Anda di halaman 1dari 26

Perempuan dengan Obesitas Tipe 2

Mega Julia Thio


102010028
mthio92@yahoo.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat
Telp: (021) 569 42061

Kasus
Seorang perempuan berusia 45 tahun bekerja sebagai guru datang ke klinik obesitas
untuk menurunkan berat badannya yang dirasakan sangat menggangu aktivitas dan
penampilan sehari-hari. Tekanan darah 130/90 mmHg, tinggi badan 150 cm, berat badan 80
kg, Lpe 95 cm, Lpa 105 cm. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12%, GD puasa 100
mg/dL, cholesterol 160 mg/dL, trigliserid 180 mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 100 mg/dL.
Latar belakang
Saat ini seiring dengan perkembangan jaman, semakin banyak penyakit baru yang
bermunculan. Hal ini tidak lepas dari berbagai faktor misalnya pola hidup masyarakat yang
semakin tidak sehat. Salah satu contoh penyakit yang sering disebabkan karena pola hidup
yang tidak sehat ialah obesitas.
Sebagai seorang dokter, kita harus mampu memahami penyebab serta penanganan pada
pasien yang mengalami obesitas atau kegemukan. Seorang dokter juga diharapkan mampu
melakukan serta menganalisis pemeriksaan untuk meegakkan diagnosis pasien yang obesitas.
Obesitas atau kegemukan ialah suatu penyakit multifaktorial yang terjadi akibat
akumulasi jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat menggangu kesehatan. Obesitas sangat
erat hubungannya dengan sindrom metabolik. Sindrom metabolik ialah satu kelompok
kelainan metabolik yang, selain obesitas, meliputi resistensi insulin, gangguan toleransi
glukosa, resistensi insulin, abnormalitas trigliserida dan homeostasis, disfungsi endotel dan
hipertensi.

Anamnesis
Anamnesis dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, autoanamnesis dan aloanamnesis.
Autoanamnesis dilakukan langsung pada pasien, sedangkan alloanamnesis dilakukan dengan
keluarga atau wali dari pasien tersebut. Alloanamnesis dilakukan jika pasien tidak dapat
memberikan informasi kepada kita (koma, cacat, dan bayi atau anak-anak).
a

Identitas
Identitas meliputi nama lengkap pasien, umur dan tanggal lahir, jenis kelamin, nama
orang tua atau suami atau isteri atau yang bertanggung jawab, alamat, pendidikan,
pekerjaan, suku bangsa dan agama. Identitas perlu ditanyakan untuk memastikan bahwa
pasien yang dihadapi adalah memang pasien yang dimaksud. Selain itu, identitas ini juga

perlu untuk data penelitian, asuransi dan lain sebagainya.


KASUS: Seorang perempuan berusia 45 tahun berkerja sebagai guru
Keluhan Utama (Chief Complaint)
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke
dokter atau mencari pertolongan. Dalam menuliskan keluhan utama, harus disertai
dengan indikator waktu, berapa lama pasien mengalami hal tersebut.
KASUS: ke klinik obesitas untuk menurunkan berat badannya yang dirasakan

sangat mengganggu aktivitas dan penampilan sehari-hari.


Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang kronologis, terinci dan jelas
mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan utama sampai pada pasien
datang berobat.

Riwayat Penyakit Dahulu


Bertujuan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan antara
penyakit yang pernah diderita dengan penyakit sekarang.

Riwayat Penyakit Keluarga


Penting untuk mengetahui kemungkinan penyakit herediter, familial atau penyakit
infeksi. Pada penyakit yang bersifat kongenital, perlu juga ditanyakan riwayat kehamilan
dan kelahiran.

Riwayat Pribadi
Riwayat pribadi meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan kebiasaan. Perlu
ditanyakan pula apakah pasien mengalami kesulitan dalam kehidupan sehari-hari seperti
masalah keuangan, pekerjaan dan sebagainya.
2

Berdasarkan dari anamnesis yang perlu ditanyakan diantaranya:


- Apakah ada anggota keluarga lain yang overweight?
- Apakah ada riwayat keluarga dengan diabetes?
- Apakah pasien memiliki penyakit diabetes?
- Apakah pasien memiliki tekanan darah tinggi?
- Apakah pasien sedang mengkonsumsi obat hormone tiroid?
- Apakah ada kenaikan 20 kg sejak berusia 20 tahun?
- Apakah pasien olahraga teratur?
- Apakah pasien memiliki penyakit batu pankreas?
- Apakah sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu?
- Apakah sekarang sedang stress atau banyak tekanan?
- Apakah pasien menstruasi secara teratur?
Dari pertanyaan diatas sudah bisa mengarahkan perkembangan obesitas dari pasien, apa
yang telah terjadi pada pasien, dan bagaimana keberhasilan dan kegagalan usaha mereka.
Riwayat keluarga penting untuk mengidentifikasi tipe dari obesitas dan kemungkinan
ditemukannya kelainan genetic yang langka.Untuk informasi kenaikan berat badan berguna
untuk menetukan resiko komplikasi kedepannya.1,2

Pemeriksaan fisik
1 Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
2 Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah
Kriteria
Hipotensi
Normal
Perbatasan (high normal)
Hipertensi :
Derajat 1 : ringan (mild)
Derajat 2 : sedang (moderate)
Derajat 3 : berat (severe)
Derajat 4 : sangat berat (very severe)
KASUS: 130/90 mmHg

Tekanan Darah
Sistolik
Diastolik
< 90
< 60
100-120
70-80
130 - 139
85 - 89
140 - 159
160 - 179
180 - 209
> 210

90 - 99
100 - 109
110- 119
> 120

Suhu
Suhu rata-rata

Oral
37oC

Aksila
36,4oC

Rektal
37,6oC

Rentang suhu

36,5oC - 37,5oC

36oC - 37oC

37oC - 38,1oC

Denyut nadi
Usia
Normal
Brakikardi
Takikardi

Nadi (denyut/menit)
60 100
< 60
> 100

Frekuensi nafas
Usia
Normal
Bradipneu
Takipneu

Pernapasan (kali/menit)
16-20
< 10
> 24

3 Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi; tinggi badan, berat badan, lingkar perut, lingkar
pinggang dan lingkar panggul.
KASUS: TB 150 cm, BB 80 kg, Lpe 95 cm, Lpa 105 cm

4 Indeks Massa Tubuh (IMT) / Body Mass Index (BMI)


IMT dihitung dengan pembagian berat badan (kg) oleh tinggi badan (m) pangkat dua.
Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien karena IMT
dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi tetapi lebih akurat
daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran IMT lebih banyak
dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat badan atau yang gemuk lebih berisiko
untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoarthritis dan
beberapa bentuk penyakit kanker. Namun, The National Institute of Diabetes and Digestive
and kidney Diseases mengingkatkan bahwa orang yang berotot dan bertulang besar dapat
memiliki IMTyang tinggi tetapi tetap sehat. Begitu pula orang berusia lanjut, orang dengan
massa otot yang rendah dan pasien malnutrisi bisa memiliki IMT yang normal tetapi tidak
tepat. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung IMT3. Penghitungan IMT dapat dicari
melalui rumus, berikut adalah rumusnya:
IMT = Berat Badan (kg)/ [Tinggi Badan]2(m)
Tabel 1: Klasifikasi berdasarkan IMT dan Lingkar pinggang1

Ini adalah tahap pertama dalam mentukan resiko-resiko yang akan dihadapi oleh pasien.
Nilai

IMT

ini

mempunyai curva relasi terhadap resiko-resiko tertentu, dan beberapa level dari resiko
tersebut dapat diindentifikasi menggunakan IMT tersebut.1,2
KASUS: BB (80 kg) / TB (1,5 m) x TB (1,5 m) = 35,5 kg/m2 (Obese II)
5 Rasio Pinggang : Panggul / Waist to Hip Ratio (WHR)
Rasio pi-pa diukur dengan mula-mula mengukur lingkar pinggang (perut) pada lingkaran
terkecil di atas panggul. Kemudian, lingkaran panggul diukur lewat tonjolan gluteus yang
paling maksimal. Hasil kedua pengukuran ini kemudian digambar pada nomogram dan
letakkan hasil pengukuran lingkaran pinggang pada skala di sebelah kiri, sementara hasil
pengukuran lingkaran panggul pada skala di sebelah kanan. Hubungkan kedua hasil pada
skala tersebut dengan garis lurus yang akan memotong garis AGR/ WHR (abdominal-gluteal
ratio atau waist to hip ratio) yang terletak di antara kedua skala. Rasio pi-pa (WHR) yang
sebesar 1,0 atau kurang bagi laki-laki dan 0,8 atau kurang bagi wanita merupakan nilai
normal.3
Pengukuran lingkar perut (waist circumference) kini menjadi metode paling populer
kedua (sesudah IMT) untuk menentukan status gizi. Cara pengukuran lingkaran perut ini
dapat dapat membedakan obesitas menjadi jenis abdominal (obesitas tipe android) dan perifer
(obesitas tipe ginoid). Pasien dengan obesitas abdominal yang merupakan faktor risiko untuk
berbagai penyakit metabolik, vaskuler dan degeneratif memiliki lingkaran perut yang lebih
besar dari normal. Untuk diagnosis obesitas abdominal, lingkaran perut bagi wanita Asia
adalah 80 cm dan bagi pria Asia adalah 90 cm.3

Gambar 1.

Normogram untuk

menentukan rasio

pinggang-panggul.1

Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan kriteria sindrom metabolik, maka pemeriksaan laboratorium yang perlu
dilakukan antara lain:
6

1.
2.
3.
4.
5.

Darah Lengkap
Resistensi Insulin
Glukosa darah puasa (normal < 110 mg/ dl)
Mikroalbuminuria (rasio albumin / kreatinin)
Profil Lipid :
-

Kolesterol total (normal <270 mg/ dl)

Kolesterol HDL (normal > 45 mg/ dl)

Kolesterol LDL (normal < 100 mg/ dl)

Trigliserida (normal < 150 mg/ dl)

Pemeriksaan lain juga bisa dilakukan seperti pemeriksaan TSH, PSA, mamografi, USG pada
kandung empedu.1
Tabel 2: Kriteria pada metabolic sindrom

Hasil

pemeriksaan laboratorium: Hb 12%, GDP 100 mg/dL, kolesterol 130 mg/dL, trigliserid 180
mg/dL, HDL 30 mg/dL, LDL 100 mg/dL.
Berat Badan Ideal (BBI)
Salah satu parameter untuk mengetahui keseimbangan energi seseorang adalah melalui
penentuan berat badan ideal dan indeks massa tubuh. Rumus Brocca adalah cara untuk
mengetahui berat badan ideal, yaitu sebagai berikut:3
Usia< 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) 100 10%
7

Usia 40 tahun, BBI = tinggi badan (cm) 100


Hasilnya, apabila berat badan kurang dari berat badan ideal maka status gizinya kurang.
Sedangkan jika berat badan lebih dari berat badan ideal maka status gizinya lebih.
Pada kasus di atas, pasien berusia 45 tahun memiliki tinggi badan 150 cm dan berat
badan 80 kg, maka berat badan ideal pasien tersebut seharusnya 50 kg. Sehingga status gizi
pasien adalah berlebih, karena berat badan badan pasien lebih dari berat badan ideal.4
Status Gizi
Hasil pengukuran yang spesifik mengenai ukuran dan perubahan proporsi tubuh
merupakan indikator penting bagi status gizi. Pengukuran ini meliputi berat dan tinggi badan
yang digunakan untuk menghitung indeks massa tubuh pada orang dewasa dan sebagai
indikator tubuh kurus dan tubuh pendek pada anak. Lingkar lengan atas (LiLA) dapat
menunjukkan gizi kurang pada anak, rasio pinggang : panggul (waist to hip ratio/ WHR)
merupakan indikator adipositas sentral pada orang dewasa. Ketebalan lipatan kulit
merupakan ukuran jaringan adipose subkutan dan jika diukur pada tempat yang sesuai dapat
digunakan untuk menghitung presentase lemak tubuh.1,5
Hampir semua aspek dalam penelitian gizi berpotensi memiliki kelemahan. Beberapa
dapat dihilangkan dengan perencanaan dan desain studi secara teliti, dan jika memungkinkan
pengukuran dilakukan berulang kali. Dalam usaha mengaitkan pajanan dengan faktor
penyebab (atau pencegah), dan akibat kesehatan (atau penyakit), sifat multifaktorial dari
keterkaitan tersebut perlu diperhatikan untuk mencegah penarikan kesimpulan yang tidak
tepat. Dalam menilai asupan makanan individu, sering terjadi kompromi antara pengukuran
yang akurat dan pengukuran yang menggambarkan asupan makanan yang normal. Asupan
nutrien (zat gizi) dihitung menggunakan tabel komposisi makanan. Perkiraan ukuran porsi
dan penyesuaian terhadap jumlah makanan yang terbuang juga perlu dipertimbangkan.5
Tabel 3.Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (Asia Pasifik).5
Klasifikasi
Berat badan kurang
Berat badan normal
Berat badan lebih
Pra-obes
Obesitas I
Obesitas II
Obesitas III

IMT (kg/m2)
< 18,5
18,5 24,9
25,0
25,0 29,9
30,0 34,9
35,0 39,9
40,0

Kebutuhan Kalori / Energi


Kebutuhan kalori total ditentukan oleh basal metabolisme rate (BMR), aktivitas fisik,
dan specific dynamic action (SDA)/ efek termis makanan. Sebelum menentukan jumlah
kebutuhan kalori total, maka harus ditentukan BMR terlebih dahulu. Berikut adalah beberapa
cara untuk mengukur BMR, yaitu:4
1. Rumus Harris Benedict yang dikenal dengan rumus REE (Resting Energy
Expenditure)
BMR (laki-laki)
BMR (perempuan)
2. Metode faktorial
BMR (laki-laki)
BMR (perempuan)

= 66,4 + [13,7 x BB] + [5 x TB] - [6,8 x Umur]


= 655 + [9,6 x BB] + [1,8 x TB] - [4,7 x Umur]
= BBI (kg) x 1 kKal x 24 jam
= BBI (kg) x 0,9 kKal x 24 jam

Langkah selanjutnya menentukan berat/ ringan jenis aktivitas yang dilakukan sehari-hari
oleh pasien. Berikut ini adalah penggolongan aktivitas:2
1.
2.
3.
4.
5.

Ringan sekali
Ringan
Sedang
Berat
Berat sekali

= 30 %
= 50 %
= 75 %
= 100 %
= 125 %

Contoh aktivitas yang termasuk dalam golongan ringan adalah pegawai kantor, ahli
hukum, dokter, guru. Aktivitas sedang adalah pekerja industri ringan, mahasiswa, pekerjaan
rumah tangga. Aktivitas berat adalah buruh kasar, penari balet, olahragawan.4
Langkah terakhir yaitu menghitung besarnya efek termis makanan yang diperkirakan
besarnya adalah 10% dari jumlah energi basal dan energi aktivitas.Maka rumus untuk
menghitung jumlah kebutuhan kalori total adalah4.
Total energi = energi basal (BMR) + energi aktivitas + SDA

Karbohidrat
Karbohdirat adalah sakarida yang tergabung dalam berbagai tingkat kompleksitas
untuk membentuk gula sederhana, serta unit yang lebih besar seperti oligosakarida dan
polisakarida.Fungsi utamanya adalah sebagai sumber energi dalam bentuk glukosa. Beberapa
karbohidrat tidak dapat dicerna (disebut non-glikemik) dan terdiri atas polisakarida nonpati
yang merupakan bagian dari serat makanan dan berperan dalam fungsi usus.6,7
9

Jika energi yang dibutuhkan sangat tinggi, sedangkan intake ataupun cadangan
karbohidrat berkurang, maka mekanisme tubuh adalah mengubah sumber-sumber
nonkarbohidrat seperti lemak menjadi glukosa.Kebutuhan tubuh terhadap karbohidrat sekitar
55-65% total kalori/ hari. Satu gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori.6,7
Lemak
Lemak meliputi beraneka ragam zat yang larut dalam lipid, sebagian besar merupakan
trigliserida atau triasilgliserol (TAG).Produk turunannya, seperti fosfolipid dan sterol (yang
paling terkenal adalah kolesterol) juga termasuk dalam kelompok ini. TAG dipecah untuk
menghasilkan energi dan menyusun cadangan energi utama bagi tubuh dalam jaringan
adiposa. Asam lemak spesifik yang terdapat dalam TAG penting bagi struktur dan fungsi
membrane sel, dan harus diperoleh dari diet. Asam lemak ini disebut asam lemak esensial.6,7
Fungsi lemak adalah sebagai sumber cadangan energi, komponen dari membrane sel,
insulator suhu tubuh, pelarut vitamin A, D, E, dan K. kebutuhan lemak oleh tubuh sekitar 2030% total kalori/ hari. Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori.6
Protein
Protein terdiri atas berbagai rantai dari asam amino tunggal yang tergabung
membentuk beraneka ragam protein. Saat dicerna, masing-masing asam amino digunakan
untuk sintesis asam amino serta protein lainnya yang diperlukan oleh tubuh, dengan
melibatkan cukup banyak daur ulang dari komponen-komponen tersebut.6
Ada delapan asam amino esensial (untuk anak, ada lebih dari delapan) yang harus
diperoleh dari diet.Selain itu, beberapa asam amino mungkin menjadi esensial karena
keadaan (conditionally essential) dalam kondisi stres fisiologis tertentu.Jika aasam amino
tidak dibutuhkan lebih lanjut, barulah asam amino tersebut dipecah dan digunakan sebagai
energy dan bagian nitrogennya terekskresi sebagai urea.Konsumsi protein oleh tubuh kita
sekitar 15-20% total kalori/ hari. Satu gram protein menghasilkan 4 kalori.6,7
Tabel 4. Komposisi zat gizi makro.5
Zat gizi
Karbohidrat
Protein
Lemak total
Asam lemak jenuh (saturated)
Asam lemak monosaturated

Komposisi (%)
55-65
15-20
20-30
8-10
15
10

Asam lemak polysaturated


Kolesterol
Serat

10
< 300 mg/hari
20-30 g

Obesitas
Obesitas merupakan suatu kondisi kronik akibat akumulasi lemak tubuh (body fat) yang
abnormal, biasanya >20% dari individu dengan berat badan ideal. Dalam kondisi normal
presentase lemak tubuh antara 25-30% pada wanita, dan 18-23% pada laki-laki. Bila pada
wanita prosentase lemak tubuh >30 % dan laki-laki >25% dikatakan obese. Faktor-faktor
biologi pada jaringan adiposit mengatur terhadap rasa lapar dan metabolisme energi.
Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk tubuh, dan
meminimalisasi gejala/keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik.
Obesitas terutama obesitas visceral harus mendapatkan penanganan yang serius karena
dapat menimbulkan permasalahan baik individu dan masyarakat. Obesitas berhubungan
dengan peningkatan penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler.
Seiring dengan peningkatan indek masa tubuh ternyata diikuti oleh peningkatan kematian
akibat penyakit kardiovaskuler. Keberhasilan penurunan berat badan antara 5-10% dapat
memperbaiki faktor risiko penyakit kardiovaskuler.7
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya obesitas adalah:
1) Genetik
2) Kelebihan makan
3) Diit tinggi karbohidrat sederhana
4) Frekuensi makan
5) Metabolisme rendah
6) Kurangnya aktifitas fisik
7) Obat-obatan
8) Lingkungan
9) Neuroendokrin
10) Faktor psikologi
Gen obesitas yang mengatur sistem fisiologi terhadap peningkatan berat badan adalah :
1. Hormon leptin.
2. Peroxisome proliferator activated receptor- (PPAR-).
3. Ghrelin.
11

Etiologi
Obesitas biasanya disebabkan oleh kelebihan masukan makanan bukannya dari kelebihan
makan yang masif. Simpanan lemak tubuh bertambah ketika masukan energi melebihi
pengeluaran, dan keadaan ini biasanya terjadi bila ada keseimbangan energi yang sedikit
positif selama masa yang lama. Orang gemuk tidak makan secara berbeda atau lebih banyak
makan junk food atau tepung.6
Nafsu makan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang meliputi gangguan psikologis;
lesi hipotalamus, pituitaria, atau lesi otak lain; dan hiperinsulinisme. Predisposisi genetik
terhadap obesitas terjadi pada binatang tertentu dan dapat terjadi pada manusia, walaupun
pengaruh lingkungan diduga lebih menonjol. Obesitas dapat akibat dari penambahan jumlah
atau ukuran sel lemak, adiposit. Sel ini tampak bertambah, terumata pada bulan-bulan
kehamilan dan selama usia 1 tahun pertama. Rangsangan ini terus menambah jumlah
walaupun pada kecepatan yang menurun pada pubertas, sehingga selama masa remaja berat
badan, ukuran selnya berkurang, tetapi jumlah sel adiposit tidak menurun.6
Orang gemuk dapat menjadi resisten terhadap insulin, menyebabkan penambahan insulin
dalam sirkulasi. Insulin mengurangi lipolisis dan menambah sintesis dan ambilan lemak.
Orang gemuk berespon terhadap makanan karbohidrat dengan menaikan insulin dan
penggunaan asam lemak bebas dikurangi. Selama regimen pengurangan berat badan, orang
gemuk kurang menghantarkan makan ke sel-selnya daripada orang kurus, karena mobilasi
asalm lemak bebas kurang. Pada kelaparan sesudah obesitas, lemak dimobilisasi ketika kadar
insulin serum menurun. Penyimpanan protein dipermudah ketika otak menggunakan ketun
untuk energi. Selama kelaparan, kadar alanin serum berkurang, dan kadar glisin naik. Diet
gula murni dan protein tinggi dapat menyebabkan sekresi insulin lebih besar daripada bila
diet karbohidrat kompleks.6
Pemberian susu botol yang lama dan tidak penting sebagai cara mengatasi bayi rewel
atau menangis dapat membina kebiasaan yang menyebabkan bayi mengharapkan atau
mencari makanan kapan saja mengalami frustasi. Jika obesitas dimulai awal, obesitas ini
dapat menetap. Sama halnya pengenalan awal makana padat kalori tinggi yang tidak penting
dapat menyebabkan penambahan berat badan cepat dan obesitas.6
Patofisiologi
Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan lipogenesis. Leptin membatasi
penyimpanan lemak tidak hanya dengan mengurangi masukan makanan, tetapi juga dengan
12

mempengaruhi jalur metabolik yang spesifik di adiposa dan jaringan lainnya. Leptin
merangsang pengeluaran gliserol dari adiposit, dengan menstimulasi oksidasi asam lemak
dan menghambat lipogenesis.2,3

Gambar 2. Patofisiologi pengatur nafsu makan3


Manifestasi Klinik
Obesitas dapat menjadi jelas pada setiap umur. Orang dengan obesitasnya karena
masukan kalori tinggi secara berlebihan biasanya tidak hanya lebih berat daripada yang lain
pada kelompoknya sendiri tetapi juga lebih tinggi; dan umur tulang lebih tua. Tanda-tanda
muka tampak sering sangat tidak sepadan. Adipositas di daerah dada laki-laki sering berkesan
tumbuh payudara dan karenanya, mungkin merupakan tanda yang memalukan. Abdomen
cenderung menggantung, dan sering ada striae putih atau merah lembayung. Genitalia
eksternal laki-laki tampak kecil tidak sepadan tetapi sebenarnya paling sering berukuran ratarata; penis yang terbungkus dalam lemak pubis. Pubertas dapat terjadi awal dengan akibat
bahwa akhirnya ketinggian anak gemuk mungkin kurang daripada tinggi akhir dari sebayanya
yang dewasa lebih lambat.6
Perkembangan genitalia eksterna normal pada kebanyakan wanita, dan menarkhe
biasanya tidak tertunda dan mungkin maju. Pada obesitas, ekstremitas biasanya lebih besar di
lengan atas dan paha. Tangan mungkin relatif kecil dan jari sedikit demi sedikit mengecil,
sering ada lutut bengkok.6
Penatalaksanaan
Penderita obesitas berat memerlukan terapi untuk memperbaiki prognosis, bentuk tubuh,
dan meminimalisasi gejala/ keluhan, terutama yang berasal dari masalah fisik. Penanganan
pasien obesitas diawali dengan penilaian derajat obesitas, distribusi berat badan, penentuan
faktor risiko, evaluasi kesiapan pasien, dan ketersediaan sumber/ peralatan untuk menurunkan
13

berat badan. Tujuan pengobatan penderita obesitas ialah mengembalikan fungsi normal
proses metabolik dan

organ tubuh. Rasionalisasi tetapi bukan semata didasari oleh

pengingkatan angka kematian terkait-obesitas, tetapi telah terbukti pula bahwa penurunan
berat badan terbukti berhasil menurunkan tekanan darah pengidap obesitas, memperbaiki
profil lipid, memperbaiki toleransi glukosa dan kadar gula darah puasa.5
Secara umum, pengobatan obesitas terbagi atas modifikasi gaya hidup, pemberian obat,
dan

intervensi bedah. Perubahan gaya hidup mencakup perubahan komposisi pangan,

modifikasi kegiatan fisik, dan pengobatan perilaku. Perubahan gaya hidup jelas sangat
bermanfaat. Inti pengobatan perilaku adalah perbaikan kebiasaan makan. Metode pengobatan
perilaku ini setidaknya mencakup 6 langkah, yaitu (1) pemantauan mandiri, (2) pengawasan
rangsangan, (3) penekanan pada perbaikan gizi, (4) restrukturisasi kognitif, (5) pembelajaran
hubungan antarpribadi, dan (6) pencegahan kemungkinan kambuh. Pasien juga diajarkan
untuk tidak terpengaruh iklan pemangkasan berat badan secara instan.5,6
Pemantauan mandiri meliputi pencatatan asupan makanan dan situasi ketika
bersantap.Pengawasan rangsangan berupa pembatasan diri untuk tidak kontak dengan
lingkungan yang memungkinkan makan berlebihan. Pasien dianjurkan agar semata-mata
bersantap, tidak digabung dengan kegiatan lain (misalnya sambil membaca koran atau
menonton televisi). Restrukturisasi kognitif merupakan upaya untuk menentukan serta
mengubah pikiran dan sikap negatif tentang pengaturan berat badan.Pembelajaran hubungan
antar-pribadi diarahkan pada pengembangan kemampuan pasien dalam menghadapi pemicu
yang khas menimbulkan nafsu makan berlebihan. Pencegahan kemungkinan kambuh,
langkah yang terakhir ialah upaya berkelanjutan yang dirancang untuk memantapkan
keberlangsungan proses pengurangan berat badan.6
Target penurunan berat badan, berpatokan pada BMI, sangat bergantung pada nilai BMI
ketika upaya pengurangan berat badan itu tengah dirancang.Jika BMI masih dibawah 30 dan
orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat serta berminat mengikuti program
pengurangan berat badan, target BMI boleh dipatok pada angka 20-27. Sementara itu, jika
BMI 30 dan obesitas telah berlangsung lama, target nilai BMI ditetapkan tidak lebih dari
minus 2 dari BMI semula.5
Pengobatan gizi medis (PGM)
Edukasi gizi dan kebiasaan makan yang baik untuk pengendalian berat badan pasien
obesitas merupakan inti strategi penanganan. Intervensi ini dimaksudkan untuk menormalkan
kadar lemak, menstabilkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, serta mengurangi

14

atau memelihara berat badan. Pengobatan gizi medis untuk pasien obesitas yang didasarkan
pada pengurangan asupan kalori, setidaknya terbagi ke dalam empat pilihan, yaitu5.
1. Diet kalori sangat rendah (DKSR)
DKSR (< 800 kkal/hari) ditujukan bagi pasien dengan nilai BMI 30 tanpa faktor
komorbid dan atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI 27 dengan
faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Diet jenis ini diterapkan secara eksklusif
selama 12-16 minggu yang kemudian dilanjutkan dengan diet kalori rendah (8001200 kkal) selama 24 minggu hingga 5 tahun.
2. Diet kalori rendah (DKR)
Diet ini (800-1200 kkal/hari) dianjurkan pada pasien obes denga nilai BMI 27
tanpa faktor kormobid dan/ atau faktor risiko lain atau pasien yang mempunyai BMI
25 dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Dalam kurun waktu 6-12
bulan.
3. Diet kalori sedang dengan kandungan lemak rendah/ diet rendah lemak (DRL)
Jumlah kalori yang dipatok untuk DRL berkisar antara 1200-2300
kkal/hari.Kontribusi lemak antara 20-30%.
4. Diet perorangan
Jumlah asupan energi yang dtakar berdasarkan kebutuhan gizi yang khas untuk
setiap pasien obesitas.Dalam hal ini, jumlah asupan energy per hari tentunya
diupayakan jangan kurang dari 1200 kkal.Dari sini, disusun daftar menu yang bergizi,
beragam, serta berimbang (B3), untuk selanjutnya diterjemahkan ke dalam daftar
bahan penukar.

Olahraga
Olahraga bukan hanya berkhasiat menurunkan berat badan, tetapi juga meningkatkan
kepekaan insulin, terutama pada mereka yang terlahir dari rahim pengidap diabetes, di
samping meningkatkan ambilan oksigen, membugarkan sistem kardiorespirasi, serta
menyegarkan pikiran.7
Di awal pengobatan, pasien dimotivasi untuk menjalankan kegiatan fisik selama 30-45
menit sebanyak 3-5 hari seminggu.Bagi sebagian besar pasien obesitas, olahraga harus
dimulai perlahan-lahan denga penambahan intensitas secara bertahap.Pasien jangan dipaksa
berolahraga, melainkan sekadar dibujuk agar bersedia mengubah pola, sekaligus
meragamkan, kegiatan fisik (misalnya memarkir kendaraan beberapa ratus meter dari tempat
tujuan, menggunakan tangga ketimbang lift atau escalator dan menggunakan sapu
konvensional ketimbang vacuum cleaner). Seiring berjalannya waktu, terlebih jika pasien
15

telat merasakan kenikmatan dan manfaat dari berkurangnya berat badan, intensitas kegiatan
dapat ditingkatkan.4,5
Upaya mempertahankan berat badan yang telah susut, setelah pasien menjalani PGM,
tidak akan berhasil tanpa disertai olehraga (atau sekadar melakukan kegiatan fisik).
Sementara itu, untuk memperoleh keberhasilan jangka panjang, gaya hidup harus pula
diubah. Meskipun tengah menjalani diet, nafsu makan pasien obesitas kadang kala tidak
dapat dicegah. Jika memang demikian, para pengidap obesitas hendaknya diajari cara
membakar kalori makanan yang sudah terlanjur mengonsumsi kue pie apel. Jika pasien
menginginkan kalori yang terkandung dalam kue itu tidak mengendap dalam tubuhnya, maka
pasien harus berjalan kaki selama 77 menit atau bersepeda 49 menit, atau berenang 36 menit,
atau berlari 21 menit. Demikian pula jika seseorang hendak menenggak, sebut saja segelas
bir, dia harus memusnahkan kalori yang terkandung dalam bir tersebut dengan berjalan kaki
selama 22 menit.5
Farmakoterapi
Karena obesitas merupakan suatu kondisi kronis, penggunaan obat jelas akan
berlangsung lama. Sama seperti obat antihipertensi, penghentian mendadak dapat
mengakibatkan efek putus-obat (withdrawal effect), yaitu berat badan dapat tiba-tiba
melonjak. Oleh karena itu, National Institute of Helath menganjurkan agar penggunaan
farmako terapi diarahkan pada pasien obesitas yang gagal diobati melalui perubahan gaya
hidup. Upaya farmako terapi juga ditempuh sebagai pendamping modifikasi gaya hidup jika
pasien memenuhi kriteria BMI 30 tanpa keadaan kormobid atau BMI 27 de ngan minimal
satu keadaan komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Faktor risiko yang dimaksud ialah
hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung koroner, diabetes mellitus tipe 2, serta sleep apnea.5
Obat penurun berat badan yang kini disetujui oleh Food and Drugs Administration
(FDA) terbagi dalam dua kelompok, yaitu obat penurun asupan pangan dan obat yang
berfungsi sebagai pengurang serapan zat gizi.5,8
1. Obat nonadrenergik
Obat-obat nonadrenergik yang tersedia saat ini, antara lain fentermin, dietlipropion,
fendimetrazin, dan benzofetamin. Amfetamin tidak lagi dianjurkan karena cenderung
disalahgunakan, begitu pula dua obat terakhir (fendimetrazin, dan benzofetamin).Obatobat golongan ini dianjurkan dan disetujui FDA hanya untuk penggunaan jangka pendek,
beberapa minggu saja (kurang dari 12 minggu). Beberapa penelitian memang
membuktikan bahwa obat-obat ini aman digunakan hingga 6 minggu atau lebih (maksimal
16

3 bulan). Berat badan akan terkikis sebanyak 4,8 kg, jika digunakan dosis 10 mg, atau
sebanyak 6,1 kg dengan takaran dosis 15 mg.
Efek samping obat golongan ini berupa insomnia, mulit ,kering, sembelit/ konstipasi,
euforia, sakit kepala, palpitasi, serta hipertensi. Kontraindikasi relatif penggunaan obat
golongan ini meliputi penyakit jantung koroner, aritmia, gagal jantung kongestif, dan
stroke.
2. Obat serotonergik
Obat serotonergik bekerja dengan cara meningkatkan pengeluaran serotonin dan
menghambat ambilan-kembali (re-uptake), atau keduanya. Dua obat, fenfluramin (Redux)
dan dexflenfuramin (Pondimin), yang merangsang pengeluaran serotonin sembari
menghambat ambilan-kembali, telah ditarik dari peredaran karena keterkaitannya dengan
kelainan katup jantung dan hipertensi pulmonal.Kedua obat ini, masih dalam penelitian
memepunyai kemanfaatan yang serupa dengan obat-obat nonadrenergik.
Obat-obat serotonergik kini diindikasikan pada keadaan yang tidak terkait dengan
obesitas, seperti depresi dan obsesi-kompulsi. Beberapa penghambat ambilan-kembali
serotonin, seperti fluoksetin (Prozac), hanya dapat menurunkan berat selama 6 bulan
dengan dosis 60 mg. meskipun obat tetap diberikan, berat badan ternyata kembali seperti
semula dalam enam bulan berikutnya. Hal ini juga ditemukan pada penggunaan sertralin
(Zoloft), yang terbukti tidak memiliki kemanfaatan jangka panjang.

3. Obat campuran nonadrenergik-serotonergik


Sibutramin (Merida) salah satu penghambat ambilan-kembali norepinefrin dan
serotonin, juga telah disetujui FDA sebagai obat penurun dan pemelihara berat
badan.Namun, penggunaannya harus dipadukan dengan diet rendah kalori. Preparat ini
diindikasikan bagi pengidap dengan BMI 30 tanpa faktor komorbid atau dapat juga
diberikan pada mereka dengan BMI 27 dengan faktor risiko lain, semisal diabetes
mellitus tipe 2 atau hiperkolesterolemia. Penggunaan obat ini tidak dianjurkan pada anak/
remaja di bawah 18 tahun dan lansi di atas 65 tahun.
Efek samping sibutramin berupa peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi, mulut
kering, sakit kepala, insomnia, dan sembelit. Selain berat badan berkurang, faktor risiko
lain pun dapat diperbaiki. FDA tidak menganjurkan penggunaan preparat sibutramine pada
pasien dengan hipertensi tak-terkendali, penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif,
aritmia jantung, dan penyakit serebrovaskuler, hipertiroidisme, hipertrofi prostat,
feokromositoma, glaukoma sudut tertutup, wanita hamil dan menyusui, mereka yang

17

memiliki riwayat sebagai pecandu alkohol atau penyalahgunaan obat, gangguan jiwa, serta
stroke. Oleh sebab itu, pemantauan yang ketat harus diterapkan selama pemberian obat.
Besaran dosis dipatok pada kisaran 10-15 mg/hari. Pemberian awal cukup 10 mg
sehari, yang ditingkatkan menjadi 15 mg jika penyusutan berat badan kurang dari 2 kg
setelah 4 minggu pemakaian. Apabila penurunan berat badan dengan dosis maksimal ini
tidak sampai 2 kg selama 4 minggu, obat tidak boleh digunakan lagi. Lama penggunaan
tidak boleh lebih dari 1 tahun. Obat harus dihentikan jika pengurangan berat setelah 3
bulan kirang dari 5% berat badan awal.Pengobatan boleh diperpanjang hingga lebih dari 6
bulan jika susutan berat badan lebih dari 10%.Berat badan pengidap obesitas yang diberi
obat ini selama 6 bulan, dipadukan dengan diet rendah kalori, terbukti berkurang sebanyak
5-8%.
Berlainan dengan fenfluramin dan dexfenfluramine, sibutramin tidak mengimbas
pelepasan serotonin sehingga tidak menyebabkan gangguan katup jantung.Efek samping
yang tersering berupa konstipasi, anoreksia, mulut kering, dan insomnia. Efek samping
lain yang kadang-kadang terjadi adalah nausea, takikardia, palpitasi, hipertensi,
vasodilatasi, sakit kepala, parestesia, kecemasan, produksi keringat berlebihan, gangguan
pengecapan, dan pandangan kabur (jarang sekali terjadi).
4. Obat pengurang serapan zat gizi
Obat pengurang serapan zat gizi yang disetujui FDA hanyalah orlistat (Xenical) yang
merupakan penghambat lipase pankreas dan hati.Obat ini bekerja dengan jalan berikatan
dengan enzim lipase pada lumen saluran cerna guna mencegah hidrolisis lemak dari
makanan menjadi asam lemak bebas yang dapat diserap. Pasien yang mengonsumsi
orlistat sebanyak 120 mg akan mengeluarkan sekitar sepertiga (30%) lemak yang tersantap
sekitar 1 jam setelah makan.
Preparat ini diindikasikan bagi pendidap obesitas yang memiliki BMI 30 atau BMI
28 dengan faktor risiko lain. Dosis mulai dari 120 mg, yang dianjurkan ditelan sebelum,
sewaktu, atau paling lama 1 jam setelah makan.Dosis boleh ditingkatkan hingga 360 mg
sehari dengan penggunaan maksimal 2 tahun.Jika makanan tidak mengandung lemak,
preparat ini sebaiknya tidak dikonsumsi. Perlu diingat bahwa penggunaan preparat ini
tidak dianjurkan pada anak-anak berusia luring dari 2 tahun, bahkan dikontraindikasikan
bagi wanita hamil dan menyusui, penyandang sindrom malabsorpsi, serta pengidap
kolestatis.
Efek samping orlistat berupa tinja cair berlemak, defekasi, flatus, nyeri perut dan
rectum, sakit kepala, ketidakteraturan haid, kecemasan, kelelahan ekstrem, dan hepatitis
(jarang sekali). Penggunaan orlistat bersamaan dengan pereduksian asupan lemak yang

18

akan mengakibatkan defisiensi vitamin larut-lemak. Oleh sebab itu, suplementasi vitamin
ADEK perlu dilakukan.
5. Suplemen/ preparat herbal
Kesulitan dalam menaati diet serta kemalasan melakukan olahraga yang disertai
dengan dampak negative (fisik maupun psikis) dari obesitas itu sendiri, menyebabkan
banyak pasien memilih jalan pintas dan beralih ke terapi herbal/ suplemen. Suplemen atau
preparat herbal, abik yang dijual bebas di took maupun yang disebar melalui bisnis MLM
(multilevel marketing) banyak diminati karena menawarkan penurunan berat badan tanpa
harus bersusah-payah mengatur diet dan memeras keringat untuk berolahraga.5
Efedra (Ephedra sinica) merupakan perangsang SSP. Jika dipadukan dengan kafein,
preparat ini mampu memangkas berat badan, tetapi gagal menyusutkan berat badan jika
diberikan sendiri-sendiri. Namun, paduan ini tidak dapat digunakan lama karena
berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya.8
Kekurangan kromium berhubungan dengan keadaan hiperglisemia, hiperinsulinemia,
hipertrigliseridemia, serta rendahnya kadar kolesterol HDL, karena elemen kelumit ini
berperan penting dalam pemekaan reseptor insulin. Namun, tidak ada kajian yang
membuktikan pengaruhnya sebagai pengikis berat badan.8
Guar gum, glucomannan, dan psyllium merupakan sumber serat yang larut dalam air.
Secara teoritis, serat ini akan menyerap banyak air dalam usus sehingga menimbulkan efek
rasa kenyang, di samping berperan dalam mengendalikan gula darah pasien DM dan
keadaan hiperlipidemia. Sayang sekali, efek rasa kenyang yang berlanjut sebagai penekan
nafsu makan tidak serta merta berdaya guna menurunkan berat badan.Sebagai penurun
berat badan, guar gum tidak terbukti lebih baik disbanding plasebo. Kemanfaatan psyllium
sudah terbukti dalam memperbaiki profil lemak dan gula darah secara bermakna pada
penyandang DM tipe 2, tetapi tidak tebrukti mampu menurunkan berat badan.5,8
Konjugat asam linoleat (conjugated linoleic acid, CLA) berkhasiat mereduksi
timbunan lemak pada tikus percobaan yang obesitas melalui peningkatan oksidasi dan
penurunan ambilan trigliserida dalam jaringan lemak. Sayangnya hasil penelitian ini tidak
dapat diekstrapolasi ke manusia karena tidak ada data penelitian yang mendukung
keberhasilan CLA dlaam penurunan berat badan.5
Penelitian Dullo et al membuktikan bahwa teh hijau mampu meningkatkan oksidasi
lemak dan termogenesis, tetapi tidak ada laporan tentang kemanfaatannya dalam
pengikisan berat badan. Meskipun tidak dapat mengurangi nilai BMI, licorice dapat
mengurangi lemak, preparat herbal ini terbukti pula membuahkan efek samping berupa
pseudo-aldosteronisme, hipertensi, dan hipokalemia.5

19

Chitosan diolah dari chitin yang terkandung pada kulit Crustacea (salah satu kelas
Arthropoda) merupakan polimer bermuatan listrik positif yang dianggap mampu
mencegah penyerapan lemak karena sel-sel lemak dalam saluran cerna bermuatan listrik
negatif.Pengaruh penurunan berat badan ini tidak bermakna ketimbang efek yang
ditimbulkan oleh plasebo. Peneliti lain bahkan tidak dapat membuktikan perbedaan
tersebut dan cenderung melaporkan hasil penelitian yang berseberangan. Preparat ini
sebaiknya tidak dimakan bersamaan dengan vitamin yang larut dalam lemak.5,8
Dua jenis preparat herbal, dandelion dan cascara, terbukti mampu menyusutkan berat
badan dengan cara mengeluarkan cairan tubuh. Dandelion berkhasiat diuretik, sementara
cascara bertindak sebagai pencahar. Keduanya menyebabkan efek samping berupa
dehidrasi dan ketidaknormalan elektrolit.8
Suplemen atau preparat herbal yang boleh direkomendasikan sebagai obat seharusnya
memenuhi tiga kriteria, yaitu quality (mutu), safety (keamanan), dan efficacy
(kemanfaatan).Jika ketiga criteria ini terpenuhi, sebuah suplemen boleh dikonsumsi
dengan melakukan pengawasan terhadap penggunanya (pasien). Jika tidak, suplemen
tersebut jangan digunakan.5

Pembedahan
Tujuan pembedahan pada pasien obesitas ialah menginduksi pengurangan berat badan
dan mempertahankannya, melalui tindakan operasi secara aman, serta memperbaiki atau
melenyapkan berbagai kondisi komorbid. Dengan begitu, mutu kehidupan dapat ditingkatkan
dan usia pasien dapat diperpanjang.7
Tindakan bedah baru boleh dipertimbangkan jika BMI pasien 40 atau BMI 35
dengan faktor komorbid dan/ atau faktor risiko lain. Intervensi bedah terbatas untuk pasien
berusia antara 18 hingga 50 tahun. Keberhasilan tindakan operasi dalam memangkas berat
badan, yang dinilai pada tahun kelima, jauh melampaui (90%) kesuksesan pengobatan
dengan obat (21%). Meski demikian, tindakan bedah pada obesitas morbid sesungguhnya
bukan pilihan utama, melainkan sebagai pendamping bagi terapi diet. Pada prinsipnya, terapi
bedah didasarkan pada dua hal, yaitu rancangan malabsropsi pada usus halus dan restriksi
pada lambung. Rancangan malabsorpsi pada usus halus bertujuan memendekkan usus halus
atau mengurangi kemampuan mukosanya dalam menyerap zat gizi. Operasi restriktif pada
lambung merupakan upaya manipulatif melalui pembuatan kantong dan saluran keluar baru
(neogastric pouch), dengan begitu diharapkan asupan makanan akan berkurang.7
20

Komplikasi
1. Penyakit kardiovaskular
Kematian pada wanita yang disebabkan oleh obesitas dapat terjadi pada wanita
dengan BMI 25. Obesitas, terutama obesitas pada abdominal diakibatkan peningkatan
LDL, VLDL, dan triglisrida, serta penurunan pada HDL.2,3
Peningkatan volume darah sekuncup dan volume darah pada penderita obesitas. Juga
terdapat peningkatan tahanan perifer pembuluh darah penderita obesitas normotensi bila
dibandingkan dengan penderita yang bukan obesitas.2,3
2. Gangguan pernapasan
Pada penderita obesitas terdapat timbunan lemak pada rongga dada dan rongga
perutnya sehingga akan menyebabkan gangguan proses pernafasan; oleh karena itu pada
obesitas cenderung terjadi penurunan kapasitas paru yang akan mengakibatkan penurunan
fungsi paru. Keadaan ini akan menghilang bila penderita menurunkan berat badannya.2,3
3. Tulang dan persendian
Setiap peningkatan berat badan lebih dari normal akan menimbulkan beban yang
berlebihan pada sendi penyangga berat badan, dan ini cenderung menyebabkan trauma
ringan tetapi terus-menerus dan akan berakhir menjadi osteoartrosis (OA) baik primer
ataupun sekunder.2,3
4. Resistensi insulin dan dislipidemia
Resistensi insulin pada obesitas sentral diduga merupakan penyebab sindrom
metabolik. Insulin mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan
lemak maupun sintesis lemak dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat
menyebabkan terganggunya proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak.2,3
Hubungan sebab-akibat antara resistensi insulin dan penyakit jantung koroner dan
stroke dapat diterangkan dengan adanya efek anabolik insulin. Insulin merangsang
lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adiposa melalui pengingkatan produksi
acetyl-CoA, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa. Dislipidemia yang ditandai
dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dan penurunan kadar HDL merupakan akibat
dari pengaruh insulin terhadap cholesterol ester transfer protein (CETP) yang
memperlancar transfer cholesteryl ester (CE) dari HDL ke VLDL dan mengakibatkan
terjadinya katabolisme dari apoA, komponen protein HDL. Resistensi insulin disebabkan
oleh faktor genetik dan lingkungan. Jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas insulin dan
otot rangka laki-laki lebih resisten.2,3
Sindrom Metabolik

21

Sindrom metabolik (sering juga disebut syndrome X atau insulin resistance syndrome)
merupakan istilah yang digunakan ketika seorang pengidap obesitas telah memiliki 3 dari 5
faktor risiko. Kelima faktor risiko ini dapat dilihat pada Tabel 5 Kriteria sindrom metabolik.7
Meskipun banyak faktor diyakini terlibat, penyebab sindrom metabolik belum
sepenuhnya terkuak. Fakotr-faktor yang terbukti berpengaruh pada resistensi insulin ini,
meliputi (1) faktor genetik, (2) penggunaan karbohidrat dan gula secara berlebihan, (3)
penggunaan asam lemak jenuh yang berlebihan, sementara asam lemak esensial terlalu
sedikit, (4) ketidakseimbangan antara kalsium dan magnesium, (5) penggunaan stimulant dan
obat tertentu, serta (6) stres.5
Bukti campur tangan komponen genetik diperoleh berdasarkan hasil kajian keluarga
yang menunjukkan bahwa komponen sindrom metabolik sangat memungkin dimiliki seorang
pengidap obesitas jika orang tuanya merupakan penyandang diabetes, hipertensi, atau
keduanya.Prevalensi kembar monozigot dalam menampakkan komponen sindrom ini lebih
tinggi ketimbang kembar dizigot.
Karbohidrat adalah penyumbang kelimpahan insulin, teruatam akibat penggunaan
refined sugar secara berlebihan dalam jangka panjang. Kelimpahan asam lemak jenuh,
khususnya ketakselarasan perbandingan antara asam-asam lemak bebas (omega 3 dna omega
6), mengakibatkan ketidaknormalan membrane sel yang pada akhirnya menghambat
masuknya molekul glukosa ke dalam sel.
Magnesium ialah mineral yang banyak berperan dalam berbagai kegiatan metabolik,
seperti relaksasi otot dan saraf, pencernaan lemak, aktivitas normal kelenjar tiroid, penurunan
kadar kolesterol, dan lain-lain. Terkikisnya magnesium langsung memicu konstriksi
pembuluh darah, mengakibatkan peninggian tekanan darah serta perangsangan sistem saraf
secara berlebihan. Magnesium juga merupakan komponen penting dalam pembentukan
insulin, di samping insulin itu sendiri berperan aktif dalam proses ambilan (uptake) mineral
ini ke dalam sel. Resistensi insulin mengurangi penyerapan magnesium yang ikut memicu
hiperaktivitas sel yang pada gilirannya kelak akan menambah beban resistensi insulin.
Kelebihan glukosa dalam darah menyebabkan pertambahan ambilan kalsium ke dalam sel.
Pertambahan ambilan kalsium yang dibarengi pengurangan ambilan magnesium akan
mengganggu keseimbangan kalsium-magnesium. Dampak dari dominasi ion kalsium ialah
perangsangan sel secara berlebihan oleh kalsium, mengakibatkan hipersentivitas sel.
Stimulan, seperti kopi, teh, minuman ringan, alkohol, dan rokok, mampu meningkatkan
kadar gula darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Alkohol memang
mengandung gula sehingga konsumsi minuman ini akan cepat sekali meningkatkan kadar
22

gula darah. Kandungan gula dalam minuman ringan akan segera meningkatkan sekresi
insulin. Kopi dan rokok akan merangsang kelenjar adrenal untuk menyekresikan adrenalin
yang selanjutnya tentu saja meningkatkan tekanan darah.
Selain itu masih ada obat lainyang mampu memperberat aresistensi insulin. Preparat
yang dimaksud adalah NSAID (nonsteroid anti-inflamation drug), steroid, diuretik, dan blocker. NSAID mengacaukan keseimbangan prostaglandin dalam tubuh sehingga
mengganggu permeabilitas sel. Steroid mengganggu keseimbangan hormon-hormon alami
tubuh dan membuat orang menjadi agresif, si samping menggiatkan sistem saraf simpatis.blocker meningkatkan defisiensi magnesium yang telah ada karena obat ini akan
meningkatkan ekskresi magnesium. Sementara itu, diuretik memperparah keadaan karena
perangainya, yaitu memicu ekskresi banyak mineral, salah satunya ialah magnesium,
ketidakseimbangan kalsium-magnesium merupakan salah satu dampak yang selalu
dicemaskan.
Respon tubuh terhadap stres juga berupa peningkatan tekanan darh dengan begitu cepat,
respons ini sesungguhnya mempunyai tujuan yang sangat alami, yaitu berupa fight atau flight.
Jika stres berlangsung kronis, tekanan darah yang telah tinggi itu pun akan terus bertahan
tinggi selama stres tersebut belum teratasi.
Peran obesitas sentral dalam menumbuhkan sindrom metabolic tercantum pada kriteria
yang dipatok oleh NCEP/ ATP III maupun WHO.Meskipun nilai BMI subjek belum terekam
pada kriteria obesitas, ketidaknormalan ukuran lingkar pinggang telah terbukti kaitannya
dengan risiko hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, dan sindrom metabolik.Lokasi
jaringan lemak menjadi faktor penentu prekembangan resistensi insulin. Massa lemak
intraperitoneal berkorelasi paling kuat dengan resistensi insulin, kadar VLDL dan
apolipoprotein B, serta produksi VLDL oleh hati.5,8
Meskipun obesitas bukanlah penyebab resistensi insulin (obesitas hanyalah salah satu
contributor bagi resistensi insulin), penanganan sindrom metabolik diarahkan pada penurunan
berat badan.Beberapa zat suplementer (vitamin dan mineral) terbukti berkhasiat memekakan
insulin, yaitu vitamin E, biotin, kalsium, kalium, kromium, magnesium, vanadium, dan seng.
Di samping itu, ada pula lemak tertentu yang dapat memperbaiki permeabilitas membran sel
terhadap insulin serta zat-zat gizi yang mengoptimalkan metabolisme glukoas, asam amino
lain yang masih terkait ialah glutathione dan L-arginin.5,8
Konsep penanganan sindrom metabolik adalah eliminasi faktor yang menyebabkan atau
melatarbelakangi sindrom ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan
demikian, tahapan penanganan sindrom metabolik boleh diterjemahkan ke dalam lima tahap
23

pereduksian pengaruh resistensi insulin: (1) mengurangi asupan karbohidrat dan gula, (2)
metabolic typing, (3) mengembalikan keseimbangan asam lemak esensial, (4) mereduksi
stress, dan (5) mulai menggunakan suplemen.5
Pengurangan asupan gula berarti menyantap gula olahan (refined sugar), alkohol,
minuman ringan, stimulan, dan

karbohidrat berindeks glikemis tinggi. Seluruh bahan

berbasis karbohidrat hendaknya diganti dengan sayur dan buah berindeks glikemik
rendah.diet yang mengandung 50-60% kalori dari karbohidrat merupakan anjuran baku bagi
diabetes tipe 2 dan pengidap sindrom metabolik.Penyeimbangan asam

lemak esensial

terbukti meningkatkan asupan omega 3 secara bermakna, sementara metabolic typing berguna
untuk menakar kemampuan genetik diabetes dalam memproses glukosa. Pemberian suplemen
berguan untuk menggenapkan kekurangan elemen kelumit utamanya, berperan dalam
pemekaan insulin.5
Dosis suplementasi kalsium ditakar sebanyak 600 mg/hari, kromium dibatasi sekitar 400800 ug/hari, magnesium ditetapkan sebesar 200-400 mg/hari, vanadium hanya 5 mg/hari, dan
sengcukup 30 mg/hari. Sementara itu, suplementasi asam eikosapentanoat (eicosapentanoic
acid, EPA) dianjurkan sebanyak 3-6 g/hari dalam dosis terbagi, konjugat asam linoleat
sebesar 2 g tiga kali sehari yang diminum saat makan, asam lipoat 300-1200 mg/hari dalam
dosis terbagi, koenzim Q10 100 mg/hari, L-karnitin dan taurin masing-masing 500 mg 2 kali
sehari. Vanadil sulfat juga merupakan elemen kelumit yang terkait dengan pengaturan gula
darah.5
Kejadian di US, peningkatan obesitas mengiringi peningkatan prevalensi sindrom
metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi > 20 tahun sebesar 25% dan pada
usia 50 tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom metabolik juga berkembang seiring dengan
peningkatan prevalensi obesitas yang terjadi pada populasi Asia, termasuk Indonesia. Studi
yang dilakukan di Depok (2001) menunjukan prevalensi sindrom metabolik menggunakan
kriteria National Cholesterol EducationProgram Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III)
dengan modifikasi Asia Pasifik, terdapat 25,7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo
(2004) melaporkan prevalensi sindroma metabolik sebesar 13,3% dan menunjukan bahwa
kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obesitas > 25 kg/m 2 lebih cocok untuk diterapkan pada
orang Indonesia. Penelitian di DKI Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom
metabolik yang tidak jauh berbeda dengan depok yaitu dengan 26,3% dengan obesitas sentral
merupakan komponen terbanyak (59,4%).5

Tabel 5. Kriteria sindrom metabolik.3


24

NCEP/ATP III

WHO

Tiga dari kriteria berikut

Disglisemia [DM tipe 2, gula darah puasa terganggu,


TGT (toleransi glukosa ternganggu), atau resistensi
insulin] + 2 kriteria berikut

Lingkar perut > 88 cm (perempuan) BMI > 30 dan/ atau rasio pi-pa > 0,9 (laki-laki) dan >
dan > 102 cm (laki-laki)
Trigliserida 150 mg/dL
HDL <40 mg/dL (L), <50 mg/dL (P)
Tekanan darah 130/85 mmHg
Gula darah puasa 110 mg/dL

0,85 (perempuan)
Trigliserida 150 mg/dL
HDL <35 mg/dL (L), <39 mg/dL (P)
Tekanan darah 140/90 mmHg
Mikroalbuminuria (ekskresi albumin

urin

>20

ug/menit) dan rasio albumin /kreantinin 30 mg/g

Kesimpulan
Obesitas merupakan suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang
terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan,
yang kemudian menurunkan harapan hidup dan meningkatkan masalah kesehatan. Status gizi
seseorang diklasifikasikan berdasarkan hasil perhitungan indeks massa tubuh (IMT) dan rasio
lingkar pinggang:panggul/ waist to hip ratio (WHR). Untuk mengetahui dan mengatur jumlah
kalori dari asupan makanan seseorang, dapat dihitung kebutuhan kalori/ energi per harinya.
Penatalaksanaan pasien obesitas dengan cara diet, olahraga, dan pengubahan perilaku.
Namun, apabila belum berhasil, dapat dilakukan tindakan farmako terapi dengan pemberian
obat anti-obesitas dan juga terapi pembedahan. Obesitas dapat mengakibatkan komplikasi
yang disebut degan sindrom metabolik, yaitu kumpulan gangguan medis yang meningkatkan
risiko terkena penyakit kardiovaskuler dan diabetes melitus tipe 2.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Bray GA, Bouchard C. Handbook of obesity: clinical applications. Edisi ke-2.
Penington Biomedical Research Center Lousiana State University; Bato Rouge,
Lousiana, U.S.A: 2008. h.15-9
2. Bickley LS. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates. Edisi ke-5.
Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta: 2012. h. 45-7
3. Hartono A. Terapi gizi dan diet rumah sakit. Edisi ke-2. Jakarta: EGC; 2006.h.937,107-8,173-5.
4. Asmadi. Teknik prosedural konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta:
Salemba Medika; 2008.h.68-70,83-5.
5. Arisman. Obesitas, diabetes mellitus, & dislipidemia: konsep, teori, dan penanganan
aplikatif. Jakarta: EGC; 2010.h.1-42.
6. Barasi ME. At a glance ilmu gizi. Jakarta: Erlangga; 2007.h.26,106-10.
7. Davet P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2009.h.54-5.
8. Arif A, Bahry B, Estuningtyas A, Muchtar HA, Setiawati A. Farmakologi dan terapi.
Edisi ke-5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012.h.139-60.

26

Anda mungkin juga menyukai