Sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi Klinis
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh:
JURUSAN PSIKOLOGI
2020/2021
DAFTAR ISI
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992 pasal 24,25,26 dan 27 kesehatan jiwa atau
mental health atau mental hygiene merupakan kondisi mental atau iwa yang sejahtera yang
memberikan dampak yang harmonis pada kehidupan dan menjadikan individu produktif.
Menurut Indarjo (2009), ciri-ciri oeang yang sehat jiwa secara umum yaitu :
1. Memiliki Kesadaran yang penuh tentang kemampuan yang dimiliki mental atau jiwa
2. Memiliki kemampuan menghadapi dan mengelola stress atau tekanan kehidupan secara
wajar.
3. Mampu beraktivitas atau bekerja dengan produktif untuk mencukupi kebutuhannya.
4. Memiliki kemampuan berperan serta kepada lingkungan.
5. Kemampuan menerima diri apa adanya.
6. Mampu memelihara rasa nyaman kepada orang lain.
Menurut Psikolog Klinis, Naftalia dalam wawancaranya yang dikutip dalam Merdeka.com
mengatakan bahwa kesehatan mental sendiri adalah kondisi ketika individu merasakan
ketenangan batin, tentram, dan nyaman sehingga memungkinkan individu tersebut menikmati
kehidupan sehari-hari dan menghargai orang di sekitarnya. Mereka dapat menggunakan
potensi diri secara maksimal dalam menghadapi tantangan kehidupan. Sedangkan kesehatan
jiwa dalam Undang-Undang nomor 18 tahun 2014, kesehatan jiwa adalah kondisi di mana
individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi bagi komunitasnya. Secara umum keduanya
memiliki arti yang sama hanya saja spesifikasi yang dijelaskan sedikit berbeda.
Indonesia merupakan salah satu negara yang masih memiliki tingkat kesadaran akan
kesehatan jiwa dan mental yang rendah. Untuk beberapa kalangan usia, gangguan mental
dan gangguan jiwa masih dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibahas dan juga menjadi
aib keluarga. Masih banyak orang tua yang memiliki stigma dan meyakini bahwa gangguan
jiwa disebabkan oleh hal-hal tidak rasional dan dihubungkan dengan hal supranatural seperti
sihir, kemasukan roh jahat, melanggar adat, dan lain-lain. Bahkan juga terdapat beberapa
orang yang menganggap bahwa seseorang yang memiliki gangguan jiwa merupakan orang
yang kurang beribadah. Hal ini mengakibatkan banyak orang yang mengalami gangguan
mental dan gangguan jiwa mendapatkan penanganan yang salah, biasanya penananganan
yang diberikan adalah penanganan non medis (spiritual) seperti diajak ke dukun atau ulama
hingga diperlakukan tidak selayaknya seperti dipasung dan dikucilkan. Prevalensi ODGJ
(Orang Dengan Gangguan Jiwa) yang mendapatkan perlakuan dan penanganan yang salah
di Indonesia mayoritas terdapat di daerah pedesaan. Di tahun 2018 terdapat sebanyak 17,7%
orang yang dipasung seumur hidup di daerah pedesaan dan di perkotaan terdapat 10,7%,
sedangkan ODGJ yang dipasung selama 3 bulan terakhir di tahun 2018 terdapat 31,8% orang
yang dipasung di daerah pedesaan dan 31,1% di daerah perkotaan. Perlakuan yang tidak
tepat ini memperparah kondisi gangguan kejiwaan seseorang. Menurut data yang disajikan
oleh Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan
Indonesia di tahun 2018 menyebutkan bahwa terdapat lebih dari 12 juta penduduk diatas 15
tahun mengalami depresi, dan lebih dari 19 juta penduduk diatas 15 tahun mengalami
gangguan mental emosional dan terus meningkat hingga tahun 2020. Dengan terus
meningkatnya jumlah orang dengan gangguan mental, hal ini menjadi salah satu ancaman
dan akan berdampak buruk pada pembangunan Indonesia dalam jangka panjang jika tidak
segera ditangani dengan pemerataan dan pemaksimalan jumlah tenaga profesional
kesehatan mental dan jiwa di Indonesia.
Meskipun kesadaran kesehatan mental di Indonesia masih rendah, namun
belakangan ini masalah kesehatan mental mulai disadari oleh masyarakat Indonesia sebagai
salah satu bagian dari kesehatan yang juga penting untuk diperhatikan, terutama oleh anak
muda Indonesia. Hal ini didukung dengan banyaknya kalangan anak muda Indonesia yang
mengkampanyekan kesehatan mental untuk menyadarkan dan meningkatkan awareness
masyarakat Indonesia tentang kesehatan mental. Kampanye ini juga dapat membantu
mematahkan stigma yang terus berkembang di masyarakat mengenai kesehatan mental dan
kesehatan jiwa. Namun sayangnya peningkatan kesadaran akan kesehatan mental ini tidak
didukung dengan peningkatan jumlah profesional yang menangani masalah kesehatan
mental, dalam hal ini adalah psikolog klinis dan juga psikiater. Menurut berita yang dikutip
oleh salah satu platform berita Tirto.id yang diakses pada tanggal 12 Desember 2020
menuturkan bahwa berdasarkan data yang disajikan oleh IPK (Ikatan Psikolog Klinis)
Indonesia jumlah psikolog klinis di Indonesia masih sangat kurang walaupun jumlah profesi
ini telah meningkat dari 1.143 per 05 Mei 2019 menjadi 2869 psikolog klinis per 08 Desember
2020, namun angka ini belum mampu memenuhi standar WHO mengenai jumlah tenaga
medis kesehatan mental dan jiwa Indonesia. Selain jumlah tenaga medis yang masih terbatas,
persebaran psikolog klinis di Indonesia juga masih belum merata. Mayoritas psikolog klinis
berpraktik di Jakarta dengan 576 psikolog, Jawa Tengah 327 psikolog, Jawa Timur 378
psikolog, dan Jawa Barat 339 psikolog. Sementara sisanya tersebar di beberapa daerah di
Sumatra, Kalimantan, dan Papua.
Mahalnya biaya pendidikan profesi psikolog di Indonesia menjadi salah satu faktor
yang menjadikan banyaknya lulusan psikologi enggan untuk melanjutkan pendidikan menjadi
psikolog. Biaya yang harus ditebus untuk menjadi seorang psikolog klinis di Indonesia hampir
setara dengan pendidikan spesialis dokter di Indonesia. Selain itu pandangan terhadap
prospek kerja psikolog di Indonesia yang masih dipandang sebelah mata juga menjadi faktor
yang menyebabkan banyak sarjana Psikologi lebih memilih untuk HRD sebagai profesinya
dan juga profesi lain seperti asesor. Hal ini juga menjadi salah satu tantangan bagi psikolog
dan ilmuwan psikologi di Indonesia untuk terus menggencarkan kesehatan mental di
masyarakat agar profesi psikolog tidak lagi dipandang sebelah mata dan kesadaran akan
kesehatan mental di Indonesia juga meningkat. Salah satu cara untuk mulai meningkatkan
kesadaran kesehatan mental di masyarakat dapat dilakukan dengan psikoedukasi,
memperluas informasi mengenai kesehatan mental, mematahkan stigma yang sudah
terbentuk, memberikan empati sebagai bantuan awal untuk meningkatkan kesadaran mental,
mendukung sesama, dan menambah jumlah tenaga kesehatan mental di Indonesia.
Saat ini di berbagai rumah sakit, dinas kesehatan, puskesmas, klinik di beberapa
daerah di Indonesia sudah mulai memiliki tenaga kesehatan mental. Hal ini juga didukung
dengan undang-undang kesehatan jiwa yang berlaku di Indonesia. Namun pelaksanaan ini
belum maksimal dan merata. Banyak sekali hal yang masih perlu untuk ditingkatkan dan
disempurnakan, seperti belum tersedia Peraturan Pemerintah serta turunannya untuk
melaksanakan amanat UU tersebut sehingga saat ini belum ada mekanisme yang mengatur
fasilitas non kesehatan yang melakukan pengobatan dan perawatan pasien gangguan mental
yang mengakibatkan penanganan kesehatan mental di Indonesia masih belum maksimal.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan
1. Memahami konsep dasar tentang psikologi klinis dan juga memberikan gambaran dan
pengalaman mengenai psikolog klinis/praktisi klinis secara mikro atau makro.
2. Memberikan dorongan kepada mahasiswa S1 Psikologi untuk mampu memahami
konsep dasar asesmen psikologi klinis dalam lingkup mikro dan makro.
3. Memberikan dorongan kepada mahasiswa S1 Psikologi untuk mampu mempraktikkan
secara langsung asesmen psikologi klinis berupa wawancara dan observasi sesuai
dengan Kode Etik Psikologi Indonesia.
4. Memberikan dorongan kepada mahasiswa S1 Psikologi untuk mampu menerapkan
hasil belajar mengenai konsep dasar psikologi klinis secara mikro dan makro dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Memupuk rasa empati dan peka terhadap masalah kesehatan mental di Indonesia.
Manfaat
Dalam Kode Etik Psikologi Indonesia disebutkan bahwa Psikolog secara umum adalah
seorang ahli psikologi, bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses
mental. Namun di Indonesia, psikolog secara khusus merujuk pada seorang praktisi psikologi
yang telah menempuh pendidikan profesi psikologi. Seorang ahli psikologi yang tidak
menempuh pendidikan profesi psikologi disebut ilmuwan psikologi.
Psikolog di Indonesia tergabung dalam organisasi profesi bernama Himpunan Psikologi
Indonesia (HIMPSI), memiliki Sertifikat Sebutan Psikolog (SSP), dan wajib memiliki Surat Izin
Praktik Psikologi (SIPP) sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Psikolog
dapat dikategorikan ke dalam beberapa bidang tersendiri sesuai dengan cabang ilmu
psikologi yang ditekuninya, misalnya Psikolog Klinis, Psikolog Pendidikan, Psikolog Industri,
atau Psikolog Forensik.
Wikipedia menyebutkan bahwa Psikologi Klinis mempelajari orang-orang abnormal
atau subnormal. Tugas utamanya adalah menggunakan tes yang merupakan bagian integral
suatu pemeriksaan klinis yang biasanya dilakukan di rumah sakit. Namun secara
luas, Psikologi Klinis adalah bidang psikologi yang membahas dan mempelajari kesulitan-
kesulitan serta rintangan-rintangan emosional pada manusia, tidak memandang apakah ia
abnormal atau subnormal. Menurut Phares (1992), psikologi klinis menunjuk pada bidang
yang membahas kajian, diagnosis, dan penyembuhan (treatment) masalah-masalah
psikologis, gangguan (disorders) atau tingkah laku abnormal.
Dari pengertian dan definisi di atas terlihat bahwa psikologi klinis mencakup assesmen atau
psikodiagnostik, penelitian, dan terapi bagi masalah-masalah psikologis, gangguan
penyesuaian diri, maupun perilaku abnormal.
Sedangkan Psikologi Pendidikan menurut Wikipedia adalah yakni psikologi pendidikan
banyak mengandalkan pengujian dan pengukuran dengan metode kuantitatif, untuk
meningkatkan aktivitas pendidikan seperti desain pemberian instruksi, manajemen kelas, dan
asesmen, yang bertujuan untuk memfasilitasi proses pembelajaran dalam berbagai setting
pendidikan sepanjang hidup. Dan merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang berdasarkan
riset psikologis yang menyediakan serangkaian tahap-tahap untuk membantu individu
melaksanakan tugas sebagai seorang guru dalam proses mengajar-belajar secara lebih
efektif.
Menurut Wikipedia Psikologi Industri dan Organisasi merupakan ilmu yang
mempelajari perilaku manusia di tempat kerja. Ilmu ini berfokus pada pengambilan
keputusan kelompok, semangat kerja karyawan, motivasi kerja, produktivitas, stres kerja,
seleksi pegawai, strategi pemasaran, rancangan alat kerja, dan berbagai masalah lainnya.
Psikolog industri meneliti dan mengidentifikasi bagaimana perilaku dan sikap dapat
diimprovisasi melalui praktik penggajian, program pelatihan, dan sistem umpan balik.
Sehingga profesi Psikolog merupakan profesi yang fleksibel namun sangat diperlukan
di berbagai sektor kerja. Hal ini lah yang menjadi alasan beberapa mahasiswa yang minat
dengan jurusan tersebut bahkan hingga seorang yang sudah menjadi Psikolog.
Perlu diketahui bahwa tidak semua perguruan tinggi memiliki jurusan S1 Psikologi, S2
Psikologi hingga peminatan yang berbeda pula di setiap perguruan tingginya. Menurut
Quipper Campus hanya ada 100 perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki jurusan S1
Psikologi . Sedangkan yang memiliki jurusan S2 Profesi Psikologi dan peminatan klinis secara
umum sangatlah sedikit, karena mayoritas dibagi lagi menjadi klinis anak dan dewasa.
Menurut narasumber kelompok kami menjadi Psikolog dimasa pandemi ini memiliki
dampak yang positif dan juga negatif secara bersamaan. Seperti ketika mendapatkan seorang
klien yang memerlukan terapi intrapersonal yang basisnya menggunakan teori psikoanalisis
maka akan lebih efektif ketika dilakukan dengan tatap muka, karena sebagai seorang Psikolog
tidak diperbolehkan mendiagnosis ketika tidak adanya tes, sedangkan pada umumnya tes
dilakukan dengan cara bertemu atau tatap muka. Namun adapun dampak positif yang
dirasakan oleh narasumber kami yaitu bisa mendapatkan klien dari berbagai daerah bahkan
hingga ke luar pulau dan hal itu sangat menambah pengalaman karena bisa bertemu secara
online dengan orang-orang yang berbeda pulau.
Kemudian narasumber kami pun memberikan sedikit gambaran mengenai
pengalaman perkuliahannya saat ia mengejar gelar M. Psi., Psikolog. Pada semester 1 semua
mahasiswa Psikologi di bidang klinis akan diterapi terlebih dahulu dan latihan dengan teman
yang masing-masing menjadi klien, observer dan terapis. Ketiga peran tersebut akan digilir
hingga semuanya merasakan. Sehingga bisa meningkatkan rasa empati dan memperkaya
emosi. Di semester ini banyak pengalaman yang menyenangkan dan juga stresful. Saat
semester 2 mulai menggunakan klien yang berasal dari luar atau orang lain namun tetap
dibawah supervisi. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir hal-hal negatif yang mungkin saja
terjadi. Di semester 3 ada PKPP (Praktik Kerja Profesi Psikolog) ke tiga tempat yakni
Puskesmas di Sleman, RSJ Magelang dan BRSPA. Syarat PKPP harus mendapatkan 7
kasus. 5 kasus individu yang terdiri kasus dewasa / anak / remaja. 1 kasus komunitas dan 1
kasus kelompok. Pengujinya pun berasal dari luar dan akan mendapatkan gelar Psikolog.
Semester 4 dan semester 5 membuat tesis dan akan mendapatkan gelar M. Psi.
Berdasarkan hasil wawancara kami, pengalaman yang menarik dan menantang yaitu
menangani kasus selective mutism pada remaja SMP. Kemudian melakukan terapi yang
cukup lama yakni sekitar 3 bulan. Progres yang diberikan pun sangat lambat.
Selective mutism menurut Muris dan Ollendick (2015) adalah kondisi psikiatrik yang biasa
terjadi di masa kanak-kanak dengan ciri-ciri hilangnya keinginan dalam situasi spesifik yang
mengharuskan seorang anak untuk bicara (di sekolah, situasi sosial tertentu) sementara jika
dirumah anak dapat banyak berbicara seperti anak-anak lain. Sedangkan berdasarkan DSM
V(APA, 2013) hilangnya keinginan tersebut paling tidak berlangsung selama satu bulann. Hal
ini sebenarnya banyak dialami oleh anak-anak terutama anak usia dini pada saat hendak
masuk sekolah. Ciri-ciri yang biasa ditunjukkan oleh anak SM adalah pemalu, cemas, dan
pendiam dalam situasi sosial tertentu. Anak-anak dengan SM cenderung menghindar jika
diminta untuk berbicara. Kristensen (2001) menuliskan bahwa berdasarkan penelitian, anak
dengan SM cenderung akan mengalami masalah terkait dengan internal dirinya seperti
depresi, kelekatan, rasa takut, dan sangat sensitif; dan juga masalah yang akhirnya keluar
dan berbentuk menjadi kekeraskepalaan, ketidakpatuhan, pengatur, penuntut, murung,
negatif, pembangkang, dan agresi.
Pada kasus yang ditangani oleh Psikolog Zahra ini terdapat seorang remaja SMP yang
menunjukkan gejala tidak mau berbicara sama sekali, menunduk dan enggan menatap mata
lawan bicaranya hal ini dikarenakan adanya masalah di sekolahnya yang mengakibatkan
prestasi belajar anak menurun. Untuk mengatasi kasus selective mutism karena dilakukan
secara kelompok dan kak Zahra menggunakan pendekatan family therapy untuk kedua orang
tuanya dengan menekankan modalitas keluarga untuk berinteraksi dengan anak. Sedangkan
sang klien menggunakan play therapy agar lebih nyaman.
Family Therapy adalah terminology yang mengacu pada metode yang dilakukan keluarga
dengan kesulitan bipsikososial, terapi ini diterapkan pada individu yang memiliki masalah
interpersonal. Terapi ini dilakukan dengan melakukan interaksi hangat antar anggota
keluarga. Terapi ini berakar pada positivisme yang memandang bahwa pengetahuan datang
dari pikiran sehat (Sawitri, 2009). Sedangkan Play Therapy dalam Nawangsih (2014) adalah
terapi yang menekankan pada kekuatan permainan sebagai alat untuk membantu klien yang
memerlukan bantuan. Terapi ini biasanya dilakukan pada anak-anak dengan tujuan
membantu klien dalam rangka mencegah dan mengatasi persoalan psikisnya serta
membantu proses pertumbuhan dan perkembangannya sesuai dengan tugas perkembangan
pada CA anak.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa setting ruangan konseling sangat diperlukan,
dalam penataan diusahakan kursi psikolog berada di dekat pintu agar mudah menyelamatkan
diri ketika menangani pasien yang agresif atau menghindari hal-hal negatif.
Setting ruangan konseling juga perlu diperhatikan sebagai salah satu penunjang kegiatan
konseling yang akan dilakukan oleh psikolog. Setting ruangan yang nyaman membuat klien
akan merasa lebih tenang dan memperlancar jalannya konseling. Selain posisi penempatan
kursi psikolog, terdapat beberapa setting yang perlu diperhatikan seperti pencahayaan yang
cukup, warna cat tembok ruangan yang tidak mencolok, dan alat penunjang lainnya seperti
audio relaksasi, kursi yang nyaman, ruangan yang luas dan tidak terdapat barang-barang
berbahaya.
Saat lulus kuliah pertama kali Psikolog Zahra menggunakan emphatic love therapy pada
klien yang memiliki riwayat kekerasan seksual, dan terapi itu ternyata sangat membantu
dirinya dan memunculkan progres yang sanagt pesat.
Menurut Firman&Gila (2007) empathic love therapy merupakan teknik untuk membantu
seseorang agar memahami, menerima, mengembangkan cinta pada seluruh kepribadiannya,
mencintai dan bertanggungjawab terhadap kesehatan serta pertumbuhan pribadinya dalam
setiap pengalamannya. Empathic love therapy serangkaian terapi dengan pendekatan
transpersonal yang diberikan sebagai proses pengenalan diri sendiri (self). Terapi ini
menekankan pada penerimaan dan penghormatan seluruh aspek diri. Melalui terapi ini,
individu dimampukan untuk mencintai seluruh aspek dirinya sendiri yang merupakan awal dari
kesembuhan. Emphatic love therapy memiliki 7 konsep utama (Firman & Gila, 2002, 2007;
Firman, 2011) yaitu:
a. Disidentification: Firman (2011) menjelaskan prinsip utama dalam psikosintesis adalah
disidentification.Bertujuan untuk mengenali dan mengasosiakan diri dengan strukturstruktur
kepribadian untuk mengidentifikasi (Ruffler, 1995).
b. Personal Self or I:”I” adalah refleksi dari gambaran dari self.”I” adalah dasar identitas
manusia, tidak bebas. Self merupakankesatuan secara langsung dan segera muncul dari
deeper self (Firman & Gilla, 2002).
c. Will- Good, Strong, Skillful: Will terdiri dari tiga dimensi yaitu: 1) aspects of will (kebaikan,
kekuatan, kemampuan dan transpersonal), 2) qualities of will (energi, penguasaaan,
konsentrasi, penentuan, ketekunan, inisiatif dan organizatioan). 3) stages of the act of will
(tujuan, pertimbangan, pilihan, afirmasi, rencana, arah eksekusi.
d. The Ideal Model: Assagioli mengatakan ideal model adalah metode esensial dalam
pencapaian realisasi diri (Firman & Gila, 2002, 2010). Realisasi diri terjadi apabila ada
hubungan antara I dan Self secara dinamis dan berkehendak bebas (Assagioli, 1973).
e. Synthesis: Assogioli menekankan pada proses synthesis memerlukan cinta yang penuh
empahic karena cinta yang mampu membuat hubungan itu menjadi harmonis. Synthesis
sebagai tahap transformasi terakhir, langkah untuk pertumbuhan diri sebagai suatu tahap
yang terjadi merupakan perubahan paradigma atau cara pandang (Ruffler, 1995).
f. The Superconscious or Higher Unconscious: Puncak ketidaksadaran atau “kesadaran
tertinggi” memuat dorongan-dorongan spiritual, tindakan-tindakan kemanusiaan, cinta yang
memberi, pemahaman artistik, pencarian tujuan dan arti kehidupan sebagai diri
yang sejati, (Firman, 2011; Firman & Gila, 2002, 2010).
g. Transpersonal Self or Self: Self selalu ada dalam diri manusia dan secara aktif mencintai
meskipun dalam kondisi luka dalam dasar ketidaksadaran (Firman, 2011; Firman & Gila,
2010).
Intervensi yang sering digunakan Psikolog Zahra yaitu CBT karena secara teori
sejalan dengan keyakinannya. CBT (Cognitive Behavior Therapy) merupakan konseling yang
dilakukan untuk meningkatkan dan merawat kesehatan mental. Menurut Oemarjoedi (2003)
Teori Cognitive-Behavior pada dasarnya meyakini pola pemikiran manusia terbentuk melalui
proses Stimulus-Kognisi-Respon (SKR) yang saling berkaitan dan membentuk semacam
jaringan SKR dalam otak manusia, di mana proses kognitif menjadi faktor penentu dalam
menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Tujuan dari konseling CBT
lebih fokus terhadap status kognitif saat ini untuk merubah status kognitif negatif menjadi
status kognitif yang positif serta membantu individu dalam mengubah pemikiran atau kognisi
yang irasional menjadi pemikiran yang lebih rasional. CBT Merupakan terapi yang berguna
untuk mengatasi tantangan emosional. Dalam hal ini CBT dapat membantu seseorang yang
mengalami beberapa masalah seperti :
1. Kelola gejala penyakit mental
2. Mencegah gejala penyakit mental kambuh
3. mengobati penyakit mental jika obat bukan pilihan yang baik
4. Pelajari teknik untuk menghadapi situasi kehidupan yang penuh tekanan
5. Identifikasi cara untuk mengelola emosi
6. Selesaikan konflik hubungan dan pelajari cara yang lebih baik untuk berkomunikasi
7. Mengatasi kesedihan atau kehilangan
8. Mengatasi trauma emosional terkait pelecehan atau kekerasan
9. Mengatasi penyakit medis
10. Kelola gejala fisik kronis
CBT juga dapat mengatasi beberapa gangguan kejiwaan seperti :
1. Depresi
2. Gangguan kecemasan
3. Fobia
4. PTSD
5. Gangguan tidur
6. Gangguan Makan
7. Gangguan obsesif-kompulsif (OCD)
8. Gangguan penggunaan zat
9. Gangguan bipolar
10. Skizofrenia
11. Gangguan seksual
Sebagai metode yang berkontribusi besar dalam bidang konseling, pendekatan
Kognitif-Behavioral tentu telah ditelaah dan dikritik oleh para ahli. McLeod (2006) kelebihan
dan kekurangan dari pendekatan Kognitif-Behavioral yaitu:
A. Kelebihan
1. Langsung dan Praktis, lebih menekankan pada aksi
2. Memiliki teknik yang beragam, mengaplikasikan banyak teknik dan secara tidak
langsung juga membuat konselor merasa memiliki kompetensi dan potensi yang
unggul
3. Sudah terbukti cukup efektif untuk berbagai kondisi
B. Kekurangan
1. Hubungan konseling terlalu mengarah pada edukasional
2. Kurang ditekankannya kesepahaman antara diri konselor dan klien
3. Terlalu menganggap klien sebagai orang yang lemah
4. kurang memiliki penjelasan teori yang efektif mengatasi kasus depresi.
Narasumber pernah mereferensikan atau melakukan pengalihan layanan psikologi ke
psikolog lain. Hal ini dilakukan narasumber karena merasa jika permasalahan atau keluhan
klien lebih tepat jika ditangani oleh orang-orang yang lebih berpengalaman dan memiliki
kompetensi yang lebih sesuai untuk mengatasi tersebut. Misalnya ia pernah merefer kliennya
untuk ke psikiater karena permasalahan klien lebih sesuai jika psikiater yang menanganinya.
Dalam Kode Etik Psikologi Indonesia sendiri pengalihan layanan psikologi
diperbolehkan dan dijelaskan dalam pasal 22 mengenai pengalihan dan penghentian layanan
psikologi. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi
menyadari pentingnya perencanaan kegiatan dan menyiapkan langkah-langkah yang perlu
dilakukan bila terjadi Kode Etik Psikologi Indonesia hal-hal yang dapat menyebabkan
pelayanan psikologi mengalami penghentian, terpaksa dihentikan atau dialihkan kepada pihak
lain. Sebelum layanan psikologi dialihkan atau dihentikan pelayanan tersebut dengan alasan
apapun, hendaknya dibahas bersama antara Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dengan
penerima layanan psikologi kecuali kondisinya tidak memungkinkan.
Dalam pasal 22 juga dijelaskan baahwa Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi dapat
mengalihkan layanan psikologi kepada sejawat lain (rujukan) karena beberapa hal yaitu
a. Ketidakmampuan Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi, misalnya sakit atau
meninggal.
b. Salah satu dari mereka pindah ke kota lain.
c. Keterbatasan pengetahuan atau kompetensi dari Psikolog dan/atau Ilmuwan
Psikologi.
d. Keterbatasan pemberian imbalan dari penerima jasa layanan psikologi.
Kasus-kasus yang pernah dialihkan oleh narasumber antara lain seperti kasus bipolar
dan juga disleksia. Pada kasus bipolar, narasumber mengalihkan pemberian layanan
psikologi ke psikiater karena klien membutuhkan penanganan obat sehingga akan lebih tepat
jika ditangani oleh psikiater. Psikiater sendiri adalah seorang ahli medis yang fokus
menangani masalah kesehatan mental dan perilaku melalui upaya pencegahan, kuratif dan
rehabilitatif dengan pemberian konseling, psikoterapi, dan obat-obatan. Sementara pada
kasus disleksia narasumber merasa belum memiliki kompetensi yang tepat untuk menangani
kasus tersebut dan juga membutuhkan hasil dari pemeriksaan neurologis juga.
Gangguan bipolar adalah sekelompok gangguan afektif atau gangguan mood, yang
ditandai dengan episode depresif dan manik atau hipomanik. Gangguan ini adalah sindrom
yang sering mengalami kekambuhan secara periodik atau siklik. Gambaran klinis gangguan
ini didominasi oleh perubahan mood yang patologis, disertai gangguan fungsi vegetatif dan
psikomotor. Gangguan Bipolar merupakan salah satu diantara gangguan mental yang serius
dan dapat menyerang seseorang, sifatnya melumpuhkan disebut mania - depresi (Parks
dalam Aziz, 2019). Gangguan bipolar sering dikaitkan dengan gangguan yang memiliki ciri
yaitu naik turunnya mood, aktifitas dan energi (Mintz dalam Aziz, 2019).
Disleksia merupakan bentuk gangguan belajar spesifik yang merujuk pada
ketidakmampuan belajar yang berbeda dengan pengertian ketidakmampuan belajar secara
umum, dan merupakan kategori kesulitan belajar berkaitan dengan kelemahan dalam
mendengar, membaca, menulis dan matematika (Lyon dkk. dalam Raharjo dan wimbarti,
2019). The International Dyslexia Association (Martinez dkk. dalam Raharjo dan wimbarti,
2019) juga mendefinisikan disleksia sebagai kesulitan belajar spesifik berasal faktor
neurologis, ditandai dengan kesulitan mengenali kata dan kemampuan yang buruk dalam
merekognisi kata, mengeja serta kemampuan membedakan huruf dan kata. Dalam
pandangan teoritis ada tiga kerangka besar untuk mengidentifikasi disleksia, yaitu 1) adanya
kelemahan dalam fonologi, 2) kelemahan fungsi magnoseluler dan 3) kerusakan pada fungsi
otak (Fawcett & Nicolson dalam Raharjo dan wimbarti, 2019).
Narasumber menjelaskan bahwa perbedaan cara menangani individu, kelompok,
komunitas maupun pasangan terlihat dalam proses asesmennya terlebih dahulu.
Menurut Maloney & Ward, (1976 dalam Urbina, 2004). Asesmen psikologis adalah proses
yang fleksibel, tidak terstandar, bertujuan untuk mencapai penentuan yang dapat
dipertahankan terkait satu atau lebih masalah atau pertanyaan psikologis, melalui
pengumpulan, evaluasi, dan analisis data yang disesuaikan dengan tujuan awal pemeriksaan.
Dalam proses assesmen juga akan terdapat perbedaan ketika menangani kasus kelompok
maupun indivdu karena jumlah dari klien sendiri akan berbeda. Selain itu perbedaan kasus
juga akan mempengaruhi perbedaan penggunaan assesmen. Setelah dilakukan asesmen
selanjutnya yaitu penentuan metode intervensi dan pelaksanaan intervensi, dalam tahap ini
juga akan sangat terlihat berbeda ketika menangani kasus individu dan kelompok. Dalam
kasus individu perhatian dari psikolog akan terfokus pada satu klien saja dan dalam kasus
seperti kelompok dan pasangan perhatian psikolog akan terbagi.
