Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PADA SYOK HIPOVOLEMIK

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata kuliah : Keperawatan Gawat Darurat

Dosen Pengampu : dr.Lasmijan Simanjuntak,S.Kep,Ns,M.Biomed

Oleh :

Reyn Harrys H Sitorus


19081115002

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS DARMA AGUNG

MEDAN

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yang adekuat ke organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis
tubuh yang serius seperti perdarahan yang masif, trauma atau luka bakar yang berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat
bakteri yang tak terkontrol (syok septik), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok
neurogenik) atau akibat respons imun (syok anafilaktik).
Syok hipovolemik merupakan keadaan berkurangnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan yang disebabkan gangguang kehilangan akut dari darah (syok
hemorragic) atau cairan tubuh yang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Penyebab
terjadinya syok hipovolemik diantaranya adalah diare, luka bakar, muntah, dan trauma
maupun perdarahan karena obsetri.
Syok hipovolemik merupakan salah satu syok dengan angka kejadian yang paling
banyak dibandingkan syok lainnya. Syok hipovolemik pada umumnya terjadi pada
negara dengan mobilitas penduduk yang tinggi karena salah satu penyebabnya adalah
kehilangan darah karena kecelakaan kendaraan. Sebanyak 500.000 pasien syok
hipovolemik pada wanita karena khasus perdarahan obsetri meninggal pertahunnya dan
99% terjadi pada negara berkembang. Sebagian besar penderita meninggal setelah
beberapa jam terjadi perdarahan karena tidak mendapat perlakuan yang tepat dan
adekuat.

B. Tujuan
1) Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada pasien Syok Hipovolemik
2) Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Syok Hipovolemik


Pengkajian emergency nursing, secara umum terdiri dari : primary survey,
sekundery survey, dan tersier survey. Primery survey meliputi: airway, breathing,
circulation, disability, dan exposure. Sekundery survey meliputi pengkajian fisik.
Sedangkan tersier survey dilakukan selain pengkajian primery dan sekundery survey,
semisal riwayat penyakit keluarga.
1) Primari survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang mengancam nyawa
dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal (baseline recordings)
penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah
tanda-tanda vital,produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih
rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan. Metode pengkajian dalam
primary survey ini yaitu: cepat, ermat,dan tepat yang dilakukan dengan melihat (look),
mendengar (listen), dan Merasakan (feel).

a) Airway dan breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya pertukaran
ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen lebih dari 95%.

Airway (jalan napas):


Ada tiga hal utama dalam tahapan airway ini yaitu look, listen, dan feel. Look atau
melihat yaitu perawat melihat ada tidaknya obstruksi jalan napas, berupa agitasi:
(hipoksemia), penurunan kesadaran (hipercarbia), pergerakan dada dan perut pada saat
bernapas (see saw-rocking respiration), kebiruan pada area kulit perifer pada kuku dan
bibir (sianosis), adanya sumbatan di hidung, posisi leher, keadaan mulut untuk melihat
ada tidaknya darah. Tahapan kedua yaitu listen atau mendengar, yang didengar yaitu
bunyi napas. Ada dua jenis suara napas yaitu suara napas tambahan obstuksi parsial,
antara lain: snoring, gurgling, crowing/stidor, dan suara parau(laring) dan yang kedua
yaitu suara napas hilang berupa obstruksi total dan henti napas. Terakhir yaitu Feel, pada
tahap ini perawat merasakan aliran udara yang keluar dari lubang hidung pasien.
Breathing (bernapas):
Pada tahap look (melihat), yang dilakukan yaitu: melihat apakah pasien bernapas,
pengembangan dada apakah napasnya kuat atau tidak, keteraturannya, dan frekuensinya.
Pada tahap listen( mendengar) yang didengar yaitu ada tidaknya vesikuler, dan suara
tambahan napas. Tahap terakir yaitu feel, merasakan pengembangan dada saat bernapas,
lakukan perkusi, dan pengkajian suara paru dan jantung dengan menggunakan stetoskop.

