Anda di halaman 1dari 16

REFERENSI ARTIKEL

EPIDURAL HEMATOM

DISUSUN OLEH :

Andre Thadeo Abraham G99172039

Alvian Chandra B. G99172031

Sekar Ayu Kinanti T. G99171041

Yusuf Arif Salam G99171051

Dokter Muda Periode : 11 Februari-17 Februari 2019

PEMBIMBING:

dr. Ferry Wijanarko, Sp.BS

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2019

0
BAB I
PENDAHULUAN

Hematoma epidural (EDH) adalah kumpulan darah ekstra aksial dalam ruang
potensial antara lapisan luar dura mater dan bagian dalam tengkorak. Ini dibatasi oleh
sutura lateral (terutama sutura coronalis) di mana dura dimasukkan. EDH adalah
kondisi yang mengancam jiwa, yang mungkin memerlukan intervensi segera dan dapat
dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang signifikan jika tidak ditangani.
Diagnosis dan evakuasi cepat penting untuk hasil yang baik.

Hematom jenis ini biasanya berasal dari perdarahan arteriel akibat adanya
fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri-arteri meningens
( a. Meningea media ). Fraktur tengkorak yang menyertai dijumpai pada 8% - 95%
kasus, sedangkan sisanya (9%) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa ada
fraktur (terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya
sementara). Hematom epidural yang berasal dari perdarahan vena lebih jarang terjadi.

Hematoma epidural terjadi pada 2% dari semua cedera kepala dan hingga 15%
dari semua trauma kepala fatal. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan.
Usia rata-rata pasien yang terkena adalah 20 hingga 30 tahun, dan jarang terjadi setelah
50 hingga 60 tahun. Seiring bertambahnya usia individu, dura mater menjadi lebih
melekat pada tulang di atasnya. Ini mengurangi kemungkinan bahwa hematoma dapat
berkembang di ruang antara cranium dan dura.

Epidural hematoma merupakan kasus emergensi di bedah saraf karena


progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga
langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra
tentorial. Karena itu setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri
kepala yang berlangsung lama, apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan
diperiksa dengan teliti.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Hematoma epidural (EDH) adalah kumpulan darah ekstra aksial dalam
ruang potensial antara lapisan luar dura mater dan bagian dalam tengkorak. Ini
dibatasi oleh sutura lateral (terutama sutura coronalis) di mana dura
dimasukkan. EDH adalah kondisi yang mengancam jiwa, yang mungkin
memerlukan intervensi segera dan dapat dikaitkan dengan morbiditas dan
mortalitas yang signifikan jika tidak ditangani. Diagnosis dan evakuasi cepat
penting untuk hasil yang baik Hematom jenis ini biasanya berasal dari
perdarahan arteriel akibat adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi
langsung atau robekan arteri-arteri meningens (a. Meningea media ).
Sebagian besar hematoma epidural (EDH) (70-80%) berlokasi di daerah
temporoparietal, di mana bila biasanya terjadi fraktur calvaria yang berakibat
robeknya arteri meningea media atau cabang-cabangnya, sedangkan 10% EDH
berlokasi di frontal maupun oksipital. Volume EDH biasanya stabil, mencapai
volume maksimum hanya beberapa menit setelah trauma, tetapi pada 9%
penderita ditemukan progresifitas perdarahan sampai 24 jam pertama.
Otak ditutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di
kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut dura.
Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk
periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di
kepala kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak
mungkin akan menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah
yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan

2
maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak,
keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.
Epidural hematom sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency dan
biasanya berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih
besar, sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom
berhubungan dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan.
Arterial hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah
tulang temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi
perdarahan arteri maka hematom akan cepat terjadi.
Manifestasi neurologik akan terjadi beberapa jam setelah trauma kapitis.
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran yang menurun secara progresif.
Pupil pada sisi perdarahan pertama-tama sempit, tetapi kemudian menjadi lebar
dan tidak bereaksi terhadap penyinaran cahaya. Inilah tanda bahwa herniasi
tentorial sudah menjadi kenyataan. Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul
berikutnya, mencerminkan tahap-tahap disfungsi rostrokaudal batang otak.
Pada tahap kesadaran sebelun stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparesis atau
seranagan epilepsi fokal. Hanya dekompresi bisa menyelamatkan keadaan.
Tipe EDH :
1. Epidural hematoma akut (58%) perdarahan dari arteri
2. Subacute hematoma ( 31 % )
3. Cronic hematoma ( 11%) perdarahan dari vena

