Anda di halaman 1dari 21

MK.

Keperawatan Palitif & Menjelang Ajal

LAPORAN MAKALAH KELOMPOK 2


“FORMAT PENGKAJIAN PSIKOLOGIS PERAWATAN PADA PASIEN
TERMINAL DALAM PALIATIF CARE ”

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Riau Roslita, M.Kep., Sp.Kep.An

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2 :


M. Abd. Maulana 19031004
Eva Nurul Dianti 19031010
Pipit Yuliani 19031011
Nissa Hidayah 19031013
Mellisa Aridna Putri 19031014
Hartina 19031021
Muhammad Farid 19031023
Chevindy Putri Virgita 19031028
Liza Ermita 19031029
Tiara Amelia 19031033
Lydia Prastika Pratami Yeti 19031034
Widya Aprilia Ningsih 19031035
Rice Pertiwi Fitri 19031036
Indah Maika Yuandri 19031038
T. Aulya Azzahara 19031039
Sasra Efriani 19031040
Ridho Akmal Hriry 16031032
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah terkait “Pengkajian Psikologis pada
Pasien Terminal dalam Paliatif Care” ini dengan baik.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan dalam mata kuliah Keperawatan Paliatif dan Menjelang Ajal. Selain itu, kami juga
berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan
kita semua.

Kami menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Semoga apa yang dituangkan dalam makalah ini dapat bermanfaat khususnya
bagi kami dan umumnya teman-teman yang membaca. Dengan ini, kami memohon maaf
apabila terdapat kesalahan kata, kalimat maupun bahasa yang kurang berkenan dan kami
mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 07 November 2021

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................4
1.2 Tujuan Penulisan................................................................................................................6
1.2.1 Tujuan Umum............................................................................................................6
1.2.2 Tujuan Khusus.....................................................................................................................................
1.3 Manfaat Penulisan.........................................................................................................................................
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................................................................
2.1 Definisi Perawatan Paliatif...........................................................................................................................
2.2 Elemen dalam Perawatan Paliatif...............................................................................................................
2.3 Masalah Keperawatan pada Pasien Paliatif...............................................................................................
2.4 Bantuan yang dapat diberikan pada Pasien Terminal..............................................................................
2.5 Faktor-Faktor yang perlu dikaji dalam Perawatan Paliatif.....................................................................
2.6 Pengkajian Fisik dan Psikologis dalam Perawatan Paliatif......................................................................
2.6.1 Mengkaji Kondisi Kesehatan Fisik.......................................................................................................
2.6.2 Mengkaji Kondisi Psikologis.................................................................................................................
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................................................................
3.1 Pengkajian Psikologis...................................................................................................................................
BAB IV PENUTUP............................................................................................................................................
4.1 Kesimpulan....................................................................................................................................................
4.2 Saran...............................................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................................

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup


pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yangmengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016)
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam
mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan
penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi
pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative
Care, 2013).Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus
di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari
siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan paliatif
seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%, penyakit pernapasan
kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes 4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas
40-60%.Pada tahun 2011 terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan penyakit yang
membutuhkan perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan paliatif
berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun, dewasa (usia 15-59
tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).
Prevalensi penyakit paliatif di dunia berdasarkan kasus tertinggi yaitu Benua Pasifik
Barat 29%, diikuti Eropa dan Asia Tenggara masing-masing 22% (WHO,2014). Benua Asia
terdiri dari Asia Barat, Asia Selatan, Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara.Indonesia
merupakan salah satu negara yang termasuk dalam benua Asia tenggara dengan kata lain
bahwa Indonesia termasuk dalam Negara yang membutuhkan perawatan paliatif.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) prevalensi tumor/kanker di
Indonesia adalah 1.4 per 1000 penduduk, atau sekitar 330.000 orang, diabete melitus 2.1%,
jantung koroner (PJK) dengan bertambahnya umur, tertinggi pada kelompok umur 65 -74
tahun yaitu 3.6%.Kementrian kesehatan (KEMENKES, 2016) mengatakan kasus HIV sekitar

3
30.935, kasus TB sekitar330.910. Kasus stroke sekitar 1.236.825 dan 883.447 kasus penyakit
jantung dan penyakit diabetes sekitar 1,5% (KEMENKES, 2014).

Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola komplikasi


penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain, memberikan perawatan
psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat sekarat dan berduka (Matzo &
Sherman, 2015).
Penyakit dengan perawatan paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak
dapat disembuhkan, perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup (WHO,2016).
Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial, emosional,
dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan yang tepat, baik dirumah,
rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien. Perawatan paliatif dilakukan sejak awal
perjalanan penyakit, bersamaan dengan terapi lain dan menggunakan pendekatan tim
multidisiplin untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarga mereka (Canadian Cancer
Society, 2016).
Selain itu Matzo & Sherman (2015) juga menyatakan bahwa kebutuhan pasien paliatif
tidak hanya pemenuhan atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan
terhadap kebutuhan psikologi, sosial dan spiritual yang dilakukandengan pendekatan yang
dikenal sebagai perawatan paliatif. Romadoni (2013) menyatakan bahwa kebutuhan spiritual
merupakan kebutuhan beribadah, rasa nyaman, motivasi dan kasihsayang tehadap sesama
maupun sang penciptanya. Spiritual bertujuan untuk memberikan pertanyaan mengenai
tujuan akhir tentang keyakinan dan kepercayaan pasien (Margaret & Sanchia, 2016).
Spiritual merupakan bagian penting dalam perawatan, ruang lingkup dari pemberian
dukungan spiritual adalah meliputi kejiwaan kerohanian dan juga keagamaan. Kebutuhan
spiritual tidak hanya dapat diberikan oleh perawat, melainkan dapat juga diberikan oleh
kelompok agama ataupun keluarga (Balboni dkk, 2013). Hidayat (2009) mengatakan
keluarga memiliki peran yang cukup strategis dalam memenuhi kebutuhan spiritual, karena
keluarga memiliki ikatan emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan
sehari-hari. Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi
sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga yang
sakit merasa ada yang memperhatikan (Friedman, 2010). Dukungan ini merupakan sikap,
tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.
Usilawati (2015) mengatakan anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung akan selalu siap memberi pertolongan dan bantuan yang diperlukan (Susilawati,

4
2015). Adanya dukungan keluarga mempermudah penderita dalam melakukan aktivitasnya
berkaitan dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya juga merasa dicintai dan bisa berbagi
beban, mengekspresikan perasaan secara terbuka dapat membantu dalam menghadapi
permasalahan yang sedang terjadi serta adanya dukungan keluarga akan berdampak pada
peningkatan rasa percayadiri pada penderita dalam menghadapi proses penyakitnya
(Misgiyanto & Susilawati, 2014). Morris dkk (2015) menyatakan lebih dari 200.000 orang
setiap tahun tidak mati di tempat yang mereka inginkan. Selain itu terdapat 63% pasien
paliatif menyatakan ingin di rawat oleh keluarganya.
Aoun dkk (2015) mengatakan jika dukungan yang diberikan keluarga terhadap pasien
paliatif tidak terpenuhi pasien akan merasa kesepian, tidak berharga dan merasa tidak dicintai
maka dari itu peran dari keluarga sangat dibutuhkan bagi pasien sehingga pasien merasa
diperhatikan, nyaman dan damai.
Harrop dkk (2014) mengatakan pasien paliatif lebih nyaman mendapatkan perawatan
ataupun bantuan dari keluarganya. Dimana bantuan ataupun dukungan yang didapatkan dari
keluarga dapat mengurangi beban psikososial dan spiritual pada pasien dengan perawatan
paliatif (Hudson dkk, 2014).
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Keperawatan Paliatif Care dan Menjelang Ajal yaitu “Pengkajian Psikologis pada Pasien
Terminal dalam Paliatif Care” untuk memberi pengetahuan kepada mahasiswa mengenai
bagaimana tindakan yang diberikan untuk pasien dengan masalah tersebut.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Definisi Perawatan Paliatif
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Elemen dalam Perawatan
Paliatif
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Masalah Keperawatan Pada
Pasien Paliatif
4. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Bantuan yang dapat
diberikan pada pasien Terminal
5. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Faktor-faktor yang perlu
dikaji dalam Perawatan Paliatif

5
6. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Pengkajian Fisik dan
Psikologis dalam Perawatan Paliatif
7. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami mengenai Pengkajian Kondisi
Kesehatan Fisik dan Mengkaji Kondisi Psikologis
1.3 Manfaat Penulisan
Makalah ini sekiranya dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan mengenai Format
Pengkajian Psikologis Pada Paliatif Care serta dapat menambah wawasan mahasiswa/i
keperawatan secara lebih dalam mengenai Format Pengkajian Psikologis Pada Paliatif Care.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Perawatan Paliatif


Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup
pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yangmengancam
jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian
yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial
atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016)
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam
mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan
penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik,
intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi
pasien, mengakses informasi, dan pilihan (National Consensus Project for Quality Palliative
Care, 2013).Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang harus
di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari
siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010).
Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES, 2013)dan Aziz,
Witjaksono, dan Rasjidi (2008) prisinsip pelayanan perawatan paliatif yaitu menghilangkan
nyeri dan mencegah timbulnya gejala serta keluhan fisik lainnya, penanggulangan nyeri,
menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal , tidak bertujuan
mempercepat atau menghambat kematian, memberikan dukungan psikologis, sosial dan
spiritual, memberikan dukungan agar pasien dapat hidup seaktif mungkin, memberikan
dukungan kepada keluarga sampai masa dukacita, serta menggunakan pendekatan tim untuk
mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya.
2.2 Elemen dalam perawatan paliatif
Menurut National Consensus Project dalam Campbell (2013), meliputi :
1. Populasi pasien
Dimana dalam populasi pasien ini mencangkup pasien dengan semua usia, penyakit
kronis atau penyakit yang mengancam kehidupan
2. Perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga

7
Dimana pasien dan keluarga merupakan bagian dari perawatan paliatif itu sendiri.
3. Waktu perawatan paliatif.
Waktu dalam pemberian perawatan paliatif berlangsung mulai sejak terdiagnosanya
penyakit dan berlanjut hingga sembuh atau meninggal sampai periode duka cita.
4. Perawatan komprehensif
Dimana perawatan ini bersifat multidimensi yang bertujuan untuk menanggulangi
gejala penderitaan yang termasuk dalam aspek fisik, psikologis, sosial maupun
keagamaan.
5. Tim interdisiplin
Tim ini termasuk profesional dari kedokteran, perawat, farmasi, pekerja sosial,
sukarelawan, koordinator pengurusan jenazah, pemuka agama, psikolog, asisten
perawat, ahli diet, sukarelawan terlatih.
6. Perhatian terhadap berkurangnya penderitaan
Tujuan perawatan paliatif adalah mencegah dan mengurangi gejala penderitaan yang
disebabkan oleh penyakit maupun pengobatan.
7. Kemampuan berkomunikasi
Komunikasi efektif diperlukan dalam memberikan informasi, mendengarkan aktif,
menentukan tujuan, membantu membuat keputusan medis dan komunikasi efektif
terhadap individu yang membantu pasien dan keluarga.
8. Kemampuan merawat pasien yang meninggal dan berduka
Perawatan yang berkesinambungan. Dimana seluruh sistem pelayanan kesehatan yang
ada dapat menjamin koordinasi, komunikasi, serta kelanjutan perawatan paliatif untuk
mencegah krisis dan rujukan yang tidak diperukan.
9. Akses yang tepat
Dalam pemberian perawatan paliatif dimana timharus bekerja pada akses yang tepat
bagi seluruh cakupanusia, populasi, kategori diagnosis, komunitas, tanpa memandang
ras, etnik, jenis kelamin, serta kemampuan instrumental pasien.
10. Hambatan pengaturan
Perawatan paliatif seharusnya mencakup pembuat kebijakan, pelaksanaan undang-
undang, dan pengaturan yang dapat mewujudkan lingkungan klinis yang optimal.
11. Peningkatan kualitas
Dimana dalam peningkatan kualitas membutuhkan evaluasi teratur dan sistemik
dalam kebutuhan pasien.
2.3 Masalah Keperawatan Pada Pasien Paliatif

8
Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-
kejadian yang dapat mengancam diri sendiri eimana masalah yang seringkali di keluhkan
pasien yaitu mengenai masalah seperti nyeri, masalah fisik, psikologi sosial, kultural serta
spiritual (IAHPC, 2016).Permasalahan yang muncul pada pasien yang menerima perawatan
paliatif dilihat dari persepktif keperawatan meliputi masalah psikologi, masalah hubungan
sosial, konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual atau
keagamaan (Campbell, 2013).
1) Masalah Fisik
Masalah fisik yang seringkali muncul yang merupakan keluhan dari pasien paliatif yaitu
nyeri (Anonim, 2017).Nyeri merupakan pengalaman emosional dan sensori yang tidak
menyenangkan yang muncul akibat rusaknya jaringan aktual yang terjadi secara tiba-tiba dari
intensitas ringan hingga berat yang dapat diantisipasi dan diprediksi. Masalah nyeri dapat
ditegakkan apabiladata subjektif dan objektif dari pasien memenuhi minimal tiga kriteria
(NANDA, 2015).
2) Masalah Psikologi
Masalah psikologi yang paling sering dialami pasien paliatif adalah kecemasan. Hal
yang menyebabkan terjadinya kecemasan ialah diagnosa penyakit yang membuat pasien takut
sehingga menyebabkan kecemasan bagi pasien maupun keluarga (Misgiyanto & Susilawati,
2014).
Durand dan Barlow (2006) mengatakan kecemasan adalah keadaan suasana hati yang
ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana seseorang
mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang
dengan perasaan khawatir.Menurut Carpenito (2000) kecemasan merupakan keadaan
individu atau kelompok saat mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem
saraf otonom dalam berespon terhadap ketidakjelasan atau ancaman tidak spesifik.
NANDA (2015) menyatakan bahwa kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau
kekhawatiran yang diseratai oleh respon otonom, perasaan takut yang disebabkan
olehantisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan tanda waspada yang member tanda
individu akan adanya bahaya dan mampukah individu tersebut mengatasinya.
Masalah Psikologis : Klien terminal dan orang terdekat biasanya mengalami banyak respon
emosi, perasaaan marah dan putus asa seringkali ditunjukan. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, hilang control diri, tidak mampu lagi
produktif dalam hidup, kehilangan harga diri dan harapan, kesenjangan komunikasi atau
barrier komunikasi.

9
3) Masalah Sosial
Masalah pada aspek sosial dapat terjadi karena adanya ketidak normalan kondisi
hubungan social pasien dengan orang yang ada disekitar pasien baik itu keluarga maupun
rekan kerja (Misgiyanto & Susilawati, 2014). Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian
yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan
mengancam ( Twondsend, 1998 ). Atau suatu keadaan dimana seseorang individu mengalami
penurunan bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya,
pasien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain
(Kelliat, 2006 ).
4) Masalah Spiritual
Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada pasien paliatif
adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena diagnose penyakit kronis, nyeri,
gejala fisik, isolasi dalam menjalani pengobatan serta ketidakmampuan pasien dalam
melakukan ritual keagamaan yang mana biasanya dapat dilakukan secara mandiri.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan mengintegrasikan
arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik, literature, alam dan
kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid, 2008).Definisi lain mengatakan bahwa distres
spiritual adalah gangguan dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang
dan diintegrasikan biologis dan psikososial (Keliat dkk, 2011)
5) Problem Oksigenisasi
Respirasi irregular, cepat atau lambat, pernafasan cheyne stokes, sirkulasi perifer
menurun, perubahan mental : Agitasi-gelisah, tekanan darah menurun, hypoksia, akumulasi
secret, dan nadi ireguler.
6) Problem Eliminasi
Konstipasi, medikasi atau imobilitas memperlambat peristaltic, kurang diet serat dan
asupan makanan jugas mempengaruhi konstipasi, inkontinensia fekal bisa terjadi oleh karena
pengobatan atau kondisi penyakit (mis Ca Colon), retensi urin, inkopntinensia urin terjadi
akibat penurunan kesadaran atau kondisi penyakit misalnya : Trauma medulla spinalis,
oliguri terjadi seiring penurunan intake cairan atau kondisi penyakit mis gagal ginjal.
7) Problem Nutrisi dan Cairan
Asupan makanan dan cairan menurun, peristaltic menurun, distensi abdomen,
kehilangan BB, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kering dan membengkak, mual, muntah,
cegukan, dehidrasi terjadi karena asupan cairan menurun.

10
8) Problem suhu
Ekstremitas dingin, kedinginan sehingga harus memakai selimut.
9) Problem Sensori
Penglihatan menjadi kabur, refleks berkedip hilang saat mendekati kematian,
menyebabkan kekeringan pada kornea, Pendengaran menurun, kemampuan berkonsentrasi
menjadi menurun, pendengaran berkurang, sensasi menurun.
10) Problem nyeri
Ambang nyeri menurun, pengobatan nyeri dilakukan secara intra vena, klien harus
selalu didampingi untuk menurunkan kecemasan dan meningkatkan kenyamanan.
11) Problem Kulit dan Mobilitas
Seringkali tirah baring lama menimbulkan masalah pada kulit sehingga pasien terminal
memerlukan perubahan posisi yang sering.
2.4 Bantuan yang dapat diberikan pada pasien terminal
Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh suatu
penyakit atau suatu kecelakaan. Dalam perawatan paliatif peran perawat adalah memberikan
Asuhan Keperawatan pada Pasien Terminal untuk membantu pasien menjalani sisa hidupnya
dalam keadaan seoptimal mungkin. Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan
kondisi terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien
sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal
dengan tenang dan damai.
Bantuan yang dapat diberikan pada pasien terminal yakni :
1. Bantuan Emosional
a. Pada Fase Denial.
Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan cara mananyakan
tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien dapat mengekspresikan perasaan-
perasaannya.
b. Pada Fase Marah atau anger.
Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan perasaannya yang marah.
Perawat perlu membantunya agar mengerti bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam
merespon perasaan kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan
ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya, memberikan ras aman dan
akan menerima kemarahan tersebut, serta meneruskan asuhan sehingga membantu pasien
dalam menumbuhkan rasa aman.

11
c. Pada Fase Menawar.
Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan mendorong pasien
untuk dapat berbicara karena akan mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada Fase Depresi.
Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan apa yang dikeluhkan
oleh pasien. Akan lebih baik jika berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan
tenang disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien sehingga
menumbuhkan rasa aman bagi pasien.
e. Pada Fase Penerimaan.
Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada keluarga dan teman-
temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien telah menerima keadaanya dan perlu
dilibatkan seoptimal mungkin dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong
dirinya sendiri sebatas kemampuannya.
2. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Fisiologis 
a. Kebersihan Diri.
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas kemampuannya
dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.
b. Mengontrol Rasa Sakit.
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit terminal,
seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat toleransi
nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra Vena dibandingkan
melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena kondisi system sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan Jalan Nafas.
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan pengeluaran
sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi klien yang
tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan dipasang drainase dari mulut dan
pemberian oksigen.
d. Bergerak.
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak, seperti: turun
dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan dilakukan secara periodik,
jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot sudah
menurun.
e. Nutrisi.

12
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat diberikan
annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan serta pemberian
makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang berkurang,
terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan klien sebelum diberikan makanan,
kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra Vena atau Invus.
f. Eliminasi.
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi, inkontinen
urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan
inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau dipasang duk yang diganjti
setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum,
apabila terjadi lecet, harus diberikan salep.
g. Perubahan Sensori.
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau
menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat mendengar, tetapi
tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak
berbisik-bisik.
3. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan
kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
a) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan klien dan
didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat, atau anggota
keluarga lain.
b) Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu diisolasi.
c) Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan teman-
teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk membersihkan diri dan
merapikan diri.
d) Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan mengajak
orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila klien mampu
membacanya.
4. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual
a) Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-rencana
klien selanjutnya menjelang kematian.
b) Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk
memenuhi kebutuhan spiritual.

13
c) Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual sebatas
kemampuannya.

2.5 Faktor-faktor yang perlu dikaji dalam perawatan paliatif


1. Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada
fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran,
nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin
mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus
respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut
menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
2. Faktor Psikologis
Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka
dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi
wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang
muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan.
Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
3. Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena
pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin
berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan
keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda
klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman
dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
4. Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana
sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada
Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat-
saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-
saat terakhirnya.
Konsep dan prinsip etika, norma, budaya. Dalam pengkajian Pasien Terminal
nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural atau budaya yang mempengaruhi
reaksi klien menjelang ajal. Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga

14
mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian atau menjelang ajal. Perawat tidak
boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya,
sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat
harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus
sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga
kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi.
2.6 Pengkajian fisik dan psikologis dalam perawatan paliatif
2.6.1 Mengkaji Kondisi Kesehatan Fisik
Nyeri : Ketika mengkaji pasien sangat penting untuk mendengarkan pasien, memperhatikan
pada bahaa yang digunakan untuk mendeskripsikan nyeri akan membantu diagnosanya. Tipe
nyeri dapat ditentukan dari obat apa yang harus digunakan.
2.6.2 Mengkaji Kondisi Psikologis
1) Kondisi pikiran dan suasana hati (mood).
Meliputi : Apakah dalam bulan terakhir anda merasakan: Merasa putus asa atau merasa tidak
berdaya? kehilangan minat? Apakah anda merasa depresi? Apakah anda merasa tegang atau
cemas? Apakah anda pernah mengalami serangan panic? Apakah ada hal spesifik yang anda
harapkan?
2) Penyesuaian terhadap sakit.
Meliputi : Apa pemahaman anda terhadap sakit saat ini? Gali dengan hati-hati ekspektasi
pasien.
3) Sumber – sumber dan hal yang menguatkan.
Meliputi : Apakah sumber dukungan anda? Misalnya: orang-orang, hobi, iman dan
kepercayaan
4) Total Pain (nyeri multidimensi yang tidak terkontrol)
Meliputi : Adakah masalah psikologis, sosial, spiritual yang dialami yang berkontribusi
terhadap gejala yang dialami?
5) Sakit sebelumnya (dapat dikaji langsung atau pada keluarga): Adakah risiko stress
psikologikal dan riwayat masalah kesehatan mental?

15
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian Psikologis


Reaksi Proses psikologis Hal-hal yang biasa di jumpai

Reaksi Proses Psikologis Hal-hal yang biasa dijumpai


Shock (kaget, goncangan Merasa bersalah, marah, Rasa takut, hilang akal, frustasi, rasa
batin) tidak berdaya sedih, susahm acting out.
Mengucilkan diri Merasa cacat dan tidak Khawatir menginfeksi orang lain,
berguna, menutup diri murung
Membuka status secara Ingin tahu reaksi orang Penolakan, stress, konfrontasi
terbatas lain, pengalihan stress,
ingin dicintai
Mencari orang lain Berbagi rasa, pengenalan, Ketergantungan, campur tangan, tidak
yang HIV positif kepercayaan, penguatan, percaya pada pemegang rahasia
dukungan social dirinya.
Status khusus Perubahan keterasingan Ketergantungan, dikotomi kita dan
menjadi manfaat khusus, mereka (semua orang dilihat sebagai
perbedaan menjadi hal terinfeksi HIV dan direspon seperti
yang istimewa, itu), over identification.
dibutuhkan oleh yang
lainnya.
Perilaku mementingkan Komitmen dan kesatuan Pemadaman, reaksi dan kompensasi
orang lain kelompok, kepuasan yang berlebihan
memberi dan berbagi
perasaan sebagai
kelompok
Penerimaan Integrasi status positive Apatis, sulit berubah
HIV dengan identitas
diri, keseimbangan antara
kepentingan orang lain
dengan diri sendiri, bisa
menyebutkan kondisi

16
seseorang
Respon Psikologis (penerimaan diri) terhadap Penyakit ada lima tahap reaksi emosi
seseorang terhadap penyakit, yaitu :
1. Pengingkaran (denial) Pada tahap pertama pasien menunjukkan karakteristik perilaku
pengingkaran, mereka gagal memahami dan mengalami makna rasional dan dampak
emosional dari diagnosa. Pengingkaran ini dapat disebabkan karena ketidaktahuan
pasien terhadap sakitnya atau sudah mengetahuinya dan mengancam dirinya.
Pengingkaran dapat dinilai dari ucapan pasien “saya di sini istirahat.” Pengingkaran
dapat berlalu sesuai dengan kemungkinan memproyeksikan pada apa yang diterima
sebagai alat yang berfungsi sakit, kesalahan laporan laboratorium, atau lebih mungkin
perkiraan dokter dan perawat yang tidak kompeten. Pengingkaran diri yang mencolok
tampak menimbulkan kecemasan, pengingkaran ini merupakan buffer untuk
menerima kenyataan yang sebenarnya. Pengingkaran biasanya bersifat sementara dan
segera berubah menjadi fase lain dalam menghadapi kenyataan (Achir Yani, 1999).
2. Kemarahan (anger) Apabila pengingkaran tidak dapat dipertahankan lagi, maka fase
pertama berubah menjadi kemarahan. Perilaku pasien secara karakteristik
dihubungkan dengan marah dan rasa bersalah. Pasien akan mengalihkan kemarahan
pada segala sesuatu yang ada disekitarnya. Biasanya kemarahan diarahkan pada
dirinya sendiri dan timbul penyesalan. Yang menjadi sasaran utama atas kemarahan
adalah perawat, semua tindakan perawat serba salah, pasien banyak menuntut,
cerewet, cemberut, tidak bersahabat, kasar, menantang, tidak mau bekerja sama,
sangat marah, mudah tersinggung, minta banyak perhatian dan iri hati. Jika keluarga
mengunjungi maka menunjukkan sikap menolak, yang mengakibatkan keluarga segan
untuk datang, hal ini akan menyebabkan bentuk keagresipan (Hudak & Gallo, 1996).
3. Sikap tawar menawar (bargaining) Setelah marah-marah berlalu, pasien akan berfikir
dan merasakan bahwa protesnya tidak ada artinya. Mulai timbul rasa bersalahnya dan
mulai membina hubungan dengan Tuhan, meminta dan berjanji merupakan ciri yang
jelas yaitu pasien menyanggupi akan menjadi lebih baik bila terjadi sesuatu yang
menimpanya atau berjanji lain jika dia dapat sembuh (Achir Yani, 1999).
4. Depresi Selama fase ini pasien sedih/ berkabung mengesampingkan marah dan
pertahanannya serta mulai mengatasi kehilangan secara konstruktif. Pasien mencoba
perilaku baru yang konsisten dengan keterbatasan baru. Tingkat emosional adalah
kesedihan, tidak berdaya, tidak ada harapan, bersalah, penyesalan yang dalam,
kesepian dan waktu untuk menangis berguna pada saat ini. Perilaku fase ini termasuk

