Anda di halaman 1dari 11

Nama : Emilia Aurel Sondang Lumbanraja

NIM : 04011381823235
Kelas : Alpha 2018

Learning Issue
Pemeriksaan Umum dan Tanda Vital

Pemeriksaan jasmani umum bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi umum pasien.


Pemeriksaan ini ditekankan pada pemeriksaan tanda-tanda kehidupan (vital sign), keadaan
sakit, dan kondisi gizi. Ekspresi wajah, tubuh pasien, aktivitas motoric pada saat berjalan dan
dalam posisi berbaring., termasuk cara berpakaian, dan higiene perorangan serta bau napas
turut pula diamati dan diperiksa.
Pemeriksaan jasmani dilakukan secara sistematis. Pemeriksaan jasmani tiap sistem
tubuh dilakukan dengan menekankan empat komponen pemeriksaan yaitu inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi, Setelah anamnesis selesai dilakukan, pemeriksaan jasmani dimulai
dengan pemeriksaan tingkat kesadaran dan tanda-tanda kehidupan berupa tekanan darah,
denyut nadi, pernapasan, suhu, dan nyeri.

KESADARAN

Tingkat kesadaran pasien biasanya dapat dibagi menjadi:


1. Kompos mentis: pasien sadar penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya dan
lingkungannya.
2. Apatis: Pasien bersikap tidak peduli, acuh tak acuh dan segan berhubungan dengan orang
dan lingkungannya
3. Somnolen: Pasien mengantuk dan cenderung untuk tertidur, masih dapat dibangunkan
dengan rangsangan dan mampu memberikan jawaban secara verbal namun mudah
tertidur kembali
4. Delirium: Pasien gelisah, kebingungan, dapat diikuti dengan disorientasi, gangguan
memori dan aqitasi.
5. Sopor/stupor: Kesadaran pasien hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup, tidak
menunjukkan reaksi bila dibangunkan kecuali dengan rangsang nyeri
6. Koma: Kesadaran pasien hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan semua
rangsangan dari luar termasuk rangsang nyeri.

Pada koma yang dalam, semua refleks tidak didapatkan Penilaian tingkat kesadaran
juga dapat menggunakan skala koma Glasgow (Glasgow Coma Scale/GCS) yaitu dengan
memerhatikan respons pasien terhadap rangsangan yang diberikan dan menilai respons
tersebut dengan skor tertentu Respons yang diperhatikan adalah respons membuka mata,
respons motorik (gerakan), dan respons verbal (bicara). Biasanya disingkat dengan
menggunakan istilah bahasa inggris EMV (E=Eye, M=Motor responses, V=Verbal responses
Penilaian ini melihat seberapa berat kondisi sakit pasien, apakah pasien secara umum terlihat
baik, sakit ringan, sakit sedang atau sakit berat.
TAKSIRAN USIA

Taksiran usia kronologi pasien terkadang tidak sesuai dengan kenyataan Sebagai
contoh adalah pasien dengan kelainan pada raut wajah dan warna rambut, atau pasien
dwarfism.

BENTUK TUBUH

Pada pemeriksaan bentuk tubuh dapat ditemukan kelainan seperti nerawakan tubuh
yang pendek atau tinggi. Perawakan tubuh agak sulit ditentukan pada saat pasien dalam posisi
berbaring. Perhatikan adanya deformitas atau amputasi pada ekstremitas. Bentuk tubuh yang
abnormal dapat dijumpai misalnya pada kondisi kelainan tulang belakang seperti kifosis,
lordosis dan skoliosis, kelainan akromegali, dan sindrom Marfan.
1. Kifosis merupakan kelainan tulang belakang di mana tulang belakang melengkung ke
arah belakang. Kelainan inii dapat ditemukan pada tuberkulosis tulang belakang,
osteoporosis.
2. Lordosis merupakan kelainan tulang belakang di mana tulang belakang melengkung
ke arah depan. Lordosis dapat ditemukan pada infeksi dan tumor tulang belakang,
tuberkulosis tulang panggul.
3. Skoliosis merupakan kelainan tulang belakang di mana tulang belakang melengkung
ke arah lateral. Kondisi ini dapat ditemukan pada poliomyelitis.

