Anda di halaman 1dari 16

Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan Penyakit HIV

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna No.6 Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Pendahuluan
Kita semua mungkin sudah banyak mendengar cerita-cerita yang menyeramkan tentang
HIV/AIDS. Penyebrangan AIDS itu berlangsung secara cepat dan mungkin sekarang sudah ada
disekitar kita. Sampai sekarang belum ada obat yang bisa menyembuhkan AIDS, bahkan penyakit
yang saat ini belum bisa dicegah dengan vaksin.
Acquired Immune Deficiency Syndrome atau yang lebih dikenal dengan dengan AIDS
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yaitu: H = Human (manusia), I = Immuno
deficiency (berkurangnya kekebalan), V = Virus.
Maka dapat dikatakan HIV adalah virus yang menyerang dan merusak sel kekebalan tubuh
manusia sehingga tubuh kehilangan daya tahan dan mudah terserang berbagai penyakit antara lain
TBC, diare, sakit kulit, dll. Kumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh kita itulah yang
disebut AIDS.
Maka, selama bertahun-tahun orang dapat terinfeksi HIV sebelum akhirnya mengidap
AIDS. Namun penyakit yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah sejenis radang
paru-paru yang langka, yang dikenal dengan nama pneumocystis carinii pneumonia (PCP), dan
sejenis kanker kulit yang langka yaitu kaposi’s sarcoma (KS). Biasanya penyakit ini baru muncul
dua sampai tiga tahun setelah penderita didiagnosis mengidap AIDS. Seseorang yang telah
terinfeksi HIV belum tentu terlihat sakit. Secara fisik dia akan sama dengan orang yang tidak
terinfeksi HIV.
Oleh karena itu 90% dari pengidap AIDS tidak menyadari bahwa mereka telah tertular
virus AIDS, yaitu HIV karena masa inkubasi penyakit ini termasuk lama dan itulah sebabnya
mengapa penyakit ini sangat cepat tertular dari satu orang ke orang lain. Masa inkubasi adalah
periode atau masa dari saat penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh (saat penularan) sampai
timbulnya penyakit.1

Skenario 12

1
Seorang laki – laki berusia 27 tahun dating ke poliklinik dengan berat badan menurun
drastis sejak 1 bulan terakhir.

Anamnesis
 Kemungkinan sumber infeksi HIV
 Gejala dan keluhan pasien saat ini
 Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang diterima termasuk infeksi
oportunistik
 Riwayat penyakit dan pengobatan tuberculosis (TB) termasuk kemungkinan kontak
dengan TB sebelumnya.
 Riwayat kemungkinan Infeksi Menular Seksual (IMS)
 Kebiasaan sehari – hari dan riwayat perilaku seksual
 Riwayat penggunaan NAPZA suntik.1

Definisi
HIV atau Human Immunodeficiency Virus, adalah virus yang menyerang system
kekebalan tubuh manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired Immunodeficiency
Syndrome). AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi HIV. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV.1

Perbedaannya HIV dan AIDS

Fase HIV adalah fase dimana virus masuk ke dalam tubuh dan tubuh mulai melakukan
perlawanan dengan menciptakan antibodi. Pada fase ini, sebagian besar orang tidak merasakan
gejalanya sehingga disebut fase tanpa gejala.

Fase AIDS, adalah saat tubuh sudah tidak mampu melawan penyakit-penyakit yang masuk
dan menginfeksi tubuh. Biasanya dikatakan fase AIDS setalah muncul 2 atau lebih gejala. Misal
flu yang sulit sembuh diiringi mencret dan menurunnya berat badan hingga >10%.Untuk
memudahkan penjelasannya.2

2
Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) dibagi dalam 4 Stadium perkembangan, yaitu:

a. Stadium awal infeksi HIV, menunjukkan gejala - gejala seperti : demam, kelelahan, nyeri
sendi, pembesaran kelenjar getah bening. Gejala-gejala ini menyerupai
influenza/monokleosis.
b. Stadium tanpa gejala, yaitu stadium dimana ODHA nampak sehat, namun dapat merupakan
sumber penularan infeksi HIV. Masa ini bisa mencapai 5 hingga 10 tahun, bergantung
dengan kekebalan tubuh dan kesehatan seseorang.
c. Stadium ARC (AIDS Related Complex), memperlihatkan gejala-gejala seperti demam
lebih dari 38oC secara berkala/terus-menerus, menurunnya berat badan lebih dari 10%
dalam waktu 3 bulan, pembesaran kelenjar getah bening, diare/mencret secara
berkala/terus-menerus dalam waktu yang lama tanpa sebab yang jelas, kelemahan tubuh
yang menurunkan aktifitas fisik, berkeringat pada waktu malam hari.
d. Stadium AIDS, akan menunjukkan gejala-gejala seperti terdapatnya kanker kulit yang
disebut sarkoma kaposi, kanker kelenjar getah bening, infeksi penyakit penyerta misalnya
: pneumonia yang disebabkan oleh pneumocytis carinii, TBC, peradangan otak/selaput
otak.2

Penyebab HIV/AIDS

Penyebab timbulnya penyakit AIDS belum dapat dijelaskan sepenuhnya. tidak semua
orang yang terinfeksi virus HIV ini terjangkit penyakit AIDS menunjukkan bahwa ada faktor-
faktor lain yang berperan di sini. Penggunaan alkohol dan obat bius, kurang gizi, tingkat stress
yang tinggi dan adanya penyakit lain terutama penyakit yang ditularkan lewat alat kelamin
merupakan faktor-faktor yang mungkin berperan di antaranya adalah waktu.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa HIV secara terus menerus memperlemah sistem
kekebalan tubuh dengan cara menyerang dan menghancurkan kelompok-kelompok sel-sel darah
putih tertentu yaitu sel T-helper. Normalnya sel T-helper ini (juga disebut sel T4) memainkan suatu
peranan penting pada pencegahan infeksi. Ketika terjadi infeksi, sel-sel ini akan berkembang
dengan cepat, memberi tanda pada bagian sistem kekebalan tubuh yang lain bahwa telah terjadi

3
infeksi. Hasilnya, tubuh memproduksi antibodi yang menyerang dan menghancurkan bakteri-
bakteri dan virus-virus yang berbahaya.1

Selain mengerahkan sistem kekebalan tubuh untuk memerangi infeksi, sel T-helper juga
memberi tanda bagi sekelompok sel-sel darah putih lainnya yang disebut sel T-suppressor atau T8,
ketika tiba saatnya bagi sistem kekebalan tubuh untuk menghentikan serangannya. Biasanya kita
memiliki lebih banyak sel-sel T-helper dalam darah daripada sel-sel T-suppressor, dan ketika
sistem kekebalan sedang bekerja dengan baik, perbandingannya kira-kira dua banding satu. Jika
orang menderita penyakit AIDS, perbandingan ini kebalikannya, yaitu sel-sel T-suppressor
melebihi jumlah sel-sel T-helper. Akibatnya, penderita AIDS tidak hanya mempunyai lebih sedikit
sel-sel penolong yaitu sel T-helper untuk mencegah infeksi, tetapi juga terdapat sel-sel penyerang
yang menyerbu sel-sel penolong yang sedang bekerja.

Selain mengetahui bahwa virus HIV membunuh sel-sel T-helper, kita juga perlu tahu
bahwa tidak seperti virus-virus yang lain, virus HIV ini mengubah struktur sel yang diserangnya.
Virus ini menyerang dengan cara menggabungkan kode genetiknya dengan bahan genetik sel yang
menularinya. Hasilnya, sel yang ditulari berubah menjadi pabrik pengasil virus HIV yang
dilepaskan ke dalam aliran darah dan dapat menulari sel-sel T-helper yang lain. Proses ini akan
terjadi berulang-ulang. Virus yang bekerja seperti ini disebut retrovirus.

HIV tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
virus ini juga merusask otak dan sistem saraf pusat. Otopsi yang dilakukan pada otak pengidap
AIDS yang telah meniggal mengungkapkan bahwa virus ini juga menyebabkan hilangnya banyak
sekali jaringan otak. Pada waktu yang bersamaan, peneliti lain telah berusaha untuk mengisolasi
HIV dengan cairan cerebrospinal dari orang yang tidak menunjukkan gejala-gejala terjangkit
AIDS. Penemuan ini benar-benar membuat risau. Sementara para peneliti masih berpikir bahwa
HIV hanya menyerang sistem kekebalan, semua orang yang terinfeksi virus ini tetapi tidak
menunjukkan gejala terjangkit AIDS atau penyakit yang berhubungan dengan HIV dapat dianggap
bisa terbebas dari kerusakan jaringan otak. Saat ini hal yang cukup mengerikan adalah bahwa
mereka yang telah terinfeksi virus HIV pada akhirnya mungkin menderita kerusakan otak dan
sistem saraf pusat.

4
Penyakit AIDS disebabkan oleh virus HIV yang menyerang sel-sel Limfosit (sel T helper)
yang berfungsi melindungi tubuh terhadap terjadinya infeksi sehingga daya tahan tubuh penderita
berkurang dan mudah terinfeksi oleh berbagai penyakit.1

Epidemiologi

Pada tahun 2005, jumlah ODHA di seluruh dunia diperkirakan sekitar 40,3 juta orang dan
yang terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Jumlah ini terus bertambah dengan kecepatan 15.000
pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara sendiri diperkirakan
berjumlah sekitar 7,4 juta pada tahun 2005. Menurut catatan Departemen Kesehatan, pada tahun
2005 terdapat 4.186 kasus AIDS. Dengan 305 di antaranya berasal dari Jawa Barat. Saat ini,
dilaporkan adanya pertambahan kasus baru setiap 2 jam, dan setiap hari minimal 1 pasien
meninggal karena AIDS di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan di Rumah Tahanan. Dan di
setiap propinsi ditemukan adanya ibu hamil dengan HIV dan anak yang HIV atau AIDS.3

Etiologi
Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus lentivirus diketemukan oleh Luc
Montagnier, seorang ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang mengisolasi virus dari
seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (national Institute of Health, USA 1984)
menemukan Virus HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS.
Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan hasil
pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO member nama resmi
HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut
HIV-2, dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic. HIV-2 dianggap kurang
patogen dibandingkan dengan HIV-1. Untuk memudahkan, kedua virus itu disebut sebagai HIV
saja.3

Patogenesis HIV/AIDS
Perkembangan penyakit AIDS tergantung dari kemampuan virus HIV untuk
menghancurkan sistem imun pejamu dan ketidakmampuan sistem imun untuk menghancurkan

