Anda di halaman 1dari 42

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEMAS DAN STRATEGI PELAKSANAAN


CEMAS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa


Dosen Pengampu : Alvi Ratna,S.Kep.Ns.,M.Kep

Disusun oleh :
Nama : Tri Rakhmawati Sa’adah
Nim : (20191527)
Kelas : 2B, D3 Keperawatan

AKADEMI KEPERAWATAN KRIDA HUSADA KUDUS

Jl. Lingkar Raya Kudus-Pati Km. 5 Jepang Kec. Mejobo, Kudus

TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita bersama dan khususya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik - baiknya.

Makalah ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Cemas dan Strategi
Pelaksanaan Cemas”. Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa.

Makalah ini belum sempurna dan masih terdapat berbagai kekurangan. Oleh
karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi perbaikan
makalah ini.

Kudus , 18 Maret 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................... 1


KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 2
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................................... 6
BAB II ISI .......................................................................................................................... 8
2.1 KECEMASAN ............................................................................................................ 8

2.2 Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Kecemasan................................ 22

2.3 Strategi Pelaksanaan Kecemasan ................................................................................. 32


BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 40
3.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 40
3.2 Saran ............................................................................................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 41

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kecemasan (ansietas) adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA masih baik), kepribadian masih
tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/Splitting of Personaly) (Murdingsih, 2013)
dalam jurnal (Karina, 2019).

Menurut Nanda (2015) ansietas merupakan bentuk respon terhadap stimulus tertentu yang
tidak diinginkan oleh siapapun yang terdapat dimanapun dan kapanpun karena dalam hal ini
ansietas tidak mengenal jenis kelamin, suku atau ras dan batas usia. Begitu juga menurut
Nursalam (2012 cemas merupakan emosi dan pengalaman subjektif individu yang sulit untuk
diobservasi secara langsung akan tetapi dapat diidentifikasi ansietas ini melalui perubahan
tingkah laku.

Ansietas yang dialami akan menentukan bagaimana mekanisme koping seseorang dalam
mengatasi masalah tersebut baik mekanisme koping adaptif atau maladaptif, individu yang
memiliki mekanisme koping adaptif akan lebih efektif untuk mengurangi atau meredam ansietas
sebaliknya jika individu menggunakan mekanisme koping maladaptif bisa memperburuk keadaan
atau individu tersebut mempunyai potensi untuk terjadinya sakit (Sholeh, 2012) dalam (Lau,
2019).

Kecemasan dalam derajat normal sebenarnya sesuatu yang sehat dan adaptif. Normal
apabila individu sedikit mencemaskan aspek-aspek yang terjadi dalam kehidupannya. Kecemasan
bermanfaat apabila hal tersebut mendorong individu untuk melakukan koping yang dapat
dilakukannya, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal apabila tingkatannya tidak sesuai
dengan proporsi ancaman karena mengganggu kualitas hidup seseorang (Indrajaya, 2018).

Gangguan kecemasan merupakan masalah yang serius, dengan prevalensi 14,9% atau
sekitar 264 juta orang mengalami kecemasan di dunia (WHO, 2017). Prevalensi ansietas di
negara berkembang pada usia dewasa dan lansia sebanyak 50%. Angka kejadian gangguan
ansietas di Indonesia sekitar 39 juta jiwa dari 238 juta jiwa penduduk (Heningsih, 2014). Hasil
Riskesdas 2018 menunjukkan gangguan ansietas sudah mulai terjadi sejak rentang usia remaja

4
(15-24 tahun), dengan prevalensi 6,2%. Pola prevalensi ansietas semakin meningkat seiring
dengan peningkatan usia, prevalensi ansietas tertinggi terjadi pada usia > 75 tahun yaitu sebesar
8,9%, usia 65-74 tahun sebesar 8,0% dan usia 55-64 tahun sebesar 6,5% (Infodatin, 2019).

Dampak kecemasan meliputi terjadinya penurunan aktivitas fisik dan status fungsional.
Seseorang yang mengalami kecemasan akan merasakan perasaan takut, konsentrasi terganggu,
merasa tegang dan gelisah, antisipasi yang terburuk, cepat marah, resah, merasakan adanya
tanda-tanda bahaya, dan merasa pikiran kosong. Selain tanda dan gejala psikologis, tanda dan
gejala secara fisik juga akan terlihat jika seseorang merasa cemas. Seperti jantung berdebar,
berkeringat, mual atau pusing, peningkatan frekuensi BAB atau diare, sesak nafas, tremor,
kejang, ketegangan otot, sakit kepala, kelelahan dan insomnia (Vonika, 2012).

Masalah ansietas dapat dicegah dengan pemberian asuhan keperawatan yang tepat pada
individu tersebut. Tindakan keperawatan dilakukan secara komprehensif, terpadu dan
berkesinambungan mulai dari pendekatanpromotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
(Ayuningtyas, 2018). Salah satu pendekatan preventif yang dapat dilakukan yaitu dengan
pemberian terapi generalis untuk mengontrol kecemasan yang dialami klien, seperti teknik
relaksai nafas dalam, relaksasi otot progresif, distraksi, hipnotis lima jari dan pendekatan spiritual
(Sulistyarini, 2013).

Hasil penelitian Livana (2015) terhadap 40 orang responden menyatakan bahwa pengaruh
terapi generalis 60%, terapi thought stopping 82%, terapi progressive muscle relaxation 91% dan
psikoedukasi 65% dalam menurunkan ansietas. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa terapi
progressive muscle relaxation paling berpengaruh dalam menurunkan ansietas.

Teknik relaksasi otot progresif merupakan salah satu tindakan keperawatan yang dapat
mengurangi ansietas. Latihan relaksasi otot progresif bertujuan untuk membedakan perasaan
yang dialami saat kelompok otot dilemaskan dan dibandingkan ketika otot-otot dalam kondisi
tegang. Relaksasi otot progresif dapat mempengaruhi hipotalamus untuk mengatur dan
menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis (Kuswandi, 2013). Mengetahui lokasi dan merasakan
otot yang tegang membuat pasien dapat merasakan hilangnya ketegangan sebagai salah satu
respon ansietas, dimana terapi relaksasi otot progresif dapat merangsang pengeluaran zat kimia
endorfin dan enkafalin serta merangsang signal otak yang menyebabkan otot rileks dan
meningkatkan aliran darah ke otak. Relaksasi otot progresif dapat membuat pikiran terasa tenang,

5
rileks dan lebih mudah untuk tidur, maka dari itu melakukan relaksasi otot progresif dapat
menurunkan ansietas (Wulandari, 2015) dalam jurnal (Karina, 2019).

Terapi relaksasi otot progressif berpengaruh terhadap penurunan tanda dan gejala ansietas
dan peningkatan kemampuan klien ansietas yang di rawat. Relaksasi otot progressif merupakan
salah satu terapi spesialis yang sangat dianjurkan untuk menurunkan kecemasan pada klien
dengan penyakit kronik karena terapi ini memiliki efek yang sangat besar terhadap penurunan
tandadan gejala pada aspek fisiologis (Syisnawati dkk, 2017).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Kecemasan ?


2. Apa Faktor Penyebab Kecemasan?
3. Apa Respons Kecemasan?
4. Apa Tanda dan Gejala Kecemasan?
5. Apa Penggolongan Ansietas?
6. Apa Gejala psikologis dan kognitif?
7. Apa Rentang respon kecemasan?
8. Apa Kecemasan pra general anestesi?
9. Apa Faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan?
10. Apa Teori-teori psikologis dan fisiologis penyebab kecemasan ?
11. Apa Penatalaksanaan kecemasan ?
12. Apa Klasifikasi Kecemasan ?
13. Apa Sumber Koping ?
14. Apa Mekanisme Koping Kecemasan ?
15. Apa Alat ukur kecemasan ?
16. Apa Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Kecemasan ?
17. Apa Strategi Pelaksanaan Kecemasan ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk megetahui Pengertian Kecemasan ?


2. Untuk megetahui Faktor Penyebab Kecemasan
3. Untuk megetahui Respons Kecemasan
4. Untuk megetahui Tanda dan Gejala Kecemasan
5. Untuk megetahui Penggolongan Ansietas
6
6. Untuk megetahui Gejala psikologis dan kognitif
7. Untuk megetahui Rentang respon kecemasan
8. Untuk megetahui Kecemasan pra general anestesi
9. Untuk megetahui Faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan
10. Untuk megetahui Teori-teori psikologis dan fisiologis penyebab kecemasan
11. Untuk megetahui Penatalaksanaan kecemasan
12. Untuk megetahui Klasifikasi Kecemasan
13. Untuk megetahui Sumber Koping
14. Untuk megetahui Mekanisme Koping Kecemasan
15. Untuk megetahui Alat ukur kecemasan
16. Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Kecemasan
17. Strategi Pelaksanaan Kecemasan

7
BAB II

ISI

2.1 KECEMASAN

2.1.1 Pengertian Kecemasan

Ansietas (kecemasan) adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung oleh
situasi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008,
p.307). Kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai
dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan yang berlebihan. Kecemasan
merupakan gejala yang umum tetapi non spesifik yang sering merupakan suatu fungsi emosi
(Kaplan & Sadock, 1998, p.3).

Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.Kondisi dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas berbeda dengan rasa takut, yang
merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Ansietas adalah respon
emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi cemas diperlukan untuk
bertahan hidup, tetapi tingkat ansietas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan (Stuart &
Sundeen, 1998, p.175).

2.1.2 Faktor Penyebab Kecemasan

1. Menurut Sumiati (2009:124), kecemasan dapat disebabkan karena :


a. Adanya perasaan takut tidak terima dalam satu lingkungan tertentu.
b. Adanya pengalaman traumatis, seperti trauma akan perpisahan, kehilangan
atau bencana.
c. Adanya rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan.
d. Adanya ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis
atau gangguan terhadap kebutuhan dasar.
e. Adanya ancaman terhadap konsep diri.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien menjelang pre
operasi (Anik Maryunani, 2014) :

8
a. Kemungkinan pasien bereaksi dengan adanya stress dengan kecemasan yang
tinggi.
b. sejumlah peristiwa yang menimbulkan stress yang telah terjadi akhirakhir ini
pada kehidupan pasien atau dalam keluarga pasien.
c. Persepsi pasien terhadap hospitalisasi dan pengalaman pembedahan.
d. Pentingnya pembedahan untuk pasien.
e. Berbagai hal yang tidak diketahui yang dihadapi pasien pada saat masuk
rumah sakit.
f. Tingkat harga diri dari image / gambaran diri pasien.
g. Sistem keyakinan dan keagamaan pasien.
3. Faktor Yang Berhubungan Menurut Budi Anna (2017) :
a. Ancaman kematian.
b. Ancaman pada status terkini.
c. Hereditas.
d. Hubungan interpersonal.
e. Kebutuhan yang tidak dipenuhi.
f. Konflik nilai.
g. Konflik tentang tujuan hidup.
h. Krisis maturasi.
i. Krisis situasi.
j. Panjanan pada toksin.
k. Penularan interpersonal.
l. Penyalahgunaan zat.
m. Perubahan besar (misal : status ekonomi, lingkungan, status kesehatan,
fungsi peran, status peran).
n. Riwayat keluarga tentang cemas.

2.1.3 Respons Kecemasan


Menurut Budi Anna (2017). Respons kecemasan dapat mempengaruhi :
a. Perilaku Agitasi.
1. Gelisah.
2. Gerakan ekstra.
3. Insomnia.

9
4. Kontak mata yang buruk.
5. Melihat sepintas.
6. Mengekspresikan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup.
7. Penurunan produktivitas.
8. Perilaku mengintai.
9. Tampak waspada.
b. Afektif
1. Berfokus pada diri sendiri.
2. Distress.
3. Gelisah.
4. Gugup.
5. Kesedihan yang mendalam.
6. Ketakutan.
7. Menggemerutukan gigi.
8. Menyesal.
9. Peka.
10. Perasaan tidak adekuat.
11. Putus asa.
12. Ragu.
13. Sangat khawatir.
14. Senang berlebihan.
c. Psikologis
1. Gemetar.
2. Peningkatan keringat.
3. Peningkatan ketegangan.
4. Suara bergetar.
5. Tremor tangan.
6. Wajah tegang.
d. Simpatis
1. Anoreksia.
2. Diare.
3. Dilatasi pupil.
4. Eksitasi kardiovaskular.

10
5. Gangguan pernapasan.
6. Jantung berdebar-debar.
7. Kedutan otot.
8. Lemah.
9. Mulut kering.
10. Peningkatan denyut nadi.
11. Peningkatan frekuensi pernapasan.
12. Peningkatan refleks.
13. Peningkatan tekanan darah.
14. Wajah memerah.
d. Parasimpatis
1. Anyang-anyangan.
2. Gangguan pola tidur.
3. Menurunnya denyut nadi.
4. Menurunnya tekanan darah.
5. Diare.
6. Kesemutan pada ekstremitas.
7. Pusing.
8. Kelelahan.
9. Mual.
10. Sensasi geli yang ekstrim.
11. Sering berkemih.
d. Kognitif
1. Gangguan perhatian.
2. Gangguan konsentrasi.
3. Menyadari gejala fisiologis.
4. Bingung.
5. Memblokir pikiran.
6. Menurunnya kemampuan untuk belajar.
7. Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah.
8. Konfusi.
9. Pelupa.
10. Preoupasi.
11. Penurunan lapang persepsi.
12. Kecenderungan untuk menyalahkan orang lain.

11
2.1.4 Tanda dan Gejala Kecemasan
Tanda dan gejala cemas adalah :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri serta mudah
tersinggung.
b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan mudah terkejut.
c. Merasa takut bila sendiri atau pada keramaian dan banyak orang.
d. Gangguan konsenterasi dan daya ingat.
e. Adanya keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang belakang,
pendengaran yang berdenging atau berdebar-debar, sesak napas, mengalami
gangguan pencernaan, berkemih atau sakit kepala.

2.1.5 Penggolongan Ansietas

1. Ansietas Ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan membutuhkan
perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan membantu individu memfokuskan
perhatian untuk belajar, bertindak, menyelesaikan masalah, merasakan, dan
melindungi dirinya sendiri. Anxietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan
peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu
akan berhati-hati dan waspada.
a. Respon Fisiologis
a) Sesekali nafas pendek 
b) Nadi dan tekanan darah naik 
c) Gejala ringan pada lambung
d) Muka berkerut dan bibir bergetar
e) Ketegangan otot ringan
f) Rileks atau sedikit gelisah
b. Respon Kognitif 
a) Mampu menerima rangsang yang kompleks
b) Konsentrasi pada masalah
c) Menyelesaikan masalah secara efektif 
d) Perasaan gagal sedikit
e) Waspada dan memperhatikan banyak hal
f) Terlihat tenang dan percaya diri
g) Tingkat pembelajaran optimal

12
c. Respon Perilaku dan Emosi
a) Tidak dapat duduk tenang
b) Tremor halus pada tangan
c) Suara kadang-kadang meninggi
d) Sedikit tidak sabar 
e) Aktivitas menyendiri
2. Ansietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu yang
benar-benar berbeda, individu menjadi gugup atau agitasi. Misalnya, seorang wanita
mengunjungi ibunya untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa bahwa ada
sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat badannya turun
banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Pada tingkat ini lahan persepsi terhadap
lingkungan menurun, individu lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan
mengesampingkan hal yang lain.
a. Respon fisiologis
a) Ketegangan otot sedang
b) Tanda-tanda vital meningkat
c) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
d) Sering mondar-mandir, memukulkan tangan
e) Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi

2.1.6 Gejala psikologis dan kognitif


Pengalaman ansietas memiliki 2 komponen, yaitu kesadaran adanya sensasi fisiologis
(seperti berdebar-debar dan berkeringat) dan kesadaran sedang gugup atau ketakutan.
Disamping efek motorik dan visceral, kecemasan mempengaruhi berpikir, persepsi, dan
belajar. Kecemasan cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya
pada ruang dan waktu tetapi pada pada orang dan arti peristiwa. Distorsi tersebut dapat
mengganggu belajar dengan menurunkan kemampuan, memuaskan perhatian, menurunkan
daya ingat, dan mengganggu kemampuan untuk menghubungan sesuatu hal dengan yang lain
yaitu untuk membuat asosiasi.

