Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


VSD (Ventricular Septal Defect) adalah kelainan jantung bawaan yang
paling sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. ditemukan berkisar 50%
pada anak-anak dengan kelainan jantung bawaan dan 20% lesi yang terisolasi (VSD
murni tanpa disertai kelainan jantung bawaan yang lain). Angka insidennya meningkat
secara dramatis berkisar 1,56-53,2 per 1000 kelahiran hidup, semenjak semakin
berkembangnya teknik diagnostik imaging dan skrining pada bayi (Minnete & Shan,
2009).
Ukuran dari defek ini bervariasi, mulai dari sebesar pin sampai dengan
tidak adanya septum ventricularis sehingga ventriculus dextra dan sinistra menjadi satu.
Defek ini paling banyak ditemukan pada pars membranacea, bagian yang berdekatan
dengan nodus atrioventricularis pada anak dewasa muda di Amerika Serikat (Spicer et
al., 2014) Penanganan.VSD selama 50 tahun ini berkembang sangat pesat baik dari segi
diagnostik maupun teknik operasinya. Pengetahuan yang baik tentang anatomi dari
septum interventrikularis dan embriologi bagaimana septum ini terbentuk sangat
diperlukan. Maka tulisan ini akan mengkaji VSD dari aspek anatomi dari septum
interventriculare dan embriologinya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep dasar asuhan keperawatan anak pada pasien dengan
VSDm(Ventricular Septal Defect)?

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan anak dengan VSD
(Ventricular Septal Defect).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi VSD.
b. Untuk mengetahui pemberntukan septum kardium
c. Untuk mengetahui anatomi septum ventrikuler
d. Untuk mengetahui pembentukan VSD
2

e. Untuk mengetahui patofisiologi VSD


f. Untuk mengetahui gejala klinis VSD
1
g. Untuk mengetahui diagnosis VSD
h. Untuk mengetahui penanganan VSD
i. Untuk mengetahui askep anak dengan kelainan VSD
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ventricular Septal Defect (VSD) atau defek septum ventrikel adalah defek
yang terjadi pada septum ventricularis, dinding yang memisahkan ventriculus dextra
dengan sinistra. Defek ini muncul secara kongenital akibat septum interventriculare
tidak menutup dengan sempurna selama perkembangan embrio. Defek ini
menyebabkan aliran darah dari ventriculus sinistra akan masuk ke dalam ventriculus
dextra. Darah yang kaya akan oksigen akan dipompa ke paru-paru yang menyebabkan
jantung bekerja lebih berat (Sadler, 2012).

Gambar 1. Penyakit VSD (Ventricular Septal Defect)

2.2 Pembentukan Septum Cardium


Septum utama dari jantung terbentuk mulai hari ke-27-37 dari
perkembangan embrio, dimana panjang embrio berkisar mulai dari 5 mm sampai 16-17
mm. Salah satu teori mengenai pembentukan septum ini adalah adanya dua massa
jaringan yang aktif tumbuh mendekati satu sama lainnya sehingga bergabung menjadi
satu memisahkan lumen menjadi dua canal. Septum cardium bisa juga terbentuk akibat

2
4

aktifnya salah satu massa jaringan yanng terus memanjang sampai mencapai sisi
berlawanan dari lumen (Sadler, 2012).

Gambar 2. Proses Pembentukan Septum Cardium (Sadler, 2012)

Pembentukan dari massa jaringan tersebut tergantung pada sintesis dan


deposisi dari matriks ekstraseluler dan proliferasi dari sel. Massa jaringan itu disebut
tubera endocardiaca, berkembang pada regio atrioventricular dan conotruncal. Pada
kedua regio ini, tubera endocardiaca berperan dalam pembentukan septum atria dan
septum ventriculare (pars membranosa), canalis atrioentricularis dan valvula, dan
canalis aorticus dan pulmonalis (Sadler, 2012). Karena peran penting pada regio ini,
kelainan pada pembentukan tubera endocardiaca dapat menyebabkan terjadinya
malformasi dari jantung meliputi defek pada atrial dan ventricular septal defect (VSD).
Defek ini bisa melibatkan pembuluh darah besar (transposisi pembuluh darah besar,
truncus arteriosus, dan tetralogy Fallot) (Sadler, 2012; Schoenwolf et al., 2009). Ada
teori lain dari pembentukan septum cardium tanpa melalui terbentuknya tubera
endocardiaca. Yaitu jika tidak terbentuk tonjolan jaringan di dinding atria dan ventrikel
tetapi dinding dari masing-masing sisinya terus berkembang, maka akan terbentuklah
tonjolan di tengah-tengah sisi dinding yang mengembang tadi. Jika kedua bagian sisi
5

yang mengembang tadi terus berkembang diantara tonjolan tadi, kedua dinding lumen
akan mendekati satu sama lain dan akhirnya tonjolan tadi membentuk septum. Namun
septum yang terbentuk tadi tidak memisahkan lumen secara lengkap sehingga
menyebabkan terjadinya hubungan antara kedua lumen. Septum ini akan menutup
secara lengkap melalui kontribusi proliferasi jaringan di sekitarnya (Schoenwolf et al.,
2009).

2.3 Anatomi Septum Ventriculare


Septum ventriculare dibagi menjadi dua komponen yaitu: pars
membranacea dan pars muscularis. Pars membranacea berukuran kecil dan terletak
pada basis jantung diantara komponen outlet dan inlet dari pars muscularis dan di
bawah cuspis posterior dari valvula aorta. Cuspis septalis dari valvula tricuspidalis
membagi pars membranacea menjadi dua komponen yaitu: pars atrioventricularis dan
pars interventricularis. Defek yang melibatkan pars membranacea sampai mengenai 1-3
komponen dari pars muscularis disebut perimembranosa, paramembranosa, atau
infracristalis (Moore et al., 2015; Soto et al., 1980).
Pars muscularis dibagi menjadi komponen inlet, trabekular, dan
infundibular. Komponen inlet merupakan bagian inferioposterior dari pars
membranacea. Mulai setinggi valvula atrioventricularis sampai dengan perlekatan
chorda di bagian apikal. Jika ada VSD di komponen inlet, maka defek tersebut tidak
memiliki muscular rim diantara defek dan annulus dari valvula atrioventiculare. Defek
yang terjadi pada komponen inlet disebut inlet VSD (Minette and Shan, 2006; Soto et
al., 1980).
6

Gambar 3. Anatomi Septum Interventriculare Pars Membranacea dan Pars Muscularis (Soto
et al., 1980).

Komponen trabekular merupakan bagian terbesar dari septum


interventriculare. Terbentang mulai pars membranacea sampai apex dan superior dari
komponen infundibulum. Defek yang terjadi di komponen trabekular disebut muscular
VSD dan defek ini memiliki muscular rim. Lokasi dari defek di komponen trabekular
dibagi menjadi anterior, midmuskular, apikal, dan posterior. Defek anterior jika
lokasinya anterior dari septal band, midmuscukular jika lokasinya di posterior dari
septal band, apikal lokasinya inferior dari moderator band, dan defek posterior lokasi di
bawah cuspis septal dari valvula tricuspidalis (Spicer et al., 2014; Soto et al., 1980)
Komponen infundibular mimisahkan outflow dari ventriculus dexter dan
sinister. Pada sisi kanan dibatasi oleh garis yang dibentuk dari pars membranacea
menuju ke musculus papillary inferiornya dan valvula semilunaris superiornya. Sisi
kanan dari komponen infundibular lebih luas. Jika terjadi defek di komponen
infundibular disebut infundibular, outlet, supracristal, conal, conoventricular,
subpulmonary (Spicer et al., 2014).

2.4 Etiologi
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh
kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna.
Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma.VSD lebih
sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali merupakan suatu kelainan jantung
bawaan. Pada anak-anak, lubangnya sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan
seringkali menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada kasus
yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung. VSD bisa
ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya. Adapun faktor prenatal yang
mungkin berhubungan dengan VSD
1. Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil.
2. Gizi ibu hamil yang buruk , ibu yang alkaholik.
3. Usia ibu di atas 40 tahun.
4. Ibu yang menderita diabetes.
5. Ibu peminum obat penenang.
Faktor genetik (endogen)
7

1. Anak yang lahir sebelumnya PJB (penyakit jantung bawaan).


2. Ayah atau ibu PJB
3. Kelainan kromosom (sindrom down)
4. Lahir dengan kelainan bawaan lain.

2.5 Klasifikasi
Meskipun klasifikasi dari VSD ditemukan sangat banyak, yang dipakai
adalah klasifikasi dari Jacobs et al., 2000. Klasifikasi ini berdasarkan lokasi VSD di
septum interventricularis pada permukaan ventriculus dextra
1. Tipe 1: disebut juga subarterial, supracristal, conal septal defect dan infundibular.
Tipe ini banyak ditemukan pada orang Asia berkisari 5-7% berkaitan dengan
valvula aorta.
2. Tipe 2: disebut juga perimembranosus, paramembranosus, conoventricularis,
defek septal membranosus, dan sub aortic. Paling sering ditemukan berkisar 70%
3. Tipe 3: disebut juga tipe inlet dan tipe AV canal. Ditemukan berkisar 5%,
umumnya berkaitan dengan kejadian defek septum atrioventricularis.
4. Tipe 4: dikenal juga dengan nama tipe muskular. Lokasi defek terletak di pars
muscularis. Ditemukan berkisar 20% dan dibagi lagi berdasarkan lokasinya
menjadi anterior, apical, posterior dan mid.
5. Tipe gerbode: dikenal dengan nama adanya shunting dari venticulus dextra
menuju ke atrium dextra karena tidak adanya septum atrioventricularis

Gambar 4. Klasifikasi Defek Septum Ventrikel (Soto et al., 1980).


8

2.6 Patofisiologi
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat adanya defek di septum
ventriculare adalah tergantung ukuran defek dan tahanan vaskular paru. Aliran darah ke
paru-paru akan meningkat setelah kelahiran sebagai respon menurunnya tahanan
vaskular paru akibat mengembangnya paru-paru dan terpaparnya alveoli oleh oksigen.
Jika defeknya berukuran besar, aliran darah ke paru-paru akan meningkat dibandingkan
aliran darah sistemik diikuti regresi sel otot polos arteri intrapulmonalis. Perubahan ini
berhubungan dengan munculnya gejala setelan kelahiran bayi aterm berumur 4-6
minggu atau awal dua minggu pertama pada kelahiran bayi prematur (Spicer et al.,
2014).
Darah di ventriculus dextra di dorong ke arteria pulmonalis, resistensi
relatif antara dua sirkulasi bersifat dinamis dan berubah dengan waktu (Minette and
Shan, 2006):
1. Periode neonatus
a. Tahanan vaskular paru tinggi
b. Tahanan ventriculus sinistra sama dengan ventriculus dextra
c. Minimal atau tidak ada shunt
2. Bayi (3-4 minggu)
a. Tahanan vaskular paru menurun
b. Tahanan ventriculus sinistra lebih besar dibandingkan tahan ventriculus
dextra
c. Adanya shunt dari kiri ke kanan
Jika defek berukuran kecil, akan terjadi perubahan hemodinamik yang
terbatas, yang juga membatasi terjadinya shunting dari kiri ke kanan. Defek yang besar
akan menyebabkan terjadinya shunting dari kiri ke kanan. Tekanan pada arteri
pumonalis akan meningkat yang menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.
Meningkatnya tekanan dan volume darah pada arteri pulmonalis akan menyebabkan
kerusakan pada sel endotel dan perubahan permanen pada tahanan vaskular paru. Jika
tahanan vaskular paru melebihi tahan vaskular sistemik maka akan terjadi perubahan
aliran darah dari ventriculus sinistra menuju dextra melalui defek tersebut (left to right
shunt) (Spicer et al., 2014).
9
10

2.7 Pathway
11

2.8 Manifestasi Klinis


Manifestasi gejala klinis VSD tergantung pada ukuran defek dan hubungan
antara tahanan vascular paru dan sistemik. Gejala klinis biasanya muncul saat bayi
berumur 4-8 minggu, seiring dengan menurunnya tahanan vaskular paru akibat adanya
remodelling arteriol paru.
1. VSD kecil
Biasanya pasien tidak ada keluhan. Bayi biasanya dibawa ke cardiologist karena
ditemukan adanya murmur selama pemeriksaan rutin. Keluhan berupa gangguan
makan dan pertumbuhan tidak ditemukan.
2. VSD sedang
Bayi terlihat berkeringat akibat rangsangan saraf simpatis, terlihat saa diberi
makanan. Terlihat lelah selama makan oleh karena aktifitas makan memerlukan
cardiac output yang tinggi. Adanya tachypnea saat istirahat ataupun saat makan.
Gangguan pertumbuhan bisa juga dijumpai karena meningkatnya kebutuhan
kalori dan kurangnya kemampuan bayi untuk makan secara adekuat. Sering
mengalami infeksi saluran pernafasan juga bisa ditemukan.
3. VSD besar
Ditemukan gejalan yang sama dengan VSD sedang, tetapi lebih berat.
Pertumbuhan terhambat dan seringnya mengalami infeksi saluran nafas
4. Sindrom Eisenmenger
Saat beraktivitas pasien mengeluh sesak nafas, sianosis, nyeri dada, sinkop, dan
hemoptysis

2.9 Komplikasi
Menurut Spicer et al., 2014 komplikasi VSD, antara lain :
1. Gagal jantung kronik
2. Endokarditis infektif
3. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonary
4. Penyakit vaskular paru progresif
5. Kerusakan sistem konduksi ventrikel, Ro toraks memperlihatkan kardiomegali
dengan pembesaran LA, LV, dan kemungkinan RV.Terdapat peningkatan PVM.
Derajat kardiomegali dan peningkatan PVMsesuai dengan bertambahnya besar
12

defek VSD. Bila telah terjadi PVODmaka gambaran lapangan paru akan iskemik
dan segmen PA akan membesar
6. Kelainan fungsi ventrikel
7. Obtruksi pembuluh darah pulmonal (Hipertensi Pulmonal)
8. Aritmia
9. Henti jantung

2.10 Diagnosis
Diagnosis VSD ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaa penunjang berupa pemeriksaan radiologi thorax dan electrokardiogram.
Namun ekokardiografi sekarang berperan sangat penting dalam membantu menegakkan
diagnosis. Apa yang ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung dari ukuran defek
dan perubahan pada tahan vaskular paru. Pada VSD dengan defek yang besar
precordium hiperaktif karena overloadnya volume dan tekanan pada ventriculus dextra
(Spicer et al., 2014). Suara jantung dua terdengar keras akibat penutupan katup aorta
dan pulmonal. Murmur holosistolik yang keras terdengar pada VSD besar. Pada area
mitral ditemukan suara bergemuruh saat diastolik akibat stenosis mitral yang
fungsional. Saat tahanan vaskular paru meiningkat suara jantung kedua terdengar
tunggal dan keras, dan tidak mungkin murmur terdengar. Saat tekanan ventriculus
sinistra lebih besar dibandingkan dextra, suara murmur tergantung dari besarnya defek.
Murmur biasanya terdengar keras dan bergemuruh (thrill) (Minnete & Shan, 2009).
Pemeriksaan X-Ray sangat membantu mengestimasi aliran darah ke paru-
paru. Jika ditemukan adanya tanda-tanda meningkatnya vaskular paru maka terjadi left
to right shunt. Begitu juga dengan adanya hiperinflasi paru menunjukkan adanya udara
yang terperangkap di saluran nafas bawah juga menunjukkan adanya left to right shunt
yang memerlukan tindakan operasi segera. Pada pemeriksaan ekokardiogram
ditemukan adanya hipertropi pada ventriculus dextra ataupun sinistra, namun biasanya
hipertropi biventricular. Pemeriksaan ekokoardiografi inilah yang menjadi dasar dalam
melakukan tindakan terapi terhadap pasien-pasien VSD (Minnete & Shan, 2006; Spicer
et al., 2014).

2.10 Penanganan
Jika defek berukuran kecil dan shunting yang terjadi tidak menimbulkan
gangguan hemodinamik disertai gejala apa pun, maka tidak perlu diberikan terapi
13

khusus. Saat defek tersebut sudah menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bayi,
kesulitan pada waktu makan, berkeringat, tachipnea maka pemberian diuretik menjadi
pilihan pertama dengan terus mengawasi terjadinya hipokalemia. atau untuk mencegah
terjadinya hipokalemia bisa diberikan diuretik hemat kalium (Spicer et al., 2014).
Pemberian ACE inhibitor berguna untuk menurunkan afterload jantung
yang berguna menurunkan left to right shunt (Momma, 2006). Digoxin juga dapat
diberikan pada defek yang besar karena memiliki efek inotropik (Kimbal et al., 1991).
Obat seperti milrinon secara intravenus memiliki khasiat inotropik dan menurunkan
afterload jantung. Jika terapi medikamentosa tidak memberikan banyak perubahan
dapat dipertimbangkan terpi dengan teknik pembedahan (Spicer et al., 2014).

2.11 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan VSD


1. Pengkajian
1. Biodata
Nama, Umur, alamat, pekerjaan, pendidikan, agama, tanggal lahir dan lain-
lain.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter
tergantung dari jenis defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun
atrium, tapi biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada tungkai dan
berkeringat banyak.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan
pembengkakan pada tungkai tapi biasanya tergantung pada derajat dari
defek yang terjadi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu


1) Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu
(infeksi virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan alkohol dan
obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.

a) Intra natal
 Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
14

b) Riwayat Neonatus
 Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
 Anak rewel dan kesakitan
 Tumbuh kembang anak terhambat
 Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegaly
 Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
1) Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami
kelainan defek jantung
2) Penyakit keturunan atau diwariskan
3) Penyakit congenital atau bawaan
e. Pola Aktivitas dan latihan
1) Keletihan/kelelahan
2) Dispnea
3) Perubahan tanda vital
4) Perubahan status mental
5) Takipnea
6) Kehilangan tonus otot
f. Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
1) Riwayat hipertensi
2) Endokarditis
3) Penyakit katup jantung.
g. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
1) Ansietas, khawatir, takut
2) Stress yang berhubungsn dengsn penyakit
h. Pola nutrisi dan metabolik
1) Anoreksia
2) Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
i. Pola persepsi dan konsep diri
1) Kelemahan
2) Pening
j. Pola peran dan hubungan dengan sesama
1) Penurunan peran dalam aktivitas sosial dan keluarga
15

3. Pengkajian Fisik :
a) B1 (Breathing) / Pernafasan
Pengkajian yang di dapat adalah adanya tanda kongesti vaskular
pulmonal akut. Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar
pada dasar posterior paru.
b) B2 (Bleeding) / sirkulasi
1) Inspeksi
Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Lihat adanya
dampak penurunan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh
lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan konsentrasi, defisit
memori, dan penurunan toleransi latihan.
2) Palpasi
Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan awal jantung
terhadap stres, bisa dicurigai sinus takikardia dan sering di temukan
pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain
yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi: kontraksi
atrium prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut ventrikel
prematur.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup.
Tanda fisik yang berkitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat
dikenali dengan mudah dibagian yang meliputi:bunyi jantung ketiga
dan keempat.
4) Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi
jantung (kardiomegali).
c) B3 (Brain) / Kesadaran
Kesadaran compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien: wajah meringis,
menangis, merintih,meregang, dan menggeliat.
d) B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urin berhubungan dengan asupan cairan,
karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan
16

tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema ekstremitas


menandakan adanya retensi cairan yang parah.
e) B5 (Bowel)
Klien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan
akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abnomen, serta
penurunan berat badan. Adanya Hepatomegali dan nyeri tekan pada
kuadran kanan atas abnomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar
merupakan manisfestasi dari kegagalan jantung.
f) B6 (Bone)
Hal-hal biasanya terjadi dan ditemukan pada pengkajian B6 adalah
sebagai berikut.
1) Kulit dingin
Gagal depan pada ventrikel kiri meninbulkan tanda-tanda
berkurangnya perfusi ke organ. Karena darah di alihkan dari organ-
organ non-vital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak,
maka manisfestasi paling dini paling depan adalah berkurangnya
perfusi organorgan seperti kulit dan otot-otot rangka. Kulit yang pucat
dan dingin diakibatkan oleh vasokontriksi perifer, penurunan lebih
lanjut dari curah jantung dan meningkatnya kadar hemoglobin
tereduksi mengakibatkan sianosis.
2) Mudah lelah
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang, sehingga
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre op
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan defisit oksigenasi
(kelainan jantung VSD) .
2) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung
(penurunan volume sekuncup jantung).
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan kelelahan pada saat makan dan
meningkatnya kebutuhan anak.
17

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
5) Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kebocoran katup
jantung.
6) Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan tidak adekuatnya
suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
b. Post op
1) Nyeri akut berhubungan dengan luka post op
2) Risiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan
18

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


1 Gangguan Pertukaran gas NOC: NIC : Cardiac care
Berhubungan dengan 1) Respiratory Status : Gas 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
ketidakseimbangan perfusi exchange 2. Pasang mayo bila perlu
ventilasi perubahan membran 2) Keseimbangan asam Basa, 3. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
kapiler-alveolar (penyakit VSD) Elektrolit 4. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
DS: Respiratory Status : ventilation 5. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 Sakit kepala ketika bangun 3) Vital Sign Status tambahan
 Dyspnoe Setelah dilakukan tindakan 6. Berikan bronkodilator ;

 Gangguan penglihatan keperawatan selama …. -………………….

DO: Gangguan pertukaran pasien -………………….

 Penurunan CO2 teratasi dengan kriteria hasil : 7. Barikan pelembab udara


a. Mendemonstrasikan 8. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Takikardi
peningkatan ventilasi dan keseimbangan.
 Hiperkapnia
oksigenasi yang adekuat 9. Monitor respirasi dan status O2
 Keletihan
b. Memelihara kebersihan 10. Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
 Iritabilitas
paru paru dan bebas dari penggunaan otot tambahan, retraksi otot
 Hypoxia
tanda tanda distress supraclavicular dan intercostal
 Kebingungan
pernafasan 11. Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Sianosis
c. Mendemonstrasikan 12. Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
 Warna kulit abnormal (pucat, batuk efektif dan suara kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
19

kehitaman) nafas yang bersih, tidak 13. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
 Hipoksemia ada sianosis dan dyspneu tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
 Hiperkarbia (mampu mengeluarkan 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental

 AGD abnormal sputum, mampu bernafas 15. Observasi sianosis khususnya membran mukosa

 pH arteri abnormal dengan mudah, tidak ada 16. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
pursed lips breathing) persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat
 Frekuensi dan kedalaman
d. Tanda tanda vital dalam tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
nafas abnormal
rentang normal 17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan
e. AGD dalam batas denyut jantung
normal
f. Status neurologis dalam
batas normal
2 Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :
gangguan irama jantung, stroke 1) Cardiac Pump effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
volume, preload dan afterload, 2) Circulation Status 2. Catat adanya disritmia jantung
kontraktilitas jantung. 3) Vital Sign Status 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
DO : 4) Tissue perfusion: perifer putput
 Aritmia, takikardia, Setelah dilakukan asuhan 4. Monitor status pernafasan yang menandakan
bradikardia selama………penurunan gagal jantung
 Palpitasi, oedem kardiak output klien teratasi 5. Monitor balance cairan
 Kelelahan dengan kriteria hasil : 6. Monitor respon pasien terhadap efek

 Peningkatan/penurunan JVP a. Tanda Vital dalam 7. pengobatan antiaritmia


20

 Distensi vena jugularis rentang normal (Tekanan 8. Atur periode latihan dan istirahat untuk
 Kulit dingin dan lembab darah, Nadi, respirasi) menghindari kelelahan

 Penurunan denyut nadi b. Dapat mentoleransi 9. Monitor toleransi aktivitas pasien

perifer aktivitas, tidak ada Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan

 Oliguria, kaplari refill lambat kelelahan ortopneu.

 Nafas pendek/ sesak nafas c. Tidak ada edema paru, 10.Anjurkan untuk menurunkan stress
perifer, dan tidak ada  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Perubahan warna kulit
asites  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
 Batuk, bunyi jantung S3/S4
d. Tidak ada penurunan berdiri
 Kecemasan
kesadaran  Auskultasi TD pada kedua lengan dan
e. AGD dalam batas bandingkan
normal  Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
f. Tidak ada distensi vena setelah aktivitas
leher  Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
g. Warna kulit normal  Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
 Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian
21

oksigen
 Sediakan informasi untuk mengurangi stress
 Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas jantung
 Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
 Minimalkan stress lingkungan
3 Defisit nutrisi berhubungan NOC: NIC :
dengan kelelahan pada saat 1) Nutritional status: Adequacy 1.Monitor mual dan muntah
makan dan meningkatnya of nutrient 2. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
kebutuhan anak 2) Nutritional Status : food and serat untuk mencegah konstipasi
DS: Fluid Intake 3. Hindari kelelahan yang sangat pada saat makan
 Nyeri abdomen 3) Weight Control dengan porsi kecil tapi sering.
 Muntah Setelah diberikan asuhan 4. Pertahankan nutrisi dengan mencegah kekurangan

 Kejang perut keperawtan diharapkan nutrisi kalium dan natrium, memberikan zat besi.
 Rasa penuh tiba-tiba setelah terpenuhi dnegan kriteria hasil : 5. Jangan batasi minum bila anak sering minta minum
makan a. Adanya peningkatan karena kehausan.
DO: berat badan sesuai 6. Anjurkan pasien bagaimana membuat catatan

 Diare dengan tujuan. makanan harian.


b. Berat badan ideal sesuai
 Rontok rambut yang berlebih
dengan tinggi badan.
22

 Kurang nafsu makan c. Mampu mengidentifikasi


 Bising usus berlebih kebutuhan nutrisi.

 Konjungtiva pucat d. Tidak ada tanda-tanda

 Denyut nadi lemah malnutrisi.


e. Menunjukkan
peningkatan fungsi
pengecapan dan
menelan.
4 Intoleransi aktivitas berhubungan NOC : NIC :
dengan ketidakseimbangan 1. Self Care : ADLs 1. Observasi adanya pembatasan klien dalam
antara pemakaian oksigen oleh 2. Toleransi aktivitas melakukan aktivitas
tubuh dan suplai oksigen ke sel. 3. Konservasi energi 2. Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
DS: Setelah dilakukan tindakan 3. Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
 Melaporkan secara verbal keperawatan selama …. Pasien 4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan
adanya kelelahan atau bertoleransi terhadap aktivitas emosi secara berlebihan
kelemahan. dengan Kriteria Hasil : 5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
 Adanya dyspneu atau a. Berpartisipasi dalam (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis,
ketidaknyamanan saat aktivitas fisik tanpa pucat, perubahan hemodinamik)
beraktivitas. disertai peningkatan 6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
DO : tekanan darah, nadi dan pasien
 Respon abnormal dari tekanan RR 7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
darah atau nadi terhadap b. Mampu melakukan dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
23

aktifitas aktivitas sehari hari 8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
 Perubahan ECG : aritmia, (ADLs) secara mandiri mampu dilakukan
iskemia c. Keseimbangan aktivitas 9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
dan istirahat sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
10.Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11.Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda.
12.Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
13.Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
14.Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas.
15.Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
16.Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
17.Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
5 Gangguan tumbuh kembang Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tinggi dan berat badan setiap hari dengan
24

berhubungan dengan tidak keperawtan diharapkan timbangan dan didokumentasikan dalam bentuk
adekuatnya suplai oksigen dan nutrisi terpenuhi dnegan grafik.
zat nutrisi ke jaringan. kriteria hasil : 2. Ijinkan anak untuk sering beristirahat dan hindari
1. Tingkat pertumbuhan dan gangguan pada saat tidur.
perkembangan anak berfungsi 3. Kajin factor penyebab gangguan perkembangan
secara optimal sesuai anak.
tingkatannya. 4. Berikan perawatan yang konsisten.
2. Keluarga dan anak mampu 5. Dorong anak melakukan perawatan sendiri.
menggunakan koping
terhadap tantangan karena
adanya ketidakmampuan.
3. Keluarga mampu
mendapatkan sumber-sumber
sarana komunitas.
6 Nyeri akut berhubungan dengan : NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
psikologis), kerusakan jaringan 2. Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
DS : 3. Comfort level kualitas dan faktor presipitasi
Laporan secara verbal Setelah dilakukan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
DO : tinfakan keperawatan ketidaknyamanan
 Posisi untuk menahan nyeri selama …. Pasien tidak 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
 Tingkah laku berhati-hati mengalami nyeri, dengan menemukan dukungan
25

 Gangguan tidur (mata sayu, kriteria hasil : 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
tampak capek, sulit atau a. Mampu mengontrol nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
gerakan kacau, menyeringai) nyeri (tahu penyebab kebisingan
 Terfokus pada diri sendiri nyeri, mampu 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Fokus menyempit menggunakan tehnik 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
(penurunan persepsi waktu, nonfarmakologi untuk intervensi
kerusakan proses berpikir, mengurangi nyeri, 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
penurunan interaksi dengan mencari bantuan) dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
orang dan lingkungan) b. Melaporkan bahwa nyeri 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri :

 Tingkah laku distraksi, berkurang dengan ……...

contoh : jalan-jalan, menemui menggunakan 9. Tingkatkan istirahat

orang lain dan/atau aktivitas, manajemen nyeri 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti

aktivitas berulang-ulang) c. Mampu mengenali nyeri penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan

 Respon autonom (seperti (skala, intensitas, berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari

diaphoresis, perubahan frekuensi dan tanda prosedur.

tekanan darah, perubahan nyeri) 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah

nafas, nadi dan dilatasi pupil) d. Menyatakan rasa pemberian analgesik pertama kali

 Perubahan autonomic dalam nyaman setelah nyeri

tonus otot (mungkin dalam berkurang

rentang dari lemah ke kaku) e. Tanda vital dalam


rentang normal.
 Tingkah laku ekspresif
f. Tidak mengalami
26

(contoh : gelisah, merintih, gangguan tidur


menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
7 Risiko Infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko : 1) Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
 Prosedur Infasif 2) Knowledge : Infection 2. Batasi pengunjung bila perlu
 Kerusakan jaringan dan control 3. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
peningkatan paparan 3) Risk control tindakan keperawatan
lingkungan Setelah dilakukan tindakan 4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
 Malnutrisi keperawatan selama…… pasien pelindung

 Peningkatan paparan tidak mengalami infeksi dengan 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai

lingkungan patogen kriteria hasil : dengan petunjuk umum

 Tidak adekuat pertahanan a. Klien bebas dari tanda 6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan

sekunder (penurunan Hb, dan gejala infeksi infeksi kandung kencing

Leukopenia, penekanan b. Menunjukkan 7. Tingkatkan intake nutrisi

respon inflamasi) kemampuan untuk 8. Berikan terapi antibiotik :.................................


mencegah timbulnya 9. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
 Penyakit kronik
infeksi lokal
 Malnutrisi
c. Jumlah leukosit dalam 10. Pertahankan teknik isolasi jika perlu.
27

 Pertahan primer tidak batas normal 11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
adekuat (kerusakan kulit, d. Menunjukkan perilaku kemerahan, panas, drainase
trauma jaringan, gangguan hidup sehat 12. Monitor adanya luka
peristaltik e. Status imun, 13. Dorong masukan cairan bila tanpa
gastrointestinal, kontraindikasi
genitourinaria dalam 14. Dorong istirahat
batas normal 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam.
(Sumber : SDKI, 2017)
28

3. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “ kealpaan “ yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. ( Nursalam,2001 )
Adapun komponen tahap evaluasi adalah pertama pencapaian kreteria hasil,
kedua keefektifan tahap-tahap keperawatn, ketiga revisi atau terminasi keperawatn.
Evaluasi perencanaan kreteria hasil tulis pada catatan perkembangan dalam
bentuk SOAPIER
S ( Subyektif ) : Keluhan-keluhan klien
O ( Obyektif ) : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan dapat diukur oleh
perawat.
A ( Analisa ) : Kesimpulan tentang keadaan klien
P ( Plan of care ) : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
diagnosa/ masalah keperawatan klien.
I ( Intervensi ) : Tindakan yang dilakukan perawat untuk kebutuhan
klien
E ( Evaluasi ) : Respon klien terhadap tindakan perawat
R ( Ressesment ) : Mengubah rencana tindakan keperawatan yang
diperlukan.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bias dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (kilen memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan)
29

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pengetahuan embriologi tentang perkembangan dari tubero endocardiaca
selama embrio sangat penting dalam hal mengetahui kemungkinan defek yang terjadi pada
septum intervntriculare. Pengetahuan tentang anatomi septum ini juga diperlukan dalam
memahami klasifikasi VSD secara klinis dan juga penanganannya yang ditentukan dari
ukuran defek, lokasi defek, dan gangguan hemodinamis yang terjdi antara vasukar paru
dan sistemik.
3.2 Saran
1. Mahasiswa keperawatan
Dapat menjadi bahan acuan untuk membuat makalah dan asuhan keperawatan anak
dengan VSD.
2. Teman sejawat keperawatan
Dapat dijadikan bahan acuan untuk memberikan asuhan keperawatan anak yang
menderita penyakit VSD.

27
30

DAFTAR PUSTAKA

Barnard P.M and Kennedy. 1965. “Postinfarction Vetricular Septal Defect. Circulation. 32: 76-
83”
Harif Fadillah, dkk.2017. : “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan indicator
diagnostic : Edisi 1”. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Jacobs, J.P, Burke, R.P, Quintessenza, J.A, and Mavroudis, C. 2000. “Congenital Heart Surgery
Nomenclature and Database Project: ventricular septal defect. Ann Thorac Surg. 69
(3): 25–35”
Kimball, T.R., Meyer, R.A., Daniels, S.R., and Schwartz, D.C. 1991. Effect of Digoxin on
Contractility and Symptoms in Infants with a Large Ventricular Septal Defect. Am J
Cardiol. 68 (13): 1377-1382.
Minette M.S and Shan D.J. 2009. “Ventricular Septal Defects. Circulation. 114: 2190-2197”
Momma, K. 2009. “Ace Inhibitors in Pediatric Patient with Heart Failure. Paediatr Drugs. 8
(1): 55-69”
Moore, K.L., Agur, A.M.R., and Dalley, A.F. 2015. “Essential Clinical Anatomy”. 5th ed.
Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
Sadler, T.W. 2012. “Langman’s Medical Embryology. 12th ed. Philadelphia”. Lippincott
Williams & Wilkins.
Schoenwolf, G.C, Bleyl, S.B, Brauer, P. R, and Francis-West, P.H. 2009. “Larsen’s Human
Embryology. 4th ed. Philadelphia. Churcill Livingstone”.
Soto, B., Becker, A.E., Moulaert, A.J., Lie, J.T., and Anderson, R.H. 1980. “Classification of
Ventricular Septal Defects”. Br. Heart J; 43: 332-343
Spicer, D.E, Hsu, H.H, Co-Vu, J, Anderson, R.H, and Fricker, F.D. 2014. “Ventricular Septal
Defect. Journal of Rare Diseases”. 9: 144

Anda mungkin juga menyukai