5
HIV. Penyakit HIV/AIDS dimulai dengan infeksi akut yang tidak dapat diatasi sempurna oleh
respons imun adaptif dan berlanjut menjadi infeksi jaringan limfoid perifer yang kronik dan
progresif. Perjalanan penyakit HIV dapat diikuti dengan memeriksa jumlah virus di plasma dan
jumlah sel CD4+ dalam darah.1,3
Setelah terjadi infeksi primer, sel dendrit di epitel akan menangkap virus kemudian
bermigrasi ke kelenjar getah bening. Sel dendrit mengekspresikan protein yaitu CCR5 yang
berperan dalam pengikatan HIV, sehingga sel dendrit berperan besar dalam penyebaran HIV ke
jaringan limfoid. Di jaringan limfoid, sel dendrit dapat menularkan HIV ke sel CD4+ melalui
kontak langsung antar sel. Dari jaringan limfoid, HIV masuk ke dalam aliran darah dan kemudian
menginfeksi organ-organ tubuh.
Beberapa hari setelah paparan pertama dengan HIV, replikasi virus dalam jumlah banyak
dapat dideteksi di kelenjar getah bening. Replikasi ini menyebabkan viremia disertai dengan
sindrom HIV akut (gejala dan tanda nonspesifik seperti infeksi virus lainnya). Setelah terjadi
penyebaran infeksi HIV, terbentuk respons imun adaptif baik humoral maupun selular terhadap
antigen virus. Respons imun ini dapat mengontrol sebagian dari infeksi dan produksi virus yang
menyebabkan berkurangnya viremia dalam 12 minggu setelah paparan pertama.1,3,4
Setelah terjadi infeksi akut dilanjutkan dengan fase kedua dimana kelenjar getah bening
dan limpa menjadi tempat replikasi HIV dan destruksi sel. Pada tahap ini, sistem imun masih
kompeten mengatasi infeksi mikroba oportunistik dan belum muncul manifestasi klinis infeksi
HIV, sehingga fase ini disebut juga masa laten klinis (clinical latency period). Pada fase ini jumlah
virus rendah dan sebagian besar sel tidak mengandung HIV. Kendati demikian, penghancuran sel
CD4+ dalam jaringan limfoid terus berlangsung dan jumlah sel CD4+ yang bersirkulasi semakin
berkurang. Pada awal penyakit, tubuh dapat menggantikan sel CD4+ yang hancur dengan yang
baru. Namun setelah beberapa tahun siklus infeksi virus, kematian sel dan infeksi baru berjalan
terus sehingga akhirnya menyebabkan penurunan jumlah sel CD4+ di jaringan limfoid dan
sirkulasi.4
Pada fase kronik progresif, pasien rentan terhadap infeksi lain dan r espons imun terhadap
infeksi tersebut akan menstimulasi produksi HIV dan destruksi jaringan limfoid. Penyakit HIV
berjalan terus ke fase akhir dan letal yang disebut AIDS dimana terjadi destruksi seluruh jaringan
limfoid perifer, jumlah sel CD4+ dalam darah kurang dari 200 sel/mm3, dan viremia HIV

6
meningkat drastis. Pasien AIDS menderita infeksi oportunistik, neoplasma, kaheksia (HIV wasting
syndrome), gagal ginjal dan degenerasi susunan saraf pusat.
Virus HIV yang menginfeksi seseorang dapat menimbulkan gejala klinis berbeda-beda.
Lesi-lesi yang muncul sesuai dengan tahap infeksi, mulai dari akut sampai dengan gambaran AIDS
yang sempurna (full-blown AIDS). Kecepatan perkembangan penyakit bervariasi antar individu,
berkisar antara 6 bulan hingga lebih 20 tahun. Waktu yang diperlukan untuk berkembang menjadi
AIDS adalah sekitar 10 tahun.1,3,4

Pemeriksaan
Dalam menentukan diagnosis HIV positif dapat ditegakkan berdasarkan beberapa hal.
Dalam menentukan diagnosis awal dapat dilihat dari riwayat penyakit-penyakit yang pernah
diderita yang menunjukkan gejala HIV dan pada pemeriksaan fisik terdapat tanda-tanda infeksi
opurtunistik. Selain itu riwayat pergaulan dapat membantu dalam menegakkan diagnosa AIDS
karena dapat menjadi sumber informasi awal penularan penyakit,
Pemeriksaan laboratorium dalam menentukan diagnosis infeksi HIV dilakukan secara
tidak langsung yaitu dengan menunjukkan adanya antibodi spesifik. Berbeda dengan virus lain,
antibodi tersebut tidak mempunyai efek perlindungan. Pemeriksaan secara langsung dapat
dilakukan, yaitu antara lain dengan melakukan biakan virus, antigen virus (p24), asam nukleat
virus.5
Pemeriksaan adanya antibodi spesifik dapat dilakukan dengan Rapid Test, Enzime Linked
Sorbent Assay (ELISA) dan Western Blot. Sesuai dengan pedoman nasional, diagnosis HIV dapat
ditegakkan dengan 3 jenis pemeriksaan Rapid Test yang berbeda atau 2 jenis pemeriksaan Rapid
Test yang berbeda dan 1 pemeriksaan ELISA.5
Pada pemeriksaan ELISA, hasil test ini positif bila antibodi dalam serum mengikat antigen
virus murni di dalam enzyme-linked antihuman globulin. Pada minggu 23 masa sakit telah
diperoleh basil positif, yang lama-lama akan menjadi negatif oleh karena sebagian besar HIV telah
masuk ke dalam tubuh .Interpretasi pemeriksaan ELISA adalah pada fase pre AIDS basil masih
negatif, fase AIDS basil telah positif. Hasil yang semula positif menjadi negatif, menunjukkan
prognosis yang tidak baik.1,3
Pemeriksaan Western Bolt merupakan penentu diagnosis AIDS setelah test ELISA
dinyatakan positif. Bila terjadi serokonversi HIV pada test ELISA dalam keadaan infeksi HIV

7
primer, harus segera dikonfirmasikan dengan test WB ini. Hasil test yang positif akan
menggambarkan garis presipitasi pada proses elektroforesis antigen-antibodi HIV di sebuah kertas
nitroselulosa yang terdiri atas protein struktur utama virus. Setiap protein terletak pada posisi yang
berbeda pada garis, dan terlihatnya satu pita menandakan reaktivitas antibodi terhadap komponen
tertentu virus.5
Berdasarkan kriteria WHO, serum dianggap positif antibodi HIV-1 bila 2 envelope pita
glikoprotein terlihat pada garis. Serum yang tidak menunjukkan pita-pita tetapi tidak termasuk 2
envelope pita glikoprotein disebut indeterminate. Hasil indeterminate harus dievaluasi dan
diperiksa secara serial selama 6 bulan sebelum dinyatakan negatif. Bila hanya dijumpai 1 pita saja
yaitu p24, dapat diartikan hasilnya fase positif atau fase dini AIDS atau infeksi HIV-1.
Waktu antara infeksi dan serokonversi yang berlangsung beberapa minggu disebut antibody
negative window period. Pada awal infeksi, antibodi terhadap glikoprotein envelope termasuk
gp41 muncul dan menetap seumur hidup. Sebaliknya antibodi antigen inti (p24) yang muncul pada
infeksi awal, jumlahnya menurun pada infeksi lanjut. Pada infeksi HIV yang menetap, titer antigen
p24 meningkat, dan ini menunjukkan prognosis yang buruk. Penurunan cepat dan konsisten
antibodi p24 juga menunjukkan prognasi yang buruk.1,5

Manifestasi klinis
Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali karena seringkali mirip penyakit ringan
sehari-hari seperti flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-kadang dalam 6 minggu
pertama setelah kontak penularan timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih, sakit sendi,
sakit menelan dan pembengkakan kelenjar getah bening di bawah telinga, ketiak dan
selangkangan. Gejala ini biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun mungkin tidak muncul
gejala.
Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing penderita, mulai timbul diare berulang,
penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan pembengkakan di daerah
kelenjar getah bening. Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat badan secara
cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih dari 1 bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau
terus menerus.
Tanda-tanda seorang tertular HIV Sebenarnya tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa
menandai apakah seseorang telah tertular HIV, karena keberadaan virus HIV sendiri

8
membutuhkan waktu yang cukup panjang (5 sampai 10 tahun hingga mencapai masa yang disebut
fullblown AIDS). Adanya HIV di dalam darah bisa terjadi tanpa seseorang menunjukan gejala
penyakit tertentu dan ini disebut masa HIV positif. Bila seseorang terinfeksi HIV untuk pertama
kali dan kemudian memeriksakan diri dengan menjalani tes darah, maka dalam tes pertama
tersebut belum tentu dapat dideteksi adanya virus HIV di dalam darah. Hal ini disebabkan karena
tubuh kita membutuhkan waktu sekitar 3 – 6 bulan untuk membentuk antibodi yang nantinya akan
dideteksi oleh tes darah tersebut. Masa ini disebut window period (periode jendela) . Dalam masa
ini , bila orang tersebut ternyata sudah mempunyai virus HIV di dalam tubuhnya (walau pun belum
bisa di deteksi melalui tes darah), ia sudah bisa menularkan HIV melalui perilaku yang disebutkan
di atas tadi.
Secara umum, tanda-tanda utama yang terlihat pada seseorang yang sudah sampai pada
tahapan AIDS adalah:
 Berat badan menurun lebih dari 10% dalam waktu singkat
 Demam tinggi berkepanjangan (lebih dari satu bulan)
 Diare berkepanjangan (lebih dari satu bulan)

