap setiap orang untuk bekerja bersumber pada

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perlindungan

tersebut termuat dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Dan Pasal 28 D ayat (2)

menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja”.


v

Kemudian hak untuk bekerja diatur juga secara khusus dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dalam Pasal 1 ayat (2), yaitu

“Tenaga kerja dialah orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan

barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat”. Selain itu hak untuk bekerja diatur juga dalam Pasal 5 dan Pasal 6

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mana dalam

pasal 5 berbunyi “Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”. Kemudian dalam Pasal 6 ditegaskan pula

“Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi”.

Kemudian terdapat pula hak pekerja untuk berserikat dimana pada hakekatnya

hak untuk berserikat bagi pekerja telah mendapatkan perlindungan baik secara

universal maupun secara nasional, seperti yang telah dibahas sebelumnya yaitu Pasal

Pasal 20 Universal Declaration of Human Rights, International Labour

Organization (ILO) Nomor 87 Pasal 2, dalam konstitusi Indonesia yaitu Undang-

Undang Dasar 1945 Pasal 28 E, dan hukum nasional International Covenant on Civil

and Political Rights (Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Konvenan

Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) Pasal 21 dan Pasal 22,

International Covenant on Social, Economic and Cultural Rights (Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2005 Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial

dan Budaya) Pasal 8, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 39, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
vi

Tentang Ketenagakerjaan Pasal 104 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun

2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat buruh Pasal 5 ayat (1).

Ketentuan tersebut menunjukan hak untuk berserikat telah dijamin dan dilindungi

serta memperoleh tempat yang penting dalam konstitusi maupun secara universal,

sehingga setiap pekerja berhak untuk berserikat. Oleh karena posisinya lemah, baik

secara ekonomi maupun dari segi kedudukan terhadap pengusaha, maka SATPAM

tidak bisa memperjuangkan hak-haknya tersebut secara perorangan tanpa

mengorganisasi dirinya dalam suatu wadah untuk mencapai tujuannya. Wadah inilah

yang disebut dengan serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana yang telah diatur

dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat

Buruh. Peran serikat pekerja dalam menciptakan hubungan industrial yang harmonis

adalah dengan cara mencari jalan terbaik bagi pemenuhan dua kepentingan tersebut

agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. 3

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat

Pekerja/Serikat Buruh menyatakan bahwa Serikat pekerja/serikat buruh adalah

organusasi yang dibentuk dari,oleh,dan untuk pekerja/buruh, baik diperusahaan

maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas terbuka, mandiri, demokratis, dan

bertanggung jawab memperjuangkan, membela, serta melindungi hak dan melindungi

pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya. Hak

3
Muhammad Sadi & Sobandi, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Kencana, Jakarta, 2020,
hlm.163
vii

berserikat bagi pekerja tersebut merupakan perwujudan dari hak-hak dasar manusia

sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.4

Dalam pengaturan kebebasan hak berserikat tersebut ada dua tujuan pokok yang

akan dicapai, pertama hak asasi manusia harus dilindungi sebagai hak dasar, kedua

harus ada jaminan bahwa hak dan kebebasan orang lain dapat terlaksana dengan baik.

Pekerja mempunyai hak asasi untuk membentuk dan mendirikan serikat pekerja dan

siapapun tidak boleh melarang dan menghalang-halanginya.5. Untuk itu agar tujuan

tersebut dapat diwujudkan, hak atas kebebasan berserikat dibatasi oleh dua klausa

yaitu kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga

Negara dapat melakukan pembatasan hak membentuk serikat pekerja melalui

mekanisme peraturan perundang-undangan yang bersifat melindungi dan tidak

mengurangi atau menghilangkan hak berserikat. Namun pada kenyataannya

SATPAM sebagai pekerja tidak mendapatkan haknya untuk berserikat dengan adanya

Surat Telegram Kapolri Nomor.Pol ST/227/III/20001 dan Surat Edaran

Nomor:B/194/2013/Baharkam.

Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 2006 tentang Pedoman Pembinaan Badan Usaha Jasa Pengamanan, satuan

pengamanan adalah “Satuan kelompok petugas yang dibentuk oleh

instansi/proyek/badan usaha untuk melaksanakan pengamanan dalam rangka

menyelenggarakan keamanan swakarsa di lingkungan/kawasan kerjanya.”

4
Suratman,Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, PT. RajaGrafindo, Depok, 2018, hlm.106
5
Darwis Anatami, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Deepublish, Yogyakarta, 2016, hlm.52
viii

Dengan adanya hubungan kerja serta perjanjian kerja antara SATPAM dengan

pengusaha atau pemberi kerja atas suatu pekerjaan yang dilakukan dengan menerima

upah dari pengusaha/pemberi kerja, sehingga memenuhi unsur dalam hubungan kerja

yaitu adanya pekerjaan, upah, perintah dan berdasarkan ketentuan yang berlaku

mengenai pekerja/buruh, serta tidak ada peraturan pemerintah maupun peraturan lain

yang pengaturannya terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan.

Dalam Pasal 2b konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 tentang Dasar-Dasar dari

pada Hak untuk Berorganisasi dan untuk Berunding Bersama menyebutkan bahwa

“Buruh harus dapat cukup perlindungan terhadap tindakan-tindakan pembedaan anti

serikat pekerja berhubungan dengan pekerjaannya yang menyebabkan

pemberhentian, atau secara lain merugikan buruh berdasarkan keanggotaan serikat

pekerja atau karena turut serta dalam tindakan-tindakan serikat pekerja di luar jam-

jam pekerja atau dengan persetujuan majikan dalam waktu jam bekerja” 6.

Dalam hal ini sudah secara jelas diatur bahwa tindakan yang menyebabkan

pemberhentian atau merugikan pekerja karena menjadi anggota serikat pekerja adalah

tidak dibenarkan. Selain itu dalam petunjuk polisi tentang larangan anggota

SATPAM menjadi anggota serikat pekerja menyebutkan:

“Dalam Keputusan bersama menteri tenaga kerja Republik Indonesia dan kepala

kepolisian Republik Inonesia Nomor: Kep.257/Men/1989 dan No/pol:

Kep/04/V/1989 tanggal 22 mei 1989 tentang pengaturan jam kerja, shieft, dan jam
6
Lanny Ramli, Hukum Ketenagakerjaan, Airlangga university press, Surabaya, 2008, hlm.63
ix

istirahat serta pembinaan tenaga kerja SATPAM. Menteri Tenaga Kerja Republik

Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia memutuskan bahwa

sebagai unsur penertib dan pengaman perusahaan atau badan hukum lainnya,

keterlibatan tenaga kerja SATPAM dalam organisasi nonstructural berpedoman

kepada petunjuk Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku Pembina teknis,

sedangkan sebagai pekerja pembinaan dan perlindungannya dilakukan oleh

Departemen tenaga Kerja Republik Indonesia”.

Hal tersebut telah menunjukan bahwa SATPAM sebagai pekerja pembinaan dan

perlindungannya dilakukan oleh departemen tenaga kerja, hal ini berarti

pengaturannya tunduk dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Sehingga wadah untuk menampung atau menyalurkan aspirasi

anggota SATPAM ditampung dalam Asosiasi Profesi Indonesia (APSI) atau Asosiasi

Badan Usaha Jasa Pengamanan (ABUJAPI). Yang bisa menjadi anggota APSI atau

ABUJAPI adalah pimpinan perusahaan/institusi/lembaga yang membawahi

Departemen Pengamanan dan pimpinan Badan Usaha Jasa Pengamanan. Tujuan

kedua asosiasi tersebut adalah untuk meningkatkan profesionalisme manajer security

melalui pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan, serta mengalang kerjasama

dengan POLRI dan Masyarakat. Dengan uraian tersebut APSI dan ABUJAPI

bukanlah wadah untuk membela kepentingan SATPAM dalam kedudukannya sebagai

pekerja.
x

Keabsahan Surat Edaran Nomor: B/194/2013/Baharkam

Dikarenakan di Indonesia menggunakan asas lex superiori derogate legi priori

yang artinya apabila ada peraturan yang lebih tinggi dan peraturan yang lebih rendah

mengatur hal yang sama maka yang berlaku adalah peraturan yang lebih tinggi,

karena sifar dari surat edaran dan surat telegram hanyalah sebatas memberitahukan,

menjelaskan dan/atau berisi petunjuk tentang cara melaksanakan hal tertentu yang

dianggap penting dan mendesak. Maka Surat Telegram Kapolri Nomor.Pol

ST/227/III/20001 dan Surat Edaran Nomor:B/194/2013/Baharkam secara normatif

tidak berlaku dan seharusnya tunduk pada ketentuan yang lebih tinggi yaitu Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.

B. Implementasi Hak Berserikat Bagi Anggota Satuan Pengamanan di Kota


Mataram

Jumlah total BUJP yang ada di Provinsi NTB yaitu, 52 BUJP yang tersebar di

berbagai daerah di NTB. Kota Mataram merupakan sentral dimana perusahaan BUJP

berkumpul, terdapat sekitar 20 BUJP baik lokal maupun luar yang mendirikan

perusahaan di wilayah Kota Mataram.

Sebagai contoh terdapat salah satu BUJP di kota mataram yaitu PT. Sri Candra

Dwipa yang telah memiliki anggota SATPAM sejumlah 104 orang yang telah

ditempatkan bekerja di berbagai perusahaan mitra kerja PT. Sri Candra Dwipa di
xi

berbagai wilayah di Kota Mataram, dimana jumlah anggota SATPAM yang terdaftar

di wilayah hukum POLDA NTB sejumlah 2.162 orang.

Dengan jumlah SATPAM yang sedemikian besar di wilayah NTB, sehingga

keadilan serta hak-hak SATPAM sebagai pekerja harus diperhatikan. Menurut Surat

Edaran Nomor: B/194/I/2013/Baharkam, SATPAM tidak diperbolehkan untuk

berserikat karena SATPAM merupakan pengemban fungsi kepolisian terbatas yang

harus bersikap netral dalam lingkungan kerjanya. Namun dari sejumlah BUJP atau

perusahaan pengguna jasa SATPAM yang terdaftar ke dalam ABUJAPI Provinsi

Nusa Tenggara Barat, tidak ada yang telah mendirikan serikat pekerja.

Sebagaiamana aturan yang berlaku, seharusnya serikat pekerja berperan penting

dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dengan pihak perusahaan.

Sedangkan menurut himbauan dari POLRI seluruh anggota SATPAM yang terdaftar

telah memiliki wadah untuk menyampaikan aspirasi yaitu Asosiasi Profesi Satpam

Indonesia (APSI). Namun hanya sekedar mendampingi jika ada suatu masalah

terhadap anggota SATPAM untuk dilaporkan kepada Dinas Ketenagakerjaan yang

berwenang. Dan APSI tidak bisa intervensi terlalu dalam ke pihak perusahaan

pengguna jasa SATPAM, jadi kurang tepat jika dikatakan APSI merupakan wadah

untuk menampung seluruh aspirasi anggota SATPAM.

Sedangkan ABUJAPI hanya bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap

perusahaan-perusahaan Badan Usaha Jasa Pengamanan (BUJP) yang bertindak

sebagai pihak ketiga untuk menyalurkan dan menempatkan anggota SATPAM

kepada perusahaan pengguna (user).


xii

III. PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat di tarik beberapa

kesimpulan, sebagai berikut (1) Pengaturan tentang hak berserikat pekerja di

atur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang serikat pekerja/serikat buruh, dan

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan

industrial. Dengan adanya suatu hubungan kerja antara SATPAM dengan

pengusaha/pemberi kerja sesuai dengan aturan yang berlaku, maka SATPAM

berhak mendirikan atau bergabung dengan serikat pekerja. Surat Telegram

Kapolri Nomor.Pol ST/227/III/2001 dan Surat Edaran Nomor:

B/194/I/2013/Baharkam harus tunduk pada peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi. (2) Penerapan hak berserikat SATPAM di Kota Mataram

masih belum terlaksana, hal ini dikarenakan ketidaktahuan anggota SATPAM

mengenai hak berserikat dan pihak pengusaha atau pemberi kerja yang

mengikuti arahan Surat Edaran Nomor: B/194/I/2013/Baharkam. Sehingga

hak-hak yang dimiliki pekerja khususnya hak untuk berserikat belum

terpenuhi bagi para anggota SATPAM di Kota Mataram.

Saran
xiii

Adapun saran yang penulis berikan, yaitu (1) bagi aparat kepolisian lebih

mengkaji Surat Telegram Kapolri No.Pol ST/227/III/2001 serta Surat Edaran

Nomor: B/194/I/2013/Baharkam yang membatasi hak satuan pengamanan

untuk berserikat dengan mempertimbangkan lebih dalam fungsi SATPAM

dan memperhatikan undang-undang maupun peraturan yang berlaku mengenai

hak berserikat bagi pekerja. Penggunaan hak hanya boleh dibatasi oleh

peraturan perundang-undangan apabila dalam penggunaannya terdapat

implikasi yang membahayakan terhadap keamanan Negara, keselamatan

masyarakat atau mengganggu kepentingan umum. (2) anggota SATPAM tetap

harus diberikan hak berserikat dan dikemudian hari diharapkan ada penelitian

lebih lanjut yang mengatur regulasi terjadinya hak berserikat bagi anggota

SATPAM. Sehingga pemenuhan hak SATPAM sebagai pekerja dapat

terlaksana yang kemudian dapat meningkatkan kesejahteraan para anggota

SATPAM.
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin dan Asikin, 2016, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta.

Dalinama Telaumbanua, 2019, Hukum Ketenagakerjaan, Deepublish,


Yogyakarta.

Darwis Anatami, 2016, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan,Deepublish,


Yogyakarta.

Muhammad Sadi, Sobandi, 2020, Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia,


Kencana, Jakarta

Suratman, 2018, Pengantar hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT.


RajaGrafindo Persada, Depok.

Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia, Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat


Buruh. LN No. 131 Tahun 2000,TLN No. 3989
Indonesia, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia. LN No. 2 Tahun 2002,TLN No. 4168

Indonesia, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. LN No.


39 Tahun 2003,TLN No. 4279
Indonesia, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 24
Tahun 2007 Tentang Sistem Manajemen Pengamanan Organisasi,
Perusahaan Dan/atau Instansi/Lembaga Pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai