Anda di halaman 1dari 6

ESAI KULIAH PAKAR

BLOK PENELITIAN KESEHATAN

“ETIKA PENELITIAN”

Disusun Oleh :

Gusti Ayu Pradiipta Devi Suastina (019.06.0032)

Kelas A

Dosen : dr. Fauzy Ma’ruf, Sp. Rad., SH., MH., M. Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

2022
PENDAHULUAN

Prinsip-prinsip keilmuan kesehatan selalu didasari oleh adanya bukti penelitian yang sah,
atau lebih dikenal dengan sebutan evidence based medicine. Dengan kata lain, segala
penanganan yang diberikan kepada pasien harus didasarkan oleh teori ilmiah yang sudah
dibuktikan kebenaran dan keberhasilannya. Oleh karena itu, perkembangan bidang ilmu
kesehatan sangat dipengaruhi oleh penelitian.

Dalam menyelenggarakan penelitian, seringkali manusia dijadikan subjek penelitian atau


responden untuk menilai kebenaran suatu teori. Namun, subjek manusia memiliki
kemungkinan untuk mengalami ketidak nyamanan dan menderita efek negatif dari suatu
penelitian. Oleh karena itu, manusia sebagai subjek penelitian memiliki hak asasi yang harus
dihargai. Jadi, penting bagi peneliti untuk menanyakan kesediaan manusia yang akan dijadikan
subjek dalam usaha menjaga martabatnya sebagai manusia.

ISI

Pengertiannya secara umum, istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu
“ethos” yang dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput,
kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak
(ta etha) yang artinya adalah adat kebiasaan (Kirana, 2020).

Etika penelitian adalah pertimbangan rasional mengenai kewajiban-kewajiban moral


seorang peneliti atas apa yang dikerjakannya dalam penelitian, publikasi, dan pengabdiannya
kepada masyarakat. Selain penguasaan metodologi yang memungkinkannya untuk mendapat
pengetahuan tentang suatu bidang, seorang peneliti perlu memberikan perhatian pada prinsip-
prinsip etika penelitian (Tim Komisi Etika Penelitian Unika Atma Jaya, 2017). Etika penelitian
dapat mendidik peneliti untuk memperlakukan responden ataupun sampel penelitian dengan
baik dan benar serta memantau para peneliti sehingga penyelenggaraan penelitian sesuai
standar etika yang seharusnya.

Adanya pemikiran tekait etika penelitian beranjak dari adanya berbagai pelanggaran
etika yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Puncak dari pelanggaran etika
penelitian dalam bidang kedokteran/kesehatan terjadi pada pemerintahan NAZI (Jerman:
Nationalsozialismus) yang melakukan penelitian terhadap tawanan perang kala itu. Pada tahun
1940 hingga tahun 1945 di sebuah penjara di Auschwitz, Polandia terjadi sebuah kasus besar
pelanggaran etika penelitian telah dilakukan oleh seorang dokter yang diberi julukan “The
Angel of Death” dialah Dr. Josef Mengele. Dokter tersebut melakukan penelitian untuk melihat
genetika anak kembar dan orang kerdil, selain itu Dr. Mengele melakukan penelitian untuk
mengetahui tubuh manusia yang dimanipulasi secara tidak wajar. Berdasarkan data yang
didapatkan, anak – anak kembar dikelompokan berdasarkan usia dan jenis kelamin dan
dikurung dalam barak – barak selama penelitian. Anak – anak tersebut disuntikan zat pewarna
pada mata untuk melihat perubahan warna mata mereka, selain itu penelitian terhadap anak –
anak kembar yang dijahit dan disatukan untuk menciptakan kembar siam. Telah banyak
dilaporkan penelitian Dr. Mengele yang imoral seperti penelitian sterilisasi manusia,
penggunaan sulfonamida, gas beracun, obat malaria, hingga penelitian melihat hipotermia
dengan merendam subjek manusia ke dalam air dingin dalam waktu tertentu (Syahputra, 2018
dan Irwan, 2020).

Dokumen penting yang menjadi cikla-bakal penerapan etika muncul di Jerman, yaitu
Nuremberg code (Jerman: The Nurenberg code). The Nuremberg code muncul sebagai reaksi
hakim Amerika atas malpraktik yang dilakukan oleh dokter tantara Nazi yang ditunduh
melakukan pembunuhan dan penyiksaan dalam penelitian pada manusia tahun 1947. Walaupun
The Nuremberg code tidak pernah dipakai secara resmi dalam aturan hukum, tetapi memiliki
pengaruh besar terhadap hukum hak asasi manusia dan etik kedokteran.

Prinsip dasar dari Nuremberg code pada akhirnya diadopsi oleh asosiasi kedokteran
dunia dan menjadi bagian dari etik kedokteran yang dituangkan dalam Deklarasi Helsinki,
Finlandia pada tahun 1964. Deklarasi Helsinki menekankan prinsip etika dalam melakukan
penelitian bidang kedokteran dengan menggunakan manusia sebagai subjeknya, termasuk
penelitian tentang materi dan data bagian dari identitas (organ) manusia. Prinsip dasar dari
Deklarasi Helsinki harus mengutamakan kesehatan atau kesejahteraan individu yang menjadi
subjek penelitian daripada kepentingan lainnya (Hendrastuti dkk, 2021).

Perkembangan etika penelitian di Indonesia dimulai pada tahun 1982, FK Universitas


Indonesia merumuskan pedoman etik bagi peneliti: “Kode etik penelitian” yang memakai
deklarasi Helsinki sebagai dasarnya. Selanjutnya, pada tahun 1984 Dekan FKUI membentuk
panitia etik penelitian yang bertgas mengeluarkan ethical clearance. Kemudian, pada tahun
1986 FKUI bersama Consortium of Health Science (CHS) mengadakan lokakarya yang
menghasilkan pedoman etik penelitian kedokteran dan rekomendasi pembentukan panitia etika
penelitian di semua fakultas kedokteran. Pada tahun 1987, BKKBN membentuk panitia etik
penelitian dan disusul Balitbangkes dua tahun kemudian. Akhirnya, PERMENKES No. 7 tahun
2016 tentang komisi etik penelitian dan pengembangan kesehatan nasional. Selain itu, pada
2017 pedoman dan standar etik penelitian dan pengembangan kesehatan nasional disahkan oleh
kementrian kesehatan (Duarsa dkk, 2021).

Terdapat 4 prinsip dasar etika penelitian, yaitu respect for person, beneficence, non-
maleficence dan justice. Prinsip respect for person menegaskan bahwa manusia adalah pribadi
yang memiliki kehendak bebas dan kemampuan untuk bertanggung jawab atas keputusan-
keputusannya. Pada prinsip ini, seorang peneliti diwajibkan untuk menghormati manusia
sebagai makhluk yang memiliki otonomi, kemampuan dalam bernalar dan mengambil
keputusan. Selain itu, pada prinsip ini juga menghormati martabat dan harkat tiap individu,
menghargai hak masyarakat atas kekayaan kulturalnya sebagai bukti penghormatan serta
melindungi hak dan kesejahteraan pribadi dan komunitas yang tidak memiliki kemampuan
untuk mengambil keputusan serta memberikan perlindungan kepada partisipan penelitian
terhadap kemungkinan timbulnya kerugian dan penyalahgunaan dalam penelitian (Elisabeth
dkk, 2021).

Prinsip kedua dan ketiga adalah prinsip berbuat baik dan tidak merugikan (beneficence
and non-maleficence). Prinsip ini menegaskan kewajiban peneliti untuk berbuat baik,
mengusahakan manfaat semaksimal mungkin, dan meminimalkan kerugian bagi setiap orang
yang terlibat dalam penelitian. Setiap tindakan yang dapat merugikan partisipan penelitia perlu
dipertimbangkan dengan hati-hati dengan menerapkan prinsip do no harm, termasuk dalam
kasus adanya konflik kepentingan (Elisabeth dkk, 2021).

Prinsip terakhir adalah keadilan (justice). Prinsip ini menegaskan bahwa setiap peneliti
memiliki kewajiban etis untuk memperlakukan tiap orang secara setara berdasarkan
keterlibatannya dalam penelitian. Prinsip ini juga menjamin pembagian yang seimbang dalam
hal beban dan manfaat yang diperoleh partisipan penelitian baik individu maupun masyarakat
berdasarkan keikutsertaan dalam penelitian (Elisabeth dkk, 2021).

