Anda di halaman 1dari 15

PEMERIKSAAN FISIK

1. Pemeriksaan Fisik Umum


Pemeriksaan fisis mempunyai nilai yang sangat penting umhrk memperkuat temuan-
temuan dalam anamnesis. Teknik pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan secara visual atau
pemeriksaan pandang (inspeksi), pemeriksaan melalui perabaan (Palpasi), pemeriksaan
dengan ketokan (perkusi), dan pemeriksaan secara auditorik dengan nrmnggunakan stetoskop
(Auskultasi). Hindarkan segala tindakan yang dapat mengakibatkan rasa malu atau rasa tidak
nyaman pada diri pasien. Sebaliknya pemeriksa juga tidak boleh bersikap kaku dan
canggung, karena akan mengurangi kepercayaan pasien terhadap pemeriksa. Hindarkan
membuka pakaian pasien yang tidak diperlukan. Periksalah pasien secara sistematik dan
senyaman mungkin, mulai melihat keadaan utrnum pasien, tanda-tanda vital, pemeriksaan
jantung, paru, abdomen dan ekstremitas. Pemeriksaan pada daerah sensitif, misalnya
payudara, anorektal dan urogenital sebaiknya dilakukan atas indikasi.
Kunci untuk pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan akurat adalah dengan
mengembangkan urutan pemeriksaan yang sistematik. Dalam melakukan teknik inspeksi,
palpasi, perkusi, dan auskultasi, seorang dokter sebaiknya juga meminimalkan permintaan
kepada pasien untuk mengubah posisinya dari posisi terlentang ke posisi duduk atau dari
posisi berdiri ke posisi berbaring.
Gambar 1. Ringkasan Urutan Pemeriksaan Fisik yang Dianjurkan

a. Keadaan Umum
Keadaan umum pasien dapat dibagi menjadi tampak sakit ringan, sakit sedang, atau
sakit berat. Keadaan umum pasien seringkali dapat menilai apakah keadaan pasien
dalam keadaan darurat medis atau tidak. Hal lain yang segera dapat dilihat pada pasien
adalah keadaan gizi dan habitus. Pasien dengan berat badan dan bentuk badan yang ideal
disebut memiliki habitus atletikus; pasien yang kurus memiliki habitus astenikus; dan
pasien yang gemuk memiliki habitus piknikus. Keadaan gizi pasien juga harus dinilai,
apakah kurang, cukup atau berlebih. Berat badan dan tinggi badan juga harus diukur
sebelum pemeriksaan fisik dilanjutkan. Dengan menilai berat badan dan tinggi badan,
maka dapat diukur Indeks Massa Tubuh (lMT), yaitu berat badan (kg) dibagi kuadrat
tinggi badan (cm).lMT 18,5-25 menunjukkan berat badan yang ideal, bila IMT < 18,5
berarti berat badan kurang, IMT > 25 menunjukkan berat badan lebih dan IMT >30
menunjukkan adanya obesitas.
Ketika memulai pemeriksaan fisik, anda akan menilai keadaan umum pasien dan
mengukur tinggi serta berat badannya. Data-data ini akan memberikan informasi tentang
status gizi pasien dan jumlah lemak tubuh. Lemak tubuh terutama terdiri atas jaringan
adiposa dalam bentuk trigliserida dan disimpan dalam depot lemak subkutan, intra-
abdomen serta intramuskuler. Simpanan ini tidak bisa diakses dan sulit diukur; dengan
demikian, kita harus membandingkan hasil pengukuran tinggi dan berat badan dengan
batas-batas normal yang sudah dibakukan.
Observasi status umum kesehatan meliputi tinggi badan, struktur tubuh, dan
perkembangan seksual. Perhatikan postur, aktivitas motorik, dan gaya berjalan;
berpakaian, berias, dan kebersihan diri; serta adanya bau tubuh atau napas. Perhatikan
ekspresi wajah dan catat perilaku, afek, dan reaksi terhadap orang lain serta benda di
lingkungannya. Dengarkan cara pasien berbicara dan perhatikan status kewaspadaan
atau tingkat kesadaran.
Menghitung lMT. Ada beberapa cara untuk menghitung IMT. Pilih metode yang
paling sesuai dengan praktik klinik Anda. The National lnstitute of Diabetes and
Digestiae and Kidney Diseases mengingatkan bahwa orang yang sangat berotot dapat
memiliki angka IMT yang tinggi, tetapi tetap sehat. Demikian pula, IMT bagi manula
atau seseorang dengan massa otot yang rendah dan kurang gizi dapat terlihat sebagai
"IMT normal" yang tidak tepat. Jika pengukuran IMT dianggap sulit dilakukan, maka
anda dapat menggunakan nomogram pada hlm. 63 yang akan memberikan nilai-nilai
IMT untuk berat badan dalam pound atau kilogram dan tinggi badan dalam feet atau
sentimeter. Pilihan lain adalah dengan mengukur lingkar perut pasien. Saat pasien
berada dalam posisi berdiri, ukurlah perutnya di daerah pinggang di atas tulang panggul.
Pasien dianggap memiliki lemak tubuh yang berlebihan jika lingkar perutnya berukuran:
r >35 inci untuk wanita r >40 inci untuk pria. Bagi orang Indonesia, ukuran tersebut
adalah >80 cm bagi wanita dan >90 cm bagi pria).
Gambar 2. Rumus Hitung IMT
Gambar 3. Nomogram

