Anda di halaman 1dari 3

Nama : Maria Esaura Ayu Utomo

NIM : 22.M1.0035
Kelas : Ilkom 01

 Contoh Perjanjian standar, baku dan sepihak.

Gambar diambil dari kompasiana.com

Perhatian:
Prinsip usaha kami adalah menyewakan “Mesin”
Ini berarti segala kerusakan yang terjadi dengan
cucian yang anda cuci (cacat, luntur, robek
(mengecil, dll) adalah menjadi tanggung jawab
anda dan bukan tanggung jawab kami,
Mohon Maaf.

 Mengapa saya mengambil contoh Perjanjian Sepihak, dengan menggunakan nota


laundry diatas?
Kalimat dengan highlight kuning diatas merupakan kalimat yang hanya disetujui oleh 1 pihak
yaitu pihak laundry. Sebagaimana kalimat diatas termasuk kedalam golongan perjanjian sepihak
atau yang lebih spesifik, kalimat tersebut termasuk kedalam golongan perjanjian baku. Menurut
pengertiannya perjanjian baku merupakan perjanjian tertulis yang bentuk dan isinya telah
dipersiapkan terlebih dahulu, yang mengandung syarat-syarat baku, yang dibuat oleh salah satu
pihak kemudian disodorkan kepada pihak lain untuk disetujui. Tertera di dalam nota di atas
bahwa Perjanjian tersebut hanya disodorkan kepada konsumen tanpa persetujuan dan
kesepakatan dari konsumen. Hal ini tentu bertolak belakang dengan perjanjian itu sendiri.
Dikutip dari Wikipedia, Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih
mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka.

 Pasal yang mendukung bila perjanjian diatas merupakan perjanjian sepihak dan tidak
sah di mata hukum.
1. Perjanjian di atas merupakan perjanjian sepihak menurut pasal 1313 KUHPerdata yang mana
dijelaskan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Tertera di dalam nota di atas
bahwa Perjanjian tersebut hanya disodorkan kepada konsumen tanpa persetujuan dan
kesepakatan dari konsumen.
2. Adapun syarat sahnya suatu perjanjian. Syarat sahnya suatu perjanjian dapat kita lihat dalam
Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua adalah syarat subjektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat adalah
syarat objektif. Jika syarat subjektif tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan,
sedangkan jika syarat objektif yang tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum.

 Tentang Perlindungan Konsumen dari Perjanjian Baku yang Merugikan Menurut UU


No. 8 Tahun 1999
Contoh nota yang diberikan pelaku usaha yang tertera di atas berkaitan dan tidak sesuai dengan :
1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
sebagaimana tertera dalam Pasal 4 tentang Hak Konsumen tepatnya nomor 8 yaitu :
Konsumen berhak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana
mestinya; Tentu saja bertolak belakang dengan kalimat yang tercantum bahwa kerusakan apapun
bukan tanggung jawab pihak laundry.
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
sebagaimana tertera dalam Bab V Pasal 18 Ketentuan Pencantuman Klausula Baku yaitu :
1. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; dst. Tentu saja bertolak belakang
dengan kalimat “segala kerusakan yang terjadi dengan cucian yang anda cuci (cacat, luntur,
robek, mengecil, dll) adalah menjadi tanggung jawab anda dan bukan tanggung jawab kami,”
Karena pihak laundry secara tidak langsung mengalihkan tanggung jawab kepada konsumen
tentang kerusakan apapun tanpa disepakati oleh pihak konsumen itu sendiri.

 Referensi :
https://lsc.bphn.go.id/ , https://gatrik.esdm.go.id/ , https://repository.ar-raniry.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai