BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan anak dengan VSD
(Ventricular Septal Defect).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi VSD.
b. Untuk mengetahui pemberntukan septum kardium
c. Untuk mengetahui anatomi septum ventrikuler
d. Untuk mengetahui pembentukan VSD
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Ventricular Septal Defect (VSD) atau defek septum ventrikel adalah defek
yang terjadi pada septum ventricularis, dinding yang memisahkan ventriculus dextra
dengan sinistra. Defek ini muncul secara kongenital akibat septum interventriculare
tidak menutup dengan sempurna selama perkembangan embrio. Defek ini
menyebabkan aliran darah dari ventriculus sinistra akan masuk ke dalam ventriculus
dextra. Darah yang kaya akan oksigen akan dipompa ke paru-paru yang menyebabkan
jantung bekerja lebih berat (Sadler, 2012).
2
4
aktifnya salah satu massa jaringan yanng terus memanjang sampai mencapai sisi
berlawanan dari lumen (Sadler, 2012).
yang mengembang tadi terus berkembang diantara tonjolan tadi, kedua dinding lumen
akan mendekati satu sama lain dan akhirnya tonjolan tadi membentuk septum. Namun
septum yang terbentuk tadi tidak memisahkan lumen secara lengkap sehingga
menyebabkan terjadinya hubungan antara kedua lumen. Septum ini akan menutup
secara lengkap melalui kontribusi proliferasi jaringan di sekitarnya (Schoenwolf et al.,
2009).
Gambar 3. Anatomi Septum Interventriculare Pars Membranacea dan Pars Muscularis (Soto
et al., 1980).
2.4 Etiologi
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh
kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna.
Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma.VSD lebih
sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali merupakan suatu kelainan jantung
bawaan. Pada anak-anak, lubangnya sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan
seringkali menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada kasus
yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung. VSD bisa
ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya. Adapun faktor prenatal yang
mungkin berhubungan dengan VSD
1. Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil.
2. Gizi ibu hamil yang buruk , ibu yang alkaholik.
3. Usia ibu di atas 40 tahun.
4. Ibu yang menderita diabetes.
5. Ibu peminum obat penenang.
Faktor genetik (endogen)
7
2.5 Klasifikasi
Meskipun klasifikasi dari VSD ditemukan sangat banyak, yang dipakai
adalah klasifikasi dari Jacobs et al., 2000. Klasifikasi ini berdasarkan lokasi VSD di
septum interventricularis pada permukaan ventriculus dextra
1. Tipe 1: disebut juga subarterial, supracristal, conal septal defect dan infundibular.
Tipe ini banyak ditemukan pada orang Asia berkisari 5-7% berkaitan dengan
valvula aorta.
2. Tipe 2: disebut juga perimembranosus, paramembranosus, conoventricularis,
defek septal membranosus, dan sub aortic. Paling sering ditemukan berkisar 70%
3. Tipe 3: disebut juga tipe inlet dan tipe AV canal. Ditemukan berkisar 5%,
umumnya berkaitan dengan kejadian defek septum atrioventricularis.
4. Tipe 4: dikenal juga dengan nama tipe muskular. Lokasi defek terletak di pars
muscularis. Ditemukan berkisar 20% dan dibagi lagi berdasarkan lokasinya
menjadi anterior, apical, posterior dan mid.
5. Tipe gerbode: dikenal dengan nama adanya shunting dari venticulus dextra
menuju ke atrium dextra karena tidak adanya septum atrioventricularis
2.6 Patofisiologi
Perubahan fisiologis yang terjadi akibat adanya defek di septum
ventriculare adalah tergantung ukuran defek dan tahanan vaskular paru. Aliran darah ke
paru-paru akan meningkat setelah kelahiran sebagai respon menurunnya tahanan
vaskular paru akibat mengembangnya paru-paru dan terpaparnya alveoli oleh oksigen.
Jika defeknya berukuran besar, aliran darah ke paru-paru akan meningkat dibandingkan
aliran darah sistemik diikuti regresi sel otot polos arteri intrapulmonalis. Perubahan ini
berhubungan dengan munculnya gejala setelan kelahiran bayi aterm berumur 4-6
minggu atau awal dua minggu pertama pada kelahiran bayi prematur (Spicer et al.,
2014).
Darah di ventriculus dextra di dorong ke arteria pulmonalis, resistensi
relatif antara dua sirkulasi bersifat dinamis dan berubah dengan waktu (Minette and
Shan, 2006):
1. Periode neonatus
a. Tahanan vaskular paru tinggi
b. Tahanan ventriculus sinistra sama dengan ventriculus dextra
c. Minimal atau tidak ada shunt
2. Bayi (3-4 minggu)
a. Tahanan vaskular paru menurun
b. Tahanan ventriculus sinistra lebih besar dibandingkan tahan ventriculus
dextra
c. Adanya shunt dari kiri ke kanan
Jika defek berukuran kecil, akan terjadi perubahan hemodinamik yang
terbatas, yang juga membatasi terjadinya shunting dari kiri ke kanan. Defek yang besar
akan menyebabkan terjadinya shunting dari kiri ke kanan. Tekanan pada arteri
pumonalis akan meningkat yang menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal.
Meningkatnya tekanan dan volume darah pada arteri pulmonalis akan menyebabkan
kerusakan pada sel endotel dan perubahan permanen pada tahanan vaskular paru. Jika
tahanan vaskular paru melebihi tahan vaskular sistemik maka akan terjadi perubahan
aliran darah dari ventriculus sinistra menuju dextra melalui defek tersebut (left to right
shunt) (Spicer et al., 2014).
9
10
2.7 Pathway
11
2.9 Komplikasi
Menurut Spicer et al., 2014 komplikasi VSD, antara lain :
1. Gagal jantung kronik
2. Endokarditis infektif
3. Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonary
4. Penyakit vaskular paru progresif
5. Kerusakan sistem konduksi ventrikel, Ro toraks memperlihatkan kardiomegali
dengan pembesaran LA, LV, dan kemungkinan RV.Terdapat peningkatan PVM.
Derajat kardiomegali dan peningkatan PVMsesuai dengan bertambahnya besar
12
defek VSD. Bila telah terjadi PVODmaka gambaran lapangan paru akan iskemik
dan segmen PA akan membesar
6. Kelainan fungsi ventrikel
7. Obtruksi pembuluh darah pulmonal (Hipertensi Pulmonal)
8. Aritmia
9. Henti jantung
2.10 Diagnosis
Diagnosis VSD ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaa penunjang berupa pemeriksaan radiologi thorax dan electrokardiogram.
Namun ekokardiografi sekarang berperan sangat penting dalam membantu menegakkan
diagnosis. Apa yang ditemukan pada pemeriksaan fisik tergantung dari ukuran defek
dan perubahan pada tahan vaskular paru. Pada VSD dengan defek yang besar
precordium hiperaktif karena overloadnya volume dan tekanan pada ventriculus dextra
(Spicer et al., 2014). Suara jantung dua terdengar keras akibat penutupan katup aorta
dan pulmonal. Murmur holosistolik yang keras terdengar pada VSD besar. Pada area
mitral ditemukan suara bergemuruh saat diastolik akibat stenosis mitral yang
fungsional. Saat tahanan vaskular paru meiningkat suara jantung kedua terdengar
tunggal dan keras, dan tidak mungkin murmur terdengar. Saat tekanan ventriculus
sinistra lebih besar dibandingkan dextra, suara murmur tergantung dari besarnya defek.
Murmur biasanya terdengar keras dan bergemuruh (thrill) (Minnete & Shan, 2009).
Pemeriksaan X-Ray sangat membantu mengestimasi aliran darah ke paru-
paru. Jika ditemukan adanya tanda-tanda meningkatnya vaskular paru maka terjadi left
to right shunt. Begitu juga dengan adanya hiperinflasi paru menunjukkan adanya udara
yang terperangkap di saluran nafas bawah juga menunjukkan adanya left to right shunt
yang memerlukan tindakan operasi segera. Pada pemeriksaan ekokardiogram
ditemukan adanya hipertropi pada ventriculus dextra ataupun sinistra, namun biasanya
hipertropi biventricular. Pemeriksaan ekokoardiografi inilah yang menjadi dasar dalam
melakukan tindakan terapi terhadap pasien-pasien VSD (Minnete & Shan, 2006; Spicer
et al., 2014).
2.10 Penanganan
Jika defek berukuran kecil dan shunting yang terjadi tidak menimbulkan
gangguan hemodinamik disertai gejala apa pun, maka tidak perlu diberikan terapi
13
khusus. Saat defek tersebut sudah menyebabkan gangguan pada pertumbuhan bayi,
kesulitan pada waktu makan, berkeringat, tachipnea maka pemberian diuretik menjadi
pilihan pertama dengan terus mengawasi terjadinya hipokalemia. atau untuk mencegah
terjadinya hipokalemia bisa diberikan diuretik hemat kalium (Spicer et al., 2014).
Pemberian ACE inhibitor berguna untuk menurunkan afterload jantung
yang berguna menurunkan left to right shunt (Momma, 2006). Digoxin juga dapat
diberikan pada defek yang besar karena memiliki efek inotropik (Kimbal et al., 1991).
Obat seperti milrinon secara intravenus memiliki khasiat inotropik dan menurunkan
afterload jantung. Jika terapi medikamentosa tidak memberikan banyak perubahan
dapat dipertimbangkan terpi dengan teknik pembedahan (Spicer et al., 2014).
a) Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
14
b) Riwayat Neonatus
Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
Anak rewel dan kesakitan
Tumbuh kembang anak terhambat
Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegaly
Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
1) Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami
kelainan defek jantung
2) Penyakit keturunan atau diwariskan
3) Penyakit congenital atau bawaan
e. Pola Aktivitas dan latihan
1) Keletihan/kelelahan
2) Dispnea
3) Perubahan tanda vital
4) Perubahan status mental
5) Takipnea
6) Kehilangan tonus otot
f. Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
1) Riwayat hipertensi
2) Endokarditis
3) Penyakit katup jantung.
g. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
1) Ansietas, khawatir, takut
2) Stress yang berhubungsn dengsn penyakit
h. Pola nutrisi dan metabolik
1) Anoreksia
2) Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
i. Pola persepsi dan konsep diri
1) Kelemahan
2) Pening
j. Pola peran dan hubungan dengan sesama
1) Penurunan peran dalam aktivitas sosial dan keluarga
15
3. Pengkajian Fisik :
a) B1 (Breathing) / Pernafasan
Pengkajian yang di dapat adalah adanya tanda kongesti vaskular
pulmonal akut. Crackles atau ronki basah halus secara umum terdengar
pada dasar posterior paru.
b) B2 (Bleeding) / sirkulasi
1) Inspeksi
Inspeksi adanya parut pasca pembedahan jantung. Lihat adanya
dampak penurunan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh
lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan konsentrasi, defisit
memori, dan penurunan toleransi latihan.
2) Palpasi
Karena peningkatan frekuensi jantung merupakan awal jantung
terhadap stres, bisa dicurigai sinus takikardia dan sering di temukan
pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung. Irama lain
yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi: kontraksi
atrium prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut ventrikel
prematur.
3) Auskultasi
Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan isi sekuncup.
Tanda fisik yang berkitan dengan kegagalan ventrikel kiri dapat
dikenali dengan mudah dibagian yang meliputi:bunyi jantung ketiga
dan keempat.
4) Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang menandakan adanya hipertrofi
jantung (kardiomegali).
c) B3 (Brain) / Kesadaran
Kesadaran compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan
perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien: wajah meringis,
menangis, merintih,meregang, dan menggeliat.
d) B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urin berhubungan dengan asupan cairan,
karena itu perawat perlu memantau adanya oliguria karena merupakan
16
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre op
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan defisit oksigenasi
(kelainan jantung VSD) .
2) Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung
(penurunan volume sekuncup jantung).
3) Defisit nutrisi berhubungan dengan kelelahan pada saat makan dan
meningkatnya kebutuhan anak.
17
kehitaman) nafas yang bersih, tidak 13. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
Hipoksemia ada sianosis dan dyspneu tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
Hiperkarbia (mampu mengeluarkan 14. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan ststus mental
AGD abnormal sputum, mampu bernafas 15. Observasi sianosis khususnya membran mukosa
pH arteri abnormal dengan mudah, tidak ada 16. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
pursed lips breathing) persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat
Frekuensi dan kedalaman
d. Tanda tanda vital dalam tambahan (O2, Suction, Inhalasi)
nafas abnormal
rentang normal 17. Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan
e. AGD dalam batas denyut jantung
normal
f. Status neurologis dalam
batas normal
2 Penurunan curah jantung b/d NOC : NIC :
gangguan irama jantung, stroke 1) Cardiac Pump effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri dada
volume, preload dan afterload, 2) Circulation Status 2. Catat adanya disritmia jantung
kontraktilitas jantung. 3) Vital Sign Status 3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan cardiac
DO : 4) Tissue perfusion: perifer putput
Aritmia, takikardia, Setelah dilakukan asuhan 4. Monitor status pernafasan yang menandakan
bradikardia selama………penurunan gagal jantung
Palpitasi, oedem kardiak output klien teratasi 5. Monitor balance cairan
Kelelahan dengan kriteria hasil : 6. Monitor respon pasien terhadap efek
Distensi vena jugularis rentang normal (Tekanan 8. Atur periode latihan dan istirahat untuk
Kulit dingin dan lembab darah, Nadi, respirasi) menghindari kelelahan
perifer aktivitas, tidak ada Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
Nafas pendek/ sesak nafas c. Tidak ada edema paru, 10.Anjurkan untuk menurunkan stress
perifer, dan tidak ada Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Perubahan warna kulit
asites Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
Batuk, bunyi jantung S3/S4
d. Tidak ada penurunan berdiri
Kecemasan
kesadaran Auskultasi TD pada kedua lengan dan
e. AGD dalam batas bandingkan
normal Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
f. Tidak ada distensi vena setelah aktivitas
leher Monitor jumlah, bunyi dan irama jantung
g. Warna kulit normal Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi
yang melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
Jelaskan pada pasien tujuan dari pemberian
21
oksigen
Sediakan informasi untuk mengurangi stress
Kelola pemberian obat anti aritmia, inotropik,
nitrogliserin dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas jantung
Kelola pemberian antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer
Minimalkan stress lingkungan
3 Defisit nutrisi berhubungan NOC: NIC :
dengan kelelahan pada saat 1) Nutritional status: Adequacy 1.Monitor mual dan muntah
makan dan meningkatnya of nutrient 2. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
kebutuhan anak 2) Nutritional Status : food and serat untuk mencegah konstipasi
DS: Fluid Intake 3. Hindari kelelahan yang sangat pada saat makan
Nyeri abdomen 3) Weight Control dengan porsi kecil tapi sering.
Muntah Setelah diberikan asuhan 4. Pertahankan nutrisi dengan mencegah kekurangan
Kejang perut keperawtan diharapkan nutrisi kalium dan natrium, memberikan zat besi.
Rasa penuh tiba-tiba setelah terpenuhi dnegan kriteria hasil : 5. Jangan batasi minum bila anak sering minta minum
makan a. Adanya peningkatan karena kehausan.
DO: berat badan sesuai 6. Anjurkan pasien bagaimana membuat catatan
aktifitas aktivitas sehari hari 8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
Perubahan ECG : aritmia, (ADLs) secara mandiri mampu dilakukan
iskemia c. Keseimbangan aktivitas 9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
dan istirahat sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
sosial
10.Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
11.Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda.
12.Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang
disukai
13.Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
14.Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas.
15.Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
16.Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
17.Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
5 Gangguan tumbuh kembang Setelah diberikan asuhan 1. Monitor tinggi dan berat badan setiap hari dengan
24
berhubungan dengan tidak keperawtan diharapkan timbangan dan didokumentasikan dalam bentuk
adekuatnya suplai oksigen dan nutrisi terpenuhi dnegan grafik.
zat nutrisi ke jaringan. kriteria hasil : 2. Ijinkan anak untuk sering beristirahat dan hindari
1. Tingkat pertumbuhan dan gangguan pada saat tidur.
perkembangan anak berfungsi 3. Kajin factor penyebab gangguan perkembangan
secara optimal sesuai anak.
tingkatannya. 4. Berikan perawatan yang konsisten.
2. Keluarga dan anak mampu 5. Dorong anak melakukan perawatan sendiri.
menggunakan koping
terhadap tantangan karena
adanya ketidakmampuan.
3. Keluarga mampu
mendapatkan sumber-sumber
sarana komunitas.
6 Nyeri akut berhubungan dengan : NOC : NIC :
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
psikologis), kerusakan jaringan 2. Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
DS : 3. Comfort level kualitas dan faktor presipitasi
Laporan secara verbal Setelah dilakukan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
DO : tinfakan keperawatan ketidaknyamanan
Posisi untuk menahan nyeri selama …. Pasien tidak 3. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
Tingkah laku berhati-hati mengalami nyeri, dengan menemukan dukungan
25
Gangguan tidur (mata sayu, kriteria hasil : 4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
tampak capek, sulit atau a. Mampu mengontrol nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
gerakan kacau, menyeringai) nyeri (tahu penyebab kebisingan
Terfokus pada diri sendiri nyeri, mampu 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
Fokus menyempit menggunakan tehnik 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
(penurunan persepsi waktu, nonfarmakologi untuk intervensi
kerusakan proses berpikir, mengurangi nyeri, 7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
penurunan interaksi dengan mencari bantuan) dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
orang dan lingkungan) b. Melaporkan bahwa nyeri 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri :
orang lain dan/atau aktivitas, manajemen nyeri 10. Berikan informasi tentang nyeri seperti
aktivitas berulang-ulang) c. Mampu mengenali nyeri penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
Respon autonom (seperti (skala, intensitas, berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
tekanan darah, perubahan nyeri) 11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
nafas, nadi dan dilatasi pupil) d. Menyatakan rasa pemberian analgesik pertama kali
Peningkatan paparan tidak mengalami infeksi dengan 5. Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai
Tidak adekuat pertahanan a. Klien bebas dari tanda 6. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
Pertahan primer tidak batas normal 11. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
adekuat (kerusakan kulit, d. Menunjukkan perilaku kemerahan, panas, drainase
trauma jaringan, gangguan hidup sehat 12. Monitor adanya luka
peristaltik e. Status imun, 13. Dorong masukan cairan bila tanpa
gastrointestinal, kontraindikasi
genitourinaria dalam 14. Dorong istirahat
batas normal 15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada pasien neutropenia
setiap 4 jam.
(Sumber : SDKI, 2017)
28
3. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “ kealpaan “ yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. ( Nursalam,2001 )
Adapun komponen tahap evaluasi adalah pertama pencapaian kreteria hasil,
kedua keefektifan tahap-tahap keperawatn, ketiga revisi atau terminasi keperawatn.
Evaluasi perencanaan kreteria hasil tulis pada catatan perkembangan dalam
bentuk SOAPIER
S ( Subyektif ) : Keluhan-keluhan klien
O ( Obyektif ) : Apa yang dilihat, dicium, diraba dan dapat diukur oleh
perawat.
A ( Analisa ) : Kesimpulan tentang keadaan klien
P ( Plan of care ) : Rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi
diagnosa/ masalah keperawatan klien.
I ( Intervensi ) : Tindakan yang dilakukan perawat untuk kebutuhan
klien
E ( Evaluasi ) : Respon klien terhadap tindakan perawat
R ( Ressesment ) : Mengubah rencana tindakan keperawatan yang
diperlukan.
Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bias dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (kilen memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan)
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengetahuan embriologi tentang perkembangan dari tubero endocardiaca
selama embrio sangat penting dalam hal mengetahui kemungkinan defek yang terjadi pada
septum intervntriculare. Pengetahuan tentang anatomi septum ini juga diperlukan dalam
memahami klasifikasi VSD secara klinis dan juga penanganannya yang ditentukan dari
ukuran defek, lokasi defek, dan gangguan hemodinamis yang terjdi antara vasukar paru
dan sistemik.
3.2 Saran
1. Mahasiswa keperawatan
Dapat menjadi bahan acuan untuk membuat makalah dan asuhan keperawatan anak
dengan VSD.
2. Teman sejawat keperawatan
Dapat dijadikan bahan acuan untuk memberikan asuhan keperawatan anak yang
menderita penyakit VSD.
27
30
DAFTAR PUSTAKA
Barnard P.M and Kennedy. 1965. “Postinfarction Vetricular Septal Defect. Circulation. 32: 76-
83”
Harif Fadillah, dkk.2017. : “Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan indicator
diagnostic : Edisi 1”. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Jacobs, J.P, Burke, R.P, Quintessenza, J.A, and Mavroudis, C. 2000. “Congenital Heart Surgery
Nomenclature and Database Project: ventricular septal defect. Ann Thorac Surg. 69
(3): 25–35”
Kimball, T.R., Meyer, R.A., Daniels, S.R., and Schwartz, D.C. 1991. Effect of Digoxin on
Contractility and Symptoms in Infants with a Large Ventricular Septal Defect. Am J
Cardiol. 68 (13): 1377-1382.
Minette M.S and Shan D.J. 2009. “Ventricular Septal Defects. Circulation. 114: 2190-2197”
Momma, K. 2009. “Ace Inhibitors in Pediatric Patient with Heart Failure. Paediatr Drugs. 8
(1): 55-69”
Moore, K.L., Agur, A.M.R., and Dalley, A.F. 2015. “Essential Clinical Anatomy”. 5th ed.
Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins.
Sadler, T.W. 2012. “Langman’s Medical Embryology. 12th ed. Philadelphia”. Lippincott
Williams & Wilkins.
Schoenwolf, G.C, Bleyl, S.B, Brauer, P. R, and Francis-West, P.H. 2009. “Larsen’s Human
Embryology. 4th ed. Philadelphia. Churcill Livingstone”.
Soto, B., Becker, A.E., Moulaert, A.J., Lie, J.T., and Anderson, R.H. 1980. “Classification of
Ventricular Septal Defects”. Br. Heart J; 43: 332-343
Spicer, D.E, Hsu, H.H, Co-Vu, J, Anderson, R.H, and Fricker, F.D. 2014. “Ventricular Septal
Defect. Journal of Rare Diseases”. 9: 144