HABITUS
1. Astentikus: Pasien memiliki bentuk tubuh yang tinggi, kurus, dada rata atau cekung.
Pasien memiliki bentuk tubuh seperti olahragawan, dada penuh, perut Astenikus
2. Atletikus: memiliki tubuh seperti olahragawan abdomen rata, lengkung tulang
belakang dalam batas normal
3. Piknikus: pasien memiliki bentuk tubuh yang cenderung bulat, tubuh penuh dengan
penimbunan jaringan lemak subkutan.

CARA BERJALAN, CARA BERBARING, DAN MOBILITAS


Penilaian cara berjalan dan mobilitas sudah dilakukan pada saat pasien masuk ke dalam
ruang pemeriksaan. Cara berjalan dapat memberikan petunjuk beberapa penyakit tulang, sendi
ataupun saraf. Pasien dengan antalgik di mana kaki yang lumpuh hemiplegia akan berjalan
dengan cara diangkat dalam gerakan setengah lingkaran saat pasien berjalan, sedangkan lengan
yang lumpuh umumnya dalam keadaan sedikit fleksi dan kaku dibandingkan dengan lengan
yang sehat Pada pasien Parkinson didapatkan postur tubuh yang cenderung fleksi dengan
langkah berjalan yang kecil-kecil, pasien juga mengalami kesulitan dalam mengangkat kaki
dari lantai Pasien dengan sikap berbaring aktif,masih dapat mengubah posisi tubuh saat
berbaring tanpa kesulitan, sedangkan pada pasien yang mengalami kesulitan atau lemah saat
mengubah posisi tubuh dikatakan memiliki sikap berbaring yang pasif Mobilitas pasien juga
dilihat selain dari cara berjalan dan sikap berbaring, juga bagaimana cara pasien mengubah
posisinya baik dari tidur duduk, berdiri dan berjalan maupun sebaliknya. Pasien dengan nyeri
lutut biasanya akan bertumpu pada sesuatu saat berubah posisi ke berdiri atau saat berjalan.
Pasien Parkinson umumnya akan mengalami kesulitan saat akan memulai berjalan, namun saat
sudah berjalan maka pasien terlihat berjalan dengan cepat dan sulit berhenti

KEADAAN GIZI
Keadaan gizi pasien seperti kurang gizi, normal dan obesitas dapat dinilai dengan menilai
Indeks Masa Tubuh pasien.

ASPEK KEJIWAAN/STATUS MENTAL


Penilaian aspek kejiwaan/status mental pasien meliputi penilaian tingkat kesadarannya
seperti yang sudah dijelaskan di awal, penampilan pasien, tingkah laku, mood/afek, orientasi,
kemampuan pasien untuk memerhatikan, mengingat, mengerti dan berbicara atau berbahasa.
Selain itu perlu dieksplorasi proses pikir (logika, koheren, relevansi pikiran pasien) dan isi pikir
(termasuk insight/kesadaran, adakah kelainan pada tingkah laku pasien dan judgment) pasien.
Apakah ada kemungkinan pemikiran pasien yang tidak biasa, adanya preokupasi, kepercayaan
atau persepsi pasien yang ditemukan saat pembicaraan

TANDA VITAL
Setelah anamnesis selesai dilakukan, pemeriksaan tanda vital segera dilakukan

PEMERIKSAAN NAPAS
Pemeriksaan napas meliputi frekuensi, sifat, dan irama pernapasan. Perhatikan pula adakah
bantuan otot-otot pernapasan
1. Frekuensi pernapasan
Frekuensi pernapasan dewasa normal adalah 14 sampai 20 kali per menit
Bradipnea adalah frekuensi pernapasan kurang dari 14 kali per menit
Takipnea adalah frekuensi pernapasan lebih dari 20 kali per menit.
2. Sifat pernapasan
Sifat pernapasan dibagi menjadi:
a. Torakal, misalnya pada pasien dengan tumor dalam perut
b. Abdominal, misalnya pada pasien PPOK
c. Kombinasi (terbanyak)
Bila sifat pernapasan yang lebih dominan adalah torakal, maka disebut torako-
abdominal. Sebaliknya, bila sifat pernapasan yang lebih dominan adalah abdominal,
maka disebut abdominotorakal. Pernapasan torako-abdominal umumnya lebih dominan
pada perempuan sehat, sedangkan pernapasan abdomino-torakal umumnya lebih
dominan pada laki-laki sehat. Irama pernapasan
3. Irama pernapasan yang normal tampak regular dengan fase inspirasi dan ekspirasi yang
bergantian teratur.