13
Orang yang kecemasan cenderung memilih benda tertentu di dalam lingkungannya dan tidak
melihat yang lainnya untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar dalam memperhatikan
situasi yang menakutkan dan berespon dengan tepat.

2.1.7 Rentang respon kecemasan

Rentang Respons Ansietas

Respon adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 1: Rentang Respon Kecemasan

1) Respons adaptif
Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan mengatur
kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan, motivasi yang kuat untuk
menyelesaikan masalah dan merupakan sarana untuk mendapatkan penghargaan yang
tinggi. Strategi adaptif biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan
antara lain dengan berbicara kepada orang lain, menangis, tidur, latihan, dan
menggunakan teknik relaksasi.
2) Respons maladaptif
Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan mekanisme koping yang
disfungsi dan tidak berkesinambungan dengan yang lainnya. Koping maladaptif
mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif, bicara tidak jelas isolasi diri,
banyak makan, konsumsi alkohol, berjudi, dan penyalahgunaan obat terlarang.

2.1.8 Kecemasan pra general anestesi


Berdasarkan penelitian Maheswari dan Ismail (2015) yang melihat kecemasan pasien
yang akan diberi tindakan general anestesi maupun regional anestesi, hasilnya menyebutkan
bahwa pasien yang memilih tindakan general anestesi mengalami kecemasan lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang memilih tindakan regional anestesi. Lebih lanjut
penelitian ini menyebutkan bahwa sebanyak 72,2% pasien dengan general anestesi memiliki
14
skor VAS (Visual Analog Scale for Anxiety) > 50 yaitu termasuk kecemasan berat dengan
beberapa faktor yang menyebabkan pasien mengalami kecemasan antara lain perbedaan
budaya, pengalaman operasi, dan pembiusan, serta informasi terkait operasi dan pembiusan.

2.1.9 Faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan


Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecemasan pasien menurut Majid, 2011
adalah:
1) Pengalaman operasi sebelumnya.
2) Pengertian pasien tentang tujuan atau alasan tindakan operasi.
3) Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
4) Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
5) Pengetahuan pasien tentang prosedur (pra, intra, pasca operasi)
6) Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus
dijalankan setelah operasi, seperti latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dan lain-
lain.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi tingkat kecemasan :
1) Faktor Predisposisi
Beberapa teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan.
Diantaranya dalam pandangan psikoanalitik, pandangan interpersonal, pandangan
perilaku, kajian keluarga, dan dari kajian biologis (Stuart & Sundeen, 1998,
pp.177-179).
Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan merupakan konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id adalah bagian dari
jiwa seseorang yang berupa dorongan atau motivasi yang sudah ada sejak manusia
itu dilahirkan yang memerlukan pemenuhan segera. Sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
seseorang. Ego atau aku, berfungsi sebagai badan pelaksana sebagaimana yang
diperlukan oleh id setelah melewati superego. Dalam pandangan interpersonal,
kecemasan biasanya timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan
dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan
trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan
spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami
perkembangan kecemasan yang berat (Stuart & Sundeen, 1998, p.177).
15
Pada pandangan perilaku, kecemasan merupakan segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Selain itu menurut Suliswati (2005, p.115), bahwa kecemasan merupakan
kekuatan yang besar dalam menggerakkan tingkah laku, baik normal maupun
yang tidak normal. Keduanya merupakan pernyataan, penjelmaan dari pertahanan
terhadap kecemasan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pakar perilaku,
menganggap bahwa kecemasan adalah suatu dorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Selain itu, para ahli juga
meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada
ketakutan yang berlebihan, lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan
selanjutnya (Stuart & Sundeen, 1998, p.179).
Dalam kajian keluarga, kecemasan dianggap sebagai hal yang biasa ditemui dalam
suatu keluarga dan bersifat heterogen akibat adanya sesuatu yang dianggap telah
memberikan perubahan kepada keluarga kearah yang tidak normal (Suliswati,
2005, p.112). Sedangkan dalam kajian biologis, kecemasan dapat dipengaruhi
faktor biokimia dan faktor genetik. Pada faktor biokimia biasanya berpengaruh
pada etiologi dari kelainankelainan kecemasan yang membuat seseorang dalam
perilaku mencari pertolongan. Sedangkan pada faktor genetik, kelainan kecemasan
ditemukan lebih umum pada orang yang mempunyai hubungan kerabat dengan
kelainan kecemasan. Selain itu, telah dibuktikan bahwa kesehatan umum
seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan.
Kecemasan yang disertai dengan gangguan fisik dapat mengakibatkan penurunan
kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor (Stuart & Sundeen, 1998, p.179).
2) Faktor Presipitasi
Menurut Stuart & Sundeen (1998, p.181), faktor presipitasi dibagi menjadi 2
meliputi:
a. Ancaman terhadap integritas biologi seperti penyakit, trauma fisik, dan
menurunnya kemampuan fisiologis untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
b. Ancaman terhadap konsep diri dan harga diri seperti proses kehilangan, dan
perubahan peran, perubahan lingkungan dan status ekonomi.

2.1.10 Teori-teori psikologis dan fisiologis penyebab kecemasan

16
Teori psikologis penyebab kecemasan menurut (Murwani, 2009) terdapat tiga bidang
utama teori psikologis yaitu, psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial, telah menyumbang
teori tentang penyebab kecemasan. Masing-masing teori memiliki kegunaan konseptual dan
praktisnya di dalam pengobatan pasien dengan gangguan kecemasan.
1) Teori psikoanalitik
Dalam bukunya tahun 1926, Freud menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu
sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan yang tidak dapat diterima menekan untuk
mendapatkan perwakilan dan pelepasan standar.
Di dalam Teori Psikoanalitik, kecemasan dipandang sebagai masuk ke dalam empat
kategori utama, tergantung pada sifat akibat yang ditakutinya: kecemasan id atau
simpuls, kecemasan perpisahan, kecemasan kastrasi, dan kecemasan superego.
2) Teori interpersonal
Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan takut terhadap tidak
adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan
kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik.Orang dengan harga diri rendah
trauma mudah mengalamiperkembangan ansietas yang berat.
3) Teori perilaku
Teori perilaku atau belajar tentang kecemasan telah menghasilkan suatu pengobatan
yang paling efektif untuk gangguan kecemasan. Teori perilaku menyatakan bahwa
kecemasan adalah suatu respon yang dibiasakan terhadap stimuli lingkungan yang
spesifik. Di dalam model pembiasaan klasik, seseorang yang tidak memiliki alergi
makanan dapat menjadi sakit setelah makan kerang yang terkontaminasi di sebuah
rumah makan. Teori perilaku telah menunjukkan meningkatnya perhatian dalam
pendekatan kognitif untuk memahami dan mengobati gangguan kecemasan.
4) Teori eksistensial
Teori eksistensial tentang kecemasan memberikan model untuk gangguan kecemasan
umum, dimana tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasikan secara spesifik
untuk suatu perasaan kecemasan yang kronik. Konsep inti dari terori ini adalah
bahwa seseorang menjadi menyadari adanya kehampaan yang menonjol di dalam
dirinya, perasaan yang mungkin lebih mengganggu daripada penerimaan kematian
mereka yang tidak dapat dihindari.

17
5) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas merupakan hal biasa ditemui
ansietas dengan depresi.
Teori fisiologis penyebab kecemasan menurut (Guyton, 2007) Stress fisik atau
emosional mengaktivasi amygdala yang merupakan bagian dari sistem limbik yang
berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Respon emosional yang timbul
ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi di forebrain. Respon neurologis dari
amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon hormonal dari hipotalamus.
Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF (corticotropin-releasing factor) yang
menstimulasi hipofisis untuk melepaskan hormon lain yaitu ACTH
(adrenocorticotropic hormone) ke dalam darah. ACTH sebagai gantinya
menstimulasi kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol, suatu kelenjar kecil yang
berada di atas ginjal. Semakin berat stress, kelenjar adrenal akan menghasilkan
kortisol semakin banyak dan menekan sistem imun.
Menurut (Ganong, 1998) reaksi takut dapat terjadi malalui perangsangan
hipotalamus dan nuclei amigdaloid. Sebaliknya amigdala dirusak, reaksi takut
beserta manisfestasi otonom dan endokrinnya tidak terjadi pada keadaan-keadaan
normalnya menimbulkan reaksi dan manisfestasi tersebut, terdapat banyak bukti
bahwa nuclei amigdaloid bekerja menekan memori-memori yang memutuskan rasa
takut masuknya sensorik aferent yang memicu respon takut terkondisi berjalan
langsung dengan peningkatan aliran darah bilateral ke berbagai bagian ujung anterior
kedua sisi lobus temporalis. Sistem saraf otonom yang mengendalikan berbagai otot
dan kelenjar tubuh. Pada saat pikiran dijangkiti rasa takut, sistem saraf otonom
menyebabkan tubuh bereaksi secara mendalam, jantung berdetak lebih keras, nadi
dan nafas bergerak meningkat, biji mata membesar, proses pencernaan dan yang
berhubungan dengan usus berhenti, pembuluh darah mengerut, tekanan darah
meningkat, kelenjar adrenal melepas adrenalin ke dalam darah. Akhirnya, darah di
alirkan ke seluruh tubuh sehingga menjadi tegang dan selanjunya mengakibatkan
tidak bisa tidur.

2.1.11 Penatalaksanaan kecemasan


1) Farmakologi, Departemen Kesehatan RI (2008)
a. Antiansietas
a) Golongan Benzodiazepam
18
b) Buspiron
b. Antidepresi
Golongan Serotonin Norepinephrin Reuptake Inhibitors (SNRI). Pengobatan
yang paling efektif untuk pasien dengan kecemasan menyeluruh adalah
pengobatan yang mengkombinasikan psikoterapi dan farmakoterapi.
Pengobatan mungkin memerlukan cukup banyak waktu bagi klinisi yang
terlibat (Mansjoer, 2010).
2) Non farmakologi
a. Distraksi
Merupakan metode menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan
perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang
dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan
endorfin yag bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih
sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak, sehingga dapat
menurunkan hormon-hormon stresor, mengaktifkan hormon endorfin alami,
meningkatkan perasaaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut,
cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi,
dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih lambat tersebut
sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih
dalam dan metabolisme yang lebih baik (Potter & Perry, 2010).

2.1.12 Sumber Koping


Koping berarti membuat sebuah usaha untuk mengatur keseimbangan psikologis stres.
Koping adalah sebuah proses pengaturan yang tetap untuk mengatur permintaan pada pikiran
seseorang (Potter & Perry, 2009, p.500). Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggerakkan sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal
ekonomik, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial, dan keyakinan budaya dapat
membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stres dan
mengadopsi koping yang berhasil
(Stuart & Sundeen, 1998, p.182).

2.1.13 Klasifikasi Kecemasan


19
Ada empat tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat dan panik (Stuart & Sundeen,
1998, pp.175-176).
a) Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsi atas keadaan
yang dialaminya. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel,
lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi
meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
b) Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif,
namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat
ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat,
ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi
menyempit, mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah
ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
c) Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak
dapat berpikir tentang hal lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk
dapat memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada tingkat
ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur (insomnia), sering
kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau belajar secara efektif,
berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,
perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
d) Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah
susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren,
tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,
mengalami halusinasi dan delusi.
20
2.1.14 Mekanisme Koping Kecemasan
Kecemasan dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan
perilaku yang secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping
sebagai upaya untuk melawan timbulnya kecemasan. Ketika mengalami cemas, individu
menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya, dan
ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan penyebab utama
terjadinya perilaku patologis (Stuart & Sundeen, 1998, p.182). Pola yang cenderung
digunakan seseorang untuk mengatasi cemas yang ringan cenderung tetap dominan ketika
kecemasan menghebat. Kecemasan tingkat ringan sering ditanggulangi tanpa pemikiran yang
serius. Sementara kecemasan tingkat sedang dan berat akan menimbulkan dua jenis
mekanisme koping, yaitu reaksi yang berorientasi pada tugas dan mekanisme pertahanan ego
(Hidayat, 2008, pp.67-68).

Reaksi yang berorientasi pada tugas merupakan upaya-upaya yang secara sadar berfokus
pada tindakan untuk memenuhi tuntutan dari reaksi cemas secara realistis sehingga dapat
mengurangi cemas dan dapat memecahkan masalah (Hidayat, 2008, p.68). Dalam hal ini
seseorang akan melakukan tindakan untuk mengurangi cemas yang dialami dan untuk
memenuhi kebutuhannya dengan cara berkonsultasi dengan orang yang lebih ahli.
Sedangkan mekanisme pertahanan ego merupakan pendukung dalam mengatasi kecemasan
baik yang ringan maupun yang sedang. Tetapi jika berlangsung pada tingkat berat dan panik
yang melibatkan penipuan diri dan distorsi realitas, maka mekanisme ini merupakan respon
maladaptif terhadap cemas (Stuart & Sundeen, 1998, p.188).

2.1.15 Alat ukur kecemasan


Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan pasien preoperatif apakah ringan, sedang, berat, dapat digunakan alat ukur
(instrument) yang dikenal dengan Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS).
Skala ini dibuat oleh William W.K. Zung bertujuan untuk menilai kecemasan sebagai
kelainan klinis dan menentukan gejala kecemasan. Zung Self Rating Anxiety Scale (ZSAS)
merupakan skala dengan 20 item, mengandung karakteristik yang biasa ditemukan dari
gangguan kecemasan (15 respon peningkatan kecemasan dan 5 respon penurunan
kecemasan). Instrumen ini dimodifikasi dan sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
21
Semua pernyataan diukur dalam 4 skor diantaranya, yaitu 1: tidak pernah, 2: kadang-kadang,
3: sering, 4: selalu.
Skala ZSAS yang dikutip (Zung dalam Dariah, 2015) penilaian kecemasan terdiri dari 20
item, meliputi:
1) Saya merasa lebih gelisah atau gugup dan cemas dari biasanya
2) Saya merasa takut tanpa alasan yang jelas
3) Saya merasa seakan tubuh saya berantakan atau hancur
4) Saya mudah marah, tersinggung atau panik
5) Saya selalu merasa kesulitan mengerjakan segala sesuatu atau merasa sesuatu yang
jelek akan terjadi
6) Kedua tangan dan kaki saya sering gemetar
7) Saya sering terganggu oleh sakit kepala, nyeri leher atau nyeri otot
8) Saya merasa badan saya lemah dan mudah lelah
9) Saya tidak dapat istirahat atau duduk dengan tenang
10) Saya merasa jantung saya berdebar-debar dengan keras dan cepat
11) Saya sering mengalami pusing
12) Saya mudah sesak napas tersengal-sengal
13) Saya sering pingsan atau merasa seperti pingsan
14) Saya merasa kaku atau mati rasa dan kesemutan pada jari-jari saya
15) Saya merasa sakit perut atau gangguan pencernaan
16) Saya sering buang air kecil dari pada biasanya
17) Saya merasa tangan saya dingin dan sering basah oleh keringat
18) Wajah saya terasa panas dan kemerahan
19) Saya sulit tidur dan tidak dapat istirahat malam
20) Saya mengalami mimpi-mimpi buruk

