Anda di halaman 1dari 19

Analisis Kasus Kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan Pergantian Nama

Menjadi MNCTV

Posted: April 6, 2013 in Pengantar Manajemen

ANALISIS KASUS KEPAILITAN PT CIPTA TELEVISI PENDIDIKAN INDONESIA (TPI)


DAN PERGANTIAN NAMA MENJADI MNCTV
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat,
hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan paper Pengantar Manajemen
yang berjudul “Analisis Kasus Kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan
Pergantian Nama Menjadi MNCTV”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Destria, selaku guru pembimbing dan guru mata
pelajaran Pengantar Manajemen serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan
dorongan sehingga paper ini dapat terselesaikan.

Penulis menyadari bahwa di dunia ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Begitu pula dalam
pembuatan paper ini masih banyak kekurangan dan kesalahan yang penulis lakukan.

Maka dari itu, penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak
dengan lapang dada dan demi kemajuan paper ini. Penulis berharap paper ini dapat menjadi
sumber pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca. Atas perhatiannya penulis ucakan terima
kasih.

Jakarta, 30 Maret 2013

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kepailitan merupakan suatu keadaan yang dialami oleh banyak perusahaan. Masalah kepailitan
tentunya tidak lepas dari masalah yang berkaitan dengan utang – piutang. Sebuah perusahaan
dikatakan pailit apabila perusahaan tidak mampu membayar utangnya terhadap perusahaan
(kreditor) yang telah memberikan pinjaman kepada perusahaan yang pailit. Kasus pailitnya PT.
Cipta Televisi Indonesia atau yang lebih familiar disebut dengan TPI dengan slogan MIlik Kita
Bersama ini adalah salah satu contoh dari begitu banyaknya perusahaan yang dinyatakan pailit
oleh kreditornya.

Berawal dari tuntutan Crown Capital Global Limited (CCGL), sebuah perseroan yang
berkedudukan di British Virgin Island terhadap TPI dalam dokumen resmi yang diperoleh di
pengadilan, permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Crown Capital melalui kuasa
hukumnya, Ibrahim Senen, dengan perkara No. 31/PAILIT/2009/PN.NIAGA JKT PST,
tertanggal 19 Juni 2009. Pemohon, dalam permohonan pailitnya, mengklaim termohon
mempunyai kewajiban yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih US$ 53 juta (nilai pokok saja),
di luar bunga, denda, dan biaya lainnya. Pemohon juga menyertakan kreditur lainnya yakni Asian
Venture Finance Limited dengan tagihan US$ 10.325 juta diluar bunga, denda, dan biaya
lainnya.

Melihat laporan CCGL, pihak Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
mengabulkan permohonan tuntutan dari CCGL untuk mempailitkan TPI pada 14 Oktober 2009.
Namun, rupanya Pengadilan Niaga melakukan kesalahan ketika memutusakan untuk
mempailitkan TPI. Pengadilan Niaga tidak melakukan proses verifikasi utang – piutang secara
lebih jeli, sehingga akibatnya banyak pihak yang seakan – akan menyalahkan keputusan
Pengadilan Niaga yang tidak memberi kesempatan TPI untuk membela diri.
Kejanggalan ini kemudian disangka sebagai akibat munculnya Markus (Makelar Kasus) yang
tidak beritikad baik dan berencana merugikan TPI. Merasa tidak bersalah, TPI melakukan kasasi
untuk permohonan peninjauan kembali kasus tersebut kepada Mahkamah Agung. Sidang putusan
kasasi kasus pailit TPI ini dipimpin Ketua Majelis Hakim Abdul Kadir Moppong dengan hakim
anggota Zaharuddin Utama dan M. Hatta Ali. Sungguh kabar yang membawa angin segar bagi
TPI dan seluruh pihak yang telah mendukung TPI dalam usaha penolakan kasus pailit karena
pada hari Selasa, 15 Desember 2009 Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan kasasi
TPI yang diajukan oleh karyawan PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Alhasil,
putusan pailit atas TPI pun batal.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa


masalah sebagai berikut:

Bagaimana kronologi kasus sengketa kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI)?