Beberapa irama pernapasan yang lain yaitu:


1. Takipnea adalah irama pernapasan yang cepat dengan amplitudo rendah. Takipnea
dapat ditemukan pada penyakit paru restriktif, nyeri dada pleural dan peningkatan
diafragma.
2. Hiperpnea (hiperventilasi) adalah irama pernapasan yang cepat dengan amplitudo
tinggi. Penyebab hiperpnea antara lain adalah cemas, latihan jasmani, asidosis
metabolik dan kerusakan batang otak
3. Pernapasan Kussmaul adalah pernapasan yang ditemukan pada kondisi asidosis
metabolik di mana iramanya bisa cepat, normal atau lambat.
4. Pernapasan Cheyne Stokes adalah irama pernapasan di mana terdapat periode apnea
(gerakan pernapasan berhenti) kemudian disusul periode hiperpnea (amplitudo
pernapasan mula-mula kecil kemudian cepat membesar dan kemudian mengecil
kembali). Periode ini timbul secara bergantian. Irama pernapasan ini dapat ditemukan
pada beberapa kondisi certi kerusakan otak, gagal jantung, dan uremia.
5. Pernapasan Biot (pernapasan ataxic) adalah irama pernapasan yang tidak teratur
baik kecepatan dan amplitudonya. Irama pernapasan ini dapat ditemukan pada kondisi
kerusakan otak dan depresi pernapasan.
Pemeriksaan Nadi
Pemeriksaan Nadi Pulsasi arteri radialis biasanya dapat dirasakan maksimal di medial
radius di dekat pergelangan tangan menggunakan 2 atau 3 jari tengah pemeriksa. Pemeriksaan
nadi arteri radialis dengan palpasi dilakukan pada arteri radialis kanan dan kiri.
Pemeriksaan arteri juga dilakukan pada arteri perifer lain, yaitu arteri femoralis di fosa
inguinalis, arteri poplitea di fosa poplitea, arteri tibialis posterior di posterior maleolus
medialis, dan arteri dorsalis pedis. Yang harus diperhatikan pada saat pemeriksaan nadi adalah:
1. Frekuensi denyut nadi
Frekuensi denyut nadi diperiksa dalam satu menit. Pemeriksaan nadi sebaiknya
dilakukan setelah pasien istirahat 5 10 menit.
Takikardia (pulsus frequent) adalah frekuensi nadi lebih dari 100 kali per menit.
Frekuensi nadi yang cepat dapat ditemukan pada kondisi demam, saat latihan jasmani,
atau nyeri.
Bradikardia (pulsus rasus) adalah frekuensi nadi kurang dari 60 kali euper menit.
Bradikardia dapat ditemukan pada kondisi kelainan pada hantaran rangsang jantung
atau hipertoni parasimpatis.
Bradikardia relatif adalah kondisi di mana kenaikan suhu tidak sesuai dengan
kenaikan denyut nadi Hal ini dapat ditemukan pada demam tifoid
2. Irama denyut nadi
Irama denyut nadi dapat ditemukan teratur (regular) atau tidak teratur (iregular).
Bila ditemukan irama yang tidak teratur, periksa denyut jantung dengan stetoskop
secara bersamaan. Selain itu perlu diperhatikan lebih lanjut apakah irama yang iregular
ini konsisten dengan irama respirasi.
Irama nadi yang irregular ini menunjukan bbrp kemungkinan antara lain:
a. Sinus aritmia
Adalah keadaan normal di mana inspirasi dan menurun pada saat ekspirasi.
b. Ekstrasistolik
Adalah keadaan di mana terdapat denyut nadi yang datang lebih cepat (prematur)
kemudian disusul dengan istirahat yang lebih panjang. Denyut prematur terkadang
tidak teraba pada arteri radialis, sehingga denyut nadi seolah-olah terhenti sesaat
c. Fibrilasi atrial
Adalah keadaan di mana denyut nadi sama sekali tidak teratur (tidak ada irama
dasar). Pada keadaan ini, denyut jantung harus diperiksa dengan stetoskop
bersamaan dengan denyut nadi, untuk memeriksa adanya pulsus defisit, di mana
frekuensi denyut jantung akan lebih tinggi dibandingkan denyut nadi
d. Blok atrioventrikular Adalah keadaan di mana tidak semua rangsang dari nodus
SA (sino-aurikular) diteruskan ke ventrikel sehingga pada saat itu ventrikel tidak
berkontraksi. Biasanya terdapat bradikardia pada keadaan ini.
3. Besarnya pengisian
a. nadi Pulsus parvus adalah nadi dengan isi kecil. Pulvus parvus dapat ditemukan
pada kondisi penurunan isi sekuncup ventrikel kiri dan peningkatan resistensi
vaskular perifer. Pulsus magnus (altus) adalah nadi dengan isi besar.
b. Pemeriksaan besar pengisian nadi harus memerhatikan juga apakah dengan
denyut nadi yang berikutnya. Pengisian nadi yang sama tetap sama dengan denyut
nadi yang berikutnya disebut ekual, sedangkan pengisian nadi yang tidak sama
dengan denyut nadi berikutnya disebut tidak ekual. Adanya perbedaan isi antara
denyut nadi kanan dan kiri ditemukan pada aneurisma arkus aorta atau pada
koartasio aorta
4. Kualitas nadi
Kualitas nadi tergantung pada tekanan nadi. Tekanan nadi adalah selisih antara tekanan
sistolik dan tekanan diastolik. Pulsus celer (abrupt pulse) timbul bila tekanan nadi
cukup besar di mana pengisian dan pengosongan denyut nadi teraba mendadak. Kondisi
