Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

Serangan jantung mendadak menjadi penyebab utama kematian diluar rumah

sakit dan di rumah sakit. Serangan jantung di luar rumah sakit atau out-of-hospital

cardiac arrests (OHCA) tetap dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang

sangat tinggi, berkisar antara 2,6% sampai 9,9%. Penelitian di Amerika Serikat

menunjukkan sebanyak 70% serangan jantung di luar rumah sakit atau OHCA terjadi

di rumah, dan sekitar 50% tidak disaksikan. Hasil dari OHCA buruk, hanya 10,8%

korban dewasa dengan serangan jantung nontraumatik yang telah menerima upaya

resusitasi dari emergency medical service (EMS) atau layanan darurat medis

mampu bertahan hidup sampai rumah sakit.

Serangan jantung di rumah sakit atau In hospital cardiac arrest (IHCA)

memiliki hasil yang lebih baik, dengan 22,3% sampai 25,5% orang dewasa yang

masih mampu bertahan hidup. Di Netherlands, Ireland dan Cina, insidensi OHCA

juga sudah mencapai 50 sampai 100 orang per 100.000 penduduk per tahun. Di

Asia Tenggara, yaitu Singapura, insidensi OHCA dalam kurun waktu tiga bulan sejak

November 2001 – Januari 2002 mencapai 93 pasien.

Basic Life Support (BLS) atau yang dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar

(BHD) adalah penanganan awal pada pasien yang mengalami henti jantung, henti

napas, atau obstruksi jalan napas. BHD meliputi beberapa keterampilan yang dapat

diajarkan kepada siapa saja, yaitu mengenali kejadian henti jantung mendadak,

1
aktivasi sistem tanggapan darurat, melakukan cardiopulmonary resuscitation

(CPR)/resusitasi jantung paru (RJP) awal, dan cara menggunakan automated external

defibrilator (AED). Penelitian di Eropa mengamati bahwa resusitasi jantung paru

(RJP) dapat meningkatkan kelangsungan hidup di rumah sakit. Resusitasi

merupakan usaha untuk mengembalikan fungsi sistem pernapasan, peredaran darah

dan saraf ke fungsi yang optimal. Resusitasi jantung paru dapat membantu menjaga

oksigenasi miokard dan serebral sampai tenaga dan peralatan bantuan datang,

sehingga mencegah kerusakan otak ireversibel akibat kekurangan oksigen.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Basic life support (BLS) atau bantuan hidup dasar (BHD)
2.1.1. Definisi
BLS/BHD adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti

jantung. Aspek dasar dari BHD meliputi pengenalan langsung terhadap henti jantung

mendadak dan aktivasi system tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR)

atau resusitasi jantung paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator

eksternal otomatis/ automated external defibrillator (AED). BLS/BHD mengacu

pada mempertahankan jalan nafas dan sirkulasi, terdiri dari beberapa elemen:

penyelamatan pernapasan (juga dikenal dengan pernapasan dari mulut ke mulut) dan

kompresi dada eksternal.


2.1.2. Tujuan
Tujuan utama dari BHD adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk

mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan

tubuh. Selain itu, ini merupakan usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik, beserta

ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali

sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih

lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.

3
2.1.3. Tindakan

1. Pada saat tiba di lokasi kejadian

Tahap ini merupakan tahapan umum pada saat tiba di suatu lokasi kejadian,

baik pada kasus trauma ataupun kasus medis. Pada saat tiba di tempat kejadian,

kenali dan pelajari segala situasi dan potensi bahaya yang ada. Sebelum

melakukan pertolongan, pastikan keadaan aman bagi si penolong. Yakinkan

bahwa penolong dan korban telah berada pada tempat yang aman, pindahkan

korban hanya jika tempat tersebut tidak aman. Kemudian lakukan langkah-

langkah sebagai berikut :

 Periksa Kesadaran

Panggil korban dengan suara yang keras dan jelas atau panggil nama korban,

lihat apakah korban bergerak atau memberikan respon. Jika tidak bergerak

berikan stimulasi dengan menggerakan bahu korban. Pada korban yang sadar,

dia akan menjawab dan bergerak. Selanjutnya cepat lakukan pemeriksaan

untuk mencari kemungkinan cedera dan pengobatan yang diperlukan, namun

jika tidak ada respon artinya korban tidak sadar maka segera panggil bantuan.