Sedangkan gejala-gejala tambahan berupa :


 Batuk berkepanjagan (lebih dari satu bulan)
 Kelainan kulit dan iritasi (gatal)
 Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan
 Pembengkakan kelenjar getah bening di seluruh tubuh, seperti di bawah telinga, leher,
ketiak dan lipatan paha.

Perbedaan antara HIV dan AIDS, yaitu :


A. HIV adalah Human Immuno Deficiency Virus, suatu virus yang menyerang sel darah putih
manusia dan menyebabkan menurunnya kekebalan/ daya tahan tubuh, sehingga mudah
terserang infeksi/penyakit.
B. AIDS adalah Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu timbulnya sekumpulan gejala
penyakit yang terjadi karena kekebalan tubuh menurun,oleh karena adanya virus HIV di
dalam darah
Infeksi HIV/AIDS berbahaya, karena telah banyak pengidap HIV/AIDS yang meninggal
 Gejala muncul setelah 2 - 10 tahun terinfeksi HIV.

9
 Pada masa tanpa gejala sangat mungkin menularkan kepada orang lain.
 Setiap orang dapat tertular HIV/AIDS.
 Belum ada vaksin dan obat penyembuhnya.

Perjalanan Penyakit dan Gejala yang Timbul :


 Dalam masa sekitar 3 bulan setelah tertular, tubuh belum membentuk antibodi secara
sempurna, sehingga tes darah tidak memperlihatkan bahwa orang tersebut telah tertular
HIV. Masa 3 bulan ini sering disebut dengan masa jendela
 Masa tanpa gejala, yaitu waktu (5 - 7 tahun) dimana tes darah sudah menunjukkan
adanya anti bodi HIV dalam darah, artinya positif HIV, namun pada masa ini tidak
timbul gejala yang menunjukkan orang tersebut menderita AIDS, atau dia tampak
sehat.
 Masa dengan gejala, ini sering disebut masa sebagai penderita AIDS. Gejala AIDS
sudah timbul dan biasanya penderita dapat bertahan 6 bulan sampai 2 tahun dan
kemudian meninggal.1

Cara penularan
1. Penularan lewat suntikan
Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap kali akan melakukan penyuntikan
atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka. Ada dua hal yang perlu diperhatikan
:
 Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau pisau
cukur) harus disterilisasi dengan benar
 Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang
lain

2. Penularan lewat hubungan seks

10
Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang tidak
memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan penularan
HIV). Ada tiga cara:
 Abstinensi (atau puasa, tidak melakukan hubungan seks)
 Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia
kepada pasangannya
 Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko, dianjurkan
melakukan seks aman termasuk menggunakan kondom

3. Penularan lewat asi


Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko dan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada sendiri dan bayinya, sehingga
keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.

4. Penularan dari ibu ke bayi


 pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi
 Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif
 pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandungnya.
 pemberian dukugan psikologis, social dan perawatan kepada ibu HIV positif berserta
bayi dan keluarganya.
Strategi yang digunakan untuk mencegah penularan disaat kehamilan, persalinan dan penyusuan
adalah :
a. penggunaan terapi ARV pada ibu dan bayi.
b. seksio sesaria sebelum terjadinya pecah selaput ketuban.
c. pemberian susu formula.2,4

Pencegahan HIV/AIDS

 Bagi yang belum terinfeksi

11
Sampai detik ini belum ada vaksin yang sanggup mencegah atau
mengobati HIV AIDS. Namun bukanlah sesuatu yang mustahil untuk
melakukan pencegahan HIV terhadap diri sendiri dan orang lain. Oleh
karena itu, pemahaman terhadap proses penularan merupakan kunci
dari pencegahannya. Disini saya sampaikan tindakan-tindakan untuk
mencegah penularan HIV AIDS jika anda belum terinfeksi HIV
AIDS.

Tindakan-tindakan untuk mencegah penularan HIV AIDS jika anda belum terinfeksi HIV
AIDS. Yaitu :

 Pahami HIV AIDS dan ajarkan pada orang lain. Memahami HIV AIDS dan bagaimana
virus ini ditularkan merupakan dasar untuk melakukan tindakan pencegahan
 Ketahui status HIV AIDS patner seks anda. Berhubungan seks dengan sembarang orang
menjadikan pelaku seks bebas ini sangat riskan terinfeksi HIV, oleh karena itu mengetahui
status HIV AIDS patner seks sangatlah penting.
 Gunakan jarum suntik yang baru dan steril. Penyebaran paling cepat HIV AIDS adalah
melalui penggunaan jarum suntik secara bergantian dengan orang yang memiliki status
HIV positif, penularan melalui jarum suntik sering terjadi pada IDU ( injection drug user).
 Gunakan Kondom Berkualitas. Selain membuat ejakulasi lebih lambat, penggunaan
kondom saat berhubungan seks cukup efektif mencegah penularan HIV AIDS melalui seks.
 Lakukan sirkumsisi / khitan. Banyak penelitian pada tahun 2006 oleh National Institutes
of Health (NIH) menunjukkan bahwa pria yang melakukan khitan memiliki resiko 53 %
lebih kecil daripada mereka yang tidak melakukan sirkumsisi.
 Lakukan tes HIV secara berkala. Jika anda tergolong orang dengan resiko tinggi,
sebaiknya melakukan tes HIV secara teratur, minimal 1 tahun sekali.1

Penatalaksanaan
 Non medika mentosa : Konseling

12
 Medika mentosa :
- Pencegahan infeksi oportunistik : kotrimoksasol 1x960 mg/hari dosis tunggal
(dihentikan setelah 2 tahun penggunaan bila mendapatkan ARV). Kotrimoksasol
untuk pencegahan sekunder diberikan setelah terapi PCP atau Toxoplasmosis
selesai dan diberikan selama 1 tahun.
- Terapi antiretroviral (ARV) : berupa kombinasi 2 nucleoside reverse-ranscriptase
inhibitors (NRTIs) + 1 non-nucleoside reserve-transcriptase inhibitor (NNRTI).6

No. Nama generik Formulasi Data farmakokinetik Dosis menurut umur.


1. Zinovudin Tablet: Semua umur  < 4 minggu: 4 mg/kg/dosis,
(NRTIs) 300mg 2x/hari (profilaksis)
 minggu – 13 tahun: 180 –
240 mg/m2/dosis, 2x/hari
 dosis maksimal: >13 tahun,
300 mg/dosis, 2x/hari.
2. Lamivudin Tablet: Semua umur  < 30 hari< 2 mg/kg/dosis,
(NRTIs) 150 mg 2x/hari (profilaksis)
 > 30 hari atau <60kg: 4
mg/kg/dosis. 2x/hari.
 Dosis maksimal: 150
mg/dosis, 2x/hari.
3. Kombinasi Tablet: Remaja dan dewasa Dosis maksimal: < 13 tahun atau >
tetap 300 mg 60 kg: 1 tablet/dosis, 2x/hari (tidak
Zinovudin plus (AZT) untuk berat badan 30 kg)
Lamivudin plus 150
mg (3TC)
4. Nevirapin Tablet: Semua umur  < 8 tahun: 200 mg/m2
(NNRTIs) 200 mg Dua minggu pertama 1x/hari.
Selanjutnya 2x/hari.
 > 8 tahun: 120-150 mg/m2,

13
Dua minggu pertama, 1x/hari
Selanjutnya 2x/hari.
5. Efavirenz 600mg Hanya untuk anak  10-15 kg: 200 mg 1x/sehari.
(NNRTIs) >3 tahun dan berat  15 - <20 kg: 250 mg
>10 kg 1x/sehari.
 20 - <25 kg: 300 mg 1x/hari
 25 - <33 kg: 350 mg 1x/hari
 33 - <40 kg: 400 mg 1x/hari
 Dosis maksimal: > 40 kg:
600 mg 1x/hari
6 Stavudin, d4T 30 mg Semua umur  < 30 kg: 1 mg/kg/dosis,
(NRTIs) 2x/hari
 30 kg atau lebih : 30
mg/dosis, 2x/hari
7. Abacavir 300 mg Umur > 3 bulan  < 16 tahun atau < 37.5 kg: 8
(NRTIs) mg/kg.dosis, 2x/hari.7
 Dosis maksimal: >16 tahun
atau > 37.5 kg
300 mg/dosis, 2x/hari
8. Tenofovir Tablet: Diberikan setiap 24 jam. Interaksi
disoproxil 300 mg obat dengan ddl, tidak lagi
fumarat dipadukan dengan ddl.
(NRTIs)
9. Tenofovir + tablet 200
emtricitabin mg/ 300
mg

Lini kedua

14
No. Nama generik Formulasi Data Dosis
farmakokin
etik
1. Lopinavir/ Tablet tahan suhu 6 bulan  400 mg/100 mg setiap 12
ritonavir (PI) panas, 200 mg jam untuk pasien naïf baik
Lopinavir + 50 mg dengan atau tanpa
ritonavir kombinasi EFV atau NVP.
 600 mg/ 150 mg setiap 12
jam bila dikombinasi
dengan EFV atau NVP
untum pasien yag pernah
mendapat terapi ARV
 2 minggu- 6 bulan: 16 mg/4
mg/kg BB, 2x/hari
 6 bulan – 18 bulan: 10
mg/lgBB/dosis lopinavir
2. Tenofovir Tablet: 300 mg Diberikan setiap 24 jam interaksi
disoproxil obat dengan ddl, tidak lagi
fumarat dipadukan dengan ddl.7
(NRTIs)

Kesimpulan
15
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Apabila
terinfeksi HIV, maka tubuh akan mencoba untuk melawan infeksi tersebut sehingga akan
membentuk antibody. Tes darah untuk HIV berfungsi untuk mencari keberadaan antibodi tersebut.
Apabila terdapat antibodi ini dalam tubuh, artinya telah positif terinfeksi HIV. Virus ini secara
perlahan-lahan masuk dan merusak sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan penurunan
daya tahan tubuh. Apabila terjadi penurunan daya tahan tubuh maka berbagai virus, parasit, jamur,
dan bakteria akan masuk dan menimbulkan berbagai macam penyakit.

Daftar pustaka

1. Z. Djoerban, S. Djauri. Infeksi tropical. Hiv aids. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
IV. Jakarta. FKUI: 2008. Jilid III. Hal. 1803-7.
2. Merati, Tuti P.Respon Imun Infeksi HIV. In : Sudoyo Aru W: editor. Buku ajar ilmu
penyalit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI: 2010. Hal 545-6
3. Lan, Virginia M. Human Immunodeficiency Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency
Syndrome (AIDS). In: Hartanto H, editor. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses
Penyakit. Edisi 6. Jakarta: ECG ‘ 2006. Hal . 224.
4. Mitchell. H. Katz, MD, Andrew R. Zolopa, MD. HIV Infection and Aids. 2009 Current
Medical Diagnosis dan Treatment. McGaw Hill, 48th ed. Hal. 1176-1205.
5. Merati, Tuti P.Respon Imun Infeksi HIV. In : Sudoyo Aru W: editor. Buku ajar ilmu
penyalit dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI: 2006. Hal 545-6
6. Mansjoer, Arif M. Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). In Triyanti Kuspuji,
editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi IV. Jakarta: Media Aesculapius FKUI; 2014.
Hal.576-8.
7. Prof. Dr. Sofyan Ismael, Sp. A (K). Antiretroviral. Pedoman nasional pelayanan
kedokteran. Tatalaksanan hiv/aids. 2011. Hal 47-67.

16

Anda mungkin juga menyukai