Anda di halaman 1dari 146

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sejak kesehatan diketahui merupakan salah satu dari kebutuhan
dasar setiap umat manusia, maka berbagai upaya telah dilakukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Salah satu upaya tersebut yang dinilai
mempunyai peranan cukup penting adalah penyelenggaraan kesehatan.
Ini selaras dengan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan sistem
kesehatan nasional.
Puskesmas mempunyai fungsi pembangunan dan berwawasan
kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dan peayanan
kesehatan yang bertanggung jawab tentang kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya, sebagai sarana pelayanan kesehatan pemerintah wajib
menyelenggaraan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau
semua lapisan masyarakat.
Pada era desentralisasi untuk menghadapi berbagai tantangan
berkaitan dengan makin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
pelayanan yang bermutu. Hal ini diwujudkan dengan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia sehingga
pelayanan kesehatan tetap terjaga sesuai standar profesi yang ada.
Terwujudnya kondisi kesehatan masyarakat yang baik adalah
tugas dan tanggung jawab dari negara sebagai bentuk amanah konstitusi
yaitu Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Dalam pelaksanaannya negara berkewajiban menjaga mutu pelayanan
kesehatan sangat di tentukan oleh fasilitas kesehatan serta tenaga
kesehatan yang berkualitas. Untuk mewujudkan tenaga kesehatan yang
berkualitas, negara sangat membutuhkan peran organisasi profesi
tenaga kesehatan yang memiliki peran menjaga kompetensi anggotanya.
Bagi tenaga kesehatan dokter, ikatan dokter indonesia yang
mendapat amanah untuh menyusun standar profesi bagi seluruh
anggotanya, di mulai dari standar etik (kode etik kedokteran indonesia-
KODEKI), standar kompetensi yang merupakan standar minimal yang
harus di kuasai oleh setiap dokter ketika selesai menempuh penddikan
kedokteran, kemudian di susul oleh standar pelayanan kedokteran yang

1|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


harus di kuasai ketika berada di lokasi pelayanannya, terdiri atas
pedoman nasional pelayanan kedokteran dan standar prosedur
operasional.
Standar pelayanan kedokteran merupakan implementasi dalam
praktek yang mengacu pada standar kompetensi dokter indonesi (SKDI).
Dalam rangka penjaminan mutu pelayanan, dokter wajib mengikuti
kegiatan pendidikan pengembangan keprofesian berkelanjutan (P2KB)
dalam naungan IDI.
Tingkat kemampuan dokter dalam pengelolaan penyakit di dalam
SKDI di kelompokkan menjadi 4 tingkatan, yakni: tingkat kempuan 1,
tingkat kemampuan 2, tingkat kemampuan 3A, tingkat kemampuan 3B
dan tingkat kemampuan 4A serta kemampuan 4B.
1. Tinkat kemampuan 1: mengenali dan menjelaskan
Lulusan dokter mampu mengenali dan menjelaskan gambaran klinik
penyakit, dan mengetahui cara yang paling tepat untuk mendapatkan
informasi lebih lanjut mengenai penyakit tesebut, selanjutnya
menentukan rujukan yang paling tepat bagi pasien. Lulusan dokter
juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
2. Tingkat kemampuan 2: mendiagnosis dan merujuk
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit
tersebut dan menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan
pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.
3. Tingkat kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanan
awal dan merujuk
a. Tingkat kemampuan 3A. Bukan gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan yag bukan gawat
darurat. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. . Lulusan dokter juga
mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
b. Tingkat kemampuan 3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan
memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat
demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/ atau

2|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan
rujukan yang paling tepat bagi penenganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan.
4. Tingkat kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
secara mandiri dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan
penatalaksanaan penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
a. Tingkat kemampuan 4A. Kompetensi yang di capai pada saat lulus
dokter.
b. Tingkat kemampuan 4B. Profisiensi (kemahiran) yang di capai
setelah selesai interensip dan/ atau pendidikan kedokteran
berkelanjutan (PKB).
Kondisi saat ini, kasus rujukan ke layanan sekunder untuk kasus-
kasus yang seharusnya dapat di tuntaskan di layaynan primer masih
cukup tinggi. Berbagai faktor mempengaruhi di antaranya kompetensi
dokter, pembiayaan, dan sarana prasarana yang belum mendukung.
Perlu di ketahui pula bahwa sebagian besar penyakit dengan kasus
terbanyak di indonesia berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2010 termasuk
dalam kriteria 4A.
Dengan menekankan pada tingkat kemampuan 4, maka dokter
pelayanan primer dapat melaksanakan diagnosis dan menatalaksana
penyakit dengan tuntas. Namun bila pada pasien telah terjadi komplikasi,
tingkat keparahan (severity of illness) 3 ke atas, adany a penyakit kronis
lain yang sulit dan pasien dengan daya tahan tubuh menurun, yang
seluruhnya membutuhkan penanganan lebih lanjut, maka dokter layanan
primer secara cepat dan tepat harus membuat pertimbangan dan
memutuskan di lakukannya rujukan.
Melihat kondisi ini, di perlukan adanya panduan bagi dokter
layanan primer yang merupakan bagian dari standar pelayanan dokter
pelayanan primer. Panduan ini selanjutnya menjadi acuan bagi seluruh
dokter pelayanan primer dalam menerapkan pelayanan yang bermutu
bagi masyarakat.

3|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


Pedoman ini di harapkan dapat membantu dokter layanan primer
untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan sekaligus menurunkan angka
rujukan dengan cara:
1. Memberi pelayanan sesuai bukti sahih terkini yang cocok dengan
kondisi pasien, keluarga dan masyarakatnya;
2. Menyediakan fasilitas pelayanan sesuaidengan kebutuhan standar
pelayanan
3. Meningkatkan mawas diri untuk mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan profesional sesuai dengan kebutuhan pasien dan
lingkungan; dan
4. Mempertajam kemampuan sebagai gatekeeper pelayanan kedokteran
dengan menapis penyakit dalam tahap dini untuk dapat melakukan
penatalaksanaan secara cepat dan tepat sebagaimana mestinya
layanan primer

B. TUJUAN PEDOMAN
Tujuan pengobatan adalah memberikan pelayanan kesehatan
dasar dan kegawat daruratan yang bermutu bagi masyarakat di wilayah
kerja Puskesmas Gitik.
Panduan ini digunakan untuk memberikan panduan kepada
petugas tentang pengobatan dasar dan penanganan kegawatdaruratan.

C. SASARAN PEDOMAN
Sasaran pedoman ini adalah :
1. Petugas poli umum (Dokter/perawat) dapat memberikan pelayanan
kesehatan dasar yang bermutu bagi masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Gitik.
2. Petugas UGD (Dokter/perawat) dapat memberikan penanganan
kegawat daruratan bagi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Gitik

D. RUANG LINGKUP PEDOMAN


Ruang lingkup pedoman pengobatan dasar dan kegawat daruratan
meliputi :

4|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


1. Pengkajian awal meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang serta kajian sosial, standar ketenagaan dan
rekam medik
2. Keputusan layanan klinis meliputi standar tenaga kesehatan pemberi
layanan kesehatan dan pendelegasian wewenang, peralatan dan
tempat yang memadai dalam melakukan kajian awal
3. Rencana layanan klinis meliputi rencana pengobatan dan tindakan
serta layanan terpadu jika diperlukan, persetujuan tindakan dan
pengobatan
4. Rencana rujukan meliputi prosedur rujukan yang jelas
5. Pelaksanaan layanan meliputi pelayanan medis, kewaspadaan
universal, daftar kasus-kasus gawat darurat yang biasa ditangani
6. Anestesi lokal dan bedah minor
7. Pendidikan dan penyuluhan kepada pasien

E. BATASAN OPERASIONAL
Berdasarkan Permenkes RI No. 5 Tahun 2014, Standar
pelayanan kedokteran merupakan implementasi dalam praktek yang
mengacu pada standar kompetensi dokter indonesia (SKDI). Dalam
rangka penjaminan mutu pelayanan, dokter wajib mengikuti kegiatan
pendidikan pengembangan keprofesian berkelanjutan (P2KB) dalam
naungan IDI.
Tingkat kemampuan dokter dalam pengelolaan penyakit di dalam
SKDI di kelompokkan menjadi 4 tingkatan, yakni : tingkat kemampuan 1
(mengenali dan menjelaskan), tingkat kemampuan 2 (mendiagnosos dan
merujuk), tingkat kemampuan 3A (mendiagnosis, melakukan
penatalaksanan awal dan merujuk untuk kasus bukan gawat darurat),
tingkat kemampuan 3B (mendiagnosis, melakukan penatalaksanan awal
dan merujuk untuk kasus gawat darurat) dan tingkat kemampuan 4A
serta kemampuan 4B yaitu mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan
secara mandiri dan tuntas
Dengan menekankan pada tingkat kemampuan 4, maka dokter
pelayanan primer dapat melaksanakan diagnosis dan menatalaksana
penyakit dengan tuntas.

5|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


Petugas yang melaksanakan pengobatan dasar di poli umum
Puskesmas Gitik adalah :
1. 1 dokter umum fungsional, Mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR)
dan Surat Ijin Praktek (SIP), sudah pernah mengikuti pelatihan
kegawatdaruratan ACLS (Advance Cardiac Life Support)
2. 2 orang perawat fungsional terampil lulusan D III keperawatan,
mempunyai Surat Ijin Perawat (SIP) dan Surat Tanda Registrasi
(STR)
Kualifikasi sumber daya manusia yang tersedia di poli umum
Puskesmas Gitik sudah sesuai dengan standar ketenagaan menurut
Permenkes No.75 tahun 2014 dan Buku Standar Puskesmas Dinas
Kesehatan Provinsi tahun 2013.

B. Distribusi Ketenagaan

Kepala Puskesmas Gitik


dr. H. Didik Rusdiyono, MM

Penanggung Jawab UKP, Kefarmasian dan Laboratorium


dr. Muhamad Wildan

Pelayanan Pemeriksaan Umum


dr. Muhamad Wildan

Ida Nuris Wahyuni, Hayyi Mahsun,


Amd.Kep Amd.Kep

C. Jadwal kegiatan
1. Jam Kerja
Pelayanan diberikan sesuai dengan jam kerja yang ditentukan dalam
rangka mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan

6|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


pelayanan. Adapun jam kerja puskesmas Gitik adalah mulai pukul
07.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.
2. Jam pendaftaran dan Pelayanan

No Jadwal Pendaftaran Jam Buka Jenis Pelayanan


Pelayanan Loket
1. Senin - Kamis 08.00 - 12.00 Poli Umum

2. Jumat 08.00 - 10.00 Poli Umum

3. Sabtu 08.00 – 11.00 Poli Umum

4. Senin - Minggu 24 jam UGD

7|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruangan
4m
3

5 1
6 2 6

3m

6 2 6

2
4m
6 1

3m
Keterangan :
1. Bed periksa
2. Meja
3. Jendela
4. Lemari
5. Wastafel
6. Kursi

8|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


B. Standar Fasilitas
Dalam pelayanan Pemeriksaan umum /pengobatan dasar kelengkapan
fasilitas di Puskesmas Gitik adalah sebagai berikut :
1. Sarana :
a. Ruangan
1) Ruang pemeriksaan umum/ poli umum terdapat 2 buah,
2) Masing-masing berukuran 4x3 meter, material dinding tembok
permanen yang kuat
3) Lantai keramik
4) Atap kuat tidak bocor, tidak korosif
5) Untuk ruangan tindakan masih jadi satu dengan UGD,
seharusnya jadi satu / bersebelahan dengan poli umum
2. Prasarana :
a. Penghawaan /ventilasi,
1) Masing-masing memiliki jendela
2) Memiliki sistim pendingin untuk menjaga suhu dan kelembaban
b. Pencahayaan
1) Memiliki sistim pencahayaan alami maupun buatan (lampu) di
masing-masing ruangan
c. Sanitasi
1) Terdapat wastafel dengan air bersih yang mengalir
2) Terdapat 2 buah tempat sampah di masing-masing ruang untuk
sampah infeksius dan non infeksius
d. Kelistrikan
1) Terdapat sumberdaya listrik normal
2) Terdapat generator listrik dan uninterruptible power supply
(UPS) untuk sumber daya listrik darurat
e. Komunikasi
1) Masih belum terdapat telepon kabel

f. Sistim gas medik


1) Belum mempunyai tabung gas (Oksigen)
g. Sistim proteksi kebakaran
1) Belum tersedia alat pemadam kebakaran

9|Pedoman Pemeriksaan Umum dan Kegawatdaruratan


3. Sumber daya manusia (SDM)
a. Tersedia sumber daya manusia Dokter yang Mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR) dan Surat Ijin Praktek (SIP), mampu
melaksanakan pelayanan medis dasar sesuai kompetensi dan
kewenangannya, mampu melaksanakan pelayanan
kegawatdaruratan serta telah mendapat pelatihan
kegawatdaruratan ACLS (Advance Cardiac Life Support)
b. Tersedia fungsional perawat ahli (perawat koordinator) yang
mempunyai Surat Ijin Perawat (SIP) dan Surat Tanda Registrasi
(STR) Pelatihan kegawatdaruratan Pertolongan Pertama Gawat
Darurat (PPGD) /Basic Trauma Life Support/ Basic Cardiac Life
Support (BCLS)
c. Tersedia fungsional perawat terampil yang mempunyai Surat Ijin
Perawat (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR) sudah mengikuti
pelatihan kegawatdaruratan Basic Trauma Life Support/ Basic
Cardiac Life Support (BCLS)
4. Lain-lain :
a. Tersedia standar, pedoman, panduan tentang pelayanan medis
dasar dan kegawatdaruratan
b. Tersedia bahan alat tulis kantor dan formulir dokumentasi
pengobatan (buku register, rekam medis, kertas resep, surat
rujukan, surat keterangan sakit, surat keterangan sehat)

10 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Lingkup Kegiatan
1. Upaya Pengobatan
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang dilakukan
oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh selama
anamnesis dan pemeriksaan. Dalam proses pengobatan terkandung
keputusan ilmiah yang dilandasi oleh pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan intervensi pengobatan yang memberi manfaat
maksimal dan resiko sekecil mungkin bagi pasien. Hal tersebut dapat
dicapai dengan melakukan pengobatan yang rasional. Pengobatan
rasional menurut WHO 1987 yaitu pengobatan yang sesuai indikasi,
diagnosis, tepat dosis obat, cara dan waktu pemberian, tersedia setiap
saat dan harga terjangkau.
Tujuan pengobatan adalah mengupayakan kesembuhan dan
pemulihan pasien secara optimal melalui prosedur dan tindakan yang
dapat dipertanggung jawabkan.

11 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Tabel Kegiatan Upaya Pengobatan di Poli Umum
Upaya Kegiatan di dalam Gedung Kegiatan di luar Gedung
Pengobatan 1. Melakukan anamnesa, pemeriksaan dan 1. Penyuluhan tentang penyakit
tatalaksana penderita 2. Pengobatan sederhana secara massal
2. Melakukan pencatatan rekam medik pasien dibawah pengawasan dokter Puskesmas
3. Pengobatan medik dasar di Puskesmas sesuai 3. Deteksi dini pada keluarga dan masyarakat
pedoman 4. Screening penyakit tertentu
4. Melakukan perawatan luka 5. Pertolongan pertama pada kecelakaan atau
5. Penyuluhan tentang penyakit dan pola hidup gawat darurat penyakit
sehat 6. Pengobatan pada waktu Puskesmas keliling
6. Konseling medik umum
7. Deteksi dini
8. Menerima rujukan
9. Melakukan rujukan kasus spesialistik
10. Menerbitkan surat keterangan sakit/sehat yang
ditanda tangani dokter
11. Melakukan rehabilitasi

12 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
2. Upaya Penanganan Kegawatdaruratan
Upaya penanganan kegawatdaruratan adalah pelayanan medik
dasar yang ditujukan untuk membantu pasien mengatasi kegawatan
jalan nafas, pernafasan, peredaran darah dan kesadaran. Puskesmas
non perawatan dapat memberikan pelayanan gawat darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami
kecelakaan.
Tujuan penanganan kegawatdaruratan adalah mencegah
kecacatan dan kelemahan.
Kriteria :
a. Unit Gawat Darurat (UGD) harus dipimpin oleh dokter terlatih
PPGD dokter/GELS sebagai kepala UGD yang bertanggung
jawab atas pelayanan di UGD dibantu tenaga medis
keperawatan dan tenaga lainnya yang telah mendapat
pelatihan Penanggulangan Gawat Darurat (PPGD) dengan
kemampuan melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD).
b. Dokter melaksanakan proses triase untuk memprioritaskan
pasien dengan kebutuhan emergensi.
c. Ada jadwal jaga harian bagi dokter, perawat dan petugas non
medis yang bertugas di UGD.
d. Tenaga di Puskesmas mampu melakukan teknik pertolongan
kegawatdaruratan, mengenali tanda-tanda mengancam nyawa
serta menyadari kapan harus merujuk penderita.
e. Puskesmas memberi pelayanan pasien gawat darurat sesuai
kompetensi dan sarana yang ada.
f. Pasien dengan kegawatdaruratan harus selalu diobservasi dan
dipantau oleh tenaga terampil dan mampu.
g. Ada ketentuan tertulis indikasi tentang pasien yang dirujuk ke
rumah sakit lain. Apabila petugas, peralatan dan sarana serta
kondisi pasien diluar kemampuan Pukesmas maka pasien
dapat dirujuk ke rumah sakit.
h. Ada ketentuan tertulis tentang indikasi rujukan pendamping
pasien ditransportasi

13 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
i. Pasien yang dipulangkan harus mendapat petunjuk dan
penerangan yang jelas mengenai penyakit dan pengobatan
selanjutnya.
j. Pelayanan evakuasi medik dapat dilakukan pada kejadian
sehari-hari dan pada saat terjadi bencana dengan
memperhatikan Sistem Penanggulangan Gawat Darurat
Terpadu (SPGDT).
k. Pelayanan evakuasi medik saat bencana/evakuasi korban
massal harus berdasarkan hasil triase (seleksi korban
berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya untuk memberikan
prioritas pelayanan), dimana:
1) Korban label merah, dievakuasi ke rumah sakit kelas
A/B
2) Korban label kuning, dievakuasi ke rumah sakit kelas
B/C
3) Korban label hijau, dievakuasi ke Puskesmas
4) Korban label hitam, perlu diidentifikasi, dievakuasi ke
rumah sakit A/B yang memiliki bagian forensik (sesuai
dengan ketentuan Keputusan Bersama Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1087/MENKES/SKB/IX/2001dan Nomor
Pol.KEP/40/IX/2004 tentang Pedoman Penatalaksanaan
Identifikasi Korban Mati pada Bencana Massal)
l. Pelayanan evakuasi medik untuk korban gawat darurat harus
selalu disertai petugas pendamping yang terampil (
dokter/tenaga keperawatan).

14 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Tabel Kegiatan Upaya Penanganan Kegawatdaruratan

Upaya Kegiatan di dalam Gedung Kegiatan di luar Gedung

Penanganan 1. Pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat untuk menilai tingkat 1. Melakukan pelatihan Bantuan Hidup
Kegawatdaruratan kegawatan dan memberi tindakan prioritas berdasarkan SOP Dasar kepada masyarakat awam
2. Diagnosis dan penanganan permasalahan dalam upaya umum dan awam khusus
penyelamatan jiwa, mengurangi kecacatan dan kesakitan penderita 2. Membantu pasien mengatasi
a. Melakukan pembalutan, pembidaian dan resusitasi kegawatan sirkulasi pembuluh
b. Mengatasi renjatan/syok hipovolemik darah dan kesadaran, pernafasan
c. Melakukan observasi penderita serta jalan nafas.
d. Memberikan antidotum apabila diperlukan 3. Melaksanakan simulasi evakuasi
e. Pelayanan gawat darurat oleh petugas segera setelah pasien bencana
sampai di UGD 4. Pelayanan gawat darurat pada
3. Memberikan bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut tertentu situasi bencana
4. Membantu pasien mengatasi kegawatan sirkulasi pembuluh darah
dan kesadaran, pernafasan serta jalan nafas
5. Melakukan resusitasi dan stabilisasi serta pertolongan
sementara/tindakan darurat sebelum korban di evakuasi/ transportasi
ke Rumah Sakit rujukan
6. Mampu melakukan penanganan KLB

15 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
7. Pemberian terapi anti diabetes parenteral (insulin)
8. Mampu melakukan bedah minor/ tindakan operatif terbatas sesuai
kompetensi
9. Memberikan penyuluhan penanganan gawat darurat awam umum

16 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
B. Metode
Metode yang digunakan dalam pelayanan medis dasar dan
kegawat daruratan adalah dengan sistim komunikasi 2 arah verbal dan
non verbal antara petugas (dokter/perawat) dengan pasien yang meliputi
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang jika
diperlukan.

C. Langkah Kegiatan
1. Pengkajian awal
a. Pengkajian awal klinis
Pengkajian awal klinis adalah kegiatan awal yang
dilakukan secara paripurna yang meliputi anamnesis /
alloanamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
serta kajian sosial untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien /
keluarga akan kebutuhan pelayanan medis, penunjang medis dan
keperawatan.
1) Anamnesa
Anamnesa adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan
lewat suatu percakapan antara seorang dokter dengan
pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang
mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data
pasien beserta permasalahan medisnya. Keluhan utama yang
dikemukakan secara spontan oleh pasien atau pengantarnya
yang merupakan alasan berobat ke Puskesmas. Anamnesis
dapat dilakukan pada pasien (autoanamnesis) atau pada yang
menemani pasien (alloanemnesis). Keluhan utama dapat
berupa :
a) Keluhan Fisik (F1) yaitu keluhan yang bersifat fisik murni
dan tidak jelas berlatar belakang mental emosional,
biasanya membutuhkan terapi farmakologik. Contoh :
panas, batuk, pilek, mencret, muntah, borok, luka,
perdarahan.
b) Keluhan fisik (F2) yaitu keluhan fisik murni disertai dengan
keluhan mental emosional. Contoh : luka karena
kecelakaan disertai dengan kecanduan alkohol, keluhan

17 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
batuk kronis disertai dengan keluhan cemas atau putus
asa karena tak kunjung sembuh.
c) Keluhan psikosomatik (PS) yaitu keluhan fisik/jasmani
yang diduga berkaitan dengan masalah kejiwaan (mental
emosional). Contoh : berdebar-debar, tengkuk pegal,
tekanan darah tinggi (gejala kardiovaskuler), ulu hati perih,
kembung, gangguan pencernaan (gejala gastrointestinal),
sesak napas, mengik (gejala respiratorius), gatal, eksem
(gejala dermatologi), encok, pegal-pegal, kejang, sakit
kepala (gejala muskuloskeletal), gangguan haid, keringat
dingin, disertai debar-debar (gejala hormonal-endokrin),
migrain, sering lupa (pikun), kesemutan, kram,
kelumpuhan anggota gerak, gangguan kesadaran (gejala
serebrovaskuler).
d) Keluhan mental emosional (ME) yaitu keluhan yang
berkaitan degan masalah kejiwaan ( alam perasaan ,
pikiran dan perilaku). Contoh : mengamuk , bicara kacau,
mendengar bisikan, melihat bayangan iblis, telanjang di
depan umum (gejala psikotik), cemas/takut tanpa sebab
yang jelas, gelisah,panik, pikiran dan/atau perilaku yang
berulang, gagap (gejala neurotik dengan afek cemas),
murung, tak bergairah, putus asa, ide kematian (gejala
depresi), penyalahagunaan atau ketergantunganterhadap
alkohol, rokok dan NAPZA (gejala gangguan penggunaan
zat psikoaktif ), ayan, bengong, kejang, kejang (gejala
pada anak- anak dan remaja seperti kesulitan belajar, tak
bisa mengikuti pelajaran di sekolah, gangguan fungsi
sosial (gejala gangguan retardasi mental), gangguan
perkembangan, gangguan psikotik pada anak, gejala
autisme pada anak, gejala gangguan pemustaan
perhatian dan hiperaktivitas, enuresis.
e) Keluhan PS dan keluhan ME yang disertai dengan
distress (penderitaan pada pasien dan / atau
keluarga/lingkungan), dan / atau gangguan pada fungsi
pekerjaan / akademik, fungsi sosial, fungsi sehari-hari

18 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
(disabilitas) merupakan petunjuk bahwa yang
bersangkutan memang menderita gangguan jiwa.
Data anamnesis terdiri dari beberapa kelompok data penting.
Yang perama adalah identitas pasien dan kedua adalah data
yang termasuk dalam The Fundamental Four (empat pokok
pemikiran), yaitu : data riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat kesehatan keluarga dan riwayat
pribadi, sosial ekonomi budaya.
a) Identitas pasien
Identitas pasien meliputi : nama , usia, jenis kelamin,
suku, agama, pendidikan, status perkawinan, pekerjaan,
alamat rumah.
Data-data tersebut sangat penting karena sering berkaitan
dengan masalah klinik maupun gangguan sistem atau
organ tertentu. Misalnya penyakit tertentu berkaitan
dengan usia, jenis kelamin dan suku bangsa tertentu pula.
Dengan data tersebut kita dapat merencanakan
pengelolaan, baik untuk diagnostik maupun terapi yang
lebih optimal sesuai dengan kondisi pasien.
b) Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Merupakan riwayat mengenai penyakit pasien saat ini.
RPS didahului dengan keluhan utama, yaitu keluhan
terpenting yang membuat pasien pergi ke dokter. Keluhan
utama ditulis secara singkat, misalnya : batuk, panas,
sesak dan lain-lain.
Deskripsikan keluhan utama secara detail dengan tujuh
butir mutiara anamnesis (The Scared Seven) yaitu :
 Lokasi keluhan (untuk keluhan nyeri)
 Waktu terjadinya dan kronologinya
 Sifat keluhan (kualitas)
 Derajat keluhan (kuatitas)
 Faktor pencetus, faktor yang memperberat keluhan
(dikaitkan dengan aktivitas pasien)
 Faktor yang memperingan keluhan (yang dilakukan
pasien untuk mengurangi keluhan)

19 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Keluhan lain yang menyertai / berhubungan

Deskripsikan masing-masing keluhan penyerta secara


detail pula dengan tujuh butir mutiara anamnesis (The
Scared Seven)
Perkembangan penyakit (tambah berat, sudah berkurang,
dll) dan riwayat pengobatan yang sudah dijalani serta
hasilnya
Perlu dimengerti bahwa symptoms (gejala/keluhan) tidak
sama dengan sign (tanda). Symptom adalah manifestasi
dari penyakit yang dirasakan oleh si sakit sedangkan sign
adalah manifestasi penyakit yang dilihat dan ditentukan
oleh pemeriksa saat elakukan peeriksaan fisik.

c) Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)


Tujuan menanyakan RPD : mencari informasi tentang
 Apakah ada gejala sisa
 Apakah penyakit yang lama ada hubungannya dengan
penyakit yang sekarang
 Apakah penyakit yang lama ada kaitan nya nanti
dengan pengelolaan pasien selanjutnya

Langkah-langkah dalam mencari data tentang RPD :


 Cata penyakit-penyakit yang pernah diderita pasien
sebelumnya beserta waktuny, yang relevan dengan
keluhan sekarang )penyakit-penyakit kronik, penyakit
terdahulu yang sama dengan penyakit sekarang,
riwayat pengobatan/ perawatan inap, lama perawatan,
lama penyembuhan, sembuh sempurna atau tidak.
 Tanyakan riwayat imunisasi pada anak-anak, riwayat
menstruasi, riwayat kehamilan yang lalu pada wanita.
 Perlu dicatat pula penyakit yang tidak pernah diderita
pasien, jika hal itu berhubungan dengan penyakit yang
sekarang. Misalnya pasien saat ini terkena stroke.

20 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Pasien tidak mempunyai riwayat tekanan darah tinggi
tapi punya riwayat kencing manis yang sudah lama.
 Perlu ditanyakan riwayat operasi, adakah riwayat
alergi obat.
d) Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
Cari hal-hal yang berhubungan dengan penyakit yang
menurun dalam keluarga (misalnya kardio-renal-vaskuler,
penyakit endokrin, kencing manis, penyakit metabolik,
penyakit jiwa, neoplasma, hemofilia, epilepsi, dll)
Cari hal-hal yang berhubungan peran kontak dengan
anggota keluarga yang sedang sakit atau riwayat penyakit
menular (misalnya TBC).
e) Riwayat Pribadi, Sosial, Ekonomi dan Budaya
Cari masalah pribadi, sosial ekonomi dan budaya yang
berkaitan misalnya sikap pasien terhadap keluarga dekat,
kawan-kawan, tetangga, pendidikan, pekerjaan (macam,
jam kerja, pengaruh lingkungan kerja), aktivitas diluar
pekerjaan (hobi, olahraga, organisasi), perkawinan
(lamanya, jumlah anak, tanggungan), makanan (teratur
atau tidak, berapa kali sehari, menu, variasi, nafsu makan,
gangguan pencernaan), kebiasaan-kebiasaan pribadi
(pola tidur, minum alkohol atau kopi, menghisap rokok,
penggunaan obat), sumber keuangan dan asuransi,
kehidupan spriritual, agama, falsafah hidup dan
kepercayaan.
Tanyakan tentang kesulitan yang dihadapi pasien saat ini
yang mungkin berhubungan dengan penyakitnya.

2) Pemeriksaan Fisik
a) Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan
fisik
Dalam melakukan pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan
beberapa hal yang sangat mendasar yaitu :
 Selalu meminta kesediaan / ijin pada pasien untuk
setiap pemeriksaan

21 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Jagalah privasi pasien
 Pemeriksaan harus seksama dan sistematis
 Jelaskan apa yang dilakukan sebelum pemeriksaan
(tujuan,kegunaan, cara dan bagian yang akan diperiksa
)
 beri instruksi spesifik yang jelas
 Berbicaralah yang komunikatif
 Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
 Perhatikanlah ekspresi/ bahasa non verbal dari pasien
b) Syarat Pemeriksaan Fisik Umum
Syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan pemeriksaan
fisik umum antara lain :
 Kompetensi petugas
 Ruang pemeriksaan sesuai standar
 Alat bantu pemeriksaan sesuai standar dan berfungsi
baik
 Buku dan alat pencatat
c) Jenis pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara sistematis dan
saling mendukung, yaitu :
 Pemeriksaan Inspeksi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksaan
dengan menggunakan indera penglihatannya untuk
mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari
bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi
digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi,
ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien.
Cara Pemeriksaan :
 Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
 Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
(diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya.
Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun
diuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan
bagian lain ditutupi selimut)

22 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan
(kesimetrisan) dan abnormalitas
 Catat hasilnya
 Pemeriksaan Palpasi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang
dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian
tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi
dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya
getaran, pergerakan, bentuk, konsistensi dan ukuran.
Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh.
Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan
penegasan dari hasil inspeksi, disamping itu untuk
menemukan yang tidak terlihat.
Cara Pemeriksaan :
 Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung
bagian mana yang diperiksa dan bagian tubuh yang
diperiksa harus terbuka
 Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi
yang nyaman untuk menghindari ketegangan otot yang
dapat mengganggu hasil pemeriksaan
 Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat
dan kering
 Minta pasien untuk menarik napas dalam agar
meningkatkan relaksasi otot
 Lakukan palpasi dengan sentuhan perlahan – lahan
yaitu dengan tekanan ringan dan sebentar-sebentar.
 Palpasi daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan
menandakan kelainan.
 Lakukan palpasi secara hati-hati apabila diduga
adanya fraktur tulang.
 Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh
darah.
 Lakukan palpasi ringan apabila memeriksa
organ/jaringan yang dalamnya kurang dari 1 cm.

23 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Lakukan palpasi agak dalam apabila memeriksa
organ/jaringan dengan kedalaman 1-2,5 cm.
 Lakukan palpasi bimanual apabila melakukan
pemeriksaan dengan kedalaman lebih dari 2,5cm.
Yaitu dengan mempergunakan kedua tangan dimana
satu tangan direlaksasi dan diletakkan dibagian bawah
organ/jaringan tubuh, sedangkan tangan yang lain
menekan ke arah tangan yang dibawah untuk
mendeteksi karakteristik organ/jaringan.
 Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan,
adanya nodul, tumor bergerak/ tidak dengan
konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut,
ukurannya dan ada/tidaknya getaran/trill, serta nyeri
raba/tekan.
 Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
 Pemeriksaan perkusi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan
dengan mendengarkan bunyi getaran/gelombang suara
yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh
yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan
jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan
getaran/gelombang suara tergantung oleh kepadatan
media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan
resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan
dapatmenetukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan
struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu
semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya
dan udara/gas paling resonan.
Cara pemeriksaan
 Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
tergantung pada bagian mana yang akan diperiksa dan
bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
 Pastikan pasien dalam keadaan rilek dan psisi yang
nyaman untuk menghindari ketegangan otot yang
dapat mengganggu hasil perkusi

24 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Minta pasien untuk menarik napas dalam agar
meningkatkan relaksasi otot.
 Kuku jari – jari pemeriksaan harus pendek, tangan
hangat dan kering.
 Lakukan perkusi secara seksama dan sistematis yaitu
dengan :
- Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau
mengentokan jari tangan langsung dengan
menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
- Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut
:
 Jari tengah tangan kiri ( yang tidak dominan )
sebagai fleksimeter di letakkan dengan lembut di
atas permukaan tubuh, upayakan telapak tangan
dan jari – jari lain tidak menempel pada permukan
tubuh.
 Ujung jari tengah dari tangan kanan ( dominan )
sebagai fleksor, untuk memukul/mengetuk
persendiaan distal dari jari tengah tangan kiri.
 Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan
tetap/tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek.
 Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap
area tubuh.
 Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.
Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh
perkusi.
 Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada
tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum
(lambung).
 Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah,
nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru
normal).
 Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat
keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan
(empisema paru)

25 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai
menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas
seperti petir (hati)
 Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada
tinggi, waktu pendek, kualitas datar (otot)
 Pemeriksaan auskultasi
Auskultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan
dengan mendengarkan bunyi yang berbentuk di dalam
organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi
adanya kelainan dengan cara membandingkan dengan
bunyi normal. Auskultasi yang dilakukan di dada untuk
mendengar suara napas dan bila dilakukan di abdomen
mendengaran suara bising usus.
Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
 Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
 Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
 Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/lemahnya suara.
 Kualiatas yaitu warna nada/variasi suara.
Pemeriksa harus mengenal berbagai tipe bunyi
normal yang terdengar pada organ yang berbeda, sehingga
bunyi abnormal dapat di deteksi dengan sempurna. Untuk
mendeteksi suara diperlukan suatu alat yang disebut
stetoskop yang berfungsi menghantarkan, mengumpulkan
dan memilih frekuensi suara. Stetoskop terdiri dari beberapa
bagian yaitu bagian kepala, selang karet/plastik dan telingan.
Selang karet/plastik stetoskop harus lentur dengan panjang
30 – 40 cm dan bagian telinga stetokop yang mempunyai
sudut binaural dan bagiannya ujungnya mengikuti lekuk dari
rongga telinga. Kepala stetoskop pada waktu digunakan
menempel pada kulit pasien.
Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu :
 Bel stetoskop digunakan untuk bunyi bernada rendah
pada tekanan ringan, seperti pada bunyi jantung dan
vaskuler. Bila ditekankan lebih kuat maka nada frekuensi

26 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
tinggi terdengar lebih keras karena kulit menjadi
teranggang, maka cara kerjanya seperti diafragma.
 Diafragma digunanakan untuk bunyi bernada tinggi
seperti bunyi usus dan paru.

Cara pemeriksaan
 Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung
bagian mana yang diperiksa dan bagian tubuh yang
diperiksa harus terbuka.
 Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang
nyaman.
 Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor
antara bagian kepala, selang dan telinga.
 Pasanglah ujung stetoskop bagian telinga ke lubang
telinga pemeriksa sesuai arah ukuran dan
lengkungannya. Stetoskop telinga
 Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara
menempelkan pada telapak tangan pemeriksa atau
menggosokan pada pakaian pemeriksa.
 Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien
yang akan diperiksa dan lakukan pemeriksaan dengan
seksama dan sistematis.
 Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi
bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi
jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi
bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru.
 Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.

Posisi pemeriksaan
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal, maka
posisi pemeriksaan sangat menentukan, beberapa posisi
yang umum dilakukan yaitu:
 Posisi duduk dapat dilakukan di kursi atau tempat tidur.
Digunakan untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada,
jantung, pru, mamae, ekstrimitas atas.

27 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Posisi supine (terlentang) yaitu posisi berbaring
terlentang dengan kepala disangga bantal. Posisi ini
untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada depan, paru,
mamae, jantung, abdomen, ekstrimitas dan nadi perifer.
 Posisi dorsal recumbent yaitu posisi berbaring dengan
lutut ditekuk dan kaki menyentuh tempat tidur.
 Posisi sims (tidur miring) untuk pemeriksaan rectal
vagina
 Posisi prone (telungkup) untuk evaluasi sendi pinggul
dan punggung.
 Posisi lithotomi yaitu posisi tidur terlentang dengan
lutut dalam keadaan fleksi.
 Posisi knee chest (menungging) untuk pemeriksaan
rectal
 Posisi berdiri yaitu untuk evaluasi abnormalitas
postural, langkah dan keseimbangan.

PEMERIKSAAN TANDA VITAL TUBUH


a) Tanda vital tubuh
Tanda vital merupakan tanda yang sangat penting
dalam perawatan pasien. Karena mempunyai nilai akurasi
yang sangat tinggi. Perubahan dari tanda vital tersebut
berarti menandakan terjadi gangguan fungsi dari tubuh atau
perubahan dari kondisi pasien, hal ini perlu memndapat
perhatian dengan seksama dan perlu penanganan segera.
Tiap individu mempunyai variasi tanda vital yang berbeda,
seperti adanya perubahan cuaca, umur, keadaan emosional,
olahraga, makan, dsb.

b) Pemeriksaan tanda vital


Beberapa pemeriksaan tanda vital yang sering
digunakan dan relatuf lebih mudah dikerjakan, seperti
pemeriksaan :
 Suhu Tubuh

28 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Suhu tubuh merupakan hasil keseimbangan antara
produksi panas dan hilangnya panas dari tubuh ke
lingkungan. Produksi panas yang dihasilkan tubuh antara
lain berasal dari:
 Metabolisme dari makanan ( Basal Metabolic Rate )
 Olahraga
 Shivering atau kontraksi otot skelet
 Peningkatan produksi hormon tiroksin (meningkatkan
metabolisme seluler)
 Proses penyakit infeksi
 Termogenesis kimiawi (rangsangan langsung dari
norepinefrin dan efinefrin atau dari rangsangan
langsung simpatetik)

Sedangkan hilangnya panas tubuh terjadi melalui


beberapa proses yaitu :
 Radiasi adalah pemindahan panas dari satu benda ke
benda lain tanpa melalui kontak langsung, misalnya
orang berdiri didepan lemari es yang terbuka.
 Konduksi adalah pemindahan panas dari satu benda ke
benda lainnya melalui kontak langsung, misalnya kontak
langsung dengan es.
 Konveksi adalah pemindahan panas yang timbul akibat
adanya pergerakan udara, misalnya udara yang
berdekatan dengan badan dan langsung menjadi
hangat.
 Evaporasi adalah pemindahan panas yang terjadi
melalui prose penguapan, misalnya pernapasan dan
perspiration dari kulit. Misalnya keringat meningkatkan
pengeluaran panas tubuh.
Suhu tubuh terjaga konstan meskipun adanya
perubahan kondisi lingkungan. Hal ini disebabkan karena
adanya proses pengaturan suhu melalui negatif feedback
sistim (mekanisme umpan balik). Organ pengatur suhu
yang utama adalah hipotalamus. Untuk regulasi panas

29 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
tubuh diperlukan kensentrasi sodium dan kalsium yang
cukup, terutama didalam dan sekitar hipotalamus posterior.
Variasi suhu orang yang sehat berkisar 0.7 derajat Celcius
dari normal (1.4 F).
Faktor – faktor yang mempengaruhi suhu tubuh yaitu
antara lain :
 Umur :
Bayi yang baru lahir sangat dipengaruhi keadaan
lingkungan sekitarnya, maka dari itu harus dilindungi
dari perubahan iklim yang dapat berubah dengan cepat.
Anak-anak mempunyai suhu yang lebih labil dari pada
orang dewasa.
Umur Suhu (Celcius) Suhu (Fahrenheit)
Bayi baru lahir 36,1 – 37,7 97 – 100
2 tahun 37,2 98,9
12 tahun 37 98,6
Dewasa 36 96,8

 Aktivitas tubuh
Aktivitas otot dan proses pencernaan sangat
mempengaruhi suhu tubuh. Pada pagi hari jam 04.00-
06.00 suhu tubuh paling rendah, sedangkan sore hari
sekitar jam 16.00-20.00 yang paling tinggi, perubahan
sushu berkisar antara 1.1-1.6 C (2 – 3 F).
 Jenis kelamin
Wanita lebih efisien dalam mengatur suhu
internal tubuh dari pada pria, hal ini disebabkan karena
hormon esterogen dapat menigkatkan jaringan lemak.
Meningkatnya progesteron selama ovulasi akan
meningkatkan suhu wanita sekitar 0.3 – 0.5 C (0.5 – 1
F) sedangkan estrogen dan testoteron dapat
meningkatkan Basal Metabolic Rate.
 Perubahan emosi

30 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Emosi yang meningkat akan menambah kadar
Adrenalin dalam tubuh sehingga metabolisme
meningkat dan suhu tubuh menjadi naik.
 Perubahan cuaca
Perubahan cuaca, iklim, atau musim
mempengaruhi Evaporasi, radiasi, konveksi, konduksi,
sehingga mempengaruhi metabolisme dan suhu tubuh.
 Makanan, minuman, rokok, dan lavemen
Makanan, minuman dan rokok dapat
mempengaruhi suhu oral, misalkan minum air es dapt
menurunkan suhu oral sekitar 0.9 C (1.6 F). Untuk itu
dianjurkan mengukur suhu oral sekitar 30 menit setelah
makan, miunum atau merokok, sedangkan temperatur
rectal diukur setelah 15 menit melakukan
lavemen/enema.
ALAT PENGUKUR SUHU TUBUH
Secara umum pengukuran suhu tubuh menggunakan
termometer kaca (glass thermometers). Skala yang sering
digunakan adalah termometer skala Celcius (Centigrade)
yang mempunyai skala dengan titik beku air 0 derajat
Celcius dan titik didih 100 derajat Celcius. Ada pula digital
thermometer yang mempunyai kepekaan tinggi dan waktu
pemeriksaan hanya beberapa detik, banyak dipakai pada
kondisi kegawatan.

PENGUKURAN SUHU TUBUH


Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan dibeberapa
tempat yaitu dimulut (oral), anus (rectal), ketiak (axilla) dan
telinga (auricular). Masing-masing tempat mempunyai
variasi suhu yang berlainan. Suhu rektal biasanya berkisar
0.4 C (0.7 F) lebih tinggi dari suhu oral dan suhu aksila lebih
rendah 0.6 C (1 F) dari pada oral. Di Puskesmas biasanya
yang sering dipergunakan adalah pemeriksaan suhu aksila.

 Pemeriksaan Suhu Aksila dengan Termometer Air Raksa

31 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Pengukuran suhu aksila dianggap paling mudah dan
aman, namun kurang akurat.
Penggunaan sering dilakukan pada :
 Anak
 Pasien dengan radang mulut
 Pasien yang bernapas dengan mulut atau
menggunakan alat bantu napas
Persiapan pemeriksaan suhu :
 Persiapan peralatan
- Cucilah tangan
- Siapkan soft tissue atau lap bersih
- Siapkan buku pencatat suhu dan alat tulis
- Sebuah handuk bersih untuk membersihkan
keringat pasien
 Persiapan pasien
- Jagalah privasi pasien dengan tirai atau pintu
tertutup
- Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya
pemeriksaan suhu aksila
- Lepaskan baju pasien dan bagian lain ditutup
dengan selimut
 Cara pemeriksaan
- Pegang termometer pada bagian ujung yang
tumpul
- Bersihkan dengan soft tissue atau cuculah dalam
air dingin bila disimpan dalam desinfektan serta
bersihkan dengan lap bersih
- Peganglah ujung termometer yang tumpul
dengan ibu jari dan jari kedua, turunkan tingkat
air raksa sampai angka 35 derajat celsius
- Bukalah lengan pasien
- Bersihkan keringat pasien dengan handuk yang
kerimh/tissue
- Tempelkan termometer ke ketiak, turunkan
lengan dan silangkan lengan bawah pasien

32 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
keatas dada, sedangkan pada anak pegang
tangannya dengan lembut
- Biarka selama 5 – 10 menit untuk hasil yang baik
- Angkat termometer dan bersihkan dengan
tissue/lap bersih dengan gerak rotasi
- Bacalah tingkat air raksa sejajar dengan mata
pemerika
- Turunkan tingkat air raksa < 35,5 derajat celsius
- Kembalikan termometer ke tempat penyimpanan
- Cuci tangan
- Informasikan ke pasien dan catat hasil
pemeriksaan pada buku
 Denyut Nadi
Denyut nadi (pulse) adalah getaran/denyut darah
didalam pembuluh darah arteri akibat kontraksi ventrikel
kiri jantung. Denyut dapat dirasakan dengan palpasi yaitu
dengan menggunakan ujung jari tangan disepanjang
jalannya pembuluh darah arteri, terutana pada tempat-
tempat tonjolan tulang dengansedikit menekan diatas
pembuluh arteri. Pada umumnya ada 9 tempat untuk
merasakan denyut nadi yaitu temporalis, karotid, apikal,
brankialis, femoris, radialis, poplitea, dorsalis pedis dan
tibialis, namun yang paling sering dilakukan yaitu :
 Arteri radialis
Terletak sepanjang tulang radialis, lebih muda teraba
diatas pergelangan tangan pada sisi ibu jari. Relatif
mudah dan lebih sering dipakai secara rutin.
 Arteri brankialis
Terletak didalam otot biceps dari lengan atau medial
dilipatan siku (fossa antekubital). Digunakan untuk
mengukur tekanan darah dan kasus cardiac arrest
pada infant.
 Arteri karotid
Terletak dileher dibawah lobus telinga, dimana
terdapat arteri karotid berjalan diantara trakea dan otot

33 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
sternokleidomastoideus. Sering digunakan untuk bayi,
kasus cardiac arrest dan untuk memantau sirkulasi
darah ke otak.

Frekuensi denyut nadi manusia bervariasi, tergantung dari


banyak faktor yang mempengaruhinya, pada saat aktifitas
normal :
 Normal : 60 – 100 x/menit,
 Bradikardi : < 60 x/menit
 Takhikardi : > 100 x/menit

Denyut nadi pada saat tidur yaitu :


 Bayi baru lahir 100 – 180 x/menit
 Usia 1 minggu – 3 bulan 100 – 220 x/menit
 Usia 3 bulan – 2 tahun 80 – 150 x/menit
 Usia 10 – 21 tahun 60 – 90 x/menit
 Usia lebih dari 21 tahun 69 – 100 x/menit

Berdasarkan kuat dan lemahnya denyut arteri


diklasifikasikan :
 Tidak teraba denyut : 0
 Ada denyut tetapi sulit teraba : +1
 Denyut normal teraba dengan mudah dan tidak mudah
hilang : +2
 Denyut kuat, mudah teraba seakan – akan memantul
terhadap ujung jari serta tidak mudah hilang : +

PEMERIKSAAN FREKUENSI NADI


Pemeriksaan frekuensi nadi yang umum dilakukan adalah
sebagai berikut :
PEMERIKSAAN FREKUENSI DENYUT ARTERI RADIALIS
 Persiapan alat
- Alat pengukur waktu ( jam tangan dengan jarum detik,
stop watch )
- Buku catatan nadi ( kartu status )

34 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Alat tulis
 Persiapan pasien
- Jelaskan pada pasien perlunya pemeriksaan yang akan
dilakukan
- Buatlah pasien rilek dan nyaman
 Cara pemeriksaan
- Cuci tangan pemeriksa
- Minta pasien untuk menyingsingkan baju yang menutupi
lengan bawah
- Pada posisi duduk, tangan diletakkan pada paha dan
lengan ekstensi. Pada posisi tidur terlentang, kedua
lengan ekstensi dan menghadap keatas.
- Lakukan palpasi ringan arteri radialis dengan
menggunakan jari telunjuk dan jari tengah,
lakukanpalpasi sepanjang lekuk radial pada
pergelangan tangan.
- Rasakan denyut arteri radialis dan irama yang teratur.
- Hitung denyut tersebut selama satu menit, informasikan
ke pasien dan catat hasil pemeriksaan pada buku.
PEMERIKSAAN FREKUENSI DENYUT ARTERI
BRAKIALIS
 Persiapan alat
- Alat pengukur waktu (jam tangan dengan jarum
detik,stop watch)
- Buku catatan nadi (kartu status)
- Alat tulis
 Persiapan pasien
- Jelaskan pada pasien tentang perlunya pemeriksaan
ini
- Buatlah pasien serilek dan senyaman mungkin
 Cara pemeriksaan
- Cuci tangan pemeriksa
- Menyingsingkan lengan baju pasien yang menutupi
lengan atas

35 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Pada posisi duduk, tangan diletakkan pada paha dan
lengan ekstensi. Pada posisi tidur terlentang, kedua
lengan ekstensi dan menghadap atas.
- Lakukan palpasi ringan arteri dengan menggunakan
jari telunjuk da jari tengah pada fossa kubiti ( lekuk
antara otot bisep dan trisep diatas siku ).
- Rasakan denyut arteri brankialis dan irama yang
teratur.
- Hitung jumlah denyut selama satu menit.
- Informasikan ke pasien dan catat hasil pemeriksaan
pada buku.

PEMERIKSAAN FREKUENSI DENYUT ARTERI KAROTIS


 Persiapan alat
- Alat pengukur waktu ( jam tangan dengan jarum
detik, stop watch )
- Buku catatan nadi ( kartu status )
- Alat tulis
 Persiapan pasien
- Jelaskan pada pasien tentang perlunya pemeriksaan
ini.
- Buatlah pasien serilek dan senyaman mungkin.
 Cara pemeriksaan
- Cuci tangan pemerika dengan air bersih
- Minta pasien melepaskan baju sehingga bagian
leher terlihat jelas
- Pasien duduk dengan posisi tangan diistirahatkan
diatas paha
- Inspeksi kedua sisi leher untuk melihat denyut arteri
karotis
- Mintahlah pasien untuk memalingkan kepala pada
sisi arah yang berlawanan dengan yang akan
diperiksa

36 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Kemudian lakukan palpasi dengan lembut, jangan
terlalu keras untuk menghindari rangsangan sinus
karotid
- Dengan menggunakan jari tengah dan telunjuk
palpasi sekitar otot sternokleidomastoideus bagian
medial
- Perhatikan perubahan denyut pada saat menarik
atau menghembuskan napas
- Hitung frekuensi nadi dengan alat pengukur waktu
untuk 30 detik, kemudian hasilnya dikalikan 2. Bila
irama tidak teratur hitung selama 1 menit

 Pemeriksaan Tekanan Darah


Pemeriksaan tekanan darah diperoleh dari
pengukuran pada sirkulasi arteri. Aliran darah akibat
pemompaaan jantung menimbulkan gelombang yaitu
gelombang tinggi yang disebut tekanan systole dan
gelombang pada titik terendah yang disebut tekanan
diastole. Perbedaan antara systole dan diastole disebut
pulse pressue. Satuan tekanan darah dinyatakan dalam
milimeter air raka (mmHg). Hindari penempatan manset
pada lengan yang terpasang infus, terpasang shunt
arterivena, graft, operasi payudara, ketiak serta
pengangkatan limfe, lengan/tangan yang mengalami
fistula, trauma dan tertutup gip atau balutan keras.
 Persiapan alat
- Sphygmomanometer air raksa lengkap dengan
manset
- Stetoskop
- Antiseptik
 Persiapan pasien
- Jelaskan kepada pasien tentang perlunya
pemeriksaan tekanan darah

37 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Jelaskan bahwa lengan akan dipasangi manset
yang bila dipompa akan menekan, sehingga terasa
tidak enak/kesemutan.
 Cara pemeriksaan
- Pemeriksa mencuci tangan
- Mintalah pasien untukmembuka lengan bagian atas
yang akan diperiksa, sehingga tidak ada penekanan
pada arteri barankialis.
- Posisi pasien bisa berbaring, setengah duduk atau
duduk yang nyaman dengan lengan bagian volar
diatas.
- Gunakan manset yang sesuai dengan ukuran
lengan pasien.
- Pasanglah manset melingkar pada lengan tempat
pemeriksaan setinggi jantung, dengan bagian
bawah manset 2 – 3 cm diatas fossa kubiti dan
bagian balon karet yang menekan tepat diatas arteri
brachialis.
- Pastikan pipa karet tidak terlipat atau terjepit
manset.
- Istirahatkan pasen setidaknya 5 menit sebelum
pengukuran. Dan pastikan pasien merasa santai
dan nyaman.
- Hubungkan manset dengan sphymomanometer
air raksa, posisi tegak dan level air raksa
setinggi jantung.
- Raba denyut a. Brachialis pada fossa kubiti dan a.
Radialis dengan jari telunjuk dan jari tengah (untuk
memastikantidak ada penekanan).
- Pastikan mata pemeriksa harus sejajar dengan
permukaan air raksa (agar pembacaan hasil
pengukuran tepat)
- Tutup katup pengontrol pada pompa manset.
- Pastikan stetoskop masuk tepat kedalam telinga
pemeriksa, raba denyut a. Brachialis

38 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Pompa manset sampai denyut brachialis tak teraba
lagi.
- Kemudian pompa lagi sampai 20 – 30 mm Hg
(jangan lebih tinggi, sebab akan menimbulkan rasa
sakit pada pasien, rasa sakit akan meningkatkan
tensi)
- Letakan kepala stetoscope diatas a brachialis
- Lepaskan katup pengontrol secara pelan-pelan
sehingga air raksa turun dengan kecepatan 2-3 mm
Hg per detik atau 1 skala perdetik
- Pastikan tinggi air raksa saat terdengar detakan
pertama arteri brachialis (koroktoff I)  TEKANAN
SISTOLIK
- Pastikan tinggi air raksa pada saat terjadi
perubahan suara yang tiba-tiba melemah (korokkoff
IV)  tekanan diastolik
- Lepaskan stetoskop dari terlinga pemeriksaa dan
manset dari lengan pasien
- Bersihkan earpiece dan diagfragma stetoskop
dengan desinfectan
- Apabila ingin diulang tunggu minimal 30 detik
- Informasikan pada pasien hasil pemeriksaan dan
catat pada kartu status

Tabel tekanan darah


No Usia Tekanan Tekanan
Sistole (mmHg) Diastole (mmHg)
1 Bayi 65 – 115 42 – 80
2 Anak 7 - < 10 th 87 – 117 48 – 64
3 10 th – 19 th
Laki – laki 124 – 136 77 – 84
Perempuan 124 – 127 63 – 74
4 Usia tengah 120 80
5 Usia lanjut 140 – 160 80 – 90

39 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Classification of blood pressure for adults (ages 18 and older)
BP classification SBP DBP
mmHg mmHg
Normal < 120 And < 80
Prehypertension 120 – 139 Or 80 - 89
Stage 1 140 - 159 Or 90 - 99
Hypertension
Stage 2 ≥ 160 Or ≥ 100
Hypertension
Sumber : JNC 7 Express
 Pemeriksaan Frekuensi Pernafasan
Seseorang dikatakan bernapas bila menghirup
oksigen (O2) dan mengeluarkan karbon dioksida (CO2)
melalui sistem pernapasan. Bernapas dapat dalam dan
dapat pula dangkal. Pernapasan yang dalam akan
mempuanyai volume udara yang besar, baik pada waktu
tarik napas/inspirasi/inhalasi atau pada waktu mengeluarkan
napas/ekspirasi/ekshalasi. Sedangkan pada perpasan
dangkal maka volume udara akan mengecil.
Inspirasi Ekspirasi
Diafragma Kontraksi (tampak datar) Relaksasi (melengkung
keatas)
Tulang iga Bergerak keatas & Bergerak kebawah &
(costa) keluar kedalam
Tulang Bergerak keluar Bergerak kedalam
dada
Rongga Membesar Mengecil
dada
Paru-paru mengembang Mengempis

Frekuensi napas normal tergantung umur:


- Usia baru lahir sekitar 35-50 x/menit
- Usia <2tahun 25-35x/menit
- Usia 2-12 tahun 18-26x/menit
- Dewasa 16-20x/menit

40 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Takhipnea : biala pada dewasa pernapasan lebih dari
24x/menit
- Bradipnea : bila kurang dari 10x/menit disebut
- Apnea:bila tidak bernapas
 Persiapan alat
- Alat pengukur waktu(jam,stopwatch)
- Buku pencatat
- Alat pencatat(pensil,pena)
 Persiapan pasien
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan
- Posisi pasien berbaring,kecuali dalam kondisi tertentu
 Cara pemeriksaan
- Tempatkan satu telapak tangan pasien diatas dada
- Rasakan gerakan napas dengan memegang tangan
pasien atau dengan melihat gerakan dada/tangan yang
naik turun.gerakan naik(inhalasi)dan turun
(ekhalasi)dihitung satu frekwensi nafas.
- Hitung frekwensi napas selama satu menit.
- Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.

