Anda di halaman 1dari 5

TRANSPARANSI DANA NON HALAL MEMBENTUK CORPORATE

SOCIAL RESPONSIBILITY DITINJAU DARI

ISLAMIC CORPORATE GOVERNANCE

(Studi Kasus pada PT. Bank Syariah Bukopin Makassar)

AGRINDA AKBAL
105731114119

A. Latar Belakang
Pada dasarnya bank syariah sebagaimana bank konvensional, juga menyalurkan
dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan, hanya saja terdapat
perbedaan mendasar dalam hal imbalan. Penentuan imbalan yang diinginkan dan
yang akan diberikan oleh bank syariah kepada nasabahnya semata-mata didasarkan
pada prinsip bagi hasil (profit sharing) (Fahrul dkk, 2012). Bank syariah memberikan
pembiayaan dengan prinsip mudharabah dan musyarakah, bertransaksi jual beli
dengan prinsip murabahah, salam, dan istishna, serta menyewakan aktiva dengan
prinsip ijarah disamping produk lainnya, seperti rahn dan qardhul hasan (Friyanto,
2013). Dilihat dari keberadaan nasabah bank syariah, menunjukkan data bahwa
mereka adalah nasabah yang heterogen. Bukan saja dari kalangan muslim yang
sangat taat pada agama dengan alasan religius, bahkan ada nasabah yang bisa
dikatakan memiliki religius yang “bersebrangan” (Sula, 2010).
Dari Global Islamic Finance Report tahun 2013 menunjukkan bahwa Indonesia
saat ini menempati posisi kelima setelah Iran, Malaysia, Arab Saudi dan Uni Emirat
Arab (Permatasari, 2015). Bank konvensional yang membuka bank syariah
diantaranya bank Bukopin yang mendirikan bank Syariah Bukopin. Bank Syariah
Bukopin diharapkan dapat memenuhi kebutuhan semua elemen masyarakat akan jasa
perbankan tanpa ragu mengenai boleh atau tidaknya memakai jasa perbankan jika
ditinjau dari kacamata agama. Keberadaan dana non halal dikategorikan sebagai
suatu hal yang darurat dan sulit untuk dihilangkan pada perbankan syariah
(Hisamuddin, 2014). Pendapatan non halal (dana non halal) adalah bukan merupakan
pendapatan yang secara sengaja diterima oleh entitas syariah seperti hasil korupsi,
pencurian, perampokan, yang diketahui sebelumnya oleh entitas syariah tersebut.
Pendapatan non halal ini diterima oleh entitas syariah karena secara sistem entitas
syariah otomatis menerima seperti bunga dari investasi konvensional (tabungan dan
deposito dibank konvensional). Entitas syariah berhubungan dengan entitas
konvensional dalam rangka lalu lintas keuangan dan pembayaran karena secara
sistem keuangan belum bisa diselenggarakan oleh lembaga keuangan syariah
sehingga statusnya adalah darurat (Roziq dan Yanti, 2013).
Lembaga keuangan syariah masih menggunakan pendapatan non halal sebagai
sumber dan penggunaan dana dalam qardhul hasan yang mengakibatkan sumber
syubhat atau ketidakjelasan baik dalam sumber ataupun penggunaan dana tersebut
(Salehodin dkk, 2014). Namun lembaga keuangan syariah perlu mempertimbangkan
kembali atas pemberdayaan pendapatan non halal sebagai sumber dan penggunaan
pada dana qardhul hasan, karena dinilai kurang bijak sebuah lembaga keuangan
yang berlandaskan pada syariat islam harus memanfaatkan pendapatan non halal
untuk dana sosial yang mengatas namakan kebajikan (Nadiyyah dkk, 2016). Adapun
tujuan ekonomi islam bagi bank syariah tidak hanya terfokus pada tujuan komersil
yang tergambar pada pencapaian keuntungan maksimal semata, tetapi juga
mempertimbangkan perannya dalam memberikan kesejahteraan secara luas bagi
masyarakat (Maskuroh, 2016).
Pengungkapan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) telah banyak
digunakan sebagai bahan penelitian baik dinegara maju maupun dinegara
berkembang. Pada awalnya, pelaksanaan pelaporan CSR di Indonesia didominasi
oleh perusahaan-perusahaan yang go public (Fitria dan Hartanti, 2010). Seiring
dengan adanya tren global akan praktik CSR, meskipun praktik CSR lebih banyak
dilakukan oleh perusahaan tambang dan manufaktur, industri perbankan juga telah
menuliskan aspek pertanggungjawaban sosial dalam laporan tahunannya walaupun
dalam bentuk yang relatif sederhana. Pengungkapan tersebut tidak hanya dilakukan
oleh perbankan konvensional tetapi juga dilakukan oleh perbankan syariah (Rahma,
2012). Bank sebagai lembaga keuangan memiliki tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat sekitarnya yang berkaitan dengan kegiatan operasional bisnisnya
meliputi aspek ekonomi (profit), sosial (people), dan lingkungan (planet) yang
diwujudkan dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR). Konsep tanggung
jawab sosial ini menjadi tolak ukur untuk menilai keberhasilan suatu perusahaan
dalam operasionalnya dan dengan adanya prinsip Good Corporate Governance,
banyak perusahaan lebih memperhatikan dan serius dalam program tanggung jawab
sosialnya (Kusnasari dan Venusita, 2014).
Dalam gagasan CSR, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab
yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang
direfleksikan dalam kondisi keuangannya saja. Tanggung jawab perusahaan harus
berpijak pada tripple bottom lines, yaitu juga memperhatikan masalah sosial dan
lingkungan, karena kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan
tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan hanya akan
terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup
(Syukron, 2015). CSR merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh suatu perusahaan
untuk meningkatkan kualitas kehidupan bagi komunitas atau para stakeholder
disekitar lingkungan perusahaan baik secara internal maupun eksternal (Yulianita,
2008). CSR sebagai konsep akuntansi yang baru adalah transparansi pengungkapan
sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan, dimana
transparansi informasi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan
perusahaan, tetapi perusahaan diharapkan juga mengungkapkan informasi mengenai
dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan (Muchlis
dan Sutrisna, 2015).
Secara umum, penelitian terdahulu menyebutkan bahwa motif perusahaan
mengimplementasikan tanggung jawab sosial perusahaan serta mengungkapkan
aktivitas tanggung jawab sosial tersebut adalah untuk memperoleh legitimasi dari
masyarakat (Andraeny, 2015). Hal ini salah satunya dinyatakan oleh (Firmansyah,
2014) bahwa tanggung jawab sosial diperlukan oleh perusahaan untuk memperoleh
legitimasi atas keberadaan perusahaan di tengah-tengah masyarakat. Pada dasarnya,
substansi pelaksanaan tanggung jawab sosial adalah untuk memperkuat
keberlanjutan perusahaan itu sendiri dengan cara membangun kerjasama antar
stakeholder yang difasilitasi oleh perusahaan dengan menyusun program-program
pengembangan masyarakat (Almilia dkk, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan
oleh (Purwitasari dan Chariri, 2011) menjelaskan bahwa pengungkapan tanggung
jawab sosial dapat membantu perusahaan dalam memperbaiki performa keuangan,
memperbaiki citra merek, serta menambah daya tarik perusahaan sebagai tempat
kerja yang baik, yang pada akhirnya akan mempengaruhi posisi nilai tawar
perusahaan di pasar. Oleh karena itu, sudah bukan saatnya perusahaan hanya
memikirkan keuntungan semata, tetapi juga harus memperdulikan hak dan
kepentingan publik, khususnya yang berada dalam perusahaan (Fatimatuzzahra,
2015).
Prinsip transparansi diperlukan agar kegiatan bisnis bank syariah berjalan secara
objektif, profesional, dan untuk melindungi stakeholder (Faozan, 2015). Penelitian
mengenai pengungkapan atau disclosure, khususnya pada entitas bank syariah
dilakukan oleh (Harahap, 2002) yang menemukan disclosure diBank Muamalat
Indonesia (BMI) belum memenuhi pengungkapan secara rinci tentang: transaksi
halal, upah, dan pencapaian tujuan usaha. Selanjutnya(Slamet, 2001) melakukan
penelitian pada lima bank syariah di empat negara Arab. Mereka menemukan adanya
praktik disclosure yang dijalankan masih rendah, belum jelas, dan tidak konsisten.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Rahmadani, 2007), dengan menilai aspek
sosial dari perbankan syariah terutama pada laporan qardhul hasan termasuk
informasi tentang pendapatan haram. Penelitian ini menemukan dari 29 sampel
entitas bank syariah, terdapat 12 bank yang disclose adanya pendapatan haram (non
halal) dan hanya satu bank yang menjelaskan secara jelas penyimpangan dari
pendapatan tersebut. Tentang laporan dana qardhul hasan, hanya dua bank yang
memberikan informasi detail dan dua bank lagi membuat laporan tetapi relatif
singkat. Pengelolaan dana non halal yang belum menjadi prioritas dalam
pengembangan perbankan syariah menjadi menarik untuk diteliti, terutama pada
aspek dimana perbankan syariah menjadikan dana non halal sebagai sumber dana
untuk melakukan tanggung jawab sosialnya. Juga pada aspek dimana perbankan
syariah belum mengutamakan misi sosialnya yaitu melaksanakan corporate social
responsibility secara berkelanjutan. Begitu pula dengan corporate social
responsibility pada entitas syariah yang masih saja hanya sebagai pelengkap atau
unsur tambahan dalam annual report.

Anda mungkin juga menyukai