EMERGENCY DOCUMENTATIONS NURSING By : Faik Agiwahyuanto
A. Pendahuluan Initial assesment atau lebih dikenal dengan istilah penilaian dan pengelolaan awal pada penderita gadar. Penderita yg terluka parah sangat memerlukan penilaian dan pengelolaan yg cepat, tepat, dan mudah. Hal tersebut guna menghindari kematian dan kecacatan. Hal yg dilakukan pada initial assesment adalah proses evaluasi secara cepat pada penderita gawat darurat yg langsung diikuti dengan tindakan resusitasi. Penilaian dan resusitasi dilakukan berdasarkan prioritas kegawatan pada penderita berdasarkan adanya gangguan pada jalan nafas (airway), pernafasan (breathing), sirkulasi (circulation). Kegawatan penderita harus cepat dikenali pada survey primer dan segera dilakukan resusitasi untuk menyelamatkan penderita. Pemeriksaan lengkap dan penunjang dilakukan pada survei sekunder. Survei primer dan sekunder itu dilakukan berulang kali agar dapat mengenali penurunan keadaan penderita dan mampu menganalisa tindakan yg akan diberikan. Tindakan tsb harus dilakukan sistematis dan terkesan seolah berurutan.
B. Komponen pada Proses Initial Assesment 1. Persiapan Persiapan dilakukan oleh semua petugas medis, baik di rumah sakit maupun dilapangan, karena persiapan yg matang akan menguntungkan penderita. Sebelumnya pasien ketika dilakukan transportasi, perlunya pemberitahuan terlebih dahulu kemana dia akan dibawa ke rumah sakit, sehingga petugas medis di rs sudah menyiapkan semua peralatan pertolongan pertamanya. Terdapat 2 tahap persiapan yang bisa dilakukan untuk initial assesment : a. Tahap pra-RS : Koordinasi dengan RS tujuan yg disesuaikan dgn kondisi penderita dan jenis perlukaan Penjagaan jalan nafas, kontrol perdarahan & imobilisasi penderita Koordinasi dengan petugas lapangan lainnya 2
b. Tahap intra RS (dipersiapkan petugas dan perlengkapannya sebelum penderita tiba di RS) : Alat perlindungan diri Kesiapan perlengkapan & ruangan untuk resusitasi Persiapan untuk tindakan resusitasi yg lebih kompleks Persiapan untuk terapi definitif 2. Triase Merupakan tindakan untuk mengelompokkan penderita berdasar pada beratnya cedera yg diprioritaskan berdasar ada tidaknya gangguan pada A (airway), B (breathing), C (circulation). Penderita yg alami gangguan jalan nafas (airway) harus mendapatkan prioritas penanganan pertama, mengingat adanya gangguan jalan nafas, karena penyebab tercepat kematian pada penderita. Triase tersebut juga mencakup pengertian mengatur rujukan sedemikian rupa sehingga penderita mendapatkan tempat perawatan yg semestinya. Terdapat 2 jenis keadaan triase yg dapat terjadi : a. Musibah massal dengan jumlah penderita dan beratnya perlukaan yg melebihi kemampuan RS. Keadaan ini penderita dengan masalah gadar & multitrauma akan dilayani terlebih dahulu. b. Musibah massal dengan jumlah penderita & beratnya perlukaan melampaui kemampuan RS. Keaadn ini penderita dengan kemungkinan survival yg terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan, dan tenaga paling sedikit. Tindakan triase dapat dikerjakan pada sekelompok pasien (korban bencana alam, korban massal, penderita tunggal untuk penentuan diagnosa). 3. Survei Primer, Resusitasi, Pemeriksaan Penunjang Definisi survei primer yaitu pemeriksaan secara cepat fungsi vital pada penderita dgn cedera berat, prioritas ABCD. Fase ini harus dikerjakan dalam waktu singkat & kegawatan pada penderita, harus sudah ditegakkan pada fase ini. Tindakan resusitasi untuk menyelamatkan nyawa harus segera dikerjakan apabila dijumpai kegawatan pada penderita. Tindakan pada survei primer meliputi penilaian : a. A = Airway Maintenance, yaitu mempertahankan jalan nafas, hal ini dapat dikerjakan dengan tekhnik manual / menggunakan alat bantu (pipa orofaring, 3
endotrakeal). Tindakan ini mungkin akan banyak memanipulasi leher, sehingga harus dipertahankan untuk menjaga stabilitas tulang leher. b. B = Breathing, yaitu menjaga pernafasan/ventilasi dapat berlangsung dgn baik. Setiap penderita trauma berat memerlukan tambahan oksigen yg harus diberikan kepada penderita dengan cara yg efektif. Adanya kegawatan. c. C = Circulation, yaitu mempertahankan sirkulasi bersama dengan tindakan untuk menghentikan perdarahan. Pengenalan dini tanda-tanda syok perdarahan dan pemahaman tentang prinsip-prinsip pemberian cairan sangat penting untuk dilakukan, sehingga menghindari pasien dari keterlambatan penanganan. d. D = Disability, yaitu pemeriksaan untuk mendapatkan kemungkinan adanya gangguan neurologis. e. E = Environment atau Exposure, yaitu pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita untuk melihat jejas atau tanda-tanda kegawatan yg mungkin tidak terlihat dengan menjaga supaya tidak terjadi hipotermi
Selama survei primer dilakukan pada saat pasien dalam keadaan mengancam nyawa maka harus dikenali dan dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Perlu diketahui juga bahwa tindakan resusitasi bukan mutlak menolong jiwa, tetapi harus berdasarkan urutan dan penanganan yg benar dengan cara berpikir kritis ttg keadaan pasien tsb. Untuk penanganan pasien tidak mengenal usia dan jenis kelamin, tetapi yg perlu diketahui bahwa usia muda organ tersebut masih bisa bekerja secara maksimal. Tetapi perlu diperhatikan pada ibu hamil, karena organ di dalam kandungannya adalah rapuh dan rentan.
Airway +Cervical Control Airway atau kelancaran pada jalan nafas merupakan prioritas dari pemeriksaan primer. Pemeriksaan ini meliputi : obstruksi jalan nafas (bisa dikarenakan benda asing, fraktur tulang wajah, trauma laring, trakea, dll). Perlunya airway dijaga dengan benar, dengan cara membuka jalan nafas. Pembukaan jalan nafas dilakukan dengan cara manuver chin lift/jaw thrust, hal ini untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan benda asing/darah/lainnya. Catatan selama melakukan hal tsb adalah stabilisasi tulang leher, khususnya pada kasus multiple trauma/trauma pada bagian atas tubuh. Cedera tulang leher harus diantisipasi dengan benar dan sampai terbukti tidak ada. Karena pada keadaan tertentu dimana airway sukar 4
dipertahankan maka tindakan untuk mempertahankan dengan cara memasang airway definitife.
Breathing +Ventilation Breathing = pernafasan ; ventilation = ventilasi / proses pertukaran gas. Hal tersebut harus terjaga dengan baik, maka diperlukan kerja dinding dada, paru, diafragma yg baik. Apabila terdapat gangguan disalah satu organ tsb maka akan menyebabkan gangguan pernafasan & ventilasi. Tindakan yg dilakukan untuk mengetahui ada gangguan adalah dengan memeriksa ekspansi dinding dada (membuka baju hingga terlihat dada pasien). Lalu lakukan tehnik pemeriksaan dada, paru, jantung (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi), serta memeriksa pernafasan spontan pasien di dada pasien tersebut. Catatan pada tindakan ini adalah setiap penderita trauma harus diberikan oksigen. Kasus akut trauma thorax hingga menyebabkan ggn pernafasan fatal adalah : tension penumothorax, flail chest yg disertai kontusio pulmonum, hemothorax masif, pneumothorax terbuka. Apabila pasien tersebut terkena kasus tersebut, maka perlu dipasang drain thorax untuk dekompresi dada.
Circulation +Hemorrhage control Perdarahan merupakan sebab utama kematian pada penderita trauma yg mungkin dapat diatasi apabila mendapat terapi yg cepat dan tepat. Penilaian fungsi sirkulasi secara cepat dapat dilakukan dengan menilai : KESADARAN, WARNA KULIT, NADI. Apabila perdarahan terjadi maka perlu sekali dihentikan perdarahan luar yg dapat dikerjakan selama survei primer dgn tekhnik penekanan pada luka atau dengan cara operatif. Catatan pada saat perdarahan terjadi adalah reaksi tubuh manusia, karena reaksi tubuh terhadap hilangnya cairan (perdarahan) dapat berbeda satu dengan lainnya : a. Orang tua : kemampuan kompensasi sudah jauh berkurang perlu tindakan resusitasi segera dilakukan b. Usia dini : kemampuan kompensasi sangat besarm sehingga tanda-tanda kegagalan sirkulasi muncul lambat. 5
c. Olahragawan : daya kompensasi lebih besar dari pada orang biasa, dengan ciri khas lebih jarang terjadi takikardia meskipun keadaan hipovolemia. Resusitasi cairan diberikan segera dengan berdasarkan derajat syok yg terjadi, dari derajat syok dan responnya terhadap resusitasi cairan, dapat diprediksi apakah suatu perdarahan dalam (internal bleeding) memerlukan tindakan operatif (surgical resusitation) atau tidak.
Disability Pemeriksaan diasability merupakan pemeriksaan neurologis, dimana harus dilakukan secara cepat, serta dilakukan dengan metode AVPU : ALLERT, VOICE, PAIN RESPONSE, UNRESPONSIVE. Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan GCS (pada dewasa) : a. Eye (Mata) Spontan buka mata = 4 Buka mata dengan perintah = 3 Buka mata dengan rangsang nyeri = 2 Tidak buka mata dengan apapun = 1 b. Verbal (Ucapan) Orientasi baik = 5 Bingung (bisa bentuk kalimat tapi kacau artinya) = 4 Nggremeng (bisa bentuk kata tapi tidak kalimat) = 3 Ngigau (keluarkan suara tanpa arti) = 2 Tidak bersuara = 1 c. Motorik (Gerakan) Menurut perintah = 6 Dapat melokalisir nyeri = 5 Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak = 4 Menjauhi rangsang nyeri = 3 Ekstensi spontan = 2 Tak ada gerakan = 1 Kemudian dijumlahkan : E.... M..... V......, lalu masukkan ke kriteria (tertinggi 15 dan terendah 3) : a. Composmentis : 15 14 Kesadaran normal penuh 6
b. Apatis : 13 12 Sadar tetapi sikap acuh tak acuh dengan keadaan sekitarnya c. Somnolen : 11 10 Kesadaran menurun, respon psikomotor lambat, mudah tertidur namun bisa pulih kembali bila dirangsang (dibangunkan) tapi jatuh tidur lagi, dan mampu memberi jawaban verbal. d. Delirium : 9 7 Gelisah, disorientasi (ruang, waktu, orang), berontak, berteriak, halusinasi e. Sopor Coma / Stupor : 6 4 Keadaan seperti tertidur lelap, tetapi masih ada respon nyeri f. Coma : 3 Tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon apapun, pupil juga tidak merespon. Pemeriksaan GCS tsb harus dilakukan secara periodik pada survei sekunder dengan cara lebih detail. Penurunan kesadaran harus diteliti apakan dari penurunan oksigenasi atau penurunan perfusi ke otak yang diakibatkan dari trauma langsung pada otak. Apabila pasien hipoksia dan hipovolemia pada penderita dgn ggn kesadaran dapat disingkirkan, pikirkan adanya kerusakan CNS sampai terbukti lainnya.
Eksposure Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus dilakukan disertai dengan tindakan untuk mencegah hipotermia. Pemasangan bidai, vakum matras untuk menghentikan cedera dan fiksasi tulang patah juga dapat dilakukan pada fase ini. Pemeriksaan penunjang umumnya tidak dilakukan pada survei primer, tetapi yg dilakukan pada survei primer untuk px. Penunjang antara lain : Px. Saturasi oksigen (pulse oxymetri) Foto cervical Foto thorax Foto polos abdomen Pemasangan monitor EKG Kateter NGT 7
Catatan pada tindakan ini adalah pemeriksaan dikerjakan tanpa menghentikan atau menunda proses survei primer. 4. Survei Sekunder, Px. Penunjang, Evaluasi Survei sekunder baru dilakukan setelah survei primer selesai dan dipastikan ABC penderita membaik. Prinsip dari survei sekunder adalah memeriksa seluruh tubuh dgn lebih teliti (head to toe), baik depan, belakang, samping. Periksa juga evaluasi TTV dengan anamnese singkat (AMPLE = ALERGI, MEDIKASI, PAST ILLNESS, LAST MEAL, EVENT OF INJURY). 5. Terapi Definitif dan Rujukan Terapi definitif dilakuakn ahli bedah dan rujukan. Untuk memutuskan rujukan harus berdasarkan data fisiologis penderita, cedera anatomis, mekanisme perlukaan, penyakit penyerta, prognosis. Dan catatan : harus RS terdekat dan terdapat alat yg memadai di RS tsb.
C. Contoh Format Pengkajian (UGD/IGD & ICU/ICCU) 8