Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya dapat berubah
tergantung pada umur, jenis kelamin dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia < 1 tahun
cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia > 1 tahun mengandung air
sebanyak 70-75 %. Seiring dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap
berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,
sedangkan pada wanita dewasa 50 % berat badan.1
Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada perdarahan,
luka bakar, dehidrasi, muntah, dan diare, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat.
Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen
ekstraselular. Lebih jauh kompartemen ekstraselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan
intersisial.1
Keseimbangan cairan dan elektrolit sendiri diatur oleh salah satu organ yang paling
vital dalam tubuh manusia yaitu ginjal. Kebanyakan orang telah mengenal salah satu fungsi
ginjal yang penting, yaitu untuk membersihkan tubuh dari bahan-bahan sisa hasil pencernaan
atau yang diproduksi oleh metabolisme. Fungsi kedua adalah untuk mengontrol volume dan
komposisi cairan tubuh. Untuk air dan semua elektrolit dalam tubuh, keseimbangan antara
asupan (hasil dari pencernaan) dan keluaran (hasil dari ekskresi atau konsumsi metabolik)
sebagian besar dipertahankan oleh ginjal.1,2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Cairan dan Elektrolit

Cairan tubuh adalah cairan yang terdapat dalam tubuh makhluk yang memiliki fungsi
fisiologis tertentu. Cairan tubuh merupakan larutan yang terdiri dari air ( pelarut) dan zat
tertentu (zat terlarut). Pengaturan keseimbangan jumlah dan komposisi cairan perlu
memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan
ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan
cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine
sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam
tersebut.1,3

Kadar persentase dari total cairan tubuh bervariasi sesuai dengan individu. Beberapa
variabel yang mempengaruhi komposisi dan total cairan tubuh antara lain adalah umur di
mana jumlah cairan tubuh menurun dengan bertambahnya usia, lalu kondisi lemak tubuh di
mana tubuh akan mengandung sedikit air, air tubuh menurun dengan peningkatan lemak
tubuh; dipengaruhi juga oleh jenis kelamin di mana wanita dewasa mempunyai jumlah cairan
tubuh lebih sedikit dibanding pada pria, kerena jumlah lemak dalam tubuh wanita dewasa
lebih banyak dibandingkan dengan pria.1,2

Secara total, cairan tubuh manusia memiliki jumlah normal air sebagai berikut:2
a. Bayi (baru lahir): 75 % Berat Badan
b. Dewasa :
 Wanita dewasa (20-40 tahun): 50 - 55% Berat Badan
 Pria dewasa (20-40 tahun): 55 - 60% Berat Badan
 Usia lanjut : 45-50% Berat Badan

Cairan tubuh berada pada dua kompartemen yang berbeda, yaitu Cairan Intraselular
(CIS) dan Cairan Ektraselular (CES). Keseimbangan cairan dan elektrolit akan saling
bergantung satu sama lain dan jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang
lainnya. Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler.
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah
cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus
seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.1

a. Cairan Intraselular
Cairan intrasel merupakan cairan yang letaknya berada di dalam sel di seluruh tubuh.
Cairan ini berfungsi sebagai media penting dalam berbagai reaksi dan proses kimia.
Jumlahnya mencakup sekitar 2/3 dari jumlah cairan tubuh atau 40% dari berat badan.
Elektrolit kation terbanyak adalah K+, Mg+, sedikit Na+. Elektolit anion terbanyak adalah
HPO42-, protein-protein, sedikit HCO3-, SO42-, Cl-2
b. Cairan Ekstrasel
Cairan ekstrasel merupakan cairan yang berada diluar sel, jumlahnya sekitar 1/3 dari
total cairan tubuh atau mencakup sekitar 20% dari berat badan. Cairan ekstrasel berperan
dalam transportasi zat-zat penting seperti nutrien, elektrolit dan oksigen ke sel dan
membersihkan sisa hasil metabolisme untuk kemudian diekskresikan keluar dari tubuh,
fungsi lain juga termasuk regulasi panas, sebagai pelumas pada persendian dan membran
mukosa, penghancuran makanan dalam proses pencernaan.2

Cairan ekstrasel terdiri dari:


1) Cairan interstisial
Cairan Interstisial merupakan cairan yang berada disekitar sel misalnya cairan limfe,
jumlahnya sekitar 10%-15% dari cairan ekstrasel. Relatif terhadap ukuran tubuh,
volume ISF adalah sekitar 2 kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang
dewasa. Cairan ini dikenal juga sebagai cairan di ruang ketiga atau ”third-spacing fluid”.1

2) Cairan intravaskuler
Cairan Intravaskuler adalah cairan yang bersirkulasi dalam pembuluh darah misalnya
plasma, jumlahnya sekitar 5% dari cairan ekstrasel. Hingga saat ini belum ada alat yang
tepat/pasti untuk mengukur jumlah darah seseorang, tetapi jumlah darah tersebut dapat
diperkirakan sesuai dengan jenis kelamin dan usia, komposisi darah terdiri dari kurang lebih
55%plasma, dan 45% sisanya terdiri dari komponen darah seperti sel darah merah, sel darah
putih dan platelet.1
3) Cairan transselular
Cairan Transselular merupakan cairan yang berada pada ruang dan rongga-rongga
khusus pada tubuh seperti cairan serebrospinalis, perikardium, pleura, cairan sinovia pada
sendi, air mata, liquor intraokular dan sekresi lambung, di mana cairan ini jumlahnya sekitar
1%-3%.1

Didalam cairan ekstrasel terdapat elektrolit kation terbanyak Na+, sedikit K+, Ca2+, Mg2+
serta elektrolit anion terbanyak Cl- , HCO3-, protein pada plasma, sedikit HPO42-SO42-.
Keseimbangan cairan, serta elektrolit yang terkandung di dalamnya, dipertahankan oleh
kemampuan homeostasis tubuh. Secara kuantitatif, intake dan output cairan adalah hal yang
mempengaruhi keseimbangan cairan itu sendiri.3

a. Intake cairan dan output cairan


Keseimbangan cairan terjadi apabila kebutuhan cairan atau pemasukan cairan sama
dengan cairan yang dikeluarkan.
1) Intake cairan
Pada keadaan suhu dan aktivitas yang normal rata-rata pada orang dewasa minum antara
1300-1500 ml perhari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh sekitar 2600ml, sehingga
kekuarangan 1100-1300 ml. kekurangan cairan tersebut diperoleh dari pencernaan
makanan sayur-sayuran mengandung 90% air, buah-buahan 85% dan daging 60% air.
Kekurangan cairan dapt diperoleh dari makanan dan oksidasi selama proses pencernaan
makan.1,2
Intake cairan meliputi:

Minum : 1300 ml
Pencernaan makanan : 1000 ml
Oksidasi metabolik : 300 ml
Jumlah : 2600 ml
Kebutuhan Intake cairan berdasarkan umur dan berat badan:
No Umur BB(KG) Kebutuhan Cairan
1 3 hari 3 250-300
2 1 tahun 9,5 1150-1300
3 2 tahun 11,8 1350-1500
4 6 tahun 20 1800-2000
5 10 tahun 28,7 2000-2500
6 14 tahun 45 2200-2700
7 18 tahun 54 2200-2700

2) Output Cairan
Kehilangan cairan dapat terjadi melalui 4 rute utama yang berbeda, yaitu:
a) Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi setelahnya lewat traktur urinarius
merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal hasil keluaran
produksi urine bisa mencapai sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per
jam pada orang dewasa. Terdapat variasi dari urine output pada orang sehat dalam setiap
harinya, yaitu bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan menurun
sebagai upaya tetap mempertahankankeseimbangan dalam tubuh.2
b) Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas, respon ini berasal dari
anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang
oleh susunan syaraf simpatis pada kulit.besarnya tergantung dari aktivitas, jumlahnya 0-500
ml.2
c) Insensible water loss (IWL)
IWL merupakan pengeluaran cairan yang sulit diukur, pengeluaran ini melalui kulit dan
paru-paru/pernapasan. Jumlahnya sekitar 1000-1300ml. keadaan demam dan aktivitas
meningkatkan metabolisme dan produksi panas, sehingga meningkatkan produksi cairan
pada kulit dan pernapasan.2
d) Feses
Pengeluaran air melalui feces berkisar antara 100-200 mL per hari, yang diatur melalui
mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).2

Pengeluaran cairan meliputi:


Ginjal : 1500 ml
Melalui keringat : 0-500 ml
Insensible water loss (IWL):

 Kulit : 600-900 ml
 Paru-paru : 400 ml

Feses : 100 ml
Jumlah : 2600-2900 ml

b. Pengaturan Keseimbangan Cairan


Untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh, ada beberapa mekanisme tubuh diantaranya:
1) Rasa Haus
Pusat rasa haus berada pada otak di bagian yang dinamakan hipotalamus. Hipotalamus akan
diaktifkan oleh peningkatan osmolaritas cairan ekstarsel. Dapat juga disebabkan karena
hipotensi, poliuri atau penurun volume cairan. Rasa haus merupakan manifestasi klinik dari
ketidakseimbangan cairan, sehingga merangsang individu untuk minum.1
2) Pengaruh Hormonal
Ada 2 jenis hormon yang berperan dalam keseimbangan cairan yaitu Antidiuretik Hormon
(ADH) dan Aldosteron.
a) Hormon ADH
ADH merupakan hormon antidiuretik yang awalnya diproduksi oleh hipotalamus yang
kemudian disimpan pada hipofisis posterior. ADH disekresi ketika terjadi peningkatan serum
protein, peningkatan osmolaritas, menurunnya volume CES, latihan/aktivitas yang lama,
stress emosional, trauma. Peningkatan sekresi ADH akan berpengaruh pada peningkatan
reabsorpsi cairan pada tubulus ginjal. Reaksi mekanisme haus dan hormonal merupakan
reaksi cepat jika terjadi deficit cairan. Faktor yang menghambat produksi ADH adalah
hipoosmolaritas, meningkatnya volume darah, terpapar dingin, inhalasi CO2 dan pemberian
antidiuretik.1,3
b) Hormon aldosteron
Hormon ini dihasilkan oleh korteks adrenal dengan fungsinya meningkatkan reabsorpsi
sodium dan meningkatkan sekresi dari ginjal. Sekresi aldosteron distimulasi yang utama oleh
sistem renin-angotensin I. angiotensin I selanjutnya akan diubah menjadi angiotensin II.
Sekresi aldosteron juga distimulasi oleh peningkatan potasium dan penurunan konsentrasi
sodium dalam cairan interstisial dan adrenocortikotropik hormon (ACTH) yang diproduksi
oleh pituitary anterior. Ketika menjadi hipovolemia, maka terjadi tekanan darah arteri
menurun, tekanan darah arteri pada ginjal juga menurun, keadaan ini menyebabkan tegangan
otot arteri afferent ginjal menurun dan memicu sekresi renin. Renin menstimulasi aldostreon
yang berefek pada retensi sodium, sehingga cairan tidak banyak keluar melaui ginjal.1,3

4) Ginjal
Ginjal mempertahankan volume dan konsentrasi cairan dengan filtrasi CES di glomerulus,
sedangkan sekresi dan reabsorpsi cairan terjadi di tubulus ginjal. Secara lebih lengkap akan
dibahas di bagian fisiologi ginjal.1

5) Persarafan
Mekanisme persarafan juga berperan dalam proses menjaga keseimbangan cairan dan
sodium. Ketika terjadi peningkatan volume cairan CES, mekanoreseptor pada dinding atrium
kiri akan berespon dengan meningkatkan stroke volume dan memicu respons simpatetik pada
ginjal untuk pelepasan aldosteron oleh korteks adrenal.1

Gangguan atau Masalah dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan

a. Hipovolume atau dehidrasi


Kekurangan cairan, baik cairan ekstrasel atau yang pada akhirnya juga akan mengganggu
cairan intrasel, dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran
cairan. Tubuh akan merespons kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan
vaskular. Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan mengalirkan
cairan keluar sel. Ada tiga macam kekurangan volume cairan eksternal atau dehidrasi,
yaitu:2,3
1) Dehidrasi isotonik, terjadi jika kehilangan sejumlah cairan dan elektrolitnya yang
seimbang.1
2) Dehidrasi hipertonik, terjadi jika kehilangan sejumlah air yang lebih banyak daripada
elektrolitnya.1
3) Dehidrasi hipotonik, terjadi jika tubuh lebih banyak kehilangan elektrolitnya daripada air.
Kehilangan cairan ekstrasel yang berlebihan akan menyebabkan volume ekstrasel berkurang
(hipovolume). Pada keadaan ini, tidak terjadi perpindahan cairan daerah entrasel ke
permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan ekstrasel dalam waktu
yang lama, maka kadar urea, nitrogen, serta kreatinin akan meningkat dan menyebabkan
terjadinya perpindahan cairan intrasel ke pembuluh darah. Macam dehidrasi (kurang volume
cairan) berdasarkan derajatnya:1
Dehidrasi berat
a. Pengeluaran/kehilangan cairan 4-6 L
b. Serum natrium 159-166 mEq/Lt
c. Hipotensi
d. Turgor kulit buruk
e. Oliguria
f. Nadi dan pernapasan meningkat
g. Kehilangan cairan mencapai > 10%BB
Dehidrasi sedang
a Kehilangan cairan 2-4 L atau antara 5-10%BB
b Serum natrium 152-158mEq/Lt
c Mata cekung
Dehidrasi ringan
a. Kehilangan cairan mencapai 5%BB
b. Pengeluaran cairan tersebut sekitar 1,5-2 L

b. Hipervolume atau overhidrasi


Terdapat dua temuan klinis utama yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu
hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstisial).
Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air, tetapi elastis dan hanya terdapat di
antar jaringan. Keadaan hiperolume dapat menyebabkan pitting edema, merupakan edema
yang berada di daerah perifer atau akan mencekung setelah ditekan pada daerah yang
bengkak. Hal ini disebabkan karena perpindahan cairan ke jaringan melalui titik-titik tekanan
(pressure points) yang tersebar. Cairan dalam jaringan yang edema tidak digerakkan ke
permukaan lain dengan penekanan jari. Kelebihan cairan vaskular juga dapat menyebabkan
peningkatan tekanan hidrostatik yang pada akhirnya akan menekan cairan kepermukaan
interstisial, sehingga menyebabkan edema anasarka (edema yang terdapat di seluruh
tubuh).1,3
Setelah kita mempelajari mengenai cairan secara umum, satu hal yang tidak dapat
dilepaskan dari cairan adalah komposisi zat yang terkandung di dalamnya. Zat esensial yang
terkandung dalam cairan, baik intra ataupun ekstra selular, salah satunya adalah elektrolit.
Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang
disebut ion jika berada dalam larutan. Jika muatan listriknya dominan positif maka disebut
sebagai kation, dan jika muatannya negatif maka akan disebut anion. Elektrolit terdapat pada
seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme
(seperti karbondioksida), yang semuanya disebut ion. Beberpa jenis garam akan dipecah
menjadi elektrolit. Contohnya NaCl akan dipecah menjadi Na+ dan Cl-. Pecahan elektrolit
tersebut merupakan ion yang dapat mengahantarkan arus litrik. Elektrolit adalah substansi
ion-ion yang bermuatan listrik yang terdapat pada cairan. Satuan pengukuran elektrolit
menggunakan istilah milliequivalent (mEq).1,3
Keseimbangan elektrolit sangat penting, karena total konsentrasi elektrolit akan
mempengaruhi keseimbangan cairan dan konsentrasi elektrolit berpengaruh pada fungsi sel.
Elektrolit berperan dalam mempertahankan keseimbangan cairan, regulasi asam basa,
memfasilitasi reaksi enzim dan transmisi reaksi neuromuscular. Ada 2 elektrolit yang sangat
berpengaruh terhadap konsentrasi cairan intasel dan ekstrasel yaitu natrium dan kalium.1
1) Keseimbangan Natrium/sodium (Na+)
Natrium merupakan kation paling utama dan jumlahnya paling banyak pada cairan ekstrasel
serta sangat berperan dalam keseimbangan air, hantaran impuls saraf dan kontraksi otot. Ion
natrium didapat dari saluran pencernaan, makanan atau minuman kemudian masuk ke dalam
cairan ekstrasel melalui proses difusi. Pengeluaran ion natrium melalui ginjal, pernapasan,
saluran pencernaan dan kulit. Pengaturan konsentrasi ion natrium secara utama dilakukan
oleh ginjal. Yang terjadi jika konsentrasi natrium serum menurun adalah ginjal akan
mengeluarkan cairan sehingga konsentrasi natrium secara proporsional akan meningkat.
Sebaliknya jika terjadi peningkatan konsentrasi natrium serum maka akan merangsang
pelepasan ADH sehingga ginjal akan menahan air. Jumlah normal 135-145 mEq/L. Kondisi
di bawah ambang batas nilai normal dikenal sebagai hiponatremia, dan di atas ambang batas
dikenal sebagai hipernatremia.1,2
2) Keseimbangan kalium/potassium (K+)
Kalium adalah kation yang paling banyak pada intraseluler. Ion kalium 98% berada pada
cairan intasel, hanya 2% berada pada cairan ekstrasel. Asupan kalium dapat diperoleh melalui
makanan seperti daging, buah-buahan dan sayuran. Jumlah normal 3,5-5,5 mEq/L. Fungsi ion
kalium secara keseluruhan hampir sama dengan ion natrium. Kondisi kekurangan kalium
disebut hipokalemia dan kondisi kelebihan kalium disebut hiperkalemia.1
3) Keseimbangan Kalsium (Ca2+)
Kalsium merupakan ion yang paling banyak dalam tubuh, terutama berikatan dengan fosfor
membentuk mineral untuk pembentukan tulang dan gigi. Diperoleh dari reabsorpsi usus dan
reabsorpsi tulang. Dikeluarkan melalui ginjal, sedikit melalui keringat dan disimpan dalam
tulang. Pengaturan konsentrasi kalsium dilakukan hormon kalsitonin yang dihasilkan oleh
kelnjar tiroid dan hormon paratiroid. Jika kadar kalsium rendah maka hormon paratiroid
dilepaskan sehingga terjadi peningkatan reabsorpsi kalsium pada tulang dan jika terjadi
peningkatan kadar kalsium maka hormon kalsitonin dilepaskan untuk menghambat reabsorpsi
tulang. Jumlah normal 4-5mEq/L.1
4) Keseimbangan Magnesium (Mg2+)
Magnesium paling banyak ditemukan dalam tubuh pada cairan intrasel dan tulang, berperan
dalam metabolisme sel, sintesis DNA, regulasi sistem neuromuskular serta pengaturan fungsi
jantung. Sumber magnesium didapatkan dari asupan makanan seperti sayuran hijau, daging
dan ikan. Magnesium pada sistem pencernaan diserap di usus halus, dan peningkatan
absorpsinya dipengaruhi oleh vitamin D dan hormon paratiroid.1
5) Keseimbangan Fosfor (PO4-)
Fosfor merupakan anion utama dan yang terbanyak yang ditemukan di cairan intraselular,
selain itu fosfor ditemukan juga di cairan ekstrasel, tulang, otot rangka dan jaringan saraf.
Fosfor memainkan peran penting dalam berbagai fungsi kimia, terutama fungsi otot, sel darah
merah, metabolisme protein, lemak dan karbohidrat, pembentukan tulang dan gigi, regulasi
asam basa, serta pengaturan kadar kalsium. Anion ini diserap secara maksimum dari usus
halus dan banyak ditemukan dari makanan daging, ikan dan susu. Fosfat disekresi dan
reabsorpsi melalui ginjal. Pengaturan konsentrasi fosfor oleh hormon paratiroid dan
berhubungan dengan kadar kalsium. Jika kadar kalsium meningkat akan menurunkan kadar
fosfat demikian sebaliknya. Jumlah normal sekitar 2,5-4,5 mEq/L.1
6) Keseimbangan Klorida (Cl-)
Berbeda dengan fosfat yang paling banyak merupakan anion intraselular, klorida merupakan
anion utama pada cairan ekstrasel. Klorida berperan dalam pengaturan osmolaritas serum dan
volume darah bersama natrium, regulasi asam basa, berperan sebagai buffer pada proses
pertukaran O2 dan CO2 yang terjadi di dalam sel darah merah. Ion klorida disekresi dan
direabsorpsi bersama natrium melalui suatu kotransporter di ginjal. Pengaturan klorida secara
hormonal diperankan oleh regulasi hormon aldosteron. Kadar klorida yang normal dalam
darah orang dewasa adalah 95-108mEq/L.1
7) Keseimbangan Bikarbonat
Bikarbonat berada di dalam cairan intrasel maupun di dalam ekstrasel dengan fungsi utama
yaitu regulasi keseimbangan asam basa. Bikarbonat diatur ketat dan proses sekresi dan
absorpsinya oleh ginjal. Memiliki kemampuan untuk bereaksi dengan asam kuat untuk
membentuk asam karbonat dan menghasilkan suasana garam untuk menurunkan PH. Nilai
normal sekitar 25-29mEq/L.1

2.2 Anatomi dan Histologi Ginjal

2.2.1 Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk kacang yang terletak retroperitoneal, di


belakang kavum abdomen. Masing – masing ginjal mempunyai panjang ± 10 -12 cm
(terbentang antara vertebra TH 12 – L3), penampang 5 – 6 cm, berat ± 150 gram. Ginjal
kanan 1 – 2 cm lebih rendah daripada ginjal kiri oleh karena adanya desakan dari organ
abdomen di atasnya, yaitu hati. Diafragma ada di sebelah atas-belakang ujung atas ginjal
(upper pole) sehingga pada saat menarik nafas, posisi ginjal akan terdorong kebawah.4

Gambar 1. Anatomi Makro Ginjal


Secara umum ukuran ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada laki-laki
ukuran ginjal lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal dipertahankan dalam posisi yang
sama oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak
perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan dari luar.4

Gambar 2. Anatomi makro ginjal (Tampak belakang dan sayatan melintang)

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat
korteks renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna lebih terang dibandingkan korteks. Bagian medulla berbentuk kerucut
yang disebut piramid renalis, dengan puncak kerucut piramid menghadap ke kaliks yang
terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah tepi medial ginjal yang
berbentuk konkaf sebagai tempat masuknya sistem pembuluh darah, pembuluh limfatik,
ureter dan pleksus saraf yang menginervasi ginjal. Pelvis renalis merupakan sebuah struktur
berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Pelvis renalis sendiri terbagi
menjadi dua atau tiga kaliks mayor yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau
tiga kaliks minor yang lebih kecil. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut
piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh infiltrasi bagian korteks dan tersusun dari
segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak
duktus pengumpul.4

Gambar 3. Potongan melintang ginjal


2.1.2 Histologi Ginjal
Ginjal terbentuk oleh unit struktural dan fungsional terkecil yang disebut nefron.
Nefron ginjal sendiri berjumlah kurang lebih 1-1,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah
unit fungsional ginjal. Pada manusia, pembentukan nefron selesai pada usia kehamilan 35
minggu, pada trimester ketiga. Pembentukan nefron-nefron baru tidak terjadi lagi setelah
lahir. Perkembangan selanjutnya adalah hipertrofi dan hiperplasia struktur yang sudah ada
disertai maturasi fungsional. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula bowman,
tubulus. Tubulus terdiri atas tiga bagian utama yaitu Tubulus Proksimalis, Loop of Henle
(lengkungan Henle) dan Tubulus Distalis. Beberapa tubulus distalis akan bergabung
membentuk tubulus kolektivus. Nefron dibedakan atas 2 jenis yaitu : Nefron Kortikalis yaitu
nefron yang posisi glomerulusnya terletak pada bagian luar dari korteks dengan lengkungan
henle yang pendek tetapi tetap berada pada korteks atau mengadakan penetrasi hanya sampai
pada zona luar medulla. Jenis kedua adalah Nefron Juxta medullaris yaitu nefron yang
glomerulinya terletak pada bagian dalam dari korteks dekat perbatasan hubungan korteks-
medulla dengan lengkungan henle yang panjang dan turun jauh kedalam sampai zona yang
cukup dalam pada medulla sebelum kembali berputar berbalik dan kembali ke korteks. Pada
manusia rasio jumlahnya kira-kira 85 % untuk nefron kortikalis dan 15 % untuk nefron Juxta
medullaris. Glomerulus bersama dengan kapsula bowman pembungkusnya dikenal juga
sebagai badan maplphigi. Meskipun ultrafiltrasi plasma terjadi di glomerulus tetapi peranan
tubulus dalam proses terbentuknya urin tidak dapat dikesampingkan.5

Gambar 4. Unit Nephron

Glomerulus merupakan suatu kumpulan untai kapiler yang saling beranastomosis


yang berasal dari arteriol aferen dan bersatu membentuk arteriol eferen pada jalan keluarnya.
Arteriol eferen kemudian memecah diri menjadi beberapa kapiler peritubular yang
mengelilingi tubulus. Berdasarkan ultra struktur dari endotel, dapat dibedakan 3 jenis kapiler
: kontinu, fenestrata, diskontinu. Cairan yang difiltrasi melalui glomerulus akan membentuk
suatu substrat yang dinamakan filtrat glomeruli. Membrana yang dilalui cairan pada proses
filtrasinya adalah membrana glomerularis. Tubulus Proximalis, yang merupakan struktur
kelanjutan dari glomerulus, terdiri atas Pars konvulata (pada korteks dekat glomerulus) dan
Pars Recta ( bagian yang lurus melalui korteks menuju medulla). Tubulus kontortus
proksimal berfungsi mengadakan reabsorpsi bahan-bahan dari cairan tubuli dan mensekresi
bahan-bahan ke dalam tubuli.5
Gambar 5. Tubulus Renalis

Lengkungan Henle (Loop of Henle) secara spesifik terbagi atas pars desendens
(bagian yang menurun menuju medulla) dan pars asendens (Bagian yang naik kembali
menuju korteks). Pars asendens atau bagian lengkung henle yang menukik naik berkontak
erat dengan glomerulus pada kutub vaskuler. Pada tempat kontak tersebut terdapat aparatus
juksta glomerular, yang saat terstimulasi akan menyebabkan reabsorpsi bahan-bahan dari
cairan tubuli dan mensekresi bahan-bahan ke dalam tubuli. Aparatus juksta glomerular
sendiri terangsang oleh kiriman ion natrium yang dideteksi oleh makula densa, dan respons
akhirnya adalah pelepasan renin yang akan mempengaruhi status hemodinamik seseorang.
Bagian terakhir adalah tubulus distalis yang terdiri atas tubulus distalis, tubulus konektivus,
dan tubulus kolektivus.5
Gambar 6. Glomerulus

Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan
disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan dilakukan proses
penyaringan sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170
liter per hari. Ultrafiltrat ini kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut tubulus.
Urin ini dialirkan keluar ke saluran ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui
Uretra. 5
Nefron dengan segala komponennya berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut
(terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi
cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan yang sudah tidak
dibutuhkan lagi akan melalui proses pembuangan. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan
menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian
diekskresikan disebut urin.5

2.1.3 Vaskularisasi pada Ginjal


Arteri renalis dipercabangkan dari aorta abdominalis pada level kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis akan menyalurkan darah ke dalam vena kava inferior yang
terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut
bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk
arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus.4
Gambar 7 Vaskularisasi ginjal.
2.1.4 Persarafan pada Ginjal
Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk
mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan
pembuluh darah yang masuk ke ginjal.4

2.3 Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ sangat kaya akan pembuluh darah alias tervaskularisasi dengan
sangat baik. Hal ini berhubungan dengan tugasnya yang memang pada dasarnya adalah
“menyaring/ membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal rata-rata mencapai 1,2 liter/menit
atau 1.700 liter/hari, dan darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat dengan kecepatan
saring 120 ml/menit (170 liter/hari) ke dalam tubulus-tubulus. Cairan filtrat ini diproses
dalam tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari.
Selain itu, fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan
ekstrasel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.1,3

2.3.1 Fungsi Ginjal


Fungsi ginjal adalah
1. Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi
air dan solutnya.
 Mempertahankan pH plasma di level 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan ion H+ dan
membentuk kembali ion HCO3ˉ.
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam
urat dan kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah dan status
hemodinamik.
 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel
darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Perombakan dan degradasi insulin
 Menghasilkan prostaglandin.

2.3.2 Fungsi Nefron


Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan zat-
zat yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling penting
untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat dan lain-
lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang cenderung untuk
berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan Mekanisme kerja utama nefron dalam
membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh adalah1 :
1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.1
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan tidak
akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi kembali ke dalam
plasma dan kapiler peritubulus.1
Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan disekresi dan plasma langsung
melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke dalam cairan tubulus. Jadi urine yang
akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi di
glomerulus dan juga sebagian laginya merupakan hasil substansi-substansi yang disekresi.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh
dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih
diperlukan tubuh, molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan
dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor, hasil akhir yang
kemudian diekskresikan disebut urin.1,2
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula
(badan malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula
mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula
bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri afferent. Dinding kapiler dari
glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring melalui
dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula bowman karena adanya
tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke
dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri
efferent.1,3
Dengan bantuan tekanan, terutama tekanan hidrostatik yang secara intrinsik berada
pada air itu sendiri, cairan dalam darah didorong keluar dari glomerulus, melewati ketiga
lapisan glomerulus dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman dalam bentuk filtrat
glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang
besar. Protein yang memiliki ukuran molekul kecil masih dapat ditemukan dalam filtrat hasil
penyaringan pertama ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari
dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju
penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal. Fungsi ginjal sebagai
pembentukan urine dapat dijelaskan sebagai tahap-tahapan rinci berikut1:

1. Filtrasi Glomerular
Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus. Seperti layaknya
kapiler di bagian tubuh lainnya, kapiler pada glomerulus secara relatif bersifat impermeable
terhadap protein plasma memiliki ukuran molekul besar dan bersifat cukup permeabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa
nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) mencakup sekitar 25% dari curah
jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit
dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus
(GFR = Glomerular Filtration Rate).1,3
Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler
glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula
bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi
oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.

Gambar 8. Tekanan Filtrasi pada Glemrulus

Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melewati


celah-celah dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum, kreatinin,
peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein yang berat molekulnya
lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat dukumpulkan dalam ruang bowman
dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan ginjal berupa urin. Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) atau Glomerular Filtration Rate (GFR) merupakan sumasi dari semua laju
filtrasi nefron yang masih berfungsi yang juga disebut Single-Nefron Glomerular Filtration
Rate (SN-GFR), dengan besarnya SN-GFR ditentukan oleh faktor dinding kapiler glomerulus
dan gaya dorong starling dalam kapiler yang terkait.1
Darah yang mengalir masuk ke dalam nefron melalui arteriol aferen dan selanjutnya
menuju glomerulus akan mengalami filtrasi. Filtrasi mampu terjadi karena tekanan darah
pada arteriol aferen relatif cukup tinggi sedangkan pada arteriol eferen relatif lebih rendah,
sehingga keadaan ini menimbulkan pergerakan cairan melalui proses penyaringan. Cairan
filtrasi dari glomerulus akan masuk menuju tubulus, dari tubulus masuk kedalam ansa henle,
tubulus distal, duktus koligentes, pelvis ginjal, ureter, vesica urinaria, dan akhirnya keluar
berupa urine.
Membran glomerulus mempunyai ciri khusus yang membedakannya dengan lapisan
dinding pembuluh darah lain, yaitu terdiri dari: lapisan endotel kapiler, membran basalis,
lapisan epitel yang melapisi permukaan capsula bowman. Tingkat permeabilitas membarana
glomerulus 100-1000 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan permeabilitas kapiler pada
jaringan lain. Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur
dengan menggunakan acuan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, namun zat tersebut
harus tidak mampu disekresi ataupun direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang
terdapat dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang
terdapat dalam cairan plasma.1
Laju filtrasi glomerulus merupakan suatu proses fisiologis yang keberlangsungannya
diatur dan tergantung pada variabel-variabel yang telah ditentukan. Rata-rata GFR normal
pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wanita lebih rendah dibandingkan pada pria.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran anyaman kapiler,
permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang terdapat di dalam atau
diluar lumen kapiler. Dari kalimat di atas kita melihat pentingnya gradien tekanan untuk
menentukan proses filtrasi. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi oleh adanya
berbagai tekanan yaitu tekanan kapiler pada glomerulus sebesar 50 mmHg, tekanan pada
capsula bowman 10 mmHg, dan tekanan osmotik koloid plasma 25 mmHG. Ketiga faktor
tekanan tersebut berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi tekanan
kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan
pada capsula bowman, serta tekanan osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin
rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus.1,2
Filtrat glomerulus yang dihasilkan memiliki komposisi solut yang telah berbeda
dengan plasma. Dalam cairan filtrat tidak ditemukan eritrosit, sedikit mengandung protein
(1/200 protein plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang
terdapat dalam cairan interstisial pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrat
glomerulus hampir sama dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99%
cairan filtrat tersebut direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.2
2. Reabsorpsi
Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit
dan air. Setelah filtrasi, langkah kedua yang terjadi adalah reabsorpsi selektif zat-zat hasil
filtrasi tersebut kembali. Faktanya, volume akhir urine hanyalah sekitar 1% dari keseluruhan
volume filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara
aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada
tubulus kontortus distal. Zat-zat yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino diserap
kembali ke dalam darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrat
dikeluarkan dalam urin.1
Setiap harinya tubulus ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 gr garam, dan
150 gr glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali. Setelah terjadi
reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda
dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan dan masih dapat
dipakai oleh tubuh tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa
metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03%, dalam urin primer
dapat mencapai 2% dalam urin sekunder.1

Gambar 9. Proses Pembentukan Urin


Hampir 99% dari cairan filtrat direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut
didalam cairan filtrat tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat
direabsorpsi dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya
reabsorpsi pada tubulus melalui dua cara yaitu transpor aktif dan transpor pasif. Zat-zat yang
mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4ˉ,NO3ˉ, glukosa dan
asam amino. Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada
lumen tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan
filtrate dan perbedaan muatan listrik pada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transpor
pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulus melalui proses osmosis.1,3

Gambar 10. Proses Transport Aktif

Gambar 11. Proses Transport Pasif


c. Sekresi
Sekresi tubulus melalui proses sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif merupakan
kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler peritubuler ke
dalam tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3- yang disintesa
dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui proses difusi. Dengan
masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu mengatur tingkat keasaman
cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat dalam berbagai segmen tubulus
berbeda-beda. Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah
melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak zat-zat yang disekresi tidak terjadi secara alamiah
dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terbentuk di dalam tubuh
adalah asam urat dan kalium serta ion-ion H+1
Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam
sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa
natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan
tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau
kalium harus disekresi dan sebaliknya.
Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES)
dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus
distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan
lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan
hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika
asidosis berat dikoreksi secara teurapeutik.2,3

2.3.3 Fungsi Homeostasis Ginjal


Ginjal adalah organ yang memiliki kemampuan yang luar biasa, diantaranya sebagai
penyaring zat-zat yang telah tidak terpakai (zat buangan atau sampah) yang merupakan sisa
metabolisme tubuh. Setiap harinya ginjal akan memproses sekitar 200 liter darah untuk
menyaring atau menghasilkan sekitar 2 liter ‘sampah’ dan ekstra (kelebihan) air. Sampah dan
esktra air ini akan menjadi urin, yang mengalir ke kandung kemih melalui saluran yang
dikenal sebagai ureter. Urin akan disimpan di dalam kandung kemih ini sebelum dikeluarkan
pada saat berkemih.1,2
Zat-zat yang sudah tidak terpakai lagi atau sampah tersebut diperoleh dari proses
normal pemecahan otot dan dari makanan yang dikonsumsi. Tubuh akan memakai makanan
tersebut sebagai energi dan untuk perbaikan jaringan. Setelah tubuh mengambil secukupnya
dari makanan, sisanya akan dikirim ke dalam darah untuk kemudian disaring di ginjal. Jika
fungsi ginjal terganggu maka kemampuan menyaring zat sisa ini dapat terganggu pula dan
terjadi penumpukan dalam darah sehingga dapat menimbulkan berbagai manifestasi
gangguan terhadap tubuh.2
Protein sangat dibutuhkan untuk membangun semua bagian tubuh, seperti otot,
tulang, rambut dan kuku. Protein-protein yang ada dalam darah dapat keluar ke urin (bocor)
bila unit penyaring ginjal – glomerulus – sudah mengalami kerusakan. Protein yang
terkandung di dalam urin, disebut dengan albumin. Ginjal memiliki struktur yang cukup unik,
yaitu pembuluh darah dan unit penyaring.1
Proses penyaringan terjadi pada bagian kecil dalam ginjal, yang disebut dengan
nefron. Setiap ginjal memiliki sekitar satu miliar nefron. Pada nefron ini terdapat pembuluh
darah kecil-kecil – kapiler – yang saling jalin menjalin dengan saluran-saluran yang kecil,
yaitu tubulus.1
Tubulus-tubulus ini pertama kali menerima gabungan antara zat-zat buangan dan
berbagai kimia hasil metabolisme yang masih bisa digunakan tubuh. Ginjal akan ‘memilih’
zat-zat kimia yang masih berguna bagi tubuh (natrium, fosfor, dan kalium) dan
mengembalikannya ke peredaran darah dan mengeluarkan lagi kembali ke dalam tubuh.
Dengan cara demikian, ginjal turut mengatur kadar zat-zat kimia tersebut dalam tubuh.1
Selain membuang sampah-sampah yang sudah tidak terpakai lagi, ginjal juga
berfungsi menjadi ‘pabrik’ penghasil tiga hormon penting, yaitu:
 Eritropoietin (EPO), yang merangsang sumsum tulang membuat sel-sel darah merah
(eritrosit)
 Renin, membantu mengatur tekanan darah
 Bentuk aktif vitamin D (kalsitriol), yang membantu penyerapan kalsium dan menjaga
keseimbangan kimia dalam tubuh
 Ginjal mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah.
 Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion
hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat asam pada
pH 5 atau alkalis pada pH 8.
 Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan
aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi.
Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan
air akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal pada kelenjar pituitari
dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi hormon antidiuretik (vasopresin,
untuk menekan sekresi air) sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus
ginjal. Akibatnya konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi 98%.2

2.2.4 Pengaturan Natrium oleh Ginjal


Natrium adalah kation ekstraselular utama dan kadarnya dalam darah dikontrol secara
ketat. Ion natrium dan klorida difiltrasi secara bebas di glomerulus, sehingga konsentrasi ion-
ion ini dalam filtrat sama dengan kadarnya di dalam darah (135-145mmol/L untuk natrium).
Asupan diet harian natrium klorida biasanya 2-10g, namun volume filtrat harian sekitar 200 L
mengandung sekitar 2g natrium klorida. Ginjal kemudian mereabsorbsi sejumlah besar garam
yang masuk ke tubulus proksimal dan ansa henle. Sebagian kecil yang tersisa direabsorbsi
dengan pengaturan yang ketat di tubulus distal dan duktus kolektivus untuk mempertahankan
keseimbangan garam. Sekitar 5% asupan garam juga akan hilang melalui keringat dan
feses.1,2
Membran basolateral sel tubulus mengandung transporter Na+/K+ peritubulus. Dari
sini, ion Natrium masuk kedalam darah dengan bebas untuk melengkapi proses reabsorbsi.
Pemompaan natrium keluar sel yang berlamgsung terus menerus dan pengeluarannya dari
darah membentuk suatu gradien Na+ antara filtrat tubulus dan sitoplasma sel. Gradien ini
memungkinkan Na+ dari filtrat memasuki sel secara pasif dari membran apikal, dengan syarat
terdapat kanal atau transporter yang sesuai.1
Sebanyak 65% dari natrium yang difiltrasi akan direabsorbsi, namun pada tautan sel
(Cell junction) terdapat sedikit kebocoran sehingga membatasi gradien konsentrasi yang
dicapai antara filtrat dan plasma peritubulus. Di akhir tubulus proksimal, kecepatan laju
transport akan lebih lambat, namun taut erat(Tight junction) memungkinkan terbentuknya
gradien yang lebih besar.1
Pada awal tubulus, perbedaan gradien natrium menyebabkan terjadinya kontraspor
natrium dengan bikarbonat ,asam amino, glukosa dan molekul organik lainnya. Penukar
Na+/H+ (NHE3ˉ) menggunakan gradien natrium untuk mendorong reabsorpsi natrium dari
filtrat dan sekresi H+ ke dalam filtrat. Karena terdapatnya enzim karbonat anhidrase pada
sitoplasma sel dan lumen tubulus maka sekresi H+ akan ekuivalen dengan reabsorpsi
bikarbonat (HCO3ˉ). Sekresi H+ apikal diimbangi dengan pengeluaraan bikarbonat dengan
natrium dari basolateral. Ketika ion natrium yang bermuatan positif meninggalkan lumen
dengan molekul organik yang netral, lumen menjadi bermuatan negatif. Keadaan ini
mendorong ion klorida yang bermuatan negatif meninggalkan lumen melalui rute paraselular
di antara sel-sel.1,2
Saat filtrat mencapai tubulus proksimal, sebagian besar molekul organik dan
bikarbonat telah dikeluarkan dan ion natrium direabsorpsi terutama bersama ion klorida.
Penukar Na+ / H+ bekerja paralel dengan penukar anion (AE1) klorida/basa dan karena basa
n- terutama bikarbonat, format, atau oksalat didaur ulang di membran apikal maka efek
keseluruhanya adalah reabsorpsi natrium klorida. Ion klorida meninggalkan sel secara sendiri
atau ditukar ion lain yang bermuatan negatif atau secara kontranspor dengan kalium.2
Ansa henle segmen asendens tipis dan tebal bersama-sama mereabsorpsi 25% natrium
yang difiltrasi.Tubulus distal bertugas untuk mereabsorpsi 5% yang lain dari natrium yang
difiltrasi. Transpor ini berlangsung melalui NCC, suatu protein kontranspor natrium klorida
yang diinhibisi oleh diuretik tiazid. Karena cairan di dalam lumen pada bagian nefron ini
bermuatan negatif maka akan terdapat jugapergerakan paraselular ion klorida yang bermuatan
negatif. 2
Sekitar 2-5% natrium yang difiltrasi akan direabsorpsi di duktus kolektivus yang
terdiri dari dua jenis sel yang khas. Sel yang pertama adalah sel prinsipal, di mana natrium
akan memasuki sel ini melalui kanal natrium epitel (ENAC) meninggalkan lumen yang
menjadi bermuatan negatif. Sel yang kedua adalah intercalated cell. Sel jenis ini tidak
memiliki pompa Na+/K+ ATPase tetapi memiliki kanal H+ ATPase yang membentuk
gradien ion hidrogen. Energi yang dibutuhkan untuk fungsi transpor pada sel ini didapat dari
gradien H+ bukan dari gradien Na+ seperti biasanya. Karena ion H+ dipindahkan dari sel ,
hasil akhirnya adalah sekresi bikarbonat yang dibarengi dengan reabsorpsi klorida
(mengingat regulasi ion karbonat dan hidrogen yang terjadi secara berpasangan). Reabsorpsi
natrium oleh sel prinsipal dan reabsorpsi klorida oleh intercalated cell adalah stadium akhir
reabsorpsi natrium klorida sebelum urin keluar dari ginjal.1,3

2.2.5 Pengaturan Kalium oleh Ginjal


Kalium adalah kation intraselular utama. Konsentrasi kalium di dalam sel adalah
sekitar 150 mmol/L dibandingkan dengan 4 mmol/L di cairan ekstraselular. Gradien K+ di
kedua sisi membran sel sangat menentukan potensial listrik membran tersebut. Karena
potensial listrik ini mempengaruhi eksitabilitas listrik pada jaringan seperti saraf dan otot
ternmasuk otot jantung maka kadar kalium harus dikontrol ketat dalam batas yang aman.1,2
Asupan harian kalium dalam diet adalah sekitar 40-120 mmol namun ginjal
memfiltrasi sekitar 800 mmol setiap hari. Untuk mempertahankan keseimbangan kalium ,
ginjal hanya akan mengekskresi 5-15% dari semua kalium yang difiltrasi. Kalium sama
seperti halnya natrium difiltrasi secara bebas di glomerulus, namun, akan mengalami proses
yang sangat berbeda di tubulus. Ion natrium direabsorpsi di sepanjang nefron dan setiap
natrium yang diekskresi adalah yang tidak direabsorpsi. Sebaliknya hampir semua kalium
yang difiltrasi mengalami reabsorpsi. Sebelum filtrat sampai di tubulus kolektivus, kalium
yang akan diekskresi kemudian di sekresi ke duktus kolektivus.1
Hanya 2% dari total kalium tubuh terdapat di luar sel tepatnya di cairan ekstraselular
dan untuk mempertahankan konsentrasi kalium intraselular yang tepat, semua sel
menggunakan mekanisme pump-leak (suatu mekanisme pompa). Mekanisme ini meliputi
pompa Na+/K+ ATPase yang melakukan transpor aktif kalium kedalam sel, diimbangi oleh
berbagai kanal lain, yang memungkinkan kalium bocor keluar sel. Kalium intraselular dapat
dikontrol dengan mengubah aktivitas pompa atau mengubah jumlah atau permeabilitas kanal
kalium. Pada sel tubulus, membran sel dibagi menjadi bagian apikal dan basolateral
(berdasarkan posisinya terhadap peredarah darah atau lumen tubulus), dan masing-masing
memiliki populasi pompa dan kanal yang berbeda. Hal ini memungkinkan system pump-leak
untuk transport kalium disepanjang epitel di tubulus. Seperti halnya pengaturan natrium, gaya
penggerak utama pada perpindahan kalium adalah Na+/K+ ATPase.1
Dari ion kalium yang difiltrasi, 65% direabsorpsi di tubulus proksimal. Tidak ada
kanal kalium yang spesifik untuk tugas reabsorpsi ini. Reabsorpsi kalium berhubungan erat
dengan reabsorpsi natrium dan air, dengan proporsi yang serupa dengan natrium dan air.
Reabsorpsi natrium mendorong reabsorpsi air, yang dapat membawa serta kalium. Gradien
kalium yang dihasilkan oleh reabsorpsi air dari lumen tubulus akan mendorong reabsorpsi
pada selular kalium dan dapat ditingkatkan dengan pemindahan kalium dari ruang paraselular
melalui Na+/K+ ATPase. Ditubulus proksimal segmen selanjutnya, kotensial lumen yang
positif juga mendorong reabsorpsi kalium melalui rute paraselular.2
Pada segmen tipis ansa henle, sebagian kalium bergerak ke dalam filtrate di ansa,
namun hal ini diimbangi dengan pergerakan kalium keluar ansa dan masuk kedalam duktus
kolektivus medular. Hasil keseluruhannya adalah daur ulang kalium ini menlintasi intersitium
medulla. Sekitar 30% kalium yang difiltrasi akan reabsorpsi di ansa Henle segmen asendens
tebal seperti ditubulus proksimal, dan proses reabsorpsi kalium disini terkait dengan
reabsorpsi natrium. Proses ini dimediasi oleh transporter NKCC2, namun juga terdapat
reabsorpsi paraselular yang signifikan, dan dibantu oleh potensial positif dalam lumen
tubulus.2
Tubulus distal dapat mereabsorpsi kalium lebih banyak dan 95% kalium yang
difiltrasi akan direapsorpsi dalam mekanisme yang bergantung natrium sebelum filtrate
mencapai duktus kolektivus.Sel prinsipal menyekresi kalium sementara sel interkalasi
mereabsorpsi kalium. Secara umum, sekresi kalium berlangsung lebih banyak dari pada
reabsorpsinya di bagian ini. Pengaturan ekskresi kalium terjadi disini dan terutama
dipengaruhi oleh perubahan sekresi kalium oleh sel principal dibandingkan oleh reabsorpsi
kalium oleh sel interkalasi.1,2
Pada tubulus kolektivus, kedua sel prinsipal dan interkalasi memainkan peran penting
pada regulasi ion kalium. Pompa Na+/K+ ATPase akan mendorong sekresi kalium di sel
principal dengan memompa kalium kedalam sel permukaan basolateral. Permukaan
basolateral tidak terlalu permeable terhadap kalium. Terdapat kalium, namun pada
permukaan apikal ion kalium dapat meninggalkan sel melalui kanal kalium atau dengan
kontraspor bersama klorida melalui kanal KCC. Potensial negatif dalam lumen tubulus akibat
reabsorpsi natrium juga meningkatkan sekresi kalium. Karena sekresi kalium terjadi
menuruni gradient konsentrasi, maka proses ini dapat berlanjut hanya jika konsentrasi kalium
dalam filtrate dipertahankan rendah. Laju aliran tinggi membawa serta kalium yang disekresi
dan semakin tinggi lajur aliran, semakin besar jumlah kalium yang dapat disekresi dan
diekskresi. Berbeda dengan sel prinsipal, reabsorpsi kalium oleh sel interkalasi didorong oleh
pompaNa+/K+ ATPase apikal yang secara aktif memompa kalium kedalam sel. Ion kalium
meninggalkan sel melalui kanal kalium basolateral.1

2.2.6 Pengaturan Keseimbangan Asam Basa oleh Ginjal


Ginjal mengatur keseimbangan asam basa dengan mengekskresikan urin yang bersifat
lebih asam atau lebih basa dari biasanya. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah
asam dalam cairan ekstraselular, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan
basa dari cairan ekstrasel. Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal
diberlangsungkan melalui proses berikut. Sejumlah besar HCO₃ˉ difiltrasi secara terus
menerus ke dalam tubulus, dan bila ion HCO₃ˉ ini diekskresikan kedalam urin, keadaan ini
menghilangkan basa dari darah. Sejumlah besar H⁺ juga disekresikan ke dalam lumen tubulus
oleh sel epitel tubulus sehingga menghilangkan asam dari darah. Bila lebih banyak H⁺ yang
disekresikan daripada HCO₃ ̄ yang difiltrasi, akan terjadi kehilangan asam dari cairan
ekstrasel. Sebaliknya apabila lebih banyak HCO₃ˉ yang difiltrasi daripada H⁺ yang
disekresikan, akan terjadi kehilangan basa.1
Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam non-volatil, terutama
dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut non-volatil karena asam tersebut bukan
H₂CO₃, karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru. Mekanisme primer untuk
mengeluarkan asam non-volatil ini dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga
harus mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang secara kuantitatif lebih
penting daripada ekskresi asam non-volatil. Setiap hari ginjal memfiltrasi sekitar 4320
miliekuivalen bikarbonat (180 L/hari x 24 mEq/L), dan dalam kondisi normal hampir
seluruhnya akan direabsorpsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem buffer utama
cairan ekstrasel. Reabsorpsi bikarbonat dan ekskresi H+, dicapai melalui proses sekresi H+
oleh tubulus. Karena HCO₃ˉ harus bereaksi dengan satu H+ yang disekresikan untuk
membentuk H₂CO₃ sebelum dapat direabsorpsi, 4320 miliekuivalen H+ harus disekresikan
setiap hari hanya untuk mereabsorpsi bikarbonat yang difiltrasi. Kemudian penambahan
80 miliekuivalen H+ harus disekresikan untuk menghilangkan asam non volatil yang
diproduksi oleh tubuh setiap hari, sehingga total 4400 miliekuivalen H+ disekresikan kedalam
cairan tubulus setiap harinya.1
Bila terdapat pengurangan konsentrasi H+ cairan ekstrasel (alkalosis), ginjal gagal
mereabsorpsi semua bokarbonat yang difiltrasi, sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat.
Karena HCO₃ˉ normalnya mendapat hidrogen dalam cairan ekstrasel, kehilangan bikarbonat
ini sama saja dengan penambahan satu H+ kedalam cairan ekstrasel. Oleh karena itu, pada
Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi
mereabsorpsi semua bikarbonat yang difiltrasi dan menghasilkan bikarbonat baru, yang
ditambahkan kembali kedalam cairan ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi H+ cairan
ekstrasel kembali menuju normal.1
BAB III
KESIMPULAN

Laki-laki pada kasus ini menderita stroke dan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Asupan cairan yang buruk, diperkirakan sebagai penyebab dari semua gangguan
yang teridentifikasi. Asupan cairan yang kurang menyebabkan dehidrasi intrasel yang
berakhir ke turgot kulit yang buruk dan mulut kering, serta kondisi hipovolemik
menyebabkan pasien mengalami hipotensi dan takikardia. Diduga terjadi gangguan ginjal
akibat hipotensi dan menyebabkan berkurangnya pasokan darah ke ginjal, yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan proses bersihan zat-zat dari dalam darah.
Ketidakseimbangan fungsi ginjal inilah akhirnya menyebabkan gangguan elektrolit
(hipernatremia dan hiperkalemia), jumlah bikarbonat yang berlebih, dan ureum yang tidak
berhasil dibersihkan dari dalam darah oleh ginjal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hall, John E., and Arthur C. Guyton. 2017. Guyton and Hall textbook of medical
physiology. Philadelphia, PA: Saunders Elsevier
2. Barrett, Kim E., and William F. Ganong. 2012. Ganong's review of medical
physiology. New York: McGraw-Hill Medical.
3. Sherwood, Lauralee. 2016. Human physiology: from cells to systems. Pacific
Grove, Calif: Brooks/Cole.
4. Moore, Keith L., and Arthur F. Dalley. 2014. Clinically oriented anatomy.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
5. Mescher, A. L., & Junqueira, L. C. U. (2013). Junqueira's basic histology: Text
and atlas (Thirteenth edition.). New York: McGraw Hill Medical.

Anda mungkin juga menyukai