b) Sirkulasi – kontrol perdarahan


Pengkajian circulation, yaitu hubungan fungsi jantung, peredaran darah untuk
memastikan apakah jantung bekerja atau tidak. Pada tahap look atau melihat, yang
dilakukan yaitu mengamati nadi saat diraba, berdenyut selama berapa kali per menitnya,
ada tidaknya sianosis pada ekstremitas, ada tidaknya keringat dingin pada tubuh pasien,
menghitung kapilery reptile, dan waktunya, ada tidaknya akral dingin. Pada tahap feel,
yang dirasakan yaitu gerakan nadi saat dikaji (nadi radialis, brakialis, dan
carotis),Lakukan RJP bila apek cordi tidak berdenyut. Pada tahapan lesson, yang
didengar yaitu bunyi aliran darah pada saat dilakukan pengukuran tekanan darah.
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari
luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat pendarahan.
PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat digunakan untuk mengendalikan
perdarahan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh
menganggu resusitasi cairan cepat. Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan
resusitasi yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan
perdarahan internal.
c) Disability – pemeriksaan neurologi
Yang dikaji pada tahapan ini yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), dan kedaan pupil
dengan menggunakan penlight. Pupil normal yaitu isokor, mengecil: miosis, melebar:
dilatasi.Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini bermanfaat
dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan neurologi dan meramalkan
pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak selalu disebabkan cidera intra
kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan
oksigenasi otak harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari
cidera intra kranial.
GLASGOW COMA SCALE
Kemampuan membuka mata:
Spontan 4
Dengan perintah 3
Dengan nyeri 2
Tidak berespon 1
Kemampuan Motorik
Dengan perintah 6
Melokalisasi nyer 5
Menarik area yang nyeri 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak berespons 1
Kemampuan Verbal
Berorientasi 5
Bicara membingungkan 4
Kata-kata tidak tepat 3
Suara tidak dapat dimengerti 2
Tidak ada respon 1
d) Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita harus
ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian dari mencari
cidera.
e) Dilasi lambung – dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-anak
dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat diterangkan,
biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang berlabihan. Distensi lambung
membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita yang tidak sadar distensi lambung
membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini merupakan suatu komplikasi yang bisa
menjadi fatal. Dekompresi lambung dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa
kedalam perut melalui hidung atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk
mengeluarkan isi lambung. Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih
mungkin terjadi aspirasi.
f) Pemasangan kateter urin

Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria dan
evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada uretra atau
prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada laki-laki merupakan
kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra sebelum ada konfirmasi
kardiografis tentang uretra yang utuh.

2) Sekunderi survey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan dengan
memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage) sebelum
dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lurus dengan empat kali
radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum poiseuille). Karena itu
lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan cairan terbesar
dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan bawah
atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkinkan pembuluh darah
periver, maka digunakan akses pembuluh sentral (vena-vena femuralis, jugularis atau
vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik seldinger atau
melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat ketrampilan dokternya.
Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat tidak bisa dilaksanakan
dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena itu bila keadaan penderita
sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau diperbaiki. Juga harus
dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang serius sehubungan dengan usaha
penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau hemotorak, pada penderita pada saat
itu mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba
sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih
prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya. Kalau
kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan crossmatch,
pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada
wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada saat ini. Foto torak
haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena jugularis interna
untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan terjadinya pneumo atau
hemotorak. Adapun pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pada kulit, tekanan
darah, status jantung, status respirasi, status mental, dan fungsi ginjal(oliguri, anuria).
3) Tersieri survey
Yang dilakukan pada tersiery survey, antara lain:
1. Riwayat Kesehatan
2. Riwayat trauma (perdarahan)
3. Riwayat penyakit jantung
4. Riwayat penyakit infeksi
5. Riwayat pemakaian obat
6. Hasil laboratorium
7. Fungsi metabolic
Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septic dijumpai
alkalosis metabolic)
1. Keseimbangan asam-basa
Pada awal syok PO2 dan PCO2 menurun (penurunan PCO2 karena takipnea,
penurunan PO2 karena adanya aliran pintas ke paru).
2. Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan cara
menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan intraseluler.
Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis adalah pilihan
kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik namun cairan ini
memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik. Kemungkinan ini bertambah
besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru.
2. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan suplay darah ke jaringan.
3. Nyeri b/d penurunan suplai oksigen ke otak
4. Gangguan keseimbangan cairan b/d mual, muntah.
5. Gangguan pola eliminasi urine b/d Oliguria.
6. Kurangnya pengetahuan b/d kurangnya informasi mengenai pengobatan.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
8. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan dyspnea
9. Nutrisi kurang dari kebutuhn tubuh berhubungn dengan mual dan muntah,
penurunan pemasukan oral
10. Hipertermia berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada
hipotalamus.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syok hipovolemik merujuk keada suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan
tubuh dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak
adekuat. Derajat syok ada 3 yaitu, syok ringan, syok sedang, dan syok berat. Tubuh
manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama
sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem neuroendokrin.
Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia
,penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit.
Jika syok terjadi bisa dilakukan primary survey dengan mengukur airway,
breathing, circulation, disability dan exposure. Diberikan posisi syok dan pengehentian
perdarahan jika diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai