Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sehingga penyusunan laporan seminar
kasus dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Laporan ini di susun dengan guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah PKK Jiwa dengan judul Asuhan Keperawatan
Pada Tn.E dengan Kasus Halusinasi Pendengaran RSJ Bina Karsa serta untuk menambah
wawasan untuk mahasiswa. Semoga laporan seminar ini dapat memberikan manfaat.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang memberi saran dan kritik sehingga makalah ini dapat selesai. Dalam penyusunan
laporan seminar PKK Jiwa ini kami berterimaksih kepada Ibu Dina Yusdiana S.Kep, Ns,
M.Kes yang telah membantu dan membimbing kami.
Kami menyadari sepenuhnya laporan seminar ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran, kritik, dan masukan yang membangun dari berbagai pihak.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan mamfaat bagi kami selaku
mahasiswa dan pembaca.
KATAPENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................7
1.3 Tujuan Umum…........................................................................................7
1.4 Tujuan Khusus….......................................................................................8
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Laporan Pendahuluan
Defenisi .............................................................................................................9
Etiologi..............................................................................................................9
Tanda Dan Gejala............................................................................................11
Klasifikasi.........................................................................................................11
Fase Halusinasi................................................................................................12
Komplikasi ......................................................................................................14
Penatalaksanaan..............................................................................................14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Perilaku kekerasan
Pengkajian Keperawatan................................................................................17
Diagnosa Keperawatan....................................................................................18
Intervensi Keperawatan..................................................................................18
Implementasi Keperawatan............................................................................19
Evaluasi Keperawatan.....................................................................................20
BAB III TINJAUAN KASUS
Pengkajian Keperawatan.................................................................................21
Analisis Data......................................................................................................27
Diagnosa Keperawatan.....................................................................................28
Intervensi Keperawatan...................................................................................28
Implementasi & Evaluasi Keperawatan ........................................................32
BAB IV PEMBAHASAN
Tahap Pengkajian.............................................................................................35
Tahap Intervensi ............................................................................................35
Tahap Implementasi ......................................................................................36
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................37
B.Saran.............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat berharga di dalam kehidupan sehingga
peran serta masyarakat diperlukan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan, begitu pula
kesehatan jiwa yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang cukup signifikan di
dunia termasuk di Indonesia. Pentingnya kesehatan jiwa ini dituangkan pula pada UU No. 18
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.
Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental yang
terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi
global menderita gangguan depresi dan 3,6% gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi
meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab
terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit yang dialami orang-orang yang
tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017). Gangguan jiwa
dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar 450 juta orang
menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. 2 Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling
dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di
negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan
penanganan media. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan
pada laki-laki dibanding perempuan (Ashtukrkar & Dixit, 2013).
Menurut Yosep & Sutini (2016) pada pasien skizofrenia, 70% pasien mengalami
halusinasi. Halusinasi adalah gangguan penerimaan pancaindra tanpa stimulasi eksternal
(halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan perabaan). Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
persepsi sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat,
2014). Stuart dan Laraia dalam Yosep (2016) menyatakan bahwa pasien dengan halusinasi
dengan diagnosa medis skizofrenia sebanyak 20% mengalami halusinasi pendengaran dan
penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami
halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya.
Menurut Riskesdas 2018 yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
menyimpulkan bahwa prevalensi bervariasi dimana prevalensi rumah tangga dengan ART
gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis menurut provinsi yang memiliki angka gangguan
jiwa tertinggi adalah provinsi Bali (11%) dan terendah provinsi Kepulauan Riau (3%). Untuk
proporsi rumah tangga yang 3 memiliki ART gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis yang
pernah dipasung dalam rumah tangga sebanyak (14%) dan tidak sebanyak (86%), sedangkan
yang pernah melakukan pasung tiga bulan terakhir sebanyak (31,5%) dan tidak sebanyak
(68,5%).
Berdasarkan data pasien yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda pada tahun 2016 terdapat pasien sebanyak 249 orang,
dengan presentase 38% yang mengalami halusinasi, 5% yang mengalami harga diri rendah,
15% yang menarik diri, 1% yang mengalami waham, 35% yang mengalami perilaku
kekerasan, dan 6% yang mengalami defisit perawatan diri. Dan pada bulan Januari sampai
bulan Mei tahun 2017 mencatat rata-rata pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda sebanyak 168 orang, dengan persentase 36% yang
mengalami halusinasi, 4% yang mengalami harga diri rendah, 13% yang mengalami isolasi
sosial, 1% yang mengalami waham, 32% yang mengalami perilaku kekerasan, dan 5% yang
mengalami defisit perawatan diri.
Dari data Puskesmas Juanda pada tahun 2015 terdapat 42 orang dengan gangguan
kejiwaan, dimana pada beberapa pasien memiliki lebih dari 1 diagnosa keperawatan.
Halusinasi 27 orang, RPK 14 orang, DPD 13 orang, harga diri rendah 9 orang, isolasi sosial 8
orang, ketidakberdayaan 3 orang, depresi berat 2 orang, dan resiko bunuh diri 1 orang.
Terdapat beberapa faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, menurut
Sullinger 1988 dalam (Yosep & Sutini, 2016) pertama yaitu klien 4 dimana diketahui bahwa
klien yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh,
kedua dokter sebagai pemberi resep yang diharapkan tetap waspada mengidentifikasi dosis
teraupetik yang dapat mencegah kambuh dan efek samping, ketiga yaitu penanggung jawab
klien setalah pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas
program adaptasi klien di rumah sakit, dan yang keempat yaitu ketidakmampuan keluarga
dalam merawat klien juga sebagai faktor penyebab kekambuhan klien. Keluarga merupakan
unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan “perawat utama” bagi klien. Keluarga
berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan
perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah karena dapat
mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal
asuhan di RS akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah sehingga
kemungkinan dapat dicegah (Nasir & Muhith, 2011).
Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu
mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika keluarga tidak
mampu merawat pasien, pasien akan kambuh kembali sehingga untuk memulihkannya lagi
akan sulit. Untuk itu perawat harus memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga agar
keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di
Rumah Sakit maupun di rumah. Tindakan keperawatan yang ditujukan untuk keluarga pasien
yang bertujuan agar keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah 5 sakit
maupun di rumah, dan keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien
(Muhith, 2015).
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang proses
keperawatan pasien dengan melalui pengelolaan kasus Asuhan Keperawatan pada Klien
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Terintegrasi Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Juanda Kota Samarinda dengan pendekatan karya tulis ilmiah.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
studi kasus ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran pada Tn. E
1.3Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara umum tentang asuhan
keperawatan pada pasien gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada Tn. E.
1.4 Tujuan Khusus
a. Untuk melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran.
b. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran.
c. Untuk menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran.
d. Untuk melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran.
e. Untuk mengevaluasi pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres
berkepanjangan jangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
B) Faktor presipitasi
1) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai
makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spritual.
Sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1.Dimensi fisik 5. Dimensi spritual
2.Dimensi emosional
3.Dimensi intelektual
4.Dimensi sosial
3. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada klien dengan halusinasi pendengaran adalah bicara atau
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga kearah tertentu,
menutup telinga, mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya (Fitria, 2009)
4. KLASIFIKASI HALUSINASI
Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2015).
1) Halusinasi Pendengaran
Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa
sebab, mengarahkan telinga kearah tertentu,klien menutup telinga.
Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,
mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan
suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Halusinasi Penglihatan
Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas.
Data subjektif anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster.
3) Halusinasi Penciuman
Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-bauan
tertentu dan menutup hidung.
Data subjektif antara lain: mencium baubau seperti bau darah, feses,
dan kadang-kadang bau itu menyenagkan.
4) Halusinasi Pengecapan
Data objektif antara lain: sering meludah, muntah.
Data subjektif antara lain: merasakan seperti darah, feses, muntah.