 Pemeriksaan Berat Badan


 Persiapan alat
- Timbangan badan
- Alat pencatat
 Persiapan pasien
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan yang akan dilakukan
 Cara pemeriksaan
- Pastikan timbangan badan berfungsi baik dan stel
penunjuk pada titik nol
- Pastiakan tidak ada beban ditubuh pasien yang
mempengaruhi penimbangan
- Pasien diminta naik keatas timbangan atau bila bayi
baringkan diatasnya
- Perhatikan angka tempat penunjuk berhenti

41 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat
pada status

 Pemeriksaan Tinggi Badan


 Persiapan alat
- Meteran pengukur tinggi badan
- Penggaris atau sejenis
 Persiapan pasien
- Jelaskan proses dan pentingnya pemeriksaan yang akan
dilakukan
 Cara pemeriksaan
- Pastikan meteran pengukur berfungsi baik(tergantung
macam)
- Minta pasien berdiri tegak sejajar pengukur
- Pemeriksaan menggunakan penggaris atau sejenis
menaruh diubun-ubun pasien sejajar dengan tempat
pijakan
- Perhatikan angka yang ditunjuk oleh penggaris
(centimeter/inchi)
- Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat
pada status

Status Gizi
Status gizi pasien dinilai, apakah termasuk gizi baik,
gizi kurang atau lebih penilaian terinci dilakukan dengan
mengukur berat bedan, tinggi badan dan dihitung BMI
(body mass index) dengan rumus sebagai berikut :
𝐵𝐵 (𝑘𝑔)
Rumus BMI = 𝑇𝐵²(𝑚)²

Status gizi pasien dikelompokkan :


 Malnutrisi : < 19
 Underweight : 20
 Normal : 20 - 25
 Overweight : 25 - 27
 Obesitas Ringan : 27 – 30
 Obesitas Sedang : 30 – 35

42 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Obesitas Berat : 35 – 40
 Obesitas Morbid : > 40

 Pemeriksaan Elastisitas Kulit (Turgor)


Elastisitas kulit atau turgor menggambarkan keadaan
keseimbangan cairan tubuh.secara sederhana dengan
melakukan pemeriksaan turgor kulit,dapat diketahui derajat
kekurangan cairan tubuh (dehidrasi)
 Persiapan alat
- Stopwacth
- Tissue
 Persiapan pasien
- Jelaskan pentingnya pemeriksaan frekwensi napas
- Posisi pasien berbaring,atau duduk
 Cara pemeriksaan
- Pastikan bagian(lengan /perut)yang akan diperiksa
terbuka
- Bersihkan kulit yang akan diperiksa dengan tissue
- Pemeriksa menjepikan ibu jari dan telunjuk pada kulit
- Lepaskan jepitan dan perhatikan waktu yang
diperlukan kulit untuk kembali seperti semula (dalam
detik)
- Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat
pada status

PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER


PEMERIKSAAN KEPALA
 PEMERIKSAAN RAMBUT DAN KULIT KEPALA
 Jelaskan pada pasien pentingnya pemeriksaan yang
akan dilakukan.
 Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus dan
diam agar seluruh rambut dapat diperiksa dengan
mudah dan rambut palsu dilepas.
 Tanyakan pada pasien apakah rambutnya mudah
rontok, adanya perubahan warna, gangguan

43 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
pertumbuhan rambut, penggunaan shampo atau produk
lain perawatan rambut, alat pengeriting dan menjalani
kemoterapi.
 Lakukan inspeksi rambut : penyebaran, ketebalan,
tekstur dan lubrikasi. Rambut biasanya tersebar merata,
tidak terlalu kering, tidak terlalu berminyak dan liat.
 Lakukan palpasi dengan menggunakan sarung tangan,
sisihkan rambut untuk melihat karakteristik kulit kepala.
 Perhatikan lesi, luka, erupsi dan pustular pada kulit
kepala dan folikel rambut.
 Perhatikan adanya kutu kepala (yang tubuhnya kecil
berwarna putih keabuan), kutu kepiting berkaki merah
dan telur kutu (seperti partikel oval ketombe).
 Lakukan penarikan ringan pada rambut, kerontokan
rambut dapat terjadi akibat penyakit kulit kepala,
gangguan fingsi seperti demam, pemberian anastesi
atau menerima pengobatab kemoterapi, dll.
 PEMERIKSAAN TULANG KEPALA
 Jelaskan pada pasien pentingnya pemeriksaan yang
akan dilakukan
 Posisi pasien sebaiknya duduk, kepala tegak lurus dan
diam.
 Bila memakai wig atau rambut palsu haus dilepas.
 Lakukan pengamatan : ukuran, bentuk dan posisi kepala
terhadap tubuh, normal kepala tegak lurus dan digaris
tengah tubuh. Tulang kepala umumnya bulat dengan
tonjolan frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian
posterior.
 Lakukan palpasi kepala apakah ada nodul, tumor
dengan cara merotasikan ujung jari kebawah dari garis
tengah kulit kepala dengan lembut dan kemudian kesisi
samping kepala. Kulit kepala diatas tulang normalnya
halus dan elastis.
 Pada neonatus palpasi ringan fontanel anterior dan
posterior, ukuran, bentuk dan tekstur.

44 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Fontanel normal datar dan berbatas jelas. Fontanel
posterior tertutup pada umur 2 bulan dan fontanel
anterior tertutup pada usia 12 – 18 bulan. Adanya
deformotas tulang kepala dapat disebabkan trauma,
kepala besar (makromegali) dapat disebabkan kelebihan
hormon pertumbuhan. Pada bayi kepala besar dapat
disebabkan kelainan kongenital, hidrosepalus.
 PEMERIKSAAN KONJUNGTIVA MATA
 Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau
tidur terlentang dengan posisi kepala lurus kedepan.
 Letakkan ujung ibu jari tangan kanan pemeriksa pada
palpebra inferior kiri dan letakkan jari – jari lainnya
sedemikian rupa pada pipi kiri pasien.
 Tekan dan tariklah ujung ibu jari kearah inferior.
 Evaluasi warna konjungtiva, normal warna konjungtiva
kemerahan, bila warna kepucatan kemungkinan
menderita anemia.

PEMERIKSAAN LEHER
 INSPEKSI LEHER
 Posisi pasien duduk menghadap pemeriksa.
 Inspeksi kesimetrisan otot – otot leher, keselarasan trakea,
dan benjolan pada dasar leher serta vena jugular dan arteri
karotid.
 Mintalah pasien untuk : menundukkan kepala sehingga
dagu menempel ke dada dan menengadahkan kepala
kebelakang, perhatikan dengan teliti area leher dimana
nodus tersebar. Bandingkan kedua sisi tersebut.
 Menoleh kekiri – kanan dan kesamping sehingga telinga
menyentuh bahu. Perhatikan fungsi otot – otot
sternomastoideus dan trapesius.
 Minta pasien menengadahkan kepala, perhatikan adanya
pembesaran pda kelenjar tiroid. Selanjutnya minta pasien
menelan ludah, perhatikn gerakan pada leher depan

45 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
daerah kelenjar tiroid, ada tidaknya massa dan
kesimetrisan.
 PALPASI LEHER
 Pasien posisi duduk santai dan pemeriksa dibelakangnya.
 Pasien menundukan kepala sedikit atau mengarah kesisi
pemeriksa untuk merelaksasikan jaringan dan otot – otot.
 Palpasi lembut dengan 3 jari tangan masing – masing
nodus limfe dengan gerakan memutar. Periksa masing –
masing nodus limfe dengan gerakan memutar. Periksa tiap
nodus dengan urutan sebagai berikut :
- Nodus oksipital pada dasar tengkorak,
- Nodus aurikel poterior diatas mastoideus,
- Nodus preaurikular tepat didepan telinga,
- Nodus tonsiliar pada sudut mandikula,
- Nodus submaksilaris, dan nodus sunmetal pada garis
tengah dibelakang ujung mandibula.
 Bandingkan kedua sisi leher, periksa ukuran, bentuk, garis
luar, gerakan, konsistensi dan rasa nyeri yang timbul.
 Jangan gunakan tekanan berlebihan saat mempalpasi
karena nodul kecil dapat terlewati.
 Lanjutkan palpasi servikal superfisial, nodus servikal
posterior, nodus servikal profunda, dan nodus
supraklavikular yang terletak pada sudut yang dibentuk
oleh klavikula dan otot sternomastoidues.
 Palpasi trakea terhadap posisi tengahnya dengan
menyelipkan ibu jari dan jari telunjuk di masing – masing
sisi pada cekungan suprasternal. Bandingkan ruang sis
antara trakea dan otot sternokleidomastoideus.
 Untuk memeriksa kelenjar tiroid dengan posisi dari
belakang, lakukan palpasi ringan dengan 2 jari dari tangan
kanan kiri bawah kartilago krikoid.
 Beri pasien segelas air, minta pasien menundukkan dagu
dan mengisap sedikit air dan menelan nya, rasakan
gerakan istmus tiroid.

46 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Dengan lembut gunakan dua jari untuk menggerakkan
trakea kesatu sisi dan minta pasien untuk menelan lagi.
Palpasi badan lobus utama dan kemudian palpasi tepi
lateral dari kelenjar.
 Ulangi prosedur untuk lobus yang berlawanan.
 Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat
pada status.
 PEMERIKSAAN TRAKHEA
 Posisi pasien duduk tegak menghadap lurus kedepan
dengan leher terbuka.
 Posisi pemeriksa di depan pasien agak kesamping.
 Leher pasien sedikit fleksi sehingga otot
sternokleidomastoideus relaksasi.
 Posisi dagu pasien harus digaris tengah.
 Perhatikan bagian bawah trakea sebelum masuk dalam
rongga dada, bagian ini paling mudah bergerak.
 Pemeriksa dengan menggunakan ujung jari telunjuk yang
ditekankan lembut kedalam lekukan suprasternal tepat
dimedial dari sendi sternoklavikularis bergantian dikedua
sisi.
 Keadaan normal bila ujung jari hanya menyentuh jaringan
lunak disebelah menyebelah trakea.
 Bila ujung jari menyentuh tulang rawan trakea tidak digaris
median maka deviasi trakea ke arah tersebut, sedangkan
sisi lain hanya menyentuh jaringan lunak.
 Informasikan hasil pemeriksaan pada pasien dan catat
pada status.

PEMERIKSAAN DADA (TORAKS)


Pemeriksaan dada adalah untuk mendapatkan kesan dari
bentuk dan fungsi dari dada dan organ didalamnya. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Pada pemeriksaan dada yang perlu diperhatikan antara lain
:

47 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Posisi pasien diusahakan duduk sama tinggi dengan
pemeriksa atau berbaring tergantung bagian mana yana
gakan diperiksa.
 Daerah dada yang harus diperiksa harus terbuka.
 Usahakan keadaan pasien santai dan relaksasi untuk
mengendorkan otot-otot, terutama otot pernafasan.
 Usahakan pemeriksa untuk tidak kontak langsung dengan
pernapasan pasien, untuk menghindari penularan melalui
pernapasan, caranya dengan meminta pasien memalingkan
muka kearah samping.

 INSPEKSI DINDING DADA


 Posisi pasien duduk sama tinggi dengan pemeriksa atau
berbaring
 Bila pasien duduk, pemeriksaan pada dada depan, kedua
tangan pasien diletakkan dipaha atau pinggang. Untuk
pemeriksaan bagian belakang dada, kedu lengan
disilangkan didepan dada atau tangan kanan dibahu kiri dan
tangan kiri dibahu kanan.
 Bila pasien berbaring posisi lengan pada masing-masing sisi
tubuh.
 Secara keseluruhan perhatikan bentuk dan ukuran dinding
dada, deviasi, tulang iga, ruang antar iga, retraksi, pulsasi,
bendungan vena dan penonjolan epigastrium.
 Pemeriksaan dari depan perhatikan klavikula, fossa
supra/infraklavikula, lokasi iga pada kedua sisi.
 Pemeriksaan dari belakang perhatikan vertebra servikalis 7,
bentuk skapula, ujung bawah skapula setinggi v.thorakalis 8
dan bentuk atau jalan nya kolumna vertebralis.
 PALPASI DADA
 PALPASI GERAKAN DIAFRAGMA
- Posisi pasien berbaring terlentang menghadap
pemeriksa.
- Posisi lengan pasien disamping dan sejajar dengan
badan.

48 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa dengan
merenggangkan jari-jari pada dinding dada depan bagian
bawah pasien.
- Letakkan sedemikian rupa sehingga kedua ujung ibu jari
pemeriksa bertemu diujung tulang iga depan bagian
bawah.
- Pasien diminta bernafas dalam dan kuat.
- Gerakan diafragma normal, bila tulang iga depan bagian
bawah terangkat pada waktu inspirasi.
 PALPASI POSISI TULANG IGA (KOSTA)
- Posisi pasien duduk atau tidur terletang dan berhadapan
dengan pemeriksa
- Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan
disamping dan sejajar dengan badan
- Lakukan palpasi dengan memekai jari telunjuk dan jari
tengah tangan kanan
- Palpasilah mulai dari cekungan suprasternalis ke bawah
sepanjang tulang dada.
- Carilah bagian yang paling menonjol (angulus ludovici)
kira-kira 5 cm dibawah fossa suprasternalis yaitu sudut
pertemuan antara manubrium sterni dan corpus sterni
dimana ujung tulang iga kedua melekat
- Dari angulus ludovisi, tentuka pula letak tulang iga
pertama kearah atas/ superior dan untuk tulang iga ketiga
dan seterusnya kearah bawah/inferior
 PALPASI TULANG BELAKANG (VERTEBRA)
- Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
pinggan sambil menundukkan kepala dan pemeriksa
dibelakang asien
- Pemeriksa melakukan palpasi dengan jari tangan kedua
dan ketiga sepanjang tulang belakang bagian atas (leher
bawah)

49 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Rasakanlan bagian yang paling menonjol pad leher
bagian bawah, inilah yang disebut prosessus spinosus
servikalis ketujuh (C7)
- Dari prosessus spinosus servikalis ketujuh (C7), kearah
superior yaitu prosessus spinosus servikalis keenam dan
sterusnya. Bila kearah inferior yaitu prosessus spinosus
thorakalis pertama, kedua dan seterusnya
 PALPASI IKTUS JANTUNG
- Posisi pasien duduk atau tidur terlentang dan
berhadapan dengan pemeriksa
- Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentqnag posisi kedua tangan
disamping dan sejajar dengan badan.
- Tentukan ruang antar iga ke-5 kiri yaitu ruang antara
tulang iga ke-5 dan ke-6
- Tentukan garis midklavikula kiri yaitu dengan menarik
garis lurus yang memotong pertengahan tulang klavikula
kearah inferior tubuh
- Tentukan letak iktus dengan telapak tangan kanan pada
dinding dada setinggi ruang antar ig ke-5 digaris
midklavikula
- Apabila ada getaran pada telapak tangan, kemudian
lepaskan telapak tangan dari dinding dada
- Untuk mempertajam getaran gunakan jari ke-2 dan ke-3
tangan kanan
- Tentukan getaran maksimumnya, disinilah letak iktus
kordis
 PALPASI SENSASI RASA NYERI DADA
- Posisi pasien duduk atau duduk terlentang dan
berhadapan dengan pemeriksa
- Bila duduk posisi kedua tangan pasien dipaha atau
dipinggang, bila tidur terlentang posisi kedua tangan
disamping dan sejajar dengan badan
- Tentukan daerah asal nyeri pada dinding dada

50 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Dengan menggunakan ujung ibu jari tangan kanan
tekanlah dengan perlahan tulang iga atau ruang antar iga
dari luar menuju tempat asal nyeri
- Rasa nyeri akan bertambah akibat tekanan ibu jari, nyeri
dapat disebabkan fraktur tulang iga, fibrosis otot antar
iga, pleuritis local dan iritasi akar syaraf
 PALPASI PERNAPASAN DADA
- Posisi pasien duduk dengan kedua tangan di paha atau
dipinggangberhadapan dengan pasien
- Letakkan kedua telapak tangan pemeriksa pada dinding
dada pasien sesuai posisi yaitu telapak tangan pemeriksa
ke dinding dada kiri pasien, sedangkan telapak kiri
pemeriksa pada dinding dada kanan psien
- Letakkan jari telunjuk di bawah tulang klavikuladan jari-
jari lainnya di sebar sedemikian rupa sehingga pada
masing-masing berada di tulang iga berikutnya
- Pasien diminta bernapas dalam dan kuat dan perhatikan
gerakan jari-jari pada orang muda jari-jari akan terangkat
mulai dari atas di susul oleh jari-jari di bawahnya secara
berturut-turut seperti membuka kipas. Sedangkan pada
orang tua semua jari-jari bergerak bersama-sama
 PALPASI GETARAN SUARA PARU (FREMITUS RABA)
- Posisi pasien duduk untuk pemeriksaan dada depan dan
posisi duduk kedua tangan di paha atau dipinggang.
- Sedangkan posisi pasien tidur miring untuk pemeriksaan
dada belakang sesuai dengan keadaan pasien. Pada
posisi tidur terlentang/ miring kedua tangan di samping
dan sejajar dengan badan
- Letakkan sisi ulnar tangan kanan pemeriksa di dada kiri
pasien dan sebaliknya
- Minta pasien mengucapkan kata-kata seperti satu,
dua,...dst berulang-ulang
- Pemeriksaan dilakukan mulai dari dada atas sampai dada
bawah

51 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Perhatikan intensitas getaran suara dan bandingkan
kanan dan kiri
- Normal getaran kedua sisi sama, kecuali apeks kanan
karena letaknya dekat dengan bronkus. Fremitus raba
meningkat apabila terdapat konsolidasi paru, fibrosis paru
selama bronkus masih tetap terbuka. Fremitus suara
menurun bila ada cairan/ udara dalam pleura dan
sumbatan bronkus
 PERKUSI DADA
Tujuan untuk mengetahui batas, ukuran, posisi dan kualitas
jarngan didalamnya. Perkusi hanya menembus sedalam 5-7
cm, sehingga tidak dapat mendeteksi kelainan yang letaknya
dalam. Lakukan perkusi perkusi secara sistematis dari atas ke
bawah dengan membandingkan kanan dan kiri.
 PERKUSI DADA DEPAN
- Posisi pasien duduk dengan kedua tangan di paha atau
dipinggang dan berhadapan dengan pemeriksa
- Lakukan perkusi secara dalam pada fossa supraklavikula
kanan, kemudian lanjutkan sebagian dada kiri.
- Selanjutnya lokasi perkusi bergeser ke bawah sekitar 2-3
cm, begitulah seterusnya ke bawah sampai batas atas
abdomen
- Mintalah pasien untuk mengangkat kedua lengan untuk
melakukan perkusi aksila dari atas ke bawah di kanan
dan kiri
- Bandingkan getaran suara yang di hasilkan oleh perkusi
Normal suara dada/ paru adalah sonor bila redup
kemungkinan adanya tumor, cairan, secret. Suara
hipersonor akibat adanya udara dalam pleura.
 PERKUSI DADA BELAKANG
- Posisi pasien duduk dengan kedua tangan di paha atau
di pinggang dan membelakangi pemeriksa
- Lakukan perkusi secara dalam pada supraskapula dada
belakang kanan, kemudian lanjutkan ke bagian dada kiri.

52 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
- Selanjutnya lokasi perkusi bergeser kebawahsekitar 2-3
cm, begitulah seterusnya ke bawah sampai batas atas
abdomen
- Bandingkan suara yang dihasilkan oleh perkusi dada
kanan dan kiri
- Suara sonor paru kanan bila diperkusi kebawah akan
lebih cepat menghilang, karena adanya keredupan hati.
 PERKUSI BATAS PARU DAN HATI
- Posisi pasien duduk dengan kedua tangan di samping
tubuh dan berhadapan dengan pemeriksa.
- Lakukan pada dada kanan depan dari atas ke bawah
secara sistematis.
- Posisi pasien di rubah sehingga membelakangi
pemeriksa, selanjutnya lakukan perkusi pada bagian
dada belakang dari atas ke bawah secara sistematis.
- Pada daerah batas paru dan hati terjadi perubahan
suara, ari sonor menjadi pekak/ redup. Normal batas paru
bagian depan terletak antara kosta 5 dan 6, sedangkan
paru bagian bagian belakang setinggi proseus vertebra
torakalis 10 atau 11
 AUSKULTASI DADA
1. AUSKULTASI PARU
Tujuan pemeriksaan auskultasi paru adalah untuk
menentukan adanya perubahan dalam saluran napas dan
pengembangan paru. Dengan auskultasi dapat di
dengarkan suara napas, suara tambahan, suara bisik dan
suarapercakapan.
Suara napas adalah suara yang dihasilkan aliran
udara yang masuk dan keluar paru pada waktu bernapas.
Pada proses pernapasan terjadi pusaran/ eddies dan
benturan/ turbulensi pada bronkus can percabangannya.
Getaran di hantarkan melalui lumen dan dinding bronkus.
Pusaran dan benturan lebih banyak pada waktu insprasi/
menarik napas di banding ekspirasi/ mengeluarkan
napas,hal inilah yang menyebabkan perbedaan suara

53 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
antara inspirasidan ekspirasi. Suara napas ada 3macam
yaitu suara napas normal/ vesikuler, suara napas
campuran/ bronkovesikuler dan suara napas bronkial.
Suara napas vesikuler bernada rendah, terdengar lebih
panjangpada fase inspirasi daripada ekspirasi dan kedua
fase bersambung/ tidak ada silen gaps. Suara napas
bronkial bernada tinggi dengan fase ekspirasi lebih lama
daripada inspirasi dan terputus/ silent gaps. Sedangkan
kombinasi suara nada tinggi dengan inspirasi dan ekspirasi
yang jelas dan tidak ada silent gaps disebut
bronkovesikuler/ vesikobronkial.
Suara napas vesikuler pada kedua paru
normaldapat meningkat pada anak, orang kurus dan
latihan jasmani. Bila salah satu meningkat berarti ada
klainan pada salah satu paru. Suara vesikuler melemah
kemungkinan adanya cairan, udara, jaringan padat pada
rongga pleura dan keadaan patologi paru.
Suara napas bronkial tiak terdengar pada paru
normal,baru terdengar bila paru menjadi padat, misalkan
konsolidasi.
Suara napas asmatik yaitu inspirasi normal/ pendek
di ikuti ekspirasi lebih lama dengan nada lebih tinggi
disertai wheeze.
Suara tambahan dari paru adalah seura yang tidak
terdengar pada keadaan paru sehat. Suara ini muncul
akibat dariadanya secret didalam saluran napas,
penyempu=itan dari lumen saluran napas dan terbukanya
acinus/ alveoli yang sebelumnya kolap. Karena banyaknya
istilah suara tambahan, kita pakai saja istilah” ronki “ yang
di bagi menjadi 2 macam yaitu ronki basah dengan suara
terputus-putus dan ronki kering dengan suara tidak
terputus.
Ronki basah kasar seperti suara gelembung udara
besar yang pecah, terdengar pada saluran napas besar
bila terisi banyak sekret. Ronki basah sedang seperti

54 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
gelembung kecil yang pecah, terdengar bila adanya
secretpada saluran napas kecil dan sedang, biasanya pada
bronkiektasis dan bronkopneumonia. Ronki basah halus
tidak mempunyai sifat gelembung lagi, terdengar seperti
gesekan rmbut, biasanya pada pneumonia dini.
Ronki kering lebih mudah terdengar pada fase
ekspirasi, karena saluran napasnya menyempit. Ronki
kering bernada tinggi di sebut sisbilan, terdengar mencicit/
squacking, ronki kering akibat ada sumbatan saluran napas
kecil di sebut wheeze. Ronki kering bernada rendah akibat
sumbatan sebagian saluran napas besar disebut
sonourous, terdengar seperti orangmengerang/ grouning.
Suara tambahan lain yaitu dari gesekan
pleura/pleural friction rub yang terdengar seperti gesekan
kertas, seirama dengan pernapasandan terdengar jelas
pada fase inspirasi, terutama bila stetoskop di tekan.
a. AUSKULTASI PARU DEPAN
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan di paha atau
dipinggang dan berhadapan dengan pasien
2. Tempelkan stetoskop pada dinding dada
3. Mintalah pasien menarik napas pelan-pelan dengan mulut
terbuka
4. Dengarkan satu periode inspirasi dan ekspirasi
5. Mulailah dari depan di atas klavikulakiri dan diteruskan
kesisi dindingdad kanan
6. Selanjutkan geser ke bawah 2-3 cm dan seterusnya,
sampai ke dda bagian bawah
7. Mintalah pasien mengangkat lengannya untuk
pemeriksaan di daerah aksila kanan dan kiri
8. Bandingkan suara napas kanan dankiri, serta dengarkan
adanya suara napas tambahan
b. AUSKULTASI PARU BELAKANG
1. Posisi pasien duduk dengan kedua tangan dipaha atau
dipinggang dan membelakangi pemeriksa

55 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
2. Tempelkan kepala stetoskop pada supraskapula dada
belakang kiri, dan dengarkan dengan seksama, kemudian
lanjutkan kebagian dada kanan
3. Selanjutnya geser ke bawah 2-3 cm dan seterusnya,
sampai ke dada bagian bawah
4. Mintalah pasien mengangkat lengannyauntuk auskultasi
pada aksila posterior kanan dan kiri
5. Bandingkan getaran suara kanan dan kiri, dengarkan
adanya suara napas tambahan
2. AUSKULTASI DAERAH JANTUNG
1. Mintalah pasien berbaring dengan sudut 30 derajat
2. Mintalah pasien relaks bernapas biasa
3. Tempelkan stetoskop pada ictus cordis dengarkan suara
dasar jantung
4. Bila auskultasi dengan corong stetoskop untuk daerah
apek dan ruang intercosta 4 dan 5 kiri ke arah sternum.
Dengan membran untuk ruang intercosta 2 kiri ke arah
sternum
5. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
6. Bedakan irama systole, diastole dan intensitasnya
7. Perhatikan suara tambahan yang mungkin timbul
8. Gabungkan auskultasi dengan kualitas pulsus (denyut
nadi)
9. Tentukan daerah penjalaran bising dan titik maksimumnya

PEMERIKSAAN ABDOMEN
Pemeriksaan abdomen meliputi inspeksi, auskultasi, perkusi dan
palpasi. Secara deskripsi dengan menggunakan 2 garis imajiner yang
saling tegak lurus dan masing-masing garis melalui umbilicus, abdomen
di bagi menjadi 3 kuadran yaitu epigastrium, umbilical dan hipogastrik/
suprapubik.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam melakukan
pemeriksaan abdomen yaitu:
1. Pasien dalam keadaan rilek, untuk memudahkan keadaan
tersebut antara lain:

56 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
a. Kandung kemh harus kosong
b. Pasien berbaring terlentang dengan bantal di bawah
kepala dan lutut
c. Kedua tangan disamping badan atau menyilang dada,
jangan meletakkan tangan diatas kepala
d. Gunakan tangan dan stetoskop yang hangat, caranya
dengan menggosokkan kedua telapak tangan dan
tempelkan stetoskop pada telapak tangan pemeriksa
dengan perlahan-lahan
e. Ajaklah pasien berbicara bila perlu dan mintalah pasien
untuk menunjukkan daerah nyeri
f. Perhatikanlah ekspresi dari muka pasien selama
pemeriksaan
2. Daerah abdomen mulai dari proseus xiphoideus sampai
simpisi pubis harus terbuka
3. Pemeriksa disebelah kanan pasien
A. INSPEKSI ABDOMEN
Cara pemeriksaan
1. Mintalah pasien berbaring terlentang dengan kedua tangan di sisi
tubuh. Letakkan bantal kecil di bawah lutut dan dibelakang kepala
untuk melemaskan/relaksasi otot-otot abdomen
2. Perhatikan ada tidaknya penegangan abdomen.
3. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien dan perhatikan kulit dan
warna abdomen, bentuk perut, simetrisitas, jaringan parut, luka,
pola vena, dan striae serta bayangan vena dan pergerakan
abnormal
4. Perhatikan posisi, bentuk, warna, dan inflamasi dari umbilikus
5. Perhatikan pula pergerakan permukaan, massa, pembesaran atau
penegangan. Bila abdomen tampak menegang, minta pasien untuk
berbalik ke samping dan inspeksi mengenai ada tidaknya
pembesaran area antara iga-iga dan panggul, tanyakan keadaan
pasien apakah abdomen terasa lebih tegang dari biasanya.
6. Bila terjadi penegangan abdomen, ukur lingkar abdomen dengan
memasang tali/ perban seputar abdomen melalui umbilikus. Buatlah
simpul di kedua sisi sisi tali/ perban untuk menandai dimana batas

57 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
lingkar abdomen, lakukan monitoring, bila terjadi peningkatan
prenggangan abdomen, maka jarak kedua simpul makin menjauh
7. Inspeksi abdomen untuk gerakan pernapasan yang normal
8. Mintalah pasien untuk mengangkat kepalanya dan perhatikan
adanya gerakan peristaltik atau denyutan aortik

B. AUSKULTASI ABDOMEN
Auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan
usus dan adanya gangguan pembuluh darah dan adanya gangguan
pembuluh darah. Bunyi usus akan terdengar tidak teratur seperti
orang berkumur dengan frekuensi 5-33 kali permenit. Normal tidak
terdengar bunyi vesikuler disekitar aorta, ginjal, iliaka atau femoral,
apabila terdapat desiran mungkin suatu aneurisma.
1. Persiapan alat
 Stetoskop
2. Persiapan pasien
 Jelaskan pada pasien
3. Cara pemeriksaan
 Mintalah pasien berbaring dengan tangan kedua sisi. Letakkan
bantal kecil di bawah lutut dan di belakang kepala
 Letakkan kepala stetoskop sisi diapragma yang telah
dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan
ringan, minta pasien agar tidak berbicra. Bila mungkin
diperlukan 5 menit terus menerus untuk mendengar sebelum
pemeriksaan menentukan tidak adanya bising usus.
 Dengarkan bising usu apakah normal, hiperaktif, hipoaktif, tidak
ada bising usus dan perhatikan frekuensi/ karakternya
 Bila bising usus tidak mudah terdengar,lanjutkan pemeriksaan
dengan sistematis dan dengarkan tiap kuadran abdomen.
 Kemudian gunakan sis bel stetoskop, untuk mendengarkan
bunyi desiran di bagian epigastrik dan pada tiap kuadran diatas
arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral dan aorta terokal. Pada orang
kurus mungkin dapat terlihat gerakan peristaltik usus atau
denyutan aorta

58 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Catat frekuensi bising usus, hiperaktif, hipoaktif atau tidak ada
bising usus pada kartu status.

C. PERKUSI ABDOMEN
Lakukan perkusi di 4 kuadran dan perhatikan suara yang timbul
pada saat melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ di
bawah kulit. Organ berongga seperti lambung, usus, kandung kemih
berbunyi timpani, sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa,
pankreas, ginjal
1. PERKUSI BATAS HATI
a. Posisi pasien tidur terlentang dan pemeriksa berdirilah disisi
kanan pasien
b. Lakukan perkusi pada garis midklavikularkanan setinggi
umbilikus, geser perlahan keatas, sampai terjadi perubahan
suara dari timpani menjadi pekak, tandai batas bawah hati
tersebut.
c. Ukur jarak antara subcostae kanan ke batas bawah hati.
Batas hati bagian bawah berada ditepi batas bawah tulang iga
kanan. Batas hati bagian atas terletak antara celah tulang iga ke 5
sampai ke 7. Jarak batas atas dengan bawah hati berkisar 6-12 cm
dan pergerakan bagian bawah hati pada waktu bernapas yaitu
berkisar 2-3 cm
2. PERKUSI LAMBUNG
a. Posisi pasien tidur terlentang
b. Pemeriksa di samping kanan dan menghadap pasien
c. Lakukan perkusi pada tulang iga bagian bawah anterior dan
bagian epigastrium kiri
d. Gelembung udara lambung bila di oerkusi akan berbunyi
timpani
3. PERKUSI GINJAL
a. Posisi pasien duduk atau berdiri
b. Pemeriksa di belakang pasien
c. Perkusi sudut kostovertebral di garis skapular dengan sisi ulnar
tangan kanan
d. Normal perkusi tidak mengakibatkan rasa nyeri

59 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
D. PALPASI ABDOMEN
1. Posisi pasien berbaring terlentang dan pemeriksa disebelah
kanannya.
2. Lakukan palpasi ringan ditiap kuadran abdomen dan hindariarea
yang telah di ketahui sebelumnya sebagai titik bermasalah, seperti
apendisitis.
3. Tempatkan tangan pemeriksa di atas abdomen secara datar,
dengan jari-jari ekstensi dan berhimpitan serta pertahankan
sejajar permukaan abdomen
4. Palpasi di mulai perlahan dan hati-hati dari superfisial sedalam 1
cm, untuk mendeteksi area nyeri, penegangan abnormal atau
adanya massa.
5. Bila otot sudah lemas dapat dilakukan palpasi sedalam 2,5-7,5
cm, untuk mengetahui keadaan organ dan mendeteksi adanya
massa yang kurang jelas teraba selama palpasi
6. Perhatikan karakteristik dari setiap massa pada lokasi yang
dalam, meliputi ukuran, lokasi, bentuk, konsistensi, nyeri,
denyutan dan gerakan
7. Perhatikan wajah pasien selama palpasi untuk melihat adanya
tanda/ rasa tidak nyaman
8. Bila ditemukan rasa nyeri, uji akan adanya nyeri lepas, tekan
dalam kemudian lepas dengan cepat untuk mendeteksi apakah
nyeri timbul dengan melepskan tekanan.
9. Minta pasien mengangkat kepala dari meja periksa untuk melihat
kontrakssi otot-oto abdominal
a) PALPASI HATI
1) Posisi pasie tidur terlentang
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) Letakkan tangan kiri pemeriksa dibawah torak/ dada kanan
posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan
tekanlah ke arah atas
4) Letakkan telapak kanan atas di atas abdomen, jari-jari
mengarah ke kepala/ superior pasien dan ekstensikan
sehingga ujung-ujung jari terletak di garis klavikular di bawah
batas bawah hati.

60 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
5) Kemudian tekanlah dengan lembut ke dalam dan ke atas
6) Minta pasien menarik napas dan cobalah meraba tepi hati saat
abdomen mengempis
b) PALPASI KANDUNG EMPEDU
1) Posisi pasien tidur telentang,
2) Pemeriksaan disamping kanan dan menghadap pasien
3) Letakan telapak tangan kiri pemeriksaan dibawah dada kana
posterior pasien pada iga kesebelas dan keduabelas dan
tekanlah kearah atas.
4) Letakkan telapak tangan kanan di atas abdomen, jari-jari
mengarah ke
kepala / superior pasien dan ekstensikan sehingga ujung-ujung
jari terletak
di garis klavikulardi bawah batas bawah hati.
5) Kemudian tekan lembut ke dalam dan ke atas.
6) Mintalah pasien menarik napas dan coba meraba tepi hati saat
abdomen
mengempis.
7) Palpasi di bawah tepi hati pada sisi lateral dari otot rektus.
8) Bila diduga ada penyakit kandung empedu, minta pasien untuk
menarik napas dalam selama palpasi.
c) PALPASI LIMPA
1) Posisi pasien tidur terlentang
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) Letakkan secara menyilang telapak tangan kiri pemeriksa di
bawah pinggang
kiri pasien dan tekanlah keatas
4) Letakkan telapak tangan kanan dengan jari-jari ektensi diatas
abdomen
dibawah tepi kiri kostal.
5) Tekaniah ujung jari kearah Iimpa kemudian minta pasien untuk
menarik napas
dalam.
6) Palpasilah tepi Iimpa saat Iimpa bergerak ke bawah kearah
tangan pemeriksa

61 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
7) Apabila dalam posisi terlentang tidak bisa diraba, maka posisi
pasien berbaring miring kekanan dengan kédua tungkai bawah
difleksikan.
8) Pada keadaan tertentu diperlukan Schuffner test
b) PALPASI AORTA
1) Posisi pasien tidur terlentang
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) Pergunakan ibu jari dan jari telunjuk tangan kanan.
4) Palpasilah dengan perlahan namun dalam ke arah abdomen
bagian atas tepat garis tengah.
c) PEMERIKSAAN ASITES
1) Posisi pasien tidur terlentang
2) Pemeriksa disamping kanan dan menghadap pasien
3) Prosedur ini memerlukan tiga tangan ‘
4) Minta pasien atau asisten untuk menekan perut pasien dengan
sisi ulnar tangan dan lengan atas tepat disepanjang garis
tengah dengan arah vertikal.
5) Letakkan tangan pemeriksa dikedua sisi abdomen dan
ketuklah dengan tajam salah satu sisi dengan ujung- ujung jari
pemeriksa .
6) Rasakan impulsl getaran gelombang cairan dengan ujung jari
tangan yang
satunya atau bisa juga menggunakan sisi ulnar dari tangan
untuk merasakan getaran gelombang cairan

PEMERIKSAAN EKSTREMITAS
A. PEMERIKSAAN REFLEK
1. PEMERIKSAAN REFLEK OTOT BISEPS
a. Posisi pasien tidur terlentang dan siku kanan yang akan
diperiksa, diletakan
diatas perut dalam posisi fleksi 60 derajat dan rileks.
b. Pemeriksa berdiri dan menghadap pada sisi kanan pasien
c. Carilah tendon biseps dengan meraba fossa kubiti, maka akan
teraba keras
bila siku difleksikan

62 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
d. Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot biseps
e. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan
tangan, diatas
jari telunjuk kiri pemeriksa
f. Terlihat gerakan fleksi pada siku akibat kontraksi otot biseps
dan
terasa tarikan tendon otot biseps dibawah telunjuk pemeriksa
2. PEMERIKSAAN REFLEK OTOT TRISEPS
a. Bila Posisi pasien tidur terlentang
b. Bila siku tangan kanan yang akan diperiksa, maka diletakan
diatas perut dalam posisi fleksi 90 derajat dan rileks.
c. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien
d. Carilah tendon triseps 5 cm diatas siku( proksimal ujung
olecranon )
e. Letakan jari telunjuk kiri pemeriksa diatas tendon otot triseps
f. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan
tangan diatas jari telunjuk kiri pemeriksa
g. Teriihat gerakan ektensi pada siku akibat kontraksi otot triseps
dan
terasa tarikan tendon otot triseps dibawah telunjuk pemeriksa.
3. PEMERIKSAAN REFLEK TENDON PATELA
a. Posisi pasien tidur terlentang atau duduk
b. Pemeriksa berdiri pada sisi kanan pasien
c. Bila posisi pasien tidur terlentang, lutut pasien fleksi 60 derajat
dan bila duduk
lutut fleksi 90 derajat
d. Tangan kiri pemeriksa menahan pada fossa poplitea
e. Carilah 2 cekungan pada lutut dibawah patela inferolaterall
inferomedial
f. Diantara 2 cekungan tersebut terdapat tendon patela yang
terasa keras dan
tegang .
g. Ayunkan hammer reflek sebatas kekuatan ayunan pergelangan
tangan diatas
tendon patela

63 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
h. Terlihat gerakan ektensi pada lutut akibat kontraksi otot
quadriseps
femoris
4. PEMERIKSAAN REFLEK TENDON ACHILES
a. Pasien tidur terlentang atau duduk
b. Bila pasien tidurterlentang pemeriksa berdiri dan bila pasien
duduk pemeriksa jongkok disisi kiri pasien
c. Bila pasien tidur terlentang lutut fleksi 90 derajat dan
disilangkan diatas kaki berlawanan, bila pasien duduk kaki
menggelantung bebas
d. Pergelangan kaki dorsofleksikan dan tangan kiri pemeriksa
memegang/ menahan kaki pasien
e. Carilah tendon achiles diantara 2 cekungan pada tumit yang
terasa keras dan makin tegang bila posisi kaki dorsofleksi
f. Ayunkan reflek hammer diatas tendon achiles V
g. Terasa gerakan plantar fleksi kaki yang mendorong tangan
kiri pemeriksa dan tampak kontraksi otot gastrocnemius

TEST KESEIMBANGAN
1. TEST ROMBERG
a. Pemeriksa berdiri dalam jarak dekat untuk menjaga bila pasien
jatuh.
b. Mintalah pasien berdiri dengan kaki berhimpitan dan ke 2
lengan disisi tubuh
c. Kedua mata pasien terbuka dan kemudian mintalah matanya
dipejamkan.
d. Normal adanya gerakan tubuh dengan sedikit bergoyang
e. bila pasien jatuh kesamping karena hilangnya keseimbangan
(test romberg positip)
2. TEST SATU KAKI
a. Mintalah pasien berdiri pada satu kaki dengan mata tertutup
b. Kedua lengan Iurus dan tetap disisi tubuh.
c. Ulangi prosedur ini pada kaki satunya.
d. Normal keseimbangan berkisar 5 detik dengan sedikit
goyangan tubuh

64 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
e. Penyimpangan apabila pasien menggerakan badan dan
mengayunkan
kakinya untuk mencegah agar tidakjatuh

PEMERIKSAAN FUNGSI KORDINASI


1. TEST MENYENTUH HIDUNG
a. Demontrasikan setiap manuver ini terhadap pasien dan minta
pasien
mengulanginya
b. Perhatikan kehalusan dan keseimbangan gerakan tersebut
untuk
memeriksa fungsi motor halus
c. Mintalah pasien mengekstensikan lengan keluar sisi tubuh
dan sentuhkan setiap jari ke hidung
d. Mintalah pasien melakukan dengan mata terbuka dan
kemudian dengan mata terpejam.
e. Normal pasien dapat menyentuh hidung secara bergantian
f. Penyimpangan terjadi apabila pasien tidak mempunyai
kemampuan
menyentuh hidung, gerakan tidak terkordinasi, tampak kaku,
lambat dan tidak teratur
2. TEST MENEMPATKAN TUMIT KAKI
a. Posisi pasien terlentang/ duduk dengan mata tertutup.
b. Mintalah pasien untuk menempatkan tumit salah satu kaki
keatas tulang kering atau tibia kaki satunya
c. Turunkan tumit tersebut dari tulang kering ke ujung kaki
Iainnya.
d. Normal pasien dapat menggerakan tumit kakinya keatas atau
kebawah pada bagian atas tulang tibia kaki yang Iainnya
dalam satu garis Iurus dengan teratur
e. Penyimpangan terjadi apabila pasien sulit melakukan gerakan
keatas atau kebawah, gerakan tampak tidak teratur, kaku,
sering menyimpang kesamping dan tidak lurus

3. TEST MENEPUK LUTUT

65 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
a. Posisi pasien duduk.
b. Mintalah pasien untuk menepuk lututnyadengan kedua tangan
c. Kemudian mintalah pasien menepuk Iututnya dengan telapak
dan punggung
tangan secara bergantian dengan gerakan yang cepatdan
bergantian
d. Mintalah pasien untuk meningkatkan kecepatan secara
bertahap.
e. Normal tangan yang dominan pasien tampak Iebih
terkordinasi dalam
gerakan, irama teratur, da pat dihentikan dengan halus dan
cepat
4. TEST TANGAN
a. Posisi pasien duduk, berdiri atau tidur terlentang
b. Mintalah pasien menyentuh masing-masing jari dengan ibu jari
dari tangan
yang sama
c. Mintalah pasien malakukan dalam rangkaian gerak yang
cepat, dimulai dari
jari telunjuk sampai jari kelinking
d. Normal pasien dapat menyentuh masing- masing dari jari
pada tangan yang
sama dengan teratur, cepat dan halus
5. TEST KAKI
a. Posisi pasien berbaring telentang
b. Letakkan tangan pemeriksa pada pusat kaki pasien
c. Mintalah pasien untuk mengetuk tangan pemeriksa dengan
kaki secepat mungkin
d. Amatilah masing-masing kaki mengenai kecepatan dan
kehalusannya.
e. Normal gerakan kaki tidak secepat dan serapi tangan
6. TEST GAYA BERJALAN
a. Mintalah pasien berjalan tanpa alas kaki mengelilingi ruang
periksa.

66 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
b. Mintalah pasien ben'a|an dengarymata terbuka dan kemudian
dengan mata tertutup.
c. Amatilah rangkaian gaya berjalan dan gerakan dari Iengan,
adanya kaki terseret, berjalan dengan ibu jari kaki, telapak
kaki terangkat dengan lemah, keterlambatanl kelainan
pertumbuhan tungkai, terjadinya gaya berjalan yang limbungl
tidak seimbang.
d. Normal tumit yang pertama menyentuh lantai, kemudian
seluruh bagian kaki.
e. Tumit kedua menekan dan melayang dari lantai
f. Berat badan berpindah dari tumit pertama ke pusat kaki
g. Ayunan tungkai meningkatkan kecepatan saat berat badan
pindah dari kaki kedua
h. Kaki kedua mengangkat dan melangkah mendahului kaki
pertama yang masih menahan berat badan dan mengayun
i. Kaki kedua menurun kecepatannya dalam mempersiapkan
sentuhan tumit selanjutnya
j. Tidak normal biia panggul dan Iutut terangkat terlalu tinggi
untuk menaikan kaki dan plantar fleksi dari tanah (Steppage).
k. Gerakan seperti kejang dan tidak terarah (Distonik).
l. Tungkai jauh terpisah dengan berat badan berpindah dari sisi
satu kelainnya seperti gerak bebek( Distropik ).

67 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
4. Standar Ketenagaan
Tabel standar ketenagakerjaan berdasarkan buku standar puskesmas dinas
kesehatan propinsi, 2013
No Jenis Jabatan Kompetensi minimal Jumlah
pelayanan tenaga
(orang)
1 Poli umum Fungsional Mempunyai Surat Tanda 2
dokter Registrasi (STR) dan Surat Ijin
Praktek (SIP)
Kompetensi :
1. Mampu melaksanakan
pelayanan medis dasar
sesuai kompetensi dan
kewenangannya
2. Mampu melaksanakan
pelayanan
kegawatdaruratan
3. Pelatihan
kegawatdaruratan GELS
(General Emergency Life
Support)/ ATLS (Advance
Traumatic Life Support)/
ACLS (Advance Cardiac
Life Support)
Fungsional D III keperawatan, mempunyai 2
perawat Surat Ijin Perawat (SIP) dan
terampil Surat Tanda Registrasi (STR)
2 Pelayanan Fungsional Dirangkap dokter di poli Umum 2 (jaga
kegawatda Dokter Mempunyai Surat Tanda on call)
ruratan Registrasi (STR) dan Surat Ijin
Praktek (SIP)
Kompetensi :
a. Mampu melaksanakan
pelayanan medis dasar
sesuai kompetensi dan

68 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
kewenangannya
b. Mampu melaksanakan
pelayanan
kegawatdaruratan
c. Pelatihan kegawatdaruratan
GELS (General Emergency
Life Support)/ ATLS
(Advance Traumatic Life
Support)/ ACLS (Advance
Cardiac Life Support)
Fungsional S1 Kep. Ners/ D IV/ DIII 1
perawat Keperawatan
ahli
(perawat
koordinator
)
Fungsional D III keperawatan, mempunyai 3
perawat Surat Ijin Perawat (SIP) dan
terampil Surat Tanda Registrasi (STR)
Kompetensi :
1. Mampu melaksanakan
Asuhan Keperawatan
sesuai kompetensi dan
kewenangannya
2. Mampu melaksanakan
pelayanan
kegawatdaruratan
3. Memiliki sertifikat :
a. Asuhan keperawatan
b. Pelatihan kegawatdaruratan
Pertolongan Pertama Gawat
Darurat (PPGD) /Basic
Trauma Life Support/ Basic
Cardiac Life Support
(BCLS)/ Emergency Nursing

69 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
c. Imunisasi
d. Konseling
e. Pendidikan kesehatan
f. Keperawatan Kesehatan
Masyarakat
g. Imunisasi
h. SDIDTK

Tabel standar ketenagaan puskesmas rawat inap menurut permenkes No.75


tahun 2014
No. Jenis tenaga Standar Puskesmas
pedesaan rawat inap
1 Dokter /dokter layanan primer 2
2 Dokter gigi 1
3 Perawat 8
4 Bidan 7
5 Tenaga kesehatan masyarakat 1
6 Tenaga kesehatan lingkungan 1
7 Ahli teknologi laboratorium 1
8 Tenaga gizi 2
9 Tenaga kefarmasian 1
10 Tenaga administrasi 2
11 Pekarya 1
Jumlah 27

5. Rekam Medik
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/MENKES/PER/III/2008, Rekam medik adalah berkas yang
berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien.
Menurut Konsil Kedokteran Indonesia Tahun 2006 dalam buku
Manual Rekam Medis, ada 2 jenis rekam medis, yaitu:
a. Rekam medis konvensional

70 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
b. Rekam medis elektronik
Rekam medik merupakan data medik pasien tertulis, yang
dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum, dan
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
a. Rekam medik harus disediakan untuk setiap kunjungan.
b. Rekam medik harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas serta
harus sesuai standar yang ditetapkan menurut jenis pelayanan.
c. Harus ada sistem identifikasi, indeks, dan sistem dokumen yang
memudahkan pencarian rekam medik.
d. Isi rekam medik untuk pasien rawat jalan/inap sekurang-kurangnya
memuat:
1) Identitas pasien (nama, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat dan
pekerjaan).
2) Tanggal dan waktu.
3) Hasil anamnesa, mencakup sekurang-kurangnya keluhan dan
riwayat/perjalanan penyakit.
4) Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medik yang dilakukan.
5) Dokumentasi hasil pemeriksaan.
6) Diagnosis penyakit.
7) Rencana penatalaksanaan.
8) Pengobatan dan/atau tindakan medik.
9) Identitas dan tanda tangan dari dokter yang menangani.
Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan
teknologi informasi elektronik, kewajiban membubuhi tanda
tangan dapat diganti dengan menggunakan nomor identitas
pribadi/Personal Identification Number (PIN).
10) Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
11) Persetujuan tindakan bila diperlukan.
e. Rekam medik disebut lengkap bila telah berisi seluruh informasi
tentang pasien sesuai dengan formulir yang disediakan, isi rekam
medik harus lengkap dan benar
f. Dokter, perawat dan bidan bertanggung jawab akan kebenaran
dan ketepatan pengisian rekam medik. Bila terjadi kesalahan
pencatatan rekam medis, catatan dan berkas tidak boleh
dihilangkan atau dihapus dengan cara apapun.Perubahan catatan

71 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
atas kesalahan dapat dilakukan dengan pencoretan dan kemudian
dibubuhi paraf petugas yang bersangkutan.
g. Setelah memberikan pelayanan praktik kedokteran kepada pasien,
dokter dan dokter gigi segera melengkapi rekam medis dengan
mengisi atau menulis semua pelayanan praktik kedokteran yang
yang telah dilakukannya.
h. Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis,
tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung
kepada pasien dapat membuat/mengisi rekam medis atas
perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter dan dokter gigi
yang menjalankan praktik kedokteran.
i. Berkas rekam medis menjadi milik Puskesmas, sedangkan isi
rekam medis dan lampiran dokumen menjadi milik pasien.
j. Batas waktu lama penyimpanan rekam medis menurut Peraturan
Menteri Kesehatan paling lama 5 (lima) tahun dan resume rekam
medis paling sedikit 25 (dua puluh lima) tahun.
k. Khusus untuk Puskesmas rawat inap:
l. Riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan sudah harus lengkap
dalam 24 (dua puluh empat) jam setelah pasien dirawat dan
ringkasan/resume ringkasan riwayat keluar sudah harus dilengkapi
paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pasien pulang. Semua
rekam medik diberi kode sesuai dengan ICD-X dan indeks dalam
waktu 14 (empat belas) hari setelah pasien pulang.

