Anda di halaman 1dari 104

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Isu Corporate Social Responsibility (CSR) sedang hangat

diperbincangkan. Di Indonesia, pelaksanaan CSR telah mendapat dukungan dari

pemerintah. Hal ini terlihat dari semakin maraknya unit-unit bisnis yang

melaporkan praktik CSR dalam laporan tahunan (annual report) dan official

website-nya. Praktik CSR di Indonesia diatur melalui UU No. 25 tahun 2007

tentang Penanaman Modal yang menyatakan bahwa setiap penanam modal

memiliki kewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, apabila

tidak melaksanakan kewajiban tersebut dikenai sanksi. Sementara terkait dalam

pengungkapan praktik CSR diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 47 Tahun 2012 yang mewajibkan Perseroan Terbatas

melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

Konsep CSR kini tidak hanya berkembang pada perusahaan konvensional

saja, tetapi juga dalam perusahaan yang menjalankan bisnisnya sesuai dengan

konsep syariah. Perusahaan yang menjalankan kegiatan bisnisnya sesuai dengan

konsep syariah salah satunya adalah Bank Syariah.

Bank Syariah memiliki karakter yang berbeda dengan Bank Konvensional

karena nilai-nilai Islam yang ada di dalamnya. Praktek CSR di Perbankan Syariah

memiliki tujuan untuk mewujudkan tujuan syariah dan menjaga maslahah bagi

umat sebagai bentuk ketaqwaan kepada Allah SWT. Berdasarkan perbedaan di


atas maka pengukuran kinerja sosial bank syariah membutuhkan pengukuran

tersendiri.

Islamic Social Reporting tengah (indeks ISR) tengah hangat

diperbincangkan sebagai solusi pengukuran pengungkapan tanggung jawab sosial

entitas syariah. Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanaan tanggung jawab

sosial perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang

ditetapkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic

Financial Institutions) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para

peneliti mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas

Islam [ CITATION Oth \l 1057 ]. Dalam indeks ISR telah diungkapkan mengenai

hal-hal yang berkaitan dengan zakat, transaksi yang terbebas dari unsur riba dan

gharar serta aspek-aspek sosial sampai dengan pengungkapan peribadahan dalam

lingkungan perusahaan.

Fenomena terkait pengungkapan ISR terjadi di beberapa Perbankan Syariah

diantaranya PT Bank Muamalat Indonesia dalam situs berita online Tribun-

Bali.com pada bulan juli 2019 yang melakukan fungsi sosialnya dalam

menyalurkan dana zakat serta penyerahan santunan kepada 100 orang Dhuafa

untuk wilayah kota Denpasar dan sekitarnya. Selanjutnya PT Bank Syariah

Bukopin yang diulas dalam situs berita online Tribun-Timur.com pada bulan

Februari 2017 mendapat penghargaan Platinum Award terkait pengungkapan

sosial dan diakui pihak eksternal dalam menjalankan program tanggung jawab

sosial yang telah diselenggarakan PT Bank Syariah Bukopin seperti pemberian


bantuan santunan kepada yatim piatu, donasi pembangunan mesjid, donor darah,

sunatan massal dan kegiatan sosial lainnya.

Aktivitas-aktivitas sosial dari Bank Umum Syariah merupakan nilai tambah

bagi perusahaan karena muncul citra positif dari bisnis yang dijalankan serta

meningkatnya kepercayaan stakeholder terhadap kinerja bank syariah. Dengan

demikian, tantangan utama bank syariah yaitu bagaimana mewujudkan

kepercayaan dari stakeholder. Dengan membangkitkan kepercayaan dari

stakeholder diharapkan bank syariah mampu memobilisasi simpanan, menarik

investasi, menyalurkan pembiayaan, menanamkan investasi serta memperluas

kesempatan kerja.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan ISR

memiliki ketertarikan tersendiri bagi peneliti. Hal ini dikarenakan informasi

mengenai pengungkapan ISR sangat penting bagi perusahaan dan investor dalam

mengambil keputusan. Hingga saat ini belum ada peraturan yang mengatur terkait

pengungkapan ISR, sehingga pengungkapan ISR di Indonesia sampai saat ini

masih bersifat sukarela (voluntary). Adapun faktor-faktor yang diduga

mempengaruhi pengungkapan ISR yaitu ukuran perusahaan, dewan komisaris

independen, leverage dan likuiditas.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan ISR dengan

hasil-hasil penelitian atas variabelnya yang masih bertentangan (research gap).

Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Muslimah (2017), Hidayah dan

Wulan (2017) dam Irmawati (2018) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan

berpengaruh positif terhadap pengungkapan ISR, sedangkan dalam penelitian


Affandi dan Nursita (2019) menunjukkan bahwa ukuran perusahaan tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan ISR. Dewan komisaris independen dalam

penelitian Hidayah dan Wulan (2017) dan Baidok dan Septiarini (2016)

menunjukkan adanya pengaruh positif terhadap pengungkapan ISR, sedangkan

dalam penelitian Kurniawati dan Yaya (2017) menunjukkan tidak adanya

pengaruh terhadap pengungkapan ISR. Leverage dalam penelitian Astuti (2014)

dan Maulina dan Iqramuddin (2019) menunjukkan adanya pengaruh terhadap

pengungkapan ISR, sedangkan dalam penelitian Rizfani (2017) menunjukkan

adanya pengaruh negatif terhadap pengungkapan ISR. Likuiditas dalam penelitian

Affandi dan Nursita (2019) dan Maulina dan Iqramuddin (2019) menunjukkan

bahwa likuiditas berpengaruh positif terhadap pengungkapan ISR, sedangkan

dalam penelitian Nadlifiyah dan Laila (2017) dan Irmawati (2018) menunjukkan

tidak adanya pengaruh terhadap pengungkapan ISR.

Objek penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Perbankan

Syariah. Hal ini dikarenakan perbankan syariah memiliki potensi yang lebih besar

dalam melakukan pengungkapan Islamic Social Reporting.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan

Islamic Social Reporting (ISR) Pada Bank Umum Syariah di Indonesia

Periode 2013-2018”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut:


1. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic

Social Reporting?

2. Apakah dewan komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan

Islamic Social Reporting?

3. Apakah leverage berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social

Reporting?

4. Apakah likuiditas berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social

Reporting?

5. Apakah ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan

likuiditas berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan Islamic Social

Reporting?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk menjawab permasalaham yang ada.

Adapun tujuannya yaitu sebagai berikut:

1. Menganalisis seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan, dewan komisaris

independen, leverage dan likuiditas secara parsial terhadap pengungkapan

Islamic Social Reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia.

2. Menganalisis seberapa besar pengaruh ukuran perusahaan, dewan komisaris

independen, leverage dan likuiditas secara simultan terhadap pengungkapan

Islamic Social Reportinf pada Bank Umum Syariah di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka

manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:


1. Bagi Manajemen Perbankan

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengambil

keputusan dan kebijakan dari tanggung jawab sosial berdasarkan standar

AAOIFI yang sering disebut Islamic Social Reporting (ISR).

2. Bagi Investor

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi calon investor dalam

memilih atau mengambil keputusan yang tepat untuk melakukan investasi

dalam membeli saham ataupun memberikan pinjaman kepada perusahaan.

3. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi penilaian atau evaluasi

mengenai regulasi yang mengatur tentang pengungkapan tanggung jawab

sosial perbankan syariah sehinga dapat lebih sesuai dengan kriteria syariah

Islam serta dapat menjadi penilaian atau evaluasi dalam penggunaan standar

yang telah ditetapkan pada perbankan syariah.

4. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman mengenai

pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) pada Bank Umum Syariah.

Selain itu juga dapat digunakan untuk terus mengembangkan pengetahuan

mengenai pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) agar bisa menjadi

acuan dalam penelitian berikutnya.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1 Teori Stakeholder

Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang

hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun juga harus mampu

memberikan manfaat bagi stakeholder-nya. Keberadaan suatu perusahaan sangat

dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder perusahaan. Teori

stakeholder merupakan teori yang menjelaskan bagaimana manajemen perusahaan

memenuhi atau mengelola harapan para stakeholder.

Gray (2001) dalam buku Cahya (2018) mengungkapkan bahwa stakeholder

adalah “pihak-pihak yang berkepentingan pada perusahaan yang dapat

mempengaruhi atau dapat dipengaruhi oleh aktivitas perusahaan, para stakeholder

antara lain masyarakat, karyawan, pemerintah, supplier, pasar modal dan lain-lain.

Salah satu strategi untuk menjaga hubungan dengan para stakeholder perusahaan

adalah dengan melaksanakan kepedulian lingkungan. Dengan pengungkapan

lingkungan diharapkan keinginan dari stakeholder dapat terakomodasi sehingga

akan menghasilkan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan stakeholder-

nya. Perusahaan harus menjaga hubungan dengan stakeholder-nya dengan

mengakomodasi keinginan dan kebutuhan stakeholder-nya, terutama stakeholder

yang mempunyai power terhadap ketersediaan sumber daya yang digunakan untuk

aktivitas operasional perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas produk dan lain-

lain.
Dalam mengembangkan teori stakeholder, Freeman (1983) dalam Susanto

dan Tarigan (2013) memperkenalkan konsep stakeholder dalam dua model yaitu:

(1) Model kebijakan dan perencanaan bisnis; dan (2) Model tanggung jawab

sosial perusahaan dari manajemen stakeholder. Pada model pertama, fokusnya

adalah mengembangkan dan mengevaluasi persetujuan keputusan strategis

perusahaan dengan kelompok-kelompok yang dukungannya diperlukan untuk

kelangsungan usaha perusahaan. Dapat dikatakan bahwa, dalam model pertama,

stakeholder theory berfokus pada cara-cara yang dapat digunakan oleh perusahaan

untuk mengelola hubungan perusahaan dengan stakeholder-nya. Sementara dalam

model kedua, perencanaan perusahaan dan analisis diperluas dengan memasukkan

pengaruh eksternal yang mungkin berlawanan bagi perusahaan. Kelompok-

kelompok yang berlawanan ini termasuk badan regulator (government) dengan

kepentingan khusus yang memiliki kepedulian terhadap permasalahan sosial.

Stakeholder memerlukan informasi mengenai pertanggungjawaban sosial

yang dilakukan oleh perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengungkapan

terkait praktik social responsibility yang dilakukan perusahaan. Perusahaan dapat

melakukan pengungkapan melalui laporan tahunan (annual report) perusahaan.

Para stakeholder berhak untuk mengetahui semua informasi baik bersifat

mandatory maupun voluntary serta informasi keuangan dan non keuangan.

Sehingga yang dilakukan perusahaan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi

kepentingan dan kebutuhan perusahaan sendiri tetapi juga harus dapat

memberikan manfaat bagi stakeholder (Purwanto, 2011) dalam Muslimah (2017).

Diharapkan melalui teori ini, pihak manajemen perusahaan akan memasukkan


nilai-nilai moralitas dalam setiap perencanaan dan pengambilan keputusan yang

berkaitan dengan aktivitas usahanya.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan selalu berdampak pada para

stakeholder. Kegiatan tersebut menjadi perhatian dan minat dari para stakeholder,

terutama para investor dan calon investor. Oleh karena itu, perusahaan

berkewajiban untuk memberikan laporan sebagai informasi kepada para

stakeholder. Laporan yang wajib diungkapkan oleh perusahaan setidaknya

meliputi satu set laporan keuangan. Tetapi, perusahaan diijinkan untuk

mengungkapkan laporan tambahan, yaitu laporan yang berisi lebih dari sekedar

laporan keuangan, misalnya laporan tahunan tentang aktivitas CSR perusahaan

ataupun laporan mengenai penerapan GCG (Good Corporate Governance) pada

perusahaan.

Tujuan dari laporan tambahan ini adalah untuk menyediakan informasi

tambahan mengenai kegiatan perusahaan sekaligus sebagai sarana untuk

memberikan tanda (signal) kepada para stakeholder mengenai hal-hal lain,

misalnya memberikan tanda tentang kepedulian terhadap lingkungan sekitar

perusahaan, atau tanda bahwa perusahaan tidak hanya menyediakan informasi

berdasarkan ketentuan peraturan tetapi menyediakan informasi yang lebih bagi

para stakeholder.

2.1.2 Bank Syariah

1. Pengertian Bank Syariah

Bank syariah menurut Wikipedia adalah suatu sistem perbankan yang

pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini


berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau

memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba) serta larangan

untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram).

Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, bank syariah

adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau

prinsip hukum Islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti

prinsip keadilan dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemasalahan (maslahah),

universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, masyir, riba, zalim dan

obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank

syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti

lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah,

hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf

sesuai kehendak pemberi wakaf.

Menurut Margono (2016) dalam Irmawati (2018) bank syariah merupakan

bank berdasarkan pada prinsip profit and loss sharing (bagi untung dan bagi rugi).

Bank syariah tidak membebankan bunga, melainkan mengajak partisipasi dalam

bidang yang didanai. Para deposan juga sama-sama mendapat bagian dari

keuntungan bank sesuai dengan rasio yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan

demikian ada kemitraan antara bank syariah dengan para deposan dalam berbagai

usaha produktif di pihak lain.

Dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Bank

Syariah merupakan bank yang sistem pelaksanaannya berdasarkan prinsip syariah/

hukum Islam. Bank syariah menjalankan konsep profit and loss sharing (bagi
untung dan bagi rugi) sebagai sistem utama dan tidak meminjamkan dana dengan

mengenakan bunga pinjaman (riba) serta menjalankan fungsi sosial seperti zakat,

infaq, sedekah dan wakaf.

2. Fungsi Bank Syariah

Wiroso (2009) dalam Irmawati (2018) membagi fungsi bank syariah ke

dalam empat fungsi utama yaitu:

a. Fungsi Manajer Investasi

Bank syariah merupakan manajer investasi dari pemilik dana (shahibul

maal) dari dana yang dihimpun dengan prinsip mudharabah, karena besar-

kecilnya imbalan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana, sangat tergantung

pada hasil usaha yang diperoleh oleh bank syariah dalam mengelola dana.

b. Fungsi Investor

Dalam penyaluran dana, baik dalam prinsip bagi hasil atau dalam prinsip

jual-beli, bank syariah berfungsi sebagai investor (sebagai pemilik dana). Oleh

karena itu sebagai pemilik dana maka dalam menanamkan dana dilakukan dengan

prinsip-prinsip yang telah ditetapkan, ditanamkan pada sektor yang memiliki

risiko minim.

c. Fungsi Jasa Perbankan

Dalam operasionalnya, bank syariah juga memiliki fungsi jasa perbankan

berupa layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan lainnya yang tidak

melanggar prinsip syariah.

d. Fungsi Sosial
Dalam konsep ini, perbankan syariah mewajibkan bank memberikan

layanan sosial melalui dana qardh, zakat dan dana sumbangan lainnya sesuai

dengan prinsip syariah. Konsep perbankan syariah juga mengharuskan bank

syariah untuk memberikan kontribusi bagi perlindungan dan pengembangan

lingkungan.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan bank

syariah memiliki dua fungsi yaitu fungsi komersial dan fungsi sosial.

3. Kelembagaan Bank Syariah

Bank syariah bukan sekedar bank bebas bunga, tetapi juga memiliki

orientasi pencapaian kesejahteraan. Secara fundamental terdapat beberapa

karakteristik bank syariah:

a. Penghapusan riba.

b. Pelayanan kepada kepentingan publik dan merealisasikan sasaran sosio-

ekonomi Islam.

c. Bank syariah bersifat universal yang merupakan gabungan dari bank

komersial dan bank investasi.

d. Bank syariah akan melakukan evaluasi yang lebih berhati-hati terhadap

permohonan pembiayaan yang berorientasi kepada penyertaan modal, karena

bank syariah menerapkan profit and loss sharing.

e. Bagi hasil cenderung mempererat hubungan antara bank syariah dan

pengusaha.
f. Kerangka yang dibangun dalam membantu bank mengatasi kesulitan

likuiditasnya dengan memanfaatkan instrumen pasar uang antarbank syariah

dan instrumen bank sentral berbasis syariah.

Oleh karena itu, secara struktural dan sistem pengawasan bank syariah

berbeda dari bank konvensional. Pengawasan perbankan Islam mencakup dua hal,

yaitu pertama pengawasan dari aspek keuangan, kepatuhan pada perbankan secara

umum dan prinsip kehati-hatian bank. Kedua pengawasan prinsip syariah dalam

kegiatan operasional bank. Secara struktural kepengurusan bank syariah terdiri

dari dewan komisaris dan direksi dan wajib memiliki dewan pengawas syariah

yang berfungsi mengawasi kegiatan bank syariah.

2.1.3 Corporate Social Responsibility

Menurut The World Business Council on Sustainable Development

(WBCSD), Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial

perusahaan didefinisikan sebagai suatu komitmen dari perusahaan untuk

melaksanakan etika keprilakuan (behavioral etchics) dan berkontribusi terhadap

perkembangan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable economic development)

serta komitmen lainnya adalah meningkatkan kualitas hidup karyawan dan

keluarganya, komunitas lokal, serta masyarakat luas (Effendi, 2016) dalam buku

Yusuf (2017). Corporate Social Responsibility (CSR) adalah sebuah pendekatan

dimana perusahaan mengintegerasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis

mereka dan dalam interaksi mereka dengan pemangku kepentingan (stakeholder)

berdasarkan prinsip kesukarelawanan dan kemitraan [ CITATION Yus17 \l

1057 ].
Menurut Mardikanto (2014) Corporate Social Responsibility adalah

keputusan dan tindakan bisnis diambil dengan alasan untuk kepentingan ekonomi

atau teknis langsung perusahaan. Menurut Kotler dan Nancy (2005) dalam buku

Yusuf (2017) Corporate Social Responsibility atau CSR didefinisikan sebagai

komitmen perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui

praktik bisnis yang baik dan mengkontribusikan sebagian sumber daya

perusahaan. Menurut Fraderick et a.l., dalam Widayuni dan Harto (2014)

pengertian CSR dapat diartikan sebagai prinsip yang menerangkan bahwa

perusahaan harus dapat bertanggungjawab terhadap efek yang berasal dari setiap

tindakan di dalam masyarakat maupun lingkungannya.

Dari beberapa pengertian ahli di atas, secara sederhana Corporate Social

Responsibility (CSR) adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan suatu

perusahaan sebagai tanggungjawabnya terhadap sosial dan lingkungan sekitar di

mana tempat perusahaan tersebut beroperasi. Seperti melaksanakan kegiatan yang

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar, menjaga lingkungan

sekitar, memberikan beasiswa kepada siswa yang kurang mampu serta

memberikan bantuan dana kepada masyarakat untuk kesejahteraan masyarakat

sekitar.

2.1.4 Corporate Social Responsibility (CSR) dalam Perspektif Islam

Menurut AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic

Financial Institutions), Corporate Social Responsibility (CSR) dalam perspektif

Islam adalah segala kegiatan yang dilakukan institusi finansial Islam untuk

memenuhi kepentingan religius, ekonomi, hukum, etika dan discretionary


responsibilities sebagai lembaga financial intermediary baik itu bagi individu

maupun bagi institusi. Tanggung jawab religius yaitu kewajiban bagi institusi

finansial Islam untuk mematuhi kekayaan ekonomi secara efisien dan

menguntungkan. Tanggung jawab hukum yaitu kewajiban institusi finansial Islam

untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku di negara beroperasinya

institusi tersebut. Tanggung jawab etika yaitu menghormati masyarakat, norma

agama dan kebiasaan yang tidak diatur dalam hukum. Discretionary

responsibilities mengacu pada ekspektasi yang diharapkan oleh pemegang saham

bahwa institusi finansial Islam akan melaksanakan peran sosialnya dalam

mengimplementasikan cita-cita Islam (Safira, 2015).

Sejauh ini pengungkapan CSR pada perbankan syariah masih mengacu

kepada Global Reporting Initiative Index (Indeks GRI) [CITATION Han02 \l

1057 ]. Padahal terkait dengan adanya kebutuhan mengenai pengungkapan kinerja

sosial di perbankan syariah, saat ini marak diperbincangkan mengenai Islamic

Social Reporting (ISR) yang merupakan tolak ukur pelaksanaan kinerja sosial

perbankan syariah yang berisi kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan

oleh AAOIFI (Accounting and Auditinng Organization for Islamic Financial

Institutions) yang kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti

mengenai item-item CSR yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam

(Othman, dkk, 2009).

2.1.5 Islamic Social Reporting (Y)

Haniffa (2002) memandang perlu adanya kerangka khusus untuk pelaporan

pertanggungjawaban sosial yang sesuai dengan prinsip Islam. Kerangka tersebut


tidak hanya berguna bagi para pembuat keputusan Muslim, tetapi juga berguna

membantu perusahaan Islam dalam pemenuhan kewajiban terhadap Allah Swt.

dan masyarakat. Kerangka ini dikenal dengan sebutan Islamic Social Reporting

(ISR). Prinsip syariah merupakan landasan atas dasar terbentuknya Islamic Social

Reporting (ISR) yang komprehensif. Prinsip syariah dalam Islamic Social

Reporting (ISR) menghasilkan aspek-aspek material, moral dan spiritual yang

menjadi fokus utama dari pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan.

Tanggung jawab sosial adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

aktivitas perusahaan terutama perbankan syariah yang beroperasi dengan

berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah [ CITATION Fir13 \l 1057 ]. Sejalan dengan

makin meningkatnya pelaksanaan CSR dalam perspektif Islam, maka makin

meningkat pula keinginan untuk membuat pelaporan sosial yang bersifat syariah

(Islamic Social Reporting) [CITATION Fit \l 1057 ].

Islamic Social Reporting (ISR) merupakan salah satu cara untuk

memberikan pengungkapan penuh dalam konteks Islam. Maali, Casson and

Napier (2006) dalam buku Cahya (2018), menekankan bahwa ada dua hal yang

harus diungkapkan dalam perspektif Islam, yaitu: pengungkapan penuh (full

disclosure) dan akuntabilitas sosial (social accountability). Pengungkapan penuh

(full disclosure) adalah pengungkapan yang menyajikan semua informasi yang

relevan. Informasi yang diungkapkan adalah informasi yang diwajibkan ditambah

dengan informasi yang diungkapkan secara sukarela. Konsep akuntabilitas sosial

terkait dengan prinsip pengungkapan penuh dengan tujuan untuk memenuhi

kebutuhan publik akan suatu informasi.


Indeks ISR merupakan tolak ukur pelaksanaan aktivitas sosial syariah yang

berisi kompilasi item-item standar CSR yang ditetapkan oleh AAOIFI

(Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) yang

kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para peneliti mengenai item-item

tanggung jawab sosial yang seharusnya diungkapkan oleh suatu entitas Islam di

dalam pelaporannya.

ISR pertama kali dikemukakan oleh Haniffa (2002), kemudian

dikembangkan secara ekstensif oleh Othman, dkk (2009) secara spesifik di

Malaysia. Menurut Haniffa (2002), terdapat keterbatasan dalam laporan sosial

konvensional sehingga ia mengemukakan sebuah kerangka konseptual ISR yang

berdasarkan ketentuan syariah Islam. Kerangka konseptual ini tidak hanya

membantu para pengambil keputusan muslim tetapi juga untuk membantu

perusahaan dalam menjalankan aktivitas dan pelaporan yang sesuai ketentuan

syariah.

Social Reporting adalah perluasan dari sistem pelaporan keuangan yang

merefleksikan perkiraan yang baru dan yang lebih luas dari masyarakat

sehubungan dengan peran kominitas bisnis dalam perekonomian [CITATION

Han02 \l 1057 ]. Menurut (1996) dalam Cahya (2018) social reporting adalah

suatu proses untuk mengkomunikasikan efek sosial dan lingkungan akibat dari

tindakan ekonomi. Banyak pendapat yang menjelaskan mengenai pengungkapan

social reporting menyatakan bahwa kode etik dalam social reporting bersifat

relatif, bisa saja peraturan mengenai social reporting dapat diterima oleh beberapa

kelompok namun tidak dapat diterima oleh kelompok yang lainnya.


Secara ilmiah, social report juga dilandasi oleh adanya teori stakeholder.

Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya

beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus memberikan manfaat bagi

stakeholder-nya. Stakeholder memerlukan informasi mengenai

pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan. Oleh karena itu,

diperlukan suatu pengungkapan (disclosure) terkait praktik social responsibility

yang dilakukan perusahaan melalui laporan tahunan (annual report) perusahaan.

Para stakeholder berhak untuk mengetahui semua informasi baik bersifat

mandatory maupun voluntary serta informasi keuangan dan non keuangan.

Sehingga yang dilakukan perusahaan tidak hanya bertujuan untuk memenuhi

kepentingan dan kebutuhan perusahaan sendiri tetapi juga harus dapat

memberikan manfaat bagi stakeholder (Purwanto, 2011) dalam Muslimah (2017).


Tawhid (Unity of God)

Philosophical view Qur’an


Poin Hadith
Fiqh
Qias Ijtihad Ijma
Shari'a (thr pathway)

Devine Law For Objective:


Human To estabilish social justice and seek succes
Conduct In this world and hereafter (Al-falah)

Ethics
Devine Ethical Iman (Faith)
Taqwa (Peity)
Concepts: Amanah (Trust)
Khilafah (Vicegerent)
Ummah (Community)
Akhirah Day of Reekoning
Adl (Justice VS Zulm (Tyranny)
Halal (Allowable) VS Haram (Forbidden)
I’tidal (Moderation VS Israf (Extravagance)

Politics Economy Social

Accounting
Islamic Social
Reporting
Reproting

Gambar 2.1. Kerangka Syariah


Sumber : Haniffa (2002)

Berdasarkan gambar kerangka syariah, dapat dilihat bahwa tauhid

merupakan landasan dasar dari ajaran Islam. Menurut Haniffa (2002) gambar di

atas menunjukkan bahwa konsep etika dalam Islam terbentuk berdasarkan prinsip-

prinsip syariah.
Sesuai gambar di atas, Islamic Social Reporting berada pada lingkup aspek

ekonomi atau secara lebih spesifik berada pada lingkup aspek akuntansi. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa Islamic Social Reporting merupakan

kerangka pelaporan tanggung jawab sosial perusahaan yang sesuai dengan

prinsip-prinsip syariah.

Pengungkapan dalam Islamic Social Reporting menggunakan indeks ISR.

Indeks ISR adalah item-item pengungkapan yang digunakan sebagai indikator

dalam pelaporan kinerja sosial institusi bisnis syariah. Indeks ISR untuk entitas

Islam karena mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip Islam, seperti

transaksi yang sudah terbebas dari unsur riba, gharar, pengungkapan zakat, status

kepatuhan syariah serta aspek-aspek seperti shodaqoh, wakaf sampai

pengungkapan peribadahan di lingkugan perusahaan.

Haniffa (2002) membuat lima tema pengungkapan Indeks ISR, yaitu tema

pendanaan dan investasi, tema produk dan jasa, tema karyawan, tema masyarakat

dan tema lingkungan hidup. Kemudian dikembangkan oleh Othman, dkk (2009)

dengan menambahkan satu tema pengungkapan yaitu tema tata kelola perusahaan.

Setiap tema pengungkapan memiliki sub-tema sebagai indikator pengungkapan

tema tersebut.

Penelitian ini menggunakan indeks ISR yang merupakan adaptasi dari

penelitian Othman, dkk (2009), dengan beberapa penyesuaian. Penyesuaian

terhadap indeks tersebut dilakukan dengan menghilangkan klasifikasi

pengungkapan yang tidak sesuai dengan kondisi yang ada di Indonesia. Indeks
ISR dalam penelitian ini terdiri dari enam tema. Berikut tema-tema pengungkapan

dalam indeks ISR, antara lain:

1. Keuangan dan Investasi (Finance and Investment Theme)

Tema ini berisi mengenai kegiatan keuangan dan investasi yang dilakukan

perusahaan. Pengungkapan pada tema ini [CITATION Han02 \l 1057 ]

indikatornya antara lain kegiatan yang mengandung riba (beban bunga dan

pendapatan bunga), kegiatan yang mengandung ketidakjelasan (gharar), dan

aktivitas pengelolaan zakat (jumlah dan penerimanya).

2. Produk dan Pelayanan (Product and Service Theme)

Tema ini berisi tentang status kehalalan produk yang digunakan dan

pelayanan atas keluhan konsumen (Othman, dkk, 2009). Dalam konteks

perbankan syariah, maka status kehalalan produk dan jasa yang digunakan adalah

melalui opini yang disampaikan oleh DPS yang kemudian diungkapkan dalam

laporan. Secara logis, tujuannya agar para pemangku kepentingan mengetahui

apakah barang atau jasa tersebut diperbolehkan (halal) atau dilarang (haram)

dalam ajaran Islam.

Hal lain yang harus diungkapkan adalah definisi setiap produk serta jenis

akad yang melandasi produk tersebut. Hal ini mengingat akad-akad di bank

syariah menggunakan istilah-istilah yang masih asing bagi masyarakat. Sehingga

perlu informasi terkait definisi akad-akad tersebut agar mudah dipahami oleh

pengguna informasi (Haniffa, 2002).


3. Tenaga Kerja (Employee Theme)

Tema ini menjelaskan tentang perlakuan perusahaan terhadap karyawan

yang dipekerjakan. Menurut Haniffa (2002) konsep dasar yang mendasari tema ini

adalah etika amanah dan keadilan. Karyawan harus diperlakukan secara adil dan

dibayar secara wajar, pemberi kerja juga harus memenuhi kewajiban terhadap

karyawan dalam hal kebutuhan spiritual mereka. Haniffa (2002) dan Othman, dkk

(2009) memaparkan bahwa masyarakat Islam ingin mengetahui apakah karyawan-

karyawan perusahaan telah diperlakukan secara adil dan wajar melalui informasi-

informasi yang diungkapkan.

4. Masyarakat (Community Involvement Theme)

Tema ini berisi kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Konsep

dasar yang mendasari tema ini adalah ummah, amanah dan adl yang menekankan

pada pentingnya saling berbagi dan saling meringankan beban masyarakat.

Bentuk saling berbagi dan tolong menolong bagi bank syariah dapat dilakukan

dengan sedekah, wakaf dan qardh (Haniffa, 2002). Menurut Othman, dkk (2009),

perusahaan memberikan bantuan dan kontribusi kepada masyarakat dengan tujuan

semata-mata untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan membantu

menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat seperti memberantas buta

aksara, memberikan beasiswa, dll. Aspek lain yang diungkapkan adalah

sukarelawan dari kalangan karyawan, pemberian beasiswa pendidikan,

pemberdayaan kerja para lulusan sekolah atau mahasiswa berupa magang,

pengembangan generasi muda, peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat

miskin, kepedulian terhadap anak-anak, kegiatan amal atau sosial, dan dukungan
terhadap kegiatan-kegiatan kesehatan, hiburan, olahraga, budaya pendidikan dan

agama.

5. Lingkungan (Environtment Theme)

Tema ini berisi tentang informasi yang berhubungan dengan penggunaan

sumber daya dan program yang dilakukan oleh perusahaan terhadap lingkungan di

sekitarnya. Konsep yang mendasari tema lingkungan dalam penelitian ini

[CITATION Han02 \l 1057 ] adalah mizan, i’tidal, khilafah dan akhirah. Konsep

tersebut menekankan pada prinsip keseimbangan, kesederhanaan dan tanggung

jawab dalam menjaga lingkungan. Sehingga, informasi-informasi yang

berhubungan dengan penggunaan sumber daya dan program yang digunakan

untuk melindungi lingkungan harus diungkapkan dalam laporan tahunan

perusahaan.

6. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance Theme)

Tema ini menjelaskan bagaimana tata kelola perusahaan yang dijalankan

oleh bank syariah. Tata kelola perusahaan dalam ISR merupakan penambahan dari

Othman, dkk (2009) dimana tema ini tidak bisa dipisahkan dari perusahaan guna

memastikan pengawasan pada aspek syariah perusahaan. Tata kelola perusahaan

dalam sistem ekonomi Islam memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan

dengan tata kelola perusahaan dalam sistem ekonomi konvensional. Menurut

Kasri (2009) dikutip dalam Irmawati (2018), perbedaan utama tata kelola

perusahaan dalam sistem Islam dan sistem konvensional terletak pada aspek

filosofi yang mencakup tujuan perusahaan, jenis keterlibatan kontrak, pemain


kunci dalam praktik tata kelola perusahaan, serta hubungan di antara para pemain

kunci tersebut.

Menurut Othman, dkk (2009) adapun informasi yang diungkapkan dalam

tema tata kelola perusahaan adalah status kepatuhan terhadap syariah, rincian

nama dan profil direksi, DPS dan komisaris, laporan kinerja komisaris, DPS dan

direksi, kebijakan remunerasi komisaris, DPS dan direksi, struktur kepemilikan

saham, kebijakan anti korupsi dan anti terorisme.

2.1.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Islamic Social


Reporting

Saat ini telah banyak perusahaan melakukan pengungkapan tanggung jawab

sosialnya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Tidak terkecuali perbankan yang

berbasis syariah di Indonesia dengan menggunakan konsep Islamic Social

Reporting. Dalam pengungkapan ISR itu sendiri terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Telah banyak dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat pengungkapan Islamic Social Reporting khususnya

pada perbankan syariah. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

pengungkapan Islamic Social Reporting yaitu:

1. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu

perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan, semakin besar pula

informasi perusahaan yang akan diungkapkan termasuk pengungkapan

Islamic Social Reporting (Irmawati, 2018).

2. Umur Perusahaan
Umur perusahaan diduga memiliki pengaruh terhadap pengungkapan ISR.

Semakin panjang umur perusahaan akan memberikan pengungkapan

informasi yang lebih luas karena perusahaan tersebut memiliki pengalaman

lebih dalam pengungkapan laporan tahunan (Rizfani, 2017).

3. Dewan Komisaris

Dewan komisaris merupakan organ perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta

memberi nasihat kepada direksi. Semakin besar ukuran dewan komisaris,

maka pengawasan dalam perusahaan akan semakin baik. Dengan

pengawasan yang baik maka pengungkapan islamic social reporting akan

semakin baik (Baidok dan Septiarini, 2016)

4. Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris independen adalah dewan komisaris yang berasal dari luar

perusahaan dan tidak memiliki hubungan secara langsung dengan

perusahaan. Semakin tinggi proporsi dewan komisaris independen, maka

kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan dalam rangka

melindungi pihak pemangku kepentingan semakin objektif, maka

pengelolaan perusahaan akan dilakukan dengan cara yang baik juga, serta

manajmen akan mengungkapkan informasi secara luas termasuk

pengungkapan ISR (Kurniawati dan Rizal, 2017).

5. Dewan Pengawas Syariah

Dewan pengawas syariah adalah dewan yang bertugas memberikan nasihat

dan saran kepada direksi serta mengawasi jalannya operasional perusahaan


agar sesuai prinsip syariah. Semakin banyak jumlah dewan pengawas

syariah, maka semakin objektif pengawasan terhadap prinsip syariah dan

pengungkapan ISR yang sesuai dengan prinsip syariah (Baidok dan

Septiarini, 2016).

6. Komite Audit

Komite audit dijadikan sebagai salah satu pendorong pada mekanisme

Corporate Governance yang dapat mempengaruhi pengungkapan ISR.

Semakin banyak jumlah komite audit yang dimiliki oleh perusahaan, maka

pihak manajemen perusahaan akan memiliki tekanan yang lebih tinggi

untuk mengungkapkan ISR (Hasanah, dkk, 2017).

7. Profitabilitas

Profitabilitas digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam

mencari keuntungan/ melihat keefektifan manajemen suatu perusahaan.

Semakin tinggi tingkat profitabilitas berarti semakin tinggi kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan laba sehingga akan semakin luas

pengungkapan yang dilakukan (Muslimah, 2017).

8. Leverage

Leverage adalah jumlah utang yang diperoleh dari kreditur dengan tujuan

membiayai aset perusahaan. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage

yang tinggi kemungkinan perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap

kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba

sekarang lebih tinggi, supaya laba yang dilaporkan lebih tinggi maka

manajer harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk


mengungkapkan pertanggungjawaban sosial (Anggraini, 2006) dikutip

dalam Sari (2018).

9. Likuiditas

Rasio likuiditas adalah rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih. Likuiditas

perbankan syraiah diukur dengan rasio Financing to Deposit Ratio (FDR).

FDR yang sesuai batas aman akan meningkatkan laba yang diperoleh.

Dengan meningkatnya laba, diharapkan dana yang dimiliki perusahaan

untuk melakukan tanggung jawab sosialnya akan semakin besar. Sehingga

perusahaan akan semakin banyak melakukan kegiatan ISR kepada

masyarakat dan lingkungan sekitarnya (Irmawati, 2018).

10. Islamic Governance Score

Islamic Governance Score merupakan proksi dari dewan pengawas syariah

dan dewan komisaris yang diukur dengan melihat jumlah anggota dewan

pengawas syariah dan jumlah anggota dewan komisaris pada bank syariah.

Dewan pengawas syariah dan dewan komisaris dapat mendorong

manajemen, selaku pelaksana operasi perusahaan yang mengungkapkan ISR

agar regulasi dari BI terpenuhi serta menjalankan fungsi bank syariah yang

turut mengungkapkan kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat (Muslimah,

2017).

Terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan Islamic

Social Reporting pada perbankan syariah. Penelitian ini akan menguji ulang
beberapa faktor berdasarkan kinerja keuangan yang diduga dapat mempengaruhi

pengungkapan ISR pada Bank Umum Syariah. Beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pengungkapan Islamic Social Reporting pada penelitian ini antara

lain: ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan likuiditas.

Karena hasil penelitian terdahulu masih memberikan kesimpulan yang beragam

terhadap keempat faktor tersebut. Serta hal yang paling penting yaitu data

keempat faktor tersebut merupakan skala rasio dan mudah untuk didapatkan,

sehingga akan mempermudah dalam penelitan ini.

2.1.7 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu

perusahaan. Anggraini (2006) dalam Widayuni dan Harto (2014) berpendapat

bahwa perusahaan besar mengeluarkan biaya produksi yang besar, aktivitas yang

lebih padat, dampak yang lebih besar terhadap lingkungan dan proporsi pemegang

saham yang besar kemungkinan memiliki kepentingan tersendiri dengan program

sosial perusahaan daripada perusahaan kecil, sehingga menyebabkan tekanan

politis yang besar bagi perusahaan untuk mengungkapkan pertanggungjawaban

sosialnya kepada publik. Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi

yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan

investasi semakin banyak (Siregar dan Utama, 2005) dalam Irmawati (2018).

Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui laporan

keuangan, maka perusahaan dalam jangka waktu panjang bisa terhindar dari biaya

yang sangat besar akibat dari tuntutan masyarakat. Selain itu, perusahaan yang

berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand terhadap informasi


yang lebih kecil. Cowen et al. (1987) dalam Widiawati (2012) menyatakan bahwa

perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang akan

memperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan dalam laporan tahunan,

yang merupakan media untuk menyebarkan informasi tentang tanggung jawab

sosial keuangan perusahaan.

Ukuran perusahaan dapat dinilai dari beberapa segi. Ukuran perusahaan

merupakan pengukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Besar

kecilnya perusahaan dapat didasarkan pada total aset, total penjualan, kapitalisasi

pasar, jumlah tenaga kerja dan sebagainya. Namun, dalam penelitian ini ukuran

perusahaan diukur dengan total aset yang kemudian di Logaritma naturalkan (Ln).

Perhitungan total aset dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ukuran Perusahaan = Logaritma Natural Total Aset

2.1.8 Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris independen adalah dewan komisaris yang berasal dari luar

perusahaan, tidak memiliki saham baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan perusahaan, tidak memiliki hubungan usaha serta hubungan afiliasi

dengan perusahaan [CITATION Kur17 \l 1057 ]. Adanya komisaris independen

diperlukan untuk meningkatkan independensi dewan komisaris terhadap

kepentingan pemegang saham dan benar-benar menempatkan kepentingan

perusahaan di atas kepentingan lainnya. Menurut Kurniawati dan Rizal (2017),

komisaris independen merupakan komisaris yang tidak berasa dari pihak

terafiliasi tidak mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang

saham pengendali, anggota direksi dan dewan komisaris lain, serta dengan
perusahaan itu sendiri. Keberadaan komisaris independen diharapkan dapat

bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat oleh direksi. Karena

komisaris independen tidak terpengaruh oleh manajemen, mereka cenderung

mendorong perusahaan untuk mengungkapkan informasi yang lebih luas kepada

para stakeholder.

Cheng dan Jaggi (2000) dalam Baidok dan Septiarini (2016) menjelaskan

bahwa proses pengawasan dari dewan komisaris perusahaan yang independen

akan lebih responsif terhadap investor dan peran dari dewan komisaris independen

tersebut akan dapat meningkatkan kepatuhan perusahaan terhadap pengungkapan

yang dilakukan. Dewan komisaris independen yang netral dan tidak terpengaruh

oleh intervensi manajemen akan melindungi kepentingan para stakeholder dalam

dorongan kepada perusahaan untuk melakukan aktivitas tanggung jawab sosial.

Dengan demikian, semakin tinggi proporsi dewan komisaris independen,

maka kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan dalam rangka

melindungi pihak pemangku kepentingan semakin objektif, maka pengelolaan

perusahaan akan dilakukan dengan cara yang baik juga, serta manajemen akan

mengungkapkan informasi secara luas, termasuk pengungkapan ISR.

Perhitungan dewan komisaris independen dapat dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah dewan komisaris independen


DK Independen= x 100
Jumlah dewan komisaris

2.1.9 Leverage

Rasio leverage atau rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan

untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dengan utang. Artinya
berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan

aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio leverage digunakan untuk

mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya baik

jangka panjang maupun jangka pendek apabila perusahaan dibubarkan

(dilikuidasi) (Kasmir, 2016) dalam Muslimah (2017). Perusahaan yang

mempunyai proporsi utang lebih banyak dalam struktur permodalannya akan

mempunyai biaya keagenan yang lebih besar.

Anggraini (2006) dikutip dalam Sari (2018) menyatakan bahwa semakin

tinggi leverage, maka semakin besar kemungkinan perusahaan akan mengalami

pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer akan berusaha untuk

melaporkan laba sekarang lebih tinggi dibandingkan laba dimasa depan. Dengan

laba yang dilaporkan lebih tinggi akan mengurangi kemungkinan perusahaan

melanggar perjanjian utang. Supaya laba yang dilaporkan lebih tinggi maka

manajer harus mengurangi biaya-biaya termasuk biaya untuk mengungkapkan

informasi sosial.

Dalam praktiknya, perhitungan leverage dilakukan melalui dua pendekatan,

yaitu pendekatan Debt to Assets Ratio (DAR) dan pendekatan Debt to Equity

Ratio (DER).

a. Debt To Assets Ratio (DAR), rasio utang yang digunakan untuk mengukur

seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai utang atau seberapa besar utang

perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.

b. Debt To Equity Ratio (DER), membandingkan antara seluruh utang, termasuk

utang lancar dengan seluruh ekuitas.


Dari dua jenis rasio tersebut, leverage dalam penelitian ini diukur dengan

nilai Debt to Assets Ratio (DAR) untuk mengetahui pengaruh terhadap Islamic

Social Reporting.

Adapun perhitungan DAR dapat dirumuskan sebagai berikut:

Total Utang
DAR= x 100
Total Aset

2.1.10 Likuiditas

Rasio Likuiditas adalah rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih, artinya bank dapat

membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat

memenuhi permintaan kredit yang diajukan.

Likuiditas perbankan syariah diukur dengan rasio Financing to Deposit

Ratio (FDR). Rasio FDR merupakan kriteria dari Bank Indonesia untuk mengukur

tingkat kesehatan suatu bank dalam melihat likuiditasnya melalui pembiayaan

yang diberikan terhadap dana pihak ketiga (Peraturan Bank Indonesia Nomor

9/1/PBI/2007). Menurut Kamus Bank Sentral Republik Indonesia, FDR adalah

rasio pembiayaan terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diterima oleh bank.

FDR dapat menunjukkan tingkat kemampuan bank dalam menyalurkan DPK yang

dihimpun oleh bank yang bersangkutan.

Bank Indonesia menetapkan batas aman untuk rasio FDR yaitu antara 80%-

110%. Semakin rasio FDR mendekati angka 110% berarti fungsi intermediasi

bank syariah semakin baik. Berarti hampir semua DPK bank syariah tersebut

disalurkan menjadi pembiayaan dan terserap ke sektor riil, sebaliknya jika FDR
bank syariah masih jauh di bawah 110%, hal tersebut juga mengindikasikan bank

syariah belum bisa menghimpun DPK yang cukup untuk menyalurkan

pembiayaan. Dengan FDR yang sesuai dengan batas aman Bank Indonesia, maka

laba yang diperoleh bank tersebut akan meningkat. Dengan meningkatnya laba

bank, maka kinerja bank juga meningkat. Ketika laba perusahaan meningkat,

diharapkan dana yang dimiliki bank untuk melakukan tanggung jawab sosialnya

akan semakin besar. Bank akan semakin banyak melakukan kegiatan ISR kepada

masyarakat dan lingkungan sekitarnya, sehingga pengungkapam ISR semakin luas

(Irmawati, 2018).

Firmansyah (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang secara keuangan

kuat akan cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak mengungkapkan

informasi karena ingin menunjukkan kepada pihak eksternal bahwa perusahaan

tersebut kredibel.

Adapun perhitungan FDR dapat dirumuskan sebagai berikut:

Total Pembiayaan
FDR= x 100
Dana Pihak Ketiga

2.2 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian terdahulu, banyak yang para peneliti lakukan

berkaitan dengan masalah Islamic Social Reporting (ISR), peneliti menemukan

beberapa tulisan yang membahas tentang Islamic Social Reporting (ISR), di

antaranya adalah pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


No Nama Variabel
Penelitian Judul Yang Teknik Hasil
dan Tahun Penelitian Diteliti Analisis Penelitian
Penelitian
1. Khaerun Faktor-Faktor Y = Islamic Regresi Ukuran
Nissa Yang Social Reporting data panel perusahaan
Rizfani Mempengaruhi berpengaruh
(2017) Pengungkapan X1 = Umur positif
Islamic Social perusahaan signifikan
Skripsi Reporting Pada terhadap
Perusahaan Di X2 = Jumlah pengungkapan
Jakarta Dewan Komisaris ISR. Umur
Islamic Index perusahaan
X3 = Leverage
dan leverage
X4 = Profitabilitas berpengaruh
signifikan
X5 = Ukuran negatif
Perusahaan terhadap ISR.
Dewan
komisaris dan
profitabilitas
menunjukkan
pengaruh yang
tidak
signifikan
terhadap ISR.

2. Baidok dan Pengaruh Y = Islamic Regresi Komposisi


Septiarini Dewan Social Reporting data panel dewan
(2016) Komisaris, komisaris
Komposisi X1 = Dewan independen,
Jurnal Dewan Komisaris dewan
Ekonomi Komisaris pengawas
Syariah Independen, X2 = Komposisi syariah dan
Teori dan Dewan Dewan Komisaris frekuensi rapat
Terapan Pengawas Independen DPS
Vol.3 Syariah dan berpengaruh
X3 = Dewan
No.12 Frekuensi signifikan
Pengawas Syariah
Rapat Komite terhadap
Audit terhadap X4 = Frekuensi pengungkapan
Pengungkapan Rapat DPS ISR.
ISR pada Bank sedangkan
Umum Syariah X5 = Frekuensi dewan
Periode 2010- Rapat Komite komisaris dan
2014) Audit frekuensi rapat
komite audit
tidak
berpengaruh
terhadap ISR.
3. Maratun Faktor-Faktor Y = Islamic Regresi Islanmic
Muslimah Yang Social Reporting data panel Governance
(2017) Mempengaruhi Score dan
Pengungkapan X1 = Islamic Ukuran
Skripsi Islamic Social Governance Perusahaan
Reporting Score berpengaruh
(ISR) Pada signifikan
Bank Umum X2 = Leverage positif
Syariah Di terhadap ISR.
X3 = Profitabilitas
Indonesia Sedangkan
Periode 2012- X4 = Ukuran Leverage dan
2016 Perusahaan Profitabilitas
tidak
berpengaruh
terhadap ISR.
4. Irmawati Analisis Y = Islamic Regresi Ukuran
(2018) Faktor-Faktor Social Reporting data panel perusahaan
Yang dan
Skripsi Mempengaruhi X1 = Ukuran profitabilitas
Tingkat Perusahaan berpengaruh
Pengungkapan positif
Islamic Social X2 = Profitabilitas terhadap ISR.
Reporting Pada Sedangkan
X3 = Leverage
Bank Umum Leverage dan
Syariah di X4 = Likuiditas Likuiditas
Indonesia tidak
berpengaruh
positif
terhadap ISR.

5. Affandi Profitabilitas, Y = Islamic Regresi Profitabilitas


dan Nursita Likuiditas, Social Reporting berganda dan likuiditas
(2019) Leverage dan berpengaruh
Ukuran X1 = Profitabilitas terhadap
Majalah Perusahaan: pengungkapan
Ilmiah Sebuah X2 = Likuiditas ISR.
BIJAK Analisis Sedangkan
X3 = Leverage
Islamic Social leverage dan
Reporting pada ukuran
Perusahaan X4 = Ukuran perusahaan
yang Terdaftar Perusahaan tidak
di JII berpengaruh
terhadap ISR.

6. Rosiana, Pengaruh Y = Islamic Regresi Ukuran


Arifin dan Ukuran Social Reporting linier perusahaan
Hamdani Perusahaan, berganda berpengaruh
(2015) Profitabilitas, X1 = Ukuran terhadap ISR.
Leverage dan Perusahaan Sedangkan
Jurnal Islamic profitabilitas,
Bisnis dan Governance X2 = Profitabilitas leverage dan
Manaje- Score terhadap IGS tidak
men Vol.5, X3 = Leverage
Pengungkapan berpengaruh
No.1 Islamic Social X4 = Islamic
Reporting Governance
Score

7. Maulina Pengaruh Y = Islamic Regresi Likuiditas,


dan Likuiditas, Social Reporting Berganda Financial
Iqramuddin Financial Leverage dan
(2019) Leverage, X1 = Likuiditas Profitabilitas
Profitabilitas masing-
Jurnal Terhadap X2 = Financial masing
AKBIS Pengungkapan Leverage berpengaruh
Vol.3, No. Islamic Social terhadap
1 X3 = Profitabilitas
Reporting dan pengungkapan
Dampaknya ISR.
Terhadap Nilai
Perusahaan
Pada Bank
Umum Syariah
di Indonesia.

8. Hidayah dan Determinan Y = Islamic Regregsi Variabel


Wulandari Faktor yang Social Reporting Linier profitabilitas,
(2017) Mempengaruhi Berganda proporsi
Islamic Social X1 = Profitabilitas komisaris
Journal of Reporting pada independen,
Islamic Perusahaan X2 = Proporsi ukuran
Economics Pertanian yang Komisaris perusahaan
and Business Terdaftar di Independen dan umur
Indeks Saham perusahaan
X3 = Ukuran
Syariah berpengaruh
Perusahaan
Indonesia X4 = Umur terhadap ISR.
Perusahaan

9. Nadlifiyah Analisis Y = Islamic Regresi Umur


dan Laila Pengaruh Social Reporting Data perusahaan
(2017) Kinerja Panel dan
Perusahaan X1 = Ukuran profitabilitas
Jurnal Terhadap Perusahaan berpengaruh
Ekonomi Pengungkapan signifikan
Syariah ISR pada Bank X2 = Umur terhadap ISR.
Teori dan Umum Syariah Perusahaan Sedangkan
Terapan Tahun 2010- ukuran
Vol.4, X3 = Profitabilitas
2014 perusahaan
No.1 dan likuiditas
X4 = Likuiditas
tidak
berpengaruh
terhadap
pengungkapan
ISR.

Sumber: Data Diolah Penulis, 2019


2.3 Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian merupakan serangkaian teori yang tertuang

dalam kajian teori, yang pada dasarnya merupakan gambaran sistematis dari

kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian

masalah yang ditetapkan. Berdasarkan telaah pustaka dan beberapa penelitian

terdahulu, peneliti mengindikasikan yang dapat mempengaruhi Islamic Social

Reporting adalah ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan

likuiditas. Adanya keterbatasan dalam pelaporan sosial konvensional


pada perusahaan-perusahaan yang berbasis syariah,
sehingga dikemukakan kerangka konseptual Islamic Social
Reporting (ISR) yang berdasarkan ketentuan syariah

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan perusahaan syariah menjadi pusat perhatian


dan minat dari para stakeholder, terutama para investor dan calon investor.
Oleh sebab itu, perusahaan syariah berkewajiban memberikan laporan sebagai
informasi kepada para stakeholder. Laporan tersebut berupa laporan
keuangan dan laporan tanggung jawab sosial tentang aktivitas Islamic Social
Reporting Hidayah & Wulan (2017)
(Ukuran Perusahaan & Dewan
Komisaris Independen)
Maulina dan Iqramuddin (2019)
Teori Stakeholder
(Leverage dan Likuiditas)

Ukuran Dewan Komisaris


Leverage Likuiditas
Perusahaan Independen

Islamic Social Reporting

Analisis Kuantitatif
Statistik Deskriptif
Uji Asumsi Klasik
Uji Hipotesis

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian


Berdasarkan kerangka pikir penelitian tersebut dibuatlah kerangka konsep

penelitian sebagai berikut:

Ukuran Perusahaan (X1)

H1
Dewan Komisaris Independen
(X2)
H2
Islamic Social Reporting (Y)

Leverage (X3) H3 H4

Likuiditas (X4)

Keterangan: Gambar 2.3 Model Penelitian

Secara Parsial
Secara Simultan

2.4 Hipotesis Penelitian


2.4.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Islamic Social Reporting

Ukuran perusahaan secara umum dapat diartikan sebagai suatu skala yang

mengklasifikasikan besar atau kecilnya suatu perusahaan dengan berbagai cara

antara lain dinyatakan dalam total aset, total penjualan, nilai pasar saham dan lain-

lain. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin banyak modal yang

ditanamkan sehingga sumber daya dan dana yang besar dalam perusahaan

cenderung memiliki permintan yang lebih luas akan pelaporan pengungkapan

ISR. Hal ini sesuai dengan teori stakeholder. Perusahaan yang besar biasanya

memiliki aktivitas yang lebih banyak dan kompleks, mempunyai dampak yang
lebih besar terhadap masyarakat serta mendapat perhatian lebih dari kalangan

publik, maka dari itu perusahaan besar mendapat tekanan yang lebih untuk

mengungkapkan pertanggungjawaban sosialnya (Cowen et al, 1987) dalam Cahya

(2018).

Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aset yang dimiliki. Ukuran

perusahaan diduga berpengaruh terhadap Islamic Social Reporting, dimana jika

ukuran perusahaan semakin besar maka informasi yang tersedia untuk investor

dalam pengambilan keputusan perusahaan semakin banyak. Semakin besar ukuran

suatu perusahaan maka semakin banyak pula informasi perusahaan yang akan

diungkapkan termasuk pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR).

Rosiana, dkk (2015) menghipotesiskan ukuran perusahaan berpengaruh

terhadap Islamic Social Reporting, dengan sampel penelitian sebanyak 10 bank

umum syariah berdasarkan purposive sampling selama periode 2010-2012. Hasil

dari penelitiannya menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh positif

signifikan terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting.

Astuti (2014) dalam hipotesis penelitiannya menyatakan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh positif terhadap Islamic Social Reporting, dengan sampel

penelitian sebanyak 11 bank umum syariah berdasarkan purposive sampling

selama periode 2007-2012. Hasil dari penelitiannya menunjukkan ukuran bank

berpengaruh positif terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting.

Affandi dan Nursita (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ukuran

perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan Islamic Social

Reporting, dengan sampel penelitian perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic


Index berdasarkan purposive sampling selama periode 2012-2016. Hasil dari

penelitiannya menunjukkan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan

terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting.

Muslimah (2017) menghipotesiskan ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan terhadap Islamic Social Reporting, dengan sampel penelitian sebanyak

11 bank umum syariah berdasarkan purposive sampling selama periode 2012-

2016. Hasil dari penelitiannya menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh

signifikan positif terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting.

Hidayah dan Wulandari (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa

ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan Islamic

Social Reporting, dengan sampel penelitian perusahaan pertanian yang terdaftar

dalam Indeks Saham Syariah Indonesia berdasarkan purposive sampling selama

periode 2012-2015. Hasil dari penelitiannya menunjukkan ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting.

Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

H1 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social

Reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia.

2.4.2 Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Islamic Social


Reporting

Dewan komisaris independen adalah dewan komisaris yang berasal dari luar

perusahaan, tidak memiliki saham baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan perusahaan, tidak memiliki hubungan usaha serta hubungan afiliasi

dengan perusahaan [CITATION Kur17 \l 1057 ]. Adanya komisaris diperlukan


untuk meningkatkan independensi dewan komisaris terhadap kepentingan

pemegang saham dan benar-benar menempatkan kepentingan perusahaan di atas

kepentingan lainnya.

Menurut Kurniawati dan Yaya (2017) komisaris independen merupakan

komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi tidak mempunyai hubungan

bisnis dan kekeluargaan dengan pemegang saham pengendali, anggota direksi dan

dewan komisaris lain, serta dengan perusahaan itu sendiri. Keberadaan komisaris

independen diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang

dibuat oleh direksi. Karena komisaris independen tidak terpengaruh oleh

manajemen, mereka cenderung mendorong perusahaan untuk mengungkapkan

informasi yang lebih luas kepada para stakeholder. Dengan demikian, semakin

tinggi proporsi dewan komisaris independen, maka kemampuan dewan komisaris

untuk mengambil keputusan dalam rangka melindungi pihak pemangku

kepentingan semakin objektif, maka pengelolaan perusahaan akan dilakukan

dengan cara yang baik juga, serta manajemen akan mengungkapkan informasi

secara luas, termasuk pengungkapan ISR.

Hidayah dan Wulan (2017) menyatakan dalam penelitiannya bahwa

proporsi komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic

Social Reporting, dengan sampel penelitian sebanyak 11 Perusahaan Pertanian

yang terdaftar di ISSI berdasarkan purposive sampling selama periode 2012-2015.

Hasil dari penelitiannya menunjukkan jumlah komisaris independen berpengaruh

positif terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting.


Kurniawati dan Yaya (2017) menghipotesiskan dewan komisaris

independen berpengaruh positif terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting

dengan sampel penelitian sebanyak 31 Perusahaan Syariah berdasarkan purposive

sampling selama periode 2011-2015. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa

dewan komisaris independen tidak berpengaruh terdhadap pengungkapam Islamic

Social Reporting.

Baidok dan Septiarini (2016) mengatakan bahwa ukuran dewan komisaris

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting, dengan

sampel penelitian sebanyak 6 Bank Umum Syariah berdasarkan purposive

sampling selama periode 2010-2014. Hasil dari penelitiannya menunjukkan

ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan Islamic

Social Reporting. Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah sebagai

berikut:

H2: Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic

Social Reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia.

2.4.3 Pengaruh Leverage terhadap Islamic Social Reporting

Secara umum pengertian Leverage adalah jumlah utang yang diperoleh dari

kreditur dengan tujuan membiayai aset perusahaan. Perusahaan, sebagai debitur

berkepentingan untuk menjaga kepercayaan kreditur dalam hal kemampuan

membayar utang. Perusahaan yang mempunyai tingkat leverage yang tinggi

kemungkinan perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang,

maka manajer akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi, supaya
laba yang dilaporkan tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya

termasuk biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial.

Menurut Belkaoui dan Karpik (1989) dalam Muslimah (2017), keputusan

untuk mengungkapkan informasi sosial, akan diikuti pengeluaran untuk

pengungkapan yang dapat menurunkan pendapatan. Artinya, leverage

memberikan sinyal yang buruk bagi stakeholder. Para stakeholder perusahaan,

akan lebih percaya dan memilih untuk menginvestasikan dananya pada

perusahaan-perusahaan yang memiliki kondisi keuangan yang sehat dan baik.

Oleh karena itu, manajer perusahaan harus mengurangi biaya-biaya (termasuk

biaya untuk mengungkapkan laporan sosial dan lingkungan) agar kinerja

keuangannya menjadi bagus.

Astuti (2014) menghipotesiskan leverage berpengaruh positif terhadap

pengungkapan ISR, dengan sampel penelitian 11 Bank Umum Syariah di

Indonesia berdasarkan purposive sampling selama periode 2007-2012. Hasil dari

penelitiannya menunjukkan leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan

tanggung jawab sosial.

Aini, Susilowati, Indarti dan Age (2017) dalam penelitiannya menyatakan

leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting,

dengan sampel perusahaan yang listing di JII berdasarkan purposive sampling

selama periode 2012-2015. Hasil dari penelitiannya menunjukkan leverage tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting.

Rizfani (2017) menghipotesiskan leverage berpengaruh signifikan negatif

terhadap Islamic Social Reporting, dengan sampel penelitian sebanyak 14


perusahaan yang terdaftar dalam Jakarta Islamic index berdasarkan purposive

sampling selama periode 2012-2016. Hasil dari penelitiannya menunjukkan

leverage berpengaruh signifikan secara negatif terhadap pengungkapan Islamic

Social Reporting. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan adalah sebagai

berikut:

H3 : Leverage berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting

pada Bank Umum Syariah di Indonesia.

2.4.4 Pengaruh Likuiditas terhadap Islamic Social Reporting

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan salah satu rasio yang

digunakan untuk mengukur Likuiditas. Dengan FDR yang sesuai dengan batas

aman Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan

meningkat (dengan asumsi bank mampu menyalurkan kreditnya dengan efektif).

Dengan meningkatnya laba perusahaan, maka kinerja perusahaan juga meningkat.

Ketika laba perusahaan meningkat, diharapkan dana yang dimiliki perusahaan

untuk melakukan tanggung jawab sosialnya akan semakin besar. Sehingga

perusahaan akan semakin banyak melakukan kegiatan ISR kepada masyarakat dan

lingkungan sekitarnya, sehingga pengungkapan ISR akan semakin luas (Irmawati,

2018).

Firmansyah (2013) menyatakan bahwa perusahaan yang secara keuangan

kuat akan cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi karena ingin

menunjukkan kepada pihak eksternal bahwa perusahaan tersebut kredibel.

Masrurroh dan Mulazid (2017) menghipotesiskan likuiditas berpengaruh

positif terhadap pengungkapan tanggung jawab sosial, dengan sampel penelitian


Bank Umum Syariah berdasarkan purposive sampling selama periode 2012-2015.

Hasil dari penelitiannya menunjukkan likuiditas berpengaruh positif terhadap

pengungkapan tanggung jawab sosial.

Irmawati (2018) menghipotesiskan likuiditas berpengaruh terhadap

pengungkapan Islamic Social Reporting, dengan sampel penelitian sebanyak 11

Bank Umum Syariah berdasarkan purposive sampling selama periode 2012-2016.

Hasil dari penelitiannya menunjukkan likuiditas tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan Islamic Social Reporting.

Aini, dkk (2017) menghipotesiskan likuiditas memiliki pengaruh terhadap

pengungkapan Islamic Social Reporting, dengan sampel perusahaan yang listing

di JII berdasarkan purposive sampling selama periode 2012-2015. Hasil dari

penelitiannya menunjukkan likuiditas memiliki pengaruh positif terhadap

pengungkapan Islamic Social Reporting.

Riyani (2018) menghipotesiskan likuiditas memiliki pengaruh terhadap

pengungkapan Islamic Social Reporting, dengan sampel penelitian sebanyak 10

Bank Umum Syariah berdasarkan purposive sampling selama periode 2012-2016.

Hasil dari penelitiannya menunjukkan likuiditas memiliki pengaruh signifikan

terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting. Dengan demikian, hipotesis

yang diajukan adalah sebagai berikut:

H4 : Likuiditas berpengaruh terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting

pada Bank Umum Syariah


2.4.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan, Dewan Komisaris Independen,
Leverage dan Likuiditas terhadap Islamic Social Reporting

Pada beberapa penelitian yang terkait dengan pengungkapan Islamic Social

Reporting menjelaskan bahwa ukuran perusahaan, dewan komisaris independen,

leverage dan likuiditas secara simultan memiliki pengaruh terhadap

pengungkapan ISR. Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aset yang dimiliki.

Semakin besar total aset yang dimiliki suatu perusahaan maka akan semakin besar

pula modal yang ditanam, sehingga sumber daya dan dana yang besar dalam

perusahaan akan menimbulkan permintaan yang lebih luas akan informasi

pelaporan perusahaannya termasuk pengungkapan ISR.

Dewan komisaris independen yaitu dewan komisaris yang berasal dari luar

perusahaan, tidak memiliki saham baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan perusahaan, tidak memiliki hubungan usaha serta hubungan afiliasi

dengan perusahaan [CITATION Kur17 \l 1057 ]. Komisaris independen tidak

terpengaruh oleh manajemen, mereka cenderung mendorong perusahaan untuk

mengungkapkan informasi yang lebih luas kepada para stakeholder. Dengan

demikian semakin tinggi proporsi dewan komisaris independen, maka

kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan dalam rangka

melindungi pihak pemangku kepentingan semakin objektif, maka pengelolaan

perusahaan akan dilakukan dengan cara yang baik juga, serta manajemen akan

mengungkapkan informasi secara luas, termasuk pengungkapan ISR.

Leverage dalam penelitian ini menggambarkan hubungan antara utang

perusahaan terhadap total aset, tingkat leverage yang besar kemungkinan

perusahaan akan mengalami pelanggaran terhadap kontrak utang, maka manajer


akan berusaha untuk melaporkan laba sekarang lebih tinggi, supaya laba yang

dilaporkan lebih tinggi maka manajer harus mengurangi biaya-biaya termasuk

biaya untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosialnya yaitu pengungkapan

ISR.

Selanjutnya rasio likuiditas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam

memenuhi kewajiban jangka pendeknya pada saat ditagih, artinya perusahaan

dapat membayar kembali pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat

memenuhi permintaan kredit yang diajukan. Kinerja keuangan yang ditunjukkan

oleh kuatnya rasio likuiditas suatu perusahaan erat kaitannya dengan luasnya

pengungkapan tanggung jawab sosial. Entitas syariah dengan kondisi keuangan

yang kuat seharusnya cenderung mengungkapkan lebih banyak informasi terkait

laporan pertanggungjawaban sosialnya secara syariah untuk menunjukkan kepada

pihak eksternal bahwa entitas syariah bersifat kredibel [CITATION Has17 \l 1057

].

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Muslimah (2017) menemukan bahwa

islamic governance score (IGS), leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan

berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan Islamic Social Reporting.

Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khairudin (2016)

ditemukan bahwa profitabilitas, ukuran perusahaan, leverage, likuiditas dan

dewan komisaris independen berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan

Islamic Social Reporting. Dengan demikian hipotesis yang diajukan adalah:


H5 : Ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan likuiditas

berpengaruh signifikan terhadap Islamic Social Reporting pada Bank Umum

Syariah.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan penekanan pada

pengujian teori melalui variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan

analisis data dengan prosedur statistik. Jenis penelitian ini merupakan studi kausal

yang merupakan hubungan yang bersifat sebab akibat, ada variabel independen

(yang mempengaruhi) dan dependen (dipengaruhi) (Sugiyono, 2017). Penelitian

dengan studi kausal ini, dimana peneliti ingin mengetahui pengaruh dari satu atau

lebih faktor dalam menyebabkan suatu masalah. Penelitian ini ingin mengetahui

apakah ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan likuiditas

mempengaruhi variabel dependen Islamic Social Reporting (ISR) dengan obyek

penelitian ini yaitu Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2013-2018.

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

meliputi kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya [CITATION Sug14 \t \l 1057 ].

Populasi bukan hanya orang, tetapi juga obyek dan benda-benda alam yang lain.

Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek penelitian,

akan tetapi meliputi seluruh karakteristik yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu

(Sugiyono, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah Bank Umum Syariah di
Indonesia yang terdaftar di OJK pada tahun 2013. Adapun populasi dalam

penelitian ini adalah:

Tabel 3.1 Daftar Populasi Bank Umum Syariah di Indonesia


No Kode Nama Bank Umum Syariah
1. BNIS PT BANK BNI SYARIAH
2. BMS PT BANK MEGA SYARIAH
3. BMI PT BANK MUAMALAT INDONESIA
4. BSM PT BANK SYARIAH MANDIRI
5. BCAS PT BANK BCA SYARIAH
6. BRIS PT BANK BRISYARIAH
7. BAS PT BANK ACEH SYARIAH
8. BPS PT BANK PANIN SYARIAH
9. BSB PT BANK SYARIAH BUKOPIN
10. BVS PT BANK VICTORIA SYARIAH
11. BMSI PT BANK MAYBANK SYARIAH INDONESIA
12. BTPNS PT BANK TABUNGAN PENSIUN NASIONAL SYARIAH
13. BJBS PT BANK JABAR BANTEN SYARIAH
14. BNTBS PT BANK NTB SYARIAH
Sumber: Data diolah Penulis, 2019

3.2.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2017). Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.

Berdasarkan pada kriteria-kriteria tertentu, antara lain:

1. Bank Umum Syariah yang menerbitkan laporan tahunan (annual report)

pada tahun 2013-2018.

2. Bank Umum Syariah yang menyampaikan laporan keuangan auditan berturut-

turut selama periode 2013-2018.

3. Bank Umum Syariah yang memiliki data lengkap tentang variabel penelitian

yang diperlukan dalam laporan tahunan yang diterbitkan.


Berdasarkan penelitian pendahuluan terdapat 4 Bank Umum Syariah yang

tidak memenuhi kriteria, yaitu Bank Jabar Banten Syariah, Bank Tabungan

Pensiun Nasional Syariah, Bank NTB Syariah dan Bank Aceh Syariah.

Tabel 3.2 Proses Pengambilan Sampel


No Kriteria Pengambilan Sampel Jumlah
.
1. Bank umum syariah yang terdaftar di OJK 14
2. Bank umum syariah yang tidak menerbitkan laporan tahunan (3)
pada tahun 2013-2018
3. Bank Umum Syariah yang tidak memiliki data lengkap tentang (1)
variabel penelitian yang diperlukan dalam lapora tahunan yang
diterbitkan
Jumlah Bank Umum Syariah yang sesuai kriteria 10
Total sampel dari tahun 2013-2018 atau 6 tahun (10x6) 60
Sumber: Data diolah penulis, 2019

Dengan demikian, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah sebanyak 10 Bank Umum Syariah karena telah sesuai dengan kriteria yang

telah ditetapkan. Adapun daftar sampelnya adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Daftar Sampel Bank Umum Syariah di Indonesia


No Kode Nama Bank Umum Syariah
1. BNIS PT BANK BNI SYARIAH
2. BMS PT BANK MEGA SYARIAH
3. BMI PT BANK MUAMALAT INDONESIA
4. BSM PT BANK SYARIAH MANDIRI
5. BCAS PT BANK BCA SYARIAH
6. BRIS PT BANK BRISYARIAH
7. BPS PT BANK PANIN SYARIAH
8. BSB PT BANK SYARIAH BUKOPIN
9. BVS PT BANK VICTORIA SYARIAH
10. BMSI PT BANK MAYBANK SYARIAH INDONESIA
Sumber: Data Diolah Penulis, 2019

3.3 Definisi Operasional Variabel


3.3.1 Variabel Dependen
Variabel dependen sering disebut dengan variabel output, kriteria,

konsekuen sebagai variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi atau menjadi

akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2017).

Variabel dependen pada penelitian ini adalah pengungkapan social

reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia, yang diukur dengan indeks

Islamic Social Reporting (ISR). Indeks ISR yang digunakan dalam penelitian

adalah indeks dari penelitian [ CITATION Irm18 \l 1057 ] yang merupakan

adaptasi dari indeks ISR yang dibuat oleh [CITATION Han02 \l 1057 ] dan

Othman, dkk (2009) dengan beberapa penyesuaian.

Indeks ISR dalam penelitian ini terdiri dari 48 pokok pengungkapan yang

tersusun dalam 6 tema. Penilaian pernyataan indeks ISR dilakukan dengan

menggunakan penilaian dari nilai 0-1, dimana:

1. Nilai 0 jika tidak terjadi pengungkapan terkait item tersebut.

2. Nilai 1 jika terjadi pengungkapan terkait item tersebut.

Apabila seluruh item telah diungkapkan maka nilai maksimal yang dapat

dicapai adalah sebesar 48. Perhitungan indeks ISR dirumuskan sebagai berikut:

Jumlah Skor PengungkapanYang Terpenuhi


I ndeks ISR= x 100
Jumlah Skor Maksimum

3.3.2 Variabel Independen

1. Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diproksikan dengan Total Aset

perusahaan yang diperoleh dari laporan posisi keuangan pada akhir periode dalam

laporan tahunan tiap bank. Dalam penelitian ini ukuran perusahaan diukur dengan

total aset yang kemudian di Logaritma naturalkan (Ln). Penggunaan Ln bertujuan


untuk mengurangi fluktuasi data yang berlebih. Dengan menggunakan Ln, nilai

miliar bahkan triliun akan disederhanakan, tanpa mengubah proporsi dan nilai aset

sebenarnya.

Rumus perhitungan ukuran perusahaan adalah sebagai berikut:

Ukuran Perusahaan = Logaritma Natural Total Aset

2. Dewan Komisaris Independen

Dewan komisaris independen adalah dewan komisaris yang berasal dari luar

perusahaan, tidak memiliki saham baik secara langsung maupun tidak langsung

dengan perusahaan, tidak memiliki hubungan usaha serta hubungan afiliasi

dengan perusahaan (Kurniawati dan Rizal, 2017). Dewan komisaris independen

diukur dengan menghitung komposisi atau proporsi dewan komisaris independen

dalam perusahaan. Rumus perhitungan dewan komisaris independen adalah

sebagai berikut:

Jumlah dewan komisaris independen


DK Independen= x 100
Jumlah dewan komisaris

3. Leverage

Leverage adalah kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan semua

kewajibannya kepada pihak lain. Leverage menggambarkan sampai sejauh mana

aktiva suatu perusahaan dibiayai oleh Utang. Nilai Leverage perusahaan dalam

penelitian ini diukur dengan menggunakan Debt to Asset Ratio (DAR) dengan

rumus sebagai berikut:


Total Utang
DAR= x 100
Total Aset

4. Likuiditas

Likuiditas adalah rasio untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi

kewajiban jangka pendeknya saat ditagih, artinya bank dapat membayar kembali

pencairan dana deposannya pada saat ditagih serta dapat memenuhi permintaan

kredit yang diajukan (Arifin, 2016). Nilai Likuiditas perusahaan dalam penelitian

ini diukur dengan menggunakan Financing to Deposit Ratio (FDR). Rumus yang

dapat digunakan untuk mencari nilai FDR adalah sebagai berikut:

Total Pembiayaan
FDR= x 100
Dana Pihak Ketiga

Tabel 3.4 Definisi Operasional Variabel


No. Simbol Variabel Definisi Variabel Indikator Skala
Variabel
1. ISR (Y) Islamic Konsep yang lahir Rasio
Social dari keberadaan Jumlah Skor PengungkapanYang Terpenuh
I ndeks ISR=
Reporting tanggung jawab Jumlah Skor Maksimum
sebagai pelaporan
sosial keuangan
secara umum
2. UP (X1) Ukuran Tingkat Ukuran perusahaan = Ln(Total Rasio
Perusahaan identifikasi besar Aset)
atau kecilnya
suatu perusahaan
3. DK (X2) Dewan Rasio
Komisaris Dewan komisaris Jumlah Dewan Komisaris Indepeden
independen DK =
Independen Jumlah total Dewan Komisaris
diukur dengan x 100
menghitung
komposisi atau
proporsi dewan
komisaris
independen
dalam
perusahaan.

4. DAR Leverage Kemampuan Total Utang Rasio


DAR= x 100
(X3) perusahaan dalam Total Aset
menyelesaikan
semua
kewajibannya
kepada pihak lain.
Menggambarkan
sampai sejauh
mana aktiva suatu
perusahaan
dibiayai oleh
utang
5. FDR Likuiditas Tingkat Rasio
(X4) kemampuan Total Pembiayaan
F DR= x 100
perusahaan/bank Dana Pihak Ketiga
dalam
menyalurkan
Dana Pihak
Ketiga yang
dihimpun oleh
bank yang
bersangkutan
Sumber data : Diolah Penulis, 2019

3.4 Jenis dan Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah kuantitatif dengan

menggunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung

melalui media perantara atau diperoleh dan dicatat dari pihak lain. Data sekunder

(Sugiyono, 2017) adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data. Data sekunder merupakan data yang sifatnya mendukung
keperluan data primer seperti buku-buku, literatur dan data yang menunjang

penelitian ini. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan

tahunan (annual report) Bank Umum Syariah yang terdaftar di OJK dan diperoleh

dari situs resmi masing-masing Bank Umum Syariah tahun 2013-2018.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

dokumentasi, yaitu dengan cara mengumpulkan dokumen dan seluruh informasi

yang dibutuhkan. Adapun data-data yang dikumpulkan adalah laporan tahunan

(annual report) Bank Umum Syariah di Indonesia tahun 2013-2018 yang

dipublikasikan melalui situs resmi masing-masing Bank Umum Syariah yang di

dalamnya memuat informasi mengenai pengungkapan Islamic Social Reporting

(ISR) dan informasi yang berkaitan dengan variabel bebas dalam penelitian ini.

3.6 Teknik dan Alat Analisis


3.6.1 Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan statistik yang menggambarkan fenomena atau

karakteristik dari data. Karakteristik dari data yang digambarkan adalah

karakteristik distribusinya (Hartono, 2017). Statistik deskriptif adalah analisis

yang memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-

rata (mean), simpangan baku, varian, maksimum dan minimum (Sugiyono, 2017).

Analisis ini dilihat dari nilai indikator variabel tersebut. Misalnya, variabel

ISR diukur dari nilai content analysis kemudian dilihat kenaikan atau penurunan

nilai content analysis tersebut yang terjadi dalam sampel. Ukuran perusahaan

diukur dari nilai total aset, dewan komisaris independen diukur dengan
menghitung komposisi atau proporsi dewan komisaris independen dalam

perusahaan, leverage diukur dari rasio antara total utang dengan total aset dan

likuiditas diukur antara jumlah pembiayaan yang diberikan oleh perusahaan

terhadap dana pihak ketiga.

Analisis ini digunakan untuk mempermudah pembaca dalam membaca hasil

data penelitian ini. Nilai rata-rata digunakan untuk menggambarkan rata-rata

dalam penelitian tersebut, simpangan baku untuk mengetahui variasi yang

terdapat dalam penelitian setiap variabelnya, dan maksimum minimum untuk

menggambarkan data terbesar dan terkecil dalam penelitian.

3.6.2 Teknik Analisis Regresi Data Panel

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah analisis

regresi data panel dengan bantuan Eviews versi 10. Dalam suatu penelitian ada

tiga jenis data yang tersedia, yaitu time series, cross section dan pooled data

(panel). Data time series adalah data nilai variabel yang disusun menurut urutan

waktu, periode pengumpulannya dapat harian, mingguan, bulanan, triwulan,

tahunan dan sepuluh tahunan. Data cross section adalah nilai variabel yang

dikumpulkan pada waktu yang sama dari beberapa daerah, perusahaan atau

perorangan. Data panel merupakan kumpulan data yang terdiri atas data time

series dan cross section (Ghozali dan Ratmono, 2017). Adapun kelebihan

menggunakan regresi data panel menurut Hsiao (2003) dalam buku Ghozali dan

Ratmono (2017), antara lain:

1. Dapat memberikan peneliti jumlah pengamatan yang besar, meningkatkan

degree of freedom (derajat kebebasan), data memiliki variabilitas yang besar


dan mengurangi kolinieritas antara variabel penjelas, dimana dapat

menghasilkan estimasi ekonometri yang efisien,

2. Data panel dapat memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat

diberikan hanya oleh data cross section atau time series saja.

3. Data panel dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam inferensi

perubahan dinamis dibandingkan data cross section.

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan Eviews 10 untuk

menjelaskan hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.

Penelitian ini juga menggunakan Microsoft Excel 2013 untuk mempermudah

pengolahan data seperti pembuatan tabel, grafik dan lain-lain.

Persamaan model regresi pada penelitian ini adalah:

ISRit = β + β1UPit + β2DKIit + β3LEVERAGEit + β4LIKUIDITASit + Ɛit

ISRit = Islamic Social Reporting

β = Konstanta

UPit = Ukuran Perusahaan (Total Aset)

DKIit = Dewan Komisaris Independen

LEVERAGEit = Leverage (Debt to Asset Ratio)

LIKUIDITASit = Likuiditas (Financing to Deposit Ratio)

Ɛit = error term

Dalam membuat regresi data panel, dapat menggunakan tiga pendekatan

yaitu pendekatan common effect, fixed effect dan random effect.

1. Common Effect
Model ini dilakukan dengan menggabungkan data time series dan data cross

section untuk membuat regresi pada data panel dengan menggunakan metode

OLS (Ordinary Least Square). Model common effect merupakan teknik yang

paling sederhana mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada, menunjukkan

kondisi yang sesungguhnya. Metode ini bisa menggunakan pendekatan Ordinary

Least Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil. Hasil dari regresi dianggap

berlaku pada semua objek pada semua waktu (Winarno, 2015) dikutip dalam

Muslimah (2017).

2. Fixed Effect

Model ini mengestimasi data panel dengan menggunakan variabel dummy

untuk menangkap adanya intercept antar perusahaan. Fixed effect ini

mengasumsikan adanya perbedaan intercept, dimana intercept hanya bervariasi

terhadap individu sedangkan terhadap waktu adalah konstan. Adapun yang

dimaksud dengan fixed effect adalah setiap individu memiliki konstanta yang tepat

untuk berbagai periode/waktu, demikian juga slope yang tetap untuk setiap waktu.

Dengan model ini perbedaan antar individu dapat diketahui melalui perbedaan

nilai intercept (Nachrowi dan Usman, 2006) dalam Muslimah (2017).

3. Random Effect

Model ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode fixed effect yang

membawa konsekuensi berkurangnya derajat kebebasan yang pada akhirnya

mengurangi efisiensi parameter. Bila pada fixed effect , perbedaan antar individu

atau waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada random effect, perbedaan

tersebut diakomodasi lewat error terms masing-masing perusahaan. Keuntungan


menggunakan model Random Effect yakni menghilangkan heteroskedastisitas.

Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang

time series dan cross section (Hidayat, 2014).

3.6.3 Tahapan Analisis Model

Dari tiga pendekatan yang tersedia, perlu dilakukan beberapa pengujian

statistik untuk menentukan model terbaik yang akan digunakan. Berikut adalah

pengujian yang diperlukan:

1. Uji Chow

Uji Chow (F statistik) adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui

apakah model yang digunakan adalah common effect atau fixed effect.

Pengujian ini mengikuti distribusi F statistik, dimana jika F statistik lebih

besar dari F tabel maka H0 ditolak. Nilai uji Chow menunjukkan nilai F statistik

dimana bila nilai Chow yang kita dapat lebih besar dari nilai F tabel yang

digunakan berarti kita menggunakan model fixed effect model. Atau kita dapat

melihat kepada nilai probabilitas cross section F, dengan ketentuan:

- Jika probabilitas <0,05 berarti model terbaik adalah model fixed effect.

- Jika probabilitas >0,05 bearti model terbaik adalah model common effect.

2. Hausman Test

Uji Hausman digunakan untuk menentukan apakah menggunakan model

fixed effect atau model random effect yang paling tepat.


Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka model yang

tepat adalah model fixed effect, sedangkan sebaliknya bila nilai statistik Hausman

lebih kecil dari nilai kristisnya maka model yang tepat adalah model random

effect. Namun juga dapat melihat kepada nilai probabilitas cross section random,

dengan ketentuan:

- Jika probabilitas <0,05 berarti model terbaik adalah model fixed effect.

- Jika probabilitas >0,05 bearti model terbaik adalah model random effect.

3. Uji Langrange Multiplier

Uji langrange multiplier (LM) digunakan untuk mengetahui apakah model

random effect lebih tepat digunakan dari model common effect. Jika uji chow

menunjukkan bahwa model yang tepat adalah model common effect, maka

pengujian selanjutnya adalah uji langrange multiplier.

Apabila nilai uji LM hitung lebih besar dari nilai kritis Chi-Squares model

yang tepat random effect. Sebaliknya, apabila nilai LM hitung lebih kecil dari

nilai kritis Chi-Squares maka H0 yang artinya model yang tepat untuk regresi data

panel adalah common effect.

- Jika probabilitas <0,05 bearti model terbaik adalah model random effect.

- Jika probabilitas >0,05 bearti model terbaik adalah model common effect.

3.6.4 Uji Dasar Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui kelayakan penggunaan model

regresi yang digunakan dalam penelitian ini sehingga tidak menimbulkan bias

dalam analisis data. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini ada 3

pengujian yaitu uji normalitas, uji autkorelasi dan uji multikolinieritas. Menurut
Gujarati (2004) dalam Wibowo dan Fuad (2018), uji heteroskedastisitas mungkin

diabaikan karena merupakan masalah khusus dalam data cross section dan time

series. Untuk alasan tersebut, penelitian ini tidak melakukan uji

heteroskedastisitas karena menggunakan regresi data panel.

3.6.4.1 Uji Normalitas

Uji normalitas memiliki beberapa macam metode, di antaranya Kolmogorov

Smirnov, Shapiro Wilk dan Shapiro Francia, Skweness dan Kurtosis, Jarque Bera,

dan lain-lain. Pada aplikasi Eviews 10, uji normalitas yang digunakan adalah

menggunakan metode Jarque Bera. Jika nilai statistik dari JB tidak signifikan atau

nilai probabilitas p dari statistik JB lebih besar dari tingkat signifikansi yang kita

tentukan maka kita menerima H0 bahwa residual mempunyai distribusi normal

karena nilai statistik JB mendekati 0. Sebaliknya jika nilai probabilitas p dari

statistik JB kecil atau signifikan maka kita menolak hipotesis bahwa residual

mempunyai distribusi normal karena nilai statistik JB tidak sama dengan nol

[ CITATION Wid10 \l 1057 ] dalam Muslimah (2017).

3.6.4.2 Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan antara linier antar

variabel independen. Karena melibatkan beberapa variabel independen, maka

multikolinieritas tidak akan terjadi pada persamaan regresi sederhana.

Multikolinieritas bisa dideteksi dengan melihat korelasi antara dua variabel


independen yang melebihi 0,80 dapat menjadi pertanda bahwa multikolinearitas

merupakan masalah serius (Ghozali dan Ratmono, 2017).

3.6.4.3 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model ada korelasi

antarkesalahan pengganggu (residual) pada periode t dengan kesalahan pada

periode t-1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan

sepanjang waktu berkaitan satu sama lain (Ghozali dan Ratmono, 2017). Dalam

penelitian ini untuk melakukan uji autokorelasi yaitu menggunakan Uji Durbin-

Watson.

Uji Durbin-Watson digunakan untuk autokorelasi tingkat satu dan

mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada

variabel lain di antara variabel bebas (Ghozali dan Ratmono, 2017). Hipotesis

yang akan diuji adalah:

H0 : tidak ada autokorelasi (ρ = 0)

H1 : ada autokorelasi (ρ ≠ 0)

Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi:

Tabel 3.5 Uji Durbin-Watson


Hipotesis Nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi positif Tolak 0 < d < dL
Tidak ada autokorelasi positif No decision dL ≤ d ≤ du
Tidak ada autokorelasi negatif Tolak 4 - dL < d < 4
Tidak ada autokorelasi negatif No decision 4 - du ≤ d ≤ 4 - d L
Tidak ada autokorelasi positif atau Tidak ditolak du < d < 4 - du
negatif
Ket: du : durbin watson upper, dL : durbin watson lower
Sumber: Ghozali dan Ratmono (2017)

3.6.5 Pengujian Hipotesis


3.6.5.1 Koefisien Determinasi ( Adjusted R2)

Koefisien determinasi (Adjusted R2) pada intinya adalah mengukur seberapa

jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

Adjusted R2 adalah diantara 0 dan 1. Jika nilai Adjusted R2 berkisar hampir 1,

berarti semakin kuat kemampuan variabel dependen, dan sebaliknya jika nilai

Adjusted R2 semakin mendekati 0 maka semakin lemah kemampuan variabel

independen dalam menjelaskan variabel dependen (Ghozali, 2011) dalam

[ CITATION Mus \l 1057 ].

Koefisien determinasi (goodness of fit) yang dinotasikan dengan R2 untuk

mengetahui seberapa besar variasi dari nilai variabel terikatnya, yang dapat

dijelaskan oleh variasi nilai dari variabel-variabel independennya. Menurut

[ CITATION Wid10 \l 1057 ] dalam Irmawati (2018) nilai adjusted R2 berada

antara 0 sampai 1 dengan penjelasan berikut:

- Jika nilai adjusted R2 sama dengan 0, berarti tidak ada pengaruh variabel

independen (X) terhadap variabel dependen (Y).

- Jika nilai adjusted R2 sama dengan 1, berarti naik atau turunnya variabel

dependen (Y) 100% dipengaruhi oleh variabel independen (X).

- Jika nilai adjusted R2 berada diantara 0 dan 1 (0<R2<1), maka besarnya

pengaruh variabel independen terhadap naik turunnya variabel dependen

adalah sesuai dengan nilai R2 itu sendiri dan sebaliknya berasal dari faktor-

faktor lain.

3.6.5.2 Uji Hipotesis secara Parsial (Uji t)


Pengujian hipotesis secara parsial, dapat diuji dengan menggunakan rumus

uji t. Pengujian t-statistik bertujuan untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh

masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Uji t pada

dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara

individual dalam menerangkan variasi variabel independen (Ghozali, 2011) dalam

[ CITATION Mus \l 1057 ]. Untuk mengetahui apakah variabel independen

mempengaruhi variabel dependen maka digunakan tingkat signifikansi sebesar

0,05 (α=5%). Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan perbandingan thitung dengan ttabel

- Jika t hitung > t , maka Ha diterima, artinya secara parsial variabel


tabel

independen berpengaruh terhadap variabel dependen.

- Jika t hitung < t tabel , maka Ha ditolak, artinya secara parsial variabel

independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. Berdasarkan probabilitas

- Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima.

- Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak.

3.6.5.3 Uji Hipotesis secara Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk mengevaluasi pengaruh semua variabel independen

terhadap variabel dependen. Uji F pada dasarnya menunjukkan apakah semua

variabel independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk mengetahui apakah variabel

independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen maka


digunakan tingkat signifikansi sebesar 0,05 (α=5%). Adapun kriteria pengambilan

keputusan adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan perbandingan Fhitung dengan Ftabel

- Jika F hitung > F tabel, maka Ha diterima, artinya seluruh variabel independen

secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.

- Jika F hitung <F , maka Ha ditolak, artinya seluruh variabel independen


tabel

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.

b. Berdasarkan probabilitas

- Jika probabilitas < 0,05 maka Ha diterima.

- Jika probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak.


BAB IV

ANALISIS DATA DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian data sekunder yang berupa laporan

keuangan tahunan Bank Umum Syariah dari tahun 2013-2018. Bank umum

syariah yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah Bank Umum Syariah

yang terdafttar dalam Otoritas Jasa Keuangan dan sesuai dengan kriteria sampel.

Hal ini dikarenakan Bank Umum Syariah memiliki potensi yang lebih besar

dalam melakukan pengungkapan Islamic Social Reporting.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah, Bank Umum Syariah adalah bank yang dalam kegiatan

usahanya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran serta menjalankan

kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Selain itu, UU Perbankan Syariah

juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan

menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal

dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya

kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif).

Pengungkapan tanggung jawab sosial pada perbankan syariah dikenal

dengan indeks Islamic Social Reporting (ISR). Indeks ISR merupakan item-item

pengungkapan yang digunakan sebagai indikator dalam pelaporan kinerja sosial

institusi bisnis syariah. Indeks ISR mengungkapkan hal-hal yang berkaitan dengan

prinsip Islam seperti zakat, transaksi yang terbebas dari unsur riba, status

kepatuhan syariah serta aspek sosial seperti sedekah, wakaf pinjaman untuk
kebaikan sampai pada tempat perbadahan di lingkungan perusahaan. Data secara

lengkap mengenai item-item dalam pengungkapan ISR dapat dilihat pada

Lampiran 3.

4.2 Hasil Content Analysis Indeks ISR


Hasil pengukuran indeks ISR diperoleh dengan menggunakan metode

content analysis terhadap laporan tahunani (annual report) 10 Bank Umum

Syariah di Indonesia dalam kurun waktu penelitian tahun 2013-2018. Hasl content

analysis skor indeks ISR lengkap disajikan dalam lampiran 15.

Hasil content analysis berdasarkan tema adalah:

Tabel 4.1 Hasil Content Analisys Berdasarkan Tema


TEMA 2013 2014 2015 2016 2017 2018
A Keuangan dan Investasi 53 53 54 55 54 54
B Produk dan Pelayanan 31 28 28 23 24 24
C Tenaga Kerja 74 78 82 79 89 81
D Masyarakat 75 70 72 74 81 84
E Lingkungan 13 10 10 14 19 20
F Tata Kelola Perusahaan 121 121 122 138 137 138
Total 367 360 368 383 404 401
Sumber: Data diolah, 2019

Tabel 4.1 menunjukkan total indeks ISR berdasarkan tema dari sampel

penelitian ini. Tema pengungkapan yang nilainya cukup tinggi yaitu tema tata

kelola perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Umum Syariah yang

dihasilkan sampel sudah cukup tinggi dalam pengungkapan tema tata kelola

perusahaan. Tema pengungkapan yang masih cukup rendah dibandingkap dengan

tema lainnya adalah tema lingkungan. Nilai yang masih cukup rendah ini

menunjukkan bahwa Bank Umum Syariah yang dijadikan sampel dalam

penelitian ini masih kurang baik dalam melakukan pengungkapan ISR khususnya

tema lingkungan.
Pengungkapan ISR pada Bank Umum Syariah di Indonesia mengarah pada

kegiatan-kegiatan religius seperti memberikan bantuan dana zakat, wakaf,

sedekah, pinjaman qardh. Bank Umum Syariah juga melakukan kegiatan sosial

seperti pendidikan mengenai lingkungan hidup, program menanam pohon untuk

mengurangi pemanasan global, memberikan beasiswa kepada sekolah dan

perguruan tinggi, buka puasa bersama dengan kaum dhuafa atau anak yatim serta

memberikan pelatihan kepada masyarakat yang kurang mampu untuk

berwirausaha dengan diberikan fasilitas tempat pelatihan.

4.3 Analisis Data dan Hasil Penelitian


4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai

semua variabel yang digunakan pada penelitian ini. Hasil dari analisis ini dapat

dilihat pada Tabel 4.1 sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Statistik Deskriptif


Variabel Tahun Mean Minimum Maksimum Std. Deviasi
2013 69,58 50,00 85,40 10,35
Islamic 2014 69,39 54,20 85,40 10,14
Social 2015 69,79 56,30 83,30 10,36
Reporting 2016 75,85 66,70 85,40 6,58
2017 77,50 60,40 89,60 8,66
2018 79,83 64,60 89,60 7,86
Ukuran 2013 Rp 17.395.093 Rp 1.323.398 Rp 63.965.361 Rp 22.866.620
Perusahaan 2014 Rp 19.448.671 Rp 1.439.983 Rp 66.942.422 Rp 24.765.127
(Dalam 2015 Rp 20.078.730 Rp 1.379.266 Rp 70.369.709 Rp 24.598.407
Jutaan 2016 Rp 22.049.780 Rp 1.344.720 Rp 78.831.722 Rp 26.301.523
Rupiah) 2017 Rp 24.807.229 Rp 1.275.648 Rp 87.939.774 Rp 29.458.052
2018 Rp 26.681.981 Rp 661.912 Rp 98.341.116 Rp 31.928.484
Dewan 2013 70,33 50,00 100,00 16,51
Komisaris 2014 72,33 50,00 100,00 16,33
Independen 2015 72,00 50,00 100,00 20,26
2016 62,00 50,00 100,00 15,25
2017 68,50 50,00 100,00 14,48
2018 74,50 50,00 100,00 18,73
Leverage 2013 25,72 9,04 93,26 24,49
2014 15,74 5,85 27,57 5,86
2015 14,71 8,06 26,50 5,07
2016 16,61 8,40 30,57 6,61
2017 17,61 2,05 31,77 8,63
2018 17,57 10,95 31,37 6,38
Likuiditas 2013 101,26 83,46 152,87 20,59
2014 97,69 82,15 157,77 21,55
2015 98,27 82,27 165,34 24,06
2016 93,88 79,46 134,73 15,56
2017 83,27 72,13 90,95 5,52
2018 42565,95 73,55 424923,50 134346,80
Sumber : Output Eviews 10, Lampiran 4 Statistik Deskriptif (Tahun 2013-Tahun 2018)

Pada Tabel 4.1 di atas, menunjukkan hasil dari statistik deskriptif masing-

masing variabel dari tahun 2013 sampai dengan 2018. Tujuan dari tabel hasil uji

statistik deskriptif di atas yaitu untuk memberikan gambaran terhadap informasi

mengenai nilai rata-rata, nilai maksimum, nilai minimun dan standar deviasi yang

dimiliki data variabel tersebut. Hasil dari tabel di atas akan dijelaskan dalam

bentuk grafik masing-masing variabel seperti di bawah ini.

1. Islamic Social Reporting

Mean Minimum Maksimum Std. Deviasi


100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2013 2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 4.1 Grafik Statistik Deskriptif ISR tahun 2013-2018

Berdasarkan statistik deskriptif pada Gambar 4.1 di atas, dapat dilihat

bahwa nilai rata-rata (mean) variabel ISR mengalami sedikit fluktuasi namun nilai
rata-rata dari tahun 2013-2018 tidak jauh berbeda. Nilai rata-rata variabel ISR

pada tahun 2013 – 2018 berkisar 69,60% sampai 79,80%. Hal ini berarti Bank

Umum Syariah berusaha untuk mengungkapkan informasi yang lebih setiap

tahunnya mengenai pengungkapan ISR. Nilai standar deviasi variabel ISR pada

penelitian ini berkisar 6,58% - 10,35% yang artinya titik data variabel ISR

mendekati nilai rata-ratanya, seingga dapat dikatakan bahwa data bersifat

homogen, yang berarti rata-rata variabel ISR memiliki tingkat penyimpangan

yang rendah.

Nilai minimum variabel ISR pada penelitian ini pada tahun 2013 sebesar

50%. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Umum Syariah mengungkapkan ISR

cukup baik dalam mengungkapkan informasi mengenai pengungkapan ISR.

Predikat yang mengungkapkan ISR terendah pada tahun 2013 adalah Bank

Victoria Syariah. Karena pada tahun 2013 Bank Victoria Syariah tidak ada

mengungkapkan informasi ISR mengenai tema lingkungan, sedangkan pada tema

tenaga kerja (karyawan) dan tema masyarakat hanya beberapa item saja yang

diungkapkan.

Nilai maksimum variabel ISR pada penelitian ini terjadi pada tahun 2017

dan 2018 yaitu sebesar 89,6 %. Bank yang mengungkapkan ISR tertinggi adalah

Bank BNI Syariah. Hal ini dikarenakan hampir seluruh item-item dalam tema

pengungkapan ISR diungkapkan oleh Bank tersebut. Hanya beberapa yang tidak

diungkapkan yaitu pengungkapan mengenai transaksi yang mengandung ketidak

jelasan (gharar), jam kerja karyawan, tempat ibadah yang memadai serta
sertifikasi lingkungan hidup dimana Bank BNI Syariah tidak memiliki

penghargaan mengenai lingkungan hidup pada tahun tersebut.

2. Ukuran Perusahaan

Mean Minimum Maksimum Std. Deviasi


Rp120,000

Rp100,000

Rp80,000

Rp60,000

Rp40,000

Rp20,000

Rp-
2013 2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 4.2 Grafik Statistik Deskriptif Total Aset tahun 2013-201 (dalam
Miliar rupiah)

Berdasarkan statistik deskriptif pada Gambar 4.2 di atas, dapat dilihat

bahwa nilai rata-rata (mean) variabel ukuran perusahaan yang dilihat dari total

aset selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2013 sebesar

Rp17.395 miliar sampai tahun 2018 sebesar Rp26.681 miliar. Hal ini berarti

semakin tahun perputaran aktiva pada data sampel semakin meningkat. Nilai

standar deviasi daro total aset berkisar antara Rp22.866 miliar sampai Rp 31.928

miliar. Hal ini berarti setiap titik data total aset menjauhi nilai rata-ratanya,

sehingga dapat dikatakan bahwa data bersifat heterogen karena sebaran data

beragam, yang berarti rata-rata dari total aset memiliki tingkat penyimpangan

yang tinggi. Dapat dilihat dari nilai minimum dan maksimum perusahaan yang

jauh dari rata-rata total aset.


Nilai minimum dari variabel ukuran perusahaan sebesar Rp661miliar

terdapat pada Bank Maybank Syariah Indonesia tahun 2018. Hal ini disebabkan

menurunnya nilai giro pada Bank Indonesia dan tidak terdapat pembiayaan

Mudharabah pada tahun 2018.

Nilai maksimum variabel ukuran perusahaan sebesar Rp98.341 miliar

terdapat pada Bank Syariah Mandiri tahun 2018. Hal ini disebabkan terjadinya

peningkatan terhadap julah piutang tahun 2018 pada Bank Syariah Mandiri.

3. Dewan Komisaris Independen

Mean Minimum Maksimum Std. Deviasi


120.00

100.00

80.00

60.00

40.00

20.00

0.00
2013 2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 4.3 Grafik Statistik Deskriptif Dewan Komisaris Independen


tahun 2013-2018

Berdasarkan statistik deskriptif gambar tabel 4.3 di atas, dapat dilihat dari

grafik bahwa nilai rata-rata (mean) variabel DKI berturut-turut dari tahun 2013-

2018 cenderung stabil dan mengalami penurunan pada tahun 2016 sebesar

62,00%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan dalam penelitian ini

memiliki dewan komisaris independen diatas 30% dari seluruh jumlah anggota

dewan komisaris yang ada. Dengan kata lain Bank Umum Syariah telah

memenuhi peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 33/PJOK.04/2014 yang


mewajibkan perusahaan agar memiliki dewan komisaris independen sekurang-

kurangnya 30% dari jajaran anggota dewan komisaris. Standar deviasi yang kecil

menunjukkan bahwa data tersebut bersifat homogen. Nilai sebaran dari standar

deviasi variabel DKI pada tahun 2013-2018 berkisar 14,48% sampai 20,26%

yang menunjukkan sebaran data variabel DKI pada penelitian ini baik.

Nilai minimum variabel DKI yang dilihat pada grafik tahun 2013 sampai

2018 adalah sama sebesar 50%. Hal ini berarti bahwa setengah dari jajaran

anggota dewan komisaris Bank Umum Syariah merupakan anggota komisaris

independen.

Nilai maksimum variabel DKI yang dilihat pada grafik dalam penelitian ini

tahun 2013-2018 adalah sama sebesar 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa

seluruh anggota dewan komisaris pada Bank tersebut merupakan komisaris

independen yang tidak memiliki hubungan baik hubungan keluarga, saham

maupun lainnya dengan Bank Umum Syariah tersebut.

4. Leverage

Mean Minimum Maksimum Std. Deviasi


100.00
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
2013 2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 4.4 Grafik Statistik Deskriptif Leverage tahun 2013-2018


Berdasarkan statistik deskriptif pada Gambar 4.4 di atas menunjukkan

bahwa nilai rata-rata (mean) leverage yang ditunjukkan dengan rasio DAR

mengalami fluktuasi. Nilai rata-rata tertinggi pada tahun 2013 disebabkan kareta

pada tahun tersebut nilai leverage salah satu Bank Umum Syariah sangat tinggi.

Standar deviasi yang semakin besar menunjukkan bahwa data semakin beragam/

bervariasi. Sebaliknya, standar deviasi yang kecil menunjukkan bahwa data

tersebut bersifat homogen. Nilai sebaran dari standar deviasi variabel leverage

pada tahun 2013-2018 berkisar 5,07% sampai 24,49% yang menunjukkan

sebaran data variabel leverage pada penelitian ini baik.

Nilai minimum leverage terjadi tahun 2017 yaitu sebesar 2,05% pada Bank

Panin Syariah. Hal ini disebabkan karena total utang pada Bank Panin Syariah

tahun 2017 sangat kecil sehingga nilai levrage-nya rendah.

Nilai maksimum leverage pada penelitian ini terjadi tahun 2013 yaitu

sebesar 93,26% pada Bank Syariah Bukopin. Hal ini disebabkan tingginya total

utang pada Bank Syariah Bukopin hampir menyamai total aset Bank tersebut.

Dalam laporan tahunan bannk tersebut tidak dijelaskan secara detail mengenai

tingginya total utang tersebut.


5. Likuiditas

1000000
100000
10000
1000
100
10
1
2013 2014 2015 2016 2017 2018

Gambar 4.5 Grafik Statistik Deskriptif Likuiditas tahun 2013-2018

Berdasarkan statistik deskriptif pada gambar 4.5, dapat dilihat bahwa nilai

rata-rata (mean) variabel likuiditas yang dihitung dengan rasio FDR pada tahun

2013-2017 berturt-turut mengalami penurunan namun tidak terlalu jauh dan tetap

pada batas aman FDR yang telah ditetapkan pada Bank Indonesia. Namun lain

halnya pada tahun 2018 nilai rata-rata FDR sangat ekstrim sebesar 42568,54%

disebabkan karena nilai maksimum pada rasio FDR yang sangat tinggi. Nilai

sebaran dari standar deviasi variabel likuiditas sebesar 5,2% sampai 134346,8%

yang artinya nilai sebaran data bervariasi. Hal ini menunjukkan semakin besar

nilai standar deviasinya maka data semakin bervariasi dan pada variabel likuiditas

terdapat data yang ekstrim.

Nilai miminum variabel likuiditas sebesar 72,13% yang terdapat pada Bank

BRI Syariah tahun 2017. Hal ini disebabkan karena meningkatnya total dana

pihak ketiga dari tahun sebelumnya yang lumayan besar.

Nilai maksimum variabel likuiditas sebesar 424923,50% yang terdapat

pada Bank Maybank Syariah Indonesia pada tahun 2013. Peningkatan nilai FDR
yang sangat besar ini disebabkan karena Bank Maybank Syariah Indonesia pada

tahun 2018 besarnya nilai piutang murabahah serta kecilnya nilai dana pihak

ketiga (DPK). Namun, dalam annual report bank tersebut tidak memberikan

penjelasan dari tingginya rasio FDR, kecilnya dana pihak ketiga serta tingginya

nilai piutang murabahah.

4.3.2 Tahapan Pemilihan Model Regresi Data Panel


Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel.

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat Microsoft Excel 2013

dan Eviews 10. Terdapat beberapa pendekatan atau metode yang akan digunakan

dalam mengestimasi model regresi data panel yaitu pendekatan model common

effect, model fixed effect dan model random effect. Untuk menguji model yang

tepad dilakukan pengujian menggunakan Uji Chow, Uji Hausman dan Uji

Langrange Multiplier. Dalam uji chow dilakukan untuk mengetahui apakah model

common effect atau model fixed effect yang lebih tepat digunakan. Jika dalah hasil

Uji Chow model terpilih adalah model fixed effect,, maka dilanjutkan dengan

melakukan uji hausman untuk mengetahui apakah model fixed effect atau model

random effect yang terbaik. Jika dalam uji chow menunjukkan model common

effect yang terbaik, maka dilakukan uji langrange multiplier untuk menentukan

apakah model common effect atau model random effect yang lebih tepet.

4.3.2.1 Uji Chow

Uji Chow adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah model

common effect atau fixed effect yang lebih tepat digunakan untuk melakukan

regresi data panel. Kriteria pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:


a. Bila nilai probabilitas F > 0,05 (5%) maka uji regresi data panel

menggunakan model Common Effect.

b. Bila nilai probabilitas F < 0,05 (5%) maka uji regresi data panel mnggunakan

model Fixed Effect.

Tabel 4.3 Hasil Uji Chow


Chow test Model Prob
CEM VS FEM CEM Prob. F
0,1063 > 0,05
Sumber: Output Eviews 10, Lampiran 8

Berdasarkan hasil di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas untuk cross

section F > 0,05 sehingga model yang digunakan adalah model Common Effect.

Dalam hasil uji pemilihan model common effect dan fixed effect dapat

disimpulkan model yang lebih tepat adalah model common effect. Maka akan

dilakukan pula uji pemilihan model common effect dan random effect dengan

menggunakan Uji Langrange Multiplier (Uji LM).

4.3.2.2 Uji Langrange Multiplier

Uji Langrange Multiplier adalah pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui apakah model common effect atau random effect yang lebih tepat

digunakan untuk melakukan regresi data panel. Kriteria pengambilan keputusan

adalah sebagai berikut:

a. Bila nilai probabilitas cross section > 0,05 (5%) maka uji regresi data panel

menggunakan model Common Effect.

b. Bila nilai probabilitas cross section < 0,05 (5%) maka uji regresi data panel

mnggunakan model Random Effect.


Tabel 4.4 Hasil Uji Langrange Multiplier
Langrange Multiplier Model Prob
CEM VS REM CEM Prob. Cross section
0,5797 > 0,05
Sumber: Output Eviews 10, Lampiran 9

Berdasarkan hasil di atas menunjukkan bahwa nilai probabilitas untuk cross

section > 0,05 sehingga model yang digunakan adalah model Common Effect.

Dalam hasil uji pemilihan model common effect dan random effect dapat

disimpulkan model yang lebih tepat adalah model common effect. Sehingga model

yang lebih sesuai digunakan dalam penelitian ini adalah model common effect.

4.3.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik dilakukan untuk menguji apakah model regresi yang

digunakan dalam penelitian ini layak diuji atau tidak. Dalam regresi data panel, uji

asumsi klasik dilakukan setelah menentukan model yang lebih tepat digunakan

antara model common effect, model fixed effect dan model random effect. Setelah

mendapatkan model yang tepat maka akan dilakukan uji asumsi klasik. Uji asumsi

klasik dalam penelitian ini adalah uji normalitas, uji multikolinieritas dan uji

autokorelasi. Hasil pengujian data sebelumnya terjadi masalah autokorelasi, maka

dilakukan pengobatan Cochrane Orcutt. Dilakukan kembali uji asumsi klasik

yang diperoleh bahwa tidak terjadi autokorelasi dan hasilnya adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.5 Hasil Uji Asumsi Klasik


Nama Uji Nilai Standar Keterangan
Aturan
Normalitas Probabilitas Probabilitas Berdistribusi
0,967472 > 0,05 Normal
Multikolinieritas TA-DKI -0,255 Nilai korelasi Tidak terjadi
< 0,80 Multikolinieritas
TA- 0,041 Nilai korelasi Tidak terjadi
Leverage < 0,80 Multikolinieritas
TA- -0,262 Nilai korelasi Tidak terjadi
Likuiditas < 0,80 Multikolinieritas
DKI- -0,074 Nilai korelasi Tidak terjadi
Leverage < 0,80 Multikolinieritas
DKI- -0,026 Nilai korelasi Tidak terjadi
Likuiditas < 0,80 Multikolinieritas
Leverage 0,021 Nilai korelasi Tidak terjadi
- < 0,80 Multikolinieritas
Likuiditas
Autokorelasi 1,727 < Du < d < 4 – Tidak terjadi
1,817 < 4 – du Autokorelasi
1,727(2,273) (Tidak ada
autokorelasi
positif atau
negatif)
Sumber: Output Eviews 10, Lampiran 11 Hasil Uji Normalitas, Lampiran 12 Hasil Uji
Multikolinieritas dan Lampiran 13 Hasil Uji Autokorelasi

4.3.3.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

variabel berdistribusi normal atau tidak. Untuk mendeteksi apakah residual

berdistribusi normal atau tidak, dapat dilihat melalui uji Jarque-Bera. Residual

dinyatakan normal apabila probabilitas dari uji Jarque-Bera bernilai lebih besar

dari tingkat signifikansi 0,05 (5%).

Berdasarkan hasil pengujian asumsi normalitas yang dapat dilihat pada

Tabel 4.5 atau Lampiran 11 menghasilkan nilai probabilitas JB sebesar 0,9674.

Hasil ini menunjukkan bahwa probabilitas lebih besar dari 0,05 sehingga dapat

disimpulkan bahwa residual terdistribusi normal yang artinya asumsi klasik

tentang normalitas terpenuhi.


4.3.3.2 Uji Multikoliniertas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antar variabel independen. Pengujian asumsi multikolinieritas dalam penelitian ini

digunakan uji correlation dengan menggunakan matrik korelasi. Jika hasil

korelasi antara dua variabel independen melebihi 0,80 maka dapat menjadi

pertanda bahwa terjadi multikolinieritas antarvariabel independen. Sebaliknya jika

hasil korelasi antara dua variabel kurang dari 0,80 maka dapat dikatakan bahwa

tidak terdapat multikolinieritas antarvariabel independen.

Berdasarkan hasil matrik korelasi yang dapat dilihat pada Tabel 4.5 di atas

atau Lampiran 12, korelasi antara total aset dan DKI sebesar -0,255, korelasi

antara total aset dan leverage sebesar 0,041, korelasi antara total aset dan

likuiditas sebesar -0,262, korelasi antara DKI dan leverage sebesar -0,074,

korelasi antara DKI dan likuiditas sebesar -0,026 serta korelasi antara leverage

dan likuiditas sebesar 0,021. Tidak terdapat korelasi antarvariabel independen

yang tinggi di atas 0,80. Jadi dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinieritas

antarvariabel independen.

4.3.3.3 Uji Autokorelasi

Pada Tabel 4.5 atau Lampian 13 Uji autokorelasi bertujuan untuk

mendeteksi adanya autokorelasi dalam suatu model regresi. Dalam penelitian ini

uji autokorelasi dilakukan mealui pengujian terhadap nilai Durbin-Watson. Hasil

uji autokorelasi yang dilihat dari Durbin-Watson sebelumnya terjadi masalah

autokorelasi, lalu untuk mengatasi masalah autokorelasi adalah dengan


menggunakan metode Cohcrane-Orcutt dengan menambahkan ar(t) pada baris

paling belakang persamaan regresi [CITATION Gho17 \t \l 1057 ].

Dalam penelitian ini menggunakan 4 variabel independen dengan 60 data

pengamatan sehingga diperoleh k=4, n=60. Berdasarkan tabel Durbin-Watson

dengan k=3, n=60 diperoleh dl (batas bawah) = 1,444 dan du (batas atas) = 1,727.

Dari tabel 4.9 menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson = 1,817. Dengan

demikian bahwa model regresi tidak ada autokorelasi positif dan negatif. Interval

pengujian Durbin-Watson akan dijelaskan dalam tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 Interval Pengujian Durbin-Watson


Tabel Keputusan Nilai Keterangan
0 < d < dl 0 < 1,817 < 1,444 Tidak sesuai
dl < d <dl 1,444 < 1,817 < 1,444 Tidak sesuai
4 – dl < d < dl 4 – 1,444(2,556) < 1,817 < 1,444 Tidak sesuai
4 – du < d < 4 – 4 – 1,727(2,273) < 1,817 < 4 – Tidak sesuai
dl 1,444(2,556)
du < d < 4 – du 1,727 < 1,817 < 4 – 1,727(2,273) Sesuai
dengan hasil:
tidak ada
autokorelasi
positif dan
negatif
Sumber: Ghozali dan Ratmono (2017)

4.3.4 Analisis Regresi Data Panel

Analisis regresi data panel pada penelitian ini menggunakan model common

effect. Pemilihan model common effect sebagai parameter model data panel pada

penelitian ini, sebelumnya diuji melalui uji chow dan uji langrange multiplier

terlebih dahulu, dan terpilih model terbaik yaitu model common effect. Berikut ini

adalah hasil dari analisis data dengan menggunakan model common effect yang

diolah dengan Eviews 10.


Tabel 4.7 Hasil Uji Regresi Data Panel dengan Model Common Effect
Hubungan Coefficient t-statistic Prob.
C -0,636504
TA – ISR 4.678315 3.168177 0.0028 < 0.005
DKI – ISR 0.014518 0.263509 0.7934 > 0.005
DAR – ISR 0.070230 0.715536 0.4781>0.005
FDR – ISR 1.261681 0.691165 0.4931>0.005
Adjusted R Square 0.692855 / 69%
F-statistic 23.10674
Prob (F-statistic) 0.00000
Sumber: Output Eviews 10, Lampiran 10

Berdasarkan dari Tabel 4.7 hasil analisis common effect model di atas,

maka rumus estimasi dengan menggunakan regresi data panel dapat ditulis

sebagai berikut:

ISR = -0,636504 + 4,678315*TA + 0,014518*DKI + 0,070230*DAR +

1,261681*FDR

Koefisien-koefisien pada persamaan regresi data panel dengan common

effect model tersebut dapat diartikan sebagai berikut:

1. Konstanta sebesar -0,684694 mempunyai arti apabila semua variabel

independen sama dengan nol, maka pengungkapan ISR pada Bank Umum

Syariah bernilai sebesar -0,684694.

2. Koefisien TA (total aset) sebesar 4,678315 yang artinya setiap kenaikan

total aset sebesar 1% akan meningkatkan pengungkapan ISR sebesar

3,168177.
3. Koefisien DKI sebesar 0,014518 yang dapat disimpulkan bahwa setiap

kenaikan rasio DKI sebesar 1% akan meningkatkan pengungkapan ISR

sebesar 0,263509.

4. Koefisien DAR sebesar 0,070230 yang dapat disimpulkan bahwa setiap

kenaikan rasio DAR sebesar 1% akan meningkatkan pengungkapan ISR

sebesar 0,715536.

5. Koefisien FDR sebesar 1,261681 yang dapat disimpulkan bahwa setiap

kenaikan rasio FDR sebesar 1% akan meningkatkan pengungkapan ISR

sebesar 0,691165.

4.3.5 PengujianUji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana

pengaruh ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan

likuiditas terhadap islamic social reporting. Berdasarkan pemilihan model yang

dilakukan, maka model yang terbaik adalah model common effect setelah

pengobatan pada uji autokorelasi. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini

disajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.8 Hasil Uji Hipotesis dan Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Pengujian Koefisien Nilai t/F Sig. Standar Kesimpulan
Aturan
<0,05
H1 Uji t 4,678315 3,168177 0,0028 dan Hipotesis
> ttabel diterima
(2,004)
<0,05
H2 Uji t 0,014518 0,263509 0,7934 dan Hipotesis
> ttabel ditolak
(2,004)
<0,05
H3 Uji t 0,070230 0,715536 0,4781 dan Hipotesis
> ttabel ditolak
(2,004)
<0,05
H4 Uji t 1,261681 0,691165 0,4931 dan Hipotesis
> ttabel ditolak
(2,004)
<0,05
H5 Uji F 23,10674 0,0000 dan Hipotesis
> Ftabel diterima
(2,54)
Koefisien Adjusted R Square 0,69 / 69%
Determinasi
Sumber: Output Eviews 10, Lampiran 10 Hasil Analisis Common Effect

4.3.5.1 Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Nilai

koeifisien determinasi ditunjukkan dengan nilai adjusted R squared. Berdasarkan

Tabel 4.8 di atas menunjukkan besarnya nilai adjusted R square 0,69 yang berarti

sebesar 69% variabel ISR dapat dijelaskan oleh variabel Ukuran perusahaan (TA),

Dewan komisris independen (DKI), leverage dan likuiditas, sedangkan sisanya

sebesar 31% (100% - 69%) dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak

disertakan dalam model penelitian ini seperti umur perusahaan, profitabilitas,

dewan pengawas syariah maupun islamic governance score yang telah digunakan

oleh peneliti terdahulu serta telah menguji bahwa faktor-faktor ini juga

mempengaruhi islamic social reporting. Dalam penelitian Aini, dkk (2017),

Hidayah dan Wulandari (2017) serta Nadlifiyah dan Laila (2017) menyatakan

bahwa umur perusahaan dan profitabilitas berpengaruh terhadap pengungkapan

ISR. Hasil penelitian Baidok dan Septiarini (2016) dewan pengawas syariah

berpengaruh terhadap pengungkapan ISR, dan hasil penelitian Muslimah (2017)


menyatakan bahwa islamic governance score berpengaruh terhadap

pengungkapan ISR.

4.3.5.2 Uji Signifikansi Parsial (Statistik t)

Uji pengaruh parsial (uji t) digunakan untuk mengetahui apakah variabel

independen masing-masing mempengaruhi variabel dependen yang diuji pada

tingkat signifikansi <0,05. Koefisien digunakan untuk mengetahui arah dari

pengaruh variabel ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan

likuiditas secara parsial terhadap pengungkapan ISR. Standar aturan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan nilai t hitung dengan

ttabel dan nilai probabilitas signifikansinya. Nilai ttabel adalah sebesar 2,00488, yang

diperoleh dengan rumus sebagai berikut. Berdasarkan Tabel 4.7 hasil uji t dapat

disimpulkan sebagai berikut:

ttabel = t (α/2 ; n-k-1)

ttabel = t (0,05/2 ; 60-4-1)

ttabel = t (0,025 ; 55), kemudian angka (0,025 dicari pada distribusi nilai t tabel

statistik, maka ditemukan nilai ttabel sebesar 2,00488).

Berdasarkan hasil uji t pada Tabel 4.8 dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Ukuran Perusahaan (H1)

Berdasarkan dari tabel di atas hasil uji hipotesis di atas, diperoleh nilai

koefisien total aset sebesar 4,6783. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan

antara ukuran perusahaan (total aset) terhadap pengungkapan ISR positif.

Variabel total aset mempunyai thitung sebesar 3,1681 dan dalam ttabel sebesar
2,004 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0028. Nilai thitung 3,1681 > ttabel -

2,004 dan nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan

bahwa ukuran perusahaan yang diproksikan dengan total aset berpengaruh

terhadap pengungkapan ISR sehingga H1 diterima.

2. Dewan Komisaris Independen (H2)

Berdasarkan dari Tabel 4.8 hasil uji hipotesis di atas, diperoleh nilai

koefisien DKI sebesar 0,0145. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara

DKI dan pengungkapan ISR positif. Variabel DKI mempunyai t hitung sebesar

0,2635 dan ttabel sebesar 2,004 dengan nilai probabilitas 0,7934. Nilai thitung

0,2635 < ttabel 2,004 dan nilai probabilitas lebih besar dari 0,05 maka dapat

disimpulkan DKI tidak berpengaruh terhadap pengungkapan ISR sehingga

H2 yang menyatakan DKI berpengaruh terhadap pengungkapan ISR tidak

dapat diterima atau H2 ditolak.

3. Leverage (H3)

Pada Tabel 4.8 hasil uji hipotesis di atas, diperoleh nilai koefisien leverage

yang diproksikan dengan DAR sebesar 0,0702. Hal ini menunjukkan bahwa

hungungan antara leverage terhadap pengungkapan ISR adalah positif.

Variabel leverage mempunyai thitung sebesar 0,7155 dan ttabel 2,004 dengan

nilai probabilitas 0,4781. Nilai thitung 0,7155 < ttabel 2,004 dan nilai

probabbilitas lebih besar dari 0,05 sehingga leverage tidak berpengaruh

terhadap pengungkapan ISR. Maka dapat disimpulkan H3 yang menyatakan

leverage berpengaruh terhadap pengungkapan ISR tidak dapat diterima atau

H3 ditolak.
4. Likuiditas (H4)

Berdasarkan dari Tabel 4.8 hasil uji hipotesis di atas, diperoleh nilai

koefisien likuiditas yang diproksikan dengan FDR sebesar 1,2616. Hal ini

menunjukkan bahwa hubungan antara likuiditas dan pengungkapan ISR

positif. Variabel likuiditas mempunyai thitung sebesar 0,6911 dan ttabel 2,004

dengan nilai probabilitas 0,4931. Nilai thitung 0,6911 < ttabel 2,004 dan nilai

probabilitas lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan likuiditas tidak

berpengaruh terhadap pengungkapan ISR sehingga H4 yang menyatakan

likuiditas berpengaruh terhadap pengungkapan ISR tidak dapat diterima

atau H4 ditolak.

4.3.5.3 Uji Signifikansi Simultan (Statistik F)

Uji pengaruh simultan (uji F) digunakan untuk mengetahui apakah variabel

independen secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen.

Standar aturan dalam penelitian ini adalah dengan membandingkan nilai Fhitung dan

Ftabel dan nilai probabilitas signifikansinya. Nilai F tabel nya adalah sebesar 2,54 yang

diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Ftabel = F (k ; n-k)

Ftabel = F (4 ; 60-4)

Ftabel = F (4 ; 56), kemudian angka (4;56) dicari pada distribusi nilai F tabel statistik,

maka ditemukan nilai Ftabel sebesar 2,54.


Berdasarkan tabel 4.8 hasil uji statistik F mempunyai Fhitung 23,1067 > Ftabel

2,54 dengan probabilitas adalah 0,0000 dengan tingkat signifikansi <0,05. Maka

dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan, dewan komisaris independen,

leverage dan likuiditas secara simultan atau bersama-sama mempengaruhi islamic

social reporting, sehingga dengan demikian H5 diterima.

4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Pengungkapan Islamic Social
Reporting
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi data panel pada uji parsial dan

signifikansi variabel ukuran perusahaan (total aset), keputusan yang diambil

adalah H1 diterima, yaitu ukuran perusahaan berpengaruh terhadap pengungkapan

ISR pada Bank Umum Syariah di Indonesia. (WHAT)

Bank umum syariah yang lebih besar akan cenderung untuk melakukan

pengungkapan tanggung jawab sosial secara syariah yang lebih luas dibandingkan

bank umum syariah yang lebih kecil. Bank umum syariah yang lebih besar sudah

pasti memiliki pembiayaan, fasilitas dan sumber daya manusia yang lebih banyak

dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil (Rama, 2014). Hal ini sesuai

dengan teori stakeholder yang mengatakan suatu perusahaan tidak hanya

beroperasi untuk kepentingan sendiri, namun juga harus mampu memberikan

manfaat bagi stakeholder-nya. Karena itulah semakin besar suatu perusahaan,

maka akan semakin menjadi sorotan bagi para stakeholder dan dituntut untuk

semakin banyak mengungkapkan informasi termasuk mengungkapkan informasi

sosial. (WHY)
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2014) dan

Rosiana, dkk (2015) yang menyatakan bahwa variabel ukuran perusahaan

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan islamic social reporting.

Sedangkan penelitian ini tidak sesuai dengan Affandi dan Nursita (2019) yang

menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan

ISR. (WHO)

4.4.2 Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Pengungkapan


Islamic Social Reporting
Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi data panel pada uji parsial

dalam penelitian ini, ditemukan bahwa hipotesis yang menyatakan dewan

komisaris independen berpengaruh terhadap pengungkapan ISR tidak dapat

diterima (ditolak) dan dapat disimpulkan bahwa dewan komisaris independen

tidak berpengaruh terhadap pengungkapan islamic social reporting. Hal ini berarti

bahwa tinggi rendahnya dewan komisaris independen tidak mempengaruhi proses

pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris terhadap kinerja manajemen

dalam mengungkapkan informasi secara luas. Menurut Kurniawati dan Yaya

(2017) perusahaan mengungkapkan adanya dewan komisaris independen

sekurang-kurangnya 30% hanya untuk memenuhi peraturan. pada akhirnya,

adanya dewan komisaris independen tidak mempengaruhi proses pengawasan

terhadap kinerja perusahaan dalam mengungkapkan informasi sosial secara luas.

Dewan komisaris independen terlihat tidak mampu dalam memberikan

pengawasan terhadap aktivitas manajemen. Dapat dilihat dari nilai rata-rata

proporsi dewan komisaris independen pada tahun 2013-2018 sebesar 62,00%

sampai 74,50% disebabkan karena terdapat peraturan yang mengharuskan


perusahaan memiliki dewan komisaris independen sekurang-kurangnya 30% dari

jajaran anggota dewan komisaris yang ada. Dengan demikian, perusahaan

mengungkapkan adanya dewan komisaris independen kemungkinan sebagai

syarat untuk memenuhi peraturan. Menurut Susanti dan Riharjo (2013) Komposisi

dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap pengungkapan ISR

perusahaan hal ini kemungkinan disebabkan karena dewan komisaris independen

yang dimiliki oleh perusahaan di Indonesia tidak dapat menjalankan peran dan

fungsinya. Keberadaan dewan komisaris independen tidak dapat memberikan

kontrol dan monitoring bagi manajemen dalam operasional perusahaan, termasuk

dalam pelaksanaan dan pengungkapan aktivita tanggung jawab sosial. Pada

akhirnya, dewan komisaris independen tidak mempengaruhi proses monitoring

terhadap kinerja manajemen dalam suatu perusahaan. Oleh karena itu, keberadaan

DKI masih belum mempengaruhi pemantauan kualitas pengungkapan ISR.

Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Kurniawati dan Yaya

(2017) yang menyatakan bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh

terhadap pengungkapan islamic social reporting. Namun hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan Baidok dan Septiarini (2016) dan Hidayah dan Wulan (2017) yang

menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh terhadap

pengungkapan ISR.

4.4.3 Pengaruh Leverage Terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting

Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi data panel pada uji parsial dan

signifikansi variabel leverage, ditemukan hipotesis yang menyatakan bahwa

leverage berpengaruh terhadap pengungkapan ISR adalah ditolak dan dapat


disimpulkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan ISR. Hal

ini menggambarkan bahwa pengungkapan ISR tetap dilaksanakan tanpa

dipengaruhi besar atau kecilnya tingkat leverage perusahaan karena ISR sudah

menjadi rutinitas kegiatan tahunan yang harus dilaksanakan. Karena

pengungkapan ISR merupakan kegiatan sosial yang dilakukan suatu perusahaan

untuk memberikan dampak positif terhadap image perusahaan, maka perusahaan

tetap akan melaksanakan kegiatan sosial walaupun kinerja keuangan tinggi atau

rendah. Dengan demikian semakin tinggi leverage menunjukkan bahwa tidak

mendorong Bank Umum Syariah melakukan pengungkapan ISR yang rendah.