5) Halusinasi Perabaan
Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data subjektif antara lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan
kulit, merasa seperti tersengat listrik.
5. FASE HALUSINASI
Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada lima fase
yaitu:
1) Stage I (Sleep Disorder)
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.
Karakteristik :
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah
makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya
kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah di
kampus, di drop out, dst. Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangung terus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.
6. KOMPLIKASI
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara suara yang memberinya perintah sehingga rentan
melakukan perilaku yang tidak adaptif.
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah utama gangguan
sensori persepsi: halusinasi antara lain :
- Resiko perilaku kekerasan
- Harga diri rendah
- Isolasi social
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Keliat (2014) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan
saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin
sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi
untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar
informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara
konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak
asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk
membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang
tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya.
Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman
halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus
bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien
untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya,
klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara
internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…,
tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi
muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-
cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi
adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi,
ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi,
waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya terdapat pada
penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas,
psikosa involution, psikosa masa kecil.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi: Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma
gilies de la tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada
gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa
khususnya gejala skizofrenia.
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain.
Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus
internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang
yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik
dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana
kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur
dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor
pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada
waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Stuart (2009). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi meliputi:
1. Faktor predisposisi Faktor predisposisi atau faktor yang mendukung terjadinya
halusinasi menurut Stuart (2013) adalah :
a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada schizophrenia.Kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian schizophrenia lebih
tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan secara terpisah.
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
c. Faktor sosial budaya
Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan psikotik
lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
3.1 PENGKAJIAN
Ruang rawat : Ruang Garuda Pria
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn.E Tanggal Pengkajian : 4 April 2022
Umur : 55 Tahun No. RM : 003427
Informan : Pasien
II. ALASAN MASUK
Tn.E mengatakan bahwa ia masuk ke RSJ karena berantam dengan abang Ipar yang disuruh
oleh suara suara yang ia dengar.Tn E mengatakan bahwa ia mendengar suara suara bisikan
ditelinga dan susah tidur.
Tn.E pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu.Tn E pernah masuk ke RSJ.Prof.lidrem
dan pulang kerumah.Setelah pasien pulang ke RSJ berobat jalan kurang lebih 2 tahun,namun
belakangan ini selama dirumah pasien tidak terkontrol minum obat dan keluarga juga tidak
lagi membawa berobat jalan lalu gangguan jiwa yang dialami pasien kembali kambuh
sehingga keluarga membawa pasien ke RSJ Bina Karsa untuk dirawat,dan hingga saat ini
pasien sudah dirawat di RSJ Bina Karsa.Dari anggota keluarga klien yang mengalami
gangguan jiwa hanya klien saja masalah keperawatannya tidak ada.Pengalaman masa
lalunya yang tidak menyenangkan yaitu klien mengatakan ia disuruh suruh dan ia tidak suka
disuruh.Sehingga dia marah marah dan mengikuti suara suara yang berbisik ditelinga.