B. ANATOMI

Tulang kepala terdiri dari calvaria (atap tengkorak) dan basis cranium (dasar
tengkorak). Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuibis tulang tengkorak
disebabkan oleh trauma. Fraktur calvarea dapat berbentuk garis (liners) yang
bisa non impresi (tidak masuk / menekan kedalam) atau impresi. Fraktur
tengkorak dapat terbuka (dua rusak) dan tertutup (dua tidak rusak).

3
Tulang kepala terdiri dari 2 dinding yang dipisahkan tulang berongga,
dinding luar (tabula eksterna) dan dinding dalam (labula interna) yang
mengandung alur-alur artesia meningia anterior, indra dan prosterion.
Perdarahan pada arteria-arteria ini dapat menyebabkan tertimbunya darah
dalam ruang epidural.

Otak di lindungi dari cedera oleh rambut, kulit dan tulang yang
membungkusnya, tanpa perlindungan ini, otak yang lembut yang membuat kita
seperti adanya, akan mudah sekali terkena cedera dan mengalami kerusakan.
Selain itu, sekali neuron rusak, tidak dapat di perbaiki lagi. Cedera kepala dapat
mengakibatkan malapetaka besar bagi seseorang. Sebagian masalah merupakan
akibat langsung dari cedera kepala. Efek-efek ini harus dihindari dan di
temukan secepatnya dari tim medis untuk menghindari rangkaian kejadian yang
menimbulkan gangguan mental dan fisik dan bahkan kematian.

Gambar 1 . anatomi lapisan-lapisan tengkorak

4
Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, suatu jaringan fibrosa,
padat dapat di gerakkan dengan bebas, yang memebantu menyerap kekuatan
trauma eksternal. Di antar kulit dan galea terdapat suatu lapisan lemak dan
lapisan membrane dalam yang mngandung pembuluh-pembuluih besar.

Bila robek pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat


menyebabkan kehilangan darah yang berarti pada penderita dengan laserasi
pada kulit kepala. Tepat di bawah galea terdapat ruang subaponeurotik yang
mengandung vena emisaria dan diploika. Pembuluh-pembuluh ini dapat
membawa infeksi dari kulit kepala sampai jauh ke dalam tengkorak, yang jelas
memperlihatkan betapa pentingnya pembersihan dan debridement kulit kepala
yang seksama bila galea terkoyak.

Pada orang dewasa, tengkorak merupakan ruangan keras yang tidak


memungkinkan perluasan intracranial. Tulang sebenarnya terdiri dari dua
dinding atau tabula yang di pisahkan oleh tulang berongga. Dinding luar di
sebut tabula eksterna, dan dinding bagian dalam di sebut tabula interna. Struktur
demikian memungkinkan suatu kekuatan dan isolasi yang lebih besar, dengan
bobot yang lebih ringan. Tabula interna mengandung alur-alur yang berisiskan
arteria meningea anterior, media, dan posterior.

Apabila fraktur tulang tengkorak menyebabkan rusaknya salah satu dari


artery-artery ini, perdarahan arterial yang di akibatkannya, yang tertimbun
dalam ruang epidural, dapat menimbulkan akibat yang fatal kecuali bila di
temukan dan diobati dengan segera.

Pelindung lain yang melapisi otak adalah meninges. Ketiga lapisan


meninges adalah duramater, arachnoid, dan piamater:

1. Dura mater cranialis, lapisan luar yang tebal dan kuat. Terdiri atas dua
lapisan:

5
a. Lapisan endosteal (periosteal) sebelah luar dibentuk oleh periosteum
yang membungkus dalam calvaria
b. Lapisan meningeal sebelah dalam adalah suatu selaput fibrosa yang kuat
yang berlanjut terus di foramen mágnum dengan duramater spinalis
yang membungkus medulla spinalis
2. Arachnoideamater cranialis, lapisan antara yang menyerupai sarang laba-
laba
3. Piamater cranialis, lapis terdalam yang halus yang mengandung banyak
pembuluh darah.