17
mengatakan ketakutan akan masa depan, bertanya peran baru dalam keluarga
intensitas depresi tergantung pada makna dan beratnya penyakit (Netty, 1999). e)
Penerimaan dan partisipasi Sesuai dengan berlalunya waktu dan pasien beradapatasi,
kepedihan dari kesabatan yang menyakitkan berkurang dan bergerak menuju
identifikasi sebagai seseorang yang keterbatasan karena penyakitnya dan sebagai
seorang cacat. Pasien mampu bergantung pada orang lain jika perlu dan tidak
membutuhkan dorongan melebihi daya tahannya atau terlalu memaksakan
keterbatasan atau ketidakadekuatan (Hudak & Gallo, 1996). Proses ingatan jangka
panjang yang terjadi pada keadaan stres yang kronis akan menimbulkan perubahan
adaptasi dari jaringan atau sel. Adaptasi dari jaringan atau sel imun yang memiliki
hormon kortisol dapat terbentuk bila dalam waktu lain menderita stres, dalam teori
adaptasi dari Roy dikenal dengan mekanisme regulator.

18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam
mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan
penderitaan. Permasalahan perawatan paliatif yang sering digambarkan pasien yaitu kejadian-
kejadian yang dapat mengancam diri sendiri dimana masalah yang seringkali di keluhkan
pasien yaitu mengenai masalah seperti nyeri, masalah fisik, psikologi sosial, kultural serta
spiritual. Dalam perawatan paliatif peran perawat adalah memberikan Asuhan Keperawatan
pada Pasien Terminal untuk membantu pasien menjalani sisa hidupnya dalam keadaan
seoptimal mungkin.Perawat harus memahami apa yang dialami klien dengan kondisi
terminal, tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada
saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang
dan damai.
4.2 Saran
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik, psikologis, dan sosial yang terjadi
pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi
kematian.Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal
karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam
pemeliharaan diri.

19
DAFTAR PUSTAKA

Yanto. 2018. Pengkajian fisik psikologis dalamkeperawatan palatif. Tersedia pada


https://www.scribd.com/document/388723641/pengkajian-fisik-psikologi-keperawatan-
paliatif. Diakses pada tanggal 07 November 2021. 20:10 WIB.

Matoka, FWMZ. 2017. Latar Belakang perawatan paliatif diakses 18 april2019Aitken, S.


(2009).

Community palliative care: the role of the clinical nurse specialist .John Wiley & Sons.

Al-Shahri, M. (2002). The future of palliative care in the Islamic world. Western Journal of
Medicine (1), 60.Becker, R. (2015).

Fundamental Aspects of Palliative Care Nursing: An Evidence-Based Handbook for Student


Nurses 2nd Edition. Andrews UK Limited.

Breaden, K. (2011). Teaching palliative care across cultures: The singaporeexperience. Indian
Journal of Palliative Care (4), 23.Campbell, M. L. (2009).

Nurse to nurse: Palliative care, expert interventions .McGraw-Hill Medical.Clinch, J. J.,


Dudgeon, D., & Schipper, H. (1998). Quality of life assessment in palliative care. In D.
Doyle, G.W.C. Hanks, & N. MacDonald (Eds.), Oxford textbook of palliative medicine.

20

Anda mungkin juga menyukai