sebaliknya adalah pulsus tardus (plateau putse) yang timbul bila tekanan nadi itu kecil.
Pada pulsus tardus, puncak sistolik tertinggal. Kondisi ini dapat ditemukan pada
stenosis katup aorta.
5. Tegangan nadi
Tegangan nadi tergantung pada kondisi arteri radialis dan tekanan darah arteri
radialis. Penebalan dan sklerosis arteri radialis membuat arteri teraba lebih keras dan
kaku. Tekanan darah yang tinggi terkadang membuat arteri radialis teraba lebih tegang.
Pada pemeriksaan nadi, beberapa keadaan lain yang dapat ditemukan:
a. Pulsus paradoksus adalah keadaan denyut nadi yang melemah atau hilang pada
saat inspirasi dan mengeras kembali pada saat ekspirasi atau penurunan tekanan
darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada saat inspirasi.
b. Pulsus paradoksus mechanicus adalah kondisi yang ditemukan bila denyut nadi
tetap lemah dari awal sampai akhir inspirasi dan baru normal kembali pada awal
ekspirasi. Dalam keadaan normal, terkadang pada saat inspirasi denyut nadi
menjadi sedikit lemah (disebabkan darah sebagian terisap ke dalam rongga dada)
dan kembali keras pada akhir inspirasi (pulsus paradoksus dynamicus). Pulsus
paradoksus dapat ditemukan pada kondisi tamponade jantung dan obstruksi vena
cava superior.
c. Pulsus alternans adalah keadaan di mana terdapat perubahan denyut nadi regular
silih berganti antara denyut nadi kuat dan denyut nadi yang lemah. Denyut nadi
yang lemah disebabkan kontraksi miokard yang memburuk dan sampai pada arteri
radialis lebih kecil dibandingkan dengan denyut nadi yang kuat. Pulsus alternans
antara lain ditemukan pada gagal jantung dan takikardia paroksismal.
d. Pulsus bigeminus adalah keadaan di mana terjadi dua denyut nadi berturut-turut,
kemudian disusul oleh pause yang lebih lama (nadi yang mendua). Keadaan ini
terjadi pada intoksikasi digitalis.
Dicrotic pulse adalah keadaan di mana segera setelah teraba puncak pulsasi
arteri radialis, teraba lagi puncak pulsasi berikutnya. Kondisi ini dapat ditemukan pada
penyakit-penyakit yang disertai demam, terutama pada demam tifoid.
TEKANAN DARAH
Pengukuran tekanan darah dilakukan saat pasien berbaring atau duchsk. Pengukuran
tekanan darah sebaiknya dilakukan pada posisi yang berted untuk mendeteksi adanya hipotensi
ortostatik. Hipotensi ortostati (hipotensi postural) adalah penurunan tekanan darah sistolik 20
mmHg atau lebih atau penurunan tekanan darah diastolik 10 mmHg atau lebih pada perubahan
posisi dari berbaring ke duduk atau dari duduk ke posisi berdiri.
Pada pemeriksaan tekanan darah, selain teknik pengukuran yang benar hal penting lain
yang harus diketahui adalah lebar manset yang tepat.
Pemilihan lebar manset dapat memengaruhi tekanan darah. Lebar manset saat
mengembang selebar 40 % lingkar lengan atas (sekitar 12-14 cm pada orang dewasa). Panjang
manset saat mengembang sepanjang 80% ingkar lengan atas (harus cukup panjang untuk dapat
melingkari lengan).
Pemakaian cuff yang terlalu kecil akan mendapatkan tekanan darah yang Tekanan
Darah lebih besar dari seharusnya, sebaliknya pemakaian cuff yang terlalu lebar akan
mendapatkan tekanan darah lebih rendah dari seharusnya. Bila lengan terlalu tinggi maka nilai
TD akan lebih rendah 5 mmHg dari seharusnya sedangkan bila posisi lengan terlalu rendah
maka pembacaan TD akan lebih tinggi 5 mmHg dari seharusnya. Tekanan darah pada tungkai
biasanya bisa mencapai > 20 mmHg lebih tinggi dari pada lengan. Pencatatan tekanan darah
tidak menggunakan koma (,), namun nilai yang didapatkan dibulatkan ke atas mendekati
kelipatan 2 mmHg terdekat.
Pasien sebaiknya menghindari merokok atau minum minuman yang mengandung
kafein sekitar 30 menit sebelum pengukuran. Pasien juga diminta untuk istirahat minimal 5
menit sebelum pemeriksaan. Pasien dapat berbaring atau duduk dengan santai.
Pengukuran tekanan darah dilakukan pada kedua lengan, setidaknya sekali. Perbedaan
yang masih dianggap normal adalah tidak lebih dari 10 mmHg. Perbedaan yang masih
dianggap normal adalah tidak lebih dari 10 mmHg. Jika ditemukan hipertensi, harus diukur
juga tekanan darah pada semua ekstremitas.
Tekanan darah pada tungkai bawah diukur dengan manset di bagian distal tungkai atas
dengan stetoskop di arteri poplitea. Perabaan arteri femoralis atau arteri dorsalis pedis biasanya
dilakukan terlebih dahulu untuk kemungkinan adanya koarktasio aorta atau tekanan/obstruksi
aorta (juga arteri iliaka, arteri femoralis) oleh aneurisma, tumor, dan trombus. Perhatikan hesar
pulsasi dan bandingkan pulsasi kiri dan kanan.

Suhu
Subu tubuh normal yang diukur melalui mulut/oral berkisar antara 36,6- 37.2°C. Suhu rektal
lebih tinggi dibandingkan suhu oral, sedangkan suhu aksila dan suhu membran timpani lebih
rendah dibandingkan dengan ubu oral. Pemeriksaan suhu membran timpani menggunakan
termometer khusus yang diletakkan dalam kanalis auditori eksterna. Termometer ini akan
mengukur panas inframerah yang dikeluarkan pembuluh darah di membran timpani
1. Hiperpireksia adalah suhu tubuh yang tinggi di atas 41,1C. Hiperpireksia dapat
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain heat stroke, hipertermia maligna (kelainan
genetik di mana hiperpireksia timbul sebagai respons terhadap obat anestesi [seperti
halotan] atau relaksan otot [misalnya suksametonium]) dan kelainan pada hipotalamus
2. Hipotermia adalah suhu tubuh yang rendah di bawah 35°C. Penyebab hipotermia
antara lain hipotiroidisme dan pajanan yang lama terhadap suhu dingin

Nyeri
Nyeri ditanyakan kepada pasien dengan kesadaran kompos mentis. Pemeriksaan ini
bersifat subyektif karena melibatkan persepsi pasien mengenai sensasi tak nyaman. Rasa nyeri
yang diderita pasien harus ditanyakan intensitasnya, lokasi, penjalaran, spontan atau
dibangkitkan oleh tekanan (nyeri tekan), berhubungan dengan posisi tubuh tertentu, saat
terjadinya nyeri (pada saat/waktu tertentu ataukah sepanjang hari), lamanya nyeri berlangsung,
dan apakah hilang dengan tindakan tertentu.
Intensitas nyeri dapat dikuantifikasi dengan visual analog scale (VAS) berskala dari
satu sampai dengan sepuluh. Skala nol berarti tidak ada nyeri, skala satu berarti nyeri ringan
sekali sampai dengan skala sepuluh yang berarti nyeri dengan intensitas tertinggi.

Bau Napas dan Badan


Beberapa kondisi medis terkait dengan bau napas dan badan yang khas Pada pasien
ketoasidosis didapatkan bau napas aseton, pada pasien dengan gagal ginjal didapatkan bau
napas amoniak seperti urin (fetor uremicum), sedangkan pada pasien dengan gagal hati
didapatkan bau napas fetor hepaticum.
Pasien dengan hygiene oral yang buruk, infeksi pada gusi, atau infeksi supuratif kronik
paru dapat memiliki bau mulut yang tidak enak. Abses dan infeksi pada kulit terutama yang
disebabkan oleh organisme anaerob atau Pseudomonas spp juga menimbulkan bau. Pasien
dengan inkontinensia urin juga dapat langsung diketahui dari bau urin pada badan/baju yang
dipakai.

Kulit
Pemeriksaan pada kulit dilakukan di bawah pencahayaan yangbaik dan terang.
Kelainan pada kulit dapat merupakan gejala dan tanda penyakit sistemik. Perhatikan adanya
kulit yang pucat, kekuningan atau ikterus, adanya peningkatan atau kehilangan pigmentasi,
kemerahan, atau sianosis selain itu perhatikan adakah lesi pada kulit, kondisi kelembaban dan
turgor kulit, bagaimana pertumbuhan rambut, serta adakah edema.

Warna
1. Pucat/anemik
Warna kulit yang kepucatan diakibatkan kurang kadar hemoglobin dalam sel darah
merah. Warna yang pucat ini dapat pula terlihat pada membran mukosa mulut,
konjungtiva, bibir dan kuku. Warna pucat tersebut lebih bermakna untuk menyatakan
keadaan anemia dibandingkan warna pucat pada kulit. Pada pasien yang memiliki kulit
gelap, warna pucat ini juga didapatkan pada telapak tangan dan kaki.
2. Ikterus/jaundice
Warna kulit yang kuning disebabkan peningkatan kadar serum bilirubin di atas kadar
normal. Pada kondisi ini bilirubin akan terdeposisi dalam jaringan tubuh, terutama pada
jaringan yang mengandung elastin. Ikterus lebih mudah ditemukan pada sklera atau
pada selaput mukosa bibir yang ditekan dengan gelas. Warna kulit yang kuning juga
dapat disebabkan oleh kadar karoten yang tinggi (karotenemia). Pada karotenemia,
warna kulit yang kuning mudah ditemukan pada telapak tangan dan kaki, namun tidak
ditemukan pada sklera.
3. Sianosis
Warna kulit yang kebiruan akibat peningkatan deoksihemoglobin. Hal ini terkait
dengan berkurangnya kemampuan darah untuk mengangkut oksigen.
Sianosis sentral perlu dibedakan dari sianosis perifer. Sianosissentral
menandakan adanya jumlah deoksihemoglobin yang abnormal dalam arteri. Pada
sianosis sentral warna kulit yang biru ditemukan pada bagian tubuh dengan sirkulasi
darah yang baik seperti pada lidah. Sianosis sentral terkait dengan penyakit jantung dan
paru.
Sianosis perifer timbul ketika aliran darah menuju bagian tubuh tertentu
berkurang sehingga jaringan tersebut akan berusaha mengambil lebih banyak oksigen
dari darah yang bersirkulasi. Sebagai contoh adalah pada suhu dingin didapatkan bibir
kebiruan, sedangkan warna lidah sendiri tidak biru. Sianosis pada kuku, jari, dan tangan
dapat merupakan sionasis sentral atau perifer.
4. Hiperpigmentasi adalah warna kulit yang kehitaman atau kecaklatan karena
bertambahnya pigmen kulit (melanin). Hiperpigmentasi dape ditemukan pada kulit
yang terpajan sinar matahari atau pada kehamitan Hiperpigmentasi (melasma)
5. Hipopigmentasi
Hipopigmentasi adalah warna kulit yang berbercak keputihan dikelilingi daerah dengan
warna kulit normal atau hiperpigmentasi Hipopigmentasi dapat ditemukan pada kasus
vitiligo, albinisme, atau tinea versikolor.

Kelembaban
Kulit yang lembab dapat ditemukan pada pasien hipertiroidisme, sedangkan pada pasien
hipotiroidisme, diabetes melitus, dan pada usia lanjut dapat ditemukan kulit kering.

