Anda di halaman 1dari 9

ANALISA SINTESA TINDAKAN KEPERAWATAN

INITIAL ASSESMENT TRAUMA (PRIMARY & SECONDARY SURVEY)

Link Video : https://youtu.be/r8rnwEBVRx0


1. Dasar Pemikiran :
Pengertian : Initial assessment adalah untuk memprioritaskan pasien dan
memberikan penanganan segera. Informasi digunakan untuk membuat
keputusan tentang intervensi kritis dan waktu yang dicapai. Ketika melakukan
pengkajian, pasien harus aman dan dilakukan secara cepat dan tepat dengan mengkaji
tingkat kesadaran (Level Of Consciousness) dan pengkajian ABC (Airway,
Breathing, Circulation), pengkajian ini dilakukan pada pasien memerlukan
tindakan penanganan segera dan pada pasien yang terancam nyawanya.
Sistem Pelayanan Tanggap Darurat ditujukan untuk mencegah kematian dini
(early) karena trauma yang bisa terjadi dalam beberapa menit hingga beberapa jam
sejak cedera (kematian segera karena trauma, immediate, terjadi saat trauma.
Perawatan kritis, intensif, ditujukan untuk menghambat resiko kecacatan dan bahkan
kematian. Hal ini bisa saja terjadi karena trauma yang terjadi dalam beberapa hari
hingga beberapa minggu setelah trauma tidak mendapatkan penanganan yang optimal.
Penilaian awal ini intinya adalah :
a. Primery survey, yaitu penanganan ABCDE dan resusitasi. Disini dicari keadaan
yang mengancam nyawa, dan apabila menemukan harus dilakukan
resusitasi.
b. Secondary survey, yaitu head to toe/ pemeriksaan yang teliti dari ujung kepala
sampai kaki.
c. Penanganan definitive atau menetap
Tujuan penilaian awal adalah untuk menstabilkan pasien,
mengidentifikasi cedera / kelainan pengancam jiwa dan untuk memulai
tindakan sesuai, serta untuk mengatur kecepatan dan efisiensi tindakan
definitif atau transfer kefasilitas sesuai. Oleh karena itu tenaga medis,
khususnya dalam system pelayanan tanggap darurat harus mengenal konsep penilaian
awal untuk meningkatkan keberhasilan penanganan kasus gawat darurat
2. Tindakan keperawatan yang dilakukan
a. Tahap pra-rumah sakit
Prinsip utama adalah do not further harm bahwa tidak boleh membuat keaadan
lebih parah. Keadaan yang ideal dimana “ Unit Gawat Darurat yang datang ke
penderita”, dan merupakan sebaliknya karena itu ambulan yang datang sebaiknya
memiliki peralatan yang lengkap. Petugas atau paramedik yang datang membantu
penderita juga sebaiknya mendapatkan latihan khusus, karena pada saat
menaangani penderita mereka harus menguasai keterampilan khusus yang
dapat menyelamatkan nyawa. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan
sebelumpenderita diangkat dari tempat kejadian, dan koordinasi yang baik antara
dokter di RS dengan petugas lapangan akan menguntungkan penderita. Yang
harus dilakukan oleh seorang paramedik adalah :
1) Menjaga Airway dan Breathing
2) Kontrol perdarahan dan syok,
3) Imobilisasi penderita
4) Pengiriman kerumah sakit terdekat yang cocok.
b. Tahap rumah sakit
1) Evakuasi Penderita
a) Keadaan dimana penderita trauma di RS yang dibawa tanpa persiapan
b) pada pra rumah sakit maka sebaiknya evakkuasi dari kendaraan ke
c) brankar dilakukan oleh petugas rumah sakit dengan berhati-hati. Selalu
d) harus diperhatikan control servikal
2) Triage
Triage adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapai dan
sumber daya yang tersedia. Pada umumnya kita akan melakukan triage, tidak
perduli apakah penderita hanya 1 atau banyak. Bila satu penderita akan
mencari masalah penderita (selection of problems). Bila banyak penderita,
akan mencari penderita yang paling bermasalah. Dan yang berikutnya,
pemilahan didasarkan pada keadaan ABC. Dua jenis keadaan triage dapat
terjadi :
a) Jumlah penderita dan beratnya perlukaan tidak melampaui
kemampuan petugas
b) Jumlah penderita dan beratnya perlukaan melampaui kemampuan petugas.
c. Primary Survay dan Resusitasi
Pada tahap ini harus dicari keadaan yang mengancam nyawa, tetapi sebelum
memegang penderita trauma selalu harus proteksi diri terlebih dahulu untuk
menghindari tertular penyaklit seperti hepatitis, dan AIDs.
Primary Survey atau mencari keadaan yang mengancam nyawa dilakukan
dengan:
1) Airway dengan kontrol servikal (gangguan airway adalah pembunuh
tercepat).
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, namun harus diingat
bahwa kebanyakan usaha untuk memperbaiki jalan nafas akan
menyebabkan gerakan pada leher. Karena itu apabila ada kemungkinan
fraktur servikal harus dilakukan control servikal. Kemungkinan patahnya
tulang servikal diduga bila ada :
a) Trauma kapitis, terutama bila ada penurunan kesadaran
b) Adanya luka karena trauma tumpul kranial dari klavikula
c) Setiap multi trauma (trauma pada 2 regio tubuh atau lebih)
d) Juga harus waspada kemungkinan patah servikal bila bio-
mekanik trauma mendukung (misalnya ditabrak dari belakang).
Karena itu langkah selanjutnya adalah: Langkah kedua : proteksi servikal.
a) Petahankan posisi kepala
b) Pasang kolar servikal dan
c) Pasang diatas Long Spine Board
Lalu perhatian ditujukan kepada airway. Penilaian airway dapat dilakukan
dengan teknik berikut ini
a) Bila dapat berbicara jelas -> airway baik
b) Bila ada gangguan airway -> perbaiki
Sumbatan pada jalan nafas akan menyebabkan sesak yang harus dibedakan
dengan sesak karena gangguan breathing. Pada obstruksi jalan nafas
biasanya akan ditemukan pernafasan yang berbunyi seperti : bunyi gargling,
bunyi mengorok, ataupun stridor. Lakukan penanganan sebagai berikut:
a) Bila ada cairan dilakukan suction
b) Bila mengorok dilakukan penjagaan jalan nafas secara manual dengan
chin lift atau jaw thrust disusul pemasangan ± pemasangan pipa oro-atau
naso faringeal
2) Breathing dan Ventilasi(periksa breathing dan atasi bila kurang baik jalan
napas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik)
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas adalah mutlak untuk pertukaran
oksigen dan karbondioksida dari tubuh. Tiga hal yang hartus dilakukan dalam
breathing:
a) Nilai apakah breathing Baik (look, listen, feel)
1) Frekuensi normal (dewasa rata-rat 20, anak 30,bayi 40)
2) Tidak ada gejala dan tanda sesak
3) Pada pemeriksaan fisik baik. Melakukan pemeriksaan fisik dengan
cara :
a) Lihat dada penderita dengan membuka untuk melihat
pernafasan yang baik.
b) Lihat apakha ada jejas, luka terbuka, dan ekspansi kedua paru.
c) Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam
kedua paru dengan mendengarkan bising nafas ( jangan lupa
sekaligus memeriksa jantung).
d) Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara (hipersonor),
atau darah (dull) dalam rongga pleura. Cedera thorak yang
dapat mengakibatkan gangguan ventilasi yang berta dan
ditemukan pada saat melakukan survey primer adalah:
1. Tension pneumothorak
2. flail chest
3. open pneumothorak
4. hematothorak massif
b) Ventilasi tambahan apabila breathing kurang adekuat
Apabila pernafasan tidak adekuat harus dilakukan bantuan
pernafasan (assisted ventilation). Di UGD sebaiknya membantu
pernafasan adalah dengan memakai dog valve mask (ambubag), ataupun
ventilator.
c) Selalu berikan oksigen
Berikan oksigen, apabila diperlukan konsentrasi oksigen yang tinggi
dengan memakai rebreathing atau non-rebreathing mask, atau dengan
kanul (berikan 5-6 lpm).
3) Circulation dengan kontrol perdarahan
Syok pada penderita trauma harus dianggap disebabkan oleh
hipovelemia, sampai terbukti sebaliknya. Dengan demikian maka diperlukan
penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita.
a) Pengenalan syok
1. Keadaan kulit akral
2. Nadi
b) Kontrol perdarahan
Perdarahan dapat secara eksternal (terluhat) dan internal (tidak terlihat).
Perdarahan internal berasal dari:
1. Rongga thorak
2. Rongga abdomen
3. Fraktur pelvis
4. Fraktur tulang panjang
5. Jarang : perdarahan retro-peritoneal
c) Perbaikan volume
Kehilangan darah sebaiknya diganti dengan darah, namun
penyediaan darah memerlukan waktu, karena itu pada awalnya akan
diberikan cairan kristaloid 1-2 liter untuk mengatasi syok hemoragik
melalui 2 jalur dengan jarum intravena yang besar. Cairan kristalod ini
sebaiknya ringer laktat walaupun NaCl fisiologis juga dapat dipakai. Cara
ini diberikan dengan tetesan cepat melalui suatu kateter intravena
yang besar (minimal ukuran 16). Cairan ini juga harus
dihangatkan untuk menghindari terjadinya hipotermia. Pemasangan
kateter urin dapat dipertimbangkan disini, guna pemantauan urin.
1) Perdarahan eksternal :
Perdarahan eksternal dikendalikan dengan penekanan
langsung pada luka. Jarang diperlukan penjahitan untuk
mengendalikan perdarahan luar. Torniket jangan dipakai, karena
apabila dipasang secara benar ( diatas tekanan sistolik) justru
akan merusak jaringan karena menyebabkan iskemia distal dari
torniket. Pemakaian hemostat (di klem) memerlukan waktu dan
dapat merusak jaringan sekitar seperti saraf dan pembuluh darah
2) Perdarahan internal:
Spalk/bidai dapat digunakan untuk mengontrol perdarahan dari
suatu fraktur pada ekstremitas. Pneumatic anti shock garment adalah
suatu alat untuk menekan pada keadaan fraktur pelvis, namun alat
ini mahal dan sul;it didapat. Sebagai gantinya dapat dipakai
gurita sekitar pelvis. Perdarahan intra abdominal atau intratorakal
yang massif, dan tidak dapat diatasi derngan pemberian cairan
intravena yang adekuat, menuntut diadakannya operasi segera untuk
menghentikan perdarahan (resusative laparo/thoracotomy).
d) Alur Pikir Pada Penderita trauma yang mengalami syok :
Saat ini dikenali syok (penderita trauma), harus dianggap
sebagi syok hemoragik. Sambil dipasang infuse, dilakuka
penekanan pada perdarahan luar (bila ada). Bila tidak ada
perdarahan luar dilakukan pencarian akan adanya perdarahan internal
(lima tempat : thorax, rongga abdomen, fraktur pelvis, fraktur tulang
panjang, retroperitoneal). Sambil mencari sumber perdarahan dilakukan
evaluasi respon penderita terhadap pemberian cairan. Kemungkinan
adalah :
1. Respon baik : setelah diguyur, tetesan diperlahan, tanda- tanda perfusi
baik (kulit menjadi hangat, nadi menjadi besar dan melambat, tensi
naik). Ini pertanda perdarahan sudah berhenti.
2. Respon sementara : setelah tetesan dipelankan, ternyata penderita
masuk syok lagi, ini mungkin disebabkan : resusitasi cairan
masih kurang, atau perdarahan berlanjut
3. Respon tidak ada : Apabila sama sekali tidak ada rspon terhadap
pemberian cairan maka harus dipikirkan perdarahan yang hebat atau
syok hemoragik (paling sering kardiogenik).
