Anda di halaman 1dari 30

Nama : Imelda Putri Nadeak

NPM : F0H018039
Mata Kuliah : Manajemen Bencana

1. Initial Asessment (https://youtu. be./fNGLo5nEyes)


initial Assesment adalah bagian terpenting dari semua proses penilaian korban/pasien
dimana kita harus mengenali dan melakukan penanganan terhadap semua keadaan yang
mengancam nyawa korban yang dimulai dari penilaian lokasi kejadian, primary survey
(penilaian terhadap airway, breathing, circulation, disability, expose, folley cateter,
gastric tube, dan heart monitor), setelah itu penilain terhadap secondery
survey (pemeriksaan fisik/head to toe, pemeriksaan tanda-tanda vital, pemeriksaan riwayat
pasien, dan hand-off reports). Sekarang kita akan membahas konsep DR-ABC-DEFGH.
a. Danger
Sebelum menolong korban sebaiknya kita harus perhatikan diri kita sendiri/penolong,
lingkungan dan pasien (3A, Aman Diri, Aman Lingkungan/lokasi kejadian dan Aman
Pasien/Korban).
b. Rerspons
Kita harus cek status kesadaran korban dengan menggunakan konsep AVPU
A: Alert/Sadar (klien/korban dapat dikatakan sadar apablila dapat berorientasi terhadap
tempat, waktu dan orang)
V: Verbal/respon terhadap suara (korban/klien dalam keadaan disorientasi namun
masih diajak bicara)
P: Pain/resepon terhadap nyeri (korban/klien hanya berespon terhadap nyeri)
U: Unresponsive/tidak sadar (tentukan kesadaran korban apakah berada dalam
keadaan Alert, Verbal, Pain, Unresponsive)
c. Airway + Control Cervical
Airway harus diperiksa secara cepat untuk memastikan bebas dan patennya atau tidak
ada obstruksi/hambatan jalan napas. Jika terjadi gangguan lakukan head tilt chin lift
atau jaw thurst, namun bila memiliki peralatan yang lengkap gunakan oral airway,
nasal airway, atau intubasi endotracheal tube atau cricotoroidotomi). Perlu diwaspadai
adanya fraktur servikal karena pada trauma atau cedera berat harus dicurigai adanya
cidera korda spinalis. Gerakan berlebihan dapat menyebabkan kerusakan neurologic
akibat kompresi yang terjadi pada fraktur tulang belakang jadi ketika menolong korban
sebaiknya memastikan leher tetap dalam posisi nertal (bagi penderita) selama
pembebasan jana nafas dan pemberian ventilasi yang dibutuhkan atau menggunakan
neck collar atau penyangga leher (diindikasikan untuk tanda-tanda trauma kapitis,
trauma tumpul cranial dari clavikula, setiap kasus multi trauma, proses kejadian yang
mendukung/biomekanik trauma).
d. Breathing
Hipoksia dapat terjadi akibat ventilasi yang tidak adekuat dan kurangnya oksigen di
jaringan. Setelah dibebaskan airway kualitas dan kuantitas ventilasi harus dievaluasi
dengan cara lihat, dengar, dan rasakan. Jika tidak bernapas maka segera diberikan
ventilasi buatan. Jika penderita bernapas perkirakan kecukupan bagi penderita.
Perhatikan gerakan nafas dada dan dengarkan suara napas penderita jika tidak sadar.
Frekuensi nafas atau Respiratory Rate (dewasa) dapat dibagi menjadi:
- RR < 12 x/menit : sangat lambat
- RR 12-20 x/menit: normal
- RR 20-30 x/menit: sedang cepat
- RR > 30 x/menit: abnormal (menandakan hipoksia, asidosis, atau hipoperfusi)
Untuk lebih akurat kondisi breathing sebaiknya pasang pulse oksimetri untuk
mengetahuai jumlah saturasi oksigen, normalnya > 95%.
e. Circulation
Kegagalan system sirkulasi merupakan ancaman kematian yang sama dengan
kegagalan system pernapasan. Oksigen sel darah merah tanpa adanya distribusi ke
jaringan tidak akan bermanfaat bagi penderita. Perkiraan status kecukupan output
jantung dan kardiovaskular dapat diperoleh hanya dengan memeriksa denyut nadi, masa
pengisian kapiler, warna kulit dan suhu kulit.
1. Denyut Nadi
Jika denyut nadi arteri radialis tidak teraba, penderita agaknya telah ask ke dalam
fase syok tak terkompensasi.
2. Kulit
Masa pengisian kapiler: pemeriksaan singkat perihal masa pengisian kapiler
dilakukan dengan cera menekan bantalan kuku ini berguna dalam memperkirakan
aliran darah melalui bagian paling distal dari sirkulasi. Waktu pengisian kapiler >2
detik menandakan bantalan kapiler tidak menerima perfusi yang adekuat, namun
pengisian kapiler juga dapat dipengaruhi oleh usia tua, suhu rendah, penggunaan
vasodilator atau vasokontriktor atau adanya syok spinal.
- Warna: perfusi yang adekuat menghasilkan warna kulit merah muda (pada kulit
putih), warna kulit gelap mempersulit dalam penilaian. Warna kebiruan
menandakan oksigenasi tidak sempurna, sedangkan pucat menanakan pergusi yang
buruk.
- Suhu: suhu dingin menandakan penurunan perfusi oleh apapun sebabnya
- Kelembaban: kulit kering menandakan perfusi baik, kulit lembab dihubungkan
dengan keadaan syok dan penurunan perfusi.
- Perdarahan: kontrol cepat terhadap kehilangan darah adalah tujuan paling penting
dalam memberikan pertolongan penderita trauma.
f. Disability
Setelah dilakukan Airway, Breathing, dan Circulation selanjutnya dilakukan adalah
memeriksa status neurologi harus dilakukan yang meliputi:
- Tingkat kesadaran dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). GCS adalah
skala yang penting untuk evaluasi pengelolaan jangka pendek dan panjang
penderita trauma. Pengukuran GCS dilakukan pada secondery survey, hal ini dapat
dilakukan jika petugas memadai.
- Penilaian tanda lateralisasi: pupil (ukuran, simetris dan reaksi terhadap cahaya,
kekuatan tonus otot (motorik). Pemeriksaan pupil berperan dalam evaluasi fungsi
cerebral. Pupil yang normal dapat digambarkan dengan PEARL (Pupils, Equal,
Round Reactive to Light) atau pupil harus simetris, bundar dan bereaksi normal
terhadap cahaya.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TINDAKAN PENGKAJIAN AWAL (INITIAL ASSESMENT)


No Dokumen: No Revisi: Halaman:

Program DIII Ilmu


Kesehatan Prodi
Keperawatan UNIB
Prosedur Tetap Manajemen Bencana Ditetapkan oleh:
Ketua Prodi Keperawatan
Ns. Yusran Hasymi, S.Kep, M.Kep,
Sp.KMB
Pengertian survei Tindakan penilaian secara cepat fungsi vital penderita berdasarkan
primer prioritas, diikuti resusitasi dan stabilisasi
Indikasi Pasien yang mengalami trauma dan non trauma
a. Untuk mengetahui secara cepat kondisi korban
b. Untuk dapat memberikan penanganan yang cepat pada korban
Tujuan
yang mengalami kondisi yang mengancam kehidupan

a. Dokter
b. Perawat Registered Nurse (RN)
Petugas
c. Perawat Emergency

Persiapan alat Alat pelindung diri (APD): masker,sarung tangan.


Persiapan pasien Amankan pasien dan lingkungan.

Prosedur Prosedur
1. 1. Amankan pasien dan penolong dari bahaya lingkungan
2. 2. Penolong memasang APD (Jika memungkinkan)
3. Kaji respon atau kesadaran dengan Sapa atau penggil korban
dengan suara yang keras “ pak!, Pak!...Apa anda baik – baik saja
? lalu Tepuk atau goyang tubuh korban.
4. Kaji kepatenan airway (saluran pernafasan pasien) dengan
melakukan:
 Lihat:
Apakah ada benda asing di mulut korban?
Apakah ada penyumbatan jalan napas
Adakah pergerakan dada – perut waktu bernafas
Lihat apakah bibir sianosis?
 Dengar:
Suara nafas korban, apakah normal? Adakah suara nafas
tambahan: snoring, gurgling, stridor, suara parau?adakah
suara nafas hilang?
 Raba
Dekatkan pipi penolong dengan hidung-mulut korban,
Apakah terasa hembusan nafas korban dari hidung/mulut
5. Kaji kemampuan bernafas (breathing) dengan melakukan:
 Lihat:
Pergerakan nafas korban, adakah apnoe atau takhipnoe?
Adakah pergerakan dada – perut waktu bernafas?
Hitung frekuensi pernafasan korban.
Adakah sianosis?
Adalah jejas di dada?
 Dengar:
Tempelkan pipi penolong ke hidung korban, sambil
mendengarkan suara nafas korban, apakah normal, menurun,
menghilang, atau suara nafas tambahan
 Raba
Apakah ada hawa ekspirasi?
Palpasi dada korban apakah ada udema torak, nyeri tekan.