Menurut Zung (1971) cara penilaian kecemasan akan digolongkan menjadi 4


tingkatan kecemasan yang mengacu pada nilai yang diperoleh saat dilakukan
perhitungan dengan pembagian tingkatan dan rentang skor sebagai berikut:
a. Skor ≤ 20 = tidak ada kecemasan
b. Skor 21 – 40 = kecemasan ringan
c. Skor 41 – 60 = kecemasan sedang
d. Skor 61 – 80 = kecemasan berat
22
2.2 Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah Kecemasan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan perilaku melalui gejala atau
mekanisme koping sebagai pertahanan terhadap kecemasan. Data fokus yang perlu dikaji pada
klien yang mengalami ansietas adalah sebagai berikut Menurut (Stuart & Sundeen, 1995) :
1. Perilaku
Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis dan
perilaku secara tidak langsung melalui timbulnya gejala atau mekanisme koping
sebagai upaya untuk melawan ansietas
a) Faktor Predisposisi
b) Faktor Presipitasi
c) Stresor Pencetus
a. Ancaman terhadap integritas fisik, meliputi disabilitas fisiologis yang akan
terjadi atau penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan
fungsi sosial.

d) Penilaian Stresor

Penilaian stresor mendorong pengkajian perilaku dan persepsi klien dalam


mengembangkan intervensi yang tepat. Sehingga pemahaman ansietas memerlukan
integrasi banyak faktor seperti pengetahuan dari perspektif psikoanalisis,
interpersonal, perilaku, genetik dan biologis.

e) Sumber Koping

Memanfaatkan dan menggerakan sumber koping yang ada disekitar lingkingan


dapat mengatasi stres dan ansietas yang dialami oleh individu. Sumber koping
tersebut berupa modal ekonomi, kemampuan menyelelesaikan masalah, dukungan
sosial dan keyakinan budaya.

f) Mekanisme Koping

Ketidakmampuan mengatasi ansietas sacara konstruktif merupakan penyebab


utama terjadinya perilaku patologis. Pola mekanisme koping yang biasa digunakan
23
untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap meskipun ketika ansietas menjadi
lebih intens.ansietas ringan lebih sering ditangani tanpa sadar. Ansietas sedang dan
berat menimbulkan dua jenis mekanisme koping :

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada
tindakan untukmemenuhi tuntutan stres secara realistis.

a) Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau mengatasi hambatan


pemunuhan kebutuhan.

b) Perilaku menarik diri digunakan utntuk menjauhkan diri dari sumber ancaman, baik
secara fisik maupun psikologis.

c) Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasanya dipakai


individu, mengganti tujuan atau mengorbankan kebutuhan personal.

2) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan sedang.


Tetapi karena respon tersebut bersifat relatif pada tingkat tidak sadar dan
mencakup penipuan diri dan distorsi realitas, maka -mekanisme ini dapat menjadi
respon maladaptif terhadap stres.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Ansietas termasuk diagnosa keperawatan dalam klasifikasi The North American Nursing
Diagnosis Association (NANDA) (Nurjannah, 2004), faktor yang berhubungan :
1) Terpapar racun
2) Konflik yang tidak disadari tentang nilai-nilai utama atau tujuan hidup
3) Berhubungan dengan keturunan atau hereditas
4) Kebutuhan tidak terpenuhi
5) Transmisi interpersonal
6) Krisis situasional atau maturasional
7) Ancaman kematian
8) Ancaman terhadap konsep diri
9) Stress
10) Substance abuse
11) Perubahan dalam : status peran, status kesehatan, pola interaksi

24
12) Fungsi peran
13) Lingkungan status ekonomi

2.2.3 Perencanaan
Ringkasan rencana asuhan keperawatan: respons ansietas berat dan panik Diagnosis
keperawatan : ansietas berat atau panic
Kriteria hasil : pasien akan mengurangi ansietasnya sampai tingkat sedang atau ringan

Tujuan jangka pendek Intervensi Rasional


Pasien akan terlindung  Pada awalnya kita menerima  Ansietas berat
dari bahaya dan mendukung, bukan menyerang dan panik dapat
pertahanan diri pasien dikurangi dengan
mengizinkan pasien
 Kenalkan realitas kesedihan
untuk menentukan
yang berhubungan dengan
besarnya stres yang
mekanisme koping pasien saat ini.

 Jangan fokuskan pada fobia, dapat ditangani.


ritual atau keluhan fisik itu sendiri.
 Jika pasien tidak
Berikan umpan balik pada pasien
mampu
tentang perilaku, stressor, penilaian
menghilangkan
stressor, dan sumber koping.
ansietas, ketegangan
 Perkuat ide bahwa kesehatan dapat mencapai
fisik berhubungan dengan kesehatan tingkat panik dan
emosional dan bahwa area ini akan pasien dapat
membutuhkan eksplorasi di masa kehilangan kendali.
Depan
 Saat ini pasien
 Sementara itu, mulai terapkan tidak memiliki
batasan perilaku maladaptive pasien alternatif untuk
dengan cara yang mendukung mekanisme koping

Ringkasan rencana asuhan keperawatan : respons ansietas berat dan panik-


lanjutan Diagnosis keperawatan : ansietas berat atau panik
25
Kriteria hasil : pasien akan mengurangi ansietasnya sampai
tingkat sedang atau ringan.

Tujuan jangka pendek Intervensi Rasional


1. Pasien akan ❖ Bersikap tenang terhadap pasien. ❖ Perilaku pasien
mengalami situasi dapat dimodifikasi
❖ Kurangi stimulus lingkungan.
yang lebih sedikit dengan mengubah
Menimbulkan ❖ Batasi interaksi pasien dengan lingkungan dan
ansietas pasien lain untuk meminimalkan interaksi pasien
aspek menularnya ansietas. dengan lingkungan

❖ Identifikasi dan modifikasi


situasi yang dapat menimbulkan
ansietas bagi pasien.

❖ Berikan tindakan fisik yang


mendukung seperti mandi air hangat
dan masase.
2. Pasien akan ❖ Pada awalnya, berbagi aktivitas ❖ Dengan
terlibat dalam dengan pasien untuk memberikan mendorong aktifitas
aktivitas yang dukungan dan penguatan perilaku keluar rumah
Dijadwalkan produktif secara sosial. perawat membatasi
sehari-hari waktu pasien yang
❖ Berikan beberapa jenis latihan
tersedia untuk
fisik.
mekanisme koping
❖ Rencanakan jadwal atau daftar destruktif sambil
aktifitas yang dapat dilakukan setiap meningkatkan
hari. partisipasi dan
menikmati aspek
❖ Libatkan anggota keluarga dan
kehidupan lainnya
sistem pendukung lainnya sebanyak
mungkin.

