Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh New Public Management (NPM) sebagai

reformasi atas administrasi publik yang tidak efisien dan kesenjangan anggaran dari

Laporan Realisasi Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) Provinsi

Bali tahun 2014.

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan penganggaran partisipatif tidak lepas dari perubahan sektor

akuntansi publik dalam era baru perkembangan administrasi publikyang dikenal

dengan nama New Public Management. Mulai tahun 1990-an muncul paradigma

baru yang dicetuskan Christopher Hood tahun 1991 dikenal dengan New Public

Management (Tarigan, 2011). Hood menegaskan bahwa terjadi perubahan pada

jumlah negara Organisation for Economic Cooperation and

Development(OECD)tahun 1980-an. Perubahan ini diklaim sebagai pergeseran dari

doktrin yang diterima untuk akuntabilitas publik dan administrasi publik. Pada saat

yang sama perubahan akuntansi menjadi bagian penting dari serangan di era

progresif akuntabilitas publik (Hood, 1995). Paradigma ini muncul sebagai reformasi

administrasi publik yang tidak produktif, tidak efisien, selalu rugi, rendah kualitas,

miskin inovasi dan kreativitas (Hood, 1995; Tarigan, 2011).

New Public Management (NPM)berfokus pada manajemen sektor publik yang

berorientasi kinerja, bukan berorientasi kebijakan. New Public Management

(NPM)awalnya bermula di benua Eropa dan Amerika, namun negara berkembang


setiap Indonesia secara bertahap mulai mengadopsi New Public Management

(NPM). Di Indonesia, penerapan manajemen kinerja sektor publik dimulai sejak

tahun 1999 dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Tarigan, 2011). Pada bagian ketiga

didalam Instruksi tersebut, setiap instansi melaksanakan akuntabilitas kinerja

instansi pemerintah dimana terhitung 30 September 1999, diwajibkan untuk

mempunyai perencanaan strategik terkait program-program utama yang akan

tercapai selama satu sampai lima tahun ke depan mencakup 1) uraian tentang visi,

misi strategi dan faktor-faktor kunci keberhasilan organisasi 2) uraian tentang tujuan,

sasaran dan aktivitas organisasi 3) uraian tentang cara mencapai tujuan dan sasaran

tersebut. Selain instruksi tersebut, penerapan New Public Management

(NPM)dicontohkan Departemen Keuangan danBadan Pemeriksa Keuangan

(BPK)yang juga menerapkan New Public Management (NPM)yang karakteristiknya

diperoleh dari Hood (1995). Hal tersebut disampaikan oleh Anindita, staf Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK)yang termuat dalam detik.com bahwa New Public

Management (NPM) yang sudah diadopsi adalah penerapan gaya manajemen sektor

bisnis ke publik seperti pemberian remunerasi berdasarkan job grade karyawan,

modernisasi kantor dan hubungan atasan dan bawahan semakin dinamis dengan

meminimalkan gap senioritas. Pengimplementasian Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintahmengacu pada karakteristik New Public Management (NPM)

oleh Hood (1995)sebagai salah satu modernisasi pembaharuan administrasi publik.


Bergesernya sistem manajerial tradisional ke era New Public Management

(NPM)yang berfokus pada perbaikan kinerja organisasi mengakibatkan

dibutuhkannya perubahan manajerial, yaitu manajer diarahkan untuk lebih

berpartisipasi dalam pembuatan keputusan terutama bagi manajer level menengah ke

bawah. Salah satu contohnya adalah partisipasi dalam penyusunan anggaran

(Niswatin, 2013).

Pada saat ini, dalam penganggaran pemerintahan daerah di Indonesia dikenal

mekanisme penganggaran partisipatif, yakni dengan melibatkan masyarakat secara

langsung melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan

(Musrenbang). Musrenbang dilaksanakan secara berjenjang, yang mencakup tingkat

desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan nasional.

Gambar 1.1
Proses Penyusunan APBN
Musrenbang nasional yang termuat dalam musrenbangnas.bappenas.go.id

menetapkan pagu indikatif (patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada

masing-masing SKPD untuk merencakan program/kegiatan) menuju Pagu Anggaran.

Pagu Indikatif K/L Tahun 2016 ditetapkan 807,7 triliun, yang kemudian

didistribusikan kepada setiap kementerian dan lembaga pemerintah.

Meningkatkan partisipasi dalam penyusunan anggaran tentunya dapat

memberikan manfaat kepada masyarakat luas, karena terdapat keterlibatan publik

yang memberikan aspirasi untuk pembangunan ke depan. Gagasan awal untuk

melibatkan partisipan menjadi ide dasar dalam memahami hubungan manusia dengan

berpedoman bahwa partisipasi mampu mengatasi masalah dalam organisasi.

