Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGARUH BUDAYA TERHADAP PERSEPSI


DAN PENANGANAN GANGGUAN JIWA DI BERBAGAI NEGARA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikososial
Dosen Pengampu : Ns. Bayu Eka Kurniawan., S.Kep

Disusun Oleh :
Amia Armita
202201088

PROGRAM STUDI NERS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
PALU
2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan
rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“PENGARUH BUDAYA TERHADAP PRESEPSI DAN PENANGANAN
GANGGUAN JIWA DI BERBAGAI NEGARA”.
Adapun tujuan dari penulisan makan ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah “KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang sedang ditekuni. Penulis menyadari bahwa makalah yang telah
dibuat masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapakan.

Palu, 18 April 2024

Amia Armita
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4

A. Latar Belakang ..................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5

C. Tujuan .................................................................................................. 5

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6

A. Pengaruh Budaya Dalam Persepsi Masyarakat Terhadap Gangguan


Jiwa ...................................................................................................... 6

B. Metode Penanganan Gangguan Jiwa ................................................... 7

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 10

A. Kesimpulan ........................................................................................ 10

B. Saran ................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 11

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan
Jiwa,”Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut
menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya”. Gangguan
jiwa adalah suatu perubahan fungsi jiwa yang dapat menyebabkan adanya
gangguan dan menimbulkan penderitaan serta hambatan pada individu dalam
melaksanakan peran sosial (Depkes, 2010). Gangguan jiwa merupakan bentuk
penyimpangan perilaku yang diakibatkan karena adanya distorsi kognitif,
sehingga ditemukan adanya ketidakwajaran dalam bertingkah laku dan
diakibatkan menurunnya semua fungsi kejiwaan (Pamungkas et. al., 2016).
Data menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2022,
tercatat 23 juta orang yang menderita gangguan jiwa. Sementara data di
Indonesia berdasarkan data dari Indonesia-National Adolescent Mental Health
Survey tahun 2022 tercatat ada 15,5 juta remaja mengalami masalah mental dan
2,45 juta remaja mengalami gangguan mental.
Gangguan jiwa di dunia bahkan di Indonesia sendiri tidaklah sedikit,
sehingga diperlukan perhatian dengan cara menyediakan penanganan dan
pengobatan yang tepat terhadap orang dengan gangguan jiwa. Di Indonesia
masih banyak ditemukan cara yang tidak tepat dalam menangani orang dengan
gangguan jiwa, misalnya perlakuan masyarakat dan adanya stigma masyarakat
yang tinggi dan terus berkembang di kalangan masyarakat. Stigma adalah
pemberian cap atau label yang diberikan kepada seseorang yang dianggap
berbeda dari sekelilingnya (Stuart, 2016).
Bentuk perilaku yang dilakukan masyarakat dapat berupa penghindaran
yaitu masyarakat lebih memilih untuk tidak berdekatan serta melarikan diri
apabila bertemu dengan orang gangguan jiwa. Kemudian bentuk perilaku
pelecehan terhadap orang gangguan jiwa dapat berupa ejekan, dimana
menjadikan orang dengan gangguan jiwa sebagai bahan lelucon, serta dilempari
batu. Perilaku lainnya yaitu diskriminai dengan cara tidak memberikan
kesempatan kepada orang gangguan jiwa untuk bekerja, mendeskripsikan orang
gangguan jiwa sebagai orang yang tidak baik dan harus dihindari (Arianda,
2015).
Stigmatisasi yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa berdampak
pada pengobatan yang sedang dijalankan. Semakin tinggi stigma yang
dirasakan oleh orang dengan gangguan jiwa maka semakin lama proses
penyembuhan penyakitnya. Hal ini berakibat pada gangguan jiwa yang lebih
parah, maka diperlukan dukungan dari lingkungan masyarakat dan pihak
keluarga untuk mengembalikan kondisi orang dengan gangguan jiwa agar bisa
menjadi lebih stabil (Subu et. al., 2018). Dalam upaya mengurangi stigma di
Indonesia, Menteri Kesehatan mengajak seluruh jajaran kesehatan untuk dapat
melaksanakan Empat Seruan Nasional Stop Stigma Dan Diskriminasi Terhadap
Orang Dengan Gangguan Jiwa (Kemenkes, 2014).

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana budaya diberbagai negara mempengaruhi persepsi masyarakat
terhadap gangguan jiwa?
b. Bagaimana metode penanganan gangguan jiwa?

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana budaya diberbagai negara mempengaruhi
persepsi masyarakat terhadap gangguan jiwa!
b. Untuk mengetahui metode penanganan gangguan jiwa!

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengaruh Budaya Dalam Persepsi Masyarakat Terhadap Gangguan Jiwa


Budaya mempengaruhi bagaimana individu dimasyarakat bermanifestasi
untuk bersikap dan berperilaku. Kultur atau budaya merupakan determinan
etiologi dari gangguan mental yang membentuk persepsi diri dan realitas hidup
dimasyarakat. Kesehatan mental sebagian besar dibentuk oleh lingkungan
sosial, ekonomi, dan fisik dimana individu tinggal. Ketidaksetaraan kehidupan
sosial berkaitan dengan peningkatan risiko banyaknya gangguan mental secara
umum (WHO 2014).
Persepsi yang diungkapkan oleh masyarakat memiliki keterkaitannya
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat. Jika masyarakat memiliki
pengetahuan yang baik maka masyarakat dapat memberikan persepsi yang baik
pula. Pengetahuan masyarakat sangat penting dalam peneimaan terhadap orang
dengan ganguan jiwa. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara alami
maupun terencana yaitu melalui proses pendidikan (Usraleli et. al., 2020).
Faktor penyebab terjadinya gangguan jiwa ada dua yakni biologis dan
psikologis. Faktor bilogis yang diungkapkan oleh partisipan yaitu gangguan
jiwa terjadinya karena faktor keturunan dan bawaan dari ibunya yang juga
menderita gangguan jiwa. Faktor genetik dihubungkan dengan anggota
keluarga lain yang juga menderita skizofrenia, misalnya jika orang tua
menderita skizofrenia maka kemungkinan besar anaknya juga dapat mengidap
skizofrenia (Sutejo, 2017). Faktor psikologik terkait dengan interaksi ibu dan
anak, peranan ayah, persaingan antar saudara kandung, hubungan dalam
keluarga, pekerjaan, dan permintaan masyarakat.
Sedangkan di Negara Jepang budaya pop Jepang yang keren, teknologi
canggih, atau mungkin bahkan tentang makanan lezat mereka. Tapi, di balik
gemerlapnya kehidupan modern, Jepang juga menghadapi sebuah fenomena
yang cukup serius dan mencemaskan Hikikomori adalah istilah dalam bahasa
Jepang yang merujuk pada fenomena sosial di mana individu, biasanya remaja
atau orang muda, memilih untuk menarik diri dari kehidupan sosial dan
mengisolasi diri di dalam rumah mereka sendiri untuk waktu yang cukup lama.
Krisis kesehatan mental ini sudah berlangsung cukup lama di Jepang dan
menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakatnya. Para ahli
kesehatan mental di Jepang memperkirakan bahwa ada puluhan ribu hikikomori
di negara tersebut.
Fenomena ini bisa terjadi karena ada beberapa faktor yang berperan
dalam munculnya hikikomori. Salah satunya adalah tekanan sosial dan ekonomi
yang tinggi di Jepang. Bisa dibayangkan betapa kerasnya persaingan di sekolah
dan dunia kerja di Jepang. Semua itu bisa menimbulkan stres yang luar biasa
pada individu, terutama para remaja yang belum memiliki cukup keterampilan
untuk menghadapinya.
Selain itu, teknologi dan media sosial juga berperan penting dalam
fenomena ini. Perkembangan teknologi memungkinkan orang untuk terhubung
dengan dunia luar tanpa harus meninggalkan rumah. Bisa-bisa, seseorang lebih
memilih hidup di dunia maya daripada menghadapi dunia nyata yang mungkin
terasa terlalu menakutkan bagi mereka.
Pemerintahan Jepang telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi
masalah ini, termasuk dengan meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan
mental, mengadakan kampanye kesadaran, dan memberikan dukungan sosial
bagi para hikikomori dan keluarganya.
B. Metode Penanganan Gangguan Jiwa
Orang dengan gangguan jiwa di dunia bahkan di Indonesia sendiri
tidaklah sedikit, sehingga diperlukan perhatian dengan cara menyediakan
penanganan dan pengobatan yang tepat terhadap orang dengan gangguan jiwa.
Di Indonesia masih banyak ditemukan cara yang tidak tepat dalam menangani
orang dengan gangguan jiwa, misalnya perlakuan masyarakat dan adanya
stigma masyarakat yang tinggi dan terus berkembang di kalangan masyarakat
Psikoterapi adalah salah satu metode yang umum dilakukan untuk
menangani berbagai masalah kejiwaan, seperti stres berat, depresi, dan
gangguan cemas. Psikoterapi biasanya dilakukan perorangan, tapi terkadang
juga bisa dilakukan secara berkelompok. Melalui psikoterapi, psikolog atau
psikiater akan membimbing dan melatih pasien untuk belajar mengenali
kondisi, perasaan, dan pikiran yang menyebabkan keluhan, serta membantu

