Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK 7

ETIKA BISNIS &


PROFESI

ETIKA BISNIS
PT METRO BATAVIA
Sejarah PT Metro Batavia (Batavia Air)

Batavia Air (Nama Resmi: PT. Metro Batavia) adalah sebuah


maskapai penerbangan di Indonesia. Batavia Air mulai beroperasi
pada tanggal 5 januari 2002, memulai dengan satu unit pesawat
fokker F28 dan dua unit Boeing 2737-200.
PT Metro Batavia (Batavia Air)

 Setelah berbagai insiden dan kecelakaan menimpa maskapai-maskapai penerbangan di


indonesia, pemerintah Indonesia membuat pemeringkatan atas maskapai-maskapai
tersebut.
 Dari hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22 Maret 2007, Batavia Air berada
diperingkat III yang berarti hanya memenuhi syarat minimal keselamatan dan masih
ada beberapa persyaratan yang belum dilaksanakan dan berpotensi mengurangi
tingkat keselamatan penerbangan. Akibatnya Batavia Air mendapat sanksi
administratif yang akan di-review kembali setiap 3 bulan. Bila tidak ada perbaikan
kinerja maka izin operasi penerbangan dapat di bekukan sewaktu-waktu.

Namun, Batavia dengan cepat memperbaiki diri dan akhirnya mendapat penilaian kategori 1 dari
Kementerian Perhubungan terhitung tahun 2009 lalu. Maskapai ini pun termasuk di antara 4
maskapai Indonesia yang diperbolehkan terbang ke Uni Eropa sejak Juni 2010 lalu.
Analisis Pelanggaran PT. Metro Batavia

 PT. Metro Batavia, beroperasi sebagai Batavia Air, merupakan maskapai penerbangan yang
berbasis di Jakarta dan Surabaya, Indonesia. Sampai dengan 31 Januari 2013, maskapai ini
dioperasikan penerbangan domestik ke sekitar 42 tujuan dan beberapa di dekatnya tujuan
internasional regional, dan Arab Saudi.
 Pada tanggal 31 Januari 2013, pukul 12:00 waktu setempat, Batavia Air berhenti beroperasi
setelah Jakarta Regional Central Court diberikan banding kebangkrutan oleh ILFC, lessor
pesawat internasional, mengatakan bahwa maskapai berutang US $ 4,68 juta di utang, utang
yang Batavia Air gagal membayar setelah serangkaian kesulitan keuangan.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai
pailit, dinyatakan pailit. “Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013. Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar
utang karena “force majeur”.

Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji.
Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia
Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan.

Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”, yaitu kalah tender pelayananan
transportasi ibadah Haji dan Umroh. Hal ini menjadi penyebab tersendatnya pembayaran. Karena pesawat yang
disewa tersebut diperuntukan melayani penumpang yang hendak melakukan ibadah haji ke Mekkah dan Madinah.
Sehingga, sumber pembayaran pesawat berasal dari pelayanan penumpang ibadah haji dan umroh.
Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan
pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun
menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti adanya utang oleh Batavia
Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa
pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya
pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsur tersebut, maka ketentuan pada
pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa
menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat
membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau tidak
mengajukan, maka pailit tetap,”. Batavia Air pasrah dengan kondisi ini.

Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yg
dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung
lagi di dunia penerbangan.
Dampak dan Akibat :

Batavia Air sudah menghitung secara finansial jumlah modal dan utang yang
dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak
bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calon penumpang (Pembeli
tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari berikutnya.
Analisis kasus

 Dalam kasus ini terdapat pelanggaran prinsip-prinsip etika bisnis profesi berupa Prinsip Kejujuran,
Otonomi, Saling Menguntungkan dan Integritas Moral.
 Karena, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”, yaitu kalah tender
pelayananan transportasi ibadah Haji dan Umroh. Hal ini menjadi penyebab tersendatnya pembayaran.
Karena pesawat yang disewa tersebut diperuntukan melayani penumpang yang hendak melakukan ibadah
haji ke Mekkah dan Madinah. Sehingga, sumber pembayaran pesawat berasal dari pelayanan penumpang
ibadah haji dan umroh.
 Batavia Air sudah menghitung secara financial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan,
dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calon
penumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar pada hari hari berikutnya.
Jenis Pelanggaran :

 Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68 juta, yang jatuh
tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan
pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun
karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC
mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak
dapat dioperasikan untuk menutup utang.
Tindakan Pemerintah :

 Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air
untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar
informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh
Indonesia.
 Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air
untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar
informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh
Indonesia, Kamis (31/1). “Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di
lapangan Bandara di seluruh Indonesia? Untuk memberi penjelasan dan menangani penumpang-
penumpang itu. Jadi kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers
di kantornya, Jakarta, Rabu malam (30/1).
Faktor Affecting Public :

 Pada sisi Faktor Physical juga apakah kualitas atau mutu Batavia Air sudah termasuk dalam standar
maskapai penerbangan Haji.
 Sedangkan dalam faktor Competition banyak terdapat pesaing pesaing lain atau maskapai lain yang lebih
tinggi menawarkan tender, sehingga Batavia mengalami kalah tender,
 Dalam faktor Financial dan Economic juga permasalahan tersebut pihak manajemen Batavia terlalu terburu
buru dalam menentukan sewa pesawat kepada (ILFC),
 Lalu yang paling terpenting adalah Faktor Moral, dari sisi konsumen atau penumpang yang sudah memesan
Tiket pesawat juga terlantar begitu saat hari berikutnya saat Batavia air di umumkan Pailit hal ini sangat
merugikan calon penumpang dan Batavia Air harus mempertanggungjawabkan atas terlantarnya penumpang
tersebut.
Kesimpulan

Dari kasus diatas bahwa pihak Batavia tidak mematuhi aturan dalam kerjasamanya
dengan ILFC sehingga menyebabkan dampak kepada semua pelanggan yang
menggunakan jasa Batavia, untuk itu juga batavia telah mencoreng citranya sendiri
dikarenakan tidak memperdulikan seberapa besar akibat yang akan diterima nya jika
Perusahaan Batavia melanggar aturan kerjasama dalam etika bisnisnya.

Anda mungkin juga menyukai