C. ETIOLOGI

Hematoma epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.

Etiologi yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi :

1.Trauma kepala
2.Sobekan a/v meningea mediana
3.Ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum
4.Ruptur v diplorica

Hematom epidural biasanya berasal dari perdarahan arterial akibat


adanya fraktur linier yang menimbulkan laserasi langsung atau robekan arteri
meningea mediana.Fraktur tengkorak yang menyertainya dijumpai 85-95%
kasus, sedang sisanya ( 9% ) disebabkan oleh regangan dan robekan arteri tanpa
ada fraktur terutama pada kasus anak-anak dimana deformitas yang terjadi hanya
sementara. Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan

6
dalam waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir
selalu berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada kebanyakan pasien,
perdarahan terjadi pada arteri meningeal tengah, vena atau keduanya. Pembuluh
darah meningeal tengah cedera ketikaterjadi garis fraktur melewati lekukan
minengeal pada squama temporal.

D. KLASIFIKASI

Berdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi :


1. Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma
2. Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam – 7 hari
3. Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7

E. PATOFISIOLOGI

1. Cedera arteri
Sebagian besar hematoma epidural dihasilkan dari perdarahan arteri
dari cabang arteri meningeal media. Arteri meningeal anterior atau fistula dural
arteriovenous (AV) pada verteks mungkin terlibat.
2. Cedera vena
Hingga 10% EDH disebabkan pendarahan vena setelah laserasi sinus
vena dural. Pada orang dewasa, hingga 75% EDH terjadi di wilayah temporal.
Namun, pada anak-anak, mereka terjadi dengan frekuensi yang sama di daerah
fossa temporal, oksipital, frontal, dan posterior. Fraktur tengkorak terjadi pada
sebagian besar pasien dengan EDH. Hematoma ini sering hadir di bawah
fraktur bagian skuamosa tulang temporal. Jika kondisi ini terjadi dalam tulang
belakang, entitas ini digambarkan sebagai hematoma epidural tulang belakang.

7
Berdasarkan perkembangan radiografi, dapat diklasifikasikan menjadi salah
satu dari berikut ini:
 Tipe I: Akut; terjadi pada hari 1 dan berhubungan dengan "pusaran"
darah yang tidak menggumpal
 Tipe II: Subakut terjadi antara hari 2 hingga 4 dan biasanya padat
 Tipe III: Kronis terjadi antara hari 7 hingga 20; penampilan campuran
atau lucent dengan peningkatan kontras

F. GEJALA KLINIS

Presentasi khas adalah hilangnya kesadaran awal setelah trauma, pemulihan


sementara lengkap ("sering disebut sebagai lucid interval"), yang berpuncak pada
perkembangan cepat dari kerusakan neurologis. Ini terjadi pada 14% hingga 21%
pasien dengan EDH. Namun, pasien-pasien ini mungkin tidak sadar sejak awal atau
mungkin sadar kembali setelah koma singkat atau mungkin tidak kehilangan
kesadaran. Oleh karena itu, presentasi berkisar dari kehilangan kesadaran sementara
hingga koma. Lucid interval klasik terjadi pada EDH murni yang sangat besar dan
menunjukkan temuan CT scan perdarahan aktif. Presentasi gejala tergantung pada
seberapa cepat EDH berkembang dalam ruang tengkorak. Seorang pasien dengan
EDH kecil mungkin tidak menunjukkan gejala, tetapi ini jarang terjadi. Selain itu,
EDH juga dapat berkembang secara tertunda.

EDH posterior adalah peristiwa yang jarang terjadi. Jenis EDH ini dapat
menyebabkan sekitar 5% dari semua lesi massa intrakranial posttraumatic. Pasien
dengan posterior fossa EDH mungkin tetap sadar sampai akhir dalam evolusi
hematoma, ketika mereka tiba-tiba kehilangan kesadaran, menjadi apnea, dan
meninggal. Lesi-lesi ini sering meluas ke kompartemen supratentorial dengan
melucuti dura di atas sinus transversal, menghasilkan perdarahan intrakranial yang
signifikan.

