Anda di halaman 1dari 15

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Ekonomis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 5(2), September 2021, 339-349


ISSN: 2622-6413
Penerbit: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Batanghari Jambi
Alamat: Jl. Slamet Ryadi, Broni-Jambi Kodepos: 36122
Situs web: http://ekonomis.unbari.ac.id, surel:
ekonomis.unbari@gmail.com ISSN 2597-8829 (Online), DOI
10.33087/ekonomis.v5i2.337

Pengaruh Mekanisme Tata Kelola Perusahaan, Ukuran Perusahaan,


Kinerja Keuangan, dan Kinerja Lingkungan
Tentang Keterbukaan Pelaporan Sosial Islam
Annisa Cempaka Devi*, Aries Tanno, Fauzan Misra
Fakultas Ekonomi, Program Studi Magister Akuntansi, Universitas Andalas, Indonesia
*Email korespondensi:annisampakadevi94@gmail.com

Abstrak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ukuran dewan komisaris, independensi dewan komisaris,
komite audit, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan kinerja lingkungan
terhadap pengungkapan syariah. pelaporan sosial pada perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia. Populasi
penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia periode 2014 – 2019. Jumlah sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 60 perusahaan. Kemudian data tersebut diuji dengan menggunakan metode regresi
berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris, komite audit, ukuran perusahaan, profitabilitas
berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic social reporting, sedangkan variabel independen dewan komisaris,

Kata kunci : Tata Kelola Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Kinerja Keuangan, Kinerja Lingkungan, dan Pelaporan Sosial
Islami

pengantar
Saat ini banyak perusahaan yang menggunakan Corporate Social Responsibility (CSR), sebagai suatu konsep
atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sosial dan
lingkungan dimana perusahaan tersebut berada. Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan peran
penting bagi perusahaan karena perusahaan hidup di tengah masyarakat dan kegiatannya memiliki dampak sosial dan
lingkungan. Marharani dan Yulianto (2016) menjelaskan bahwa perkembangan praktik dan pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan di Indonesia juga mendapat dukungan dari pemerintah, hal ini terlihat dari terbitnya Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas bahwa laporan tahunan harus memuat beberapa
informasi. , salah satunya adalah laporan keuangan. pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosial akan mendapatkan keuntungan, salah satunya akan
mendapatkan citra yang baik dari masyarakat. Perusahaan akan mendapatkan beberapa keuntungan dengan
mengungkapkan biaya sosial yang telah dikeluarkan oleh perusahaan, antara lain menunjukkan kepedulian terhadap
lingkungan dan masyarakat sekitar, transparansi, bentuk tanggung jawab sosial, membangun citra perusahaan terhadap
pemangku kepentingan (stakeholder), mendukung tingkat pengembalian investasi, membangun keharmonisan dengan
masyarakat. investor agar investasi saham lebih aman (Putra et al, 2020). Perusahaan yang memiliki kondisi keuangan
yang kuat juga akan mendapatkan tekanan yang lebih besar dari pihak eksternal perusahaan untuk lebih luas
mengungkapkan tanggung jawab sosialnya. Namun, beberapa perusahaan dengan keuntungan besar cenderung tidak
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dengan baik.
Sebagai perusahaan asing, PT Freeport juga memiliki sederet hak dan kewajiban yang harus dijalankan
dengan kemaslahatan bersama, namun belakangan PT Freeport kerap menjadi bahan perbincangan karena isu
tanggung jawab sosial perusahaan yang dijalankannya. Kasus tanggung jawab sosial perusahaan ini bermula ketika PT
Freeport memberikan gaji yang tidak layak kepada para pekerjanya yang berkewarganegaraan Indonesia, PT Freeport
dianggap tidak dapat memperlakukan pekerjanya secara adil, terutama dalam masalah gaji. Konsep tanggung jawab
sosial perusahaan kini tidak hanya berkembang dalam ekonomi konvensional tetapi juga berkembang dalam ekonomi
Islam. Konsep tanggung jawab sosial perusahaan dalam Islam erat kaitannya dengan perusahaan yang menjalankan
kegiatan usaha mengikuti konsep syariah yang diharapkan mampu melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan
secara islami. Haniffa (2002) pertama kali memprakarsai pelaporan sosial Islam dan dikembangkan lebih lanjut oleh
Othman et al (2009) di Malaysia. Munculnya konsep pelaporan sosial Islami karena keterbatasan dalam pelaporan
tanggung jawab sosial konvensional sehingga muncul kerangka konseptual pelaporan sosial Islam yang mengikuti
konsep syariah. Konsep pelaporan sosial Islam tidak hanya membantu dalam pengambilan keputusan. Munculnya
konsep pelaporan sosial Islami karena keterbatasan dalam pelaporan tanggung jawab sosial konvensional sehingga
muncul kerangka konseptual pelaporan sosial Islam yang mengikuti konsep syariah. Konsep pelaporan sosial Islam
tidak hanya membantu dalam pengambilan keputusan. Munculnya konsep pelaporan sosial Islami karena keterbatasan
dalam pelaporan tanggung jawab sosial konvensional sehingga muncul kerangka konseptual pelaporan sosial Islam
yang mengikuti konsep syariah. Konsep pelaporan sosial Islam tidak hanya membantu dalam pengambilan keputusan.

339
Annisa Cempaka Devi, Aries Tanno dan Fauzan Misra, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan, dan Kinerja Lingkungan Terhadap Islamic Social Reporting Disclosure

membuat proses bagi umat Islam tetapi juga membantu perusahaan dalam menjalankan kewajibannya kepada Allah
SWT dan semua ciptaan Allah.
Sementara gagasan pelaporan sosial Islam adalah standar untuk melaporkan kinerja sosial perusahaan berbasis
syariah, pelaporan sosial Islam adalah kerangka khusus untuk melaporkan tanggung jawab sosial mengikuti prinsip-
prinsip Islam. Tujuan dari pelaporan sosial Islam itu sendiri adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan
kepada Allah SWT dan masyarakat dan juga untuk meningkatkan transparansi kegiatan bisnis dengan menyajikan
informasi yang relevan dengan memperhatikan kebutuhan spiritual investor Muslim atau kepatuhan syariah dalam
pengambilan keputusan. Pelaporan sosial Islami ini diharapkan dapat membuat perusahaan lebih memperhatikan
pelaporan keuangannya berdasarkan nilai-nilai Islam sehingga perusahaan membuat pelaporan keuangannya tidak
hanya memenuhi kewajiban bagi karyawannya dan lingkungan secara umum tetapi juga memenuhi kewajiban kepada
Allah SWT. Namun, pelaporan sosial Islami masih bersifat sukarela, sehingga belum banyak digunakan di
perusahaan, karena belum ada peraturan pemerintah yang mengatur dan memperkuat pelaporan sosial Islam. Dan
sekarang pelaporan sosial Islam hanya banyak digunakan untuk perusahaan berbasis syariah, bukan untuk perusahaan
keuangan atau non-keuangan. Di Indonesia, tingkat pengungkapan pelaporan sosial syariah pada perusahaan syariah
masih rendah, dan banyak perusahaan syariah yang telah menerapkan prinsip syariah namun belum seratus persen
penerapan pelaporan sosial syariah terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Islamic social reporting di Indonesia
belum berkembang pesat atau belum sepenuhnya berjalan dengan baik di Indonesia, baik pada perusahaan keuangan
maupun non keuangan bahkan pada perusahaan syariah itu sendiri. sehingga belum banyak digunakan di perusahaan,
karena belum ada peraturan pemerintah yang mengatur dan memperkuat pelaporan sosial Islami. Dan sekarang
pelaporan sosial Islam hanya banyak digunakan untuk perusahaan berbasis syariah, bukan untuk perusahaan keuangan
atau non-keuangan. Di Indonesia, tingkat pengungkapan pelaporan sosial syariah pada perusahaan syariah masih
rendah, dan banyak perusahaan syariah yang telah menerapkan prinsip syariah namun belum seratus persen penerapan
pelaporan sosial syariah terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Islamic social reporting di Indonesia belum
berkembang pesat atau belum sepenuhnya berjalan dengan baik di Indonesia, baik pada perusahaan keuangan maupun
non keuangan bahkan pada perusahaan syariah itu sendiri. sehingga belum banyak digunakan di perusahaan, karena
belum ada peraturan pemerintah yang mengatur dan memperkuat pelaporan sosial Islami. Dan sekarang pelaporan
sosial Islam hanya banyak digunakan untuk perusahaan berbasis syariah, bukan untuk perusahaan keuangan atau non-
keuangan. Di Indonesia, tingkat pengungkapan pelaporan sosial syariah pada perusahaan syariah masih rendah, dan
banyak perusahaan syariah yang telah menerapkan prinsip syariah namun belum seratus persen penerapan pelaporan
sosial syariah terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Islamic social reporting di Indonesia belum berkembang
pesat atau belum sepenuhnya berjalan dengan baik di Indonesia, baik pada perusahaan keuangan maupun non
keuangan bahkan pada perusahaan syariah itu sendiri. karena tidak ada peraturan pemerintah yang mengatur dan
memperkuat pelaporan sosial Islam. Dan sekarang pelaporan sosial Islam hanya banyak digunakan untuk perusahaan
berbasis syariah, bukan untuk perusahaan keuangan atau non-keuangan. Di Indonesia, tingkat pengungkapan
pelaporan sosial syariah pada perusahaan syariah masih rendah, dan banyak perusahaan syariah yang telah
menerapkan prinsip syariah namun belum seratus persen penerapan pelaporan sosial syariah terpenuhi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Islamic social reporting di Indonesia belum berkembang pesat atau belum sepenuhnya berjalan
dengan baik di Indonesia, baik pada perusahaan keuangan maupun non keuangan bahkan pada perusahaan syariah itu
sendiri. karena tidak ada peraturan pemerintah yang mengatur dan memperkuat pelaporan sosial Islam. Dan sekarang
pelaporan sosial Islam hanya banyak digunakan untuk perusahaan berbasis syariah, bukan untuk perusahaan keuangan
atau non-keuangan. Di Indonesia, tingkat pengungkapan pelaporan sosial syariah pada perusahaan syariah masih
rendah, dan banyak perusahaan syariah yang telah menerapkan prinsip syariah namun belum seratus persen penerapan
pelaporan sosial syariah terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Islamic social reporting di Indonesia belum
berkembang pesat atau belum sepenuhnya berjalan dengan baik di Indonesia, baik pada perusahaan keuangan maupun
non keuangan bahkan pada perusahaan syariah itu sendiri. bukan untuk perusahaan keuangan atau non-keuangan. Di
Indonesia, tingkat pengungkapan pelaporan sosial syariah pada perusahaan syariah masih rendah, dan banyak
perusahaan syariah yang telah menerapkan prinsip syariah namun belum seratus persen penerapan pelaporan sosial
syariah terpenuhi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Islamic social reporting di Indonesia belum berkembang pesat
atau belum sepenuhnya berjalan dengan baik di Indonesia, baik pada perusahaan keuangan maupun non keuangan
bahkan pada perusahaan syariah itu sendiri. bukan untuk perusahaan keuangan atau non-keuangan. Di Indonesia,
tingkat pengungkapan pelaporan sosial syariah pada perusahaan syariah masih rendah, dan banyak perusahaan syariah
yang telah menerapkan prinsip syariah namun belum seratus persen penerapan pelaporan sosial syariah terpenuhi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Islamic social reporting di Indonesia belum berkembang pesat atau belum
sepenuhnya berjalan dengan baik di Indonesia, baik pada perusahaan keuangan maupun non keuangan bahkan pada
perusahaan syariah itu sendiri.
Penelitian penerapan pelaporan sosial syariah saat ini masih berorientasi pada perusahaan perbankan syariah.
Penelitian tentang penerapan pelaporan sosial syariah jarang dilakukan untuk perusahaan non keuangan seperti pasar
340
Annisa Cempaka Devi, Aries Tanno dan Fauzan Misra, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan, dan Kinerja Lingkungan Terhadap Islamic Social Reporting Disclosure
modal khususnya di Indonesia. Sehingga konsep pelaporan sosial syariah masih belum banyak digunakan, banyak
faktor yang dapat mempengaruhi pengungkapan pelaporan sosial syariah. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
pengungkapan Islamic social reporting adalah mekanisme corporate governance, mekanisme corporate governance
dapat dilihat dari komponen-komponen yang ada di perusahaan antara lain dewan komisaris, dewan komisaris
independen, dan komite audit, kepemilikan manajerial. , dan kepemilikan institusional. Dalam penelitian ini, penulis
menambahkan satu variabel dari penelitian sebelumnya, yaitu yaitu variabel ukuran perusahaan. Dengan mengubah
lokasi menjadi di Indeks Saham Syariah Indonesia dan dengan periode penelitian yang berbeda dari penelitian
sebelumnya, maka hasil dari penelitian sebelumnya dan penelitian saat ini akan sangat berbeda. Karena penulis
menambahkan dua komponen mekanisme corporate governance yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan
institusional. Penambahan dua komponen mekanisme corporate governance dan satu variabel independen akan
mempengaruhi pengungkapan Islamic social reporting. yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.
Penambahan dua komponen mekanisme corporate governance dan satu variabel independen akan mempengaruhi
pengungkapan Islamic social reporting. yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Penambahan dua
komponen mekanisme corporate governance dan satu variabel independen akan mempengaruhi pengungkapan Islamic
social reporting.
Menurut Kurniawati dan Yaya (2017), dewan komisaris merupakan elemen penting dalam mekanisme tata
kelola perusahaan. Keberadaan dewan komisaris di perusahaan diharapkan mampu mendorong terciptanya sistem
pengendalian yang baik bagi manajemen perusahaan. Semakin banyak jumlah komisaris dalam suatu perusahaan maka
akan semakin baik pula pengawasan dalam perusahaan tersebut. Dengan pengawasan yang baik, diharapkan
pengungkapan pelaporan sosial Islam akan lebih luas. Sedangkan menurut Khoirudin (2013), ukuran dewan komisaris
adalah jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Semakin besar ukuran dewan komisaris maka
pengawasan akan semakin baik. Dengan pengawasan yang baik, diharapkan pengungkapan pelaporan sosial islami
akan lebih luas karena dapat meminimalisir informasi yang mungkin disembunyikan oleh manajemen. Berdasarkan
hal tersebut maka dirumuskan hipotesis 1 sebagai berikut:
H1: Ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting
Menurut Kurniawati dan Yaya (2017) Sebagai orang yang tidak memiliki saham di perusahaan, komisaris
independen diharapkan dapat meningkatkan independensi dewan komisaris terhadap kepentingan pemegang saham
dan dapat menempatkan kepentingan perusahaan di atas kepentingan lainnya. Jika proporsinya lebih tinggi, dewan
komisaris diharapkan lebih objektif dalam mengambil keputusan untuk melindungi pemangku kepentingan. Dengan
pengawasan yang lebih objektif maka pengelolaan perusahaan juga akan dilakukan dengan baik, dan dalam
pengungkapan informasi pihak manajemen akan mengungkapkannya secara luas, termasuk pengungkapan pelaporan
sosial Islami. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis 2 sebagai berikut:
H2: Independensi dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting
Menurut Kurniawati dan Yaya (2017), komite audit adalah alat perusahaan yang bertanggung jawab kepada
dewan komisaris. Komite audit bertugas untuk memastikan bahwa struktur pengendalian internal perusahaan
dijalankan dengan baik. Pengawasan yang dilakukan oleh komite audit di lingkungan perusahaan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pengendalian internal dan kualitas keterbukaan informasi perusahaan. Sedangkan menurut
Sunarto (2016), munculnya komite audit terkait dengan pelaporan keuangan yang lebih andal, peningkatan kualitas,
dan pengungkapan. Peran komite audit telah berkembang selama bertahun-tahun untuk memenuhi tantangan dunia
bisnis, sosial dan lingkungan yang terus berubah. Aspek penting dalam menilai efektivitas komite audit dapat
ditunjukkan dengan jumlah komite audit. Jumlah anggota komite audit harus disesuaikan dengan kompleksitas
perusahaan dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan. Semakin besar angka

340
Annisa Cempaka Devi, Aries Tanno dan Fauzan Misra, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan, dan Kinerja Lingkungan Terhadap Islamic Social Reporting Disclosure

Dari anggota komite audit, diharapkan pengungkapan pelaporan sosial syariah dapat meningkat karena peran komite
audit harus dapat memberikan gambaran tentang hasil audit perusahaan pada operasinya dengan memperhatikan aspek
syariah. di dalamnya. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis 3 sebagai berikut:
H3: komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting
Menurut Robiah dan Erawati (2017), Peningkatan kepemilikan manajerial akan membuat kekayaan
manajemen secara pribadi semakin terikat dengan kekayaan perusahaan sehingga manajemen akan berusaha
mengurangi risiko kehilangan kekayaannya. Kepemilikan manajerial yang tinggi mengakibatkan rendahnya dividen
yang dibayarkan kepada pemegang saham. Hal ini karena pembiayaan yang dilakukan oleh manajemen atas nilai
investasi di masa depan berasal dari biaya internal. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis 4 sebagai
berikut:
H4 : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting
Perusahaan dengan kepemilikan institusional yang besar lebih mampu memantau kinerja manajemen. Investor
institusional memiliki kekuatan dan pengalaman serta bertanggung jawab untuk menerapkan prinsip-prinsip tata
kelola perusahaan yang baik untuk melindungi hak dan kepentingan semua pemegang saham sehingga mereka
menuntut perusahaan untuk berkomunikasi secara transparan. Dengan demikian, kepemilikan institusional dapat
meningkatkan kualitas dan kuantitas pengungkapan sukarela, hal ini berarti kepemilikan institusional dapat
mendorong perusahaan untuk meningkatkan pengungkapan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Ningrum et al,
2013). Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis 5 sebagai berikut:
H5: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting
Menurut Ramadhani (2016), ukuran perusahaan adalah tingkat identifikasi ukuran suatu perusahaan.
Perusahaan besar biasanya melakukan lebih banyak aktivitas dan berdampak besar bagi para pemangku
kepentingannya. Perusahaan yang lebih besar cenderung memiliki permintaan publik yang lebih tinggi akan informasi
daripada perusahaan yang lebih kecil. Pengungkapan informasi tanggung jawab sosial secara Islami merupakan salah
satu cara untuk memenuhi kebutuhan spiritual perusahaan tidak hanya kepada stakeholders tetapi juga kepada Allah
SWT. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis 6 sebagai berikut:
H6: Profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting
Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi tingkat
profitabilitas maka diharapkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba semakin tinggi. Hal ini dapat
mempengaruhi tingkat pengungkapan yang dilakukan perusahaan untuk menarik investor menanamkan modalnya di
perusahaan (Aprayuda & Misra, 2020; Aprayuda et al, 2021; Sofyan et al, 2020). Selain itu, semakin tinggi laba yang
dihasilkan perusahaan akan memotivasi manajemen untuk menyajikan informasi yang lebih luas untuk meyakinkan
investor sehingga investor akan meningkatkan kompensasi kepada manajemen (Husni et al, 2019). Salah satu
keterbukaan informasi yang lebih luas adalah pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Berdasarkan hal
tersebut maka dirumuskan hipotesis 7 sebagai berikut:
H7: ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting
Menurut Kurniawati dan Yaya (2017) perusahaan yang melakukan kinerja lingkungan dengan baik akan
cenderung mengungkapkan kinerja perusahaan dalam tanggung jawab sosial karena perusahaan menganggap dapat
menarik pelaku pasar dalam hal ini investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Keikutsertaan
perusahaan dalam Program Penilaian Kinerja Perusahaan (PROPER) dalam pengelolaan lingkungan menunjukkan
hal-hal positif tentang kepedulian perusahaan terhadap lingkungan dan sosial. Berdasarkan hal tersebut maka
dirumuskan hipotesis 8 sebagai berikut:
H8: Kinerja lingkungan berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting

Metode
Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang didapat berasal dari. Data penelitian ini berupa laporan
tahunan yang diterbitkan oleh perusahaan go public yang diterbitkan melalui Indeks Saham Syariah Indonesia dengan
kriteria (1) Perusahaan yang telah go public tercatat di Indeks Saham Syariah Indonesia, (2) Perusahaan yang
mempublikasikan laporan tahunan laporan keuangan periode 2014 – 2019 berturut-turut dan informasi keterbukaan
informasi sosial dalam laporan tahunan perusahaan, (3) Memiliki data yang lengkap terkait variabel-variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, (4) Perusahaan mengikuti Program Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) di
Bidang Lingkungan Kepengurusan periode 2014 – 2019. Dari kriteria tersebut diperoleh sampel seperti pada Tabel 1..
Tabel 1
Rincian Sampel Penelitian
Informasi Jumlah perusahaan
Perusahaan yang terdaftar di ISSI pada tahun 2014 – 2019 306
Perusahaan yang tidak menerbitkan laporan tahunan pada tahun 2012 – 2016 (25)
berturut-turut
341
Annisa Cempaka Devi, Aries Tanno dan Fauzan Misra, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan, dan Kinerja Lingkungan Terhadap Islamic Social Reporting Disclosure
Perusahaan yang tidak mengikuti PROPER (170)
Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria sampel (99)
Jumlah perusahaan yang memenuhi kriteria 12
Jumlah Sampel dari 2014 – 2019 (5 tahun) 60
Sumber: Data Penelitian, 2021