26
3. Pasien akan ❖ Berikan medikasi yang dapat ❖ Efek hubungan
Mengalami membantu mengurangi rasa tidak terapeutik dapat
penyembuhan dan nyaman pasien. ditingkatkan jika
gejala-gejala kendali kimiawi
❖ Amati efek samping medikasi
ansietas berat terhadap gejala
dan lakukan penyuluhan kesehatan
memungkinkan
yang relevan
pasien untuk
mengarahkan
perhatian pada
konflik yang
mendasari

Ringkasan rencana asuhan keperawatan : respons ansietas sedang


Diagnosis keperawatan : respons ansietas sedang
Kriteria hasil : pasien menunjukan cara koping adaptif terhadap
stress

Tujuan jangka pendek Intervensi Rasional


1. Pasien akan ❖ Bantu pasien mengidentisikasi ❖ Untuk
mengidentifikasi dan menggambarkan perasaan yang mengadopsi respon
Dan mendasari. koping yang baru,
menggambarkan pasie pertama kali
❖ Kaitkan perilaku pasien dengan
perasaan tentang harus menyadari
perasaan tersebut.
ansietas perasaan dan
❖ Validasikan semua perubahan mengatai
dan asumsikan kepada pasien. penyangkalan dan
resistens yang
❖ Gunakan pertanyaan terbuka
disadari atau tidak
untuk beralih dari topik yang tidak
disadari
mengancam ke isu-isu konflik.

❖ Variasikan besarnya ansietas


untuk meningkatkan motivasi
27
pasien.

❖ Sementara itu, gunakan


konfrontasi suportif dengan
bijaksana.

2. Pasien akan ❖ Bantupasien menggambarkan ❖ Setelah perasaan


mengidentifikasi situasi dan interaksi yang ansietas dikenali,
penyebab ansietas. mendahului ansietas. pasien harus
mengenali
❖ Tinjau penilaian pasien terhadap
perkembangannya
stresor, nilai-nilai yang terancam,
termasuk stresor
dan cara konflik berkembang.
pencetus, penilaian
stresor, dan sumber
yang tersedia

Ringkasan rencana asuhan keperawatan : respons ansietas sedang-


lanjutan Diagnosis keperawatan : ansietas sedang
Kriteria hasil : pasien akan menunjukan cara kopiing adaptif
terhadap stres.

Tujuan jangka pendek Intervensi Rasional


1. Pasien akan ❖ Hubungkan pengalaman pasien ❖ Respon koping
mengidentifikasi saat ini dengan pangalaman yang adpatif yang baru
penyebab ansietas relevan pada masa lalu. dapat dipelajari
2. Pasien akan ❖ Kaji bagaimana pasien melalui analisis
menguraikan menurunkan ansietasnya di masa mekanisme koping
respon koping lalu dan tindakan yang yang dugunakan di
adaptif dan dilakukan untuk masa lalu, penilaian
maladaptif menurunkannya. ulang stresor,
menggunakan
❖ Tunjukan efek maladaptif dan
sumber-sumber yang
destruktif dari respon koping saat
tersedia dan

28
menerima tanggung
ini.
jawab untuk berubah
❖ Dorong pasien untuk
menggunakan respon koping adaptif
yang efektif dimasa lalu.

❖ Fokuskan tanggung jawab untuk


berubah pada pasien.

❖ Bantu pasien secara aktif untuk


mengaitkan hubungan sebab dan
akibat sambil mempertahankan
ansietas batasan yang sesuai.

❖ Bantu pasien dalam menilai


kembali nilai, sifat, dan arti stressor
pada saat yang tepat

3. Pasien akan ❖ Bantu pasien mengidentifikasi ❖ Seseorang juga


mengimplementasi cara untuk membangun kembali dapat mengatasi stres
kan dua respon pikiran, memodifikasi perilaku, dengan mengatur
adaptif untuk menggunakan sumber-sumber dan distres emosional
mengatasi ansietas menguji respon koping yang baru. yang menyertainya
melalui penggunaan
❖ Dorong pasien melakukan
teknik
aktifitas fisik untuk
penatalaksanaan
mengeluarkan energi.
stres.
❖ Libatkan orang terdekat sebagai
sumber dan dukungan sosial dalam
membantu pasien mempelajari
respon koping yang baru.

29
❖ Ajarkan pasien tentang teknik
relaksasi untuk meningkatkan
kendali dan percaya diri serta
mengurangi stres

2.2.4 Pelaksanaan

SP I p1 :
a. Identifikasi stressor cemas.
b. Identifikasi koping maladaptif dan akibatnya.
c. Bantu perluas lapang persepsi.
d. Konfrontasi positif (jika perlu).
e. Latih teknik relaksasi: nafas dalam.
f. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP II p :
a. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
b. Latih koping: beraktivitas.
c. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP III p :
a. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
b. Latih koping: olah raga.
c. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP I k1 :
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ansietas sedang yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
c. Menjelaskan cara-cara merawat pasien cemas
d. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

30
SP III p :
a. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
b. Latih koping: olah raga.
c. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP I k1 :
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ansietas sedang yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien cemas

SP II k :
a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien cemas
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien cemas

SP III k :
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
b. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga

31
c. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP III p :
a. Validasi masalah dan latihan sebelumnya.
b. Latih koping: olah raga.
c. Membimbing memasukkan dalam jadwal kegiatan.

SP I k1 :
a) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
b) Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala ansietas sedang yang dialami pasien beserta
proses terjadinya
c) Menjelaskan cara-cara merawat pasien cemas

SP II k :
a) Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien cemas
b) Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung pasien cemas

SP III k :
a. Membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk minum obat
b. Mendiskusikan sumber rujukan yang bisa dijangkau oleh keluarga

2.2.5 Strategi Pelaksanaan Kecemasan


A. Diagnosa keperawatan
Ansietas
B. Tindakan keperawatan
SP Ansietas
SP 1
a) Membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa
aman dan nyaman saat berinteraksi
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
b) Evaluasi/validasi
c) Membuat kontrak (topik, waktu, tempat, tujuan)
d) Membantu pasien mengenal ansietas :
 Bantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya
 Bantu pasien menjelaskan situasi yang menimbulkan ansietas
 Bantu pasien mengenal penyebab ansietas
 Bantu pasien menyadari perilaku akibat ansietas
e) Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam untuk meningkatkan kontrol
dan rasa percaya diri : pengalihan situasi
f) Evaluasi kemampuan klien

32
g) Beri reinforcement positif
h) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 2
a) Membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman
dan nyaman saat berinteraksi
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
b) Evaluasi/validasi
c) Membuat kontrak (topik, waktu, tempat, tujuan)
d) Mengajarkan pasien teknik distraksi untuk meningkatkan kontrol diri dan mengurangi
ansietas :
 Melakukan hal yang disukai
 Menonton TV
 Mendengarkan music yang disukai
 Membaca koran, buku atau majalah
 Motivasi pasien untuk melakukan teknik distraksi setiap kali ansietas muncul
e) Evaluasi kemampuan klien
f) Beri reinforcement positif
g) Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

SP 3
a. Membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa aman
dan nyaman saat berinteraksi
 Mengucapkan salam terapeutik
 Berjabat tangan
 Menjelaskan tujuan interaksi
b. Evaluasi/validasi
c. Membuat kontrak (topik, waktu, tempat, tujuan).
d. Menjelaskan cara teknik relaksasi hipnotis 5 jari
e. Membantu pasien mempraktikkan teknik relaksasi hipnotis 5 jari
f. Evaluasi kemampuan klien
g. Memberi reinforcement positif
h. Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

STRATEGI PELAKSANAAN : ANSIETAS


A. Kondisi Klien
Petugas mengatakan bahwa klien sering menyendiri di kamar
Klien sering ketawa dan tersenyum sendiri
Klien mengatakan sering mendengar suara-suara yang membisiki dan isinya tidak
jelas serta melihat setan-setan.
B. Diagnosa Keperawatan

33
Ansietas
C. Tujuan
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
Tujuan Umum : mengatasi gangguan ansietas klien.
Tujuan Khusus :
1. Pasien mampu membina hubungan saling percaya
2. Pasien mampu mengenal ansietas
3. Pasien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi
4. Pasien mampu memperagakan dan menggunakan teknik relaksasi untuk
mengatasi ansietas
D. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien : membantu pasien untuk mengidentifikasi dan menguraikan
perasaannya, menjelaskan situasi, penyebab ansietas, menyadari perilaku ansietas,
Mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam untuk meningkatkan kontrol dan
rasa percaya diri : pengalihan situasi.

