DOSEN PEMBIMBING :
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
FRISTI UTAMI
SITI RAHMANI
FAKULTAS TARBIYAH
LUBUK PAKAM
2019
KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Karena atas rahmat dan
hidayah nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Begitu pula shalawat serta
salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad saw beserta sahabat dan
pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis sedikit mengalami kesulitan dan rintangan, namun berkat bantuan yang
diberikan dari berbagai pihak, kesulitan tersebut bisa teratasi dengan baik. Dengan
demikian, lewat lembaran ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bantuan nya dalam urusan penyelesaian makalah ini,
sehingga bernilai ibadah disisi Allah SWT. Amin.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
Hal
A. Kesimpulan .................................................................................................. 8
B. Saran ............................................................................................................ 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu dan moral, tanggung jawab sosial, serta revolusi genetika adalah hal
yang saling berhubungan. Terdapat beberapa pertanyaan yang menggelitik,
pertama benarkah makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran,
makin benar maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia dengan
penalaran tinggi lalu makin berbudi atau sebaliknya makin cerdas maka makin
pandai pula kita berdusta? Melalui makalah ini akan diuraikan mengenai ilmu dan
moral, tanggung jawab sosial ilmuwan.
1
Suriasumantri Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
2000.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian ilmu
Kata ilmu dalam bahasa Arab “Ilm” yang berarti memahami, mengerti,
atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat
berarti memahami suatu pengetahuan.
Istilah ilmu pengetahuan diambil dari kata bahasa Inggris science, yang
berasal dari bahasa Latin scientia dari bentuk kata kerja scire yang berarti
mempelajari , mengetahui. The Liang Gie (1987) memberikan pengertian
ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu
2
Suriasumantri Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,
1998), hlm 234
3
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm 231
3
metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional empiris mengenai
dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan pengetahuan sistematis
yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia.4
Moral berasal dari kata Latin mos jamaknya mores yang berarti adat atau
cara hidup. Etika dan moral sama artinya, tetapi dalam penilaian sehari-hari
ada sedikit perbedaan. Moral dan atau moralitas dipakai untuk perbuatan yang
sedang dinilai. Adapun etika dipakai untuk pengkajian sistem nilai yang ada.7
Kata moral juga dalam bahasa Yunani sama dengan ethos yang melahirkan
etika. Sebagai cabang filsafat, etika sangat menekankan pendekatan yang
kritis dalam melihat nilai (takaran, harga, angka kepandaian, kadar/mutu,
sifat-sifat yang penting/berguna) dan moral tersebut serta permasalahan-
permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan moral itu.8
4
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm 108
5
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hlm
56,57
6
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm 111, 112
7
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hlm
147
8
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), hlm 271
4
pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran. Jadi,
etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama.9
9
Surajiyo, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hlm
147
10
Suriasumantri Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 2000), hlm 229
5
menentukan teknologi mana saja yang akan dipergunakan dan teknologi mana
yang tidak. Secara konseptual maka hal ini berarti bahwa suatu masyarakat harus
menetapkan strategi pengembangan teknologinya agar sesuai dengan nilai-nilai
budaya yang dijunjungnya.
11
Fuad Ihsan, Filsafat Ilmu, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010),hlm 280
6
Ilmu yang diusahakan dengan aktivitas manusia harus dilaksanakan
dengan metode tertentu sehingga mendatangkan pengetahuan yang sistematis.
Manusia harus mempunyai moral jika ia ingin dihormati sesamanya. Untuk
menerapkan ilmu pengatahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai
pertimbangan untuk proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih
lanjut.
Jadi jelaslah bahwa Ilmu dan moral memiliki keterkaitan yang sangat kuat.
Seperti yang telah diutarakan diatas bahwa ilmu bisa menjadi malapetaka
kemanusiaan jika seseorang memanfaatkannya tidak bermoral atau paling tidak
mengindahkan nilai-nilai moral yang ada. Tetapi, sebaliknya ilmu akan menjadi
rahmat bagi kehidupan manusia jika dimanfaatkan secara benar dan tepat serta
mengindahkan aspek moral. Dengan demikian kekuasaan ilmu ini mengharuskan
seorang ilmuwan memiliki landasan moral yang kuat. Tanpa landasan dan
pemahaman terhadap nilai-nilai moral, seorang ilmuwan bisa menjadi “monster”
yang setiap saat bisa menerkam manusia, artinya bencana kemanusian bisa setiap
saat terjadi. Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berilmu itu jauh lebih jahat
dan membahayakan dibandingkan dengan kejahatan orang yang tidak berilmu.
Salah satu sendi masyarakat modern adalah ilmu dan teknologi. Inilah
merupakan tanggung jawab sosial seorang ilmuwan. Seorang ilmuwan secara
12
Suriasumantri Jujun S, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. (Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan, 1998), hlm 244
7
moral tidak akan membiarkan hasil penemuannya dipergunakan untuk menindas
bangsa lain meskipun yang mempergunakannya itu adalah bangsanya sendiri.
Seorang ilmuwan tidak boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap,
berpihak kepada kemanusiaan. Pilihan moral memang terkadang getir sebab tidak
bersifat hitam di atas putih. Seorang ilmuwan tidak boleh menyembunyikan hasil
penemuannya itu, apapun juga bentuknya dari masyarakat luas serta apapun juga
konsekuensi yang akan terjadi dari penemuannya itu. Seorang ilmuwan tidak
boleh memutar balikkan temuannya jika hipotesis yang dijunjung tinggi tersusun
atas kerangka pemikiran yang terpengaruh preferensi moral ternyata hancur
berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penyajian makalah tentang ilmu dan moral, tanggung jawab sosial
ilmuwan dan revolusi genetika dapat kami tarik kesimpulan bahwa:
Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia. Moral adalah sistem nilai (sesuatu yang dijunjung tinggi)
yang berupa ajaran (agama) dan paham (ideologi) sebagai pedoman untuk
bersikap dan bertindak baik yang diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya.
Jadi hubungan antara ilmu dan moral adalah sangat erat bahwa setiap usaha
manusia untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman dari
berbagai segi harus berpedoman pada ajaran agama dan paham ideologi dalam
bersikap dan bertindak.
B. Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
A.G.M, Ilmu van Melsen Pengetahuan dan Tnggung Jawab Kita, (Jakarta
Gramedia Pustaka Utama,
Hamid Farida, Kamus Ilmiah Populer Lengkap, Surabaya : Penerbit Apollo, 2002
10