341
Annisa Cempaka Devi, Aries Tanno dan Fauzan Misra, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan, dan Kinerja Lingkungan Terhadap Islamic Social Reporting Disclosure

Seperti terlihat pada Tabel 1 di atas, sampel penelitian yang diperoleh adalah 60 perusahaan yang terdaftar di
Indeks Saham Syariah Indonesia selama periode 2014 – 2019. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
pengungkapan Islamic social reporting, Islamic social reporting adalah pelaporan sosial perusahaan tanggung jawab
mengikuti prinsip-prinsip Islam. Indeks pelaporan sosial Islam terdiri dari 6 tema, yaitu: pendanaan dan investasi,
produk dan layanan, karyawan, sosial, lingkungan, dan tata kelola perusahaan. Metode penilaian untuk setiap item
adalah nilai 0 untuk setiap item yang tidak diungkapkan dan nilai 1 untuk setiap item yang diungkapkan (Santoso dan
Dhiyaul-Haq 2017).Variabel independen pertama adalah dewan komisaris, dewan komisaris adalah pengawas di
perusahaan yang bertugas mengawasi perilaku manajemen dalam penerapan strategi perusahaan. Tugas dewan
komisaris secara kolektif bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi,
serta memastikan bahwa perusahaan telah menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (Hery, 2017). Ukuran dewan
komisaris yang dimaksud adalah jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan yang diukur dengan
menghitung jumlah anggota dewan komisaris perusahaan yang disebutkan dalam laporan tahunan perusahaan
(Khoirudin, 2013).
Variabel independen selanjutnya adalah independensi dewan komisaris adalah anggota dewan komisaris yang
tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas perusahaan yang bersangkutan. Dan
independensi dewan komisaris harus memperhatikan kepentingan pemegang saham minoritas dan pemangku
kepentingan lainnya. Independensi dewan komisaris diukur dengan menghitung komposisi atau proporsi dewan
komisaris independen di perusahaan (Baidok dan Septiarini, 2016). Variabel independen ketiga adalah komite audit
yaitu komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk membantu melaksanakan tugas dan fungsi dewan komisaris.
Tugas komite audit adalah membantu dewan komisaris dalam mengawasi proses penyusunan laporan keuangan.
Komite audit terdiri dari minimal tiga orang, semakin banyak anggota komite audit, semakin baik pengawasan
terhadap kegiatan perusahaan. Komite Audit diukur dengan menghitung jumlah komite audit di suatu perusahaan yang
disebutkan dalam laporan tahunan perusahaan (Kurniawati dan Yaya, 2017).
Variabel independen keempat adalah kepemilikan manajerial sebagai persentase saham yang dimiliki oleh
manajer dan direksi perusahaan pada akhir tahun untuk setiap periode pengamatan, dalam penelitian ini diukur dengan
persentase saham yang dimiliki oleh manajemen. Semakin besar saham yang dimiliki oleh manajemen/lembaga,
semakin besar pula informasi yang akan diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunannya. Hal ini dikarenakan
semakin besar jumlah kepemilikan saham maka semakin banyak pihak yang membutuhkan informasi tentang
perusahaan. Kepemilikan manajerial dapat diukur menurut proporsi saham biasa yang dimiliki oleh manajer (Robiah
dan Erawati, 2017). Variabel independen kelima adalah kepemilikan institusional. Kepemilikan institusional adalah
jumlah saham yang dimiliki oleh sebuah institusi dalam perusahaan.
Variabel bebas keenam Ukuran perusahaan merupakan ukuran yang menggambarkan ukuran perusahaan yang
dapat dinilai dari total aset suatu perusahaan. Ukuran perusahaan yang besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut
mengalami pertumbuhan yang baik. Ukuran perusahaan diukur dengan total nilai aset perusahaan. Untuk menyamakan
bentuk data variabel total aset yang diolah dengan variabel data lainnya, maka total aset akan dibentuk menjadi
logaritma natural (ln), (Anggraini dan Wulan, 2015).Variabel independen ketujuh adalah Profitabilitas adalah
kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba atau laba untuk meningkatkan nilai pemegang saham.
Profitabilitas dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rasio Return On Assets (ROA) (Kurniawati dan Yaya,
2017). Variabel bebas yang terakhir adalah kinerja lingkungan, yaitu kinerja perusahaan dalam menciptakan
lingkungan hidup yang baik. Pengukuran kinerja lingkungan dalam penelitian ini dengan melihat prestasi perusahaan
dalam mengikuti PROPER yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Kinerja lingkungan perusahaan
diukur dengan memberikan skor untuk setiap peringkat warna yang diperoleh perusahaan yaitu emas (sangat sangat
baik) diberi skor 5, hijau (sangat baik) diberi skor 4, biru (baik) diberi skor dari 3, merah (buruk) diberi skor 2,
Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda Berikut adalah persamaan regresi yang digunakan
dalam penelitian ini:
belajar:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 +b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8
Keterangan : Y = Keterbukaan pelaporan sosial Islam; a = Nilai Konstan; b = Koefisien regresi variabel bebas; X1 =
Ukuran Dewan Komisaris; X2 = Independensi Dewan Komisaris; X3 = Komite Audit; X4 = Kepemilikan Manajerial;
X5 = Kepemilikan Konstitusional; X6 = Ukuran Perusahaan; X7 = Profitabilitas; X8 = Kinerja Lingkungan
Sebelum dilakukan uji regresi berganda, dilakukan uji asumsi klasik berupa uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi serta pengujian hipotesis menggunakan uji parsial (t),
simultan (F), dan koefisien korelasi. penentuan (R2). Alat yang digunakan untuk membantu mengolah data dan
menguji hipotesis menggunakan software berupa SPSS.

342
Hasil dan Diskusi
Hasil uji Statistik Deskriptif dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa
terdapat sebaran data yang baik. Statistik deskriptif bertujuan untuk menggambarkan atau menggambarkan variabel
yang akan diteliti melalui data sampel dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Statistik deskriptif
menunjukkan nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi untuk setiap variabel yang diteliti. Hasil analisis
statistik deskriptif terhadap variabel-variabel yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Hasil
Statistik Deskriptif
n Minimum Maksimum Berarti Std. Deviasi
Pengungkapan pelaporan sosial Islam 60 0,07 0,33 0,1643 0,07239
Ukuran dewan komisaris 60 1 6 3,58 1,306
Independensi dewan komisaris 60 0,29 0,5 0,3627 0,04591
Komite Audit 60 1 6 3,15 1,005
Kepemilikan manajerial 60 0 1 0,1629 0,26828
Kepemilikan institusional 60 0,1 1 0,7969 0,32263
Ukuran perusahaan 60 0,14 0,29 0,2028 0,05004
Profitabilitas 60 0 0,23 0,0622 0,04818
Kinerja lingkungan 60 3 5 3,52 0,676
Valid N (berdasarkan daftar) 60
Sumber: Data Penelitian, 2021

Berdasarkan Tabel 2. di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut, nilai rata-rata pengungkapan pelaporan sosial
Islam adalah 16,43% dan standar deviasi adalah 0,07239. Artinya nilai rata-rata lebih besar dari nilai standar deviasi
sehingga sebaran data untuk variabel pengungkapan pelaporan sosial syariah dalam penelitian ini merata dan tidak
terdapat perbedaan yang tinggi antara satu data dengan data lainnya. Nilai minimum pengungkapan pelaporan sosial
syariah adalah 7% dan nilai maksimum adalah 33% yang berarti bahwa tingkat pengungkapan pelaporan sosial syariah
pada perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia masih rendah. Variabel ukuran dewan komisaris
(X1) memiliki nilai minimum 1, nilai maksimum 6, dan standar deviasi 1,306. Nilai rata-rata ukuran dewan komisaris
adalah 3. 58 yang dibulatkan menjadi 4 karena variabel ukuran dewan komisaris adalah jumlah orang. Artinya, rata-
rata jumlah anggota dewan komisaris pada perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia adalah 4.
Variabel independensi dewan komisaris (X2) memiliki nilai minimum 29%, nilai maksimum 50%, dan standar
deviasi 0,04591. Nilai rata-rata independensi dewan komisaris adalah 0,3627 yang berarti total proporsi komisaris
independen yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia adalah 36,27%. Variabel komite audit (X3) memiliki
nilai minimum 1, nilai maksimum 6, dan standar deviasi 1,005. Nilai rata-rata ukuran dewan komisaris adalah 3,15
yang dibulatkan menjadi 3 karena variabel komite audit adalah jumlah orang. Artinya, rata-rata jumlah anggota komite
audit yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia adalah 3 orang.
Variabel kepemilikan manajerial (X4) memiliki nilai minimum 0%, nilai maksimum 100%, dan standar
deviasi 0,26828. Nilai rata-rata kepemilikan manajerial sebesar 0,1629 yang berarti saham tertinggi yang dimiliki oleh
manajer yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia adalah sebesar 16,29%. Variabel kepemilikan institusional
(X5) memiliki nilai minimum 10%, nilai maksimum 100%, dan standar deviasi 0,32263. Nilai rata-rata kepemilikan
institusional adalah 0,7969 yang berarti saham tertinggi yang dimiliki institusi yang terdaftar di Indeks Saham Syariah
Indonesia adalah 79,69%. Variabel ukuran perusahaan (X6) diproksikan dengan total aset kemudian disederhanakan
ke dalam bentuk logaritma natural (ln). Nilai ukuran perusahaan minimal 14%, nilai maksimal 29%, dan standar
deviasi 0,5004. Nilai rata-rata ukuran perusahaan adalah 20.
Variabel profitabilitas (X7) memiliki nilai minimum 0%, nilai maksimum 23%, dan standar deviasi 0,04818.
Nilai rata-rata profitabilitas adalah 0,0622 yang berarti nilai profitabilitas perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham
Syariah Indonesia adalah 6,22%. Karena profitabilitas yang baik harus memiliki nilai rata-rata diatas 2 (dua). Variabel
kinerja lingkungan (X8) memiliki nilai minimum 3, nilai maksimum 5, dan standar deviasi 0,676. Nilai rata-rata
kinerja lingkungan adalah 3,52 yang dibulatkan menjadi 4 karena variabel kinerja lingkungan dilihat dari capaian
perusahaan peserta PROPER yang dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan diukur dengan memberikan
skor untuk setiap peringkat warna. Artinya rata-rata PROPER yang tercatat di Indeks Saham Syariah Indonesia adalah
4.
Tahap selanjutnya adalah menguji data, apakah data tersebut layak untuk dianalisis atau tidak. Untuk
pengujian dalam penelitian ini menggunakan regresi linier berganda, regresi linier berganda dapat disebut model yang
baik apabila model tersebut memenuhi beberapa asumsi yang kemudian disebut asumsi klasik. Uji asumsi klasik yang
harus dipenuhi dalam regresi linier berganda harus berdistribusi normal, regresi linier berganda terdiri dari uji
normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Uji normalitas dalam model regresi
digunakan untuk menguji apakah nilai residual yang dihasilkan dari regresi berdistribusi normal atau tidak. Model
regresi yang baik memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Asumsi ini dibuat dengan menggunakan uji
Kolmogorov Smirnov. Uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil
Uji Normalitas
Residual Tidak Standar
n 60
Kolmogorov-Smirnov Z 0,938
asim. Tanda tangan. (2-ekor) 0,342
Sumber: Data Penelitian, 2021

Berdasarkan tabel 3. di atas, dari hasil pengolahan data diperoleh data dalam penelitian ini memiliki nilai
signifikansi (Asymp. Sig. 2-tailed) sebesar 0,342. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tersebut lebih dari taraf
signifikansi 0,05 (0,342 > 0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa data dalam penelitian ini berdistribusi normal. Uji
multikolinearitas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel bebas dalam model yang digunakan,
dalam model regresi yang baik tidak boleh terdapat korelasi yang sempurna atau mendekati sempurna antar variabel
bebas (korelasinya 1 atau mendekati 1) . Beberapa metode uji multikolinearitas adalah dengan melihat nilai Tolerance
and Variance Inflation Factor (VIF) pada model regresi. Untuk mengetahui model regresi yang bebas dari
multikolinearitas, dengan nilai VIF (Variance Inflation Factor) kurang dari 10 dan angka toleransi lebih dari 0,1. Hasil
pengujian dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4. diatas, dari hasil pengolahan data diperoleh data pada
penelitian ini memiliki nilai tolerance semua variabel lebih dari 0,10 dan VIF (Variance Inflation Factor ) nilainya
kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah multikolinearitas. Peneliti menggunakan uji
spearman's rho. yaitu, mengkorelasikan variabel bebas dengan nilai residual yang tidak terstandarisasi. Jika korelasi
antara variabel independen dan residual diperoleh signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan tidak terdapat
masalah heteroskedastisitas dalam model regresi. Hasil Uji Heteroskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4 Hasil Uji


Multikolinearitas
Kolinearitas Statistik
Model
Toleransi VIF
(Konstan)
Ukuran Dewan Komisaris 0,630 1,586
Independensi Dewan Komisaris 0,647 1,544
Komite Audit 0,502 1,992
Kepemilikan manajerial 0,499 2.006
Kepemilikan Institusional 0,545 1,834
Ukuran perusahaan 0,753 1,328
Profitabilitas 0,748 1,337
Kinerja Lingkungan 0,849 1,178
Sumber: Data Penelitian, 2021

Tabel 5.
Uji Heteroskedastisitas
Tidak standar Sisa
Ukuran Dewan Komisaris Tanda tangan. (2 ekor) 0,641
Independensi Dewan Komisaris Tanda tangan. (2-ekor) 0,987
Komite Audit Tanda tangan. (2-ekor) 0,877
Kepemilikan manajerial Tanda tangan. (2-ekor) 0,869
Kepemilikan Institusional Tanda tangan. (2-ekor) 0,692
Ukuran perusahaan Tanda tangan. (2-ekor) 0,646
Annisa Cempaka Devi, Aries Tanno dan Fauzan Misra, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan, dan Kinerja Lingkungan Terhadap Islamic Social Reporting Disclosure

Profitabilitas Tanda tangan. (2-ekor) 0,309


Kinerja Lingkungan Tanda tangan. (2-ekor) 0,450
Sumber: Data Penelitian, 2021

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat diketahui bahwa nilai korelasi kedelapan variabel independen dengan
unstandardized residuals memiliki nilai signifikansi lebih dari 0,05. Karena signifikansinya lebih dari 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Untuk melihat gejala autokorelasi dilakukan model
regresi melalui pengujian nilai Durbin Warson dengan kriteria yaitu Durbin Warson angka -2 artinya terdapat
autokorelasi positif, angka Durbin Warson antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, dan angka Durbin
Warson di atas +2 berarti ada autokorelasi. Tabel 6 berikut menunjukkan hasil uji autokorelasi pada penelitian ini
dengan menggunakan Durbin Warson.