6 Kaji kondisi sirkulasi darah korban dengan melakukan:


1. Raba nadi arteri carotis, rasakan denyutannya, jika tidak
teraba maka lakukan resisutasi jantung-paru.
2. Raba nadi arteri radialis, hitung frekuensinya, tachicardia
atau tidak
3. Raba ekstremitas, terasa dingin atau tidak?
4. Lihat apakah ada luka dan perdarahan yang banyak

7.Kaji tingkat kesadaran dan status neurologis korban dengan


melakukan:
1. Alert, Verbal respon, Pain respon, Unresponse
2. Lihat respon pupil korban
3. Lihat anggota gerak apakah mengalami kelumpuhan

8 Kaji kondisi cedera tambahan (exposure) dengan melakukan:


1. Gunting Pakaian dan lihat jejas
a. Lakukan Posisi Log Roll (nilai bagian belakang), jika
ada fraktur cervikal, minta bantuan orang lain
b. Catat kelainan yg ditemukan terutama yg mengancam
c. Cegah hipotermia
2 Pakaikan selimut hangat

9.Buat keputusan apakah korban dalam kategori:


a. Kritis (Critical):
Cardiac arrest, Respiratory Arrest
b. Tidak stabil (Unstable):
Kesulitan bernafas dan jalan nafas tidak paten, trauma kepala
dan dada yang berat, shock, nyeri dada yang hebat, fraktur
tulang panjang, diduga meningitis, luka tusuk pada
dada,leher, abdomen dan genitalia, Penurunan kesadaran,
Luka bakar > 10% (orang dewasa), Luka bakar > 5% (anak-
anak)
c. Resiko tidak stabil (Potential Unstable):
Trauma yang serius, injuri yang tersembunyi, injuri
ekstremitas dengan kerusakan saraf dan sirkulasi
d. Stabil (Stable):
Injuri yang kecil (minor) dengan tanpa perdarahan yang
banyak, tidak ada kerusakan saraf dan sirkulasi, tidak ada
tanda-tanda shock, tidak ada komplikasi lainnya
10. Untuk korban yang kritis dan tidak stabil segera ditransportasi
dan diobati, dilakukan pencatatan tanda-tanda vital. Bila
kondisi korban telah stabil maka dilakukan survey sekunder
11. Untuk korban yang resiko tidak stabil dan stabil, dilakukan
pencatatan tanda-tanda vital, dan survey sekunder.

Referensi 1. Campbell, J.E, 2004, BTLS, New Jersey; Upper saddle Riner
2. PHECC, 2004, Pre Hospital Emergency Care Clinical Handbook,
3. Clinical practice procedures, 2011, www.ambulance.qld.gov.
au/.../03_cpp_assess

2.Triage (https://youtu. be/OeHqaUiR8jY)


Triage berasal dari Bahasa prancis “Trier” berarti mengambil atau memilih. Adalah
penilaian, pemilihan dan pengelompokan penderita yang mendapat penanganan medis dan
evakusasi pada kondisi kejadian masal atau kejadian bencana. Penanganan medis yang
diberikan berdasarkan prioritas sesuai dengan keadaan penderita.

Tujuan Triage adalah untuk memudahkan penolong untuk memberikan petolongan


dalam kondisi korban masala tau bencan dan diharapkan banyak penderita yang memiliki
kesempatan untuk bertahan hidup. Triage secara umum dibagi menjadi dua yakni Triage di
UGD/IGD Rumah Sakit dan Triage di Bencana.

Bencana merupakan peristiwa yang terjadi secara mendadak atau tidak terncana atau
secara perlahan tetapi berlanjut, baik yang disebabkan alam maupun manusia, yang dapat
menimbulkan dampak kehidupan normal atau kerusakan ekosistem, sehingga diperlukan
tindakan darurat dan luar biasa untuk menolong, menyelamatkan manusia beserta
lingkunganya.

Saat penolong (tenaga medis) memasuki daerah bencana yang tentunya banyak
memiliki koran yang terpapar hal yang pertama kali harus dipikirkan oleh penolong adalah
Penilaian TRIAGE. Triage dibagi menjadi penilaian triage pada psikologis korban dan
menilai triage medis.
Dalam Triage Medis sebaiknya menggunakan metode START (Simple Triage and
Rapid Treatment) yaitu memilih korban berdasarkan pengkajian awal terhadap penderita
degan menilai Respirasi, Perfusi, dan Status Mental.

Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan penolong saat terjadi bencana.

1. Penolong pertama melakukan penilaian cepat tanpa menggunakan alat atau


melakuakan tindakan medis.
2. Panggil penderita yang dapat berjalan dan kumpulkan diarea pengumpulan
3. Nilai penderita yang tidak dapat berjalan, mulai dari posisi terdekat dengan penolong.
4. Inti Penilaian Triage Medis (TRIAGE dalam bencana memiliki 4 warna Hitam
(penderita sudah tidak dapat ditolong lagi/meninggal), Merah (penderita mengalami
kondisi kritis sehingga memerlukan penanganan yang lebih kompleks), Kuning
(kondisi penderita tidak kritis), Hijau (penanganan pendirita yang memiliki
kemungkinan hidup lebih besar. Penderita tidak memiliki cedera serius sehingga
dapat dibebaskan dari TKP agar tidak menambah korban yang lebih banyak. Penderita
yang memiliki hidup lebih banyak harus diselamatkan terlebih dahulu)
a. Langkah 1: Respirasi
- Tidak bernapas, buka jalan napas, jika tetap tidak bernapas beri TAG HITAM
- Pernafasan >30 kali /menit atau <10 kali /meni beri TAG MERAH
- Pernafasn 10-30 kali /menit: lanjutkan ke tahap berikut
b. Langkah 2: Cek perfusi (denyut nadi radial) atau capillary refill test (kuku atau bibir
kebiruan)
- Bila CRT > 2 detik: TAG MERAH
- Bila CRT < 2 detik: tahap berikutnya
- Bila tidak memungkinankan untu CRT (pencahayaan kurang), cek nadi radial, bila
tidak teraba/lemah; TAG MERAH
- Bila nadi radial teraba: tahap berikutnya
c. Langkah 3: Status Mental
- Berikan perintah sederhana kepada penderita, jika dapat mengikuti perintah: TAG
KUNING
- Bila tidak dapat mengikuti perintah: TAG MERAH
- Tindakan yang harus CEPAT dilakuakn adalah:
- Buka jalan napas, bebaskan benda asing atau darah
- Berikan nafas buatan segara jika korban tidak bernafas
- Balut tekan dan tinggikan jika ada luka terbuka/perdarahan
Setelah memberikan tindakan tersebut, penolong memberikan tag/kartu sesuai penilaian
triage (HIJAU, KUNING, MERAH, HITAM), setelah itu menuju korban lainya yang
belum dilakukan triage. TRIAGE wajib dilakukan dengan kondisi ketika penderita /
korban melampaui jumlah tenaga kesehatan. INGAT… TAG MERAH merupakan
prioritas utama ketiaka triage dilakuakn di UGD, sedangkan TAG HIJAU merupakan
prioritas utama ketiaka terjadi bencana.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

PROSEDUR TRIAGE
No Dokumen: No Revisi: Halaman:

Program DIII Ilmu


Kesehatan Prodi
Keperawatan UNIB
Prosedur Tetap Manajemen Bencana Ditetapkan oleh:
Ketua Prodi Keperawatan

Ns. Yusran Hasymi, S.Kep, M.Kep,


Sp.KMB
Pengertian Triage adalah suatu sistem seleksi penderita yang menjamin
penanganan penderitasedemikian rupa sehingga mendapat hasil
penanganan yang optimal berdasarkanprioritas sesuai dengan berat
ringannya cedera / penyakit
Agar penderita dapat memperoleh penanganan optimal sesuai dengan
tingkatkegawatan penyakitny
Tujuan
Kebijakan Pasien IGD mendapatkan perlakuan berdasarkan prioritas yang
sesuai dengan beratringan cedera / penyakitnya
Persiapan alat Alat pelindung diri (APD): masker,sarung tangan.
Persiapan pasien Amankan pasien dan lingkungan.