 Posisi Korban

 Pada penderita yang tidak sadar

Tempatkan korban pada tempat yang datar dan keras dengan posisi

terlentang, pada tanah, lantai atau meja yang keras. Jika harus

membalikkan posisi penderita maka lakukan seminimal mungkin gerakan

pada leher dan kepala.

4
 Buka jalan napas dan periksa apakah korban tersebut bernapas.

Pada bayi dan anak sering terjadi obstruksi dikarenakan lidah jatuh ke

belakang, dan penolong harus dengan segera membebaskan jalan napas

dengan beberapa teknik berikut:

 Jika korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan

napas dengan teknik Head Tilt–Chin Lift Maneuver dan jangan menekan

jaringan lunak dibawah dagu karena akan menyebabkan sumbatan.

Gambar 1. Head Tilt–Chin Lift Maneuver

Caranya adalah meletakkan satu tangan pada bagian dahi dan

tengadahkan, serta saat yang bersamaan jari-jari tangan lainnya diletakkan

pada tulang di bawah dagu dan buka jalan napas.

5
 Pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik Jaw-

Thrust Maneuver untuk membuka jalan napas, yaitu dengan cara

meletakkan 2 atau 3 jari dibawah angulus mandibula kemudian angkat dan

arahkan keluar, jika terdapat dua penolong maka yang satu harus

melakukan imobilisasi tulang servikal.

Gambar 2. Jaw-Thrust Maneuver

 Mengeluarkan benda asing pada obstruksi karena aspirasi benda asing

dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan

maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya

sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk. Jika terdapat

sumbatan karena benda asing maka pada bayi dapat dilakukan teknik 5 kali

back blows (slaps) atau 5 chest thrust.

6
Gambar 3. teknik back blows (slaps)

 Pada anak yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver

hingga benda yang menyumbat dapat dikeluarkanSedangkan pada anak

7
yang tidak sadar dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan posisi

terlentang.

Gambar 4 . (a) Teknik Heimlich maneuver (b) Teknik Abdominal thrusts.

Kemudian buka mulut korban, lakukan cross finger maneuver untuk melihat

adanya obstruksi dan finger sweeps maneuver untuk mengeluarkan benda

asing yang tampak pada mulut korban, namun jangan melakukan teknik

tersebut pada anak yang sadar karena dapat merangsang "gag reflex" dan

menyebabkan muntah.

8
Gambar 5. finger sweeps (E) dan cross finger (A)

 Periksa napas

Jika obstruksi telah dikeluarkan maka periksa apakah anak tersebut bernapas

atau tidak, lakukan dalam waktu kurang dari 10 detik, dengan cara :

a. Lihat gerakan dinding dada dan perut (Look)

b. Dengarkan suara napas pada hidung dan mulut korban (Listen)

c. Rasakan hembusan udara pada pipi (Feel)

Korban yang terdapat gasping atau napas yang agonal atau napas tidak efektif

maka anggap korban tersebut tidak bernapas dan lakukan 5 kali bantuan

napas, untuk mendapatkan minimal 2 kali napas efektif.

9
Gambar 6. Posisi Look, Listen
dan Feel

10
 Berikan

Bantuan

Napas.

Lakukan 5 kali

bantuan napas

jika korban tidak

bernapas

hingga dapat

bernapas secara

efektif dengan mengembangnya dinding dada, jika dada tidak mengembang

reposisi kepala korban agar jalan napas dalam keadaan terbuka.

Teknik bantuan napas pada bayi dan anak berbeda, hal ini dapat dilakukan

dengan dan tanpa alat yaitu: pada bayi dilakukan teknik : mouth-to-mouth-

and-nose dan pada anak menggunakan teknik mouth-to-mouth

11
Gambar 7. Bantuan napas dengan dan tanpa alat satu penolong, (B) dua penolong

 Periksa Nadi

Selanjutnya periksa nadi, pada bayi pemeriksaan dilakukan pada arteri

brakhialis sedangkan pada anak dapat dilakukan pada arteri karotis ataupun

femoralis. Pemeriksaan nadi ini tidak boleh lebih dari 10 detik.

12
Gambar 8. Pemeriksaan
nadik brakhialis pada bayi

13
Gambar 9. Pemeriksaan nadi karotis pada anak

 Jika nadi lebih dari 60 kali/menit namun tidak ada napas spontan atau napas

tidak efektif, maka lakukan pemberian bantuan napas sebanyak 12 hingga

20 kali napas/menit, sekali napas buatan 3 sampai 5 detik hingga korban

bernapas dengan spontan, napas yang efektif akan tampak dada korban akan

mengembang. Jika nadi kurang dari 60 kali/menit dan tidak ada napas atau

napas tidak adekuat, maka lakukan kompresi jantung luar.

2.2. Resusitasi jantung paru

Setelah diagnosis henti jantung ditegakkan , langkah selanjutnya adalah

melakukan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar dikombinasi dengan

pernapasan buatan. Kemungkinan terdapatnya gangguan fungsi kardiovaskuler

menyebabkan gangguan vaskularisasi ke susunan saraf pusat (otak), akibatnya

kesadaran menurun. Tanda-tanda : denyut nadi tidak teraba (arteri carotis / femoralis

lebih mudah), denyut jantung tidak terdengar.

2.2.1. Tindakan RJP

 Letakkan korban pada permukaan datar dan keras untuk memastikan

bahwa korban mendapat penekanan yang adekuat.

 Pastikan bagian dada korban terbuka untuk meyakinkan penempatan

tangan yang benar dan untuk melihat rekoil dada.

14
 Letakkan tangan di tengah dada korban, tupukan salah satu pangkal tangan

pada daerah separuh bawah tulang dada dan tangan yang lain di atas tangan

yang bertumpu tersebut.


 Lengan harus lurus 90 derajat terhadap dada korban, dengan bahu penolong

sebagai tumpuan atas.


 Tekan dada dengan kecepatan 100-120 kali per menit, dengan kedalaman

minimal 5 cm tetapi tidak boleh lebih dari 6 cm.


 Selama melakukan penekanan, pastikan bahwa dinding dada diberikan

kesempatan untuk mengembang kembali ke bentuknya semula (rekoil

penuh).
 Berikan 2 kali bantuan napas setiap selesai melakukan 30 kali penekanan

dada, dengan durasi selama 1 detik untuk tiap pemberian napas. Pastikan

dada mengembang untuk tiap pemberian bantuan napas.


 Untuk penolong yang tidak terlatih dalam melakukan RJP, disarankan

untuk melakukan penekanan dada saja secara terus-menerus.

Gambar 10. Teknik Resusitasi Jantung Paru (RJP)

15
Gambar 11. Posisi RJP

 Tanda-tanda resusitasi jantung paru dilakukan adekuat

1. Gerak naik-turun dada pada saat napas buatan adekuat, tidak terdengar

bunyi udara bocor.

2. Teraba denyut jantung karotis bersamaan dengan tekanan kompresi

3. Bila terpasang EKG, tampak gelombang QRS pada saat kompresi

 Kapan resusitasi dihentikan

1. Sirkulasi dan ventilasi spontan


2. Ada penolong lain yang lebih mampu
3. Penolong sudah letih
4. Pasien dinyatakan mati

16
5. Sesudah ½ - 1 jam hampir pasti fungsi otak tidak akan pulih (lihat refleks
pupil)

17

Anda mungkin juga menyukai