6. Keadaan Gawat Darurat


a. Tiase
Triase adalah proses menentukan prioritas penanganan
pasien berdasarkan kegawatan pasien.
Penderita dibedakan menjadi 4 kelompok menurut
kegawatannya dengan memberi label Hijau, Kuning, Merah dan
Hitam pada Rekam medik
1) Hijau (Minor) merupakan prioritas ketiga yaitu penderita tidak
gawat dan tidak darurat. Perawatan medis dapat ditunda
hingga beberapa jam. Misalnya : Penderita Common Cold,
penderita rawat jalan, abses, luka robek

72 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
2) Kuning (Delayed) merupakan prioritas kedua yaitu penderita
yang kegawat daruratan masih tidak urgent. Penanganan
dapat ditunda hingga seluruh kelompok merah telah ditangani.
Misalnya : Penderita Thipoid, Hipertensi, DM,
3) Merah (Immediate) merupakan prioritas pertama yaitu
penderita gawat darurat (pasien dengan kondisi mengancam)
yang harus segera diberi pertolongan dalam satu jam pertama.
Misalnya : Penderita stroke trombosis, luka bakar, Appendic
acuta, KLL , CVA, MIA, asma bronchial dll.
4) Hitam (Decreased) merupakan prioritas terakhir yaitu korban
yang sudah tidak memberi respon/ meninggal, korban
ditinggalkan jika memungkinkan ditutupi
Penderita mendapatkan prioritas pelayanan dengan
urutan : merah-kuning-hijau-hitam.
b. Rujukan Emergensi
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab
atas kasus penyakit atau masalah kesehatan yang
diselenggarakan secara timbal balik, baik secara vertikal dalam
arti dari satu strata sarana pelayanan kesehatan ke strata sarana
pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara horisontal dalam
arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang sama.
Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama,
kemampuan yang dimiliki oleh Puskesmas terbatas, sehingga
dalam memberikan pelayanan kesehatan secara paripurna
Puskesmas melakukan rujukan secara rasional (tepat indikasi,
tepat waktu dan tepat sasaran).
Rujukan merupakan suatu rangkaian kegiatan sebagai
respon terhadap ketidak mampuan suatu pusat layanan
kesehatan atau fasilitas kesehatan dalam melaksanakan tindakan
medis terhadap pasien. Sistem rujukan merupakan suatu
mekanisme pengalihan atau pemindahan pasien yang terjadi
dalam atau antar fasilitas kesehatan yang berada dalam suatu
jejaring.
Rujukan yang dilaksanakan di Puskesmas bisa merupakan
rujukan vertikal ke tingkat lebih rendah atau ke tingkat lebih tinggi

73 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
maupun horizontal antar fasilitas kesehatan yang sama pada
wilayah yang berbeda. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 pasal 3 tentang sistim
rujukan pelayanan kesehatan perorangan, maka:
1) Pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat
pertama.
2) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan
atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
3) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan
atas rujukan dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau
tingkat pertama.
Penyebab rujukan, antara lain karena ketidak mampuan
Puskesmas dalam melakukan pemeriksaan spesimen/penunjang
medik, keterbatasan pengetahuan, membutuhkan konsultasi
tenaga ahli/spesialis dan lain-lain. Pasien rujukan harus disertai
dengan informasi alasan rujukan.
Ketentuan rujukan:
1) Puskesmas mempunyai alur rujukan, prosedur merujuk pasien,
prosedur menerima rujukan, prosedur menerima balasan
rujukan. Prosedur rujukan ini dibuat dengan mengacu pada
Buku Pedoman Sistem Rujukan Berbasis Indikasi Medis Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun 2013.
2) Tersedia informasi mengenai fasilitas rujukan lain, ada
kerjasama Puskesmas dengan sarana kesehatan lain untuk
menjamin kelangsungan pelayanan klinis (rujukan klinis,
rujukan diagnostik dan rujukan konsultatif).
3) Puskesmas PONED wajib melakukan rujukan ke rumah sakit
PONEK untuk kasus-kasus emergensi yang tidak dapat
ditangani.
4) Persyaratan rujukan pasien: pasien distabilkan terlebih dahulu
sesuai dengan kemampuan Puskesmas, sebelum dirujuk ke
pelayanan yang mempunyai kemampuan lebih tinggi.
5) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter
dan atau dokter gigi pada pemberi pelayanan kesehatan

74 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
tingkat pertama kecuali dalam keadaan gawat darurat,
bencana, kekhususan, permasalahan kesehatan pasien dan
pertimbangan geografis.
6) Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk
pasien bila keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan
memerlukannya, kecuali pasien tidak dapat ditransportasikan
atas alasan medis, sumber daya atau geografis dan tidak
mendapat persetujuan pasien atau keluarganya.
Sesuai dengan jenis upaya kesehatan yang
diselenggarakan oleh Puskesmas ada dua macam rujukan yang
dikenal, yakni:
1) Rujukan Upaya Kesehatan Perorangan
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan perorangan
adalah rujukan kasus penyakit. Apabila Puskesmas tidak
mampu menanggulangi satu kasus penyakit tertentu, maka
Puskesmas tersebut wajib merujuknya ke sarana pelayanan
kesehatan yang lebih mampu, baik ke Puskesmas rawat inap,
Puskesmas rawat inap dengan PONED/PLUS maupun
Rumah Sakit.
Kriteria pasien yang dirujuk adalah bila memenuhi salah satu:
a) Hasil pemeriksaan fisik sudah dipastikan tidak mampu
diatasi.
b) Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang
medis ternyata tidak mampu diatasi.
c) Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih
lengkap, tetapi pemeriksa harus disertai dengan kehadiran
pasien.
d) Apabila telah diobati dan dirawat ternyata memerlukan
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan di sarana
kesehatan yang lebih mampu.
Rujukan pada saat bencana:
Evakuasi korban dilakukan berdasarkan tingkat
kegawatdaruratan korban dan ketersediaan sarana serta
sumber daya manusia. Standar rujukan pasien pada saat

75 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
bencana dilakukan setelah dilakukan triase, dimana korban
dengan:
a) Label merah, dirujuk ke rumah sakit tipe A/B
b) Label kuning, dirujuk ke rumah sakit tipe B/C
c) Label hijau, dirujuk ke Puskesmas/rumah sakit lapangan
d) Label hitam, meninggal: tergantung dari kondisi korban,
perlu diidentifikasi atau tidak, apabila diperlukan maka
dirujuk ke rumah sakit
2) Rujukan Upaya Kesehatan Masyarakat
Cakupan rujukan pelayanan kesehatan masyarakat
adalah rujukan masalah kesehatan masyarakat, misalnya
kejadian luar biasa, pencemaran lingkungan dan bencana.
Rujukan pelayanan kesehatan masyarakat dilakukan apabila
Puskesmas tidak mampu menyelenggarakan dan tidak
mampu menanggulangi upaya kesehatan masyarakat, maka
Puskesmas wajib merujuknya ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.

2. Keputusan Layanan Klinis


a. Tenaga Kesehatan Atau Tim Kesehatan Antar Profesi (Hubungan
Dokter Dengan Tenaga Kesehatan Lain)
1) Tim Interprofesi
Tim interprofesi adalah tim yang berisi petugas
kesehatan yang profesional untuk melakukan kajian bila
diperlukan penanganan secara lebih lanjut secara menyeluruh.
2) Pendelegasian Pengobatan
Pengobatan merupakan suatu proses ilmiah yang
dilakukan oleh dokter berdasarkan temuan-temuan yang
diperoleh selama anamnesis dan pemeriksaan. Pendelegasian
pengobatan dasar/pelimpahan kewenangan dari dokter
Puskesmas dapat diberikan oleh Kepala Puskesmas kepada
perawat yang ditempatkan di Puskesmas dan jaringannya
untuk melaksanakan pengobatan dasar dengan baik.
Pendelegasian pengobatan dasar di Puskesmas dan
jaringannya dapat dilakukan karena:

76 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
a) Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa
seseorang/pasien dan tidak ada dokter ditempat kejadian
b) Perawat/Bidan merupakan petugas kesehatan dari
Puskesmas yang ditempatkan di Puskesmas Pembantu
dan Ponkesdes dan harus melaksanakan program
pemerintah berupa pengobatan dasar sesuai dengan SOP
c) Keadaan situasional tertentu seperti jumlah yang banyak
yang tidak dapat ditangani oleh dokter yang ada atau
terjadi KLB.

3) Daftar pelatihan yang pernah diikuti


No Nama Pegawai Status Pelatihan Yang
Pernah di Ikuti
1 dr. Didik Rusdiyono, MM Dokter umum & ACLS, GELS,
kapus
2 dr. Muhamad Wildan Dokter umum ACLS
3 Ardian Rosyana Bidan APN, CTU
4 Mina Tsuraya Safira Bidan APN, CTU
5 Nicken Prawitasari Bidan APN
6 Kristanti Dwi Utami Bidan APN, CTU
7 Andikha Indriayunita Bidan APN, CTU, BCLS
8 Emmy Rena Medytami Bidan -
9 Fetra Kurnia Oktaviana Bidan
10 Anistya Eva Reniwati Perawat BTCLS
11 Perawat BTCLS, APN,
Ida Nuris wahyuni Pelayanan Prima,
H1N1, TB Paru
12 Elly Khoirun Nisa Perawat PPGD, GELS
13 Tutus Tilawati Perawat BTCLS
14 Yuka Erlita Perawat PPGD
15 Hayyi Mahsun Perawat BTCLS
16 Neneng Siti Fatimah Perawat BTCLS
17 Mita Agustin Indraswari Perawat PPGD
18 Harlan Marta Perawat BTCLS

77 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
b. Peralatan Dan Tempat
1) Standar Peralatan Klinis Di Poli Umum
Peralatan Poli Umum adalah sejumlah alat medis yang
dipergunakan untuk melaksanakan pelayanan kesehatan di
poli umum
Tabel persyaratan peralatan ruangan pemeriksaan umum
No. Jenis peralatan Jumlah Keadaan
minimum real
I. Set pemeriksaan Umum
1. Anuskop 3 buah -
2. Baki logam tempat alat steril 2 buah -
bertutup
3. Bingkai uji coba untuk pemeriksaaan 1 buah -
refraksi
4. Buku ishihara tes 1 buah 1 buah
5. Corong telinga/speculum telinga 1 set -
ukuran kecil, sedang, besar
6. Emesis basin/nierbeken besar 1 buah -
7. Garputala 512 Hz, 1024 Hz, 2084 Hz 1 set -
8. Handle kaca laring 1 buah -
9. Handle kaca nasopharing 1 buah -
10. Kaca laring ukuran 2,4,5,6 1 set -
11. Kaca nasopharing ukuran 2,4,5,6 1 set -
12. Kaca pembesar untuk diagnostik 1 buah -
13. Lampu kepala/head lamp+adaptor 1 buah -
AC/DC
14. Lampu senter untuk periksa/pen light 1 buah 1 buah
15. Lensa uji coba untuk pemeriksaan 1 set -
refraksi
16. Lup binokuler (lensa pembesar) 3-5 1 buah -
dioptri
17. Metline (pengukur lingkar pinggang) 1 buah 1 buah
18. Ophtalmoscope 1 buah -
19. Otoskop 1 buah -
20. Palu reflex 1 buah 1 buah

78 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
21. Pelilit kapas/ cotton aplicator Sesuai 1 buah
kebutuhan
22. Skinfold calliper 1 buah -
23. Snellen chart 2 jenis (E chart+ 1 buah 1 buah
Alphabet chart)
24. Spekulum vagina (cocor bebek) 3 buah -
sedang
25. Spekulum hidung dewasa 1 buah -
26. Sphygmomanometer untuk dewasa 1 buah 2 buah
27. Stetoskop untuk dewasa 1 buah 2 buah
28. Sudip lidah logam/ spatula lidah 4 buah -
logam panjang 12 cm
29. Sudip lidah logam/ spatula lidah 4 buah 1 buah
logam panjang 16,5 cm
30. Tempat tidur periksa dan 1 buah 2 buah
perlengkapannya
31. Termometer untuk dewasa 1 buah 1 buah
32. Timbangan dewasa 1 buah 1 buah
33. Tonometer schiotz 1 buah -

II. Bahan Habis Pakai


1. Alkohol Sesuai 1 botol
kebutuhan
2. Povidone Iodine Sesuai 1 botol
kebutuhan
3. Podofilin tinctura 25% Sesuai -
kebutuhan
4. Kapas Sesuai 1 gulung
kebutuhan
5. Kasa non steril Sesuai 1 box
kebutuhan
6. Kasa steril Sesuai -
kebutuhan
7. Masker wajah Sesuai 1 box
kebutuhan

79 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
8. Sabun tangan atau antiseptik Sesuai 1 buah
kebutuhan
9. Sarung tangan steril Sesuai 1 buah
kebutuhan
10. Sarung tangan non steril Sesuai 1 box
kebutuhan

III. Perlengkapan
1. Bantal 1 buah 2 buah
2. Baskom cuci tangan 1 buah -
3. Kasur 1 buah 2 buah
4. Lampu spiritus 1 buah -
5. Lemari alat 1 buah 1 buah
6. Meja instrumen 1 buah -
7. Meteran tinggi badan 1 buah 1 buah
8. Perlak 2 buah 2 buah
9. Pispot 1 buah -
10. Sarung bantal 2 buah 2 buah
11. Seprei 2 buah -
12. Sikat untuk membersihkan peralatan 1 buah 1 buah
13. Stop watch 1 buah 2 buah
14. Tempat sampah tertutup yang 2 buah 2 buah
dilengkapi dengan injakan pembuka bukan
penutup injakan

IV. Meubelair
1. Kursi kerja 3 3
2. Lemari arsip 1 1
3. Meja tulis ½ biro 1 3

V. Pencatatan dan pelaporan


1. Buku register pelayanan Sesuai Simpus
kebutuhan
2. Formulir dan surat keterangan lain Sesuai Ada

80 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
sesuai kebutuhan pelayanan yang kebutuhan
diberikan
3. Formulir Informed Consent Sesuai Ada
kebutuhan
4. Formulir rujukan Sesuai ada
kebutuhan
5. Kertas resep Sesuai Ada
kebutuhan
6. Surat keterangan sakit Sesuai Ada
kebutuhan
7. Surat keterangan sehat Sesuai Ada
kebutuhan

2) Pemeliharaan Alat (Sterilisasi Alat)


Manfaat pemeliharaan dan penyimpanan peralatan yang
baik adalah :
a) Mngindari peralatan cepat rusak sehingga dapat
dimanfaatkan untuk waktu yang sesuai
b) Menyiapkan peralatan agar siap digunakan pada waktu
yang diperlukan
c) Menghindari peralatan sebagai media yang menularkan
penyakit
d) Menghindari peurunan fungsi peralatan sehingga merugikan
pelayanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeliharaan dan
penyimpanan peralatan adalah :
a) Pemeliharaan Umum
Sterilisasi
Sterilisasi adalah tindakan membunuh kuman
patogen dan apatogen termasuk sporanya. Tujuan sterilisasi
alat adalah :
 Mencegah terjadinya infeksi dan penularan
 Memelihara peralatan dalam keadaan siap pakai
Alat-alat yang dapat di sterilisasi adalah yang terbuat dari
 Logam : alat-alat medis dan lain-lain

81 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Kaca : piring petri, kaca mulut, semprit
injeksi (spuit)
 Karet : sarung tangan, kateter
 Ebonit : suction canula
 Email : mangkuk ginjal (bengkok), pispot
 Tenunan/Linen : kain kasa, tampon, baju operasi

Cara sterilisasi alat :


 Direbus
Yaitu mensterilkan alat dalam air mendidih 1000 C,
selama 15-20 menit, misalnya alat logam, kaca mulut
 Distoom (dalam autoclave atau steam-sterilisator)
Yaitu mensterilkan alat dengan uap panas dalam
autoclave atau steam-sterilisator dengan temeratur 1210
C tekanan 15 PSI (Press-sure per square inch) selama
30 menit, misalnya kapas, logam, kain kasa, cairan/obat-
obatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam memakai
sterilisator :
 Sterilisator harus dalam keadaan berfungsi
 Sebelum dimasukkan ke dalam sterilisator, alat yang
akan di steril harus dibersihkan (dicuci dengan
sabun/desinfektan lain)
 Bila alat tersebut harus dibungkus maka etiketnya
harus jelas (tertulis nama aat, tanggal dan jam
dilakukan sterilisasi)
 Menaruh alat di sterilisator harus sedemikian rupa
sehingga setiap bagian alat itu dapat disterilkan
 Perhatikan lamanya waktu yang diperlukan untuk
mensterilkan masing-masing alat dan harus tepat
benar (dihitung pada saat alat dimulai disterilkan)
 Jangan masukkan apa-apa lagi kedalam sterilisator
sebelum jangka waktunya yang ditentukan habis

82 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Setelah waktu sterilisasi selesai, sterilisator dibuka
dan alat dipindahkan ke tempat yang juga steril
dengan memakai korentang steril
 Pada alat yang dibungkus, bungkusnya jangan
dibuka dengan maksud untuk mendinginkan alat
tersebut
 Bila alat yang baru disterilkan itu terkontaminasi
harus disterilkan kembali
 Panas kering
Yaitu mensterilkan alat dengan menggunakan oven
dengan panas yang tinggi, misalnya alat logam yang
tajam, alat dari kaca
Adapun temperatur dan waktunya adalah :
 1710C (3400F) selama 60 menit
 1600C (3200F) selama 120 menit
 1400C (2850F) selama 180 menit
 1210C (2500F) selama 360 menit
 Bahan Kimia
Untuk mensterilkan alat yang cepat rusak bila kena
panas, misalnya sarung tangan karet.
Bahan kimia yang dipakai :
 Alkohol 70%
 Sublimat 0,001 untuk kapas yang direndam selama
24 jam
 Uap formalin untuk mensterilkan sarung tangan. Bila
menggunakan stoples ukuran 1 liter digunakan 200
gram tablet formalin dibiarkan selama waktu 24 jam
b) Pemeliharan Dan Penyimpanan Peralatan Secara Umum
Berikut ini diuraikan cara pemeliharaan dan penyimpanan
beberapa peralatan :
 Kaca / gelas : (spuit)
 Setelah dipakai penghisap dikeluarkan dan jarum
dilepas
 Cuci sambil disikat memakai larutan sabun
 Dibilas dibawah air mengalir hingga bersih

83 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Keringkan dengan kain bersih
 Letakkan dalam bak sterilisator spuit dan
penghisapnya diletakkan berdampingan untuk
menghindari agar tidak pecah
 Setelah steril dipindahkan dengan korentang steril ke
dalam bak instrumen yang steril dan tertutup khusus
tempat spuit

 Alat logam :
(Instrumen gigi, klem, pinset, dsb.)
 Setelah dipakai alat direndam dalam larutan lysol 3-
5% selma 2 jam
 Dibilas sampai bersih kemudian cuci dengan dterjen
sambil disikat
 Bilas dengan air mengalir hingga larutan deterjen
hilang
 Keringkan alat dengankain bersih
 Instrumen diletakkan berjajar dengan rapi dalam rak
sterilisator untuk disterilisasi
 Dapat pula disterilkan dengan merebus dalam air
mendidih 1000C selama 15-20 menit
 Setelah steril angkat alat dengan korentang steril,
keringkan dan letakkan berjajar rapi dalam lemari
alat, kemudian lemari dikunci
 Linen
(Sprei, sarung bantal, perlengkapan kamar operasi, dsb.)
 Semua alat tenun yang telah terpakai dicuci bersih
dengan deterjen, bila ada noda darah/kotoran
rendam terlebih dahulu selama 1 jam
 Bilas bersh berkali-kali hingga larutan deterjen hilang
 Jemur dibawah terik matahari hingga kering
 Setrika dan lipat dengan rapi
 Letakkan kedalam lemari, susun sesuai dengan
masing-masing jenis

84 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Biasakan lemari dalam keadaan bersih dan tidak
berbau

 Karet
(Sarung tangan karet)
 Sarung tangan dicuci bersih dengan deterjen bagian
luar maupun dalamnya
 Bilas dengan air bersih sambil diperiksa apakah
sarung tangan tersebut bocor atau tidak dengan cara
memasukkan air kedalamnya, apabila bocor
dipisahkan.
 Setelah bersih yang masih baik dikeringkan dengan
digantung terbalik atau dikeringkan luar dalam
dengan handuk kering yang bersih
 Beri talk bagian luar dan dalamnya
 Atur sepasang-sepasang kiri dan kanan
 Masukkan dalam stoples tertutup yang diberi tablet
formalin selama 24 jam dihitung mulai saat
dimasukkan.
Setelah dibersihkan dan disterilkan alat dapat dipakai
kembali. Apabila tidak langsung dipakai, alat agar disimpan
di tempat yang aman dan bersih.
Tempat penyimpanan peralatan :
 Lemari alat
 Rak alat
 Container tertutup/stoples
 Meja tempat menyimpan perlatan medis siap pakai
c) Pemeliharaan Peralatan Khusus
Alat kesehatan yang memerlukan cara pemeliharaan khusus
antara lain :
 Peralatan Rantai Dingin (Cold Chain) antara lain :
 Refrigerator
 Kulkas
 Vaksin karier
 Termos (cool box)

85 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Kursi gigi (dental Unit)
Bagian perlatannya perlu mendapat perhatian :
 Contra angel
 Meja alat (Bracket/Instrumen table)
 Cuspidor/spitoon bowl (cawan tempat membuang air
kumur)
 Water cup filter (kran air pengisi gelas kumur)
 Saliva ejector dan suction cannula
 Triple/Three way Syringe
 Kompressor
 Pemeliharaan foot pump chair
 Perlatan laboratorium
 Mikroskop
 Sentrifus listrik
 Alat-alat gelas laboratorium
 Meja operasi
 Lampu operasi
 Boiling sterilisator
 Steam sterilisator

3. Rencana Layanan Klinis


a. Layanan Terpadu
Langkah selanjutnya setelah ditentukan atau ditemukan
nya suatu masalah bagi pasien adalah merencanakan tindakan
selanjutnya yaitu apakah diperlukan penanganan antar profesi
(antar unit) atau tidak ynag biasa disebut sebagai layanan terpadu
untuk menjamin pelayanan kesehatan yang optimal kepada
pasien.
b. Informed Consent / persetujuan tindakan
Persetujuan tindakan medik (Informed consent) adalah
persetujuan tertulis maupun lisan yang diberikan oleh pasien atau
keluarganya terhadap tindakan kedokteran/ kedokteran gigi yang
akan dilakukan dokter, perawat dan bidan terhadap pasien.
Pasal 45 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran ayat (5) menyatakan

86 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
bahwa “Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan”.
Umumnya disebutkan bahwa contoh tindakan yang
berrisiko tinggi adalah tindakan invasif (tertentu) atau tindakan
bedah yang secara langsung mempengaruhi keutuhan jaringan
tubuh. Mengacu kepada anjuran General Medical Council (GMC)
di Inggris, Komite Kedokteran Indonesia melalui buku manual ini
memberikan petunjuk bahwa persetujuan tertulis diperlukan pada
keadaan-keadaan sebagai berikut:
1) Tindakan terapetik bersifat kompleks atau menyangkut risiko
atau efek samping yang bermakna.
2) Tindakan kedokteran tersebut bukan dalam rangka terapi.
3) Tindakan kedokteran tersebut memiliki dampak yang
bermakna bagi kedudukan kepegawaian atau kehidupan
pribadi dan sosial pasien.
4) Tindakan yang dilakukan adalah bagian dari suatu penelitian.
Informasi tentang tindakan medik harus diberikan kepada
pasien, baik diminta maupun tidak diminta.
Jenis informed consent:
1. Persetujuan Informed Consent
Persetujuan/penolakan dapat diberikan secara tertulis
maupun lisan oleh pasien setelah yang bersangkutan
mendapat penjelasan secara lengkap dari tenaga kesehatan
yang sekurang-kurangnya mencakup:
a) Diagnosis dan tata cara tindakan medik.
b) Tujuan tindakan medik yang dilakukan.
c) Alternatif tindakan lain dan resikonya.
d) Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
e) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
f) Bagi pasien dewasa yang menderita gangguan mental,
persetujuan diberikan oleh orang tua/wali.
g) Bagi pasien dibawah umur 21 (dua puluh satu) tahun yang
tidak mempunyai orang tua/wali dan atau orang tua/wali

87 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
berhalangan, persetujuan dapat diberikan oleh keluarga
terdekat.
h) Bagi pasien lanjut usia, persetujuan dapat diberikan oleh
keluarga terdekat.
i) Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan, tidak didampingi
oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam
keadaan gawat dan atau darurat yang memerlukan
tindakan medik segera untuk kepentingannya maka tidak
diperlukan persetujuan dari siapapun.
2. Penolakan pemeriksaan/tindakan.
3. Pembatalan persetujuan.
a) Pada prinsipnya setiap pasien dapat membatalkan
persetujuan mereka dengan membuat surat atau
pernyataan tertulis pembatalan persetujuan tindakan
kedokteran.
b) Pembatalan dilakukan sebelum tindkan dimulai.
Pasien harus diberitahu bahwa pasien bertanggung
jawab atas akibat dari pembatalan persetujuan tindakan, oleh
karena itu pasien harus kompeten untuk dapat membatalkan
persetujuan dan dokter harus menghormatinya dan
membatalkan tindakan atau pengobatannya.