8
Hematoma yang membesar ini akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan
intrakranial yang dapat dideteksi dalam pengaturan klinis dengan mengamati
pelebaran pupil ipsilateral (sekunder akibat herniasi uncal dan kompresi saraf
oculomotor), adanya peningkatan tekanan darah, denyut jantung yang melambat,
dan pernapasan yang tidak teratur. Triad ini dikenal sebagai "Cushing reflex."
Temuan ini dapat mengindikasikan perlunya intervensi intrakranial segera untuk
mencegah depresi dan kematian sistem saraf pusat (SSP)

Gejala klinis hematom epidural terdiri dari trias gejala:

1. Interval lusid (interval bebas)


2. Hemiparesis
3. Pupil anisokor

G. GAMBARAN RADIOLOGI

1. Foto Polos Kepala


Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai
epidural hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan
sisi yang mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang
yang memotong sulcus arteria meningea media.
2. Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan
potensi cedara intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian
saja (single) tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk
bikonfeks, paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang
homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi
kontralateral.Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas
yang tinggi pada stage yang akut (60 – 90 HU), ditandai dengan adanya
peregangan dari pembuluh darah.

9
Gambar 2. CT scan Epidural hematoma ( panah biru) dan subdural
hematoma (panah kuning)

3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang
menggeser posisi duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater.
MRI juga dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan
salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.

H. DIAGNOSIS BANDING

1. Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater
dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan
hematoma epidural yang berkembang lambat.
Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang menyebabkan
bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a.
kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-

10
Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang
hiperdens berbentuk bulan sabit.

Gambar 3. Epidural hematoma vs subdural hematoma


2. Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh
darah di dalamnya.
I. PENANGANAN EPIDURAL HEMATOMA

EDH adalah kedaruratan pada bedah saraf. Karena itu, diperlukan evakuasi
bedah segera untuk mencegah cedera neurologis yang ireversibel dan kematian
akibat ekspansi hematoma dan herniasi. Konsultasi bedah saraf harus segera
dilakukan karena penting untuk melakukan intervensi dalam 1 hingga 2 jam
presentasi. Prioritasnya adalah menstabilkan pasien, termasuk ABC (jalan napas,
pernapasan, sirkulasi), dan ini harus segera diatasi.

Intervensi bedah direkomendasikan pada pasien dengan:

 EDH akut
 Volume hematoma lebih besar dari 30 ml terlepas dari skor koma Glasgow
(GCS)
 GCS kurang dari 9 dengan kelainan pupil seperti anisocoria

11
Manajemen Operatif

Pada pasien dengan EDH akut dan simtomatik, pengobatannya adalah evakuasi
kraniotomi dan hematoma. Berdasarkan literatur yang tersedia, "trephination" (atau
evakuasi lubang jarum) sering merupakan bentuk intervensi yang penting jika
keahlian bedah yang lebih maju tidak tersedia; bahkan dapat menurunkan angka
kematian. Namun, kinerja kraniotomi, jika memungkinkan, dapat memberikan
evakuasi hematoma yang lebih menyeluruh.

Manajemen Non-Operatif

Ada kelangkaan literatur yang membandingkan manajemen konservatif dengan


intervensi bedah pada pasien dengan EDH. Namun, pendekatan non-bedah dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan EDH akut yang memiliki gejala ringan dan
memenuhi semua kriteria yang tercantum di bawah ini:

 Volume EDH kurang dari 30 ml


 Diameter gumpalan kurang dari 15 mm
 Pergeseran garis tengah kurang dari 5 mm
 GCS lebih besar dari 8 dan pada pemeriksaan fisik, tidak menunjukkan
gejala neurologis fokal.

Jika keputusan dibuat untuk mengelola EDH akut non-pembedahan, observasi


ketat dengan pemeriksaan neurologis berulang dan pengawasan terus-menerus
dengan pencitraan otak diperlukan, karena risiko untuk ekspansi hematoma dan
kerusakan klinis ada. Rekomendasi adalah untuk mendapatkan CT scan kepala
tindak lanjut dalam waktu 6 hingga 8 jam setelah cedera otak.

J. PROGNOSIS EPIDURAL HEMATOMA

Secara umum, pasien dengan EDH murni memiliki prognosis yang sangat baik
dari hasil fungsional setelah evakuasi bedah, ketika terdeteksi dengan cepat dan

12
dievakuasi. Keterlambatan diagnosis dan pengobatan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas.