Menginterpretasikan dan Mengaplikasikan IMT.


 Jika IMT berada di atas 25, atau berat badannya lebih besar daripada batas atas
nilai berat yang dianjurkan menurut tinggi badan, perlu dilakukan pengkajian
gizi.
 Jika IMT pasien kurang dari 17, atau jika berat badannya kurang dari batas
bawah kisaran nilai berat terhadap tinggi badan, Anda harus mewaspadai
kemungkinan anoreksia nervosa, bulimia, atau keadaan medis lainnya.
 Bila BMI ≤35, ukur lingkar pinggang tepat di atas tulang panggul. Pasien
mungkin memiliki kelebihan lemak tubuh bila ukuran pinggangnya ≥87,5 cm
untuk wanita atau ≥100 cm untuk pria.

b. Kesadaran
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien yang
wajar terhadap stimulus visual, auditorik maupun taktil. Seorang yang sadar dapat
tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat
diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri.
Tingkat kesadaran.
1) Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
2) Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.
3) Delirium, yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta-ronta.
4) Somnolen (letargia, obtundasi, hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang
masih dapat pulih penuh bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien
akan tertidur kembali.
5) Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien
tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
6) Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi
refleks (kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak
adekuat.
7) Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan
dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.
Skala koma Glasgow merupakan ukuran perkembangan tingkat kesadaran yang
menilai 3 komponen, yaitu membuka mata, respons verbal (bicara) dan respons motorik
(gerakan).

Gambar 4. Skala Koma Glasgow

c. Tanda-Tanda Vital
Periksa dahulu tekanan darah atau denyut nadi. Jika tekanan darahnya tinggi ukur
kembali pada saat melakukan pemeriksaan fisik. Hitung denyut nadi radialis dengan jari-
jari tangan anda atau denyut apeks (iktus kordis) dengan meletakkan stetoskop di daerah
apeks jantung. Lanjutkan salah satu teknik pemeriksaan ini dan hitung frekuensi
pernapasan pasien tanpa pasien menyadarinya (pola pernapasan dapat berubah jika
pasien menyadari bahwa pernapasannya sedang diamati). Suhu tubuh diukur dengan
termometer kaca, termometer timpanik, atau termometer elektronik digital (digital
electronic probes).
1) Tekanan Darah
Pemilihan Tensimeter (Sfigmomanometer)
Memilih tensimeter yang benar
 Lebar balon yang dapat digembungkan dalam manset harus sekitar 40% dari
lingkaran lengan atas{sekitar12-14 cm pada rata-rata orang dewasa)
 Panjang balon tersebut harus sekitar 80% dari lingkaran lengan atas (hampir
cukup panjang untuk mengelilingi lengan)
 Jika tensimeter itu jeniis aneroid, lakukanlah kalibrasi secara berkala sebelum
digunakan
Pengukuran Tekanan Darah. Dengan cara melingkarkan manset pada lengan kanan
1,5 cm di atas fossa kubiti anterior, kemudian tekanan tensimeter dinaikkan sambil
meraba denyut A. Radialis sampai kira-kira 20 mmHg di atas tekanan sistolik,
kemudian tekanan diturunkan perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop pada fossa
kubiti anterior di atas A. Brakialis atau sambil melakukan palpasi pada A. Brakialis
atau A. Radialis. Dengan cara palpasi, hanya akan didapatkan tekanan sistolik saja.
Dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar denyut nadi Korotkov, yaitu :
 Korotkov l, suara denyut mulai terdengar, tapi masih lemah dan akan mengeras
setelah tekanan diturunkan 10-15 mmHg; fase ini sesuai dengan tekanan sistolik.
 Korotkov ll, suara terdengar seperti bising jantung (murmur) selama 15-20 mmHg
berikutnya.
 Korotkov lll, suara menjadi kecil kualitasnya dan menjadi lebih jelas dan lebih
keras selama 5-7 mmHg berikutnya.
 Korotkov lV, suara akan meredup sampai kemudian menghilang setelah 5-6
mmHg berikutnya.
 Korotkov V titik di mana suara menghilang; fase ini sesuai dengan tekanan
diastolik.
Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan nadi. Bila terdapat
kelainan jantung atau kelainan pembuluh darah, maka tekanan darah harus diukur
baik pada lengan kanan maupun lengan kiri, bahkan bila perlu tekanan darah
tungkai juga diukur. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi hasil pengukuran
tekanan darah adalah lebar manset, posisi pasien dan emosi pasien. Dalam
keadaan normal, tekanan sistolik akan turun sampai 10 mmHg pada waktu
inspirasi. Pada tamponade perikordial atau asma berat, penurunan tekanan sistolik
selama inspirasi akan lebih dari 10 mmHg.

Gambar 5. Klasifikasi Tekanan Darah

2) Nadi
Pemeriksaan nadi biasanya dilakukan dengan melakukan palpasi A. Radialis. Bila
dianggap perlu, dapat juga dilakukan ditempat lain, misalnya A. Brakialis di fossa
kubiti, A Femoralis di fossa inguinalis, A. Poplitea di fossa poplitea atau A. Dorsalis
pedis di dorsum pedis. Pada pemeriksaan nadi, perlu diperhatikan frekuensi denyut
nadi, irama nadi, isi nadi, kualitas nadi dan dinding arteri.
Frekuensi nadi yang normal adalah sekitar 80 kali per menit. Bila frekuensi nadi
lebih dari 100 kali per menit, disebut takikardia (pulsus frequent); sedangkan bila
frekuensi nadi kurang dari 60 kali per-menit, disebut bradikardia (pulsus rarus). Bila
terjadi demam, maka frekuensi nadi akan meningkat, kecuali pada demam tifoid,
frekuensi nadi justru menurun dan disebut bradikordia relatif.
Irama denyut nadi. Irama denyut nadi harus ditentukan apakah teratur (reguler) atau
tidak teratur (ireguler). Dalam keadaan normal, denyut nadi akan lebih lambat pada
waktu ekspirasi dibandingkan pada waktu inspirasi; keadaan ini disebut sinus
aritimia. Pada keadaan fibrilasi atrium, denyut nadi sangat ireguler; frekuensinya juga
lebih kecil dibandingkan dengan frekuensi denyut jantung; keadaan ini disebut pulsus
defisit.
Pada gangguan hantaran jantung (aritmia), dapat terjadi 2 denyut nadi dipisahkan
oleh interval yang panjang, keadaan ini disebut pulsus bigeminus. Bila tiap 3 denyut
nadi dipisahkan oleh interval yang panjang, maka disebut pulsus trigemrnus. Kadang-
kadang, dapat teraba ekstrasistole, yaitu denyut nadi datang lebih dulu dari
seharusnya yang kemudian juga diikuti oleh interval yang panjang. Pada keadaan
demam, misalnya demam tifoid, dapat ditemukan nadi dengan 2 puncak yang disebut
dicrotic pulse (bisferiens); sedangkan pada stenosis aorta, akan didapatkan anacrotic
pulse, yaitu puncak nadi yang rendah dan tumpul. Pada kelainan jantung koroner
dapat ditemukan pulsus alternans, yaitu denyut nadi yang kuat dan lemah terjadi
secara bergantian.
Isi nadi. Dinilai apakah cukup, kecil (pulsus parvus) atau besar (pulsus magnus).
Pulsus parvus didapatkan pada keadaan perdarahan, infark miokardial, efusi peri-
kardial dan stenosis aorta, sedangkan pulsus magnus didapatkan pada keadaan
demam atau pada keadaan sedang bekerja keras. Pengisian nadi juga harus dinilai
apakah selalu sama (ekual) atau tidak sama (anekual). Pada inspirasi, denyut nadi
akan lebih lemah dibandingkan dengan pada waktu ekspirasi, karena pada waktu
inspirasi darah akan ditarik ke rongga toraks; keadaan ini disebut pulsus porodoksus.
Bila denyut nadi melemah hanya pada waktu inspirasi dalam dan kembali normal
pada akhir inspirasi, maka disebut pulsus paradoksus dinomikus. Bila denyut nadi
melemah pada seluruh fase inspirasi dan baru kembali normal pada awal ekspirasi,
misalnya pada perikarditis konstriktif maka keadaan ini disebut pulsus porodoksus
mekanikus.
Kualitas nadi. Tergantung pada tekanan nadi. Bila tekanan nadi besar maka
pengisian dan pengosongan nadi akan berlangsung mendadak, dan disebut pulsus
celer (abrupt pulse), sedangkan sebaliknya bila pengisian dan pengosongan
berlangsung lambat, disebut pulsus tordus (plateau pulse), misalnya pada stenosis
aorta.
Kualitas dinding arteri, juga harus dinilai dengan seksama. Pada keadaan
aterosklerosis, biasanya dinding arteri akan mengeras. Demikian juga pada arteritis
temporalis.

3) Frekuensi Napas
Frekuensi Pernapasan Dalam keadaan normal adalah 16-24 kali per menit. Bila
frekuensi pernapasan kurang dari 16 kali per menit, disebut bradipneu, sedangkan
bila lebih dari 24 kali per menit, disebut takipneu. Pernapasan yang dalam disebut
hiperpneu, terdapat pada pasien asidosis atau anoksia; sedangkan pernapasan yang
dangkal disebut hipopneu, terdapat pada gangguan susunan saraf pusat. Kesulitan
bernapas atau sesak napas disebut dispneu, ditandai oleh pernapasan cuping hidung,
retraksi suprasternal, dapat disertai sianosis dan takipneu. Pada pasien gagal jantung,
akan didapatkan sesak napas setelah pasien tidur beberapa jam, biasanya pada malam
hari, disebut poroxysmol nocturnal dyspneu. Pada pasien gagal jantung atau asma
bronkiale, seringkali pasien akan mengalami sesak napas bila berbaring dan akan
lebih nyaman bila dalam posisi tegak (berdiri atau duduk); keadaan ini disebut
ortopneu.
Sifat pernapasan pada perempuan biasanya abdomino-torakal, yaitu pernapasan
torakal lebih dominan, sedangkan pada laki-laki torako-abdominal, yaitu pernapasan
abdominal lebih dominan. Pada keadaan asidosis metabolik, akan didapatkan
pernapasan yang dalam dan cepat, keadaan ini disebut pernapasan Kussmaul. Pada
kerusakan otak, dapat ditemukan irama pernapasan Biot atau pernapasan Cheyne-
Stokes. Pernapasan Biot adalah pernapasan yang tidak teratur irama dan
amplitudonya dengan diselingi periode henti napas (apneu), sedangkan pernapasan
Cheyne-Stokes, adalah irama pernapasan dengan amplitudo yang mula-mula kecil,
kemudian membesar dan mengecil kembali dengan diselingi periode apneu. Pada
pleuritis sika (Schwarte) akan didapatkan asimetri pernapasan, di mana dinding toraks
kiri dan kanan tidak bergerak secara bersamaan selama inspirasi dan ekspirasi.
Pemeriksaan. Perhatikan frekuensi pernapasan (respiratory rate), irama,
dalamnya pernapasan, dan upaya bernapas. Hitung jumlah respirasi selama satu menit
dengan inspeksi visual atau dengan mendengarkan bunyi pernapasan pada trakea
pasien dengan stetoskop ketika anda memeriksa bagian kepala dan leher atau bagian
dada. Normalnya, orang dewasa akan menarik napas sebanyak 14-20 kali per menit
dengan pola reguler tanpa mengeluarkan suara. Tarikan napas dalam (menghela
napas) yang terkadang terjadi merupakan keadaan normal. Lakukan pengecekan
untuk melihat apakah ekspirasi memanjang atau tidak.

Gambar 6. Tipe-Tipe Pernapasan

4) Suhu
Suhu tubuh yang normal adalah 36-37°C. Pada pagi hari suhu mendekati 36°C,
sedangkan pada sore hari mendekati 37°C. Pengukuran suhu di rektum lebih tinggi
0,5-1°C dibandingkan suhu mulut dan suhu mulut 0,5°C lebih tinggi dibandingkan
suhu aksila. Pada keadaan demam, suhu akan meningkat, sehingga suhu dapat
dianggap sebagai termostat keadaan pasien. Suhu merupakan indikator penyakit, oleh
sebab itu pengobatan demam tidak cukup hanya memberikan antipiretika, tetapi harus
dicari apa etiologinya dan bagaimana menghilangkan etiologi tersebut.
Untuk mengukur suhu tubuh, digunakan termometer demam. Tempat pengukuran
suhu meliputi rektum (2-5 menit), mulut (10 menit) dan aksila (15 menit). Di rumah
sakit, suhu tubuh diukur berulang kali dalam waktu 24 jam, kemudian dibuat grafik.
stadium peningkatan suhu dari suatu penyakit disebut stadium prodromal, sedangkan
stadium penurunan suhu disebut stadium rekonvalesensi. Selain membuat grafik
suhu, maka frekuensi nadi juga harus diukur. Pada demam tifoid didapatkan
bradikardia relatif, di mana kenaikan suhu tidak diikuti kenaikan frekuensi nadi yang
sesuai. Biasanya, setiap kenaikan suhu 1°C akan diikuti kenaikan frekuensi nadi 10
kali per-menit. Pada keadaan syok, frekuensi nadi meningkat, tapi suhu tubuh
menurun; keadaan ini disebut sebagai crux mortis.
Pemeriksaan. Sebagian besar pasien menyukai pengukuran suhu oral daripada
rektal. Namun, pengukuran suhu oral tidak dianjurkan pada pasien yang tidak
sadarkan diri, gelisah, atau tidak dapat menutup mulutnya. Hasil pengukuran suhu
oral mungkin tidak akurat dan termometer nya dapat pecah karena gerakan rahang
pasien yang tidak terduga.
Untuk mengukur suhu oral, Anda dapat memilih termometer kaca atau elek-
ronik. Jika menggunakan termometer kaca, guncangkan dahulu termometer tersebut
agar garis air raksanya turun hingga 35°C (96°F) atau kurang. Kemudian letakkan
ujung termometer di bawah lidah, minta kepada pasien untuk merapatkan kedua
bibirnya dan tunggu selama 3-5 menit. Kemudian, baca hasil yang didapat pada
termometer, masukkan kembali selama 1 menit, dan baca kembali hasilnya. Jika
suhunya tetap meninggi, ulangi prosedur ini sampai hasil pembacaanya tidak berubah
lagi. Perhatikan bahwa cairan yang panas atau dingin dan bahkan merokok dapat
mengubah hasil pengukuran. Pada keadaan ini, sebaiknya pengukuran suhu tubuh
ditunda dahulu selama l0-15 menit.
Jika menggunakan termometer elektronik, dengan hati-hati pasangkan dahulu
plastik penutup yang disposabel pada ujung tangkai(probe) dan letakkan bagian
ujung tersebut di bawah lidah. Minta kepada pasien untuk merapatkan kedua bibirnya
dan kemudian amati dengan cermat hasil pengukuran dalam bentuk angka-angka
digital yang tertera pada layar. Biasanya pemeriksaan suhu yang akurat memerlukan
waktu selama 10 detik.
Untuk mengukur suhu rektal, minta kepada pasien untuk berbaring miring dengan
sendi paha difleksikan. Pilih termometer rektal dengan bagian ujung yang pendek,
lumasi ujung ini dan masukkan sedalam 34 cm (1% inci) ke dalam saluran anus
dengan arah yang menuju umbilikus. Cabut ujung termometer setelah didiamkan
selama 3 menit, kemudian baca hasil pengukurannya. Sebagai altematif lain, gunakan
termometer elektronik dengan penutup ujung probe yang telah dilumasi. Tunggu
selama sekitar 10 detik sampai muncul angka digital yang menunjukkan hasil
pengukuran suhu
Pengukuran suhu membran timpani kini semakin banyak dikerjakan dan me-
rupakan cara pengukuran yang cepat, aman, serta dapat diandalkan jika di-
laksanakan dengan benar. Pastikan bahwa di dalam kanalis auditorius eksterna tidak
terdapat serumen. Atur posisi ujung (probe) di dalam kanalis auditorius agar pancaran
sinar infra merah tertuju ke membran timpani jika tidak, hasil pengukurannya tidak
sahih. Tunggu selama 2-3 detik sebelum sampai angka digital yang menunjukkan
hasil pengukuran suhu. Metode ini mengukur suhu inti tubuh (body core temperature)
yang lebih tinggi sekitar 0.8°C (1,4°F) bila dibandingkan dengan suhu oral yang
normal.
DAFTAR PUSTAKA

Bickley. L.S., 2013. Buku Saku pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates. Ed. 5.
Jakarta: EGC.
Setiati S, Sudoyo AW, Alwi I, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam FA. 2014. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jakarta: InternaPublishing,

Anda mungkin juga menyukai