7
pasien untuk membentuk perilaku yang positif terhadap masalah yang sedang
dihadapi.
Metode dan teknik psikoterapi yang dilakukan oleh psikolog atau
psikiater ada banyak. Jenis terapi yang akan digunakan umumnya disesuaikan
dengan kondisi pasien dan respons pasien terhadap psikoterapi. Beberapa jenis
psikoterapi yang cukup sering dilakukan, yaitu:
1. Terapi perilaku kognitif
Terapi perilaku kognitif bertujuan untuk mengevaluasi pola pikir,
emosi, dan perilaku yang menjadi sumber masalah dalam kehidupan pasien.
Setelah itu, dokter atau psikolog akan melatih pasien untuk merespons
sumber masalah tersebut dengan cara yang positif. Misalnya, jika dulu
pasien sering menggunakan obat-obatan atau minuman beralkohol untuk
mengatasi stres, maka dengan psikoterapi ini, pasien akan dilatih untuk
merespons stres dengan aktivitas yang lebih positif, misalnya membaca
buku, berolahraga, atau meditasi.
2. Terapi Psikoanalitik dan Pesikodinamik
Jenis psikoterapi ini akan menuntun pasien melihat lebih dalam ke
alam bawah sadarnya. Pasien akan diajak untuk menggali berbagai kejadian
atau masalah yang selama ini terpendam dan tidak disadari. Dengan cara
ini, pasien dapat memahami arti dari setiap kejadian yang dialaminya.
Pemahaman baru inilah yang akan membantu pasien dalam mengambil
keputusan dan menghadapi berbagai masalah.
3. Terapi Interpersonal
Jenis psikoterapi ini akan menuntun pasien untuk mengevaluasi dan
memahami bagaimana cara pasien menjalin hubungan dengan orang lain,
seperti keluarga, pasangan, sahabat, atau rekan kerja. Terapi ini akan
membantu pasien menjadi lebih peka saat berinteraksi atau menyelesaikan
konflik dengan orang lain.
4. Terapi Keluarga
Terapi ini dilakukan dengan melibatkan anggota keluarga pasien,
khususnya jika pasien memiliki masalah psikologis yang berhubungan
dengan keluarga. Tujuannya agar masalah yang dihadapi pasien dapat
diatasi bersama dan memperbaiki hubungan yang sempat retak antara pasien
dan keluarga.
5. Hipnoterapi
Hipnoterapi adalah teknik psikoterapi yang memanfaatkan hipnosis
untuk membantu pasien agar bisa mengendalikan perilaku, emosi, atau pola
pikirnya dengan lebih baik. Metode psikoterapi ini cukup sering dilakukan
untuk membuat pasien lebih rileks, mengurangi stres, meredakan nyeri,
hingga membantu pasien berhenti melakukan kebiasaan buruknya, misalnya
merokok atau makan berlebihan.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Budaya mempengaruhi bagaimana individu dimasyarakat bermanifestasi
untuk bersikap dan berperilaku. Kultur atau budaya merupakan determinan
etiologi dari gangguan mental yang membentuk persepsi diri dan realitas hidup
dimasyarakat.
Stigmatisasi yang dialami oleh orang dengan gangguan jiwa berdampak
pada pengobatan yang sedang dijalankan. Semakin tinggi stigma yang
dirasakan oleh orang dengan gangguan jiwa maka semakin lama proses
penyembuhan penyakitnya.
B. Saran
Mari kita berpikir lebih bijaksana dan sensitif terhadap isu kesehatan
mental ini, baik di Jepang maupun di negara kita sendiri. Jangan ragu untuk
menawarkan bantuan dan mendengarkan teman atau keluarga yang mungkin
sedang mengalami kesulitan mental. Kita semua punya peran dalam
menciptakan masyarakat yang peduli dan mendukung satu sama lain.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah ini, dan
sangat mengharapkan kepada pembaca untuk memahami dengan baik arti serta
makna dari “Pengaruh Budaya Terhadap Persepsi dan Penanganan Gangguan
Jiwa di Berbagai Negara”. Penulis juga berharap pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang jujur terhadap makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alodokter. (2022). Diakses pada 19 April 2024, dari


https://www.alodokter.com/psikoterapi-untuk-mengatasi-gangguan-
kesehatan-mental.
Dewi, K. (2023). Kompasiana. Diakses pada 19 April 2024, dari
https://www.kompasiana.com/kusuma32339/64b89fad4addee360f7d6c33/
melacak-krisis-kesehatan-mental-di-masyarakat-jepang-fenomena-
hikikomori.
Saluhang, B., Buanasari, A., Wowiling, F., & Bidjuni, H. (2022). Persepsi Dan
Perilaku Masyarakat Terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa: Studi
Kualitatif. Jurnal Keperawatan, 10(1), 86-98.

11

Anda mungkin juga menyukai