Masalah Keperawatan
IV. FISIK
Tanda tanda Vital : TD : 140/90mmhg T : 36,4
HR : 85x/menit RR : 22x/menit
V.PSIKOSOSIAL
1.Genogram
: Perempuan
:Klien
:Meninggal
3.Hubungan Sosial
Orang yang berarti : Kedua orang tua
Peran serta dari kegiatan kelompok atau masyarakat mengikuti gotong royong
dilingkungan RSJ
Hambatan dalam berhubungan dari orang lain,Tidak ada klien bergaul dengan sesame
teman di RSJ Bina Karsa
Masalah Keperawatan : Tidak ada
4.Spiritual
a.Nilai dan keyakinan : Tn E beragama Islam dan ia percaya dengan Allahnya
b.Kegiatan Ibadah : melakuakan shalat tanpa paksaan
masalah keperawatan : Tidak ada
VI.STATUS MENTAL
1.Penampilan
Tn E berpenampilan rapi,mandi tanpa diarahkan dan bisa menggunakn baju dengan
sendirinya
2. Pembicaraan
Tn E berbicara dengan lambat tetapi dapat mengerti dan sesuai dengan topic prmbicaraan
3.Aktivitas Motorik
Tn E saat diwawancarai terlihat lesu tetapi jikadisuruh oleh perawat psien mampu
melakukannya
4.Alam Perasaan
Tn E merasa khawatir bila mendengar suara suara bisikan ditelinganya .klien tanpak
mengerutkan dahi saaat berbicara
Masalah keperawatan : Gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran
5.Efek
Tn E baik dan dapat menceritakannya atau mengungkapkan ekspresi perasaannya sesuai
dengan topic pembicaraan
6.Interaksi sesame wawancara
Selama wawancara Tn E tanpak koopertif dan mau menjawab pertanyaan kontak mata
7.Persepsi
Tn E mengatakan mendengar suara suara bisikan ditelingannya dan masih sering muncul
sampai sekarang
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi sensori,Halusinasi Pendengaran
8.Proses pikir
Saat diwawancara Tn E mampu menjawab saat ditanya oleh perawat
9.Isi Fikir
Saat diwawancara Tn E dapat mengontrol isi pikirannya klien tidak mengalami gangguan
isi pikir
10.Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran Tn Ea baik klien tidak mengalami gangguan disorientasi waktu tempat
dan orang.klien masih bisa membedakannya.
11.Memori
Tn E mampu menceritakan kejadian dimasa lalu dan yang baru terjadi
12.Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tn E mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana tanpa bantuan orang lain.
13.Kemampuan Penilaian
Tn E dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk
14.Daya titik diri
Tn E tidak menginginkan penyakit yang diderita klien mengetahui dan menyadari bahwa
ia sedang sakit dan dirawat di RSJ
Vlll.MEKANISME KOPING
Tn E dapat berbicara dengan orang lain dengan baik,Tn E mengatakan bahwa ia kadang
mengikuti olahraga dari RSJ seperti senam.Tn E tidak meminum Alkohol dan tidak
menghindar orang lain.
Masalah Kesehatan
2.jelaskan tentang
obat obatan dan
halusinasi
Sp3 strategi
pelaksanaan
pertemuan 3 pada
pasien
1. Evaluasi
tanda dan
gejala
HDR
2. Evaluasi
manfaat
melakukan
kegitan 1
dan 2
3. Masukkan
kejadwal
kegiatan
untuk
latihan
Sp4 strategi
pelaksanaan
pertemuan4 pada
pasien
1. Evaluasi
tanda dan
gejala
2. Evaluasi
manfaat
melakukan
kegiatn
3. Bantu
klien
memilih
kegiatan
4. Latih
kegiatan
5. Masukkan
pada
jadwal
untuk
latihan
NO RM : 003427
4.1Tahap Pengkajian
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber yaitu dari pasien
dan pengawas yayasan. Mahasiswa mendapat sedikit kesulitan dalam menyimpulkan data karena
keluarga pasien jarang mengunjungi pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa. Maka mahasiswa
melakukan pendekatan pada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka membantu
pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada pasien. Adapun
upaya tersebut yaitu:
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada pasien agar
pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian pasien dengan wawancara dan tidak menemukan kesenjangan
karena ditemukan hal yang sama seperti di teori Halusinasi Pendengaran..
4.2Tahap Intervensi
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnose
keperawatan. Pada tahap perencanaan, kelompok hanya menyusun rencana tindakan
keperawatan sesuai dengan pohon masalah keperawatan yaitu : Halusinasi Pendengaran. Pada
tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan sehingga kelompok
dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin. Secara teoritis digunakan cara strategi
pertemuan sesuai dengan diagnose keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya
yang dilakukan kelompok yaitu :
1. Bina hubungan saling percata dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
2. Bantu pasien mengungkapkan perasaannya
3. Bantu pasien mengungkapkan tanda-tanda Halusinasi Pendengaran yang dialaminya
4. Diskusikan dengan pasien Halusinasi Pendengaran yang dirasakan selama ini.
5. Diskusikan dengan pasien akibat negative yang dilakukannya
6. Diskusikan dengan pasien cara Menghilangkan Halusinasi Pendengaran Tersebut.
7. Diskusikan cara yang akan dipilih dan anjurkan pasien memilih cara yang
memungkinkan untuk menghilangkan suara-suara yang tidak nyata yang didengar.
8. Latih pasien memperagakan cara untuk menghilangkan suara-suara yang tidak nyata.
9. Anjurkan pasien menggunakan cara yang sudah dilatih saat pasien sedang mendengarkan
suara-suara yang tidak nyata.
10. Diskusikan pentingnya peran dan dukungan keluarga sebagai pendukung pasien untuk
Menghilangkan Halusinasi Pendengaran Tersebut.
11. Jelaskan kepada pasien fungsi obat yang akan diminumnya
12. Anjurkan pasien meminum obat tepat waktu, melapor kepada perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak biasa, dan beri pujian terhadap kedisiplinan pasien
menggunakan obat
5.1 Kesimpulan
Orang Dengan Gangguan Jiwa adalah orang yang mengalami gangguan pada psikisnya
sehingga pada pengakjian: klien mengatakan bahwa ia masuk RSJ Bina Karsa karena berantam
dengan abang Ipar yang disuruh oleh suara suara yang ia dengar. Tn.E mengatakan bahwa ia
mendengar suara suara bisikan ditelinga dan susah tidur. Pengalaman masa lalunya yang tidak
menyenangkan yaitu disuruh suruh dan ia tidak suka disuruh. Sehingga dia marah marah dan
mengikuti suara suara yang berbisik ditelinga. Data objektif klien tanpak gelisah dan takut saat
mendengar suara bisikan tersebut dan klien sering berbicara sendiri dan ngelantur
Masalah keperawatan yang didapat dari hasil pengkajian Tn. O dan Tn. H adalah Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Intervensi Keperawatan di masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran adalah
identifikasi penyebab halusinas, identifikasi tanda-tanda halusinasi, identifikasi akibat halusinasi,
identfikasi perilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi, ajarkan cara mengontrol halusinas
dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas terjadwal dan
minum obat secara teratur.
Pelaksanaan tindakan dari kedua pasien dengan cara mengajarkan Strategi Pelaksanaan (SP)
pasien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran. Implementasi Tn. E berlangsung
selama 3 hari dalam kondisi mampu mengontrol halusinasi dan minum obat secara teratur di
setiap harinya. Evaluasi pada studi kasus ini Tn. E mampu membina hubungan saling percaya,
pasien kooperartif, pasien dapat melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
bercakap-cakap, melakukan kegiatan, serta mampu menunjukkan dan menyebutkan kembali
jenis obat dan manfaatnya.
5.2 Saran
Adapun yang menjadi saran kelompok kepada teman-teman mahasiswa agar kiranya dapat
memahami substansi dalam penulisan makalah ini dan hendaknya mengkuti langkah-langkah
proses keperawatan sesuai dengan pelaksanaan tindakannya yang dilakukan secara sistematis dan
tertulis agar tindakan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Diharapkan hasil seminar
kelompok ini dapat menjadi referensi lain serta dapat menjadi acuan untuk dikembangkan
kembali dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran. Bagi Pasien Diharapkan pasien mampu melakukan SP Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran yang telah diajarkan oleh perawat disetiap jadwal yang
telah dibuat bersama agar halusinasi tidak kambuh kembali.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.pkr.ac.id/464/7/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/317/1/1%20HAL%20SAMPUL
%20DEPAN%20%2817%20files%20merged%29.pdf
http://repository.pkr.ac.id/464/7/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
Dalami, E., Rochimah, N., Suryati, K. R., & Lestari, W. (2009). Asuhan keperawatan klien
dengan gangguan jiwa.
Damaiyanti & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.
Darmaja, I Kade. (2014). Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S” Dengan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang Kenari Rsj Dr. Radjiman
Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi
Keliat B, dkk. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC. Keliat, B.A & Akemat.
(2015). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.