Prosedur 1. Untuk mempermudah Triage, penderita diklasifikasikan


menjasi 5 golonganmenurut cedera yang diderita korban dan
ditandai dengan label yang berwarnasesuai dengan klasifikasi
warna sebagai berikut:Pelaksanaan IGD1.
Semua pasien masuk IGD harus melalui system triage2.

2. Perawat triage melakukan seleksi pasien berdasarkan


kegawatan dari depanarea triage menuju ruangan3.

3. Tentukan triage sesuai dengan warna triagea.

Merah : Gawat daruratb.

Kuning : Gawat tidak daruratc.

Hijau : Tidak gawat tidak daruratd.

Hitam : Meninggal4.

4. Keluarga pasien mendaftar di tempat registrasi pasien dan


petugas registrasimencatat identitas pada catatan RM antara
lain : nama, umur, jenis kelamin,alamat, tanggal jam masuk5.

5. Dokter memeriksa pasien dan membuat permintaan


pemeriksaan penunjangyang diperlukan serta menentukan
diagnose kerja

6. Setelah selesai memeriksa dokter menegakan diagnose,


memberikanpengobatan dan tindakan
3. BHD (https://youtu. be/xTmufUe3Q8k)
Bantuan Hidup Dasar adalah Serangkaian usaha awal untuk mengembalikan fungsi
pernafasan dan atau sirkulasi pada seseorang yang mengalami henti nafas dan atau henti
jantung (cardiacarrest).
Prosedur BHD dengan Resusitasi Jantung Paru :
1. Tindakan oleh 1 (satu) penolong
 Pada korban tidak sadar (periksa dengan goyang-goyang dan cubit untuk
memastikan).
 Sekaligus atur posisi korban, terlentangkan diatas yang keras dengan cara
logroll/menggelindingkan.
Hati-hati dengan adanya patah tulang belakang.
 Berusaha pertolongan segera minta bantuan (berteriak,telp 119, dsb) tanpa
meninggalkan pasien.

 Periksa apakah pasien bernafas/tidak


 Bila tidak bernafas, buka jalan nafas : Head Tilt/Chin Lift/Jaw Thrust.

 Periksa kembali apakah pasien bernafas atau tidak, raba nafas 3 – 5 detik.

 Bila tidak bernafas, berikan nafas dua kali, pelan dan penuh, perhatikan
pengembangan dada.
 Raba denyut karotis 5 – 10 detik.

 Bila karotis tidak teraba, lakukan pijat jantung dari luar 15 kali dalam waktu 9 – 11
detik pada titik tumpu tekan jantung, tekan tulang dada sampai turun + 5 cm ke dalam
80 – 100 kali per menit.
Lanjutkan pemberian nafas buatan tanpa alat/dengan alat 2 kali pelan dan dalam.
 Lengkapi tiap siklus dengan perbandingan dua nafas dibanding 30 pijatan.

 Lakukan evaluasi tiap akhir siklus keempat (5 – 7 detik). Nafas, denyut, kesadaran
dan reaksi pupil.
 Bila nafas dan denyut belum teraba, lanjutkan resusitasi jantung paru hingga korban
membaik atau cenderung meningkat
2. Tindakan oleh 2 (dua) penolong
 Langkah di atas tetap dilakukan oleh penolong pertama hingga penolong kedua
datang.
 Saat penolong pertama memeriksa denyut nadi karotis dan nafas, penolong kedua
mengambil posisi untuk menggantikan pijat jantung.
 Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama memberikan nafas buatan dua kali
secara perlahan sampai dengan dada korban terlihat terangkat, disusul penolong kedua
memberikan pijat kantung sebanyak 30 kali.

 Lanjutkan siklus pertolongan dengan perbandingan 2 kali nafas buatan (oleh penolong
pertama) dan 30 kali pijat jantung (oleh penolong kedua).

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

BHD ( Bantuan Hidup Dasar )

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan
FMIPA UNIB Manajemen Bencana Ka. Prodi

Prosedur tetap Tanggal : Mei 2021


Ns. Yusran Hasymi, M.Kep, Sp.KMB

Pengertian Pertolongan pertama yang dilakukan pada korban henti jantung atau henti
napas sebelum ditangani oleh tenaga medis atau rumah sakit.
Tujuan Mencegah berhentinya sistem pernafasan atau sistem peredaran darah.
Memberikan bantuan external terhadap sistem pernafasan atau sistem
peredaran darah melalui Resusitasi jantung Paru (RJP) Menyelamatkan nyawa
korban.
Persiapan Aman perawat, pasien, dan lingkungan

Prosedur Prosedur BHD dengan Resusitasi Jantung Paru :


3. Tindakan oleh 1 (satu) penolong
 Pada korban tidak sadar (periksa dengan goyang-goyang dan cubit
untuk memastikan).
 Sekaligus atur posisi korban, terlentangkan diatas yang keras dengan
cara logroll/menggelindingkan.
Hati-hati dengan adanya patah tulang belakang.
 Berusaha pertolongan segera minta bantuan (berteriak,telp 119, dsb)
tanpa meninggalkan pasien.
 Periksa apakah pasien bernafas/tidak
 Bila tidak bernafas, buka jalan nafas : Head Tilt/Chin Lift/Jaw Thrust.
 Periksa kembali apakah pasien bernafas atau tidak, raba nafas 3 – 5
detik.
 Bila tidak bernafas, berikan nafas dua kali, pelan dan penuh,
perhatikan pengembangan dada.
 Raba denyut karotis 5 – 10 detik.
 Bila karotis tidak teraba, lakukan pijat jantung dari luar 15 kali dalam
waktu 9 – 11 detik pada titik tumpu tekan jantung, tekan tulang dada
sampai turun + 5 cm ke dalam 80 – 100 kali per menit.
Lanjutkan pemberian nafas buatan tanpa alat/dengan alat 2 kali pelan
dan dalam.
 Lengkapi tiap siklus dengan perbandingan dua nafas dibanding 30
pijatan.
 Lakukan evaluasi tiap akhir siklus keempat (5 – 7 detik). Nafas,
denyut, kesadaran dan reaksi pupil.
 Bila nafas dan denyut belum teraba, lanjutkan resusitasi jantung paru
hingga korban membaik atau cenderung meningkat
4. Tindakan oleh 2 (dua) penolong
 Langkah di atas tetap dilakukan oleh penolong pertama hingga
penolong kedua datang.
 Saat penolong pertama memeriksa denyut nadi karotis dan nafas,
penolong kedua mengambil posisi untuk menggantikan pijat jantung.
 Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama memberikan nafas
buatan dua kali secara perlahan sampai dengan dada korban terlihat
terangkat, disusul penolong kedua memberikan pijat kantung sebanyak
30 kali.
 Lanjutkan siklus pertolongan dengan perbandingan 2 kali nafas buatan
(oleh penolong pertama) dan 30 kali pijat jantung (oleh penolong
kedua).

4. Evakuasi : Dengan 1 atau 2 penolong menggunakan tandu atau brankar


(https://youtu. be/A8meNete1c)

Perlengkapan untuk Memindahkan Pasien


Beberapa perlengkapan yang digunakan untuk memindahkan pasien, yakni Tandu
Ambulans (Wheeled stretcher), Tandu Sekop (Scoop stretcher), Long Spine Board, Tandu
Basket (Stokes Basket), Flexible Strecher, Kursi Tangga (Stair chair) dan Portable
Strecher. Berikut ini penjelasan perlengkapan tersebut.

1. Tandu Ambulans (Wheeled stretcher)


Alat yang terpasang dikendaraan Ambulans digunakan untuk mengangkat dan
memindahkan pasien dari TKP ke ambulans yang kemudian dibawah ke rumah sakit.
Bisa diturunkan dan dinaikkan, dilengkapi strap menjaga keamanan pasien saat proses
pemindahan.
Cara penggunaan: Salah satu penolong berada dibelakang pasien memasukkan lengan
ke bawah ketiak pasien dan satu penolongnya mengangkat dari kaki, saling
berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya, pasien dipindahkan ke tandu
ambulans. Setelah itu dipasangkan strap menjaga keamanan pasien dan ketika
memindahkan pasien tetap berada ditandu tersebut tanpa harus menurunkannya
2. Tandu Sekop (Scoop stretcher)
Tandu sekop biasa digunakan untuk memindahkan pasien yang lokasinya memiliki
akses yang terbatas dan bermanfaat untuk memindahkan pasien darurat, alat ini bisa
dipisahkan perangkatnya dan dilengkapi strap untuk menahan posisi pasien saat
proses pemindahan
Cara penggunaan: Tandu sekop dipisahkan kemudian ditempatkan dikedua sisi pasien
dan menguncinya bersama-sama, dipasangkan strap kemudian pasien dipindahkan.
Hal yang perlu diperhatikan alat ini tidak dapat digunakan pada pasien yang memiliki
cedera servikal
3. Long Spine Board
Tandu yang digunakan selain untuk memindahkan pasien berfungsi sebagai alat
fiksasi. Alat ini sangat baik digunakan pada pasien yang dicurigai adanya fraktur
servikal.
Cara penggunaan: Pemindahan pasien ke atas long Spine Board dillakukan dengan
teknik log roll, memposisikan pasien ke arah penolong. Satu penolong menyokong
area kepala punggung pasien dan yang lainnya memeriksa bagian belakang pasien,
long Spine Board didekatkan kearah pasien. Kemudian pasien diletakkan bersamaan
dengan tandu tersebut secara perlahan-lahan. Dipasangkan pengaman yang
diistilahkan tali laba-laba, melakukan fiksasi kepala dan kemudian pasien dipindahkan
di tandu ambulans.
4. Tandu Basket (Stokes Basket)
Tandu basket berbentuk keranjang digunakan untuk memindahkan pasien dengan atau
tanpa long spine board. Terdapat juga strap untuk mengamankan pasien ketika proses
pemindahan. Alat ini sering kali digunakan dalam pencarian korban yang sulit
dijangkau, misalnya pada daerah dengan dataran tinggi, terdapat tali pengangkut yang
akan dikaitkan pada celah lubang yang ada pada sekeliling tandu basket
Cara penggunaan: Menempatkan pasien keatas permukaan tandu, lalu dipasangkan
strapnya, kemudian pasien dipindahkan di tandu ambulans.
5. Flexible Strecher
Tandu yang dapat digunakan untuk memindahkan pasien ditempat terbatas dan
sempit. Dipakai pada pasien tanpa cedera servikal.
Cara penggunaan: Pemindahan pasien menggunakan flexible strecher dillakukan
dengan teknik log roll, memposisikan pasien ke arah penolong, flexible strecher
didekatkan kearah pasien, mengembalikan posisi pasien, kemudian mengangkat
pasien dengan 4 orang penolong yang kemudian dipindahkan ke tandu ambulans
6. Kursi Tangga (Stair chair)
Alat yang dapat digunakan untuk memindahkan pasien yang bisa duduk atau berdiri
namun sulit untuk bergerak. Biasanya digunakan untuk memindahkan pasien melalui
tangga.
Cara penggunaan: Penolong pertama berada dibelakang pasien dan penolong lainnya
berada didepan pasien yang akan memandu untuk menuruni tangga, dengan
memperhatikan posisi tubuh dalam mengangkat dan berkomunikasi satu sama lain.
Setelah itu membantu pasien untuk pindah ke tandu ambulans
7. Portable Strecher
Alat yang digunakan untuk memindahkan pasien dari satu tempat ke tampat yang lain.
Terdapat juga strap untuk mengamankan pasien ketika proses pemindahan.
Cara penggunaan: Setelah pasien berada ditandu portable, menggunakan teknik yang
benar saat mengangkat, memperhatikan keseimbangan tubuh tetap tegak lurus dan
saling berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Penggunaan Tandu

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan
FMIPA UNIB Manajemen Bencana Ka. Prodi

Prosedur tetap Tanggal Mei 2021


Ns. Yusran Hasymi, M.Kep, Sp.KMB

Pengertian Tandu adalah alat transportasi jarak dekat yang menggunakan tenaga
manusia. Tandu dapat mengangkut satu orang penumpang, berbentuk kotak
dan dipikul oleh orang atau lebih. Macam-macam tandu itu sangatlah banyak
dan beraneka ragam bentuknya, namun tujuan dari tandu itu sama yaitu
sebagai alat untuk mengevakuasi korban.
Tujuan mengangkut satu orang penumpang, berbentuk kotak dan dipikul oleh orang
atau lebih.
Alat/Bahan Tandu

Persiapan - Kenali kemampuan diri dan kemampuan tim penolong, pastikan jumlah
penolong yang cukup
- Saling berkomunikasi antar tim penolong
- Saat mengangkat mempertahankan posisi punggung tetap lurus
- Menyediakan peralatan yang tepat
- Memperhatikan kondisi tempat atau pijakan saat mengangkat pasien

Prosedur
Memindahkan Pasien pada Kondisi Emergensi
Kondisi emergensi adalah keadaan pasien dalam bahaya, yang harus
dipindahkan segera sebelum dinilai kondisinya. Adapun contoh kondisi
emergensi yakni :

1. Adanya kebakaran atau ledakan


2. Ketidakmampuan penolong menjaga pasien terhadap bahaya
lingkungan sekitarnya
3. Usaha mencapai pasien darurat lain, yang lebih urgen.

Apapun cara pemindahan pasien non emergensi, selalu memperhatikan dan


menjaga adanya patah tulang leher (fraktur servikal), terutama pada pasien
dengan trauma.
Memindahkan Pasien pada Kondisi Darurat Dan Tidak Darurat
Kondisi darurat adalah pergerakan yang mendesak diperlukan saat pasien
harus segera dipindahkan untuk pengobatan ancaman kehidupan segera.
Pergerakan yang mendesak dilakukan dengan mencegah terjadinya cedera
tulang belakang. Adapun teknik memindahkan pasien pada kondisi darurat
dan tidak darurat, yakni:
Pemindahan Darurat
a. Tarikan Selimut
Pemindahan pasien dillakukan dengan teknik log roll, memposisikan pasien
ke arah penolong, menarik selimut diletakkan dibawah pasien,
mengembalikan posisi pasien, menyelimuti pasien, memindahkan pasien
dengan cara ditarik.
b. Tarikan Lengan
Pemindahan pasien dengan cara penolong berada dibelakang pasien, kedua
lengan penolong dimasukkan dibawah ketiak pasien, memegang kedua lengan
bawah pasien, kemudian pasien ditarik.
c. Tarikan Baju
Dalam keadaan darurat posisi pasien susah diangkat atau susah untuk
menggapainya. Maka teknik terakhir adalah mengangkat pasien dengan
menarik pakaian dikeraknya
Pemindahan Tidak Darurat
Kondisi tidak darurat adalah pergerakan yang tidak mendesak, kondisi pasien
stabil dan tidak ada ancaman kehidupan
a. Mengangkat dan memindahkan secara langsung
Dilakukan oleh 2 atau 3 penolong. Penolong pertama memposisikan
lengannya dibawah kepala pasien, penolong kedua memposisikan lengannya
dibawah pinggang pasien, penolong ketiga memposisikan lengannya dibawah
kaki pasien. Saling berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya,
mengangkat pasien ke lutut dan memiringkan pasien ke arah dada penolong,
pindahkan pasien dengan satu gerakan. Tindakan ini tidak bisa dilakukan
pada pasien yang dicurigai adanya trauma servikal.
b. Mengangkat dan memindahkan memakai sprei
Pasien diangkat dan dipindahkan menggunakan sprei. Tindakan ini tidak
dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai adanya trauma servikal.
Perlengkapan untuk Memindahkan Pasien
Beberapa perlengkapan yang digunakan untuk memindahkan pasien, yakni
Tandu Ambulans (Wheeled stretcher), Tandu Sekop (Scoop stretcher), Long
Spine Board, Tandu Basket (Stokes Basket), Flexible Strecher, Kursi Tangga
(Stair chair) dan Portable Strecher. Berikut ini penjelasan perlengkapan
tersebut.
1. Tandu Ambulans (Wheeled stretcher)
Alat yang terpasang dikendaraan Ambulans digunakan untuk mengangkat dan
memindahkan pasien dari TKP ke ambulans yang kemudian dibawah ke
rumah sakit. Bisa diturunkan dan dinaikkan, dilengkapi strap menjaga
keamanan pasien saat proses pemindahan.
Cara penggunaan: Salah satu penolong berada dibelakang pasien
memasukkan lengan ke bawah ketiak pasien dan satu penolongnya
mengangkat dari kaki, saling berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya,
pasien dipindahkan ke tandu ambulans. Setelah itu dipasangkan strap menjaga
keamanan pasien dan ketika memindahkan pasien tetap berada ditandu
tersebut tanpa harus menurunkannya
2. Tandu Sekop (Scoop stretcher)
Tandu sekop biasa digunakan untuk memindahkan pasien yang lokasinya
memiliki akses yang terbatas dan bermanfaat untuk memindahkan pasien
darurat, alat ini bisa dipisahkan perangkatnya dan dilengkapi strap untuk
menahan posisi pasien saat proses pemindahan
Cara penggunaan: Tandu sekop dipisahkan kemudian ditempatkan dikedua
sisi pasien dan menguncinya bersama-sama, dipasangkan strap kemudian
pasien dipindahkan. Hal yang perlu diperhatikan alat ini tidak dapat
digunakan pada pasien yang memiliki cedera servikal
3. Long Spine Board
Tandu yang digunakan selain untuk memindahkan pasien berfungsi sebagai
alat fiksasi. Alat ini sangat baik digunakan pada pasien yang dicurigai adanya
fraktur servikal.
Cara penggunaan: Pemindahan pasien ke atas long Spine Board dillakukan
dengan teknik log roll, memposisikan pasien ke arah penolong. Satu penolong
menyokong area kepala punggung pasien dan yang lainnya memeriksa bagian
belakang pasien, long Spine Board didekatkan kearah pasien. Kemudian
pasien diletakkan bersamaan dengan tandu tersebut secara perlahan-lahan.
Dipasangkan pengaman yang diistilahkan tali laba-laba, melakukan fiksasi
kepala dan kemudian pasien dipindahkan di tandu ambulans.
4. Tandu Basket (Stokes Basket)
Tandu basket berbentuk keranjang digunakan untuk memindahkan pasien
dengan atau tanpa long spine board. Terdapat juga strap untuk mengamankan
pasien ketika proses pemindahan. Alat ini sering kali digunakan dalam
pencarian korban yang sulit dijangkau, misalnya pada daerah dengan dataran
tinggi, terdapat tali pengangkut yang akan dikaitkan pada celah lubang yang
ada pada sekeliling tandu basket
Cara penggunaan: Menempatkan pasien keatas permukaan tandu, lalu
dipasangkan strapnya, kemudian pasien dipindahkan di tandu ambulans
5. Flexible Strecher
Tandu yang dapat digunakan untuk memindahkan pasien ditempat terbatas
dan sempit. Dipakai pada pasien tanpa cedera servikal.
Cara penggunaan: Pemindahan pasien menggunakan flexible strecher
dillakukan dengan teknik log roll, memposisikan pasien ke arah penolong,
flexible strecher didekatkan kearah pasien, mengembalikan posisi pasien,
kemudian mengangkat pasien dengan 4 orang penolong yang kemudian
dipindahkan ke tandu ambulans
6. Kursi Tangga (Stair chair)
Alat yang dapat digunakan untuk memindahkan pasien yang bisa duduk atau
berdiri namun sulit untuk bergerak. Biasanya digunakan untuk memindahkan
pasien melalui tangga.
Cara penggunaan: Penolong pertama berada dibelakang pasien dan penolong
lainnya berada didepan pasien yang akan memandu untuk menuruni tangga,
dengan memperhatikan posisi tubuh dalam mengangkat dan berkomunikasi
satu sama lain. Setelah itu membantu pasien untuk pindah ke tandu ambulans
7. Portable Strecher
Alat yang digunakan untuk memindahkan pasien dari satu tempat ke tampat
yang lain. Terdapat juga strap untuk mengamankan pasien ketika proses
pemindahan.
Cara penggunaan: Setelah pasien berada ditandu portable, menggunakan
teknik yang benar saat mengangkat, memperhatikan keseimbangan tubuh
tetap tegak lurus dan saling berkomunikasi antar satu dengan yang lainnya

Teknik pemindahan pada klien termasuk dalam transport pasien, seperti pemindahan pasien
dari satu tempat ke tempat lain, baik menggunakan alat transport seperti ambulance, dan
branker yang berguna sebagai pengangkut pasien gawat darurat.
1. Pemindahan klien dari tempat tidur ke brankar 9 Memindahkan klien dri tempat tidur ke
brankar oleh perawat membutuhkan bantuan klien. Pada pemindahan klien ke brankar
menggunakan penarik atau kain yang ditarik untuk memindahkan klien dari tempat tidur
ke branker. Brankar dan tempat tidur ditempatkan berdampingan sehingga klien dapat
dipindahkan dengan cepat dan mudah dengan menggunakan kain pengangkat. Pemindahan
pada klien membutuhkan tiga orang pengangkat
2. Pemindahan klien dari tempat tidur ke kursi Perawat menjelaskan prosedur terlebih dahulu
pada klien sebelum pemindahan. Kursi ditempatkan dekat dengan tempat tidur dengan
punggung kursi sejajar dengan bagian kepala tempat tidur. Emindahan yang aman adalah
prioritas pertama, ketika memindahkan klien dari tempat tidur ke kursi roda perawat harus
menggunakan mekanika tubuh yang tepat.
3. Pemindahan pasien ke posisi lateral atau prone di tempat tidur

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Penggunaan Brankar

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan
FMIPA UNIB Manajemen Bencana Ka. Prodi

Prosedur tetap Tanggal : Mei 2021


Ns. Yusran Hasymi, M.Kep, Sp.KMB

Pengertian Brankar adalah alat untuk memindahkan pasien dari satu tempat ke tempat
lain dengan cara yang sangat mudah tanpa menyakiti si pasien itu sendiri.
Tujuan untuk memindahkan pasien yang mengalami ketidak mampuan, keterbatasan,
tidak boleh melakukan sendiri, ataupun tidak sadar dari tempat tidur ke
brankar yang dilakukan oleh dua atau tiga orang perawat.
Alat/Bahan Brankar

Prosedur 1. Siapkan brankar yang akan digunakan


2. Gunakan handscoon jika diperlukan
3. Jelaskan prosedur kepada pasien apabila pasien sadar, jika pasien tidak
sadar beritahukan kepada penunggu pasien
4. Brankar yang telah disediakan dapat ditaruh sedekat mungkin dengan
tempat tidur pasien yang akan dipindahkan
5. Patuhi protokol yang ada
6. Atur brankart yang terkunci dengan posisi 90° dari tempat tidur pasien
yang akan dipindahkan
7. Dua atau tiga orang perawat berada diposisi yang berhadapan langsung
dengan pasien
8. Setelah itu, anda dapat melipat atau menyilangkan tangan pasien ke
depan dada
9. Anda dapat menekuk lutut pasien, setelah itu anda dapat mengangkat
pasien ke brankart
10. Perawat yang pertama dapat meletakkan tangan pada tengkuk leher atau
bahu bagian bawah dan bawah pinggang, kemudian perawat kedua
meletakkan tangan di bagian pinggang dan panggul pasien dan perawat
ke tiga dapat meletakkan tangan ke bawah panggul dan kaki pasien.
11. Beri aba-aba dalam pengankatan pasien, pasien diangkat secara
bersamaan.
12. Setelah itu semua gunakan pengaman agar pasien tidak jatuh dari
brankart

5.Evakuasi : Strechert Scoope, LBS (https://youtu, be/j1h7HcWnYY)


Scoop Stretcher biasa digunakan untuk mengevakuasi korban yang lokasi nya sulit
dijangkau menggunakan ambulance stretcher, dilengkapi dengan Strap untuk menahan
posisi korban agar tidak terjatuh saat evakuasi, dan rangka yang terbuat dari bahan
alumunium sehingga ringan untuk memudahkan proses evakuasi korban. Sebuah scoop
stretcher memiliki struktur yang dapat dibagi secara vertikal menjadi dua bagian, dengan
berbentuk seperti ‘pisau’ kearah pusat yang dapat dibawa bersama-sama di bawah tubuh
pasien. Dua bagian ditempatkan secara terpisah kedua sisi pasien, dan kemudian dibawa
bersama sampai klip penahan di bagian atas dan bawah kedua terkunci. Scoop stretcher
mengurangi kemungkinan gerakan yang tidak diinginkan dari daerah terluka selama
transfer pasien trauma, karena mereka mempertahankan pasien dalam keselarasan
terlentang selama transfer ke basket stretcher, vakum mattress atau long spinal board).
Tahapan Penggunaan Scoop Stretcher :
1. perawat diharuskan mencuci tangan sebelum memindahkan pasien
2. Kenakan jas, maker, dan sarung tangan
3. sesuiakan panjang scoop stretcher dengan tinggi pasien
4. Buka kunci scoop stretcher dan pisah menjadi 2 bagian
5. Pasang Scoop Strecher secara bersama-sama, apabila pasien gemuk dibantu dengan
diposisikan miring saat memasang scoop stretcher, pastikan kesegarisan kepala dan
vertebrata.
6. Kunci scoop stretcher pastikan pasien tidak terjepit dan pergerakan pada area kepala
dan leher minimal.
7. Pasang sabuk pengaman dan perhatikan keamanan ketika mengangkat pasien.
8. Pindahkan pasien ke tempat yang dituju. Jangan membawa pasien dengan cara
mundur, apabila berbalik arah harus memutar.
9. Letakkan scoop stretcher secara bersama-sama sesuai aba-aba, dan pastikan keadaan
scoop stretcher sejajar.
10. Bila sudah sampai tempat yang dituju, buka kunci scoop stretcher dan buka scoop
stretcher mejadi 2 bagian.
11. Rapikan pasien.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Scoop Stretcher

