KEPRAWATAN JIWA
Oleh :
GAYATRI PUTRI
NIM : 203310696
PADANG
2022
1
DAFTAR ISI
Daftar isi………………………………………………………………………………………….ii
-Daftar pustaka…………………………………………………………………………………7
2
RESUME
Sebelum merdeka, Indonesia dikenal sebagai penduduk yang berjiwa sehat, yaitu
penduduk yang tidak mementingkan diri sendiri, tidak egois, dan memiliki semangat jiwa
yang tinggi untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Akan tetapi saat ini
pembangunan pada infrastruktur lebih diprioritaskan. “Masih belum terdapat pemahaman
yang utuh mengenai pembangunan jiwa, sosial, dan spiritual,” begitulah yang dikatakan
oleh Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ., MPH , selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian
Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Lebih
lanjut, Dr. Fidiansjah menyebutkan bahwa jiwa memiliki sifat yang dinamis, berbeda
dengan gangguan fisik yang penyebabnya tidak banyak berubah. Gangguan jiwa
disebabkan oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal dapat berupa kemajuan
teknologi dan perekonomian yang bersifat dinamis. Sedangkan faktor internal yang
terbentuk dari aspek genetik dan pola asuh dapat memengaruhi reaksi seseorang terhadap
perubahan yang ada. Pembentukan karakter seseorang menjadi suatu hal yang penting
karena menjadi dasar dari kepribadiannya.
Menurut pasal 1 UU No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik
secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Namun sebagian besar masyarakat lebih
memahami mengenai kesehatan fisik dibanding tiga hal lainnya. Menurut Dr. Fidiansjah,
ketidakpahaman ini disebabkan karena sehat mental, spiritual, dan sosial merupakan
suatu hal yang abstrak, tidak seperti kesehatan fisik yang terlihat jelas. Akibatnya,
kesehatan mental menjadi terabaikan dan menjadi salah satu inti permasalahan di
Indonesia.
3
skizofrenia. Angka ini menunjukkan peningkatan dari tahun 2013 yang berkisar di angka
1,7 per 1.000. Selain itu, prevalensi gangguan emosional pada penduduk berumur lebih
dari 15 tahun pada tahun 2018 mencapai 9,8%, angka ini juga mengalami peningkatan
dari tahun 2013 yang sebelumnya sebesar 6%. Peningkatan masalah kesehatan jiwa ini
menunjukkan perlunya perhatian khusus terhadap kesehatan jiwa masyarakat Indonesia.
Upaya bersama antar pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat diperlukan
untuk mengatasi masalah ini.
Sebagai langkah awal untuk mengatasi masalah kesehatan jiwa, pemerintah telah
melakukan revisi terhadap UU No. 18 Tahun 2014 yang dijadikan sebagai landasan
utama mengenai aturan kesehatan jiwa di Indonesia. Pada pasal satu dijelaskan bahwa
kesehatan jiwa adalah kondisi di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik,
mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri,
dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan
kontribusi untuk komunitasnya. UU No. 18 Tahun 2014 ditujukan untuk menjamin
setiap orang agar dapat mencapai kualitas hidup yang baik, serta memberikan pelayanan
kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan berkesinambungan melalui upaya
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
“Pelayanan ini didirikan atas latar belakang banyaknya mahasiswa yang datang
dengan keluhan fisik seperti sakit perut berulang, sakit kepala, migrain, dan sebagainya.
Namun, setelah dianalisis oleh dokter hal tersebut berkaitan dengan dengan kondisi psikis
dan stres yang dialami,”
“Pelayanan ini didirikan atas latar belakang banyaknya mahasiswa yang datang
dengan keluhan fisik seperti sakit perut berulang, sakit kepala, migrain, dan sebagainya.
Namun, setelah dianalisis oleh dokter hal tersebut berkaitan dengan dengan kondisi psikis
dan stres yang dialami,” ujar Ibu Selvina, Psikolog Klinik Makara UI. Hal ini mendorong
peran Layanan Konseling Klinik Makara untuk melakukan upaya promotif terhadap
masalah kesehatan mental bagi mahasiswa.
4
*Upaya Kuratif dan Rehabilitatif
Pada awalnya, Kemenkes memiliki hotline khusus kesehatan jiwa di nomor 500-
454. Namun, hotline tersebut kurang dimanfaatkan oleh pengguna, masyarakat kerap
menanyakan hal-hal yang tidak berkaitan dengan aspek kesehatan jiwa. Akibatnya, beban
pembiayaan dan pemanfaatan menjadi tidak seimbang. Akhirnya, hotline tersebut
digabungkan menjadi hotline kesehatan umum. Akan tetapi meningkatnya isu kesehatan
mental membuat Kemenkes mencanangkan aplikasi yang berisi konten terkait kesehatan
jiwa beserta proses dektesia masalah kesehatan mental.
*Asuransi
5
*Kesehatan dan Otonomi Daerah
6
DAFTAR PUSTAKA
https://www.economica.id/2019/10/07/program-dan-kebijakan-kesehatan-mental-
tanggung-jawab-siapa/