Fase Orientasi
Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, Selamat pagi pak! Saya perawat yang bertugas pada pagi ini,
nama saya ima. Saya adalah mahasiswa dari Unversitas Respati Yogyakarta. Nama
bapak siapa?”
“bapak senangnya dipanggil apa?”

Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? semalam tidurnya nyenyak?”
Kontrak :
 Topik
“Bagaimana jika sekarang kita berbincang-bincang tentang kecemasan dan
latihan cara mengontrol cemas dengan latihan relaksasi pak”
 Waktu
“Berapa lama ibu punya waktu untuk berbincang-bincang dengan saya?
Bagaimana kalau 15 menit saja”
 Tempat
“Dimana ibu mau berbincang-bincang dengan saya? Ya sudah, Bagaimana
jika diruangan ini saja kita berbincang-bincang”
 Tujuan
“Agar ibu dapat mengetahui kecemasan yang ibu rasakan serta cara
mengatasinya”

Fase Kerja
“Sekarang coba ibu ceritakan apa yang bapak rasakan saat ini”
“Coba bapak ceritakan pada saya”

34
Ouw jadi bapak merasa takut jika ketakutan bapak terhadap botol diketahui oleh
murid-murid bapak. Jika boleh saya tahu, bagaimana cara bapak mengatasi ketakutan
tersebut”
“Saya mengerti bagaimana perasaan bapak. Setiap orang akan memiliki perasaan yang
sama jika diposisi bapak. Tapi saya sangat kagum sama bapak Karena bapak mampu
menahan semua cobaan ini. Bapak adalah orang yang luar biasa. Yang perlu bapak
ketahui adalah bapak saat ini berada pada tingkat kecemasan yang sedang. Untuk itu,
bapak perlu melakukan terapi disaat bapak merasakan perasaan cemas yang berat.
Terapi ini akan membantu menurunkan tingkat kecemasan bapak. Bagaimana kalau
sekarang kita coba mengatasi kecemasan bapak dengan latihan relaksasi dengan cara
tarik nafas dalam, ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi kecemasan yang
bapak rasakan”
“Bagaimana kalau kita latihan sekarang, Saya akan lakukan, bapak perhatikan saya,
lalu bapak bisa mengikuti cara yang sudah saya ajarkan. Kita mulai ya pak. bapak
silakan duduk dengan posisi seperti saya. Pertama-tama, bapak tarik nafas dalam
perlahan-lahan, setelah itu tahan nafas dalam hitungan tiga setelah itu bapak
hembuskan udara melalui mulut dengan meniup udara perlahan-lahan. Sekarang coba
ibu praktikkan”
“Bagus sekali, bapak sudah mampu melakukannya. bapak bisa melakukan latihan ini
selama 5 sampai 10 kali sampai bapak merasa relaks atau santai. Selain cara tersebut
untuk mengatasi kecemasan bapak, bapak bisa melakukan dengan metode pengalihan
yaitu dengan bapak melepas kecemasan dengan tertawa, berolahraga, menulis
kecemasan bapak disebuah kertas,bersantai seperti jalan-jalan atau bapak juga bisa
mengatasinya dengan mendengarkan musik.

Fase Terminasi
Evaluasi
 Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita ngobrol tentang masalah yang bapak
rasakan dan latihan relaksasi?”
 Obyektif
“Coba bapak ulangi lagi cara yang sudah kita pelajari.”

Rencana Tindak Lanjut (RTL)


“Jam berapa bapak akan berlatih lagi melakukan cara ini?”
“Mari, kita masukkan dalam jadwal harian bapak. Jadi, setiap bapak merasa cemas,
bapak bisa langsung praktikkan cara ini”

Kontrak yang akan datang


 Topik
“Cara yang kita praktikkan tadi baru mengurangi sedikit kecemasan yang
bapak rasakan, bagamana jika kita latihan kembali besok pak? Jangan lupa
bapak mencoba teknik yang lain untuk mengurangi kecemasan bapak ya”

35
 Waktu
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang kedua ini besok, dengan jam yang
sama seperti hari ini. Berapa lama bapak punya waktu untuk berbincang-
bincang dengan saya besok? Bagaimana kalau 20 menit saja”
 Tempat
“Dimana bapak akan latihan dengan saya besok? Ya sudah, bagaimana kalau
besok kita melakukannya disini saja”

SP 2 Pasien : Mengajarkan pasien teknik distraksi untuk meningkatkan kontrol diri dan
mengurangi ansietas :Melakukan hal yang disukai, Menonton TV, Mendengarkan music yang
disukai, Membaca koran, buku atau majalah, Motivasi pasien untuk melakukan teknik
distraksi setiap kali ansietas muncul.
Salam Terapeutik
“ Assalamu’alaikum, Selamat pagi bapak ! masih ingat dengan saya bapak?

Evaluasi/Validasi
“Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah ibu sudah melatih cara mengalihkan situasi
untuk menghilangkan kecemasan bapak seperti yang saya ajarkan kemarin?”
“Coba bapak praktekan sekarang.” Bagus sekali bapak masih mengingatnya.”
“apakah bapak merasa terbantu dengan tehnik tersebut untuk mengatasi kecemasan bapak?.”

Kontrak :
 Topik
“Baiklah pak sesuai janji kita kemarin, hari ini saya datang kembali untuk
mendiskusikan tentang latihan distraksi dengan tehnik pengalihan.”
 Waktu
” Berapa lama kita akan berlatih pak? “Bagaimana jika 10 menit?”
 Tempat
“Dimana kita akan berdiskusi? “Bagaimana jika di halaman samping?”
 Tujuan
“Tujuan dari latihan hari ini adalah agar bapak dapat meningkatkan kontrol
kecemasan pada diri bapak dan bapak dapat mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari bapak.”

Fase Kerja
“bapak, kemarin waktu kita diskusi bapak mengatakan bahwa saat cemas rasanya seluruh
badan ibu tegang, baik pikiran maupun fisik. Nah, latihan distraksi ini bermanfaat untuk
mengalihkan rasa cemas bapak sehingga membuat pikiran dan fisik ibu relak atau santai.
Dalam teknik ini ibu harus melakukan hal-hal yang dapat membuat bapak relak misalnya
dengan menonton acara televisi kesukaan bapak, membaca buku atau majalah yang bapak

36
suka, atau dengan mendengar music yang bapak sukai. Nah, sekarang bapak sudah tau kan
hal-hal apa saja yang dapat bapak lakukan untuk mengurangi rasa cemas bapak. Nanti apabila
ibu merasa cemas lagi, bapak bisa melakukan salah satu teknik distraksi atau pengalihan yang
saya beritahu tadi.kegiatan mana yang bapak sukai? Baiklah sekarang kita mendengarkan
musik, bapak suka musik apa? Saya putarkan ya pak?

Fase Terminasi
Evaluasi
 Subjektif
“Bagaimana apa ada yang ingin bapak tanyakan dari penjelasan saya tadi?”
 Objektif
“Coba ibu ulangi lagi cara yang sudah kita pelajari. Wah bagus sekali, nanti
jika ibu merasa cemas, ibu dapat melakukan teknik ditraksi yang tadi saya
jelaskan ya.”