Turgor
Pemeriksaan tugor dilakukan dengan mencubit sedikit kulit, kemudian diperhatikan
kecepatannya kembali seperti semula. Pemeriksaan dapat dilakukan pada dinding dada,
dinding perut, lengan, dan punggung tangan. Penurunan turgor kulit dapat ditemukan pada
kondisi dehidrasi.

Lesi kulit
Adanya lesi pada kulit harus diperhatikan lokasi dan distribusinya pada tubuh, bentuk dan tipe
lesi, warna, ukuran, serta kemudian palpasi lesi tersebut untuk mengetahui konsistensi, adakah
nyeri, kedalaman, dan mobilitasnya.
Lesi Primer pada Kulit
1. Makula: lesi kulit berupa perubahan warna dengan batas jelas tanpa adanya penonjolan
atau lekukan, diameter < 2 cm. Misalnya hemangioma, nevi
2. Papula: lesi kulit berupa penonjolan kecil dengan batas tegas, diameter 0,5 cm.
Misalnya pada akne, komedo tertutup, nevi
3. Vesikula: papula dengan cairan serosa di dalamnya. Cairan di dalamnya umumnya
terlihat dan lesi sering translusen
4. Pustula: papula dengan cairan pus di dalamnya. ulaseperti vesikula namun lebih besar
dengan diameter > 0,5 cm.
5. Nodul: tonjolan padat dengan batas tegas, seperti papula namun lebih besar dengan
diameter 0,5 5 cm, dapat diraba di bawah kulit atau menonjol ke permukaan kulit.
6. Tumor: tonjolan padat seperti nodul namun lebih besar dengan diameter >5 cm

Lesi Sekunder
1. Krusta: eksudat kulit yang mengering. Bisa berupa serum, pus, atau darah yang
mengering, dapat bercampur jaringan epitel atau debris
2. Erosi: kehilanganepidermis superfisialis, tanpa perdarahan. Misalnya pada stomatitis
apthosa, vesikel yang pecah pada varicela.
3. Ekskoriasi: erosi linear atau punktata disebabkan trauma mekanik, misalnya karena
digaruk atau dicakar.
4. Skuama: epidermis yang mengelupas/eksfoliasi epidermis. Misalnya pada psoriasis

Kuku
Perhatikan adakah perubahan warna, bentuk, dan lesi pada kuku. Pada sianosis dan
anemia, kuku dapat berwarna biru dan pucat. Pada clubbing finger ditemukan falang distal jari
berbentuk membulat dan lempeng kuku lebih konveks. Clubbing finger disebabkan hipoksia
kronik seperti pada penyakit jantung atau kanker paru.
1. Paronikia: inflamasi di proksimal dan lateral kuku.
2. Onikolisis: pemisahan lempeng kuku dari dasar kuku yang tidak terasa nyeri
3. Terry's nail: kuku berwarna putih dengan distal kuku berwarna coklat kemerahan.
Dapat ditemukan pada penuaan dan beberapa penyakit kronik
DAFTAR PUSTAKA

1. Talley NJ, O'Connor S. Clinical examination. A systematic guide to physical diagnosis.


6th edition. Elsevier.2010.
2. Bickley LS, Szilagyi PG,Bates B. Guide to physical examination and history taking.
10th edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2008.
3. Hendarwanto, Waspadji S, Markum. Pemeriksaan fisis umum. Dalam: Markum.
Penuntun anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian
llmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2003
4. The International Association for the Study of Obesity and the International Obesity
Task Force. The Asia-Pacific perspective: redefining obesity and its treatment.
Australia: IASO and IOTF. 2000
5. Kotler DP. Cachexia. Ann Intern Med 20000;133:622-34 5.
6. Morley JE, Thomas DR, Wilson MM. Cachexia: pathophysiology and clinical
relevance. AmJ Clin Nutr 2006;83:735-43
7. O'Rourke RA, Braunwauld E. Physical examination of the cardiovascular system.
Dalam Kasper DL, Fauci A, Longo DL, Braunwald E, Hauser S, Jameson JL. Harrison's
principles of internal medicine. Mc Graw Hill. 2005. p.1304-11 8 7.
8. Meyyazhagan S, Rapport BJ. Hypertension. Dalam Landefeld CS, Palmer RM, Johnson
MA, Honston CB, Lyons WL. Curent geriatric diagnosis & treatment. McGraw-Hill.
2004. p.183-90

Anda mungkin juga menyukai