4. Rencana Rujukan
Sudah ada di bab sebelumnya

5. Pelaksanaan layanan
a. Pelayanan Medis
Pengobatan dasar di Puskesmas Gitik sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur (SOP) berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 tentang panduan praktik klinis
dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer.
b. Kewaspadaan Universal
Kewaspadaan universal merupakan bagian dari upaya
pengendalian infeksi di sarana pelayanan kesehatan. Prinsip
utama prosedur kewaspadaan universal pelayanan kesehatan

88 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
adalah menjaga higiene sanitasi individu, higiene sanitasi ruangan
dan sterilisasi peralatan. Ketiga prinsip tersebut dijabarkan
menjadi 5 kegiatan pokok yaitu:
1) Cuci tangan guna mencegah infeksi silang
2) Pemakaian alat pelindung diantaranya pemakaian sarung
tangan guna mencegah kontak dengan darah serta cairan
infeksius lain.
3) Pengelolaan alat bekas pakai
4) Pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan
5) Pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan

Cuci tangan
Mikroorganisme pada kulit manusia dapat diklasifikasikan
dalam dua kelompok, yaitu flora residen dan flora transien. Flora
residen adalah mikroorganisme yang secara konsisten dapat
diisolasi dari tangan manusia, tidak mudah dihilangkan dengan
gesekan mekanis. Flora transien yang juga disebut flora
kontaminasi jenisnya tergantung dari lingkungan tempat kerja.
Mikroorganisme ini dengan mudah dapat dihilangkan dari
permukaan tangan dengan gesekan mekanis dan pencucian
dengan deterjen atau sabun.
Cuci tangan harus selalu dilakukan dengan benar sebelum
dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun memakai
sarung tangan atau alat pelindung lain untuk menghilangkan atau
mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan.
Tiga cara cuci tangan yang dilaksanakan sesuai dengan
kebutuhan, yaitu :
1) Cuci tangan higienik atau rutin : mengurangi kotoran dan flora
yang ada di tangan dengan emnggunakan sabun atau deterjen
2) Cuci tangan aseptik : sebelum tindakan aseptik pada pasien
dengan menggunakan antiseptik
3) Cuci tangan bedah (surgical handscrub) : sebelum melakukan
tindakan bedah cara aseptik dengan antiseptik dan sikat steril

89 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Sarana cuci tangan
1) Air mengalir
Sarana utama untuk cuci tangan adalah air mengalir dengan
saluran pembuangan atau bak penampung yang memadai. Air
mengalir tersebut dapat berupa kran atau dengan cara
mengguyur dengan gayung.
2) Sabun atau deterjen
Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi
menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme dengan
jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga
mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah
terbawa oleh air.
3) Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal, dipakai
pada kulit atau jaringan hidup lain nya untuk menghambat
aktivitas atau membunuh mikroorganisme pada kulit. Antiseptik
memiliki bahan kimia yang memungkinkan untuk digunakan
pada kulit atau selaput mukosa.
Kulit manusia tidak dapat disterilkan. Tujuan yang ingin dicapai
adalah penurunan jumlah mikroorganisme pada kulit secara
maksimal terutama kuman transien.
Tabel Macam-macam antiseptik
Kelompok Kon Aktivitas melawan mikroorganisme kecepat kelebihan kekurangan keteranga
s Gr+ Gr- Tb Vir En Jm an n
Alkohol 60- +++ +++ ++ ++ - ++ Cepat Murah Menguap, Terbaik
(etil/isopropil) 90% terbakar untuk
mukosa
Chlorhexidin 40% +++ ++ - + - + Cepat Mempunyai Mahal,
(hibitance,hibi efek diinaktivasi
scrub) persisten sabun
Hexachlorphe 3% ++ - - + + -- Lambat Dapat Inaktif oleh Pertumbu
n (pHisoHex) digunakan alkohol/Iodin han
berulang e bakteri
rebound
Yodium/ 3% +++ +++ ++ ++ - ++ Sedang Murah iritatif Diserap kulit Tidak
Yod+alkohol hypotiroid untuk
mukosa
Yodophor 1:25 +++ ++ ++ ++ - ++ Sedang Tidak iritatif Bukan Dapat
(betadine) 00 desinfektan untuk
mukosa
Keterangan Kons : konsentrasi Vir : Virus En : endospora bakteri
Gr+ : bakteri gram + Gr- : bakteri gram - Tb : mikobakterium tuberkulosis Jm : jamur

90 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Prosedur cuci tangan Higienis/ Rutin
Persiapan :
1) Sarana cuci tangan disiapkan disetiap ruang penderita dan
tempat lain misalnya ruang bedah, koridor
2) Air bersih yang mengalir (dari kran, ceret atau sumber lain)
3) Sabun sebaiknya dalam bentuk sabun cair
4) Lap kertas atau kain yang kering
5) Kuku dijaga selalu pendek
6) Cincin dan gelang perhiasan harus dilepas
Prosedur :
1) Basahi tangan setinggi pertengahan lengan bawah dengan
air mengalir
2) Taruh sabun dibagian yang telah basah. Buat busa
secukupnya tanpa percikan
3) Gerakan cuci tangan terdiri atas gosokan kedua telapak
tangan, gosokan telapak tangan kanan diatas punggung
tangan kiri dan sebaliknya, gosok kedua telapak tangan
dengan jari saling mengait, gosok kedua ibu jari dengan
cara menggenggam dan memutar, gosok pergelangan
tangan
4) Proses berlangsung selama 10-15 detik
5) Bilas kembali dengan air sampai bersih
6) Keringkan dengan handuk atau kertas yang bersih atau tisu
atau handuk katun sekali pakai
7) Matikan kran dengan kertas atau tisu
Pada cuci tangan aseptik/bedah diikuti larangan menyentuh
permukaan yang tidak steril

c. Daftar Kasus-Kasus Gawat Darurat yang Biasa Ditangani


1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah <60
mg/dL, atau dengan gejala klinis dan kadar glukosa darah <80

91 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
mg/dL. Hipoglikemia merupakan komplikasi akut dari
penyandang diabetes melitus dan geriatri
Penatalaksanaan :
a) Keluhan
 Tanda dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi pada
setiap individu dari yang ringan sampai berat, sebagai
berikut: rasa gemetar, perasaan lapar, pusing, keringat
dingin, jantung berdebar, gelisah, terjadi penurunan
kesadaran bahkan sampai koma dengan atau tanpa
kejang. Koma hipoglikemi dapat mengakibatkan
kerusakan sel otak permanen sampai meninggal.
 Pada pasien atau keluarga perlu ditanyakan adanya
riwayat penggunan preparat insulin atau obat hipoglemik
oral, dosis terakhir, waktu pemakaian terakhir,
perubahan dosis, waktu makan terakhir, jumlah asupan
makanan, aktivitas fisik yang dilakukan.
b) Pemeriksaan fisik
Pucat, diaphoresis/keringat dingin, tekanan darah menurun,
frekuensi denyut jantung meningkat, penurunan kesadaran,
defisit neurologik fokal (refleks patologis positif pada satu
sisi tubuh) sesaat.
c) Pemeriksaan penunjang kadar glukosa darah
d) Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan
hasil pemeriksaan kadar gula darah dan gejala klinis atau
Trias whipple untuk hipoglikemia secara umum:
 Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia
 Kadar glukosa plasma rendah kadar glukosa darah <60
mg/dL, atau dengan gejala klinis dan kadar glukosa
darah <80 mg/dL
 Gejala mereda setelah kadar glukosa plasma meningkat.
e) Terapi

 Stadium permulaan (sadar):

 Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan) atau


sirop/permen atau gula murni (bukan pemanis

92 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
pengganti gula atau gula diet/ gula diabetes) dan
makanan yang mengandung karbohidrat.

 Hentikan obat hipoglikemik sementara. Pantau


glukosa darah sewaktu tiap 1-2 jam.

 Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila


sebelumnya tidak sadar).

 Cari penyebab hipoglikemia dengan anamnesis baik


auto maupun allo anamnesis.

 Stadium lanjut (koma hipoglikemia atau tidak sadar dan


curiga hipoglikemia):

 Diberikan larutan destrosa 40% sebanyak 2 flakon


(=50 mL) bolus intra vena.

 Diberikan cairan dekstrosa 10 % per infuse ,6 jam


perkolf.

 Periksa GD sewaktu (GDs),kalau memungkinkan


dengan glukometer:

- Bila GDs < 50 mg /dL bolus dekstrosa 40% 50


% ml IV.

- Bila GDs < 100 mg /dL bolus dekstrosa 40 %


25 % mL IV.

 Periksa GDS setiap satu jam setelah pemberian


dekstrosa 40%

- Bila GDs < 50 mg/dL bolus dekstrosa 40 % 50


mL IV.

- Bila GDs <100 mg/dL bolus dekstrosa 40 % 25


mL IV.

- Bila GDs 100 – 200 mg /dL tanpa bolus


dekstrosa 40 %.

- Bila GDs > 200 mg/dL pertimbangan


menurunkan kecepatan drip dekstrosa 10 %.

 Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 berturut–turut,


pemantauan GDs setiap 2 jam, dengan protokol

93 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
sesuai diatas, bila GDs >200 mg/dL – pertimbangkan
mengganti infus dengan dekstrosa 5 % atau NaCI
0,9 %.
 Bila GDs >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut,
pemantauan GDs setiap 4 jam, dengan protokol
sesuai diatas. Bila GDs > 200 mg/dL –
pertimbangkan mengganti infus dengan dekstrosa 5
% atau NaCI 0.9 %.

 Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut,


sliding scale setiap 6 jam:

Gula Darah Reguler Insulin (unit,


(mg/dL) subkutan)

<200 0

200-250 5

250-300 10

300-350 15

>350 20

 Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan


pemberian antagonis insulin seperti:
adrenalin,kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1
mg IV/ IM (bila penyebabnya insulin).

 Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL.


Hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau
deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap
6 jam dan manitol 1,5 - 2 g/kgBB IV setiap 6-8 jam,
cari penyebab lain penurunan kesadaran.

f) Konseling dan edukasi


Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama
penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet
glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan
sejumlah gula yang konsisten.

94 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
2) Luka bakar derajat I dan II
Luka bakar (burn injury) adalah kerusakan kulit yg disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan
kimia, listrik dan radiasi.
Luka bakar derajat I, kerusakan terbatas pada lapisan
epidermis (superficial), kulit hiperemi berupa eritema, perabaan
hangat, tidak dijumpai bulla, terasa nyeri karena ujung-ujung
saraf sensorik teriritasi.

Penatalaksanaan :

a) Keluhan seperti pada luka bakar derajat I paling sering


disebabkan sinar matahari. Pasien hanya mengeluh kulit
terasa nyeri dan kemerahan. Pada luka bakar derajat II
timbul nyeri dan bullae.
b) Pemeriksaan fisik seperti:
 Pada luka bakar derajat I kulit hanya tampak eritema
dengan perabaan hangat, tidak dijumpai adanya bula.
 Pada luka bakar derajat II timbul nyeri, timbul gelembung
atau bula berisi cairan eksudat.
 Menentukan luas luka bakar berdasarkan “rumus rule of
nine”.
c) Pemeriksaan penunjang dengan tes darah lengkap.
d) Diagnosa klinis pada luka bakar deraajat I atau II
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Kriteria berat ringannya luka bakar dapat dipakai ketentuan
berdasarkan American Burn Association, yaitu sebagai
berikut:
 Luka bakar ringan
 Luka bakar derajat II < 15%
 Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak.
 Luka bakar derajat III < 2%
 Luka bakar sedang
 Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa.
 Luka bakar II 10-25% pada anak-anak.
 Luka bakar derajat III < 10%

95 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Luka bakar berat
 Luka bakar derajat II 25% atau lebihpada orang
dewasa.
 Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-
anak.
 Luka bakar derajat II 10% atau lebih.
 Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga,
mata, kaki dan genitalia/perinerium.
 Luka bakar dengan cedera inhalasi, disertai
trauma lain.
e) Pengobatan yaitu:
Luka bakar derajat I penyembuhan terjadi secara spontan
pengobatan khusus.
Penatalakasanaan luka bakar derajat II tergantung luas luka
bakar.
Pada penanganan perbaikan sirkulasi pada luka bakar
dikenal beberapa formula salah satunya yaitu formula
Baxter sebagai berikut:
Formula Baxter:
 Hari pertama:
Dewasa: Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas
bakar 24 per 24 jam.
Anak:
Ringer Laktat: Dextran = 17:3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan
faali.
Kebutuhan faali:
< 1 tahun : berat badan x 100 cc
1-3 tahun : berat badan x 75 cc
3-5 tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
 Hari kedua:
Dewasa ½ hari I; anak: diberi sesuai kebutuhan faali.

96 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Formula cairan resusitasi ini hanyalah perkiraan kebutuhan
cairan, berdasarkan perhitungan pada waktu terjadinya luka
bakar, bukan pada waktu mulainya resusitasi. Pada
kenyataannya, perhitungan cairan harus tetap disesuaikan
dengan respon penderita. Untuk itu selalu perlu dilakukan
pengawasan kondisi penderita seperti keadaan umum,
tanda vital, dan produksi urine dan lebih lanjut bisa
dilakukan pemasangan monitor EKG untuk memantau
irama jantung sebagai tanda awal terjadinya hipoksia,
gangguan elektrolit dan keseimbangan asdam basa.
Pemberian antibiotik spektrum luas pada luka bakar sedang
dan berat.
f) Pemeriksaan penunjang lanjutan seperti AGD, elektrolit bila
diperlukan.
g) Pemeriksaan untuk komplikasi dengan jaringan parut.
h) Konseling dan edukasi seperti pasien dan keluarga menjaga
higiene dari luka dan untuk mempercepat penyembuhan,
jangan sering terkena air.
i) Melakukan rujukan pada luka bakar sedang dan berat.

3) Syok anafilaktik
Reaksi anafilaksis merupakan sindrom klinis akibat reaksi
imunologis (reaksi alergi) yang bersifat sistemik, cepat dan
hebat yang dapat menyebabkan gangguan respirasi, sirkulasi,
pencernaan dan kulit. Jika reaksi tersebut cukup hebat dapat
menimbulkan syok yang disebut sebagai syok anafilaktik. Syok
anafilaktik membutuhkan pertolongan cepat dan tepat
Penanganan :
a) Anamnesa pasien dengan keluhan;
Pada tingkat yang berat barupa syok anafilaktik gejala yang
menonjol adalah gangguan sirkulasi dan gangguan
respirasi. Gejala respirasi dapat dimulai berupa bersin,
hidung tersumbat atau batuk saja yang kemudian segera
diikuti dengan sesak napas. Gejala pada kulit merupakan
gejala klinik yang paling sering ditemukan pada reaksi

97 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
anafilaktik. Setiap gejala kulit berupa gatal, kulit kemerahan
harus diwaspadai untuk kemungkinan timbulnya gejala
yang lebih berat. Manifestasi dari gangguan gastrointestinal
berupa perut kram,mual,muntah sampai diare yang juga
dapat merupakan gejala prodromal untuk timbulnya gejala
gangguan nafas dan sirkulasi.
b) Pemeriksaan fisik
Pasien tampak sesak, frekuensi napas meningkat, sianosis
karena edema laring dan bronkospasme. Hipotensi
merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik.
Adanya takikardia, edema periorbital, mata berair, hiperemi
konjungtiva. Tanda prodromal pada kulit berupa urtikaria
dan eritema.
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium diperlukan karena sangat
membantu menentukan diagnosis, memantau keadaan
awal, dan beberapa pemeriksaan digunakan untuk
memonitor hasil pengobatan serta mendeteksi komplikasi
lanjut. Hitung eosinofil darah tepi dapat normal atau
meningkat, demikian halnya dengan IgE total sering kali
menunjukkan nilai normal. Pemeriksaan secara invivo
dengan uji kulit untuk mencari alergen penyebab yaitu
dengan uji cukit (prick test), uji gores (scratch test), dan uji
intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skin
end-point titration/SET).
d) Diagnosa
Diagnosis Klinis
Untuk membantu menegakkan diagnosis maka American
Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah membuat
suatu kriteria.

Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu


penyakit (beberapa menit hingga beberapa jam) dengan
terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya
(misalnya bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh,
pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir, lidah, uvula),

98 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya
sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan
PEF, hipoksemia) dan penurunan tekanan darah atau
gejala yang berkaitan dengan disfungsi organ sasaran
(misalnya hipotonia, sinkop, inkontinensia).
Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang
terjadi secara mendadak setelah terpapar alergen yang
spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga
beberapa jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit;
respiratory compromise; penurunan tekanan darah atau
gejala yang berkaitan; dan gejala gastrointestinal yang
persisten.
Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah
setelah terpapar pada alergen yang diketahui beberapa
menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi
dan anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah
(spesifik umur) atau penurunan darah sistolik lebih dari
30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan darah
sistolik kurang dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik
lebih dari 30% dari tekanan darah awal.
Diagnosis Banding
Reaksi vasovagal, infarkmiokardakut, reaksihipoglikemik,
reaksihisteris, Carsinoid syndrome, Chinese restaurant
syndrome, asmabronkiale, dan rhinitis alergika.
4) Terapi
 Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua
tungkai diangkat (diganjal dengan kursi) akan membantu
menaikkan venous return sehingga tekanan darah ikut
meningkat.
 Pemberian Oksigen 3–5 ltr/menit harus dilakukan, pada
keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi atau
krikotiroidektomi perlu dipertimbangkan.
 Pemasangan infus, Cairan plasma expander (Dextran)
merupakan pilihan utama guna dapat mengisi volume
intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak

99 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai
sebagai cairan pengganti. Pemberian cairan infus
sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali
optimal dan stabil.
 Adrenalin 0,3 – 0,5 ml dari larutan 1 : 1000 diberikan
secara intramuskuler yang dapat diulangi 5–10 menit.
Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama
kerja adrenalin cukup singkat. Jika respon pemberian
secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara
intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan
dalam spuit 10 ml dengan NaCl fisiologis, diberikan
perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya
dihindari pada syok anafilaktik karena efeknya lambat
bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada
kulit, sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
 Aminofilin, dapat diberikan dengan sangat hati-hati
apabila bronkospasme belum hilang dengan pemberian
adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan
selama 10 menit intravena. Dapat dilanjutkan 250 mg
lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.
 Antihistamin dan kortikosteroid merupakan pilihan kedua
setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang
manfaatnya pada tingkat syok anafilaktik, dapat
diberikan setelah gejala klinik mulai membaik guna
mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum
sickness atau prolonged effect. Antihistamin yang biasa
digunakan adalah difenhidramin HCl 5 – 20 mg IV dan
untuk golongan kortikosteroid dapat digunakan
deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrokortison 100 –
250 mg IV.
 Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP), seandainya terjadi
henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi
kardiopulmoner segera harus dilakukan sesuai dengan
falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan
terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik

100 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
selalu ada, maka sewajarnya ditiap ruang praktek
seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency,
perangkat infus dan cairannya juga perangkat resusitasi
(Resuscitation kit) untuk memudahkan tindakan
secepatnya.

5) Konseling dan edukasi


Keluarga perlu diberitahukan mengenai penyuntikan
apapun bentuknya terutama obat-obat yang telah
dilaporkan bersifat antigen (serum,penisillin, anestesi lokal,
dll) harus selalu waspada untuk timbulnya reaksi anafilaktik.
Penderita yang tergolong risiko tinggi (ada riwayat asma,
rinitis, eksim, atau penyakit-penyakit alergi lainnya) harus
lebih diwaspadai lagi. Jangan mencoba menyuntikkan obat
yang sama bila sebelumnya pernah ada riwayat alergi
betapapun kecilnya. Sebaiknya mengganti dengan preparat
lain yang lebih aman.

6) Kejang demam
Kejang Demam (KD) adalah bangkitan kejang yang terjadi
pada kenaikan suhutubuh (suhu rektal > 38oC) akibat dari suatu
proses ekstra kranial. Kejangberhubungan dengan demam,
tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranialatau penyebab
lain.

Penatalaksanaan

a) Keluhan yaitu yang paling utama adalah kejang. Anamnesis


dimulai dari riwayat perjalanan penyakit sampai terjadinya
kejang, kemudian mencari kemungkinan adanya faktor
pencetus atau penyebab kejang. Umumnya kejang demam
pada anak dan berlangsung pada permulaan demam akut,
berupa serangan kejang klonik umum dan tonik klonik,
singkat dan tidak ada tanda-tanda neurologi post iktal.
Penting untuk ditanyakan riwayat kejang sebelumnya,
kondisi medis yang berhubungan, obat-obatan , trauma,

101 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
gejala infeksi, keluhan neurologis, nyeri atau cedera akibat
kejang.
b) Faktor risiko seperti:
 Demam.
 Demam yang berperan pada KD, akibat:
- Infeksi saluran pernafasan.
- Infeksi saluran pencernaan.
- Infeksi saluran air seni.
- Roseola infantum/.
- Paska imunisasi.
 Derajat demam.
- 75% dari anak dengan demam ≥ 39ºC.
- 25% dari anak dengan demam > 40ºC.
 Usia.
 Umumnya terjadi pada usia 6 bulan – 6 bulan.
 Puncak tertinggi pada usia 17- 23 bulan.
 Kejang demam sebelum 5-6 bulan mungkin
disebabkan oleh infeksi SSP.
 Kejang demam diatas umur 6 tahun, perlu
dipertimbangkan febrile seizure plus (FS+).
 Gen.
 Risiko meningkat 2 – 3x bila saudara kejang demam.
 Risiko meningkat 5% bila orang tua menderita kejang
demam.
c) Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda-tanda vital, mencari
tanda-tanda trauma akut kepala, dan adanya kelainan
sistematik, terpapar zat toksik, infeksi, atau adanya kelainan
neurologis lokal.
Bila terjadi penurunan kesadaran diperlukan pemeriksaan
lanjutan untuk mencari faktor penyebab.
d) Pemeriksaan lanjutan untuk menentukan faktor penyebab
dan komplikasi kejang pada anak, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang antara lain, yaitu:

102 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Laboratorium darah, seperti: kadar gula darah, elektrolit,
dan hitung jenis. Pemeriksaan ini dianjurkan pada pasien
dengan kejang pertama.
 Pemeriksaan urin direkomendasikan pada pasien yang
tidak memiliki kecurigaan fokus infeksi.
e) Diagnosa klinis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
Klasifikasi kejang demam terbagi menjadi 2, yaitu:
 Kejang demam sederhana.
 Kejang generalisasi
 Durasi: < 15 menit
 Kejang tidak disebabkan oleh adanya meningitis,
encephalitis, atau penyalit yang berhubungan
dengan otak.
 Kejang tidak berulang dalam 24 jam.
 Kejang demam kompleks.
 Kejang fokal.
 Durasi > 15 menit
 Dapat terjadi kejang berulang dalam 24 jam.
f) Diagnosa banding berdasarkan meningitis, ensefalitis,
epilepsi, gangguan metabolik (seperti; gangguan elektrolit).
g) Diagnosa komplikasi berdasarkan kerusakan sel otak, risiko
kejang atipikal apabila kejang demam sering berulang.
h) Informasi selengkapnya mengenai kejang demam dan
prognosisnya.
i) Farmakoterapi untuk mengatasi kejangnya adalah dengan:
 Diazepam per rektal (0,5 mg/kg) atau lorazepam (0,1
mg/kg) harus segera diberikan jika akses intravena tidak
dapat dibangun dengan mudah.
 Buccal midazolam (0,5 mg/kg, dosis maksimal = 10 mg)
lebih efektif daripadaa diazepam per rektal untuk anak.
 Lorazepam intravena, secara efektivitasnya dengan
diazepam intravena dengan efek samping yang lebih
minimal (termasuk depresi pernapasan) dalam
pengobatan kejang tonik klonik akut. Bila akses

103 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
intravena tidak tersedia, midaazolam adalah pengobatan
pilihan.
Farmakologi untuk mengatasi kejang.
Obat Buccal Intra Vena
Midazolam 0,5 mg/kg
maks 10 mg
Diazepam 0,3 mg/kg 0,5 mg/kg
dengan (maks 20
rata-rata 2 mg per
mg/mnt dosis).
(maks 5 mg Dapat
per dosis diberikan
untuk < 5 tanpa
thn; 10 mg dilarutkan
untuk ≥ 5
tahun).
Lorazepam 0,05 – 0,1 0,1 mg/kg
mg/kg (maks 4 mg
dalam 1-2 per dosis),
mnt (maks 4 dilarutka
mg per dengan air
dosis) 1:1 sebelum
digunakan.

j) Konseling dan edukasi untuk membantu pihak keluarga


mengatasi pengalaman menegangkan akibat kejang
demam dengan memberikan informasi mengenai:
 Prognosis dari kejang demam.
 Tidak ada peningkatan risiko keterlambatan sekolah atau
kesulitan intelektual akibat kejang demam.
 Kejang demam kurang dari 30 menit tidak
mengakibatkankan kerusakan otak.
 Risiko kekambuhan penyakit yang sma di masa depan.
 Rendahnya risiko terkena epilepsi dan kurangnya
manfaat menggunakan terapi obat antiepilepsi dalam
mengubah risiko itu.
k) Rujukan apabila kejang tidak membaik setelah diberikan
obat antikonvulasi, dan apabila kejang demam sering
berulang disarankan EEG.

104 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
7) Asma bronkial
Asma bronkial adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas
yang melibatkan banyak sel inflamasi dan mediator.
Inflamasikronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan
napas terhadap bermacam-macam stimulus dan penyempitan
jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama pada malam dan atau dini hari. Derajat penyempitan
bervariasi yang dapat membaik secara spontan dengan
pengobatan.
Pasian datang dengan keluhan :
a) Sesak napas yang episodik.
b) Batuk-batuk berdahak yang sering memburuk pada
malamdan pagi hari menjelang subuh. Batuk biasanya
terjadi kronik.
c) Mengi.
Faktor Risiko :
a) Faktor Pejamu
Ada riwayat atopi pada penderita atau keluarganya,
hipersensitif saluran napas, jenis kelamin, ras atau etnik.
b) Faktor Lingkungan
 Bahan-bahan di dalam ruangan: tungau, debu rumah,
binatang, kecoa.
 Bahan-bahan di luar ruangan: tepung sari bunga, jamur.
 Makanan-makanan tertentu: bahan pengawet, penyedap
dan pewarna makanan.
 Obat-obatan tertentu.
 Iritan: parfum, bau-bauan merangsang.
 Ekspresi emosi yang berlebihan.
 Asap rokok.
 Polusi udara dari luar dandalamruangan.
 Infeksisalurannapas.
 Exercise-inducedasthma (asma kambuh ketika
melakukan aktivitas fisik tertentu).
 Perubahan cuaca.

105 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Pemeriksaan fisik
Tanda Patognomonis
a) Sesak napas.
b) Mengi pada auskultasi.
c) Pada serangan berat digunakan otot bantu napas (retraksi
supraklavikula, interkostal, dan epigastrium).
Faktor Predisposisi
Riwayat bronchitis atau pneumoni yang berulang
Pemeriksaan penunjang
a) Arus Puncak Ekspirasi (APE) menggunakan Peak
Flowmeter
b) Pemeriksaan darah (eosinofil dalam darah)
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)
a) Fototoraks
b) Uji sensitifitas kulit
c) Spirometri
d) Uji Provokasi Bronkus
Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yaitu terdapat
kenaikan≥15 % rasio APE sebelum dan sesudah pemberian
inhalasi salbutamol.
Klasifikasi

106 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Catatan: bila spirometri tersedia digunakan penilaianVEP1

Diagnosis Banding
a) Obstruksi jalan napas.
b) Bronkitis kronik.
c) Bronkiektasis.
Terapi.
a) Pasien disarankan untuk mengidentifikasi serta
mengendalikan faktor pencetusnya.
b) Perlu dilakukan perencanaan dan pemberian pengobatan
jangka panjang serta menetapkan pengobatan pada
serangan akut sesuai tabel di bawah ini.

107 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Penatalaksanaan asma berdasarkan beratnya keluhan

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila
dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari

Asma Tidak perlu ---- ----


Intermiten
Asma Persisten Glukokortikosteroid • Teofilin lepas ----
Ringan inhalasi (200-400 µg lambat
BB/hari atau • Kromolin
ekuivalennya) • Leukotriene
modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi • Glukokortikosteroid inhalasi • Ditambah agonis
Sedang glukokortikosteroid (400-800µg BB atau beta-2 kerja lama
(400-800 µg BB/hari ekuivalennya) ditambah oral, atau
atau ekuivalennya) Teofilin lepas lambat, atau • Ditambah teofilin
dan agonis beta-2 • Glukokortikosteroid inhalasi lepas
kerja lama (400-800 µg BB/hari atau lambat
ekuivalennya) ditambah
agonis beta-2 kerja lama
oral, atau
• Glukokortikosteroid inhalasi
dosis tinggi (>800 µg BB
atau ekuivalennya) atau
• Glukokortikosteroid inhalasi
(400-800µg BB atau
ekuivalennya) ditambah
leukotriene modifiers
Asma Persisten Kombinasi inhalasi Prednisolon/
Berat glukokortikosteroid (> metilprednisolon oral
800 µg BB atau selang sehari 10 mg
ekuivalennya) dan ditambah agonis
agonis beta-2 kerja beta-2 kerja lama
lama. Diambah ≥ 1 di oral, ditambah teofilin
bawah ini : lepas lambat
o teofilin lepas
lambat
o leukotriene
modifiers
o glukokortikosteroid
oral
Semua tahapan : Bila tercapai asma terkontrol, pertahankan terapi paling tidak 3 bulan,
kemudian turunkan bertahap sampai mencapai terapi seminimal mungkin dengan kondisi
asma tetap terkontrol

Konseling dan edukasi.


a) Memberikan informasi kepada individu dan keluarga
mengenai seluk beluk penyakit, sifatpenyakit, perubahan
penyakit (apakah membaik atau memburuk), jenis dan

108 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
mekanisme kerja obat-obatan dan mengetahui kapan harus
meminta pertolongan dokter.
b) Kontrol secara teratur antara lain untuk menilai dan monitor
berat asma secara berkala (asthma control test/ ACT)
c) Pola hidup sehat.
d) Menjelaskan pentingnya melakukan pencegahan dengan:
 Menghindari setiap pencetus.
 Menggunakan bronkodilator/steroid inhalasi sebelum
melakukan exercise untuk mencegah exercise induced
asthma.

8) Gastroenteritis
Gastroenteritis (GE) adalah peradangan mukosa lambung dan
usus halus yang ditandai dengan diare, yaitu buang air besar
lembek atau cair, dapat bercampur darah atau lender, dengan
frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam, dan disertai
dengan muntah, demam, rasa tidak enak di perut dan
menurunnya nafsu makan. Apabila diare > 30 hari disebut
kronis. Infeksi yang menyebabkan GE akibat Entamoeba
histolytica disebut disentri, bila disebabkan oleh Giardia lamblia
disebut giardiasis, sedangkan bila disebabkan oleh Vibrio
cholera disebut kolera.
Hasil Anamnesis (Subjective)
Pasien datang ke dokter karena buang air besar (BAB)
lembek atau cair, dapat bercampur darah atau lendir, dengan
frekuensi 3 kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Dapat disertai
rasa tidak nyaman di perut (nyeri atau kembung), mual dan
muntah serta tenesmus.
Setiap kali diare, BAB dapat menghasilkan volume yang
besar (asal dari usus kecil) atau volume yang kecil (asal dari
usus besar). Bila diare disertai demam maka diduga erat terjadi
infeksi.
a) Bila terjadinya diare didahului oleh makan atau minum dari
sumber yang kurang higienenya, GE dapat disebabkan oleh
infeksi. Riwayat bepergian ke daerah dengan wabah diare,

109 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
riwayat intoleransi laktosa (terutama pada bayi), konsumsi
makanan iritatif, minum jamu, diet cola, atau makan obat-
obatan seperti laksatif, magnesium hidrochlorida,
magnesium citrate, obat jantung quinidine, obat gout
(colchicides), diuretika (furosemid, tiazid), toksin (arsenik,
organofosfat), insektisida, kafein, metil xantine, agen
endokrin (preparat pengantian tiroid), misoprostol,
mesalamin, antikolinesterase dan obat-obat diet perlu
diketahui.
b) Selain itu, kondisi imunokompromais (HIV/AIDS) dan
demam tifoid perlu diidentifikasi.
Faktor Risiko
a) Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
b) Riwayat intoleransi lactose, riwayat alergi obat.
c) Infeksi HIV atau infeksi menular seksual.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan terpenting adalah menentukan
tingkat/derajat dehidrasi akibat diare. Tanda-tanda dehidrasi
yang perlu diperhatikan adalah turgor kulit perut menurun, akral
dingin, penurunan tekanan darah, peningkatan denyut nadi,
tangan keriput, mata cekung tidak, penurunan kesadaran (syok
hipovolemik), nyeri tekan abdomen, kualitas bising usus
hiperperistaltik. Pada anak kecil cekung ubun-ubun kepala.
Pada tanda vital lain dapat ditemukan suhu tubuh yang tinggi
(hiperpireksi), nadi dan pernapasan cepat.
Pemeriksaan status lokalis
a) Pada anak-anak terlihat BAB dengan konsistensi cair pada
bagian dalam dari celana atau pampers.
b) Colok dubur dianjurkan dilakukan pada semua kasus diare
dengan feses berdarah, terutama pada usia >50 tahun.
Selain itu, perlu dilakukan identifikasi penyakit komorbid.
Pemeriksaan Penunjang
Pada kondisi pasien yang telah stabil (dipastikan
hipovolemik telah teratasi), dapat dilakukan pemeriksaan:

110 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
a) Darah rutin (lekosit) untuk memastikan adanya infeksi.
b) Feses lengkap (termasuk analisa mikrobiologi) untuk
menentukan penyebab.

Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis (BAB cair
lebih dari 3 kali sehari) dan pemeriksaan fisik (ditemukan tanda-
tanda hipovolemik dan pemeriksaan konsistensi BAB).
Diagnosis Banding
a) Demam tifoid
b) Kriptosporidia (pada penderita HIV)
c) Kolitis pseudomembran
Komplikasi: Syok hipovolemik

Penatalaksanaan
Pada umumnya diare akut bersifat ringan dan sembuh
cepat dengan sendirinya melalui rehidrasi dan obat antidiare,
sehingga jarang diperlukan evaluasi lebih lanjut.

111 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Terapi dapat diberikan dengan:
a) Memberikan cairan dan diet adekuat
 Pasien tidak dipuasakan dan diberikan cairan yang
adekuat untuk rehidrasi.
 Hindari susu sapi karena terdapat defisiensi laktase
transien.
 Hindari juga minuman yang mengandung alkohol atau
kafein, karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi
usus.
 Makanan yang dikonsumsi sebaiknya yang tidak
mengandung gas, dan mudah dicerna.
b) Pasien diare yang belum dehidrasi dapat diberikan obat anti
diare untuk mengurangi gejala dan antimikroba untuk terapi
definitif.
Pemberian terapi antimikroba empirik diindikasikan
pada pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif,
traveller’s diarrhea, dan imunosupresi. Antimikroba: pada
GE akibat infeksi diberikan antibiotik atau antiparasit, atau
anti jamur tergantung penyebabnya.
Obat antidiare, antara lain:
 Turunan opioid: loperamide, difenoksilat atropine,
tinktur opium.
 Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan
disentri yang disertai demam, dan penggunaannya
harus dihentikan apabila diare semakin berat walaupun
diberikan terapi.
 Bismut subsalisilat, hati-hati pada pasien
immunocompromised, seperti HIV, karena dapat
meningkatkan risiko terjadinya bismuth
encephalopathy.
 Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4x2 tablet/ hari
atau smectite 3x 1 sachet diberikan tiap BAB encer
sampai diare stop.
 Obat anti sekretorik atau anti enkefalinase: Hidrasec 3x
1/ hari

112 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Antimikroba, antara lain:
 Golongan kuinolon yaitu ciprofloxacin 2 x 500 mg/hari
selama 5-7 hari, atau
 Trimetroprim/Sulfamethoxazole 160/800 2x 1
tablet/hari.
 Apabila diare diduga disebabkan oleh Giardia,
metronidazole dapat digunakan dengan dosis 3x500
mg/ hari selama 7 hari.
 Bila diketahui etiologi dari diare akut, terapi disesuaikan
dengan etiologi.
Terapi probiotik dapat mempercepat penyembuhan diare akut.
Apabila terjadi dehidrasi, setelah ditentukan derajat
dehidrasinya, pasien ditangani dengan langkah sebagai berikut:
a) Menentukan jenis cairan yang akan digunakan
Pada diare akut awal yang ringan, tersedia cairan oralit
yang hipotonik dengan komposisi 29 g glukosa, 3,5 g NaCl,
2.5 g Natrium bikarbonat dan 1.5 KCl setiap liter. Cairan ini
diberikan secara oral atau lewat selang nasogastrik. Cairan
lain adalah cairan ringer laktat dan NaCl 0,9% yang
diberikan secara intravena.
b) Menentukan jumlah cairan yang akan diberikan
Prinsip dalam menentukan jumlah cairan inisial yang
dibutuhkan adalah: BJ plasma dengan rumus:
Defisit cairan : Bj plasma – 1,025 X Berat badan X 4 ml
0,001
Kebutuhan cairan = Skor X 10% X kgBB X 1 liter
15
c) Menentukan jadwal pemberian cairan:
 Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial): jumlah total
kebutuhan cairan menurut BJ plasma atau skor
Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam ini agar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
 Satu jam berikutnya/ jam ke-3 (tahap ke-2) pemberian
diberikan berdasarkan kehilangan selama 2 jam
pemberian cairan rehidrasi inisial sebelumnya. Bila tidak

113 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
ada syok atau skor daldiyono kurang dari 3 dapat diganti
cairan per oral.
 Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan
kehilangan cairan melalui tinja dan insensible water loss.
Kondisi yang memerlukan evaluasi lebih lanjut pada
diare akut apabila ditemukan:
 Diare memburuk atau menetap setelah 7 hari, feses harus
dianalisa lebh lanjut.
 Pasien dengan tanda-tanda toksik (dehidrasi, disentri,
demam ≥ 38.5⁰C, nyeri abdomen yang berat pada pasien
usia di atas 50 tahun
 Pasien usia lanjut
 Muntah yang persisten
 Perubahan status mental seperti lethargi, apatis, irritable.
 Terjadinya outbreak pada komunitas
 Pada pasien yang immunocompromised.

Konseling dan Edukasi


Pada kondisi yang ringan, diberikan edukasi kepada
keluarga untuk membantu asupan cairan. Edukasi juga
diberikan untuk mencegah terjadinya GE dan mencegah
penularannya.

9) Demam tifoid
Typhoid fever adalah jenis penyakit yang berkaitan dengan
demam karena adanya infeksi bakteri (salmonella typhi) yang
menyebar keseluruh tubuh dan mempengaruhi banyak organ.

a) Hasil Anamnesis (Subjective)


Pasien datang ke dokter karena demam. Demam turun naik
terutama sore dan malam hari (demam intermiten). Keluhan
disertai dengan sakit kepala (pusing-pusing) yang sering
dirasakan di area frontal, nyeri otot, pegal-pegal, insomnia,
anoreksia dan mual muntah. Selain itu, keluhan dapat pula
disertai gangguan gastrointestinal berupa konstipasi dan

114 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
meteorismus atau diare, nyeri abdomen dan BAB berdarah.
Pada anak dapat terjadi kejang demam.
Demam tinggi dapat terjadi terus menerus (demam kontinu)
hingga minggu kedua.
Faktor Risiko
Higiene pribadi dan sanitasi lingkungan yang kurang.
b) Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana
(Objective)

Pemeriksaan Fisik :
 Suhu tinggi.
 Bau mulut karena demam lama.
 Bibir kering dan kadang pecah-pecah.
 Lidah kotor dan ditutup selaput putih (coated tongue),
jarang ditemukan pada anak.
 Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor.
 Nyeri tekan regio epigastrik (nyeri ulu hati).
 Hepatosplenomegali.
 Bradikardia relatif (peningkatan suhu tubuh yang tidak
diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi).
Pemeriksaan fisik pada keadaan lanjut :
 Penurunan kesadaran ringan sering terjadi berupa apatis
dengan kesadaran seperti berkabut. Bila klinis berat,
pasien dapat menjadi somnolen dan koma atau dengan
gejala-gejala psikosis (organic brain syndrome).
 Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih
menonjol.
Pemeriksaan Penunjang
 Darah perifer lengkap
Hitung lekosit total menunjukkan leukopeni (<5000 per
mm3), limfositosis relatif, monositosis, aneosinofilia dan
trombositopenia ringan. Pada minggu ketiga dan
keempat dapat terjadi penurunan hemaglobin akibat
perdarahan hebat dalam abdomen.
 Pemeriksaan serologi Widal

115 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Dengan titer O 1/320 diduga kuat diagnosisnya adalah
demam tifoid. Reaksi widal negatif tidak menyingkirkan
diagnosis tifoid. Diagnosis demam tifoid dianggap pasti
bila didapatkan kenaikan titer 4 kali lipat pada
pemeriksaan ulang dengan interval 5-7 hari.
 Tes lain yang lebih sensitif dan spesifik terutama untuk
mendeteksi infeksi akut tifus khususnya Salmonella
serogrup D dibandingkan uji Widal dan saat ini sering
digunakan karena sederhana dan cepat adalah tes
TUBEX®. Tes ini menggunakan teknik aglutinasi dengan
menggunakan uji hapusan (slide test) atau uji tabung
(tube test).
c) Diagnosis (Assessment)
Diagnosis Klinis
Suspek demam tifoid (Suspect case)
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan gejala
demam, gangguan saluran cerna dan petanda gangguan
kesadaran. Diagnosis suspek tifoid hanya dibuat pada
pelayanan kesehatan dasar.
Demam tifoid klinis (Probable case)
Suspek demam tifoid didukung dengan gambaran
laboratorium yang menunjukkan tifoid.
Diagnosis Banding :
 Demam berdarah dengue.
 Malaria.
 Leptospirosis.
Komplikasi :
Biasanya terjadi pada minggu kedua dan ketiga demam.
Komplikasi antara lain perdarahan, perforasi, sepsis,
ensefalopati, dan infeksi organ lain:
 Tifoid toksik (Tifoid ensefalopati)
Penderita dengan sindrom demam tifoid dengan panas
tinggi yang disertai dengan kekacauan mental hebat,
kesadaran menurun, mulai dari delirium sampai koma.
 Syok septik

116 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Penderita dengan demam tifoid, panas tinggi serta
gejala-gejala toksemia yang berat. Selain itu, terdapat
gejala gangguan hemodinamik seperti tekanan darah
turun, nadi halus dan cepat, keringat dingin dan akral
dingin.
 Perdarahan dan perforasi intestinal (peritonitis)
Komplikasi perdarahan ditandai dengan hematoschezia.
Dapat juga diketahui dengan pemeriksaan feses (occult
blood test). Komplikasi ini ditandai dengan gejala akut
abdomen dan peritonitis. Pada foto polos abdomen 3
posisi dan pemeriksaan klinis bedah didapatkan gas
bebas dalam rongga perut.
 Hepatitis tifosa
Kelainan berupa ikterus, hepatomegali, dan kelainan tes
fungsi hati.
 Pankreatitis tifosa
Terdapat tanda pankreatitis akut dengan peningkatan
enzim lipase dan amylase. Tanda ini dapat dibantu
dengan USG atau CT Scan.
 Pneumonia.
Didapatkan tanda pneumonia yang Diagnosisnya dibantu
dengan foto polos toraks.
d) Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)
 Terapi suportif dapat dilakukan dengan:
 Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan
mobilisasi.
 Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
 Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas.
 Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi,
suhu, kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di
rekam medik pasien.
 Terapi simptomatik untuk menurunkan demam
(antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal.
 Terapi definitif dengan pemberian antibiotik. Antibiotik lini
pertama untuk demam tifoid adalah kloramfenikol,

117 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
ampisilin atau amoksisilin (aman untuk penderita yang
sedang hamil), atau trimetroprim-sulfametoxazole
(kotrimoksazol).
 Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai
tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau
dipilih antibiotik lini kedua yaitu Ceftriaxone, Cefotaxime
(diberikan untuk dewasa dan anak), Kuinolon (tidak
dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai
mengganggu pertumbuhan tulang).
Antibiotika Dosis Keterangan
Kloramfenikol Dewasa: 4x500 mg Merupakan obat yang
selama 10 hari sering digunakan dan telah
Anak 50-100 lama dikenal efektif untuk
mg/kgBB/har, maks tifoid
2 gr selama 10-14 Murah dan dapat diberikan
hari dibagi 4 dosis peroral serta sensitivitas
masih tinggi
Pemberian PO/IV
Tidak diberikan bila lekosis
<2000/mm3
Ceftriaxone Dewasa: 2-4gr/hari Cepat menurunkan suhu,
selama 3-5 hari lama pemberian pendek
Anak: 80 dan dapat dosis tunggal
mg/kgBB/hari dalam serta cukup aman untuk
dosis tunggal anak.
selama 5 hari Pemberian PO/IV
Ampicillin & Dewasa : (1.5-2) Aman untuk penderita
Amoksisilin gr/hr selama 7-10 hamil
hari Sering dikombinasi dengan
Anak : 50–100 kloramfenikol pada pasien
mg/kgbb/hari kritis
selama 7-10 hari Tidak mahal
Pemberian PO/IV
Cotrimoxazol Dewasa: 2x(160- Tidak mahal
e (TMP-SMX) 800) selama 7-10 Pemberian per oral

118 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
hari
Anak: TMP 6-19
mg/kgbb/hari atau
SMX 30-50
mg/kgbb/hari
selama 10 hari
Quinolone Ciprofloxacin 2x500 Pefloxacin dan Fleroxacin
mg selama 1 lebih cepat menurunkan
minggu suhu
Ofloxacin 2x(200- Efektif mencegah relaps
400) selama 1 dan kanker
minggu Pemberian peroral
Pemberian pada anak tidak
dianjurkan karena efek
samping pada
pertumbuhan tulang
Cefixime Anak: 1.5-2 Aman untuk anak
mg/kgbb/hari dibagi Efektif
2 dosis selama 10 Pemberian per oral
hari

10) Demam berdarah dengue

Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue adalah


penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus Dengue. Virus
Dengue memiliki 4 jenis serotype: DEN-1, DEN-2, DEN-3,
DEN-4. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody
terhadap serotype yang bersangkutan, namun tidak untuk
serotype lainnya, sehingga seseorang dapat terinfeksi demam
Dengue 4 kali selama hidupnya. Indonesia merupakan Negara
yang endemis untuk Demam Dengue maupun Demam
Berdarah Dengue.

a) Keluhan;
Demam dengue (dengan atau tanpa perdarahan): demam
bifasik akut 2-7 hari, nyeri kepala, nyeri retroorbital,

119 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
mialgia/atralgia, ruam, gusi berdarah, mimisan, nyeri perut,
mual/muntah, hematemesis dan dapat juga melena.
Faktor Risiko
 Tinggal di daerah endemis dan padat penduduknya.
 Pada musim panas (28-32 0C) dan kelembaban
tinggi.
 Sekitar rumah banyak genangan air.
b) Pemeriksaan fisik
Tanda patognomonik untuk demam dengue
 Suhu Suhu > 37,5 derajat celcius
 Ptekie, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa
 Rumple Leed (+)

Tanda Patognomonis untuk demam berdarah dengue


 Suhu > 37,5 derajat celcius
 Ptekie, ekimosis, purpura
 Perdarahan mukosa
 Rumple Leed (+)
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Untuk mengetahui terjadi kebocoran plasma, diperiksa
tanda-tanda efusi pleura dan asites.
 Hematemesis atau melena
c) Pemeriksaan penunjang
 Leukosit: leukopenia cenderung pada demam dengue
 Adanya bukti kebocoran plasma yang disebabkan oleh
peningkatan permeabilitas pembuluh darah pada
Demam Berdarah Dengue dengan manifestasi
peningkatan hematokrit diatas 20% dibandingkan
standard sesuai usia dan jenis kelamin dan atau
menurun dibandingkan nilai hematokrit sebelumnya >
20% setelah pemberian terapi cairan.
 Trombositopenia (Trombosit <100.000/ml) ditemukan
pada Demam Berdarah Dengue

120 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
d) Diagnosa
 Diagnosis Klinis

Kriteria WHO, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal


dibawah ini terpenuhi:
 Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari,
biasanya bifasik/ pola pelana
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan
berikut
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis atau purpura
- Perdarahan mukosa atau perdarahan dari tempat
lain
- Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran
plasma sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan
standard sesuai dengan umur dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat
terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura,
asistes atau hipoproteinemia.
 Diagnosis Banding
 Demam karena infeksi virus ( influenza , chikungunya,
dan lain-lain)
 Demam tifoid
e) Terapi
 Terapi simptomatik dengan analgetik antipiretik
(Parasetamol 3 x 500- 1000 mg).
 Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
f) Konseling dan edukasi
 Prinsip konseling pada demam berdarah dengue adalah
memberikan pengertian kepada pasien dan keluarganya
tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya,

121 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
sehingga pasien dapat mengerti bahwa tidak ada
obat/medikamentosa untuk penanganan DBD, terapi
hanya bersifat suportif dan mencegah perburukan
penyakit. Penyakit akan sembuh sesuai dengan
perjalanan alamiah penyakit.
 Modifikasi gaya hidup
 Melakukan kegiatan 3M menguras, mengubur,
menutup.
 Meningkatkan daya tahan tubuh dengan
mengkonsumsi makanan bergizi dan melakukan
olahraga secara rutin.

Alur penanganan pasien dengan demam


dengue/demam berdarah dengue

122 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
11) Gigitan ular
a) Definisi
Suatu keadaan yang disebabkan oleh gigitan ular berbisa.
b) Penyebab
Secara garis besar ular berbisa dapat dikelompokkan dalam
3 kelompok: Colubridae (Mangroce cat snake, Boiga
dendrophilia, dan lain-lain) Elapidae (King cobra, Blue coral
snake, Sumatran spitting cobra, dan lain-lain) Viperidae
(Borneo green pit viper, Sumatran pit viper, dan lain-lain).
c) Gambaran Klinis
 Umumnya gigitan ular tidak beracun, misalnya ular air
dan hanya memerlukan tata laksana sederhana. Namun
bila jenis ular tidak diketahui, maka sebaiknya dilakukan
upaya pencegahan dengan Serum Anti Bisa Ular
Polivalen.
 Kemungkinan ini dicurigai bila ada riwayat digigit ular.
 Penderita mungkin:
 Tampak kebiruan
 Pingsan
 Lumpuh
 Sesak nafas
Efek yang ditimbulkan akibat gigitan ular dapat dibagi tiga:
 Efek lokal
Beberapa spesies seperti coral snakes, krait akan
memberikan efek yang agak sulit di deteksi dan hanya
bersifat minor tetapi beberapa spesies, gigitannya dapat
menghasilkan efek yang cukup besar seperti: bengkak,
melepuh, perdarahan, memar sampai dengan nekrosis.
Yang mesti diwaspadai adalah terjadinya syok
hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh
berpindahnya cairan vaskuler ke jaringan akibat efek
sistemik bisa ular tersebut.
 Efek sistemik
Gigitan ular ini akan menghasilkan efek yang non-
spesifik seperti: nyeri kepala, mual dan muntah, nyeri

123 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
perut, diare sampai pasien menjadi kolaps. Gejala yang
ditemukan seperti ini sebagai tanda bahaya bagi
petugas kesehatan untuk memberi petolongan segera.
 Efek sistemik spesifik
Efek sistemik spesifik dapat dibagi berdasarkan:
 Koagulopati
Beberapa spesies ular dapat menyebabkan
terjadinya koagulopati. Tanda-tanda klinis yang dapat
ditemukan adalah keluarnya darah terus menerus
dari tempat gigitan, venipuncture dari gusi dan bila
berkembang akan menimbulkan hematuria,
haematomesis, melena dan batuk darah.
 Neurotoksik
Gigitan ular ini dapat menyebabkan terjadinya flaccid
paralysis. Ini biasanya berbahaya bila terjadi paralisis
pada pernafasan. Biasanya tanda-tanda yang
pertama kali dijumpai adalah pada saraf kranial
seperti ptosis, oftalmoplegia progresif bila tidak
mendapat anti venom akan terjadi kelemahan
anggota tubuh dan paralisis pernafasan. Biasanya
full paralysis akan memakan waktu + 12 jam, pada
beberapa kasus biasanya menjadi lebih cepat, 3 jam
setelah gigitan.
 Miotoksisitas
Miotoksisitas hanya akan ditemukan bila seseorang
diserang atau digigit oleh ular laut. Ular yang berada
didaratan biasanya tidak ada yang menyebabkan
terjadinya miotoksisitas berat. Gejala dan tanda
adalah : nyeri otot, tenderness, mioglobinuria dan
berpotensi untuk terjadinya gagal ginjal, hiperkalemia
dan kardiotoksisitas.
d) Diagnosis
Adanya riwayat gigitan disertai gejala/tanda gigitan ular
berbisa baik berupa efek lokal (tempat gigitan) maupun efek
sistemik dan efek sistemik spesifik.

124 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
e) Penatalaksanaan
Pertolongan pertama pada gigitan ular :
 Bila yang digigit anggota badan, gunakan tali putar silang
disebelah atas luka. Putar tali sedemikian kencang
sampai denyut nadi di ujung anggota hampir tidak
teraba. Ikatan dikendorkan tiap 15 menit selama 1 menit.
 Jika gigitan terjadi dalam waktu kurang dari setengah
jam, buatlah sayatan silang ditempat gigitan sampai
darah keluar dan sedotlah dengan alat penyedot, jangan
sekali-kali dengan mulut.
 Bila tersedia, suntikkan serum Anti Bisa Ular (ABU)
polivalen i.v dan disekitar luka
 ATS dan penisilin procain 900.000 IU dapat
dipertimbangkan sebagai profilaksis.
 Bila timbul gejala umum seperti syok, lumpuh dan sesak
nafas, penderita harus segera rujuk ke rumah sakit.

12) Intoksikasi Organofosfat


a) Definisi
Golongan organofosfat bekerja selektif, tidak persisten dalam
tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga.
Golongan organofosfat bekerja dengan cara menghambat
aktivitas enzim kolinesterase, sehingga asetilkolin tidak
terhidrolisa.
b) Penyebab
Keracunan pestisida golongan organofosfat disebabkan oleh
asetilkolin yang berlebihan, mengakibatkan perangsangan
terus menerus saraf muskarinik dan nikotinik.
c) Gambaran klinik
Gejala klinis keracunan pestisida golongan organofosfat
pada:
 Mata; pupil mengecil dan penglihatan kabur
 Pengeluaran cairan tubuh; pengeluaran keringat
meningkat, lakrimasi, salviasi dan juga sekresi bronchial.
 Saluran cerna; mual, muntah, diare dan sakit perut.

125 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
 Saluran napas; batuk, bersin, dispnea dan dada sesak.
 Kardiovaskular; bradikardia dan hipotensi.
 Sistem saraf pusat; sakit kepala, bingung, berbicara tidak
jelas, ataksia, demam, konvulsi dan koma.
 Otot-otot; lemah, fascikulasi dan kram.
 Komplikasi yang dapat terjadi, antara lain edema paru,
pernapasan berhenti, blockade atrioventrikuler dan
konvulsi.
d) Diagnosis
Riwayat kontak dengan insektisida golongan organofosfat
e) Penatalaksanaan
Keracunan akut :
Tindakan gawat darurat:
 Buat saluran udara.
 Pantau tanda-tanda vital.
 Berikan pernapasan buatan dengan alat dan beri oksigen.
 Berikan atropin sulfat 2 mg secara i.m, ulangi setiap 3 – 8
menit sampai gejala keracunan parasimpatik terkendali.
 Berikan larutan 1g pralidoksim dalam air secara i.v,
perlahan-lahan, ulangi setelah 30 menit jika pernapasan
belum normal. Dalam 24 jam dapat diulangi 2 kali. Selain
pralidoksim, dapat digunakan obidoksim (toksogonin).
 Sebelum gejala timbul atau setelah diberi atropine sulfat,
kulit dan selaput lendir yang terkontaminasi harus
dibersihkan dengan air dan sabun.
 Jika tersedia Naso Gastric Tube, lakukan bilas lambung
dengan air dan berikan sirup ipeca supaya muntah.
Tindakan umum:
 Sekresi paru disedot dengan kateter.
 Hindari penggunaan obat morfin, aminofilin, golongan
barbital, golongan fenotiazin dan obat-obat yang menekan
pernapasan.
Keracunan kronik:

126 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Jika keracunan melalui mulut dan kadar enzim kolinesterase
menurun, maka perlu dihindari kontak lebih lanjut sampai
kadar kolinesterase kembali normal.