Dalam penangan klien menggunakan konseling, perbedaan antara konseling
kelompok dengan konseling individual, diantaranya: (a) dalam situasi konseling kelompok,
melatih kebiasaan berkomunikasi antar individu dan kehadiran secara fisik dapat memberikan
kepuasan emosional, (b) dalam konseling kelompok, konseli tidak hanya menerima bantuan,
tetapi juga memberikan bantuan kepada konseli yang lain, dan (c) dalam konseling kelompok,
kedudukan konselor semakin sulit, karena harus memberikan perhatian kepada semua
anggota kelompok atau konseli.
Tantangan dalam menjadi psikolog klinis menurut narasumber bukanlah
permasalahan klien karena sebagai psikolog tidak bisa memilih klien seperti apa yang akan
datang namun bagaimana cara memanajemen diri dan juga berprilaku asertif. Dengan
kemampuan memanajemen diri maka sebagai psikolog dapat menjaga mood tetap baik
sehingga ketika dalam memberikan layanan psikologi dapat berjalan dengan baik dan setelah
memberikanpun psikolog tidak merasakan lelah yang berkepanjangan. Pengelolahan diri
adalah prosedur dimana individu mengatur prilakunya sendiri (Gantina dalam Alviolesa). Gie
(dalam Alviolesa) mendefinisikan manajemen diri adalah dimana setelah seseorang
menetapkan tujuan hidup bagi dirinya, ia harus mengatur dan mengelola dirinya sebaik-
baiknya untuk membawanya ke arah tercapainya tujuan hidup dan itu juga segenap kegiatan
dan langkah mengatur dan mengelola dirinya.
Selain itu tantangan lain yaitu berperilaku asertif, menurut Lazarus (dalam Sabda,
2013) menjelaskan bahwa perilaku asertif yaitu suatu tingkah laku penuh ketegassan yang
timbul karena adanya kebebasan emosi dan keadaan efektif yang mendukung. Rini (dalam
Sabda, 2013) juga menjelaskan asertivitas yaitu suatu kemampuan untuk
mengkomunikasikan apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan kepada orang lain namun
tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Berperilaku asertif
merupakan tantangan tersendiri karena menurut narasumber banyak teman maupun saudara
yang meminta saran maupun nasihat dari permasalahan mereka, namun sebagai psikolog
juga memiliki kesibukan sendiri dan juga sudah lelah karena pekerjaan. Sehingga biasanya
narasumber akan menunda memberikan saran atau bantuan ketika dirasa sudah merasakan
lelah. Maka dari itu diperlukan asertivitas dalam menjadi psikolog untuk menghadapi
tantangan tersebut.
Narasumber menjelaskan harapanya Puskesmas di Indonesia dapat memiliki paling
tidak satu psikolog klinis karena dirasa kebutuhan akan pelayan psikologi sangatlah penting.
Namun sebagian orang memandang bahwa pelayanan psikologi ini merupakan kebutuhan
tersier maka dari itu akan lebih baik jika psikolog klinis bias berada di tiap Puskesmas dan
memiliki harga pelayanan yang relatif bisa dijangkau seluruh orang. Selain itu narasumber
juga menjelaskan bahwa psikolog klinis merupakan satu-satunya psikolog yang dilindungi
Undang-undang. Hal ini karena psikolog klinis sendiri berada dibawah dari kementrian
kesehatan.Mengutip dari website Ikatan Psikolog Klinis, berikut Beberapa undang-undang
dan peraturan menteri yang berkaitan dengan psikolog klinis yaitu Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 45 Tahun 2017 mengatur lebih detail tentang izin dan
penyelenggaraan praktik psikolog klinis. STR PK (Surat Tanda Registrasi Psikolog Klinis)
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Psikolog Klinis yang telah
memiliki sertifikat kompetensi (pasal 1 ayat 3). SIP PK (Surat Izin Praktik Psikolog Klinis)
adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik keprofesian Psikolog
Klinis (pasal 1 ayat 4). Undang-Undang Tenaga Kesehatan nomor 36 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan khususnya pasal 44 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap tenaga
kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR.
BAB IV
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam Kode Etik Psikologi Indonesia disebutkan bahwa Psikolog secara umum adalah
seorang ahli psikologi, bidang ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses
mental. Namun di Indonesia, psikolog secara khusus merujuk pada seorang praktisi psikologi
yang telah menempuh pendidikan profesi psikologi. Psikolog dapat dikategorikan ke dalam
beberapa bidang tersendiri sesuai dengan cabang ilmu psikologi yang ditekuninya,
misalnya Psikolog Klinis, Psikolog Pendidikan, Psikolog Industri, atau Psikolog Forensik.
Menjadi Psikolog dimasa pandemi ini memiliki dampak yang positif dan juga negatif
secara bersamaan. Dampak negatifnya yaitu muncul permasalahan untuk bertemu langsung
klien dan dampak positifnya klien semakin beragam dari berbagai daerah. Narasumber
menjelaskan bahwa ia telah menangani beberapa kasus, namun yang paling berkesan ialah
mengenai selective mutism atau bisa didefinisikan suatu kondisi psikiatrik yang biasa terjadi
di masa kanak-kanak dengan ciri-ciri hilangnya keinginan dalam situasi spesifik yang
mengharuskan seorang anak untuk bicara (di sekolah, situasi sosial tertentu) sementara jika
dirumah anak dapat banyak berbicara seperti anak-anak lain. Narasumber menjelaskan
bahwa ia sering menggunakan CBT sebagai metode intervensi namun ia juga pernah
menggunakan teknik lain seperti play teraphy, family teraphy, dan empathic love teraphy.
Narasumber juga menjelaskan bahwa pernah mengalihkan pelayanan psikologi pada
klien yang mengalami permasalahan bipolar dan juga disleksia. Hak ini karena klien bipolar
yang ia tangani akan lebih efektif jika dialihkan ke psikiater dan pada klien disleksia diminta
untuk menjalani pemerikasaan neurologis terlebih dahulu. Selain itu narasumber juga
melakukan kerja sama dengan guru jika klien yang ia tangani merupakan seorang siswa dan
membutuhkan adaptasi kurikulum disekolah. Dalam Kode Etik Psikologi Indonesia sendiri hal
ini diperbolehkan untuk membantu proses penyelesaian permasalahan yang dialami klien.
Narasumber berharap bahwa masing-masing Puskesmas di Indonesia bisa memiliki
satu psikolog klinis karena dirasa kebutuhan akan pelayan psikologi sangatlah penting. Selain
itu juga psikolog klinis saat ini sudah berada dibawah kementrian kesehatan dan dalam
melaksanakan praktik pelayanan psikologi klinis sudah diatur dalam peraturan kementrian
kesehatan dan juga undang-undang.
3.2 Refleksi
Berdasarkan tugas wawancara bersama psikolog/praktisi klinis yang kami lakukan
bersama dengan Psikolog Zahra Frida Intani pada tanggal 07 November 2020, kami
mendapatkan beberapa manfaat yang kami refleksikan berdasarkan pada pertanyaan berikut,
yaitu:
1. Apa yang saya pelajari dari kegiatan ini?
2. Apa yang sudah saya lakukan dengan baik?
3. Apa yang masih perlu saya kembangkan lagi?
4. Apa saja implikasinya di kehidupan saya saat ini dan yang akan datang?
Adam, A. (2019, Mei 06). Pekerja Kesehatan Mental Banyak Peminat, tapi Kuliahnya Mahal.
Diambil kembali dari tirto.id: https://tirto.id/pekerja-kesehatan-mental-banyak-peminat-
tapi-kuliahnya-mahal-dpkw
Ayano G. Significance of mental health legislation for successful primary care for mental health
and community mental. Afr J Prm Health Care [Internet]. 2018:[about 4 p.]. Available
from: https://doi.org/10.4102/phcfm. v10i1.1429.
Aziz, D. F. (2019). STUDI POLA PENGGUNAAN DIAZEPAM PADA PASIEN GANGGUAN
BIPOLAR (Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat
Lawang) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).
cpmh. (2020, Juli 24). Urgensi Peningkatan Kesehatan Mental di Masyarakat. Diambil kembali
dari Center For Public Mental Health Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada:
https://cpmh.psikologi.ugm.ac.id/2020/07/24/urgensi-peningkatan-kesehatan-mental-
di-masyarakat/
Firman, J. &. Gila, A. (2002). Psychosynthesis. A Psychology of the Spirit. United States of
America: State University of New York Press.
Firman, J., & Gila, A. (2010). A Psychotherapy of Love. United States Of America: State
Univeristy of New York Press.
Firman, D. (2011). Transpersonal Psychology: An Introduction to Psychosynthesis. http://
www.synthesiscenter.org/PDF/Psychosynthesis-Firman.pdf
Himpsi. 2010. Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Himpunan Psikologi
Indonesia
Indarjo, S. (2009). Kesehatan jiwa remaja. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1).
ipk. (2020, Desember 11). Jumlah Psikolog Klinis Anggota IPK Indonesia. Diambil kembali
dari IPK Indonesia: https://ipkindonesia.or.id/jumlah-psikolog-klinis-anggota-ipk-
indonesia/
ipk. (2017, Desember 24). PSIKOLOG KLINIS INDONESIA WAJIB MEMILIKI STRPK DAN
SIPPK. Diambil kembali dari IPK Indonesia: https://ipkindonesia.or.id/informasi-ipk-
indonesia/2017/12/psikolog-klinis-indonesia-wajib-memiliki-strpk-dan-sippk/
Kesehatan, K. (2019, November 10). Situasi Kesehatan Jiwa di Indonesia. Retrieved from
pusdatin.kemkes.go.id:
https://pusdatin.kemkes.go.id/article/view/20031100001/situasi-kesehatan-jiwa-di-
indonesia.html
Dokumentasi Wawancara
07 November 2020
SIPP
https://anggota.himpsi.or.id/index.php?cru=Y3RnPWRpcmVrdG9yaSZ1c2VyPU1qQXlNREF3TURFJTN
E
Kartu anggota IPK
https://simak.ipkindonesia.or.id/vkartu/NTI0MjM=