Peningkatan produktivitas timbul dari adanya kebebasan berkreasi setiap individu,

yang kemudian peran pimpinan adalah menciptakan suatu iklim yang memungkinkan

anggota organisasi berpartisipasi penuh dalam proses pengambilan keputusan

(Sahmudin, et al., 2001)

Tabel 1.1
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Provinsi Bali 2014

Laporan Realisasi Anggaran PPKD Pemerintah Provinsi Bali


Untuk Tahun Yang Terakhir Sampai Dengan 31 Desember 2014

URAIAN ANGGARAN REALISASI SELISIH


Pendapatan Daerah 1.634.256.254.045,00 1.709.953.279.788,88 75.697.025.743,88
Dana Alokasi Umum 832.297.473.000,00 832.297.473.000,00 -
Dana Alokasi 41.600.750.000,00 41.600.750.000,00 -
Khusus
Dana Perimbangan 1.054.231.694.045,00 1.018.431.008.887,00 (35.800.685.158,00)
Bagi Hasil 180.333.471.045,00 144.532.785.887,00 (35.800.685.158,00)
Pajak/Bukan Pajak

Belanja 2.636.484.189.791,71 2.435.821.646.170,39 (200.662.543.621,32)


Belanja Subsidi 10.000.000,00 10.000.000,00 -
Belanja Hibah 901.627.620.000,00 867.202.764.000,00 (34.424.856.000,00)
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Bali (2015)

Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) oleh PPKD (Pejabat Pengelola

Keuangan Daerah) Pemerintah Provinsi Bali, angka realisasi pendapatan daerah

cenderung lebih tinggi dibandingkan angka anggaran pendapatan daerah yang

ditetapkan dan angka realisasi belanja daerah yang lebih rendah dibanding dengan

anggaran belanja daerah. Fenomena ini dapat mengindikasikan terjadinya budgetary

slack karena suatu kinerja keuangan disebut baik jika biaya yang ditargetkan lebih

rendah dari yang dianggarkan sedangkan perolehan pendapatan lebih tinggi

dibandingkan yang dianggarkan.

Hasil penelitian Young (1985) dan Waller (1988) menunjukkan, ada beberapa

bukti awal yang menunjukkan bahwa karyawan cenderung menolak untuk membuat

budgetary slackdi atas risiko netral. Permasalahan principal-agendalam proses

penganggaran terkait dengan fenomena budgetary slack, yang sering diistilahkan

sebagai padding the budget (making the budget proposal larger than the actual

estimates for the project). Budgetary slack adalah suatu kecenderungan yang

dilakukan oleh manajer agen pada saat diberi kesempatan berpartisipasi dalam

menyusun anggaran, dengan melakukan underestimate revenue atau overestimate

expenditure (Hilton, 1994). Menurut Belkaoui (1989:50) kesenjangan organisasional


memotivasi manajer dalam menciptakan slack environment, dengan perwujudannya

dipertimbangkan melalui proses penganggaran melalui budgetary slack. Hal ini

dilakukan karena anggaran digunakan sebagai dasar penilaian kinerja manajer agen

sehingga memudahkan pencapaian mereka dengan melakukan budgetary slack.

Perspektif penelitian ini selanjutnya difondasi oleh teori prospek Kahneman dan

Tversky (1979) yaitu pengujian penganggaran partisipatif dalam konteks psikologi

risiko. Proses pengambilan keputusan dalam proses penganggaran memiliki informasi

yang dibingkai atau dikenal dengan pengaruh framing. Pengaruh frame atau framing

menjadi fenomena yang menunjukkan bahwa pihak yang membuat keputusan

memberikan respon dengan cara yang berbeda pada permasalahan keputusan yang

sama jika masalah tersebut disajikan dalam format yang berbeda (Kuhberger, 1998;

Levin et al. 1998). Teori prospek merupakan salah satu teori yang mencoba

menjelaskan pengaruh framing (Kahneman dan Tversky, 1979; Tversky dan

Kahneman, 1981). Teori ini mendukung banyak penemuan dalam penelitian

akuntansi, akan tetapi hasil yang tidak konsisten dalam beberapa literatur psikologi

(Schneider, 1992) kemudian memberi inspirasi para peneliti untuk menjelaskan

keterbatasan penggunaan teori prospek dalam menjelaskan pengaruh framing.

Young (1985) dan Waller (1988) mendefinisikan preferensi risiko sebagai

variabel disposisional dan mengasumsikan bahwa sifat yang terbentuk adalah stabil,

laten dan secara tradisional dapat disimpulkan dari perilaku yang diamati melalui

pemilihan risiko. Perlu diketahui bahwa faktor disposisional menunjukkan penilaian

internal bagaimana seseorang memandang orang lain (Kriswandari, 2006). Faktor


disposisional merupakan faktor yang ada pada diri seseorang merupakan faktor

internal dan mengarah pada sifat pembawaan seseorang. Sifat iniyang masih bisa

mempengaruhi rasa percaya seseorang yang berkaitan denganmotivasi, persepsi dan

sikap (Kriswandari, 2006).Penelitian ini menguji ketika preferensi risiko dalam

domain-spesifik: yaitu, preferensi risiko laten diterjemahkan secara berbeda sesuai

preferensi risiko nyata dalam konteksnya. Preferensi risiko domain spesifik dapat

dipahami sebagai variabel psikologis yang terbentuk dari kombinasi kecenderungan

risiko laten dan situasional (Kim, 1992). Pengertian laten pada preferensi risiko disini

mengacu pada atribut psikologi yang bersifat hipotetik, tidak dapat diamati secara

langsung, dan nilai kuantitasnya diperoleh berdasarkan estimasi (Widhiarso, 2010).

Subjek nantinya termasuk dari kelompok pencari risiko atau penolak risiko hanya

dapat diketahui melalui instrumen pengukuran Kahneman dan Tversky (1979) dalam

teori prospeknya dengan menunjukkan bahwa preferensi risiko nyata tergantung pada

subjek frame apakah termasuk dalam prospek gains atau losses dimana masing-

masing keuntungan dan kerugian yang diperoleh terkait dengan titik referensi

netral(Kim, 1992). Penelitian ini merupakan rekomendasi Kahneman dan Tversky

(1979) bahwa preferensi risiko adalah domain spesifik maka penelitian dapat

merancang ulang skema insentif dengan mempertimbangkan disposisional, laten dan

preferensi risiko (Kim, 1992).

Green et al.(2005) meneliti supervisor-subordinate pada US Army dan

menemukan bahwa perbedaan gender berdampak negatif terhadap kepuasan

subordinate. Selama tiga dekade, persentase wanita dalam dunia kerja cenderung
meningkat (Green et al., 2005). Kecenderungan ini akan mempengaruhi jumlah

supervisor wanita di tempat kerja. Ketidaknyamanan mungkin akan timbul di tempat

kerja dengan supervisor yang berbeda gender (Nilasari, 2008). Menurut Green et

al.(2005), bahwa karyawan akan menemukan kesulitan untuk mengidentifikasikan

dirinya dengan karyawan lain yang berbeda usia dan berbeda gender. Peneliti ingin

menguji apakah preferensi risiko berdasarkan teori prospek Kahneman Tversky

mampu menunjukkan apakah terdapat perbedaan preferensi risiko pada gender dalam

penganggaran partisipatif.

Salah satu permasalahan yang diangkat penelitian ini adalah jika karyawan

dipengaruhi oleh kinerja periode sebelumnya dalam menetapkan anggaran periode

berjalan dengan kepentingan pribadi akankah mempengaruhi perilaku yang diprediksi

oleh teori prospek dan memicu preferensi mengambil risiko (anggaran

ketat).Berdasarkan penelitian Young (1985) yang menyinggung kemungkinan bahwa

mendorong bawahan mengurangi perilaku menghindari risiko mungkin menjadi cara

untuk mendukung standar anggaran ketat dan mengurangi kesenjangan/slack. Indikasi

dari perilaku menghindari risiko (risk averse) cenderung memotivasi karyawan untuk

melakukan estimasi anggaran secara berlebihan sehingga kesenjangan timbul.

Prediksi ini konsisten dengan implikasi teori prospek bahwa losers yang lambat untuk

menyesuaikan titik referensi mereka bertindak dengan mencari risiko lebih banyak

(Kim, 1992). Karyawan yang mengalami kondisi yang sulit, berdasarkan teori

prospek cenderung melihat peluang yang tersedia dan mau mengambil risiko.Dengan
demikian, induksi untuk menghilangkan penyimpangan dari teori prospek dapat

dilakukan dengan meminimalkan kesenjangan anggaran.

Permasalahan atas penelitian ini adalah jika karyawandipengaruhi oleh kinerja

periode sebelumnya dalam menetapkan anggaran periode berjalan diprediksi dapat

dipengaruhi teori prospek sehingga adanya preferensi risiko memunculkan anggaran

yang ketat saat karyawan berada di bawah rata-rata kinerja dan anggaran yang

longgar dipilih karyawan saat kinerja di atas rata-rata dari karyawan lainnya.Prediksi

ini konsisten dengan teori prospek yang diusung Kahneman dan Tversky (1979) yang

menegaskan seseorang yang berada dalam kondisi rugi cenderung bergerak lambat

dalam menyesuaikan titik referensi bertindak dengan berperilaku mencari risiko.Hal

tersebut dikarenakan pada saat kondisi rugi, menurut Teori Prospek seseorang

biasanya dapat bertindak illogical dan irasional sehingga lambat menyesuaikan titik

referensi atau batas ambang. Di dalam pasar modal, Arrozi (2014) menemukan bahwa

investor merasa nilai kerugian sejumlah uang dalam investasi seolah-olah lebih besar

dari nilai keuntungan sejumlah uang yang sama. Oleh karena itu, dalam situasi rugi

invetsor cenderung nekat menanggung risiko karena kerugian lebih lanjut akan

menghasilkan nilai subyektif lebih rendah dibandingkan keuntungan. Padahal seperti

yang diketahui, pada kondisi rugi terdapat sejumlah ekspetasi atas peluang

memperoleh return optimal atau tidak mendapatkan sama sekali. Di dalam konteks

penganggaran dalam psikologi risiko, induksi dari kehilangan prospek saat kinerja di

bawah rata-rata dapat menjadi cara dalam menimimalisasi budgetary slack(Kim,

1992). Hal ini sesuai penelitian Young (1986) bahwa menginduksi subordinates
dengan mengurangi perilaku menghindari risiko sehingga mampu memperketat

standar anggaran merupakan cara meminimalisasi kesenjangan anggaran.

Masalah lain yang diuji dalam penelitian ini adalah secara bersama-sama

menguji domain spesifik dan disposisional terhadap risiko sebagai variabel yang

mempengaruhi penganggaran partisipatif. Teori prospek di satu sisi membangun

preferensi risiko sebagai domain kontijensi yang spesifik, dengan teori-teori lain

membangun preferensi preferensi risiko.Penelitian ini menguji variabel situasional

kedua domain spesifik (loss domain vs gain domain) dan faktor disposisional (risk

seeking vs risk averse) dalam mempengaruhi keputusan anggaran.Prosedur penelitian

dan pengumpulan data mengadaptasi penelitian Kim (1992) yang berjudul Risk

Preferences in Participative Budgeting yang melakukan uji eksperimen di Dongguk

University (Korea).

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu

1) Apakah terdapat perbedaan domain spesifik dengan memilih tight budget saat

kinerja di bawah rata-rata(loss domain) dan safe budget saat di atas rata-

rata(gain domain)?

2) Apakah terdapat perbedaan preferensi risiko (risk averse maupun risk seeking)

dengan memilih tight budget saat mengambil risiko dan safe budgetsaat

menghindari risiko?
3) Apakah terdapat perbedaan preferensi risiko pada gender dengan laki-laki saat

mengambil risiko dan perempuansaat menghindari risiko?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari

penelitian ini yaitu

1) Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan domain spesifik dengan

memilih tight budget saat kinerja di bawah rata-rata(loss domain) dan safe

budget saat di atas rata-rata(gain domain)

2) Untuk memperoleh bukti empiris mengenaiperbedaan preferensi risiko (risk

averse maupun risk seeking) dengan memilih tight budget saat mengambil

risiko dan safe budget saat menghindari risiko

3) Untuk memperoleh bukti empiris mengenaiperbedaan pereferensi risiko pada

gender dengan memilih laki-lakisaat mengambil risiko dan perempuansaat

menghindari risiko

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkantujuan penelitiandi atas, penelitian ini diharapkan memberikan

kegunaan sebagai berikut.

1) Kegunaan Teoritis

Penelitian ini dapat menambah bukti empiris mengenai penganggaran

partisipatif dengan konteks psikologi risiko yang difondasi oleh Teori Prospek

oleh Kahneman dan Tversky sehingga penganggaran di bidang Akuntansi

Keperilakuan semakin berkembang. Penelitian ini juga diharapkan dapat


menjadikontribusi dalam kajian empiris dan dijadikan perbandingan,

pengembangan dan penyempurnaan dari penelitian-penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya.

2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak praktisi dan

manajemen dalam pengimplementasian penganggaran partisipatif dalam

mengelola keputusan yang berisiko. Penelitian ini dapat memberikan

pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan anggaran khususnya

domain preferensi risiko berdasarkan teori prospek untuk pengaturan anggaran

(budgetary setting) yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai