Anda di halaman 1dari 9

BAB 1

DEFINISI

Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan oleh dokter berdasarkan
temuan-temuan yang diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses
pengobatan terkandung keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat maksimal dan risiko sekecil
mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengobatan yang
rasional.

Salah satu perangkat untuk tercapainya penggunaan obat rasional adalah tersedia
suatu pedoman atau panduan standar pengobatan yang dipergunakan secara seragam
pada pelayanan kesehatan dasar atau puskesmas, yaitu Panduan Pengobatan Dasar di
Puskesmas.
BAB 2

RUANG LINGKUP

Panduan pengobatan dasar di Puskesmas meliputi panduan penatalaksanaan


terhadap jenis-jenis penyakit yang ada di Puskesmas. Dalam penatalaksanaan tersebut
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk
02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
KesehatanTingkat Pertama.

Dengan dijadikannya Permenkes tersebut diatas sebagai acuan dalam menyusun


panduan pengobatan dasar di Puskesmas, diharapkan seorang profesi dokter akan
mampu :

a. Mengerjakan tugas / pekerjaan profesinya


b. Mengorganisasikan tugasnya secara baik.
c. Tanggap dan tahu yang dilakukan bila terjadi sesuatu yang berbeda.
d. Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang
profesinya.
e. Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda.

Dalam rangka penjaminan mutu pelayanan, dokter wajib mengikuti kegiatan Pendidikan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) dalam naungan IDI.

Tingkat kemampuan dokter dalam pengelolaan penyakit di dalam SKDI dikelompokan


menjadi 4 tingkatan, yakni : tingkat kemampuan 1, tingkat kemampuan 2, tingkat
kemampuan 3A, tingkat kemampuan 3B, dan tingkat kemampuan 4A serta tingkat
kemampuan 4B.

Tingkat Kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan Lulusan dokter mampu mengenali dan
menjelaskan gambaran klinik penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk
mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai penyakit tersebut, selanjutnya menentukan
rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk Lulusan dokter mampu membuat


diagnosis klinik terhadap penyakit tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal, dan merujuk

3A. Bukan gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang
paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu
menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

3B. Gawat darurat

Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan
dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.

Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan


tuntas Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.

4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter

4B. Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

Pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia tahun 2012, dari 736 daftar penyakit
terdapat 144 penyakit yang harus dikuasai penuh oleh para lulusan karena diharapkan
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dapat mendiagnosis dan melakukan
penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas. Selain itu terdapat 275 keterampilan klinik yang
juga harus dikuasai oleh lulusan program studi dokter. Selain 144 dari 726 penyakit, terdapat
261 penyakit yang harus dikuasai lulusan untuk dapat mendiagnosisnya sebelum kemudian
merujuknya, baik merujuk dalam keadaaan gawat darurat maupun bukan gawat darurat.

Kondisi saat ini, kasus rujukan ke pelayanan kesehatan sekunder untuk kasus-kasus
yang seharusnya dapat dituntaskan di fasilitas pelayanan tingkat pertama masih cukup
tinggi. Berbagai faktor yang mempengaruhi diantaranya kompetensi dokter, pembiayaan, dan
sarana prasarana yang belum mendukung. Perlu diketahui pula bahwa sebagian besar
penyakit dengan kasus terbanyak di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2010
termasuk dalam kriteria 4A.

Dengan menekankan pada tingkat kemampuan 4, maka dokter di fasilitas pelayanan


kesehatan tingkat pertama dapat melaksanakan diagnosis dan menatalaksana penyakit
dengan tuntas. Namun bila pada pasien telah terjadi komplikasi, adanya penyakit kronis lain
yang sulit dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang seluruhnya membutuhkan
penanganan lebih lanjut, maka dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama
secara cepat dan tepat harus membuat pertimbangan dan memutuskan dilakukannya
rujukan.

Melihat kondisi ini, diperlukan adanya panduan bagi dokter di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang merupakan bagian dari standar pelayanan kedokteran.
Panduan ini berdasarkan Permenkes RI Nomor Hk. 02.02/MENKES/514/2015 yang
selanjutnya menjadi acuan bagi seluruh dokter di fasilitas pelayanan tingkat pertama dalam
menerapkan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat.
BAB 3

TATA LAKSANA

Panduan Pengobatan dasar di Puskesmas ini meliputi panduan penatalaksanaan


terhadap penyakit yang dijumpai di layanan tingkat pertama. Jenis penyakit mengacu pada
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Standar Kompetensi
Dokter Indonesia. Penyakit dalam Panduan Praktik Klinis yang tertulis dalam Permenkes RI
Nomor Hk. 02.02/MENKES/514/2015 adalah penyakit dengan tingkat kemampuan dokter
4A, 3B dan 3A terpilih, dimana dokter diharapkan mampu mendiagnosis, memberikan
penatalaksanaan dan rujukan yang sesuai. Beberapa penyakit yang merupakan kemampuan
2, dimasukkan dalam panduan tersebut dengan pertimbangan prevalensinya yang cukup
tinggi di Indonesia.

Pemilihan penyakit pada PPK ini berdasarkan kriteria:

1. Penyakit yang prevalensinya cukup tinggi

2. Penyakit dengan risiko tinggi

3. Penyakit yang membutuhkan pembiayaan tinggi

Dalam penerapan PPK ini, diharapkan peran serta aktif seluruh pemangku kebijakan
kesehatan untuk membina dan mengawasi penerapan standar pelayanan yang baik guna
mewujudkan mutu pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Adapun stakeholder kesehatan
yang berperan dalam penerapan standar pelayanan ini adalah:

1. Kementerian Kesehatan, sebagai regulator di sektor kesehatan.


Mengeluarkan kebijakan nasional dan peraturan terkait guna mendukung penerapan
pelayanan sesuai standar. Selain dari itu, dengan upaya pemerataan fasilitas dan
kualitas pelayanan diharapkan standar ini dapat diterapkan di seluruh Indonesia.
2. Ikatan Dokter Indonesia, sebagai satu-satunya organisasi profesi dokter. Termasuk di
dalamnya peranan IDI Cabang dan IDI Wilayah, serta perhimpunan dokter layanan
primer dan spesialis terkait. Pembinaan dan pengawasan dalam aspek profesi
termasuk di dalamnya standar etik menjadi ujung tombak penerapan standar yang
terbaik.
3. Dinas Kesehatan tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, sebagai penanggungjawab
urusan kesehatan pada tingkat daerah.
4. Organisasi profesi kesehatan lainnya seperti Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI),
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan
Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) serta
organisasi profesi kesehatan lainnya. Keberadaan tenaga kesehatan lain sangat
mendukung terwujudnya pelayanan kesehatan terpadu.
5. Sinergi seluruh pemangku kebijakan kesehatan menjadi kunci keberhasilan
penerapan standar pelayanan medik dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama.

Panduan ini memuat pengelolaan penyakit mulai dari penjelasan hingga penatalaksanaan
penyakit tersebut. Panduan Praktik Klinis (PPK) Dokter di Fasilitas Pelayanan Tingkat
Pertama disusun berdasarkan pedoman yang berlaku secara global yang dirumuskan oleh
organisasi profesi dan di sahkan oleh Menteri Kesehatan.

1) Judul Penyakit

Judul penyakit berdasarkan daftar penyakit terpilih di SKDI 2012, namun beberapa penyakit
dengan karakterisitik yang hampir sama dikelompokkan menjadi satu judul penyakit.

Pada setiap judul penyakit dilengkapi:

1. Kode penyakit
Kode International Classification of Diseases (ICD), menggunakan kode ICD-10 versi
10. Penggunaan kode penyakit untuk pencatatan dan pelaporan di fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama mengacu pada ketentuan peraturan perundangan yang
berlaku.
2. Tingkat kemampuan dokter dalam penatalaksanaan penyakit berdasarkan Peraturan
Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 11 tahun 2012 tentang Standar Kompetensi
Dokter Indonesia.

2) Masalah Kesehatan

Masalah kesehatan berisi pengertian singkat serta prevalensi penyakit di Indonesia.


Substansi dari bagian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan awal serta gambaran
kondisi yang mengarah kepada penegakan diagnosis penyakit tersebut.

3) Hasil Anamnesis (Subjective)

Hasil Anamnesis berisi keluhan utama maupun keluhan penyerta yang sering
disampaikan oleh pasien atau keluarga pasien. Penelusuran riwayat penyakit yang diderita
saat ini, penyakit lainnya yang merupakan faktor risiko, riwayat keluarga, riwayat sosial, dan
riwayat alergi menjadi informasi lainnya pada bagian ini.

Pada beberapa penyakit, bagian ini memuat informasi spesifik yang harus diperoleh
dokter dari pasien atau keluarga pasien untuk menguatkan diagnosis penyakit.
4) Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)

Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik,
mengarah kepada diagnosis penyakit (pathognomonis). Meskipun tidak memuat rangkaian
pemeriksaan fisik lainnya, pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik menyeluruh tetap
harus dilakukan oleh dokter di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama untuk
memastikan diagnosis serta menyingkirkan diagnosis banding.

5) Penegakan Diagnosis (Assesment)

Bagian ini berisi diagnosis yang sebagian besar dapat ditegakkan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Beberapa penyakit membutuhkan hasil pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis atau karena telah menjadi standar algoritma penegakkan diagnosis.
Selain itu, bagian ini juga memuat klasifikasi penyakit, diagnosis banding, dan komplikasi
penyakit.

6) Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Bagian ini berisi sistematika rencana penatalaksanaan berorientasi pada pasien


(patient centered) yang terbagi atas dua bagian yaitu penatalaksanaan non farmakologi dan
farmakologi. Selain itu, bagian ini juga berisi edukasi dan konseling terhadap pasien dan
keluarga (family focus), aspek komunitas lainnya (community oriented) serta kapan dokter
perlu merujuk pasien (kriteria rujukan).

Dokter akan merujuk pasien apabila memenuhi salah satu dari kriteria “TACC” (Time-
Age-Complication-Comorbidity) berikut:

1. Time: jika perjalanan penyakit dapat digolongkan kepada kondisi kronis atau melewati
Golden Time Standard.
2. Age: jika usia pasien masuk dalam kategori yang dikhawatirkan meningkatkan risiko
komplikasi serta risiko kondisi penyakit lebih berat.
3. Complication: jika komplikasi yang ditemui dapat memperberat kondisi pasien.
4. Comorbidity: jika terdapat keluhan atau gejala penyakit lain yang memperberat
kondisi pasien.
5. Selain empat kriteria di atas, kondisi fasilitas pelayanan juga dapat menjadi dasar
bagi dokter untuk melakukan rujukan demi menjamin keberlangsungan
penatalaksanaan dengan persetujuan pasien.

7) Peralatan

Bagian ini berisi komponen fasilitas pendukung spesifik dalam penegakan diagnosis
dan penatalaksanaan penyakit tersebut.

Penyediaan peralatan tersebut merupakan kewajiban fasilitas pelayanan kesehatan


disamping peralatan medik wajib untuk pemeriksaan umum tanda vital.
8) Prognosis

Kategori prognosis sebagai berikut :

1. Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap proses kehidupan.


2. Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap fungsi organ atau fungsi
manusia dalam melakukan tugasnya.
3. Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat sembuh total sehingga dapat
beraktivitas seperti biasa.
4. Prognosis digolongkan sebagai berikut:
1. Sanam: sembuh
2. Bonam: baik
3. Malam: buruk/jelek
4. Dubia: tidak tentu/ragu-ragu
5. Dubia ad sanam: tidak tentu/ragu-ragu, cenderung sembuh/baik
6. Dubia ad malam: tidak tentu/ragu-ragu, cenderung memburuk/jelek

Untuk penentuan prognosis sangat ditentukan dengan kondisi pasien saat diagnosis
ditegakkan.

Dalam penatalaksanaan pengobatan pasien oleh tenaga medis, harus berpedoman


pada 6 langkah pengobatan rasional sebagai berikut (WHO, 1994):

1. Definisikan masalah penyakit pasien


2. Tentukan tujuan pengobatan
3. Tentukan pilihan pengobatan (non farmakologi dan farmakologi)
4. Penulisan resep yang baik dan benar
5. Memberikan informasi dan edukasi yang memadai
6. Monitoring dan evaluasi pengobatan
BAB 4

PENUTUP

Panduan ini diharapkan dapat membantu dokter untuk dapat meningkatkan mutu
pelayanan sekaligus menurunkan angka rujukan dengan cara:

a. Memberi pelayanan sesuai bukti sahih terkini yang cocok dengan kondisi pasien,
keluarga dan masyarakatnya

b. Menyediakan fasilitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan standar pelayanan

c. Meningkatkan mawas diri untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan


profesional sesuai dengan kebutuhan pasien dan lingkungan

d. Mempertajam kemampuan sebagai gatekeeper pelayanan kedokteran dengan


menapis penyakit dalam tahap dini untuk dapat melakukan penatalaksanaan secara
cepat dan tepat sebagaimana mestinya layanan tingkat pertama
Tim penyusun berharap berbagai pihak dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun demi kesempurnaan panduan dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.02.02 / MENKES / 514 / 2015

Anda mungkin juga menyukai