Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Surabaya, seorang advokat menggugat Lion selaku pemilik
Maskapai Penerbangan Wings Air di karena penerbangan molor 3,5 jam.
Maskapai tersebut digugat oleh seorang advokat bernama DAVID ML
Tobing. DAVID, lawyer yang tercatat beberapa kali menangani perkara
konsumen, memutuskan untuk melayangkan gugatan setelah pesawat
Wings Air (milik Lion) yang seharusnya ia tumpangi terlambat paling
tidak sembilan puluh menit. Kasus ini terjadi pada 16 Agustus lalu ia
berencana terbang dari Jakarta ke Surabaya, pukul 08.35 WIB. Tiket
pesawat Wings Air sudah dibeli.Hingga batas waktu yang tertera di tiket,
ternyata pesawat tak kunjung berangkat.
DAVID mencoba mencari informasi, tetapi ia merasa kurang
mendapat pelayanan. Pendek kata, keberangkatan pesawat telat dari
jadwal. DAVID menuding Wings Air telah melakukan perbuatan melawan
hukum dengan keterlambatan keberangkatan dan tidak memadainya
layanan informasi petugas maskapai itu di bandara. Selanjutnya DAVID
mengajukan gugatan terhadap kasus tersebut ke pengadilan untuk
memperoleh kerugian serta meminta pengadilan untuk membatalkan
klausul baku
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang berikut ini permasalahan yang akan
dibahas, yaitu:
1. Apakah dampak negatif yang ditimbulkan dari pelanggaran etika
bisnis yang dilakukan pada keterlambatan Maskapai Penerbangan
Wings Air?
2. Apakah faktor yang menyebabkan Maskapai Penerbangan Wings
Air melakukan pelanggaran etika bisnis?
3. Bagaimana bentuk tanggung jawab sosial Maskapai Penerbangan
Wings Air?
BAB II
PEMBAHASAN
Untuk menganalisa kasus tersebut lebih jauh sebagai suatu tindak pidana
ekonomi maka harus dikaji terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan
hukum pidana ekonomi dan Hukum Perlindungan Konsumen sebagai salah satu
bentuk Hukum Pidana Ekonomi dalam arti Luas. Bahwa yang dimaksud dengan
Hukum Pidana Ekonomi sebagaimana disebutkan oleh Prof. Andi Hamzah adalah
bagian dari Hukum Pidana yang mempunyai corak tersendiri, yaitu corak-corak
ekonomi.Hukum tersebut diberlakukan untuk meminimalisir tindakan yang
menghambat perekonomian dan kemakmuran rakyat.
Dalam kasus yang menimpa DAVID, Tindakan yang dilakukan oleh pihak
Manajemen Wings Air dengan mencantumkan klausula baku pada tiket
penerbangan secara tegas merupakan tindakan yang bertentangan dengan hukum
perlindungan konsumen, sehingga terhadapnya dapat diklasifikasikan sebagai
tindak pidana ekonomi dalam arti luas.
Berdasarkan Penjelasan umum atas Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 1999 disebutkan bahwa faktor utama yang menjadi kelemahan
konsumen dalam perdagangan adalah tingkat kesadaran konsumen masih amat
rendah yang selanjutnya diketahui terutama disebabkan oleh rendahnya
pendidikan konsumen. Mengacu pada hal tersebut, UUPK diharapkan menjadi
landasan hukum yang kuat bagi pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen
swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui
pembinaan dan pendidikan konsumen.Sehingga diharapkan segala kepentingan
konsumen secara integrative dan komprehensif dapat dilindungi.
Perlindungan konsumen sebagaimana pasal 1 ayat (1) menyebutkan arti
dari perlindungan konsumen yakni : segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen. Sedangkan arti yang tidak
kalah penting ialah Konsumen, yakni setiap orang pemakai barang dan/atau jasa
yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Kata
tidak diperdagangkan ini berarti konsumen yang dilindungi ialah konsumen
tingkat akhir dan bukanlah konsumen yang berkesempatan untuk menjual
kembali atau reseller consumer.
Tindakan Wings Air mencantumkan Klausula baku pada tiket
penerbangan yang dijualnya, dalam hal ini menimpa DAVID, secara tegas
bertentangan dengan Pasal 62 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia
tentang Perlindungan Konsumen dimana terhadapnya dapat dipidana penjara
paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak RP. 2.000.000.000,- ,namun
dengan tidak mengesampingkan prinsip Ultimum Remedium.
Yang dimaksud dengan Klausula baku adalah segala klausula yang dibuat
secara sepihak dan berisi tentang pengalihan tanggung jawab dari satu pihak
kepada pihak yang lain. Sebagaimana ditentukan berdasarkan Pasal 18 UUPK
yakni: (1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang/jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap
dokumen dan/atau perjanjian apabila: a. menyatakan pengalihan tanggung jawab
pelaku usaha; (2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti. (3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan
oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan
Undangundang ini.
Selanjutnya berdasarkan penjelasan Pasal 18 ayat (1) UUPK disebutkan
bahwa tujuan dari pelarangan adalah semata-mata untuk menempatkan kedudukan
Konsumen setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak.
Selain itu khusus mengenai penerbangan, berdasarkan konvensi Warsawa
ditentukan perusahaan penerbangan tidak boleh membuat perjanjian yang
menghilangkan tanggung jawabnya.
Dalam kasus disebutkan bahwa, pada tiket penerbangan yang
diperjualbelikan memuat klausul “Pengangkut tidak bertanggung jawab atas
kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau keterlambatan
pengangkutan ini, termasuk segala kelambatan datang penumpang dan/atau
kelambatan penyerahan bagasi”. Berdasarkan pendapat saya, hal tersebut jelas
merupakan suatu bentuk klausula baku mengingat klausul yang termuat dalam
tiket tersebut dibuat secara sepihak oleh pihak Manajemen Wings Air yang
berisikan pengalihan tanggungjawab dalam hal terjadi kerugian dari pihak
manajemen kepada penumpang. Atas dimuatnya klausula tersebut jelas dapat
merugikan kepentingan konsumen.Penyedia jasa dapat serta merta melepaskan
tanggungjawabnya atas kerugian yang timbul baik yang ditimbulkan oleh
penyedia jasa sendiri maupun konsumen.Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tindakan yang dilakukan oleh Wings Air selaku peusahaan milik Lion Air
bertentangan dengan pasal 18 UUPK dan Konvensi Warsawa tentang
penerbangan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Agar tidak terjadi lagi kejadian-kejadian yang merugikan
bagi konsumen, maka kita sebagai konsumen harus lebih teliti lagi dalam
memilah milih barang/jasa yang ditawarkan dan adapun pasal-pasal bagi
konsumen, seperti:
• Kritis terhadap iklan dan promosi dan jangan mudah terbujuk;
• Teliti sebelum membeli;
• Biasakan belanja sesuai rencana;
• Memilih barang yang bermutu dan berstandar yang memenuhi
aspek keamanan, keselamatan,kenyamanan dan kesehatan;
• Membeli sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan;
• Perhatikan label, keterangan barang dan masa kadaluarsa;
Pasal 4, hak konsumen adalah :
a. Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
b. Disini pelaku usaha bidang pangan melanggar hak konsumen
tersebut. Ini terbukti Berdasarkan penyebab terjadi KLB (per-23 Agustus
2006) 37 kasus tidak jelas asalnya, 1 kasus disebabkan mikroba dan 8
kasus tidak ada sample.Pada tahun 2005 KLB yang tidak jelas asalnya
(berasal dari umum) sebanyak 95 kasus, tidak ada sample 45 kasus dan
akibat mikroba 30 kasus.Hasil kajian dan analisa BPKN juga masih
menemukan adanya penggunaan bahan terlarang dalam produk makanan
Ditemukan penggunaan bahan-bahan terlarang seperti bahan pengawet,
pewarna, pemanis dan lainnya yang bukan untuk pangan (seperti rhodamin
B dan methanil yellow).
c. Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.

Anda mungkin juga menyukai