Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN SEMINAR PKK JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN.E DENGAN KASUS


HALUSINASI PENDENGARAN DI RSJ BINA KARSA MEDAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


Mata Kuliah : Praktek Keperawatan Klinik Jiwa
Dosen Pengampu : Dina Yusdiana S.Kep, Ns, M.Kes

Nama Kelompok : Gelombang II


1. Marta Dahlia Lubis (P07520219024)
2. Masriati Sianturi (P07520219025)
3. Melida Br Manik (P0752021902 )
4. Nandita N Samosir (P0752021902 )

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN KEPERAWATAN MEDAN
PRODI SARJANA TERAPAN
TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sehingga penyusunan laporan seminar

kasus dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Laporan ini di susun dengan guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah PKK Jiwa dengan judul Asuhan Keperawatan
Pada Tn.E dengan Kasus Halusinasi Pendengaran RSJ Bina Karsa serta untuk menambah
wawasan untuk mahasiswa. Semoga laporan seminar ini dapat memberikan manfaat.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang memberi saran dan kritik sehingga makalah ini dapat selesai. Dalam penyusunan
laporan seminar PKK Jiwa ini kami berterimaksih kepada Ibu Dina Yusdiana S.Kep, Ns,
M.Kes yang telah membantu dan membimbing kami.
Kami menyadari sepenuhnya laporan seminar ini jauh dari kata sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran, kritik, dan masukan yang membangun dari berbagai pihak.
Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan mamfaat bagi kami selaku
mahasiswa dan pembaca.

Medan, April 2022


DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................7
1.3 Tujuan Umum…........................................................................................7
1.4 Tujuan Khusus….......................................................................................8
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Laporan Pendahuluan
Defenisi .............................................................................................................9
Etiologi..............................................................................................................9
Tanda Dan Gejala............................................................................................11
Klasifikasi.........................................................................................................11
Fase Halusinasi................................................................................................12
Komplikasi ......................................................................................................14
Penatalaksanaan..............................................................................................14
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Perilaku kekerasan
Pengkajian Keperawatan................................................................................17
Diagnosa Keperawatan....................................................................................18
Intervensi Keperawatan..................................................................................18
Implementasi Keperawatan............................................................................19
Evaluasi Keperawatan.....................................................................................20
BAB III TINJAUAN KASUS
Pengkajian Keperawatan.................................................................................21
Analisis Data......................................................................................................27
Diagnosa Keperawatan.....................................................................................28
Intervensi Keperawatan...................................................................................28
Implementasi & Evaluasi Keperawatan ........................................................32
BAB IV PEMBAHASAN
Tahap Pengkajian.............................................................................................35
Tahap Intervensi ............................................................................................35
Tahap Implementasi ......................................................................................36
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................37
B.Saran.............................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat berharga di dalam kehidupan sehingga
peran serta masyarakat diperlukan untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan, begitu pula
kesehatan jiwa yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan yang cukup signifikan di
dunia termasuk di Indonesia. Pentingnya kesehatan jiwa ini dituangkan pula pada UU No. 18
Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa.
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat
mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya.
Menurut World Health Organization (2017) pada umumnya gangguan mental yang
terjadi adalah gangguan kecemasan dan gangguan depresi. Diperkirakan 4,4% dari populasi
global menderita gangguan depresi dan 3,6% gangguan kecemasan. Jumlah penderita depresi
meningkat lebih dari 18% antara tahun 2005 dan 2015. Depresi merupakan penyebab
terbesar kecacatan di seluruh dunia. Lebih dari 80% penyakit yang dialami orang-orang yang
tinggal di negara yang berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017). Gangguan jiwa
dapat terjadi pada siapa saja dan kapan saja. Hasil analisis dari WHO sekitar 450 juta orang
menderita gangguan jiwa termasuk skizofrenia. 2 Skizofrenia menjadi gangguan jiwa paling
dominan dibanding gangguan jiwa lainnya. Penderita gangguan jiwa sepertiga tinggal di
negara berkembang, 8 dari 10 orang yang menderita skizofrenia tidak mendapatkan
penanganan media. Gejala skizofrenia muncul pada usia 15-25 tahun lebih banyak ditemukan
pada laki-laki dibanding perempuan (Ashtukrkar & Dixit, 2013).
Menurut Yosep & Sutini (2016) pada pasien skizofrenia, 70% pasien mengalami
halusinasi. Halusinasi adalah gangguan penerimaan pancaindra tanpa stimulasi eksternal
(halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan perabaan). Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan
persepsi sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat,
2014). Stuart dan Laraia dalam Yosep (2016) menyatakan bahwa pasien dengan halusinasi
dengan diagnosa medis skizofrenia sebanyak 20% mengalami halusinasi pendengaran dan
penglihatan secara bersamaan, 70% mengalami halusinasi pendengaran, 20% mengalami
halusinasi penglihatan, dan 10% mengalami halusinasi lainnya.
Menurut Riskesdas 2018 yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
menyimpulkan bahwa prevalensi bervariasi dimana prevalensi rumah tangga dengan ART
gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis menurut provinsi yang memiliki angka gangguan
jiwa tertinggi adalah provinsi Bali (11%) dan terendah provinsi Kepulauan Riau (3%). Untuk
proporsi rumah tangga yang 3 memiliki ART gangguan jiwa skizofrenia atau psikosis yang
pernah dipasung dalam rumah tangga sebanyak (14%) dan tidak sebanyak (86%), sedangkan
yang pernah melakukan pasung tiga bulan terakhir sebanyak (31,5%) dan tidak sebanyak
(68,5%).
Berdasarkan data pasien yang diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda pada tahun 2016 terdapat pasien sebanyak 249 orang,
dengan presentase 38% yang mengalami halusinasi, 5% yang mengalami harga diri rendah,
15% yang menarik diri, 1% yang mengalami waham, 35% yang mengalami perilaku
kekerasan, dan 6% yang mengalami defisit perawatan diri. Dan pada bulan Januari sampai
bulan Mei tahun 2017 mencatat rata-rata pasien rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda sebanyak 168 orang, dengan persentase 36% yang
mengalami halusinasi, 4% yang mengalami harga diri rendah, 13% yang mengalami isolasi
sosial, 1% yang mengalami waham, 32% yang mengalami perilaku kekerasan, dan 5% yang
mengalami defisit perawatan diri.
Dari data Puskesmas Juanda pada tahun 2015 terdapat 42 orang dengan gangguan
kejiwaan, dimana pada beberapa pasien memiliki lebih dari 1 diagnosa keperawatan.
Halusinasi 27 orang, RPK 14 orang, DPD 13 orang, harga diri rendah 9 orang, isolasi sosial 8
orang, ketidakberdayaan 3 orang, depresi berat 2 orang, dan resiko bunuh diri 1 orang.
Terdapat beberapa faktor penyebab klien kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit, menurut
Sullinger 1988 dalam (Yosep & Sutini, 2016) pertama yaitu klien 4 dimana diketahui bahwa
klien yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh,
kedua dokter sebagai pemberi resep yang diharapkan tetap waspada mengidentifikasi dosis
teraupetik yang dapat mencegah kambuh dan efek samping, ketiga yaitu penanggung jawab
klien setalah pulang ke rumah maka perawat puskesmas tetap bertanggung jawab atas
program adaptasi klien di rumah sakit, dan yang keempat yaitu ketidakmampuan keluarga
dalam merawat klien juga sebagai faktor penyebab kekambuhan klien. Keluarga merupakan
unit yang paling dekat dengan klien dan merupakan “perawat utama” bagi klien. Keluarga
berperan dalam menentukan cara atau asuhan yang diperlukan klien di rumah. Keberhasilan
perawat di rumah sakit dapat sia-sia jika tidak diteruskan di rumah karena dapat
mengakibatkan klien harus dirawat kembali (kambuh). Peran serta keluarga sejak awal
asuhan di RS akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat klien di rumah sehingga
kemungkinan dapat dicegah (Nasir & Muhith, 2011).
Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu
mempertahankan program pengobatan secara optimal. Namun demikian, jika keluarga tidak
mampu merawat pasien, pasien akan kambuh kembali sehingga untuk memulihkannya lagi
akan sulit. Untuk itu perawat harus memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga agar
keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien dengan halusinasi baik saat di
Rumah Sakit maupun di rumah. Tindakan keperawatan yang ditujukan untuk keluarga pasien
yang bertujuan agar keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik di rumah 5 sakit
maupun di rumah, dan keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif bagi pasien
(Muhith, 2015).
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mengetahui lebih dalam tentang proses
keperawatan pasien dengan melalui pengelolaan kasus Asuhan Keperawatan pada Klien
Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Terintegrasi Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas
Juanda Kota Samarinda dengan pendekatan karya tulis ilmiah.

1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
studi kasus ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran pada Tn. E

1.3Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan secara umum tentang asuhan
keperawatan pada pasien gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran pada Tn. E.
1.4 Tujuan Khusus
a. Untuk melakukan pengkajian terhadap pasien dengan gangguan persepsi sensori :
halusinasi pendengaran.
b. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran.
c. Untuk menyusun perencanaan keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran.
d. Untuk melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan gangguan persepsi
sensori : halusinasi pendengaran.
e. Untuk mengevaluasi pada pasien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi
pendengaran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 KONSEP DASAR HALUSINASI


1. DEFINISI HALUSINASI
Halusinasi adalah persepsi klien yang salah terhadap lingkungan tanpa stimulus
yang nyata, memberi persepsi yang salah atau pendapat tentang sesuatu tanpa ada objek
atau rangsangan yang nyata dan hilangnya kemampuan manusia untuk membedakan
rangsangan internal pikiran dan rangsangan eksternal (Trimelia, 2011).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduaan tanpa adanya stimulus yang nyata (Keliat, 2014).
Halusinasi adalah gangguan persepsi tentang suatu objek atau gambaran dan
pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem penginderaan (Dalami, Ermawati dkk 2014).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa halusinasi
adalah adanya gangguan persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran
sering terjadi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan dengan persepsi yang salah terhadap lingkungan
tanpa stimulus yang nyata.
2. ETIOLOGI
A)Faktor predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi :
1) Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentah terhadap stress.
2) Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungannya sejak bayi akan
merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.

3) Faktor biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stres yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan
suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stres
berkepanjangan jangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak.
4) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan
klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
5) Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukan
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.

B) Faktor presipitasi
1) Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, bingung, perilaku menarik diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan keadaan yang nyata dan tidak nyata.
Menurut Rawlins dan Heacock (1993) mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebagai
makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spritual.
Sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :
1.Dimensi fisik 5. Dimensi spritual
2.Dimensi emosional
3.Dimensi intelektual
4.Dimensi sosial
3. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala pada klien dengan halusinasi pendengaran adalah bicara atau
tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, mendekatkan telinga kearah tertentu,
menutup telinga, mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara menyuruh melakukan sesuatu yang
berbahaya (Fitria, 2009)
4. KLASIFIKASI HALUSINASI
Klasifikasi halusinasi terbagi menjadi 5 menurut Yusuf (2015).
1) Halusinasi Pendengaran
Data objektif antara lain: bicara atau tertawa sendiri, marah tanpa
sebab, mengarahkan telinga kearah tertentu,klien menutup telinga.
Data subjektif antara lain: mendengarkan suara-suara atau kegaduhan,
mendengarkan suara yang ngajak bercakap-cakap, mendengarkan
suara yang menyuruh melakukan sesuatu yang berbahaya.
2) Halusinasi Penglihatan
Data objektif antara lain: menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada
sesuatu yang tidak jelas.
Data subjektif anatar lain: melihat bayangan, sinar, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster.
3) Halusinasi Penciuman
Data objektif antara lain: mencium seperti membaui bau-bauan
tertentu dan menutup hidung.
Data subjektif antara lain: mencium baubau seperti bau darah, feses,
dan kadang-kadang bau itu menyenagkan.
4) Halusinasi Pengecapan
Data objektif antara lain: sering meludah, muntah.
Data subjektif antara lain: merasakan seperti darah, feses, muntah.
5) Halusinasi Perabaan
Data objektif antara lain: menggaruk-garuk permukaan kulit.
Data subjektif antara lain: mengatakkan ada serangga dipermukaan
kulit, merasa seperti tersengat listrik.
5. FASE HALUSINASI
Menurut Yosep (2010) dan Trimeilia (2011) tahapan halusinasi ada lima fase
yaitu:
1) Stage I (Sleep Disorder)
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.
Karakteristik :
Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan,
takut diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah
makin terasa sulit karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya
kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati kekasih, masalah di
kampus, di drop out, dst. Masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support sistem kurang dan persepsi terhadap
masalah sangat buruk. Sulit tidur berlangung terus-menerus sehingga
terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan awal
tersebut sebagai pemecahan masalah.

2) Stage II (Comforting Moderate Level of Anxiety)


Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami.
Karakteristik :
Klien mengalami emosi yang berlanjut, seperti adanya
perasaan cemas, kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan
mencoba untuk memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya diatur, dalam
tahapan ini ada kecenderungan klien merasa nyaman dengan
halusinasinya. Perilaku yang muncul biasanya dalah menyeringai
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibirnya tanpa
menimbulkan suara, gerakan mata cepat, respon verbal lamban,
diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
3) Stage III (Condemning Severe Level of Anxiety)
Secara umum halusinasi sering mendatangi klien.
Karakteristik :
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami
bias. Klien mulai merasa tidak mampu mengontrolnya dan mulai
berupaya untuk menjaga jarak antara dirinya dengan objek yang
dipersepsikan klien. Klien mungkin merasa malu karena pengalaman
sensorinya tersebut dan menarik diri dari orang lain dengan intensitas
watu yang lama. Perilaku yang muncul adalah terjadinya peningkatan
sistem syaraf otonom yang menunjukkan ansietas atau kecemasan,
seperti : pernafasan meningkat, tekanan darah dan denyut nadi
menurun, konsentrasi menurun.
4) Stage IV (Controling Severe Level of Anxiety)
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan.
Karakteristik :
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang
datang. Klien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir.
Dari sinilah dimulai fase gangguan psikotik. Perilaku yang biasanya
muncul yaitu individu cenderung mengikuti petunjuk sesuai isi
halusinasi, kesulitan berhubungan dengan orang lain, rentang
perhatian hanya beberapa detik/menit.
5) Stage V (Concuering Panic Level of Anxiety)
Klien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Karakteristik :
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila klien tidak dapat
menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau
seharian bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat. Perilaku yang muncul adalah perilaku
menyerang, risiko bunuh diri atau membunuh, dan kegiatan fisik yang
merefleksikan isi halusinasi (amuk, agitasi, menarik diri).

6. KOMPLIKASI
Halusinasi dapat menjadi suatu alasan mengapa klien melakukan tindakan
perilaku kekerasan karena suara suara yang memberinya perintah sehingga rentan
melakukan perilaku yang tidak adaptif.
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan masalah utama gangguan
sensori persepsi: halusinasi antara lain :
- Resiko perilaku kekerasan
- Harga diri rendah
- Isolasi social

7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Keliat (2014) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan
saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin
sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi
untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar
informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara
konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak
asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk
membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang
tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya.
Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman
halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus
bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Menurut Keliat (2014), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien
untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya,
klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara
internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar…,
tidak mau lihat”. Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi
muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-
cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan
cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi
adalah:
a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi: Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi,
ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi,
waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya terdapat pada
penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas,
psikosa involution, psikosa masa kecil.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi: Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma
gilies de la tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada
gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi: Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa
khususnya gejala skizofrenia.
3. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain.
Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus
internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
4. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian.
Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang
yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik
dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana
kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur
dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor
pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada
waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol
halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Menurut Stuart (2009). Bahwa faktor-faktor terjadinya halusinasi meliputi:
1. Faktor predisposisi Faktor predisposisi atau faktor yang mendukung terjadinya
halusinasi menurut Stuart (2013) adalah :
a. Faktor biologis
Pada keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang diadopsi
menunjukkan peran genetik pada schizophrenia.Kembar identik yang
dibesarkan secara terpisah mempunyai angka kejadian schizophrenia lebih
tinggi dari pada saudara sekandung yang dibesarkan secara terpisah.
b. Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis akan mengakibatkan
stress dan kecemasan yang berakhir dengan gangguan orientasi realita.
c. Faktor sosial budaya
Stress yang menumpuk awitan schizophrenia dan gangguan psikotik
lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.

2. Faktor presipitasi Faktor presipitasi atau faktor pencetus halusinasi menurut


Stuart (2009) adalah:
a. Biologis
b. Lingkungan
c. Stres sosial / budaya
d. Faktor psikologik
e. Mekanisme koping
f. Sumber koping
g. Perilaku halusinasi
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2017) diagnosa keperawatan utama pada klien dengan prilaku
halusinasi adalah Gangguan sensori persepsi: Halusinasi (pendengaran, penglihatan,
pengecapan, perabaan dan penciuman). Sedangkan diagnosa keperawatan terkait lainnya
adalah Isolasi social dan Resiko menciderai diri sendiri, lingkungan dan orang lain.

2.2.3 Tindakan Keperawatan


Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien tidak hanya berfokus pada
masalah halusinasi sebagai diagnose penyerta lain. Hal ini dikarenakan tindakan yang
dilakukan saling berkontribusi terhadap tujuan akhir yang akan dicapai. Rencana
tindakan keperawatan pada klien dengan diagnose gangguan persepsi sensori halusinasi
meliputi pemberian tindakan keperawatan berupa terapi generalis individu yaitu (Kanine,
E., 2012) :
1. Mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
2. Patuh minum obat secara teratur.
3. Melatih bercakap-cakap dengan orang lain,
4. Menyusun jadwal kegiatan dan dengan aktifitas
5. Terapi kelompok terkait terapi aktifitas kelompok stimulasi persepsi halusinasi.
Rencana tindakan pada keluarga (Keliat, dkk. 2014) adalah
1. Diskusikan masalah yang dihadap keluarga dalam merawat pasien
2. Berikan penjelasan meliputi : pengertian halusinasi, proses terjadinya
halusinasi, jenis halusinasi yang dialami, tanda dan gejala halusinasi, proses
terjadinya halusinasi.
3. Jelaskan dan latih cara merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi :
menghardik, minum obat, bercakap-cakap, melakukan aktivitas.
4. Diskusikan cara menciptakan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya
halusinasi.
5. Diskusikan tanda dan gejala kekambuhan
6. Diskusikan pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk follow up
anggota keluarga dengan halusinasi.
2.2.4 Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Pada situasi
nyata sering pelaksanaan jauh berbeda dengan rencana, hal ini terjadi karena perawat
belum terbiasa menggunakan rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan
(Dalami, 2009). Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan,
perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih sesuai dan
dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya (here and now). Perawat juga menilai diri
sendiri, apakah kemampuan interpersonal, intelektual, tekhnikal sesuai dengan tindakan
yang akan dilaksanakan, dinilai kembali apakah aman bagi klien. Setelah semuanya tidak
ada hambatan maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
Adapun pelaksanaan tindakan keperawatan jiwa dilakukan berdasarkan Strategi
Pelaksanaan (SP) yang sesuai dengan masing-masing masalah utama. Pada masalah
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran, terdapat 2 jenis SP, yaitu SP Klien
dan SP .
SP klien terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi halusinasi “jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi, perasaan dan respon
halusinasi”, mengajarkan cara menghardik, memasukan cara menghardik ke dalam
jadwal; SP 2 (mengevaluasi SP 1, mengajarkan cara minum obat secara teratur,
memasukan ke dalam jadwal); SP 3 (mengevaluasi SP 1 dan SP 2, menganjurkan klien
untuk mencari teman bicara); SP 4 (mengevaluasi SP 1, SP 2, dan SP 3, melakukan
kegiatan terjadwal).
SP terbagi menjadi SP 1 (membina hubungan saling percaya, mendiskusikan
masalah yang dihadapi dalam merawat pasien, menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
helusinasi, jenis halusinasi yang dialami klien beserta proses terjadinya, menjelaskan cara
merawat pasien halusinasi); SP 2 (melatih keluarga mempraktekan cara merawat pasien
dengan halusinasi, melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada pasien
halusinasi); SP 3 (membantu keluarga membuat jadwal aktivitas di rumah termasuk
minum obat (discharge planing), menjelaskan follow up pasien setelah pulang).
Pada saat akan dilaksanakan tindakan keperawatan maka kontrak dengan klien
dilaksanakan dengan menjelaskan apa yang akan dikerjakan dan peran serta klien yang
diharapkan, dokumentasikan semua tindakan yang telah dilaksanakan serta respon klien.
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien (Dalami, 2009). Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon
klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan, evaluasi dapat dibagi dua jenis yaitu:
evaluasi proses atau formatif dilakukan selesai melaksanakan tindakan. Evaluasi hasil
atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon klien pada tujuan umum dan
tujuan khusus yang telah ditentukan. Evaluasi keperawatan yang diharapkan pada pasien
dengan gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran adalah: tidak terjadi perilaku
kekerasan, klien dapat membina hubungan saling percaya, klien dapat mengenal
halusinasinya, klien dapat mengontrol halusinasinya, klien mendapatkan dukungan dari
keluarga dalam mengontrol halusinasinya, klien dapat menggunakan obat dengan baik
dan benar.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
Ruang rawat : Ruang Garuda Pria
I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn.E Tanggal Pengkajian : 4 April 2022
Umur : 55 Tahun No. RM : 003427
Informan : Pasien
II. ALASAN MASUK

Tn.E mengatakan bahwa ia masuk ke RSJ karena berantam dengan abang Ipar yang disuruh
oleh suara suara yang ia dengar.Tn E mengatakan bahwa ia mendengar suara suara bisikan
ditelinga dan susah tidur.

III. FAKTOR PREDISPOSISI

Tn.E pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu.Tn E pernah masuk ke RSJ.Prof.lidrem
dan pulang kerumah.Setelah pasien pulang ke RSJ berobat jalan kurang lebih 2 tahun,namun
belakangan ini selama dirumah pasien tidak terkontrol minum obat dan keluarga juga tidak
lagi membawa berobat jalan lalu gangguan jiwa yang dialami pasien kembali kambuh
sehingga keluarga membawa pasien ke RSJ Bina Karsa untuk dirawat,dan hingga saat ini
pasien sudah dirawat di RSJ Bina Karsa.Dari anggota keluarga klien yang mengalami
gangguan jiwa hanya klien saja masalah keperawatannya tidak ada.Pengalaman masa
lalunya yang tidak menyenangkan yaitu klien mengatakan ia disuruh suruh dan ia tidak suka
disuruh.Sehingga dia marah marah dan mengikuti suara suara yang berbisik ditelinga.

Masalah Keperawatan

Gangguan sensori persepsi : Halusinasi Pendengaran,dan harga diri rendah

IV. FISIK
Tanda tanda Vital : TD : 140/90mmhg T : 36,4

HR : 85x/menit RR : 22x/menit

Ukur : TB : 170 cm BB : 70kg

Keluhan Fisik : Tidak ada


Tanda tanda vital pasien normaldan tidak ada menunjukkan masalah kesehatan fisik

Masalah Keperawatan : Tidak ada

V.PSIKOSOSIAL
1.Genogram

Ket : : Laki laiki

: Perempuan

:Klien

:Meninggal

Keterangan: Tn.E tinggal di Jl.Perta No 43 Medan,Tn E merupakan anak ke 4 dari lima


bersaudara.Klien memiliki 3 bersaudara perempuan kakak dan 1 adik perempuan klien tinggal
bersama orang tua dan saudaranya.Tn E belum menikah

Masalah keperawatan : Tidak ada


2.Konsep Diri
a.Gambaran Diri
Tn E mengatakan bahwa ia menyukai bagian anggota tubuhnya seluruhnya
b.Identitas
Tn E adalah anak ke 4 dari lima bersaudara dan masih belum menikah.Tn E mengatakan
menerima dirinya sebagai laki laki
c.Peran
Tn E memiliki peran sebagai anak dan masih belum menikah.kegiatan klien dirumah
membantu pekerjaan rumah seperti biasannya
d.Ideal Diri
Tn E berharap ingin cepat pulang dan sembuh agar cepat pulang dan kembali pulang
kerumah berkumpul anggota keluarga
e. Harga Diri
Tn E merasa tidak berarti lagi semenjak dirinya menyadari gangguan yang dialami dan
semenjak klien dirawat diRSJ.
Masalh keperawatan : Harga Diri Rendah

3.Hubungan Sosial
Orang yang berarti : Kedua orang tua
Peran serta dari kegiatan kelompok atau masyarakat mengikuti gotong royong
dilingkungan RSJ
Hambatan dalam berhubungan dari orang lain,Tidak ada klien bergaul dengan sesame
teman di RSJ Bina Karsa
Masalah Keperawatan : Tidak ada

4.Spiritual
a.Nilai dan keyakinan : Tn E beragama Islam dan ia percaya dengan Allahnya
b.Kegiatan Ibadah : melakuakan shalat tanpa paksaan
masalah keperawatan : Tidak ada
VI.STATUS MENTAL
1.Penampilan
Tn E berpenampilan rapi,mandi tanpa diarahkan dan bisa menggunakn baju dengan
sendirinya
2. Pembicaraan
Tn E berbicara dengan lambat tetapi dapat mengerti dan sesuai dengan topic prmbicaraan
3.Aktivitas Motorik
Tn E saat diwawancarai terlihat lesu tetapi jikadisuruh oleh perawat psien mampu
melakukannya
4.Alam Perasaan
Tn E merasa khawatir bila mendengar suara suara bisikan ditelinganya .klien tanpak
mengerutkan dahi saaat berbicara
Masalah keperawatan : Gangguan sensori persepsi halusinasi pendengaran
5.Efek
Tn E baik dan dapat menceritakannya atau mengungkapkan ekspresi perasaannya sesuai
dengan topic pembicaraan
6.Interaksi sesame wawancara
Selama wawancara Tn E tanpak koopertif dan mau menjawab pertanyaan kontak mata
7.Persepsi
Tn E mengatakan mendengar suara suara bisikan ditelingannya dan masih sering muncul
sampai sekarang
Masalah keperawatan : Gangguan Persepsi sensori,Halusinasi Pendengaran
8.Proses pikir
Saat diwawancara Tn E mampu menjawab saat ditanya oleh perawat
9.Isi Fikir
Saat diwawancara Tn E dapat mengontrol isi pikirannya klien tidak mengalami gangguan
isi pikir
10.Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran Tn Ea baik klien tidak mengalami gangguan disorientasi waktu tempat
dan orang.klien masih bisa membedakannya.
11.Memori
Tn E mampu menceritakan kejadian dimasa lalu dan yang baru terjadi
12.Tingkat konsentrasi dan berhitung
Tn E mampu berkonsentrasi dalam perhitungan sederhana tanpa bantuan orang lain.
13.Kemampuan Penilaian
Tn E dapat membedakan hal yang baik dan yang buruk
14.Daya titik diri
Tn E tidak menginginkan penyakit yang diderita klien mengetahui dan menyadari bahwa
ia sedang sakit dan dirawat di RSJ

VII KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1.Makan
Tn E makan dengan sendiri,makan 3 kali sehari dan selalu habis dengan komposisi
nasi,sayur dan lauk pauk
2.BAB/BAK
Tn E mampu BAB/BAK dikamar mandi dengan mandiri biasannya Tn E BAB 1 Kali
perhari dan BAK 3-4 kali sehari
3.Mandi
Tn E mandi 1-2 kali sehari dengan mandiri
4.Berpakaian /Berhias
Tn E mampu berpakaian dengan mandiri dengan rapi
5.Istirahat dan tidur
Tidur siang lama: 1-2 jam
Tidur malam lama : 6-8 jam
6.Penggunaan obat
Tn E meminum obat dua kali sehari dengan bantuan perawat
7.Pemeliharaan kesehatan
Tn E memiliki perawatan lanjutan dan perawatan pendukung
8.Kegiatan dalam rumah
Tn E mengatakan bahwa ia menjaga kerapian rumah dan memcuci pakaian
9.Kegiatan diluar rumah
Tn E tidak pandai berbelanja dan menggunakan transfortasi

Vlll.MEKANISME KOPING
Tn E dapat berbicara dengan orang lain dengan baik,Tn E mengatakan bahwa ia kadang
mengikuti olahraga dari RSJ seperti senam.Tn E tidak meminum Alkohol dan tidak
menghindar orang lain.

IX.MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


1.Masalah dengan dukungan kelompok spesifik
Tn E tidak memiliki masalah dengan dukungan kelompok
2.Masalah berhubungan dengan lingkungan
Tn E mampu berhubungan dengan lingkungan RSJ Bina Karsa
3.Masalah dengan pendidikan spesifik
Tidak ada masalah dalam pendidikan,klien menyelesaikan pendidikannya sampai SMA
4.Masalah dengan pekerjaan,spesifik
Tidak bekerja dikarenakan adanya gangguan yang dialaminya
5.Masalah dengan perumahan,spesifik
Tn.E tinggal bersama dengan orang tua dan adiknya
6.Masalah Ekonomi,spesifik
Tn.E tidak bekerja karena sakit gangguan jiwa
7.Masalah dengan pelayanan kesehatan,spesifik
Tn E tidak mempunyai riwayat penyakit yang spesifik
8.Masalah lainnya,spesifik

X.PENGETAHUAN KURANG TENTANG

Tn.Ekurang mengetahui tentang penyakit jiwa,faktor posisi,koping dan system


pendukung.Tn E tidak mengetahui tentang penyakitnya bagaimana cara mengendalikan
emosi dan ras marah yang dirasakan
Xl.ASPEK MEDIK

Diagnosa Medis : SK12Ofrenia Paranoid


Terapi Medik : a.Resperidon tablet 2mg 2 x1
b.HLP Haloperido 2x1
c.Onzapin 1x1

3.2 ANALISA DATA


NO DATA MASALAH KEPERAWATAN
1 Ds: Ganggua Persepsi sendori
 Tn E mengatakan Halusinasi Pendengaran
mendengar suara suara
bisikan ditelinganya
yang menyuruh
melakukan tindakan
kurang bagus
 Klien mengatakan suara
suara tersebut muncul 3-
5 kali/haro
Do:
 Klien tanpak gelisah dan
takut saat mendengar
suara bisikan tersebut
 Klien sering berbicara
sendiri dan ngelantur
2 Ds: Gangguan Konsep Diri
 Klien merasa tidak Harga Diri Rendah
berguna karena tidak
dapat membantu
keluarga
Do:
 Tn.E lebih banya diam
 Tn E bicara dengan nada
yang lambat

Masalah Kesehatan

1.Gangguan Persepsi Diri :Halusinasi Pendengaran

2.Gangguan Konsep Diri :Harga Diri Rendah


Prioritas Diagnosa Keperawatan

Gangguan Persepsi sensori : Halusinasi Pendengaran

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN


N Diagnosa Tujuan Umum Kriteria Hasil Intervensi
O Keperawatan Dan Khusus Keperawatan
1 Gangguan Klien dapat 1. Ekspresi wajah 1. Beri
Persepsi mengintrol klien bersahabat salam
sensori:Halusin Halusinasi 2. Klien menunjukkan /panggil
asi Pendengaran senang nama klien
3. Ada kontak mata 2. Sebutkan
4. Klien mau berjabat nama
tangan perawat
5. Klien mau sambil
menyebutkan nama berjabat
6. Klien mau tangan
menjawab salam 3. Jelaskan
7. Klien mau duduk maksut
berdampingan hubungan
8. Klien interaksi
mengungkapkan 4. Jelaskan
masalah yang kontak
dihadapi yang akan
dibuat
5. Beri rasa
aman dan
sikap
empatik
6. Lakukan
kontak
mata

Membantu klien Klien dapat menyebutkan 1. Observasi


mengenal jenis tingkah
Halusinasi waktu,isi,situasi,frekuensi, laku klien
dan respon timbulnya. terkait
dengan
Halusinasi
,bicara dan
tertawa
tanpa
stimulus
mengarahk
an telinga
Ke kiri dan
kanan
2. Bantu
klien
mengenal
Halusinasi
3. Tanyakan
apakah ada
suara yang
didengar
4. Tanyakan
apa yang
dikatakan
halusinasin
y
5. Katakana
perawat
klien
mendengar
suara itu
6. Katakana
perawat
akan
membantu
klien
Menjelaskan cara 1. Klien dapat 1.Identifikasika
cara mengontrol menyebutkan bersama klien cara
Halusinasi tindakan yang tindakan yang
biasanya dilakukan dilakukan jika
yang untuk terjadi halusinasi
mengendalikan
halusinasinya 2.Diskusikan
2. Klien dapat manfaat cara yang
menyebutkan kata digunakan klien
bantu untuk jika bermanfaat
mengontrol
Halusinasi 3.Diskusikan cara
3. Klien dapat baru untuk
memilih cara mengontrok
mengatasi timbulnya
halusinasi yang haliusinasi
telah diskusikan
dengan perawat 4.Bantu klien
4. Cklien dapat memilih dan
melaksanakan cara melatih cara
mengontrol
yang terlah dipilih halusinasi secara
untuk bertahap.
mengendalikan
halusinasinya 5.Beri kesempatan
kepada klien untuk
melakukan cara
mengontrol
dirinya
Klien dapat 1.Keluarga mengatakan Mendemonstrasika
dukungan dari setuju untuk mengikut n atau
keluarga dalam pertemuan dengan perawat mengajarkan cara
mengontrol mengontrol
halusinasi 2.Keluarga mampu halusinasi yaitu
menyebutkan pengertian, dengan
tanda dan gejala,proses
terjadinya halusinasi dan 1.buat kontrak
tindakan untuk waktu tempat dan
mengendalikan halusinasi topic dengan
keluarga

2.jelaskan tentang
obat obatan dan
halusinasi

Klien dapat 1.Klien dapat 1.Diskusikan


menggunakan menyebutkan dengan klien dan
obat dengan benar manfaat,dosis,dan efek keluarga tentang
sesuai dengan samping obat dosis frekuensi
program dan manfaat
pengobatan 2.Klien dapat minum obat
mendemonstrasikan
penggunaan obat dengan 2.Anjurkan klien
benar meminta sendiri
obat pada perawat
3.Klien dapat memahami dan merasakan
akibat berhentinya manfaatnya
mengonsumsi obat obatan
tanpa komsultasi 3.Ajarkan klien
bicara dengan
Dokter
2 Gangguan Tujuan umum: Setelah melakukan Sp1 pasien:
konsep klien memiliki pertemuan 2-5 kali pengkajian dan
diri:Harga diri konsep diri yang diharapkan klien mampu latihan kegiatan
rendah positif meningkatkan harga diri pertama
Tujuan khusus dengan cara. 1. Identifikasi
a.Pasien dapat 1. Kaji kemampuan kemampua
membina yang dimiliki klien n
hubungan saling 2. Memilih kegiatan melakukan
percaya latihan kegiatan
b.klien dapat 3. Bantu kegiatan dan aspek
mengidentifikasik klien dan latih positif
an kemampuan kegiatan klien klien
dan aspek yang 4. Membantu klien 2. Bantu
dinilainya memili kegiatan klien
c.klien dapat menilai
menilai kegitan
kemampuan yang yang dapat
digunakanny dilakukan
d.klien dapat saat ini
menerapkan dan Sp2 pasien strategi
merencanakan pelaksanaan
kegiatan sesuai pertemuan
dengan 1. Evaluasi
kemampuan yang tanda dan
dimiliki gejala
harga diri
rendah
2. Evaluasi
manfaat
melakukan
kegiatan
pertama
3. Bantu
klien
memilih
kegiatan
kedua
4. Bantu
klien
memilih
kegiatan
kedua yang
akan
dilatih

Sp3 strategi
pelaksanaan
pertemuan 3 pada
pasien
1. Evaluasi
tanda dan
gejala
HDR
2. Evaluasi
manfaat
melakukan
kegitan 1
dan 2
3. Masukkan
kejadwal
kegiatan
untuk
latihan

Sp4 strategi
pelaksanaan
pertemuan4 pada
pasien
1. Evaluasi
tanda dan
gejala
2. Evaluasi
manfaat
melakukan
kegiatn
3. Bantu
klien
memilih
kegiatan
4. Latih
kegiatan
5. Masukkan
pada
jadwal
untuk
latihan

3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien : Tn E

NO RM : 003427

N Hari Diagnosa Implementasi Evaluasi


o /Tangga Keperawata
l n
1 Gangguan Sp1: S:-Pasien mengatakan ia
persepsi 1. Mengidentifikasi mendengar suara bisikan
sensori jenis halusinasi yang menyuruhnya untuk
Halusinasi pasien meakukan hal yang tidak
Pendengaran 2. Mengidentifikasi baik
isi halusinasi -Pasien mengatakan
pasien Halusinasi terjadi sering
3. Mengidentifikasi 3-5 kali dalam sehari
waktu halusinasi O:-Pasien mampu
pasien menyebutkan yang sedang
4. Mengidentifikasi dialami
frekuensi -Pasien koperatif
halusinasi pasien A:-sp1 Teratasi
5. Mengidentifikasi P:- Lanjut sp2 gangguan
situaisi yang dapat persepsi
menimbulkan sensori:Halusinasi
halusinasi pasien Pendengaran
6. Mengidentifikasi
respon pasien
terhadap halusinasi
7. Mengajarkan
pasien menghardik
8. Menganjurkan
pasien
memasukkan cara
menghardik
kedalam kegiatan
harian
Sp2 S:-Pasien mengatakan
1. Mengevaluasi belum adaa mendengar
jadwal kegiatan suara bisikan kembli
harian pasien - Pasien mengatakan
2. Melatih pasien ingin berlatih
mengendalikan bercakap cakap
halusinasidengan dan mencoba
cara bercakap mempraktekkanny
cakapdengan a bila terdengar
orang lain suara bisikan
3. Menganjurkan O :- Pasien mampu
pasienmemasukka menyebutkan kegiatan
n kedalam hariannya
kegiatan harian 1. –pasien mampu
menghardik untuk
mengontrol
halusianasi
2. Pasien mampu
mengontrol
halusinasi dengan
cara bercakap
cakap
A :-sp2 Teratasi
P :- Lanjutkan sp3
gangguanpersepsi sendsori
Halusinasi pendengaran.
Sp3 dan 4 S :- Pasien mengatakan
1. Mengevaluasi hari ini ia tidak mendengar
jadwal harian suara
pasien - Pasien mengatakan
2. Melatih pasien ingin
mengendalikan melaksanakan
halusinasi dengan aktivitas secara
cara melakukan terjadwal agar
kegiatan tidak ada waktu
3. Memberikan untuk melamun
pendidikan O :- Pasien mampu
kesehatantentang menyebutkan kegiatan
penggunaan obat Hariannya
secara teratur - Pasien Koperatif
4. Menganjurkan - Terdapat kontak
pasien mata
memasukkan A :- SP3 dan SP4 Teratasi
kedalam jadwal P :- Lanjutkan dan control
kegiatan harian awasi dan sp1,2,3 dan 4,
BAB IV
PEMBAHASAN

Sesudah melaksanakan asuhan keperawatan kepada Tn. E dengan Halusinasi


Pendengaran di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa, maka pada bab ini akan membahas kesenjangan
antara teoritis dengan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan proses keperawatan
yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

4.1Tahap Pengkajian
Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber yaitu dari pasien
dan pengawas yayasan. Mahasiswa mendapat sedikit kesulitan dalam menyimpulkan data karena
keluarga pasien jarang mengunjungi pasien di Rumah Sakit Jiwa Bina Karsa. Maka mahasiswa
melakukan pendekatan pada pasien melalui komunikasi terapeutik yang lebih terbuka membantu
pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada pasien. Adapun
upaya tersebut yaitu:
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri pada pasien agar
pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan menggunakan perasaan.
b. Mengadakan pengkajian pasien dengan wawancara dan tidak menemukan kesenjangan
karena ditemukan hal yang sama seperti di teori Halusinasi Pendengaran..

4.2Tahap Intervensi
Perencanaan dalam proses keperawatan lebih dikenal dengan rencana asuhan
keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnose
keperawatan. Pada tahap perencanaan, kelompok hanya menyusun rencana tindakan
keperawatan sesuai dengan pohon masalah keperawatan yaitu : Halusinasi Pendengaran. Pada
tahap ini antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus tidak ada kesenjangan sehingga kelompok
dapat melaksanakan tindakan seoptimal mungkin. Secara teoritis digunakan cara strategi
pertemuan sesuai dengan diagnose keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya
yang dilakukan kelompok yaitu :
1. Bina hubungan saling percata dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
2. Bantu pasien mengungkapkan perasaannya
3. Bantu pasien mengungkapkan tanda-tanda Halusinasi Pendengaran yang dialaminya
4. Diskusikan dengan pasien Halusinasi Pendengaran yang dirasakan selama ini.
5. Diskusikan dengan pasien akibat negative yang dilakukannya
6. Diskusikan dengan pasien cara Menghilangkan Halusinasi Pendengaran Tersebut.
7. Diskusikan cara yang akan dipilih dan anjurkan pasien memilih cara yang
memungkinkan untuk menghilangkan suara-suara yang tidak nyata yang didengar.
8. Latih pasien memperagakan cara untuk menghilangkan suara-suara yang tidak nyata.
9. Anjurkan pasien menggunakan cara yang sudah dilatih saat pasien sedang mendengarkan
suara-suara yang tidak nyata.
10. Diskusikan pentingnya peran dan dukungan keluarga sebagai pendukung pasien untuk
Menghilangkan Halusinasi Pendengaran Tersebut.
11. Jelaskan kepada pasien fungsi obat yang akan diminumnya
12. Anjurkan pasien meminum obat tepat waktu, melapor kepada perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak biasa, dan beri pujian terhadap kedisiplinan pasien
menggunakan obat

4.3 Tahap Implementasi


Pada tahap implementasi, penulis hanya mengatasi 1 masalah keperawatan yakni: diagnosa
keperawatan Halusinasi Pendengaran masalah utama yang dialami klien. Pada diagnosa
keperawatan Halusinasi Pendengaran dilakukan strategi pertemuan yaitu mengidentifikasi
Halusinasi Pendengaran, mengontrol Halusinasi Pendengaran dengan cara Menutup Telinga dan
menyuruh suara yang tidak nyata itu pergi. Strategi pertemuan yang kedua yaitu anjurkan minum
obar secara teratur, strategi pertemuan ketiga yaitu latihan dengan mengobrol dengan teman
disekitar jangan berdiam diri strategi pertemuan ke empat yaitu Melakukan Aktifitas terjadwal.

4.4 Tahap Evaluasi


Pada tinjauan teoritis evaluasi yang diharapkan adalah :
1. Pasien mempercayai perawat sebagai terapis
2. Dapat mengidentifikasi dan mengontrol Halusinasi Pendengaran
3. Dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran melalui latihan fisik,.
4. Dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan cara minum obat secara teratur
5. Dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan berbicara baik-baik
6. Dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan melakukan Aktivitas yang terjadwal.
Pada tinjauan kasus evaluasi yang dihasilkan adalah :
1. Klien sudah dapat mengontrol dan mengidentifikasi Halusinasi Pendengaran
2. Klien dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran melalui latihan fisik
3. Klien dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan cara pergi ke poli jiwa untuk
mendapatkan minum obat
4. Klien dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan berbicara baik-baik dengan orang
lain
5. Klien dapat mengendalikan Halusinasi Pendengaran dengan melakukan Aktifitas secara
terjadwal.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Orang Dengan Gangguan Jiwa adalah orang yang mengalami gangguan pada psikisnya
sehingga pada pengakjian: klien mengatakan bahwa ia masuk RSJ Bina Karsa karena berantam
dengan abang Ipar yang disuruh oleh suara suara yang ia dengar. Tn.E mengatakan bahwa ia
mendengar suara suara bisikan ditelinga dan susah tidur. Pengalaman masa lalunya yang tidak
menyenangkan yaitu disuruh suruh dan ia tidak suka disuruh. Sehingga dia marah marah dan
mengikuti suara suara yang berbisik ditelinga. Data objektif klien tanpak gelisah dan takut saat
mendengar suara bisikan tersebut dan klien sering berbicara sendiri dan ngelantur
Masalah keperawatan yang didapat dari hasil pengkajian Tn. O dan Tn. H adalah Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran dan Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
Intervensi Keperawatan di masalah Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran adalah
identifikasi penyebab halusinas, identifikasi tanda-tanda halusinasi, identifikasi akibat halusinasi,
identfikasi perilaku yang biasa dilakukan saat halusinasi, ajarkan cara mengontrol halusinas
dengan cara menghardik, bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan aktivitas terjadwal dan
minum obat secara teratur.
Pelaksanaan tindakan dari kedua pasien dengan cara mengajarkan Strategi Pelaksanaan (SP)
pasien Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran. Implementasi Tn. E berlangsung
selama 3 hari dalam kondisi mampu mengontrol halusinasi dan minum obat secara teratur di
setiap harinya. Evaluasi pada studi kasus ini Tn. E mampu membina hubungan saling percaya,
pasien kooperartif, pasien dapat melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik,
bercakap-cakap, melakukan kegiatan, serta mampu menunjukkan dan menyebutkan kembali
jenis obat dan manfaatnya.

5.2 Saran
Adapun yang menjadi saran kelompok kepada teman-teman mahasiswa agar kiranya dapat
memahami substansi dalam penulisan makalah ini dan hendaknya mengkuti langkah-langkah
proses keperawatan sesuai dengan pelaksanaan tindakannya yang dilakukan secara sistematis dan
tertulis agar tindakan berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Diharapkan hasil seminar
kelompok ini dapat menjadi referensi lain serta dapat menjadi acuan untuk dikembangkan
kembali dalam asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran. Bagi Pasien Diharapkan pasien mampu melakukan SP Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran yang telah diajarkan oleh perawat disetiap jadwal yang
telah dibuat bersama agar halusinasi tidak kambuh kembali.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.pkr.ac.id/464/7/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf

http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/317/1/1%20HAL%20SAMPUL
%20DEPAN%20%2817%20files%20merged%29.pdf

http://repository.pkr.ac.id/464/7/BAB%202%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
Dalami, E., Rochimah, N., Suryati, K. R., & Lestari, W. (2009). Asuhan keperawatan klien
dengan gangguan jiwa.

Damaiyanti & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung : Refika Aditama.

Darmaja, I Kade. (2014). Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. “S” Dengan
Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang Kenari Rsj Dr. Radjiman
Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi

Keliat B, dkk. (2014). Proses Keperawatan Jiwa Edisi II. Jakarta : EGC. Keliat, B.A & Akemat.
(2015). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC.

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.

Anda mungkin juga menyukai