EDH yang disebabkan oleh perdarahan arteri berkembang dengan cepat dan
dapat dideteksi dengan cepat. Tetapi yang disebabkan oleh robekan sinus dural
berkembang lebih lambat. Dengan demikian, manifestasi klinis dapat tertunda,
dengan keterlambatan yang terjadi dalam pengenalan dan evakuasi. Umumnya,
volume EDH lebih besar dari 50 cm sebelum evakuasi menghasilkan hasil
neurologis yang lebih buruk dan akibat kematian.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil adalah sebagai berikut:

 Usia pasien
 Waktu berlalu antara cedera dan perawatan
 Interval koma atau lucid interval
 Adanya kelainan pupil
 Skor GCS pada saat kedatangan
 Temuan CT (volume hematoma, derajat pergeseran garis tengah, adanya
tanda-tanda perdarahan hematoma aktif, atau lesi intra-dural terkait)

13
BAB III

KESIMPULAN

Hematoma epidural (EDH) adalah kumpulan darah ekstra aksial dalam ruang
potensial antara lapisan luar dura mater dan bagian dalam tengkorak. Ini dibatasi oleh
sutura lateral (terutama sutura coronalis) di mana dura dimasukkan. Terdapat banyak
penyebab dari timbulnya EDH, diantaranya yaitu: trauma kepala, sobekan a/v
meningea mediana, ruptur sinus sagitalis / sinus tranversum, ruptur v diplorica. Dengan
gejala paling menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Adapun trias gejala
meliputi: interval lusid, hemiparesis, anisokor pupil. Untuk penanganan dari EDH
terdiri dari penanganan darurat, medikamentosa, dan operatif.

14
DAFTAR PUSAKA

Rosenthal AA, Solomon RJ, Eyerly-Webb SA, Sanchez R, Lee SK, Kiffin C,
Davare DL, Hranjec T, Carrillo EH. Traumatic Epidural Hematoma:
Patient Characteristics and Management. Am Surg. 2017 Nov
01;83(11):e438-e440.

Babu JM, Patel SA, Palumbo MA, Daniels AH. Spinal Emergencies in Primary
Care Practice. Am. J. Med. 2018 Oct 03;

Kanematsu R, Hanakita J, Takahashi T, Park S, Minami M. Radiologic Features


and Clinical Course of Chronic Spinal Epidural Hematoma: Report of 4
Cases and Literature Review. World Neurosurg. 2018 Dec;120:82-89.

Tamburrelli FC, Meluzio MC, Masci G, Perna A, Burrofato A, Proietti L.


Etiopathogenesis of Traumatic Spinal Epidural
Hematoma. Neurospine. 2018 Mar;15(1):101-107.

Fernández-Abinader JA, González-Colón K, Feliciano CE, Mosquera-Soler


AM. Traumatic Brain Injury Profile of an Elderly Population in Puerto
Rico. P R Health Sci J. 2017 Dec;36(4):237-239.

Chicote Álvarez E, González Castro A, Ortiz Lasa M, Jiménez Alfonso A,


Escudero Acha P, Rodríguez Borregán JC, Peñasco Martín Y, Dierssen
Sotos T. Epidemiology of traumatic brain injury in the elderly over a 25
year period. Rev Esp Anestesiol Reanim. 2018 Dec;65(10):546-551.

Burjorjee JE, Rooney R, Jaeger M. Epidural Hematoma Following Cessation


of a Direct Oral Anticoagulant: A Case Report. Reg Anesth Pain
Med. 2018 Apr;43(3):313-316.

Bonow RH, Barber J, Temkin NR, Videtta W, Rondina C, Petroni G, Lujan S,


Alanis V, La Fuente G, Lavadenz A, Merida R, Jibaja M, Gonzáles L,
Falcao A, Romero R, Dikmen S, Pridgeon J, Chesnut RM., Global
Neurotrauma Research Group. The Outcome of Severe Traumatic Brain
Injury in Latin America. World Neurosurg. 2018 Mar;111:e82-e90.

Flaherty BF, Moore HE, Riva-Cambrin J, Bratton SL. Repeat Head CT for
Expectant Management of Traumatic Epidural
Hematoma. Pediatrics. 2018 Sep;142(3)

15

Anda mungkin juga menyukai