Dalam penyelenggaraan penelitian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan peneliti,
diantaranya adalah (Duarsa dkk, 2021):

1. Informed consent
Informasi persetujuan adalah mekanisme prinsip untuk menjelaskan studi penelitian
kepada peserta potensial dan memberikan kesempatan mereka untuk membuat keputusan
partisipasi. Tiga elemen penting dari informed consent adalah kompetensi, pengetahuan
dan kesukarelaan. Dalam konteks penelitian, hak asasi rentan untuk dilanggar akibat
kerentanan intrinsik (kondisi mentalitas calon peserta), kerentanan ekstrinsik (faktor
kondisi lingkungan peserta), serta kerentanan hubungan (kondisi hubungan antar peserta
dengan peneliti atau peserta lain) (Novianti dan Seprianto, 2017).
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam informed consent adalah individual consent,
community agreement, selective disclosure of information, under influence, dan
inducement to participate.
2. Maximizing benefit
Terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan manfaat
penelitian, antara lain dengan mampu mengkomunikasikan hasil penelitian sekaligus
menjaga hal-hal yang tidak dapat diberitahukan dari hasil penelitian serta melakukan
pelayanan kesehatan kepada komunitas yang menjadi partisipan.
3. Minimizing harm
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam meminimalisir resiko penelitian adalah
peneliti harus memahami hal-hal apa saja yang dapat menyebabkan keresahan di
lingkungan masyarakat, mencegah terjadinya kerugian kepada kelompok masyarakat,
mencegah kerugian pada masyarakat apabila menjelaskan atau mengumumkan hasil yang
sebenarnya, mencegah terusiknya norma nilai masyarakat, dan penghormatan pada budaya
masyarakat.
4. Confidentiality
Peneliti harus mempertimbangkan penyebaran informasi pasien dalam data
penelitian, agar tidak terjadi pelanggaran privasi.

Ethical Clearance

Ethical clearance atau persetujuan etik dilakukan oleh Komisi Etika Penelitian
Kesehatan Institusi (KEPKI) yang didapatkan sebelum penelitian dilakukan. Bagi subjek
penelitian, persetujuan etik penting mengingat adanya kepastian perlindungan pada manusia
yang diikutsertakan dalam penelitian. Bagi peneliti, persetujuan etik bermanfaat untuk
menghindari pelanggaran HAM, prasyarat pencairan dana penelitian atau publikasi ilmiah.

PENUTUP

Etika penelitian adalah pertimbangan rasional mengenai kewajiban-kewajiban moral


seorang peneliti atas apa yang dikerjakannya dalam penelitian, publikasi, dan pengabdiannya
kepada masyarakat. Adanya pemikiran tekait etika penelitian beranjak dari adanya berbagai
pelanggaran etika yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Seiring berjalannya
waktu, disahkan berbagai peraturan dan pedoman etik penelitian yang bermanfaat bagi subjek
penelitian maupun peneliti dalam penyelenggaraan penelitian.

REFERENSI:

Duarsa, Artha Budi Susila Duarsa, I Putu Dedy Arjita, Fauzy Ma’ruf, Aena Mardiah, Fachrudi
Hanafi, Jian Budiarto, Sukandriani Utami. 2021. Buku Ajar Penelitian Kesehatan.
Mataram: Universitas Islam Al-Azhar.

Elisabeth Sri, Erliza, Noor, Etty Riani, Evy Damayanthi, Husin Alatas, Irma Isnafia Arief,
Mohamad Agus Setiadi, Ni Wayan Kurniani Karja. 2021. Etika Penelitian dan Publikasi
Ilmiah. Bogor : Penerbit Institut Pertanian Bogor.

Irwan. 2020. Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta : Absolute Media.

Kirana, Yanti. 2020. Psikologi Dan Etika Profesi Dalam Nilai-Nilai Ilmu Pengetahuan. Banten:
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Painan.

Novianti, Titta dan Seprianto. 2017. Modul Mata Kuliah Bioetika Program Studi Bioteknologi.
Jakarta : Universitas Esa Unggul.

Tim Komisi Etika Penelitian Unika Atma Jaya. 2017. Pedoman Etika Penelitian Unika Atma
Jaya. Jakarta: Penerbit Kanisius.

Syahputra, Gita. 2018. Etika Dalam Penelitian Biomedis Dan Uji Klinis. BioTrends Volume 9
Nomor 1, 7-15.

Anda mungkin juga menyukai