C1H021919
1.Dalam Promosi Rumah, yang ada di Perumahan “Rindu Indah” , dalam prospektus
nya disebut rumah tersebut anti banjir, tetapi setelah dibeli oleh konsumen , pada
waktu musim hujan ternayata mereka kebanjiran .Bagaimanakah analisis saudara
terhadap kasus tersebut , berdasarkan UUPK
1. Pelanggaran Klaim: Jika klaim bahwa rumah tersebut "anti banjir" ternyata
tidak benar, ini dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap UUPK. UUPK
menuntut bahwa informasi yang diberikan kepada konsumen harus akurat
dan tidak menyesatkan.
2. Hak untuk Mendapatkan Informasi yang Jujur dan Tepat: UUPK memberikan
hak kepada konsumen untuk mendapatkan informasi yang jujur dan tepat
tentang produk atau jasa yang mereka beli. Jika klaim tentang ketahanan
terhadap banjir tidak akurat, maka konsumen mungkin memiliki dasar
hukum untuk mengajukan keluhan.
4. Hak untuk Meminta Ganti Rugi: Jika konsumen mengalami kerugian karena
klaim yang salah dalam prospektus, mereka berhak untuk meminta ganti
rugi. Ini bisa berupa pemulihan kerugian finansial yang mereka alami akibat
banjir.
Penting untuk dicatat bahwa setiap kasus dapat memiliki faktor-faktor yang unik,
dan penyelesaian yang tepat akan bergantung pada bukti-bukti yang ada dan
interpretasi UUPK oleh pengadilan atau badan penyelesaian sengketa yang
berwenang. Oleh karena itu, dalam kasus ini, penting untuk berkonsultasi dengan
seorang ahli hukum yang berpengalaman dalam masalah perlindungan konsumen
untuk mendapatkan nasihat hukum yang lebih spesifik.
Menurut Pasal 1320 KUHPer, suatu perjanjian sah jika memenuhi tiga syarat,
yaitu:
1. Kesepakatan para pihak (consensus ad idem): Para pihak harus memiliki
kesepakatan yang sama mengenai substansi perjanjian.
3. Suatu hal yang halal (suatu kausa yang halal): Perjanjian harus melibatkan
objek yang sah menurut hukum.
Dalam kasus ini, Eny adalah seorang anak berumur 11 tahun. Dalam hukum
Indonesia, anak di bawah umur (di bawah 18 tahun) dianggap belum memiliki
kapasitas hukum penuh untuk membuat perjanjian. Oleh karena itu,
perjanjian antara Eny dan penjual bunga untuk menukar sepeda dengan
bunga Aglonema mungkin tidak sah berdasarkan Pasal 1320 KUHPer.
Konsekuensi Hukum: Jika perjanjian tersebut dinyatakan tidak sah karena Eny
belum memiliki kapasitas hukum yang cukup, maka perjanjian tersebut dapat
dinyatakan batal atau tidak mengikat secara hukum. Artinya, baik Eny maupun
penjual bunga dapat mengembalikan barang yang mereka terima dalam
pertukaran.
1. Hak untuk Mendapatkan Informasi yang Jujur dan Tepat (Pasal 4 UUPK):
Konsumen memiliki hak untuk menerima informasi yang jujur dan tepat
mengenai produk yang mereka beli. Dalam kasus ini, pedagang yang
mencampur daging sapi dengan daging Celeng/babi hutan telah memberikan
informasi yang tidak jujur dan bisa melanggar ketentuan ini.
3. Hak untuk Mendapatkan Ganti Rugi (Pasal 19 UUPK): Jika konsumen telah
membeli produk yang tidak sesuai dengan deskripsi atau kualitas yang
dijanjikan, mereka berhak untuk mendapatkan ganti rugi. Dalam kasus ini,
konsumen yang membeli daging yang dicampur dengan daging Celeng/babi
hutan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi.
Force majeure adalah klausul yang termasuk dalam kontrak untuk menghapus
tanggung jawab atas bencana alam dan tidak dapat dihindari yang mengganggu
jalannya peristiwa yang diharapkan dan mencegah pihak terkait memenuhi
kewajiban. Force majeure sendiri merupakan istilah Perancis yang secara harfiah berarti
kekuatan yang lebih besar.
Suatu peristiwa yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pihak manapun,
seperti angin topan atau angin puting beliung. Namun, force majeure juga mencakup
tindakan manusia, seperti konflik bersenjata. Secara umum, untuk suatu peristiwa yang
masuk dalam kategori ini haruslah tidak terduga, di luar pihak-pihak dalam kontrak, dan
tidak dapat dihindari.
Contoh force majeure yang pernah terjadi adalah longsoran salju yang menghancurkan pabrik
pemasok di Pegunungan Alpen Prancis, sehingga menyebabkan penundaan pengiriman yang
lama dan membuat klien menuntut ganti rugi. Pemasok mungkin menggunakan alasan force
majeure lantaran longsoran salju adalah peristiwa yang tak terduga, eksternal, dan tak
tertahankan. Kecuali kontrak secara khusus menyebutkan longsoran salju sebagai
pengecualian kewajiban pemasok, pengadilan mungkin memutuskan bahwa pemasok
berhutang dan ganti rugi. Demikian pula, perang di zona yang dilanda konflik tidak terduga.
Pacta sunt servanda adalah prinsip hukum yang berarti "perjanjian harus ditepati" dalam bahasa
Latin. Prinsip ini menekankan pentingnya mematuhi perjanjian atau kontrak yang telah disepakati
secara sukarela oleh pihak yang terlibat. Ini adalah prinsip dasar dalam hukum kontrak yang
menegaskan bahwa pihak-pihak yang telah membuat perjanjian harus memenuhi kewajiban-
kewajiban mereka sesuai dengan isi kontrak tersebut.
Jadi, prinsip pacta sunt servanda mengatakan bahwa perjanjian yang sah dan sah hukum harus
dihormati, dan pihak yang melanggar perjanjian tersebut dapat dikenai sanksi hukum atau
tuntutan ganti rugi oleh pihak lain yang dirugikan. Prinsip ini adalah dasar bagi kepercayaan dan
stabilitas dalam bisnis dan hubungan hukum.
Contoh konkret pacta sunt servanda: Sebuah perusahaan telah menandatangani kontrak dengan
pemasok untuk pengiriman bahan baku dalam jumlah tertentu pada tanggal tertentu dengan
harga yang telah disepakati. Jika perusahaan tersebut gagal untuk membayar pemasok pada
tanggal yang telah disepakati atau tidak menerima pengiriman bahan baku sesuai dengan
kontrak, maka pemasok memiliki hak untuk mengajukan tuntutan hukum berdasarkan prinsip
pacta sunt servanda, meminta pembayaran atau ganti rugi yang sesuai.