PT.Jouska yang tidak memiliki izin yang jelas ini menyebabkan perjanjian yang disepakati
antara klien dan PT.Jouska menjadi batal demi hukum karena tidak terpenuhinya syarat objektif
dari perjanjian tersebut (Pasal 1320 KUHPerdata), dijelaskan juga di dalam Undang – Undang
No 8 tahun 1995 (Undang – Undang Pasar Modal), didalam pasal 103, disebutkan bahwa : Pasal
103, yang berbunyi : “Setiap Pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal tanpa izin,
persetujuan, atau pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 13, Pasal 18, Pasal 30,
Pasal 34, Pasal 43, Pasal 48, Pasal 50, dan Pasal 64 diancam dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”, berarti selain
melanggar peraturan perizinan OJK Jouska pun menyalahi aturan didalam Undang - Undang
Pasar Modal.
beliau mengatakan sudah ada beberapa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur
tentang perizinan, salah satunya adalah POJK Nomor 5 tahun 2014 tentang Perizinan Usaha dan
Kelembagaan Lembaga Penjaminan yang mengatur secara spesifik dan komprehensif dibidang
perizinan dan kelembagaan keuangan dengan tetap memperhatikan beberapa prinsip, salah
satunya adalah prinsip kehati-hatian, dan mengimplementasikan pasal 2 ayat 6 dalam peraturan
terkait dan juga diharuskan adanya bukti kelulusan penilaian kemampuan dan kepatutan dari
Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
pelanggaran
Berdasarkan fakta diatas, dapat dilihat bahwa ada beberapa hal yang dilanggar oleh PT.
Jouska, yakni : Pertama mengenai tindakan yang menyebabkan para klien dapat memproses
kasus yang menyebabkan kerugian tersebut secara hukum, yang dikategorikan sebagai kasus
penipuan. Tindak pidana penipuan atau perbuatan curang (bedrog) yang dilakukan PT.Jouska
dapat ditemukan dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
Kedua, mengenai perizinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, Jouska tidak masuk
kedalam pengawasan OJK karena bukan lembaga jasa keuangan. Selain itu, izin usahanya pun
tidak dikeluarkan oleh OJK. Hal ini bertentangan dengan fungsi dari OJK, yaitu OJK berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan didalam sektor jasa dan keuangan (Undang-Undang No.21 tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan, pasal 5),
Ketiga, jika dilihat dari aduan nasabah yang mengatakan bahwa Jouska mengarahkan klien
untuk menandatangani kontrak pengelolaan rekening dana investor (RDI) dapatlah dikaitkan
dengan pelanggaran terhadap UU ITE nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (ITE), Jouska jelas melanggar pasal 30 ayat 1 yang berbunyi bahwa setiap orang yang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/atau Sistem
Elektronik milik orang lain dengan cara apapun.
Adapun beberapa tindakan yang telah diambil oleh instansi – instansi terkait pengawasan yang
terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa dan keuangan, yaitu :
1.Satgas Waspada Investasi (SWI) telah memanggil PT Jouska Financial Indonesia atau Jouska
sehubungan dengan laporan mengenai kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan dan OJK
sudah melakukan koordinasi dengan SWI.
3. Satgas memanggil Chief Executive Officer (CEO) Jouska untuk meminta klarifikasi mengenai
laporan masyarakat yang merasa dirugikan dengan layanan perusahaan yang mengklaim sebagai
perencana dan konsultan keuangan, dan menanyakan tindakan lebih lanjut apakah yang akan
diambil oleh Jouska sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap dana nasabah – nasabahnya
tersebut.
"Meskipun sudah banyak regulasi berupa peraturan yang diterbitkan OJK, namun
pengawasan OJK terhadap lembaga keuangan non bank yang berpotensi merugikan masyarakat
umum sebagai nasabah harus diutamakan. Selain melaksanakan fungsi pengawasan, OJK harus
berkesinambungan melakukan edukasi kepada masyarakat." tegas Masinton.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus Jouska ini adalah adanya hal – hal yang crucial
yang dilanggar oleh PT. Jouska mulai dari pengaturan mengenai perizinan, ITE , bahkan
pengaturan terhadap sebuah perjanjian itu sendiri, selain hal tersebut pembaca juga diharapkan
agar lebih berhati – hati didalam melakukan investasi dana, dimulai dari pengecekan perizinan
lembaga, melihat konsistensi kerja lembaga sekuritas dalam mengelola dana investor, dan jangan
mudah tergiur dengan tawaran return yang sangat besar, apalagi jika dijanjikan dalam kurun
waktu tertentu, penulis dan juga masyarakat juga berharap adanya tindakan yang tegas oleh SWI
dan juga OJK yang diharapkan lebih teliti didalam mengawasi perusahaan – perusahaan non-
perbankan, agar tidak ada lagi kasus serupa yang bersifat merugikan dan meresahkan nasabah
kedepannya.