Bagaimana hasil kasus putusan kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI)?

Mengapa PT Cipta Televisi Indonesia (TPI) berganti nama menjadi MNCTV?

1.3. Tujuan Penulisan

Untuk mengetahui kronologi kasus sengketa kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia
(TPI).

Untuk mengetahui hasil kasus putusan kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Untuk mengetahui alasan PT Cipta Televisi Indonesia (TPI) berganti nama menjadi MNCTV.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Pailit

Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan
untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga,
dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan
kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah.

2.2. Tinjauan Syarat Pengajuan Permohonan Kepailitan

Berdasarkan bunyi Pasal 2 ayat 1, yang menyatakan bahwa “debitor yang mempunyai dua atau
lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat
ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun
atas permohonan satu atau lebih kreditornya”. Berdasarkan ketentuan pasal tersebut di atas, maka
syarat-syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah sebagai

Adanya utang;

Minimal satu utang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih;

Adanya Kreditur lebih dari satu;

Pernyataan pailit dilakukan oleh pengadilan khusus yang disebut dengan “Pengadilan Niaga”

Syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang Undang Kepailitan.

2.3. Pengertian Akuisisi


Akuisisi adalah pembelian suatu perusahaan oleh perusahaan lain. Akusisi sering digunakan
untuk menjaga ketersedian pasokan bahan baku atau jaminan produk akan diserap oleh pasar.

2.4. Competitive Advantage

Competitive Advantage adalah suatu keunggulan produk yang dimiliki perusahaan agar dapat
bersaing dengan perusahaan lain serta dapat saling melengkapi satu sama lain. Competitive
Advantage terbagi menjadi 4 macam yaitu :

Inovasi adalah memperkenalkan berbagain produk dan jasa yang baru.


Kualitas adalah keistimewaan dari suatu produk yang dimiliki perusahaan.

Kecepatan adalah pelaksanaan, respon, dan pengiriman yang cepat dan tepat dari suatu produk.

Daya saing biaya adalah menekankan biaya-biaya yang dikeluarkan serendah mungkin untuk
dapat meraih keuntungan dan mematok harga produk atau jasa di tingkat harga yang menarik
bagi konsumen

2.5. Lingkungan Kompetitif

Lingkungan kompetitif adalah lingkungan yang terjadi langsung berhubungan dengan organisasi
perusahaan tersebut. Lingkungan terbagi menjadi:

Pesaing, yaitu perusahaan yang berdiri pada bidang yang sama dan sudah memiliki pasar.

Pendatang baru, yaitu perusahaan yang baru masuk pasar.

Substitusi, yaitu pengganti barang yang sudah ada.

Pemasok, yaitu menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk berproduksi.

Konsumen, yaitu para pembeli barang atau jasa yang ditawarkan.


BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Kronologi Kasus Kepailitan TPI

TPI pertama kali mengudara pada 1 Januari 1991 selama 2 jam dari pukul 19.00-21.00 WIB. TPI
diresmikan Presiden Soeharto pada 23 Januari 1991 di Studio 12 TVRI Senayan, Jakarta. Secara
bertahap, TPI mulai memanjangkan durasi tayangnya. Pada akhir 1991, TPI sudah mengudara
selama 8 jam sehari. TPI didirikan oleh putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana
alias Mbak Tutut dan sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT Cipta Lamtoro Gung Persada.
Stasiun televisi yang akrab dengan masyarakat segmen menengah bawah ini harus diakui tidak
memiliki kinerja keuangan yang baik, terutama ketika TPI kemudian memutuskan keluar dari
naungan TVRI dan beralih menjadi stasiun musik dangdut pada pertengahan 1990-an.