4) Disability : status neurologis dan nilai GCS
Perdarahan intra karnial dapat menyebabkan kematian dengan sangat cepat
(the patien who talks and dies), sehinggadiperlukan evaluasi keadaan
neurologis secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil
a. GCS ( Glassglow Coma Scale)
Perubahan kesadaran akan dapat menggangu Airway serta
Breathing yang seharusnya sudah diatasi terlebih dahulu. Jangan
lupa bahwa alcohol dan obat-obatan dapat menggangu tingkat kesadaran
penderita. Penurunan tingkat GCS yang lebih dari 1(2 atau lebih)
harus sangat diwaspadai.
b. Pupil
Nilai adakah perubahan pada pupil. Pupil yang tidak sama besar
kemungkinan menandakan adanya suatu lesi pada intra cranial. Lebar pupil
umumnya 2-3 mm
c. Tonus otot
Penting dilakukan untuk menentukan adanya kontrol lateral atau tidak,
melalui merangsang pergerakan pasien, yang menandakan kecurigaan akan
adanya cidera pada otak untuk dilanjutkan pemeriksaan diagnostik.
b. Secondary survey
1) Kepala dan leher
a) Adakah luka yang nyata pada kepala dan leher?
b) Apakah pembuluh darah vena pada leher distensi?
c) Inspeksi dan palpasi trakea, apakah berada dalam satu garis atau
menyimpang?
d) Adakah deformitas atau tenderness (nyeri tekan) pada leher?
2) Dada
a) Apakah dadanya bentuk simetris? Adakah perbedaan pergerakan?
b) Adakah trauma tumpul atau trauma tusuk?
c) Adakah luka terbuka atau perbedaan pergerakan?
d) Adakah TIC (nyeri tekan, instabilitasi, krepitasi), tanda-tanda fraktur
pada tulang rusuk?
e) Jika suara nafas abnormal, adakah hipersonor, atau dullness.
f) Apakah suara jantung normal? Atau berkurang ?
3) Abdomen
a) Adakah luka nyata pada abdomen?
b) Palpasi adanya distensi, lembek, keras pada abdomen?
c) Apakah ada nyeri tekan?
4) Pelvis
a) Apakah ada luka atau perubahan bentuk?
b) Adakah tanda-tanda fraktur TIC?
5) Ekstremitas atas
a) Apakah ada luka, bengkak, atau perubahan bentuk?
b) Apakah adanya tanda-tanda fraktur?
6) Pengamatan ekstremitas atas dan bawah
a) Adakah luka, bengkak, atau perubahan bentuk?
b) Apakah ada tanda-tanda fraktur?
c) Dapatkan pasien merasakan atau menggerakkan jari-jari kaki dan
tangan?
7) Pengkajian bagian belakang (lakukan selama memindahkan pasien ke
backbroad)
a) Apakah ada perubahan bentuk, memar, lecet, robek, luka tusuk luka
bakar, nyeri tekan, luka goresan, bengkak pada pasien dibagian
belakang?
8) Keputusan
a) Apakah situasinya dalam keadaan kritis?
b) Adakah intervensi yang dilakukan segera?
9) Riwayat
a) Apakah ada riwayat penyakit terdahulu ?
b) Apakah ada riwayat alergi ?
c) Ada riwayat pengobatan terdahulu ?
d) Intake terakhir ?
e) Proses mekanisme injury ?
10) Vital sign
a) Apakah vital sign abnormal?
11) Disability
a) Dilakukan segera jika terjadi perubahan status mental ?
b) Apakah pupilnya seimbang dan peka terhadap rangsang ?
c) Bagaimana dengan tingkat kesadaran (GCS) ?
d) Apakah ada tanda-tanda herniasiasi cerebral (tidak sadar,
keterlambatan reflex pupil, hipertensi, bradikardi, posturing)
DAFTAR PUSTAKA

Suryono, Bambang dkk. (2008). Basic Trauma-Cardiac Life Support. Jakarta: Yayasan
Ambulans Gawat Darurat 118
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. EGC : Jakarta
Suryono, Bambang dkk. (2008). Materi Pelatihan Penanggulangan Penderita Gawat
Darurat (PPGD) dan Basic Life Support Plus (BLS).Yogyakarta : Tim
PUSBANKES 118

Anda mungkin juga menyukai