Rencana Tindak Lanjut (RTL)


“Kapan bapak akan mulai mencoba melakukan cara ini? Baiklah setiap bapak merasa cemas,
bapak bisa langsung mempraktikkan cara ini.”
Kontrak yang akan datang
 Topik
“Nah, bapak, masih ada cara yang bisa digunakan untuk mengatasi kecemasan
bapak yaitu dengan teknik hipnotis diri sendiri atau hipnotis dengan 5 jari.”
 Waktu
“Bagaimana kalau kita latihan cara yang ketiga ini besok dengan jam yang
sama seperti hari ini?”
 Tempat
“Mau latihan dimana kita pak? Bagaimana jika disini lagi ? Apa masih ada
yang mau ditanyakan pak? Baiklah kalau tidak ada saya pamit dulu. Selamat
siang.”

SP 3 Pasien : Menjelaskan cara teknik relaksasi hipnotis 5 jari, membantu pasien


mempraktikkan teknik relaksasi hipnotis 5 jari
Fase Orientasi
Salam Terapeutik
“Selamat pagi bapak”

Evaluasi/validasi

37
“Bagaimana perasaan bapak pagi ini? Apakah bapak masih gelisah dan tidak bisa tidur?
Apakah yang kemaren saya ajarkan sudah di praktekkan dalam jadwal harian bapak? Nah
kalau sudah coba di praktikkan kembali ya. Bagus pak”

Kontrak :
 Topik, Waktu, Tempat, Tujuan
“Baiklah pak, bagaimana kalau sekarang kita berbincang-bincang tentang
perasaan yang bapakrasakan? Dan saya akan mengajarkan bapak teknik
relaksasi hipnotis 5 jari untuk menghilangkan rasa gelisah bapak. Kita akan
berbincang-bincang selama 30 menit. Kita akan lakukan disini saja ya pak.”
 Tujuan
“Tujuan perbincangan kita hari ini adalah agar bapak mengetahui cara untuk
menghilangkan rasa gelisah bapak dengan teknik relaksasi hipnotis 5 jari dan
bapak dapat mempraktekkan ketika rasa gelisah bapak datang kembali.”
 Fase Kerja
“Tadi bapak katakan, bapak merasa gelisah, tidak bisa tidur, coba bapak
ceritakan lebih lanjut tentang perasaan bapak, kenapa bapak tidak gelisah, apa
yang bapak pikirkan? Oh, jadi bapak merasa takut jika ketakutan bapak
terhadap botol diketahui orang lain, Nah bapak, sekarang saya akan
mengajarkan bapak teknik relaksasi degan cara hipnotis 5 jari. Kita mulai ya
pak. bapak pejamkan mata bapak, nah sekarang tautkan jari telunjuk ibu
dengan jempol bapak, sekarang bayangkan pada saat bapak sedang bahagia.
Sekarang tautkan jari tengah ibu dengan jempol, bayangkan saat bapak
bersama orang yang bapak sayangi/ cintai, sekarang taukan jari manis bapak
dengan jempol, bayangkan ketika bapak di puji oleh seseorang karena prestasi
bapak, dan sekarang tautkan jari kelingking bapak, bayangkan tempat yang
paling indah yang pernah di kunjungi. bapak, coba ulangi lagi cara teknik
hipnotis 5 jari yang sudah kita pelajari tadi. Wah bagus sekali, mari kita
masukkan dalam jadwal harian bapak. Jadi, setiap bapak merasa cemas, bapak
bisa langsung praktikkan cara ini, dan bisa melakukannya lagi sesuai jadwal
yang telah kita buat.”
 Fase Terminasi
Evaluasi
 Subyektif
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang bincang tentang
masalah yang bapak rasakan dan latihan mempaktekkan teknik
relaksasi hipnotis 5 jari?”
 Obyektif
“Nah, coba bapak praktikkan kembali apa yang telah saya ajarkan
tadi. Bagus, ternyata bapak masih ingat apa yang telah saya ajarkan.”

Rencana Tindak Lanjut (RTL)

38
“Saya harap apa yang tadi saya ajarkan kepada bapak, bapak dapat mempraktekkan kembali
sekitar 2 kali dalam sehari ya pak.”
Kontrak yang akan datang
 Topik, Waktu, Tempat
“bapak sudah tidak terasa sudah 30 menit kita berbincang-bincang.
Latihan relaksasi ini adalah cara ke-3 yang bisa digunakan untuk
mengatasi kecemasan atau ketegangan bapak, kita bertemu lagi besok
ya pak untuk berbincang-bincang tentang apa yang sudah saya ajarkan
kepada bapak mau jam berapa pak? Seperti biasa jam 10 pagi ya
dikamar bapak? Masih ada yang mau ditanyakan atau tidak pak?
Baiklah kalau tidak ada saya pamit dulu. Selamat siang pak.”

39
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Anxietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak menyenangkan, agak tidak menentu
dan kabur tentang sesuatu yang akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa
reaksi badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang tertentu. Perasaan ini
dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak, jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit
kepala atau rasa mau kencing atau buang air besan. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin
bergerak dan gelisah.

3.2 Saran
Makalah ini disusun dengan menggunakan pedoman dari berbagai sumber dengan harapan
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi  pembaca. Makalah dapat bermanfaat lebih baik
apabila pembaca juga menggunakan referensi yang lain sehingga pembaca mengetahui
kelemahan dan kelebihan dari makalah ini dan makalah tersebut dapat menjadi salah satu acuan
untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien krisis dan kecemasan.

40
DAFTAR PUSTAKA

 Stuart,G.W. (2009). Principles and Practice of Psychyatric Nursing. 8th edition.


Missouri: Mosby.
 Townsend, M. C. (2000). Psychiatric mental health nursing: Concepts of care. FA
Davis Company.
 Townsend, M. C., & Morgan, K. I. (2017). Psychiatric mental health nursing:
Concepts of care in evidence-based practice. FA Davis.
 Townsend, M. C. (2013). Essentials of psychiatric mental health nursing:
Concepts of care in evidence-based practice. FA Davis.
 Orgeta, V., Qazi, A., Spector, A., & Orrell, M. (2015). Psychological treatments
for depression and anxiety in dementia and mild cognitive impairment:
systematic review and meta-analysis. The British Journal of Psychiatry, 207(4),
293-298.
 Cristea, I. A., Kok, R. N., & Cuijpers, P. (2015). Efficacy of cognitive bias
modification interventions in anxiety and depression: meta-analysis. The British
Journal of Psychiatry, 206(1), 7-16.
 Pardede JA, Simanjuntak GV, Waruwu JF. Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien
HIV/AIDS melalui Terapi Hipnotis Lima Jari. Coping: Community of Publishing
in Nursing.2020;8:85-90.
 Barlow, D. H., Blanchard, E. B., Vermilyea, J. A., Vermilyea, B. B., & DiNardo,
P. A. (1986). Generalized anxiety and generalized anxiety disorder: description
and reconceptualization. The American journal of psychiatry.
 Stein, M. B., & Stein, D. J. (2008). Social anxiety disorder. The lancet,
371(9618), 11151125.
 Rowa, K., & Antony, M. M. (2008). Generalized anxiety disorder.
 Pardede, J. A., Sitepu, S. F. A., & Saragih, M. (2018). The Influence of Deep
Breath Relaxation Techniques and Five-Finger Hypnotic Therapy on
Preoperative Patient Anxiety. Journal of Psychiatry, 3(1), 1-8.

41
 Zigmond, A. S., & Snaith, R. P. (1983). The hospital anxiety and depression
scale. Acta psychiatrica scandinavica, 67(6), 361-370.
 https://id.scribd.com/document/392240018/Strategi-Pelaksanaan-Kecemasan
 http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3566/4/Chapter%202.pdf
 https://id.scribd.com/doc/54670815/makalah-kecemasan

42

Anda mungkin juga menyukai