Hal ini karena para kreditur tidak akan memandang dari adanya pengungkapan

ISR dalam melihat keadaan atau situasi perusahaan dalam laporan tahunan saja.

Kreditur dapat memperoleh informasi melalui tanya jawab secara langsung pada

perusahaan seperti meminta penjelasan manajemen tentang informasi yang

diperlukan.

Aini (2017) mengatakan meskipun jumlah utang perusahaan besar atau

sebaliknya jumlah utang perusahaan kecil, perusahaan tersebut akan tetap

melakukan pengungkapan ISR jika perusahaan memiliki kepedulian dan tanggung

jawab yang besar terhadap lingkungan sosialnya.

Hasil ini didukung dengan penelitian Aini, dkk (2017) dimana leverage

tidak berpengaruh terhadap pengungkapan ISR. Hasil ini juga didukung teori

stakeholder oleh Clarkson (1995) dalam Fitria dan Hartanti (2010) bahwa

perusahaan harus tetap menciptakan hubungan yang baik dengan para stakeholder

dengan melakukan kegiatan ISR yang diungkapkan dalam laporan tahunan


perusahaan walaupun saat tingkat leverage tinggi maupun rendah. Namun

penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Astuti (2014) dan Rizfani (2018)

yang menyatakan leverage berpengaruh terhadap pengungkapan ISR.

4.4.4 Pengaruh Likuiditas Terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting

Berdasarkan hasil pengujian analisis regresi data panel pada uji parsial dan

signifikansi variabel likuiditas dengan proksi FDR, ditemukan hipotesis yang

menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap pengungkapan ISR adalah

ditolak dan dapat disimpulkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh terhadap

pengungkapan ISR. Hal ini menunjukkan bahwa pengungkapan ISR akan tetap

dilaksanakan oleh Bank Umum Syariah meskipun tingkat likuiditas perusahaan

tinggi maupun sedang rendah atau sesuai batas aman Bank Indonesia.

FDR yang diperkenankan Bank Indonesia yaitu antara 80%-110%. Jika

rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank mencapai lebih dari 110%, berarti

total pembiayaan yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun.

Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank dalam hal

ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi

(perantara) dengan baik. Dalam penelitian ini, masih banyak FDR di atas batas

aman yang diperkenankan Bank Indonesia. Rasio FDR tertinggi pada penelitian

ini mencapai 424923.50%, yang menunjukkan pembiayaan bank syariah lebih

besar dari dana pihak ketiga, sehinga mengindikasikan uang yang digunakan bank

syariah untuk menyalurkan pembiayaan berasal dari sumber lain seperti modal
atau utang. Pengungkapan ISR merupakan kegiatan sosial yang dilakukan suatu

perusahaan untuk memberikan dampak positif terhadap image perusahaan,

walaupun kondisi likuiditas perusahaan baik atau buruk perusahaan tetap akan

melaksanakan kegiatan sosial walau. Artinya besar kecilnya likuiditas tidak lantas

memberikan dampak terhadap besar kecilnya pengungkapan kinerja sosial pada

bank umum syariah. Hal ini menunjukkan bahwa pengungkapan ISR pada bank

umum syariah menjadi suatu keharusan baik dalam kondisi likuiditas stabil, tinggi

maupun rendah.

Nadlifiyah dan Laila (2017) mengatakan likuiditas tidak berpengaruh

terhadap pengungkapan ISR ini jika dikaitkan dengan teori stakeholder, maka

seharusnya Bank Syariah tetap melakukan pengungkapan ISR dengan baik karena

hal tersebut merupakan bagian dari tanggung jawab kepada stakeholder.

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nadlifiyah dan Laila (2017)

bahwa likuiditas tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

pengungkapan ISR. Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Aini,

dkk (2017) dan Riyani (2018) yang menyatakan bahwa likuiditas berpengaruh

terhadap ISR.

4.4.5 Pengaruh Ukuran Perusahaan, Dewan Komisaris Independen,

Leverage dan Likuiditas terhadap Pengungkapan Islamic Social

Reporting

Hasil analisis regresi dalam penelitian ini, uji simultan nilai signifikansi

<0,05 dengan probabilitas sebesar 0,0000. Artinya hipotesis kelima (H 5) diterima

dan dapat disimpulkan bahwa ukuran perusahaan, dewan komisaris independen,


leverage dan likuiditas berpengaruh secara simultan terhadap pengungkapan

islamic social reporting (ISR). Hal ini dikarenakan implementasi program ISR

oleh Bank Umum Syariah pada hakikatnya bersifat orientasi dari dalam ke luar.

Perusahaan yang lebih besar adalah perusahaan yang lebih banyak memiliki

sumber daya daripada perusahaan yang lebih kecil, sehingga perusahaan yang

lebih besar sudah pasti akan malakukan pengungkapan yang lebih luas (Othman,

dkk 2009).

Peran dewan komisaris independen dapat mendorong ketaatan perusahaan

dalam mencegah segala perilaku atau tindakan yang menyimpang terkait dengan

laporan keuangan serta meminimalisir terjadi penyimpangan-penyimpangan yang

tidak diinginkan. Dewan komisaris independen juga dapat mendorong manajemen

untuk melakukan kegiatan sosial secara luas.

Selanjutnya, untuk kondisi keuangan yang sehat, diantaranya dapat

ditunjukkan dengan tingkat leverage yang rendah dan likuiditas yang sesuai

dengan batas aman yang ditentukan oleh Bank Indonesia, sehingga perusahaan

yang sehat akan melakukan pengungkapan ISR yang lebih luas.

Dengan demikian dalam mengetahui pengungkapan terhadap Islamic Social

Reporting di suatu perusahaan semestinya tidak hanya memperhatikan satu

variabel saja dalam menentukan pengungkapan sosial tersebut, akan tetapi juga

perlu diuji dengan variabel lainnya. Karena ISR merupakan perluasan dari social

reporting yang meliputi harapan masyarakat dimana tidak hanya membahas peran

perusahaan dalam perekonomian akan tetapi peran perusahaan dalam konteks


lainnya yang menekankan pada keadilan sosial terkait pelaporan mengenai

lingkungan, hak minoritas dan karyawan dalam perusahaan itu sendiri.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Khairudin (2016) yang

menyatakan bahwa ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage

dan likuiditas secara bersama-sama berpengaruh terhadap pengungkapan ISR.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai pengaruh ukuran

perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan likuiditas terhadap

pengungkapan ISR pada Bank Umum Syariah di Indonesia, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Ukuran perusahaan berpengaruh dan signifikan terhadap islamic social

reporting pada Bank Umum Syariah. Artinya, semakin tinggi nilai ukuran

perusahaan maka semakin tinggi pula tingkat pengungkapan ISR. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan dengan ukuran yang besar,

perusahaan tersebut akan lebih luas dalam melakukan pengungkapan ISR.

2. Dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap islamic social

reporting pada Bank Umum Syariah. Hal ini kemungkinan disebabkan

karena dewan komisaris independen yang dimiliki Bank Umum Syariah di

Indonesia dalam menjalankan peran dan fungsinya belum maksimal.

3. Leverage tidak berpengaruh terhadap islamic social reporting pada Bank

Umum Syariah. Hal ini karena kreditur tidak memandang suatu perusahaan

hanya dengan melihat pengungkapan ISR nya saja, melainkan kreditur dapat

melakukan tanya jawab seputas informasi perusahaan.

4. Likuiditas tidak berpengaruh terhadap terhadap islamic social reporting

pada Bank Umum Syariah. Hal ini karena pengungkapan ISR merupakan
bagian dari tanggung jawab kepada stakeholder, sehingga tinggi rendahnya

likuiditas dalam suatu perusahaan tidak mempengaruhi pengungkapan ISR.

5. Ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan likuiditas

secara bersama-sama berpengaruh terhadap pengungkapan islamic social

reporting pada Bank Umum Syariah di Indonesia. Hal ini berarti tinggi

rendahnya ISR dipengaruhi secara bersama-sama oleh tinggi rendahnya

ukuran perusahaan, dewan komisaris independen, leverage dan likuiditas.

5.2 Keterbatasan

Selama melakukan penelitian, penulis menyadari adanya beberapa

keterbatasan dalam penelitian. Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu hanya

menggunakan sampel sebanyak 10 Bank Umum Syariah dengan jenjang periode

2013-2018 sehingga hanya terdapat 60 sampel dalam penelitian ini. Oleh karena

itu data yang didapat menunjukkan angka yang minim dan kurang dapat

mengungkapkan variabel yang mempengaruhi terjadinya Islamic Social

Reporting pada Bank Umum Syariah.

5.3 Saran

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang yang telah

dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Bagi peneliti selanjutnya: Disarankan untuk menambah variabel

independen yang mungkin dapat mempengaruhi pengungkapan ISR

misalnya umur perusahaan, profitabilitas dan islamic governance score. Dan

menguji kemungkinan adanya variabel intervening antara variabel

independen dan variabel dependen.


2. Bagi Perbankan Syariah: Dengan adanya hasil penelitian ini diharapkan

bank syariah lebih menjaga stabilitas leverage dan likuiditas bank sesuai

dengan ketentuan OJK, karena dari hasil analisis menunjukkan bahwa

terdapat nilai leverage dan likuiditas yang sangat tinggi yaitu leverage

sebesar 93,26% dan likuiditas sebesar 424923,50% yang menunjukkan tidak

sesuainya nilai dengan batas aman yang ditentukan tersebut. Dalam hal ini,

ekstrimnya angka likuiditas pada Bank Maybank Syariah Indonesia karena

minimnya Dana Pihak Ketiga dan besarnya nilai piutang murabahah.


DAFTAR PUSTAKA

Affandi, H., & Nursita, M. (2019). Profitabilitas, Likuiditas, Leverage dan Ukuran
Perusahaan: Sebuah Analisis Islamic Social Reporting (ISR) pada
Perusahaan yang Terdaftar di JII. Majalah ilmiah BIJAK, 16, No.1, 1-11.

Aini, N., Susilowati, Y., Indarti, K., & Age, R. F. (2017). Pengaruh Umur
Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Leverage, Likuiditas, Profitabilitas dan
Kinerja Lingkungan Hidup Terhadap Pengungkapan Islamic Social
Reporting pada Perusahaan yang Terdaftar di JII Tahun 2012-2015.
Dinamika Akuntansi, Keuangan dan Perbankan, Vol. 6, No. 1, 67-82.

Ali, M. F. (2017, Februari 24). Bank Syariah Bukopin Terima Indonesia CSR
Award. Dipetik Agustus 16, 2019, dari Tribun Timur:
https://makassar.tribunnews.com/2017/02/24/bank-syariah-bukopin-
terima-indonesia-csr-award

Astuti, T. P. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Islamic


Social Reporting Pada Bank Syariah di Indonesia. Naskah Publikasi
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Baidok, W., & Septiarini, D. F. (2016). Pengaruh Dewan Komisaris, Komposisi


Dewan Komisaris Independen, Dewan Pengawas Syariah, Dan Freakuensi
Rapat Komite Audit Terhadap Pengungkapan Indeks Islamic Social
Reporting Pada Bank Umum Syariah Periode 2010-2014. Jurnal Ekonomi
Syariah Teori dan Terapan, III(12), 1020-1034.

Bank Indonesia. (t.thn.). Kamus Bank Indonesia. Dipetik Agustus 19, 2019, dari
Bank Indonesia: https://www.bi.go.id/id/Kamus.aspx

Cahya, B. T. (2018). Islamic Social Reporting: Representasi Tanggung Jawab


dan Akuntabilitas Perusahaan Berbasis Syariah. Bogor: UIKA Press.

Firmansyah, I. (2013). Tanggung Jawab Sosial Perbankan Syariah: Suatu Kajian


dalam Pengungkapan Laporan Tahunan Menurut Pandangan Islam.
Bandung: Mujahid Press.

Fitria, S., & Hartanti, D. (2010). Islam dan Tanggung Jawab Sosial: Studi
Perbandingan Pengungkapan Berdasarkan Global Reporting Initiative
Indeks dan Islamic Social Reporting Indeks. Simposium Nasional
Akuntansi XIII.

Ghozali, I., & Ratmono, D. (2017). Analisis Multivariat dan Ekonometrika.


Semarang: Universitas Diponegoro.
Haniffa, R. (2002). Social Reporting Disclosure: An Islamic Perspective.
Indonesian Management and Accounting Research, 1(2), 128-146.

Hidayah, K., & Wulandari, W. M. (2017). Determinan Faktor yang


Mempengaruhi Islamic Social Reporting pada Perusahaan Pertanian yang
terdaftar di Indeks Saham Syariah Indonesia Tahun 2012-2015. Journal of
Islamic Economics and Business, Vol. 2, No.2, 213-238.

Hidayat, A. (2014, November). Statistikian. Dipetik Agustus 20, 2019, dari


https://www.statistikian.com/2014/11/regresi-data-panel.html

Irmawati. (2018). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat


Pengungkapan Islamic Social Reporting Pada Bank Umum Syariah di
Indonesia. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Akuntansi. Universitas
Hasanunddin, Makassar.

Kurniawati, M., & Yaya, R. (2017). Pengaruh Mekanisme Corporate Governance,


Kinerja Keuangan dan Kinerja Lingkungan Terhadap Pengungkapan
Islamic Social Reporting (ISR). Jurnal Akuntansi dan Investasi, 18, 163-
167.

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank BNI Syariah,
diakses tanggal 19 Mei 2019, dari: http//www.bnisyariah.co.id

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank Mega Syariah,
diakses tanggal 19 Mei 2019, dari: http//www.megasyariah.co.id

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank Muamalat


Indonesia, diakses tanggal 19 Mei 2019, dari:
http//www.muamalatbank.co.id

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank Syariah Mandiri,
diakses tanggal 19 Mei 2019, dari: http//www.syariahmandiri.co.id

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank BCA Syariah,
diakses tanggal 19 Mei 2019, dari: http//www.bcasyariah.co.id

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank BRI Syariah,
diakses tanggal 19 Mei 2019, dari: http//www.brisyariah.co.id

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank Panin Syariah,
diakses tanggal 19 Mei 2019, dari: http//www.paninbanksyariah.co.id

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank Syariah Bukopin,
diakses tanggal 19 Mei 2019, dari: http//www.syariahbukopin.co.id

Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank Victoria Syariah,
diakses tanggal 19 Mei 2019, dari: http//www.bankvictoriasyariah.co.id
Laporan Keuangan dan Laporan Tahunan (Annual Report) Bank Maybank
Syariah Indonesia, diakses tanggal 19 Mei 2019, dari:
http//www.maybanksyariah.co.id

Mardikanto, T. (2014). Corporate Social Responsibility (tanggung Jawab Sosial


Korporasi). Bandung: Alfabeta.

Masrurroh, D. A., & Mulazid, A. S. (2017). Analisa Size Perusahaan, Capital


Adequacy Ratio (CAR), Non Perfoming Financing (NPF), Return On Assets
(ROA), Financing Deposit Ratio (FDR) terhadap Pengungkapan Corporate Social
Responsibility Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2012-2015. Jurnal
Ekonomi dan Bisnis, Vol 4, No. 1.

Maulina, R., & Iqramuddin. (2019). Pengaruh Likuiditas, Financial Leverage,


Profitabilitas Terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting dan
Dampaknya Terhadap Nilai Perusahaan pada Bank Umum Syariah di
Indonesia. Jurnal AKBIS, 3, No.1, 57-72.

Muslimah, M. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Islamic


Social Reporting (ISR) Pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode
2012-2016. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Manajemen.
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nadlifiyah, N. F., & Laila, N. (2017). Analisis Pengaruh Kinerja Perusahaan


Terhadap Pengungkapan ISR pada Bank Umum Syariah Tahun 2010-2014.
Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, Vol. 4, No.1, 44-61

Othman, R., Thani, A. M., & Ghani, E. K. (2009, October). Determinan of Islamic
Social Reporting Among Top Shariah-Approved Companies in Bursa
Malaysia. Research Journal of International Studies(12).

Otoritas Jasa Keuangan. (t.thn.). Perbankan Syariah dan Kelembagaannya.


Dipetik Maret 19, 2019, dari
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/PBS-
danKelembagaan.aspx.

Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/1/PBI/2007 Tentang Sistem Penilaian Tingkat


Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. Diakses pada 19
Agustus 2019.

Riyani, D. (2018). Pengaruh Corporate Governance, Leverage dan Likuiditas


Terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting pada Bank Umum
Syariah di Indonesia . Artikel Ilmiah. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Perbanas.
Rizfani, K. N. (2017). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Islamic
Social Reporting pada Perusahaan di Jakarta Islamic Social Reporting.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Rosiana, R., Arifin, B., & Hamdani, M. (2015). Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabilitas, Leverage dan Islamic Governance Score Terhadap
Pengungkapan Islamic Social Reporting. Jurnal Bisnis dan Manajemen, 5,
No.1, 88-104.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantiatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Penerbit Alfabeta.

Suryawan, W. (Penyunt.). (2019, Juli). Bank Muamalat Denpasar Salurkan Dana


Zakat Pangan Untuk Dhuafa. Dipetik Agustus 17, 2019, dari Tribun-
Bali.com: https://bali.tribunnews.com/2019/07/20/bank-muamalat-
denpasar-salurkan-dana-zakat-pangan-untuk-dhuafa-paud

Susanto, Y.K., & Tarigan, J. (2013). Pengaruh Pengungkapan Sustainibility


Report terhadap Profitabilitas Perusahaan. Jurnal Business Accounting Review,
Vol. 1.

Susanti, S., & Riharjo, I. B. (2013). Pengaruh Good Corporate Governance


terhadap Corporate Social Responsibility pada Perusahaan Cosmetics and
Houshold. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, 1(1), 152-167.

Wibowo, A. S., & Fuad. (2018). Growth Illusion in The Indonesia Stock
Exchange: Relationship Between Earnings Management and Firm Value.
The Indonesian Journal Of Accounting Research, 21, No. 1.

Widayuni, N., & Harto, P. (2014). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Pengungkapan Corporate Social Responsibility pada Perbankan Syariah di
Indonesia dan Malaysia. Diponegoro Journal of Accounting, III(2), 1-11.

Widiawati, S. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Islamic Social


Reporting Perusahaan-Perusahaan yang Terdapat pada Daftar Efek
Syariah Tahun 2009-2011. Skripsi. Universitas Diponegoro Semarang.

Yusuf, M. Y. (2017). Islamic Corporate Social Responsibility (I-CSR) Pada


Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Depok: Penerbit Kencana.

Anda mungkin juga menyukai