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan
FMIPA UNIB Manajemen Bencana Ka. Prodi

Prosedur tetap Tanggal : Mei 2021


Ns. Yusran Hasymi, M.Kep, Sp.KMB

Pengertian Scoop Stretcher biasa digunakan untuk mengevakuasi korban yang lokasi nya
sulit dijangkau menggunakan ambulance stretcher
Tujuan untuk menahan posisi korban agar tidak terjatuh saat evakuasi, dan rangka
yang terbuat dari bahan alumunium sehingga ringan untuk memudahkan
proses evakuasi korban.
Persiapan Aman perawat, pasien, dan lingkungan

Prosedur Tahapan Penggunaan Scoop Stretcher :


1. perawat diharuskan mencuci tangan sebelum memindahkan pasien
2. Kenakan jas, maker, dan sarung tangan
3. sesuiakan panjang scoop stretcher dengan tinggi pasien
4. Buka kunci scoop stretcher dan pisah menjadi 2 bagian
5. Pasang Scoop Strecher secara bersama-sama, apabila pasien gemuk
dibantu dengan diposisikan miring saat memasang scoop stretcher,
pastikan kesegarisan kepala dan vertebrata.
6. Kunci scoop stretcher pastikan pasien tidak terjepit dan pergerakan
pada area kepala dan leher minimal.
7. Pasang sabuk pengaman dan perhatikan keamanan ketika mengangkat
pasien.
8. Pindahkan pasien ke tempat yang dituju. Jangan membawa pasien
dengan cara mundur, apabila berbalik arah harus memutar.
9. Letakkan scoop stretcher secara bersama-sama sesuai aba-aba, dan
pastikan keadaan scoop stretcher sejajar.
10. Bila sudah sampai tempat yang dituju, buka kunci scoop stretcher dan
buka scoop stretcher mejadi 2 bagian.
11. Rapikan pasien.

Location Based Service (LBS) yang mampu menyediakan layanan berbasis lokasi kepada
pengguna mobile smartphone yang menerapkan sistem Global Positioning Satelite (GPS).
Melalui teknologi LBS ini, maka perlu dikembangkan sebuah aplikasi yang mampu
menyediakan informasi jalur evakuasi dengan menunjukkan rute terpendek.
Cara penggunaan :
1. Setelah cervical collar terpasang, penolong 1 tetap melakukan stabilisasi letakkan
LSB sejajar dengan korban
2. Penolong 2,3,4 berlutut disamping korban dan bersiap memiringkan korban kearah
penolong
3. Penolong 2 memegang bahu dan pinggang korban
Penolong 3 memegang lengan atas dan lutut korban
Penolong 4 memegang kaki dan paha korban
4. Dengan aba-aba penolong 1, penolong 2,3, dan 4 memiringkan korban secara
bersamaan kearah penolong 3
5. Penolong 3 menarik dan memposisikan LSB berada dibawah korban
6. Penolong 2,3,4 memposisikan korban diatas spineboard dengan aba-aba penolong 1
7. Pasang head immobillizer dan fiksasi korban

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Pemasangan Long Spine Board (LSB)

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan
FMIPA UNIB Manajemen Bencana Ka. Prodi

Prosedur tetap Tanggal : Mei 2021 Ns. Yusran Hasymi, M.Kep, Sp.KMB
Pengertian Tindakan imobilisasi/pembatasan gerakan pada daerah Tulang belakang

Tujuan a. Mencegah gerakan fragmen tulang di daerah kepala dan leher


b. Mengurangi rasa nyeri.
c. Mencegah cedera lebih lanjut jaringan sekitar.
d. Mengistirahatkan daerah yang terkena

Indikasi 1. Pasien dengan mekanisme trauma yang membahayakan tulang belakang

Alat/Bahan 1. LSB
2. Head imobilizer
3. Strapping

Persiapan 1. Persiapan alat


2. Pakai APD

Prosedur I . Pra – interaksi


1. Perawat cuci tangan
2. Memberi salam
3. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
4. Menjaga privasi pasien
II. Implementasi
1. Pasien dalam posisi supinasi
2. Perawat I berada di sebelah atas kepala pasien, melakukan stabilisasi
kepala dan leher manual
3. Perawat 2,3 dan 4 duduk lurus dari arah samping pasien, dengan 1 kaki
di tekuk, merapat dan menghadap kedepan, posisi tanganlurus kedepan
dan menangkup ke tubuh bagian samping pasien, perawat 2 memegang
bagian bahu dan panggul, perawat dua memegang bagian pinggang dan
paha, perawat 3 memegang bagian paha dan lutut, dengan posisi tangan
ketiganya saling menyilang
4. Dengan aba-aba dari perawat I, pasien dimiringkan kearah perawat
5. LSB dimasukkan melalui daerah bebas disamping kearah bawah pasien,
dirapatkan ketubuh pasien
6. Dengan aba-aba, pasien kembali diposisikan supine.
7. Lakukan teknik zigzag dengan aba-aba menggeser pasien kearah atas
dan bawah, untuk menempatkan pasien dengan pas di LSB
8. Pasangan head imobilizer
9. Pasang strapping untuk memperkuat dan mengamankan posisi pasien.
III. TAHAP TERMINASI
1.Beri salam perpisahan kepada klien
2.Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya Evaluasi perasaan klien
3.Perawat cuci tangan
6. Pembidaian ( https://youtu. Be/oh8s_uvJatc)

PEMBIDAIAN

Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan adalah bantuan pertama yang diberikan kepada orang
yang cedera akibat kecelakaan dengan tujuan menyelamatkan nyawa, menghindari cedera
atau kondisi yang lebih parah dan mempercepat penyembuhan. Ekstremitas yang
mengalami trauma harus diimobilisasi dengan bidai. Bidai (Splint atau spalk) adalah alat
yang terbuat dari kayu, logam atau bahan lain yang kuat tetapi ringan untuk imobilisasi
tulang yang patah dengan tujuan mengistirahatkan tulang tersebut dan mencegah timbulnya
rasa nyeri.

Tanda tanda fraktur atau patah tulang :

 Bagian yang patah membengkak (oedema).


 Daerah yang patah terasa nyeri (dolor).
 Terjadi perubahan bentuk pada anggota badan yang patah.
 Anggota badan yang patah mengalami gangguan fungsi (fungsiolesia).

Tujuan Pembidaian

Penggunaan bidai digunakan untuk imobilisasi dengan maksud :

1. Mencegah pergerakan atau pergeseran fragmen atau bagian tulang yang patah.
2. Menghindari trauma soft tissue (terutama syaraf dan pembuluh darah pada bagian
distal yang cedera) akibat pecahan ujung fragmen tulang yang tajam.
3. Mengurangi nyeri
4. Mempermudah transportasi dan pembuatan foto rontgen.
5. Mengistirahatkan anggota badan yang patah.

Macam-macam Bidai

1. Splint improvisasi
o Tongkat: payung, kayu, koran, majalah
o Dipergunakan dalam keadaan emergency untuk memfiksasi ekstremitas bawah atau
lengan dengan badan.
2. Splint konvensional
o Universal splint extremitas atas dan bawah

Persiapan Pembidaian

1. Periksa bagian tubuh yang akan dipasang bidai dengan teliti dan periksa status
vaskuler dan neurologis serta jangkauan gerakan.
2. Pilihlah bidai yang tepat.
Alat alat pokok yang dibutuhkan untuk pembidaian

1. Bidai atau spalk terbuat dari kayu atau bahan lain yang kuat tetapi ringan.
2. Pembalut segitiga.
3. Kasa steril.

Prinsip Pembidaian

1. Pembidaian menggunakan pendekatan atau prinsip melalui dua sendi, sendi di sebelah
proksimal dan distal fraktur
2. Pakaian yang menutupi anggota gerak yang dicurigai cedera dilepas, periksa
adanya luka terbuka atau tanda-tanda patah dan dislokasi.
3. Periksa dan catat ada tidaknya gangguan vaskuler dan neurologis (status vaskuler dan
neurologis) pada bagian distal yang mengalami cedera sebelum dan
sesudah pembidaian
4. Tutup luka terbuka dengan kassa steril.
5. Pembidaian dilakukan pada bagian proximal dan distal daerah trauma (dicurigai patah
atau dislokasi).
6. Jangan memindahkan penderita sebelum dilakukan pembidaian kecuali ada di tempat
bahaya.
7. Beri bantalan yang lembut pada pemakaian bidai yang kaku.
a. Periksa hasil pembidaian supaya tidak terlalu longgar ataupun terlalu ketat sehingga
menjamin pemakaian bidai yang baik
b. Perhatikan respons fisik dan psikis pasien.

Syarat-syarat pembidaian

1. Siapkan alat alat selengkapnya.


2. Sepatu dan seluruh aksesoris korban yang mengikat harus dilepas.
3. Bidai meliputi dua sendi tulang yang patah, sebelumnya bidai diukur dulu pada
anggota badan kontralateral korban yang sehat.
4. Ikatan jangan terlalu keras atau terlalu longgar.
5. Sebelum dipasang, bidai dibalut dengan kain pembalut.
6. Ikatan harus cukup jumlahnya, dimulai dari sebelah atas dan bawah tulang yang
patah.
7. Kalau memungkinkan anggota gerak tersebut ditinggikan setelah dibidai.

Prosedur pembidaian

1. Persiapkan alat-alat yang dibutuhkan.


2. Lepas sepatu, jam atau asesoris pasien sebelum memasang bidai
3. Pembidaian melalui dua sendi, sebelumnya ukur panjang bidai pada sisi kontralateral
pasien yang tidak mengalami kelainan.
4. Pastikan bidai tidak terlalu ketat ataupun longgar
5. Bungkus bidai dengan pembalut sebelum digunakan
6. Ikat bidai pada pasien dengan pembalut di sebelah proksimal dan distal dari tulang
yang patah
7. Setelah penggunaan bidai cobalah mengangkat bagian tubuh yang dibidai.
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

TINDAKAN PEMBALUTAN DAN PEMBIDAIAN

Prodi D3 Vokasi Nama Mata Kuliah Ditetapkan


Keperawatan
FMIPA UNIB Manajemen Bencana Ka. Prodi

Prosedur tetap Tanggal : Mei 2021


Ns. Yusran Hasymi, M.Kep, Sp.KMB

Pengertian Triase adalah pengelompokan korban/pasien berdasarkan berat ringannya


penyakit / trauma serta kecepatan penanganan atau pemindahan
Tujuan Dapat menangani pasien dengan cepat, tepat sesuai sumberdaya yang ada.

Prinsip Triase - Segera dan tepat waktu


- Pengkajian yang akurat dan adekuat
- Keputusan berdasarkan pengkajian
- Intervensi dibuat berdasarkan prioriitas kegawatan
- Memilik idokumentasi yang lengkap
Alat/Bahan 1. Kartu Triase/ Pita Warna merah, kuning, hijau dan hitam
2. Jam tangan
3. Alat tulis

Persiapan - Persiapan alat


- Pakai APD

Prosedur 1. Pasien yang bisa berjalan dipisahkan dari pasien lainnya dan kemudian
diberi label hijau.
2. Seluruh area lokasi bencana disisir dari arah sisi luar, memutar ke arah
tengah/dalam Respon pasien diperiksa dengan rangsang suara dan nyeri.
3. Fungsi pernapasan pasien diperiksa dengan teknik Look, Listen and Feel
4. Pasien yang tidak bernapas dibuka jalan napasnya kemudian diberi label
warna MERAH atau HITAM
5. Pasien yang bernapas dihitung frekuensi napasnya dan diberi label
MERAH jika bernapas > 30 kali permenit
6. Pasien bernapas < 30 kali permenit diperiksa fungsi perfusinya dengan
meraba Nadi Arteri Radialis atau CRT
7. Pasien dengan nadi Radialis lemah atau Takhikardia atau CRT
> 2 detik dihentikan perdarahannya dan diberi label MERAH
8. Pasien dengan nadi Radialis teraba atau CRT < 2 detik diperiksa
Status Mentalnya
9. Status mental diperiksa dengan memberikan intruksi sederhana lalu
diberi Label MERAH atau KUNING
10. Seluruh Pasien diberikan label warna dengan benar