Secara berangsur-angsur kinerja keuangan memburuk, utang-utang pun kian menumpuk. Pada
tahun 2002, posisi utang TPI sudah mencapai Rp 1,634 triliun, jumlah yang sangat besar untuk
periode tahun itu. Mbak Tutut pun yang saat itu juga terbelit utang maha besar kelimpungan. Di
satu sisi dirinya menghadapi ancaman pailit, di sisi lain utang TPI juga terancam tak terbayar. Di
tengah kondisi tersebut, Mbak Tutut meminta bantuan kepada Hary Tanoe untuk membayar
sebagian utang-utang pribadinya. Sebagai catatan, Hary Tanoe saat itu menjabat sebagai Direktur
Utama PT Bimantara Citra Tbk (BMTR) yang sekarang berubah nama menjadi PT Global
Mediacom Tbk (BMTR). Bimantara Citra merupakan perusahaan kongsi antara Bambang
Trihatmojo, adik Mbak Tutut dengan Hary Tanoe dan kawan-kawan.

Akhirnya BMTR sepakat untuk membayar sebagian utang mbak Tutut sebesar US$ 55 juta
dengan kompensasi akan mendapat 75% saham TPI. Oleh sebab itu, kedua belah pihak yakni
pihak Mbak Tutut dengan pihak Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama (BKB)
menandatangani investment agreement pada 23 Agustus 2002 dan ditandatanganinya adendum
surat kuasa pengalihan 75% saham TPI kepada BKB pada Februari 2003.
Crown Capital Global Limited (CCGL) memberikan tuduhan pailit kepada TPI. Tuduhan pailit
oleh perusahaan Crown Capital Global Limited (CCGL) terhadap PT. Cipta Televisi Pendidikan
Indonesia dikabulkan oleh Pengadilan Niaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada tanggal 14
Oktober 2009. Putusan tersebut menuai banyak protes oleh para ahli hukum, DPR, Komisi
Penyiaran Indonesia, pekerja TPI, dan semua konsumen siaran TPI di Indonesia. Hal ini
disinyalir adanya campur tangan Markus (Makelar Kasus), sehingga kasus ini aneh sekali jika
dikabulkan dengan mudahnya oleh Pengadilan Niaga.

Menurut Sang Nyoman, Direktur Utama TPI, keberadaan makelar kasus dalam perkara ini
disinyalir sangat kuat mengingat sejumlah fakta hukum yang diajukan ke persidangan tidak
menjadi pertimbangan majelis hakim saat memutus perkara ini. Ketika didesak siapa makelar
kasus yang dimaksud, Nyoman mengatakan bahwa ada pihak yang disebut-sebut mendapat tugas
pemberesan sengketa ini dan mengakui sebagai pengusaha batu bara berinisial RB. Inisial ini
pernah terungkap ketika diadakan rapat pertemuan antara hakim pengawas, tim kurator, dan
direksi TPI di Jakarta Pusat pada Rabu tanggal 4 November 2009. Hal tersebut dirasa aneh oleh
pihak TPI sendiri karena pihak TPI tidak merasa memiliki utang yang belum terbayar kepada
CCGL.

Menurut Pengadilan Niaga, tuduhan kepailitan dikabulkan dengan alasan didasarkan pada
asumsi majelis hakim bahwa TPI tidak bisa memenuhi kewajiban membayar utang obligasi
jangka panjang (sub ordinated bond) senilai USD53 juta kepada Crown Capital Global Limited
(CCGL). Sementara dalam kenyataannya yang terjadi adalah :

Pada 1996, TPI yang masih dipegang Presiden Direktur Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak
Tutut mengeluarkan sub ordinated bond (Sub Bond) sebesar USD53 juta. Utang dalam bentuk
sub ordinated bond tersebut.

Dibuat sebagai rekayasa untuk mengelabuhi publik atas pinjaman dari BIA. Marx menjelaskan,
rekayasa terjadi karena ditemukan fakta bahwa uang dari Peregrine Fixed Income Ltd masuk ke
rekening TPI pada 26 Desember 1996. Namun, selang sehari tepatnya 27 Desember 1996, uang
tersebut langsung ditransfer kembali ke rekening Peregrine Fixed Income Ltd. Setelah utang-
utang itu dilunasi oleh manajemen baru TPI, dokumen- dokumen asli Sub Bond masih disimpan
pemilik lama yang kemudian diduga diambil secara tidak sah oleh Shadik Wahono (yang saat ini
menjabat sebagai Direktur Utama PT Cipta Marga Nusaphala Persada)

Terjadi transaksi Sub Bond antara Filago Ltd dengan CCGL dengan menggunakan promissory
note (surat perjanjian utang) sehingga tidak ada proses pembayaran. Semua transaksi pengalihan
Sub Bond berada di luar kendali TPI setelah Sub Bond berpindah tangan, sehingga apabila
CCGL menagih hutang dari Sub Bond, jelas-jelas illegal.

Hal ini juga sulit diterima oleh Komisi Penyiaran Indonesia karena penanganan kasus yang
melibatkan media massa tidak bisa semua kalangan mampu dan sanggup menggunakannya,
sehingga penanganannya pun harus dikecualikan. Dalam putusan pailit ini, kerugian tidak hanya
dialami perusahaan tersebut tetapi masyarakat luas juga turut dirugikan.

Pihak kuasa hukum PT. TPI mencoba memberi klarifikasi yang sejujurnya disertai dengan bukti
– bukti otentik melalui segala macam transaksi yang tercatat di buku ATM Bank BNI 46 yang
menjadi ATM basis bagi perusahaan TPI. Dikatakan Marx Andriyan, bahwa pada tahun 1993
telah ditandatangani Perjanjian piutang antara TPI dengan Brunei Investment Agency (BIA)
sebesar USD $50 juta. Atas instruksi pemilik lama, dana dari BIA tidak ditransfer ke rekening
TPI tapi ke rekening pribadi pemilik lama.

Dalam laporan keuangan TPI juga tidak pernah tercatat utang TPI dalam bentuk Sub Bond
senilai USD 53 juta. Berdasarkan hasil audit laporan keuangan TPI yang dilakukan di kantor
akuntan publik dipastikan bahwa di dalam neraca TPI 2007 dan 2008 juga tidak tercatat adanya
kreditur maupun tagihan dari CCGL.

3.2. Hasil Putusan Kasus Kepailitan TPI

Kejanggalan ini kemudian disangka sebagai akibat munculnya Markus (Makelar Kasus) yang
tidak beritikad baik dan berencana merugikan TPI. Merasa tidak bersalah, TPI melakukan kasasi
untuk permohonan peninjauan kembali kasus tersebut kepada Mahkamah Agung. Setelah proses
verifikasi oleh Mahkamah Agung, kesalahan – kesalahan yang belum teridentifikasi oleh
Pengadilan Niaga mulai nampak, seperti bukti pembayaran tagihan utang oleh TPI. Dalam
laporan keuangan tersebut dikatakan, bahwa surat utang (obligasi) milik TPI sebesar US$ 53 juta
yang jatuh tempo pada tanggal 24 Desember 2006 telah berhasil dibayar.

Lagipula, ada masalah lain yang lebih kompleks tentang keberadaan surat – surat utang itu.
Keadaan yang rumit itu seharusnya tidak dilanjutkan dalam urusan hukum. Dikatakan bahwa,
persyaratan pengajuan kepailitan adalah apabila transaksi yang berjalan berlangsung dengan
sederhana, bukan kompleks seperti masalah dugaan pailitnya TPI. Apalagi dikatakan juga dari
hasil pengkajian ulang, bahwa hanya ada 1 kreditor yang merasa punya masalah utang piutang
dengan TPI, sementara dalam persyaratan diakatakan bahwa harus ada lebih dari 1 kreditor yang
merasa dirugikan yang boleh mengajukan kasus ini ke pengadilan. Melihat dua kekeliruan di
atas, dalam sidang putusan kasasi kasus pailit TPI ini yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Abdul
Kadir Moppong dengan hakim anggota Zaharuddin Utama dan M. Hatta Ali, maka pada tanggal
15 Desember 2009 diputuskan bahwa TPI tidak pailit.

Akibat berita baik ini, keluarga besar PT. TPI yang sahamnya 75% dimiliki oleh PT. Media
Nusantara Citra yang dimiliki oleh Henry Tanoe melakukan syukuran dan memantapkan hati dan
langkah untuk mengibarkan sayapnya di udara.

3.3. Alasan Perubahan Nama Menjadi MNCTV

Sejak Juli 2006, 75% saham TPI dimiliki oleh Media Nusantara Citra, kelompok perusahaan
media yang juga memiliki RCTI dan Global TV. Lalu pada tanggal 20 Oktober 2010 atau
20.10.2010 tepat pukul 20.10 WIB menjadi momen bersejarah pergantian nama Televisi
Pendidikan Indonesia (TPI). Logo dan merek baru MNCTV resmi menggantikan TPI. Perubahan
nama tersebut hanyalah rebranding untuk kepentingan bisnis. Nama PT-nya tetap CTPI, tetapi
brand usahanya berganti menjadi MNC TV. Karena dengan rating nomor 4 yang dimiliki TPI
tetapi penjualan iklan tidak bagus diharapkan dengan bergantinya nama tersebut penjualan iklan
semakin meningkat.

Alasan pemilihan nama menggunakan MNC TV, dikarenakan MNC sendiri sudah kuat di market
dan dapat menghemat waktu dan biaya dengan mengadakan riset. Selain itu, perlu diketahui
bahwa program dangdut yang sudah menjadi program utama, tetap akan dipertahankan oleh
MNCTV, tetapi selain mempertahankan itu, MNCTV juga akan menambahkan program-program
yang lainnya juga.

3.4. Profil MNCTV

MNCTV merupakan salah satu pelopor stasiun televisi swasta di Indonesia yang mulai
mengudara sejak tanggal 20 Oktober 2010 dengan tag-line atau slogan ‘Selalu di Hati’. Logo dan
merek perseroan MNCTV ini diharapkan dapat memperluas pangsa pasar dan pemirsa dari
stasiun ini. Bersamaan dengan kehadiran MNCTV, publik dapat menyaksikan peningkatan
kualitas dan keragaman tayangan, sebagai hasil dari komitmen untuk memperbaiki kerja dan
budaya perseroan.

MNCTV pada awalnya menggunakan nama TPI, di mana TPI sendiri didirikan pada tahun 1990
di Jakarta, sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa penyiaran televisi di Indonesia.
TPI merupakan perusahaan swasta ketiga yang mendapatkan izin penyiaran televisi pada tanggal
1 Agustus 1990, dan sebagai stasiun televisi pertama yang mendapat izin penyiaran secara
nasional. TPI mulai beroperasi secara komersial sejak tanggal 23 Januari 1991. Dan pada bulan
Juli 2006, Media Nusantara Citra (MNC) mengakuisisi 75% saham TPI. Sejak saat itu secara
resmi TPI bergabung menjadi salah satu televisi yang dikelola MNC yang juga merupakan induk
dari RCTI dan Global TV.

MNCTV sejak awal juga telah membuktikan diri sebagai stasiun televisi yang paling jeli dalam
menangkap selera dan kebutuhan masyarakat Indonesia, stasiun televisi yang benar-benar
menampilkan citra Indonesia, mengedepankan tayangan-tayangan sopan dan bisa dinikmati
seluruh keluarga. Program-program yang sangat Indonesia inilah yang mampu mengantarkan
MNCTV sebagai stasiun televisi papan atas Indonesia. MNCTV sendiri senantiasa mengasah diri
sebagai partner yang memberikan layanan terbaik bagi seluruh mitra usaha. Dengan dukungan
SDM profesional, MNCTV siap menjadi televisi terdepan yang dapat diandalkan.

3.4.1. MNCTV Insight

MNCTV merupakan salah satu pelopor stasiun televisi swasta di Indonesia yang mulai
mengudara dengan nama baru sejak 20 Oktober 2010 (sebelumnya TPI) dengan izin Menteri
Penerangan No.127/E/RTF/K/VIII/1990, dan menjangkau 158 juta pemirsa di seluruh Indonesia.
Berdasarkan riset Nielsen, di tengah persaingan industri pertelevisian yang semakin ketat,
MNCTV berhasil mencapai posisi 1 dengan 16,6% audience share pada April 2005.

3.4.2. Visi, Misi, Slogan

Visi : Pilihan Utama Pemirsa Indonesia

Misi : Menyajikan Tayangan Bercita Rasa Indonesia yang Menghibur dan Inspiratif

Slogan : Selalu di Hati

3.4.3. Dewan Direksi dan Dewan Komisaris

Dewan Direksi
President Director – S.N Suwisma

Managing Director – Nana Putra

Finance & Technology Director – Ruby Panjaitan

Program & Production Director – Endang Mayawati

Sales & Marketing Director – Tantan Sumartana

Dewan Komisaris

Komisaris Utama – Hary Tanoesoedibjo

Komisaris – Rudijanto Tanoesoedibjo

Komisaris – Tarub

Komisaris – Agus Mulyanto

3.5. Lingkungan Kompetitif MNCTV


1. Pesaing

Yang menjadi pesaing utama bagi MNCTV adalah SCTV, Indosiar, Metro TV, Trans TV, dan TV
One. Produk dan jasa yang dihasilkan satu sama lain tidak jauh berbeda atau cenderung mirip
karena sistem TV di Indonesia belum memiliki ciri khas tersendiri.

2. Pendatang baru.

MNCTV saat ini tidak memiliki ancaman pendatang baru yang potensial karena MNCTV ini
dulunya adalah TPI yang sudah dikenal oleh masyarakat, hanya nama brand usahanya saja yang
berubah.

3. Substitusi.

Produk subtitusi dibagi menjadi beberapa kategori yaitu media cetak seperti majalah, surat
kabar, sebagai produk untuk pengganti untuk berita dan informasi, sedangkan radio untuk
menggantikan acara musik, dan internet adalah media hiburan untuk mendapatkan informasi dan
berupa audio visual.

4. Pemasok.

Pihak-pihak yang dikategorikan sebagai pemasok adalah production house (PH), pemasok
peralatan operasional perusahaan, dan sumber daya manusia yang berkualitas yang mendukung
jalannya proses bisnis perusahaan.

5. Konsumen.

Pihak yang berperan sebagai pelanggan adalah penikmat produk/jasa yaitu pemirsa dari
kelompok umur manapun dan dari golongan apapun yang berada di Indonesia maupun luar
negeri.
3.6. Competitive Advantage MNCTV

Penerapan teknologi informasi yang terencana dengan baik dapat meningkatkan dan
mempertahankan keunggulan bersaing organisasi. MNCTV memandang bahwa teknologi
informasi memiliki peran dalam meningkatkan kemampuan bersaing bagi pangsa pasar
perusahaan atau lini bisnis. Inovasi juga memiliki perananan yang pening. Inovasi yang
dilakukan MNCTV yaitu dengan menayangkan pertandingan sepak bola Liga Inggris,
meningkatkan beberapa tayangan olahraga dan anak-anak. MNCTV juga menjaga kualitas
sebagai stasiun televisi yang paling jeli dalam menangkap selera dan kebutuhan masyarakat
Indonesia, stasiun televisi yang benar-benar menampilkan citra Indonesia, dan mengedepankan
tayangan-tayangan sopan dan bisa dinikmati seluruh keluarga.

3.7. Analisa Matriks BCG

Salah satu teknik terpopuler dalam menganalisis strategi perusahaan untuk mengelola portofolio
adalah matriks BCG. Masing-masing bisnis di dalam perusahaan diplot pada matriks berdasarkan
pertumbuhan pasar mereka dan kekuatan relatif dari posisi kompetitfnya dalam pangsa pasar
tersebut.

MNCTV berada di posisi “sapi perah” karena MNCTV pertumbuhan bisnisnya rendah terutama
dalam bidang periklanan tetapi posisi kompetitifnya kuat. Ketika namanya masih TPI,
pendapatan iklan menempati urutan terbawah dari 10 stasiun televisi nasional untuk itu TPI
mengganti namanya menjadi MNCTV agar pendapatan iklan bisa meningkat.

3.8. Analisa SWOT


a. Strengths

Stasiun televisi yang benar-benar menampilkan citra Indonesia

Menjadi pelopor pembangunan budaya melayu yang menyumbang dalam pembentukan karakter
budaya nasional.

Menempati urutan ke 4 dari 10 stasiun televisi nasional dalam posisi audience share 2010.

Memiliki banyak penghargaan.

Stasiun televisi yang menyajikan acara musik dangdud.

b. Weakness

Menempati urutan ke 10 dari 10 stasiun televisi nasional dalam pendapatan iklan.

Diasosiasikan sebagai Stasiun TV untuk orang tua/senior dengan tayangan “biasa saja” dan
kurang inovatif.

c. Opportunities

Penonton yang banyak yang berada di seluruh Indonesia.

Penggantian nama yang akan menambah citra.

Dibawah naungan MNC Group yang sudah mempunyai nama besar dan kredibilitas yang baik di
Indonesia untuk industri media.

d. Threats

Banyaknya stasiun televisi yang memiliki program unggulan.


Produk subtitusi seperti media cetak, radio dan internet sebagai media pemberi informasi.
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia tidak jadi dipailitkan karena laporan dugaan oleh CCGL
tidak terbukti benar, bukti-bukti belum jelas, dan karena pembukuan laporan tahunan yang
tersedia sangat jauh dari kata sederhana.

Perubahan nama TPI menjadi MNC hanyalah rebranding untuk kepentingan bisnis. Nama PT-
nya tetap CTPI, tetapi brand usahanya berganti menjadi MNC TV.

MNCTV memandang bahwa teknologi informasi memiliki peran dalam meningkatkan


kemampuan bersaing bagi pangsa pasar perusahaan atau lini bisnis.

MNCTV berada di posisi “sapi perah” karena MNCTV pertumbuhan bisnisnya rendah terutama
dalam bidang periklanan tetapi posisi kompetitifnya kuat. Ketika namanya masih TPI,
pendapatan iklan menempati urutan terbawah dari 10 stasiun televisi nasional untuk itu TPI
mengganti namanya menjadi MNCTV agar pendapatan iklan bisa meningkat.

4.2. Saran

Hendaknya Pengadilan Niaga sungguh-sungguh memperhitungkan putusan hakimnya


disesuaikan dengan bukti-bukti yang telah diidentifikasi, verifikasi, dan bagaimana kreditor atau
debitornya. Jangan sembarangan mengambil keputusan, karena akan berdampak pada
pelanggaran kode etik.
DAFTAR PUSTAKA

Thomas S. Bateman, Scott A. Shell. (2010). Management: The New Competitive Market.
McGraw-Hill College.

http://www.scribd.com/doc/30056518/ARTIKEL-KEPAILITAN

http://bisnistrategi.blogspot.com/2010/07/kronologi-sengketa-saham-tpi.html

http://mnctv.com

http://amriawan.blogspot.com/2010/10/tpi-berubah-nama-jadi-mnc-tv.html#ixzz2P6LYvcFJ

http://finance.detik.com/read/2010/10/20/114224/1469810/6/tpi-ganti-baju-jadi-mnc-tv-per-21-
oktober

http://www.maverick.co.id/media/2010/10/dibalik-pergantian-nama-tpi-menjadi-mnc-tv/

ADVERTISEMENT

Anda mungkin juga menyukai