13) Keracunan Makanan


a) Definisi

Keracunan makanan merupakan suatu kondisi gangguan


pencernaan yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau
air yang terkontaminasi dengan zat patogen dan atau bahan
kimia, misalnya Norovirus, Salmonella, Clostridium
perfringens, Campylobacter, dan Staphylococcus aureus.

b) Gejala Klinis

 Diare akut. Pada keracunan makanan biasanya


berlangsung kurang dari 2 minggu.
 Darah atau lendir pada tinja; menunjukkan invasi
mukosa usus atau kolon.
 Nyeri perut.
 Nyeri kram otot perut; menunjukkan hilangnya elektrolit
yang mendasari, seperti pada kolera yang berat.
 Kembung.
c) Pemeriksaan Fisik Patognomonis
Pemeriksaan fisik harus difokuskan untuk menilai keparahan
dehidrasi.
 Diare, dehidrasi, dengan tanda–tanda tekanan darah
turun, nadi cepat, mulut kering, penurunan keringat, dan
penurunan output urin.
 Nyeri tekan perut, bising usus meningkat atau melemah.
d) Pemeriksaan penunjang.
 Lakukan pemeriksaan mikroskopis dari feses untuk telur
cacing dan parasit.
 Pewarnaan Gram, KOH dan metilenbiru Loeffler untuk
membantu membedakan penyakit invasifdari
penyakitnon-invasif.

127 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
e) Diagnose berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
f) Terapi
 Karena sebagian besar kasus gastroenteritis akut adalah
self-limiting, pengobatan khusus tidak diperlukan. Dari
beberapa studi didapatkan bahwa hanya 10% kasus
membutuhkan terapi antibiotik. Tujuan utamanya adalah
rehidrasi yang cukup dan suplemen elektrolit. Hal ini
dapat dicapai dengan pemberian cairan rehidrasi oral
(oralit) atau larutan intravena (misalnya, larutan natrium
klorida isotonik, larutan Ringer Laktat). Rehidrasi oral
dicapai dengan pemberian cairan yang mengandung
natrium dan glukosa. Obat absorben (misalnya,
kaopectate, aluminium hidroksida) membantu
memadatkan feses diberikan bila diare tidak segera
berhenti. Diphenoxylate dengan atropin (Lomotil)
tersedia dalam tablet (2,5 mg diphenoxylate) dan cair
(2,5 mg diphenoxylate / 5 mL). Dosis awal untuk orang
dewasa adalah 2 tablet 4 kali sehari (20 mg / d).
Digunakan hanya bila diare masif.
 Jika gejalanya menetap setelah 3-4 hari, etiologi spesifik
harus ditentukan dengan melakukan kultur tinja. Untuk
itu harus segera dirujuk.
 Modifikasi gaya hidup dan edukasi untuk menjaga
kebersihan diri.
g) Edukasi kepada keluarga untuk turut menjaga higiene
keluarga dan pasien.

6. Pelayanan anestesi, sedasi dan pembedahan


a. Anestesi lokal
Anastesi lokal adalah tindakan menghilangkan nyeri/sakit
secara lokal tanpa disertai hilangnya kesadaran. Obat anestesi
lokal dapat menghambat aliran listrik pada jaringan.
Cara pemberian anestesi lokal
No Jenis anestesi Keterangan

128 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
1 Topikal Obat ditempatkan diujung saraf,
misalnya dengan mengoleskan pada
selaput lendir
2 Infiltrasi Obat disuntikkan ke jaringan dimana
ujung saraf berada
3 Field block Obat ditempatkan pada cabang saraf
yang lebih besar mengelilingi daerah
tindakan
4 Block saraf Obat ditempatkan pada batang saraf
yang besar, sehingga daerah yang
dilayani (distal) saraf yang bersangkutan
akan teranestesi
5 Block paravertebral Obat ditempatkan pada tempat
keluarnya dari foramen intervertebralis
6 Epidural Obat ditempatkan di ruang epidural
7 Spinal Obat ditempatkan di ruang sub-
arachnoid
8 Intravascular Obat dimasukkan kedalam vena atau
arteri pada ekstremitas yang akan
dioperasi, sementara airan darah
dibendung dengan manset pada tekanan
tertentu dan dengan cara khusus

Dosis aman dan toksik


Seperti obat pada umumnya, dosis maksimum yang aman sangat
tergantung pada dosis dan kondisi pasien. Konsentrasi dalam
darah cenderung tinggi bila digunakan larutan dengan konsentrasi
yang lebih tinggi. Misalnya 5 ml Lidocain 2% (20mg/ml) akan
memberikan konsentrasi dalam darah yang lebih tinggi daripada
10 ml Lidokain 1%. Hindari efek toksik dengan mengencerkan,
misalnya Lidokain 1% atau 0,5% untuk infiltrasi sederhana.
Penambahan epinefrin mempunyai manfaat yaitu menurunkan
absorpsi obat anestesi pada tempat penyuntikan (akibat
vasokonstriksi), oleh karena itu dosis besar dapat diberikan tanpa
efek toksik. Selain itu akan meningkatkan lama kerja anestesi

129 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
lokal sampai 50%. Epinefrin dan vasokonstriktor tidak boleh
digunakan pada daerah tubuh yang tidak mempunyai sirkulasi
kolateral seperti telinga, jari tangan, kaki dan penis karena dapat
menyebabkan iskemia jaringan.
Dosis maksimum anestesi lokal

Obat Dosis maksimum Lama kerja Onset


anestesi
Lidocaine 7 mg/kg dengan epinefrin 60-120 menit 4-10 menit
4,5 mg/kg tanpa epinefrin
Bupivacaine 225 mg dengan epinefrin 240-480 menit 8-12 menit
175 mg tanpa epinefrin
Prilocaine 600 mg dengan epinefrin 90-180 menit 6-10 menit
500 mg tanpa epinefrin
Mepivacaine 7 mg/kg dengan epinefrin 90-180 menit 6-10 menit

Kontra indikasi anestesi lokal


1) Alergi terhadap obat yang digunakan
2) Infeksi pada tempat penyuntikan
3) Tidak tersedianya alat injeksi yang steril
4) Pasien sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan
(anestesi dosis kecil masih diperbolehkan)

b. Pembedahan
Luka dan Perawatannya
Luka atau vulnus adalah kerusakan anatomi, diskontinuitas suatu
jaringan oleh karena trauma dari luar.
Macam-macam luka :
1) Luka terbuka / vulnus apertum
Bila kulit rusak melampaui tebalnya kulit, terdiri atas luka tajam
dan tumpul
2) Luka tertutup / vulnus occlusum

130 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Luka tidak melampaui tebalnya kulit, misalnya excoriasi/
abrasi/ lecet, contusio/ memar, hematoma, sprain, dislokasi,
fraktur
Wound management (Pengelolaan Luka)
Luka membutuhkan pengelolaan yang tepat agar bisa menuju
kearah perbaikan. Diperlukan penilaian baik ukuran, bed luka,
akut atau kronis dan infeksi atau tidak. Hal itu menentukan
tindakan selanjutnya.
Penanganan luka secara umum meliputi :
1) Assesment /penilaian yaitu ukuran, bed luka, akut atau kronis
dan infeksi atau tidak
2) Preparasi bed luka
Suatu proses pembuangan barrier untuk menyiapkan
penyembuhan luka yang dapat dilakukan dengan cara
melakukan debridemant, bacterial balance dan exudates
management.
a) Debridement
Adalah suatu proses usaha menghilangkan jaringan mati
dan jaringan yang sangat terkontaminasi dari bed luka
dengan mempertahankan secara maksimal struktur
anatomi yang penting. Debridment dilakukan pada luka
akut maupun kronis.
b) Bacterial management
Infeksi luka ditentukan leh keseimbangan daya tahan luka
dengan jumlah mikroorganisme. Bila jumlah
mikroorganisme <140/gram jaringan kemungkinan terjadi
infeksi adalah 6%, bila >104/gram jaringan kemungkinan
infeksi 89% dan bila >105/gram jaringan hampir bisa
dipastikan terjadi infeksi dan penutupan akan gagal.
Dalam hal ini mungkin diperlukan pemberian antibiotik
disamping tindakan debridement.
c) Exudates management
Mengatasi eksudat merupakan hal yang penting dalam
pengelolaan luka. Cara terbaik untuk melihat bed luka
yang tidak sembuh pada luka kronik adalah dengan

131 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
menilai jumlah eksudat. Pengelolaan eksudat dapat
dilakukan secara direct dan indirect.
Direct : dilakukan balut tekan disertai highly absorbent
dressing atau system vacummechanical. Bisa juga
dilakukan pencucian dan irigasi menggunakan NaCl 0,9%.
Tindakan ini tidak hanya membuang eksudat dan seluler
debris tetapi juga dapat menurunkan jumlah bakteri
Indirect : prosedur ini ditujukan untuk mengurangi
penyebab yang mendasari koloni bakteri yang ekstrim.
3) Penutupan Luka
Dapat dilakukan bila luka sudah bersih dan tidak infeksi. Luka
dapat menutup tanpa prosedur pembedahan secara
persekundam terjadi proses epitelialisasi. Selain itu dapat pula
dilakukan penjahitan primer, skin grafting (pemindahan
sebagian atau seluruh ketebalan kulit ke tempat lain) dan flap
(pemindahan kulit dan atau jaringan dibawahnya untuk
menutup defek dengan menyertakan pedikel untuk
vaskularisasi.
4) Dressing Luka
Bertujuan melindungi luka dari trauma dan infeksi. Dalam
kondisi lembab penyembuhan luka lebih cepat 50% dibanding
luka kering. Didapatkan peningkatan reepitelialisasi.

Jahitan Bedah
Benang jahit yang digunakan terbagi atas benang jahit
yang dapat diabsorpsi dan yang tidak dapat diabsorpsi. Secara
umum jahitan yang terletak di permukaan luar tubuh
menggunakan benang jahit non absorbable, sedangkan yang
terletak dibawah kulit mengunakan benang absorbable.
Benang non absorbable antara lain nylon (polyamide),
sutera (silk), polypropylene (prolene, ethilon), polyester (dacron).
Benang yang absorbable antara lain polyglactin,
polyglycolic acid, plain catgut, dan chromic gut.
Ukuran benang ini menggunakan kode angka 0 (nol).
Semakin banyak angka nol nya berarti semakin kecil ukuranya.

132 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Untuk kulit wajah biasanya menggunkan ukuran 6-0, untuk rongga
mulut menggunakan ukuran 4-0 atau 5-0, untuk ekstremitas
menggunakan yang lebih besar lagi.
Instrumen
Peralatan yang digunakan antara lain berupa needle
holder, needle, tang fiksasi jaringan, pinset dan gunting.
Teknik Menjahit
Secara umum dikenal 2 teknik menjahit yaitu jahitan secara
terputus dan teknik kontinyu.
1) Teknik terputus
Sering dipergunakan karena terasa mudah, dengan metode ini
dibuat simpul tunggal dan masing-masing diikat tersendiri.
2) Teknik kontinyu
Teknik ini tidak melakukan pemutusan benang sebelum
penjahitan selesai.
Hal yang penting untuk diingat dalam penjahitan ini adalah
antara lain :
1) Jahitan adalah benda asing, karena itu semakin sedikit jahitan
makin kecil trauma dan makin sedikit reaksi jaringan.
2) Jahitan yang diikat terlalu kencang akan menghalangi suplai
darah dan mengurangi drainase
3) Jahitan dimulai dari jaringan yang bergerak/tidak melekat
ditautkan ke jaringan yang tidak bergerak/fixed
4) Jahitan juga bisa dimulai dari jaringna yang tipis ditautkan ke
jaringan yang tebal
5) Arah masuknya jarum dari tepi luka berkisar antara 2-4mm dan
jarak antara jahitan satu dengan jahitan lain biasanya 4-10 mm
6) Kesalahan umum pada penjahitan adalah menempatkan terlalu
banyak jahitan dan pengikatan terlalu kencang
7) Tempatkan simpul menjauhi luka atau menjauhi insisi.

Insisi, Ekstirpasi, Ekstraksi dan Sirkumsisi


Insisi
Indikasi dilakukan insisi adalah pada furunkel, karbunkel,
abses kelenjar keringat (hidranitis supurativa), ateroma terinfeksi

133 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
dan sebagainya. Pada dasarnya setiap pengumpulan nanah
dengan infiltrat radang yang makin meluas walaupun sudah
diobati konservatif secara adekuat merupakan indikasi untu
dilakukan insisi.
Alat-alat yang diperlukan
Instrumen
1) Tangkai scalpel nomor 13
2) Mata skalpel nomor 11
3) Drain kecil
4) Spuit dan jarum aspirasi berukuran lebar
Anestesi lokal ,menggunakan prokain atau lidokain dengan
atau tanpa adrenalin
Bahan-bahan rutin
1) Doek berlubang
2) Sarung tangan
3) Kasa/pembalut steril
4) Cairan antiseptik
Teknik Operasi
1) Mempersiapkan pasien tenang
2) Memakai sarung tangan dengan cara aseptik
3) Membersihkan daerah yang akan di insisi dengan povidone
iodine mulai dari tengah ke tepi
4) Memasang doek steril
5) Menginjeksikan obat anestesi dengan blokade didaerah sekitar
abses
6) Melakukan insisi tusukan pada abses dengan skalpel
mengarah keatas
7) Membasuh rongga abses dengan povidone iodine dalam spuit
8) Mengerok rongga abses dengan sendok tajam
9) Memasukkan drain handscoun yang telah diberi povidone
iodine
10) Tutup luka dengan kasa steril

Ekstirpasi

134 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Adalah tindakan mengangkat massa tumor yang terletak
dibawah kulit, biasanya dilakukan pada pengangkatan kista,
lipoma, fibroma dan ganglion.
Teknik operasi
1) Lakukan tindakan asepsis dengan povidone iodine disekitar
benjolan
2) Batasi lapangan operasi dengan doek steril
3) Lakukan anestesi dengan cara infiltrasi atau field blok dengan
prokain atau lidokain dengan atau tanpa epinefrin
4) Lakukan insisi sesuai dengan besar tuor dan lokasinya. Pada
tumor kecil dilakukan insisi linier sedangkan pada tumor besar
dilakukan insisi lonjong
5) Sebagian kulit diklem sebagai pegangan, tumor dijepit dengan
klem
6) Bebaskan dengan jaringan sekitar
7) Keluarkan tumor secara utuh (bila berkapsul)
8) Periksa ada atau tidaknya perdarahan
9) Lakukan jahitan subkutis dengan plain catgut, kemudian
jahitlah kulit dengan seide
10) Tutup luka dengan kasa steril

Ekstraksi
Adalah pencabutan jaringan (biasanya kuku) dengan tujuan
tertentu. Indikasi dilakukan ekstraksi yaitu pada paronikia, trauma
pada kuku, dan tinea unguium.
Teknik operasi :
1) Lakukan anestesi dengan teknik blok pada pagkal jari
2) Masukkan sonde tepat pada tengah kuku, gunting kuku diatas
sonde
3) Klem kedua kuku yang sudah terpisah, putar ke sisi luar hingga
kuku terlepas
4) Bila terdapat jaringan nekrotik harus dibersihkan dengan kuret
5) Tutup luka dengan kasa steril

Sirkumsisi

135 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Adalah pengangkata sebagian atau seluruh kulup
(preputium) penis dengan tujuan tertentu. Dilakukan atas indikasi
agama, sosial dan medis.
Untuk melakukan sirkumsisi harus diperhatikan adanya
kontraindikasi absolut dan relatif.
Kontraindikasi absolut :
1) Hipospadia
2) Epispadia
3) Hemofilia
Kontraindikasi relatif :
1) Infeksi lokal
2) Infeksi umum
3) Diabetes militus
Komplikasi yang umum terjadi adalah perdarahan, hematoma,
infeksi dan penyakit peyronie.
Alat-alat yang diperlukan
Instrumen :
1) Nald voeder 1 buah
2) Klem arteri /pean 4 buah
3) Klem kocher (lurus) 3 buah
4) Klem mosquito 6 buah
5) Pinset chirurgis 2 buah
6) Pinset anatomis 2 buah
7) Gunting diseksi (lurus) 1 buah
8) Gunting benang 1 buah
9) Gagang pisau no 4 + mata pisau 1 buah
10) Jarum jahit kulit 1 buah
11) Spuit 5 cc
Anastesi lokal yang dipakai adalah prokain atau lidokain
Bahan-bahan :
1) Doek steril
2) Sarung tangan 2 pasang (operator dan asisten)
3) Kasa steril
4) Cairan antiseptik
5) Plain catgut no 00 atau 000

136 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
Teknik Operasi :
1) Bersihkan penis dengan air sabun. Pada pasien dewasa
cukurlah bulu disekitar penis
2) Operator mencuci tangan kemudian memekai sarung
tangan
3) Lakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada penis dan
sekitarnya secara sentrifugal dengan penis sebagai pusat
dengan povidone iodine
4) Pasang doek steril, lakukan anastesi blok pada pangkal
penis di baian dorsal yang memblok nervus dorsalis penis.
Teknik anastesi :
a) Tusukkan jarum pada pangkal penis disebelah dorsal
tegak lurus terhadap batang penis, hingga terasa
sensasi seperti menembus kertas. Pada saat itu jarum
sudah menembus fascia buck tempat nervus dorsalis
penis berada dibawahnya.
b) Tanda-tanda jarum telah menembus fascia buck adalah
:
 Sensasi seperti menembus kertas
 Jika jarum ditarik keatas, penis terangkat
 Bila obat disuntikkan, tidak terjadi edema
c) Miringkan jarum ke sisi batang penis, lakukan aspirasi.
Bila jarum tidak masuk ke pembuluh darah suntikkan zat
anestesi sebanyak 1-2 cc, kemudian pindahkan kearah
miring pada sisi yang lain, suntikkan anestesi sama
seperti semula.
d) Tambahkan infiltrasi didaerah frenulum. Lakukan pijatan
pada bekas suntikan agar obat tersebar.
5) Sambil menunggu efek anestesi, lepaskan perlekatan
preputium secara perlahan (bila ada), dengan sublimat atau
boorwater.
6) Yakinkan bahwa anestesi terjadi dengan menjepit
prepusium tanpa memberitahu pasien.
7) Operasi Guillotine (klasik)
a) Jepitlah preputium pada jam 6 dan 12

137 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
b) Jepit preputium melintang melintang pada sumbu
panjang penis, agak miring kebawah, pastikan glans
penis tidak terjepit
c) Potong preputium disebelah luar klem (atas klem)
d) Perdarahan yang terjadi dirawat dengan klem dan ligasi
e) Lakukan penjahitan dari mukosa ke kulit
f) Khusus untuk frenulum digunakan jahitan berbentuk
angka 8 atau angka 0.
8) Operasi dorsumsisi (dorsal slit operation)
a) Klem frenulum pada jam 6, 11 dan 1
b) Potong lurus frenulum dengan gunting sejajar sumbu
panjang penis ke arah sulkus koronarius glandis ¼-1/2
cm dari bagian distal sulkus koronarius glandis
c) Jahitlah mukosa-kulit pada jam 12, simpul jangan
dipotong melainkan dijepit dengan klem sebagai tali
kendali
d) Lanjutkan pemotongan preputium ke samping sejajar
sulkus koronarius glandis
e) Rawat perdarahan yang terjadi dengan klem dan ligasi
menggunakan plain catgut. Lakukan teugel pada 3, 9
dan jam 6. Khusus pada frenulum jahitan berbentuk
angka 8 atau 0.
f) Lakukan penjahitan mukosa-kulit secara terputus
9) Bersihkan luka dengan NaCl 0,9%
10) Bubuhi luka dengan betadine atau bioplacenton dan tutup
dengan sofratulle, kemudian tutup dengan kasa steril

7. Penyuluhan / edukasi kepada pasien


Beberapa prinsip pemberian informasi melalui konseling kepada
pasien/individu yang perlu diperhatikan dan dipraktikkan oleh petugas
kesehtan Puskesmas adalah:
a. Memberikan suasana gembira dan semangat hidup
Pada saat memulai pemberian informasi, sebaiknya petugas
kesehatan Puskesmas tidak langsung mengungkap masalah,
kelemahan atau kekeliruan pasien/individu. Perbincangan harus

138 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
diawali dengan situasi yang menggembirakan, karena situasi yang
demikian membuat pasien/masyarakat menjadi tertarik untuk terlibat
dalam perbincangan, selanjutnya pasien/individu diajak untuk
mengungkapkan sendiri masalah, kelemahan atau kekeliruannya.
b. Menghargai pasien/klien sepenuh hati
Menghargai pasien/individu adalah syarat utama untuk terjadinya
hubungan yang baik dan terbuka. Cara menghargai ini dilakukan
dengan memberikan ucapan-ucapan dan bahasa tubuh yang
menghargai.
c. Melihat pasien/individu sebagai subyek
Petugas kesehatan Puskesmas harus mengendalikan
kecenderungan keinginannya untuk menasihati. Upayakan agar
pasien/individu berbicara sebanyak-banyaknya tentang dirinya.
Sementara itu, pemebicaraan diarahkan kepada pemecahan
masalah yang dihadapi. Dengan demikian, “resep” pemecahan
masalah itu dating dari diri pasien/individu itu sendiri. Hal ini akan
menjadi komitmen dari pasien/individu untuk melaksanakan
pemecahan masalah tersebut.
d. Mengembangkan dialog yang menyentuh perasaan
Dalam hubungan yang baik, petugas kesehatan Puskesmas selalu
berusaha untuk mengemukakan kata-kata dialog yang menyentuh
perasaan pasien/individu. Banyak petugas kesehatan menggunakan
pendekatan agama untuk membuat pasien/individu tersentuh
hatinya.
e. Memberikan keteladanan
Keteladan sikap dan perilaku petugas kesehatan Puskesmas dapat
menyentuh perasaan pasien/individu. Keteladanan memang
merupakan sugesti yang sangat kuat bagi pasien/individu untuk
berubah kearah positif. Motivasi untuk berubah itu disebabkan oleh
kepribadian, wawasan, ketrampilan, kesalehan, dan kebajikan
tenaga kesehatan terhadap pasien/individu.

Penyuluhan /edukasi yang bisa dilakukan di poli umum


a. Petugas kesehatan puskesmas yang melayani pasien meluangkan
waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien

139 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
berkenaan dengan penyakitnya atau obat yang harus ditelannya.
Tetapi jika hal ini belum mungkin dilaksanakan, maka dapat dibuka
klinik khusus bagi para pasien rawat jalan yang memerlukan
konsultasi atau konseling.
Guna memudahkan pemberdayaan dalam pelayanan medis, harus
disediakan berbagai media (alat peraga) seperti misalnya lembar
balik (flashcards), poster, gambar-gambar atau model-model
anatomi, dan boleh juga brosur (leaflet) yang bias dibawa oleh
pasien.
b. Pihak yang paling berpengaruh terhadap pasien rawat jalan adalah
orang yang mengantarkannya ke puskesmas. Mereka ini tidak
dalam keadaan sakit, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan
informasi dari berbagai media komunikasi yang tersedia di
poliklinik. Oleh karena itu di poliklinik, khususnya di Ruang Tunggu,
perlu dipasang media seperti poster, selebaran (leaflets) yang berisi
informasi tentang berbagai penyakit dan pencegahannya.
c. Dengan mendapatkan informasi yang benar mengenai penyakit
yang diderita pasien, diharapkan dapat membantu puskesmas
memberikan informasi kepada pasien.
d. Pemasangan poster dan media komunikasi lainnya, mendorong
pasien untuk berperilaku sesuai yang dikehendaki agar penyakit
atau maslah kesehatan yang dideritanya dapat segera diatasi.

140 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
BAB V
LOGISTIK

Petugas penanggung jawab pengelolaan Poli umum wajib


memastikan logistik Poli umum terpenuhi dengan cara melakukan
perencanaan kebutuhan, melakukan pengecekan secara berkala dan segera
membuat permintaan kebutuhan logistik yang diperlukan.

141 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
BAB VI
KESELAMATAN SASARAN

Pengobatan dasar di poli umum harus memperhatikan keselamatan


dengan cara melakukan identifikasi terhadap potensi yang mungkin terjadi
yaitu :
1. Adanya kemungkinan kesalahan pengkajian awal klinis
2. Adanya kemungkinan kesalahan pemeriksaan
3. Adanya kemungkinan kesalahan tindakan medis
4. Adanya kemungkinan kesalahan penulisan resep
5. Hasil temuan audit internal oleh auditor internal
Untuk mencegah terhadap potensi yang mungkin terjadi seperti yang
telah disebutkan diatas maka dilakukan :
1. Pelaksanaan prosedur pelayanan klinis sesuai standar operasional
2. Umpan balik dari unit pelayanan tentang kesesuaian pelayanan klinis
3. Monitoring secara berkala oleh tim mutu Puskesmas Gitik
Adapun untuk Penanganan/ tindak lanjut Hasil identifikasi, temuan
audit internal, pelaporan dan keluhan atau pengaduan dibahas dan ditindak
lanjuti oleh Tim Mutu dalam Rapat Tim Mutu atau Rapat Tinjauan
Manajemen. Dan hasil rapat dilakukan umpan balik kepada penanggung
jawab Poli umum.

142 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Program keselamatan kerja petugas poli umum dilaksanakan dengan


memperhatikan lingkungan kerja yang nyaman dan aman serta fasilitas kerja
yang aman. Lingkungan kerja yang dimaksud yaitu suhu ruangan,
kelembaban, ventilasi dan pencahayaan. Fasilitas kerja yang dimaksud
adalah perabot seperti rak atau lemari penyimpanan, meja, kursi dan alat
tulis serta peralatan komputer dan listrik.

143 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Pengaduan dan keluhan pasien terkait dengan pelayanan poli umum


dilaporkan kepada Tim Mutu Puskesmas Gitik. Sasaran mutu pelayanan poli
umum ditetapkan oleh Tim Mutu Puskesmas dan dipantau melalui
monitoring dan evaluasi pelaksanaan. Pencapaian sasaran mutu dibahas
dalam rapat tinjauan manajemen dan dilaporkan kepada Kepala Puskesmas.
Setiap adanya kesalahan pelayanan poli umum dilaporkan kepada Tim Mutu
Puskesmas Gitik.

144 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
BAB IX
PENUTUP

Pelayanan pengobatan dasar yang baik merupakan salah satu tolok


ukur kinerja Puskesmas dan diperlukan untuk peningkatan mutu pelayanan
Puskesmas Gitik.

145 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 Tentang


Puskesmas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan
Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 296 Tentang Pedoman
Pengobatan Dasar di Puskesmas
Buku Standar Puskesmas Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun
2013
Panduan Pemeriksaan Umum, Dinas Kesehatan dan Keluarga
Berencana Kabupaten Banyuwangi Tahun 2005
Pedoman pengelolaan peralatan kesehatan puskesmas, Depkes 1998
Buku Pedoman Promosi Kesehatan, Depkes, 2007
Pengantar Klinik Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang, Tahun 2009
Pengantar Klinik Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang, Tahun 2009
Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan
Kesehatan, Depkes 2010
Pedoman pengobatan dasar di Puskesmas, Depkes 2007

146 | P e d o m a n P e m e r i k s a a n U m u m d a n K e g a w a t d a r u r a t a n

Anda mungkin juga menyukai