7. Askep Pasca Trauma Healing


Pemulihan Trauma Sebagai Penanganan Perilaku Emosi Anak Usia Dini Pasca Bencana
Pemulihan dari suatu trauma membutuhkan waktu lama atau tidaknya proses trauma healing
tergantung dari individu itu sendiri. Dalam buku Panduan Program Psikososial
PaskaBencanaterdapat 4 teknik yang dapat digunakan guna mengatasi trauma pada anak-
anak, diantaranya adalah:
1. Teknik Relaksasi untuk Anak Teknik ini dapat membantu anak-anak menjadi rileks dan
nyaman dengan tubuh dan jiwa mereka. Teknik ini bisa dilakukan dengan beberapa cara,
yaitu:
a) Sensor tubuh Suatu upaya untuk mendorong mereka menyadari bagian dari tubuhnya
dan memberikan sugesti yang baik bahwa tubuh mereka itu sehat dan kuat. Hal ini
membiasakan anak-anak untuk dapat mengendalikan tubuhnya, sehingga mental
mereka menjadi kuat. Contohnya dengan ajak anak menggosok-gosokkan kedua
tangan, kemudian tanyakan warna yang keluar dari tangan tersebut. Selanjutnya
usapkan telapak tangan pada bagian-bagian tubuh mulai dari kepala, pundak, tangan,
perut,kaki. Lakukan beberapa kali dan beri sugesti bahwa tubuh terasa nyaman dan
sehat.
b) Menghirup bunga Teknik ini bertujuan menstimulasi anak untuk menghirup oksigen
dan nitrogen monoksida yang dibutuhan oleh tubuh, dapat menenangkan pikiran dan
jiwa. Kegiatannya berupa mengajak anakanak untuk menyebutkan nama bunga yang
harum kemudian mengimajinasikan bentuk, warna, dan harumnya.
c) Penghalau singa Teknik ini memiliki tujuan untuk mengeluarkan emosi dan berteriak
sekencang-kencangnya atas perasaan mereka yang terpendam, 36 melalui cerita singa
yang mengganggu desa mereka. Cerita singa ini bisa dibuat sendiri oleh relawan.
Lakukan teknik ini dengan mengajak anak berlari-lari kecil seperti mengejar singa,
kemudian dalam hitungan berteriak Haaaauuuuu sekencang mungkin. Lakukan
beberapa kali dengan semakin lama teriakan semakin kencang.
d) Mengeluarkan racun Teknik mengeluarkan racun bisa dilakukan dengan cara
menghirup nafas dan mengeluarkan nafas sambil membayangkan sebuah udara hitam
yang harus mereka keluarkan dari dalam tubuh mereka.
e) Doa dan sholawat Mengutip dari Sunardi (2007:14) mengenai pendapat dari Spika,
Staver, dan Kirkpatrick yang menjelaskan mengenai tiga peran religi dalam coping
prosess; yaitu menawarkan makna kehidupan, memberikan sense of control terbesar
dalam menghadapi situasi, serta dapat membangun self estem. Adapun dua sumber
coping yang bisa dilakukan adalah prayer dan faith God (berdoa dan berserah diri
pada Tuhan). Maka ajaklah anak-anak untuk berdoa dan bershalawat bersama sambil
memegang dada. Setelah selesai tutup dengan mengatakan “kita semua sekarang
merasa lebih tenang”.
f) Menyanyikan lagu Ajak anak-anak untuk berbaring dan memejamkan mata lalu
nyanyikan mereka lagu lembut sebagai penghantar tidur. Contohnya bernyanyi lagu
Nina Bobo.
g) Membentuk benda Teknik ini merupakan modifikasi dari progressive muscle untuk
menstimulasi batang otak, agar kembali memiliki kontrol terhadap otot-otot tubuh.
Dilakukan dengan cara mengajak anak-anak bergerak kemudian berjalan pelan dan
membayangkan menjadi benda sesuai dengan sifat benda tersebut.
h) Tempat rahasia Tempat rahasia adalah teknik meminta anak-anak untuk
mengambarkan sebuah tempat lewat selembar kertas dan pensil, kemudian cobalah
mengajak mereka untuk menceritakan tempat tersebut. Setelah itu beri tahu mereka
bahwa kita akan mengajak mereka melalui sebuah imajinasi.
i) Gua bertingkat Sama seperti yang sebelumnya, coba ajak anak-anak untuk melakukan
perjalanan ke sebuah gua bertingkat tiga sambil meminta mereka untuk melakukan
beberapa gerakan sebelum sampai ke tempat tujuan. Gerakan tersebut bisa berupa
melompat, menghirup nafas, melirik, mengangkat batu, menginjak, dan lain
sebagainyai sampai akhirnya mereka sampai di gua tingkat tiga.
j) Imajinasi dengan awan Ajak anak-anak untuk pergi ke ruangan terbuka sambil
tiduran serta melihat awan di langit. Setelah itu suruhlah mereka untuk menebak 38
bentuk awan mana yang mirip dengn kuda, boneka salju atau bendabenda lainnya.
2 Teknik Mengekspresikan Emosi untuk Anak
a) Melepas balon imajiner Tanyakan pada anak-anak mengenai emosi negatif yang
mereka miliki, lalu mintalah anak-anak untuk membayangkan sebuah balon
kemudian meniupnya dan memasukan emosi negatif tersebut ke dalam balon.
Balonpun dengan ikhlas diterbangkan ke langit bersama dengan emosi negatif yang
selama ini terpendam.
b) Menyimpan emosi Teknik menyimpan emosi ini memerlukan sebuah kardus atau
kaleng bekas, pensil, dan kertas. Mintalah pada anak-anak untuk menuliskan emosi
negatif yang mereka rasakan kemudia buang bersama emosi negatif itu ke dalam
kardus atau kaleng yang sudah disediakan.
c) Mengatasi flashback Jika anak-anak mengalami flashback (misalnya tangan
berkeringat, tiba-tiba sakit kepala, mulut terasa kering, tempo nafas lebih cepat,
panik) saat mendengar sesuatu yang mengingatkan mereka akan kejadian yang
traumatik, itu tandannya sedang mengalami gejala stres selepas trauma (GSST).
Anak kehilangan orientasi waktu, yang perlu dilakukan adalah : gunakan kesadaran
39 akan perbedaan waktu. Lakukan dan katakana: Nama saya (sebutkan nama), saat
ini saya sedang mengalami gejala trauma.Injakkan kaki anda secara bergantian ke
tanah (ini akan memberikan perasaan anak masih memiliki kekuatan mengontrol
badan). Sekarang tanggal (sebutkan tanggal) saya ada di (sebutkan nama tempat),
saya sedang melakukan (sebutkan nama kegiatan). Tarik nafas dalam dan
hembuskan perlahan-lahan beberapa kali hingga pola nafas normal kembali.
3 Teknik Rekreasional Pada dasarnya kegiatan rekreasional adalah segala aktivitas yang
menyenangkan, dan mampu mengembangkan aspek fisik, pikiran, sosial dan emosional
anak sehingga meningkatkan resiliensi mereka. Tidak semua kegiatan rekreasional dapat
disebut sebagai kegiatan dukungan psikososial. Hanya kegiatan yang memiliki tujuan
untuk memenuhi kebutuhan psikososial anak yang dapat disebut sebagai kegiatan
dukungan psikososial.
a) Kegiatan seni Kegiatan seni dapat menjadi alat komunikasi untuk mengekspresikan
pikiran dan perasaan. Kegiatan ini bisa berupa menggambar, bermain musik,
melukis, dan bernyanyi.
b) Pertunjukan drama dan boneka Drama sangat baik untuk melatih kerjasama,
mengekspresikan perasaan, dan belajar sebuah pengalaman. Drama 40 cocok
dilakukan untuk anak usia 5-18 tahun. Sedangkan pertunjukan boneka cocok untuk
anak usia di bawah 9 tahun. Drama dapat digunakan sebagai media guna
memperoleh kontrol diri atau penguasaan diri dalam situasi dimana sebelumnya
mereka tidak berdaya dari peristiwa masa lalu.
c) Bermain dan permainan Kegiatan bermain bebas dapat meningkatkan kemampuan
ekspresi diri anak. Menururt pandangan Kar (2009:9) melalui bermain anak-anak
dapat mengekspresikan emosi yang menyakitkan, mengekspresikan keinginan,
ketakutan, kekhawatiran, fantasi serta menampilkan kembali pengalaman
traumatisnya baik secara verbal dan nonverbal. Permainan berstruktur yaitu
permainan yang memiliki tujuan, metode dan aturan dapat mengajarkan nilai-nilai
tertentu seperti berbagi dan kerja sama. Karena bentuknya yang terstruktur maka
bisa dilakukan persiapan sehingga dalam pelaksanaannya dapat lebih tertib dan
teratur. Contohnya dengan bermain pura-pura, rumahrumahan, dokter-dokteran,
polisi-polisian, bermain boneka, atau memberikan mainan yang berkaitan dengan
peristiwa traumatik pada anak seperti adanya ambulans yang mengangkut korban
sakit, dan lain-lain.
d) Menyampaikan, membaca, mendengarkan, dan menuliskan cerita 41 Baik
mendengar atau menyampaikan cerita dapat melatih anak untuk belajar berempati,
mendengarkan dan menghargai orang lain. Isi cerita mengajarkan nilai-nilai moral
dan bagaimana menghadapi masalah, dapat mendorong atau membesarkan hati anak
untuk berubah ceria. Anak dapat memproyeksikan jalan keluar sesuai dengan diri
mereka sendiri bahkan karakter-karakter dalam cerita.
e) Olahraga Olahraga memberikan kesegaran dan menyalurkan energi anak dengan
cara yang positif. Olahraga melatih kemampuan bergerak dan meningkatkan
kekuatan otot, tetapi ingat, penting untuk menjaga anak agar tidak mengalami cedera
4 Teknik Ekspresif
a) Teknik Menulis Menulis memiliki kekuatan katartif (pelepasan emosi). Dengan
tulisan, seseorang akan dapat menenangkan pikirannya, melepaskan ketegangan,
menguraikan kebingungan dran membuka alur baru dalam hidupnya. Teknik
menulis tepat untuk anak usia 10 tahun hingga remaja akhir (19 tahun) bahkan bisa
juga untuk orang dewasa.
b) Teknik Menggambar
1) Menggambar bebas 42 Menurut Shaw melukis dengan tangan memiliki fungsi
terapeutik dan memunculkan katarsis. Jacob Arlow dan Asia Kadis melihat finger
painting dapat meproyeksikan dan mengekspresikan fantasi dan asosiasi bebas
(Mashar, 2010:13). Mintalah mereka untuk menggambar sesuatu hal yang dapat
di pikiran mereka, dengan begitu konselor, relawan, atau psikolog dapat
mengetahui apa yang anak tersebut sedang pikirkan.
2) Menggambar kejadian traumatis Menggambar dapat memberikan pengalaman
kepada anak untuk membuat gambar-gambar yang berisi peristiwa traumatis yang
mereka alami, anak dapat melukiskan kekuatan dan kontrol diri mereka. Hal ini
untuk mengidentifikasi hal-hal yang membuat mereka mengalami trauma, seperti
misalnya mobil ambulans, hujan yang lebat, atau angin kencang, dan lain-lain.
3) Menggambar hari depan Menggambar masa depan akan menunjukan harapan dan
cita-cita di kemudian hari, sehingga orang terdekat yang berada dengan anak
dapat mengetahui dan mengarahkan harapan anak.
4) Menggambar kata Menggambar kata adalah meminta anak untuk menggambarkan
kata yang paling mereka sukai ke dalam wujud gambar.
5) Memberi judul Setelah semua gambar terbentuk mintalah anak untuk
memberikan judul pada setiap gambar tersebut
6) Menggambar perasaan Kegiatan menggambarkan perasaan bertujuan untuk
mengidentifikasi, memberi nama dan menyatakan emosi anak-anak, karena anak-
anak terkadang sulit untuk menyebutkan sebuah ekspresi perasaan yang dia
rasakan.

Anda mungkin juga menyukai