Tabel 6.
Hasil Uji Autokorelasi
Model Durbin-Watson
1 1,558
Sumber: Data Penelitian, 2021

Berdasarkan Tabel 6. diatas, dari hasil pengolahan data diperoleh data pada penelitian ini memiliki nilai
Durbin-Watson sebesar 1,558. Berdasarkan kriteria uji Durbin-Watson dapat diketahui bahwa 1,558 Durbin-Watson
berada diantara -2 sampai +2 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi. Hasil regresi linier berganda
pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Y = 0,051 + 0,020X1 + 0,232X2 + 0,021X3 - 0,005X4 + 0,029X5 – 0,597X6 – 0,483X7 + 0,005X8
Nilai konstanta (a) adalah 0,051, artinya jika ukuran dewan komisaris, independensi dewan komisaris, komite audit,
kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan kinerja lingkungan tetap atau
0 maka nilai pengungkapan pelaporan sosial Islam adalah 0,051. Selanjutnya nilai koefisien regresi untuk variabel
ukuran dewan komisaris (X1) bernilai positif sebesar 0,020, artinya jika variabel ukuran dewan komisaris mengalami
peningkatan sebesar 1% maka pengungkapan Islamic social reporting akan mengalami positif. kenaikan sebesar 0,020
dengan asumsi variabel bebas lainnya konstan.
Nilai koefisien regresi variabel independen dewan komisaris (X2) bernilai positif sebesar 0,232, artinya jika
variabel independen dewan komisaris meningkat sebesar 1% maka pengungkapan Islamic social reporting akan
mengalami peningkatan positif sebesar 0,232 dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya adalah konstan. Kemudian
nilai koefisien regresi variabel komite audit (X3) bernilai positif sebesar 0,021, artinya jika variabel komite audit
meningkat sebesar 1% maka pengungkapan Islamic social reporting akan mengalami peningkatan positif sebesar
0,021 dengan asumsi sebaliknya. variabel bebas adalah konstan. Nilai koefisien regresi variabel kepemilikan
manajerial (X4) adalah negatif sebesar -0,005 artinya jika variabel kepemilikan manajerial meningkat sebesar 1%,

Tabel 7.
Hasil Kelipatan RAnalisis egress
Koefisien Tidak Standar B
Model T Tanda
tangan.
(Konstan) 0,051 0,528 0,600
Ukuran Dewan Komisaris 0,02 3.309 0,002
Independensi Dewan Komisaris 0,232 1,381 0,179
Komite Audit 0,021 2.466 0,017
Kepemilikan manajerial -0,005 -0,161 0,872
Kepemilikan Institusional 0,029 1.129 0,264
Ukuran perusahaan -0,597 -4.183 0,000
Profitabilitas -0,483 -3.245 0,002
Kinerja Lingkungan 0,005 0,550 0,585
Sumber: Data Penelitian, 2021

345
Annisa Cempaka Devi, Aries Tanno dan Fauzan Misra, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan,
Kinerja Keuangan, dan Kinerja Lingkungan Terhadap Islamic Social Reporting Disclosure

Nilai koefisien regresi variabel kepemilikan institusional (X5) bernilai positif yaitu sebesar 0,029 artinya jika
variabel kepemilikan institusional meningkat sebesar 1% maka pengungkapan Islamic social reporting akan
mengalami peningkatan positif sebesar 0,029 dengan asumsi sebaliknya. variabel bebas adalah konstan. Kemudian
nilai koefisien regresi variabel ukuran perusahaan (X6) bernilai negatif sebesar -0,597, artinya jika variabel ukuran
perusahaan meningkat sebesar 1% maka pengungkapan Islamic social reporting akan turun sebesar -0,597 dengan
asumsi bahwa variabel independen lainnya variabel adalah konstan.
Nilai koefisien regresi variabel profitabilitas (X7) bernilai negatif sebesar -0,483, artinya jika variabel
profitabilitas meningkat sebesar 1% maka pengungkapan Islamic social reporting akan turun sebesar -0,483 dengan
asumsi variabel independen lainnya konstan. Nilai koefisien regresi variabel kinerja lingkungan (X8) bernilai positif
sebesar 0,005 artinya jika variabel kinerja lingkungan meningkat sebesar 1% maka nilai pengungkapan pelaporan
sosial syariah akan mengalami peningkatan positif sebesar 0,005 dengan asumsi bahwa variabel independen lainnya
variabel adalah konstan. Kemudian, hasil koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel 8.

Tabel 8.
Koefisien Determinasi
R R Square Disesuaikan R Square Std. Kesalahan Perkiraan
,791a 0,626 0,567 0,04762
Sumber: Data Penelitian, 2021

Berdasarkan tabel 8. koefisien determinasi di atas, dapat diketahui bahwa angka R adalah 0,791. Artinya
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat adalah 79,1%, dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat sangat kuat karena nilainya mendekati 1. Nilai R Square sebesar
0,626 artinya persentase kontribusi pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 62,6%. Dan besarnya
koefisien determinasi (Adjusted R Square) sebesar 0,567 hal ini berarti variasi variabel terikat dapat dijelaskan oleh
variabel bebas sebesar 56,7%, sedangkan sisanya sebesar 43,3% (100% - 56,7%) dijelaskan oleh variabel lain di luar
Model Penelitian. Dan kemudian Standard Error of the Estimate adalah ukuran kesalahan prediksi, dengan nilai
0,04762. Artinya kesalahan yang dapat terjadi dalam memprediksi pengungkapan pelaporan sosial Islam adalah
4,762%.

Pengujian dan Pembahasan


Hipotesis
Tabel 9.
Uji-T (Sebagian)
Model Koefisien Tidak Standar B T Sig.
(Konstan) 0,051 0,528 0,6
Ukuran Dewan Komisaris 0,02 3.309 0,002
Independensi Dewan Komisaris 0,232 1,381 0,179
Komite Audit 0,021 2.466 0,017
Kepemilikan manajerial -0,005 -0,161 0,872
Kepemilikan Institusional 0,029 1.129 0,264
Ukuran perusahaan -0,597 -4.183 0,000
Profitabilitas -0,483 -3.245 0,002
Kinerja Lingkungan 0,005 0,55 0,585
Sumber: Data Penelitian, 2021

Tabel 9. Menunjukkan hasil pengujian yang menunjukkan hipotesis yang diterima pada pengungkapan
pelaporan sosial Islami adalah ukuran dewan komisaris, komite audit, ukuran perusahaan, dan profitabilitas. Hipotesis
1 (H1) menyatakan bahwa ada pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan Islamic social reporting.
Berdasarkan hasil uji-t (parsial), diketahui bahwa variabel ukuran dewan komisaris menunjukkan nilai t hitung
> t tabel (3,309 > 2,007) artinya ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial
syariah. Hal ini sejalan dengan penelitian (Kurniawati dan Yaya 2017, Khoirudin 2013), yang menyatakan bahwa
ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial Islam. Artinya dalam penelitian ini
perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia, terkait dengan keterbukaan informasi perusahaan,
semakin besar ukuran dewan komisaris maka pengawasan akan semakin baik. Dengan pengawasan yang baik,
diharapkan pengungkapan pelaporan sosial islami akan lebih luas karena dapat meminimalisir informasi yang
mungkin disembunyikan oleh manajemen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ukuran dewan komisaris
berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial Islam.
346
Hipotesis 2 (H2) menyatakan bahwa terdapat pengaruh independensi dewan komisaris terhadap pengungkapan
Islamic social reporting. Berdasarkan hasil uji t (parsial), diketahui bahwa variabel independensi dewan komisaris
nilai t hitung < t tabel (1,381 < 2,007) artinya independensi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan pelaporan sosial Islam. Hal ini sejalan dengan penelitian (Kurniawati dan Yaya, 2017) yang
menyatakan bahwa independensi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial Islami.
Artinya dalam penelitian ini perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia, Tinggi rendahnya proporsi
komisaris independen tidak mempengaruhi proses pengawasan yang dilakukan dewan komisaris terhadap kinerja
manajemen dalam keterbukaan informasi secara luas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa independensi
dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial Islami.
Hipotesis 3 (H3) menyatakan bahwa pengaruh komite audit terhadap pengungkapan Islamic social reporting.
Berdasarkan hasil uji-t (parsial), diketahui bahwa komite audit menunjukkan nilai t hitung > t tabel (2,466 > 2,007),
artinya komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial Islam. Hal ini sejalan dengan penelitian
(Restu et al, 2017) yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic social
reporting. Artinya dalam penelitian ini perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia komite audit
berpengaruh terhadap kualitas keterbukaan informasi perusahaan. Banyaknya jumlah komite audit di perusahaan akan
menjamin terlaksananya pengawasan terhadap manajemen untuk mencegah terjadinya kecurangan dalam
pengungkapan tanggung jawab sosial.
Hipotesis 4 (H4) mengungkapkan pengaruh kepemilikan manajerial terhadap pengungkapan pelaporan sosial
Islam. Berdasarkan hasil uji t (parsial), diketahui bahwa kepemilikan manajerial menunjukkan nilai -t hitung > -t tabel
(-0,161 > -2.007) artinya kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap pengungkapan liputan sosial syariah. .
Hal ini sejalan dengan penelitian (Robiah dan Erawati, 2017) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic social reporting. Rata-rata jumlah kepemilikan saham manajerial pada
perusahaan yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia relatif kecil karena tidak adanya keselarasan
kepentingan antara pemilik dan pengelola. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic social reporting.
Hipotesis 5 (H5) menyatakan pengaruh kepemilikan institusional terhadap pengungkapan Islamic social
reporting. Berdasarkan hasil uji t (parsial), diketahui bahwa kepemilikan institusional menunjukkan nilai t hitung < t
tabel (1,129 < 2,007) artinya kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap pengungkapan liputan sosial Islam.
Hal ini sejalan dengan penelitian (Santoso dan Dhiyaul-Haq, 2017), yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional
tidak berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic social reporting. Artinya dalam penelitian ini perusahaan yang
terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia, tinggi rendahnya kepemilikan saham institusional tidak mempengaruhi
perusahaan dalam pengungkapan informasi sosial, sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak
berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial syariah.
Hipotesis 6 (H6) mengungkapkan bahwa ada pengaruh ukuran perusahaan terhadap pengungkapan pelaporan
sosial Islam. Berdasarkan hasil uji-t (parsial), diketahui bahwa ukuran perusahaan menunjukkan nilai -t hitung < -t
tabel (-4.183 < -2.007) artinya ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan. pelaporan sosial Islam. Hal ini
sejalan dengan penelitian (Ramadhani 2016, Widiawati dan Raharja 2012) yang menyatakan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic social reporting. Artinya dalam penelitian ini perusahaan
yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka
semakin tinggi pula pelaporan sosial syariah yang diungkapkan oleh perusahaan tersebut. Hal ini dikarenakan semakin
besar ukuran perusahaan maka semakin tinggi tuntutan keterbukaan informasi dibandingkan dengan perusahaan yang
lebih kecil. Dengan mengungkapkan lebih banyak informasi, perusahaan mencoba menunjukkan bahwa perusahaan
telah menerapkan prinsip syariah dengan baik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial Islami.
Hipotesis 7 (H7) menyatakan bahwa terdapat pengaruh profitabilitas terhadap pengungkapan Islamic social
reporting. Berdasarkan hasil uji-t (parsial), diketahui bahwa ukuran perusahaan menunjukkan nilai -t hitung > -t tabel
(-3.245 < -2.007) artinya ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan. pelaporan sosial Islam. Hal ini
sejalan dengan penelitian (Kurniawati dan Yaya 2017, Widiawati dan Raharja 2012), yang menyatakan bahwa
profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic social reporting. Artinya dalam penelitian ini perusahaan
yang terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia memiliki tingkat keuntungan yang lebih tinggi akan menarik
investor dengan memberikan informasi yang lebih baik kepada publik dan pemangku kepentingan lainnya yaitu
dengan meningkatkan pengungkapan tanggung jawab sosial. Artinya, semakin tinggi profitabilitas, semakin luas
pengungkapan pelaporan sosial Islam. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa profitabilitas berpengaruh terhadap
pengungkapan Islamic social reporting.
Hipotesis 8 (H8) menyatakan bahwa terdapat pengaruh kinerja lingkungan terhadap pengungkapan pelaporan
sosial Islami. Berdasarkan hasil uji-t (parsial), diketahui bahwa kinerja lingkungan menunjukkan nilai t hitung < t
tabel (0,550 < 2,007) artinya kinerja lingkungan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan liputan sosial islami. Hal
ini sejalan dengan penelitian (Hartawati et al., 2017), yang menyatakan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh
terhadap pengungkapan pelaporan sosial Islami. Artinya dalam penelitian ini perusahaan yang terdaftar di Indeks
Saham Syariah Indonesia belum sepenuhnya mengungkapkan kepedulian perusahaan terhadap sosial dan lingkungan.
kegiatan. Dan belum mencapai angka tinggi yang diperoleh dalam pemeringkatan kinerja lingkungan yang diberikan
oleh pemerintah, sehingga dapat disimpulkan bahwa kinerja lingkungan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan
pelaporan sosial Islami.

Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh mekanisme corporate governance
(yang dilihat melalui komponen-komponen yang ada di dalam perusahaan, antara lain ukuran dewan komisaris,
independensi dewan komisaris, komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional), ukuran
perusahaan, kinerja keuangan, dan kinerja lingkungan pada pengungkapan pelaporan sosial Islam. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris, komite audit, ukuran perusahaan, profitabilitas berpengaruh terhadap
pengungkapan Islamic social reporting, sedangkan variabel independen dewan komisaris, kepemilikan manajerial,
kepemilikan institusional, dan kinerja lingkungan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan pelaporan sosial Islam.
Penelitian ini menyiratkan bahwa pengungkapan pelaporan sosial syariah perusahaan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain ukuran dewan komisaris, komite audit, ukuran perusahaan, dan profitabilitas. Hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk mengungkapkan pelaporan sosial
Islami yang memadai dan mengikuti prinsip syariah. Tingkat pengungkapan pelaporan sosial syariah suatu perusahaan
akan bernilai tinggi jika perusahaan tersebut memiliki banyak dewan komisaris, memiliki banyak komite audit,
memiliki ukuran perusahaan yang besar, dan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi. Selain itu, perusahaan dapat
meningkatkan kinerja komisaris independen, meningkatkan kepemilikan manajerial dan institusional di perusahaan,
serta meningkatkan kualitas perusahaan dalam mengikuti kinerja lingkungan melalui PROPER. Bagi masyarakat
pemangku kepentingan, hasil penelitian ini akan memberikan informasi tentang tingkat pengungkapan tanggung jawab
sosial perusahaan yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan stakeholders muslim. Pemangku kepentingan
Muslim dapat didorong untuk berinvestasi pada perusahaan yang memiliki tingkat pengungkapan pelaporan sosial
Islami yang tinggi karena menunjukkan perusahaan telah melakukan dan mengelola perusahaan secara memadai dan
sesuai prinsip syariah. Penelitian ini memiliki keterbatasan. Pertama, peneliti tidak sepenuhnya menggunakan
komponen mekanisme corporate governance dalam penelitian ini. Kemudian, peneliti hanya menggunakan satu rasio
keuangan yaitu profitabilitas dalam penelitian ini. Oleh karena itu, saran untuk penelitian selanjutnya adalah
memperbanyak sampel dengan menggunakan perusahaan yang terdaftar dalam Daftar Efek Syariah (DES), sehingga
lebih objektif dan mendapatkan hasil yang lebih akurat. Kemudian,

Referensi
Aprayuda, R., Misra, F., & Kartika, R. (2021). Apakah Urutan Informasi Mempengaruhi Keputusan Investasi Investor?
Investigasi Eksperimental. Jurnal Akuntansi dan Investasi, 22(1), 150-172.
Aprayuda, R., & Misra, F. Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Investor Muda di Pasar Modal Indonesia.
E-Jurnal Akuntansi, 30(5), 1084-1098.
Baidok, W., & Septiarini, DF (2016). Pengaruh Dewan Komisaris, Bahan Dewan Komisaris Independen, Dewan
Pengawas Syariah, Frekuensi Rapat Dewan Komisaris Syariah, Dan Frekuensi Rapat Komite Audit Terhadap
Pengungkapan Indeks Islamic Social Reporting Pada Bank Umum Syariah Periode 2010-2014. Jurnal
Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, 3(12), 1020-1034.
Hartawati, E., Sulindawati, NLGE, Ak, SE, Kurniawan, PS, & ST, M. (2018). Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, Kinerja Sosial, Kinerja Lingkungan Dan Komite Audit Terhadap Pengungkapan Islamic Social
Reporting (ISR) Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Jakarta Islamic Index (JII) Periode Tahun 2014-2016.
JIMAT (Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 8(2).
Hei. 2017. Mengulas Berbagai Hasil Penelitian Terkini dalam Bidang Akuntansi dan Keuangan. Jakarta. Penerbit PT.
Gramedia.
Husni, T., Rahim, R., & Aprayuda, R. (2020, April). Kompensasi Tunai, Tata Kelola Perusahaan, Kepemilikan, dan
Kebijakan Dividen Terhadap Kinerja Perbankan. Dalam Konferensi Internasional Tahunan ke-6 tentang Riset
Manajemen (AICMaR 2019) (hlm. 212-218). Pers Atlantis.
Kurniawati, M., & Yaya, R. (2017). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Kinerja Keuangan dan Kinerja
Lingkungan terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting. Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18(2), 163-
171.
Khoirudin, A. (2013). Corporate governance dan penerapan Islamic Social Reporting pada perbankan syariah di
Indonesia. Jurnal Analisis Akuntansi, 2(2).
Marharani, AK, & Yulianto, A. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Islamic Social
Reporting Pada Bank syariah. Jurnal Analisis Akuntansi, 5(1).
Ningrum, RA, Fachrurrozie, F., & Jayanto, PY (2013). Pengaruh Kinerja Keuangan, Kepemilikan Institusional Dan
Ukuran Dewan Pengawas Syariah Terhadap Pengungkapan Isr. Jurnal analisis akuntansi, 2(4).
Othman, R., & Thani, AM (2010). Pelaporan sosial Islami dari perusahaan yang terdaftar di Malaysia. Jurnal
Penelitian Bisnis & Ekonomi Internasional (IBER), 9(4).
Putra, DG, Syofyan, R., & Aprayuda, R. (2020). Pengaruh Informasi Nilai Perusahaan, Kebijakan Dividen, Dan
Struktur Modal Terhadap Harga Saham. SAR (Soedirman Accounting Review): Jurnal Akuntansi dan Bisnis,
5(2), 152-169.
Ramadhani, F., Desmiyawati, D., & Kurnia, P. (2016). Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Dan
Ukuran Dewan Pengawas Syariah Terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting (Studi Empiris Pada
Bank Umum Syariah Di Indonesia Tahun 2010-2014) (Disertasi Doktor, Universitas Riau).
Restu, M., Yuliandari, WS, & Nurbaiti, A. (2017). Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris, Proporsi Dewan Komisaris
Independen Dan Ukuran Komite Audit Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responbility. eProsiding
Manajemen, 4(3).
Robiah, AMR, & Erawati, T. (2017). Pengaruh Leverage, Size, Dan Kepemilikan Manajemen Terhadap
Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Jurnal Akuntansi Dewantara, 1(1), 39-48.
Sofyan, R., Putra, DG, & Aprayuda, R. (2020, November). Apakah Informasi di Media Internet Menanggapi Pasar
Saham?. Dalam Konferensi Internasional Padang Kelima Tentang Pendidikan Ekonomi, Ekonomi, Bisnis dan
Manajemen, Akuntansi dan Kewirausahaan (PICEEBA-5 2020) (hlm. 510-520). Pers Atlantis.
Sofyani, H. Ulum, I. Syam, D. dan Wahjuni, SL 2012. Islamic Social Reporting Index sebagai Model Pengukuran
Kinerja Sosial Perbankan Syariah (Studi Komparasi Indonesia dan Malaysia). Jurnal Dinamika Akuntansi. Jil.
4 No.1.
Sunarto, C. (2016). Shariah Governance dalam Pengungkapan Islamic Social Reporting Index dan Global Reporting
Index pada Perbankan Syariah Periode 2010-2013. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam (JEBIS), 2(1), 30-57.
Widiawati, S., & Raharja, S. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaporan Sosial Islami Perusahaan-
Perusahaan Yang Terdapat Pada Daftar Efek Syariah Tahun 2009–2011 (Disertasi Doktor, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis).

Anda mungkin juga menyukai