Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah
kesehatan yang dialami oleh pasien. Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data
tentang kesehatan pasien, menambah informasi, menyangkal data yang diperoleh dari riwayat
pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien, dan mengevaluasi
pelaksanaan tindakan yang telah diberikan. Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat
teknik dasar yang perlu dipahami, antara lain inspeksi (melihat), palpasi (meraba), perkusi
(ketukan), dan auskultasi (mendengar).
Observasi (pengamatan secara seksama) Pemeriksaan dilakukan pada seluruh tubuh, dari
ujung rambut sampai ujung kaki, namun tidak harus dengan urutan tertentu. Pemeriksaan
yang menggunakan alat seperti pemeriksaan tengkorak, mulut, telinga, suhu tubuh, tekanan
darah, dan lain-lainnya, sebaiknya dilakukan paling akhir, karena dengan melihat atau
memakai alat-alat, umumnya anak menjadi takut atau merasa tidak nyaman, sehingga
menolak diperiksa lebih lanjut.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja penilaian pemeriksaan fisik pada bayi dan balita?

1.3. Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui apa saja penilaian pemeriksaan fisik pada bayi dan balita?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. TANDA VITAL (Vital Sign)


a. Suhu
Pemeriksaan suhu akan memberikan tanda suhu inti yang secara ketat dikontrol karena
dapat dipengaruhi oleh reaksi kimiawi. Pemeriksaan suhu tubah dapat dilakukan di
beberapa tempat yaitu :
1. Ketiak
2. Mulut
3. Anus
Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat
yaitu :
 Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C.
 Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C.
 Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C.
 Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C.
Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Tubuh manusia dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Kecepatan metabolisme basal
Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini memberi dampak
jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula. Sebagaimana disebutkan
pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju metabolisme.
2. Rangsangan saraf simpatis
Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan metabolisme menjadi 100%
lebih cepat. Di samping itu, rangsangan saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat
yang tertimbun dalam jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme
lemak coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini
dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi epineprin dan
norepineprin yang meningkatkan metabolisme.

2
3. Hormone pertumbuhan
Hormone pertumbuhan (growth hormone) dapat menyebabkan peningkatan kecepatan
metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.
4. Hormone tiroid
Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hampir semua reaksi kimia dalam tubuh
sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat mempengaruhi laju metabolisme menjadi
50-100% di atas normal.
5. Hormone kelamin
Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal kira-kira 10-
15% kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi panas. Pada perempuan,
fluktuasi suhu lebih bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormone
progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3–x0,6°C di atas
suhu basal.
6. Demam ( peradangan )
Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan metabolisme sebesar
120% untuk tiap peningkatan suhu 10°C.
7. Status gizi
Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal
ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk
mengadakan metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami mal nutrisi
mudah mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan
lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak
merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan
kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain.
8. Aktivitas
Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan
antar komponen otot / organ yang menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas)
dapat meningkatkan suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.
9. Gangguan organ
Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan
mekanisme regulasi suhu tubuh mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang

3
dikeluarkan pada saai terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh.
Kelainan kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan
mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.
10. Lingkungan
Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan, artinya panas tubuh
dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan yang lebih dingin. Begitu juga
sebaliknya, lingkungan dapat mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu
antara manusia dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.
Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena panas diedarkan melalui
pembuluh darah dan juga disuplai langsung ke fleksus arteri kecil melalui
anastomosis arteriovenosa yang mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam
fleksus arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah jantung)
akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit menjadi sangat efisien.
Dengan demikian, kulit merupakan radiator panas yang efektif untuk keseimbangan
suhu tubuh.
b. Tekanan darah
Tekanan darah dinilai dalam dua hal, sebuah tekanan tinggi sistolik yang menandakan
kontraksi maksimal jantung dan tekanan rendah diastolik atau tekanan istirahat.
Pemeriksaan tekanan darah biasanya dilakukan pada lengan kanan, kecuali pada lengan
tersebut terdapat cedera. Perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik disebut tekanan
denyut. Di Indonesia, tekanan darah biasanya diukur dengan tensimeter air raksa.
Tidak ada nilai tekanan darah 'normal' yang tepat, namun dihitung berdasarkan rentang
nilai berdasarkan kondisi pasien. Tekanan darah amat dipengaruhi oleh kondisi saat itu,
misalnya seorang pelari yang baru saja melakukan lari maraton, memiliki tekanan yang
tinggi, namun ia dalam nilai sehat. Dalam kondisi pasien tidak bekerja berat, tekanan
darah normal berkisar 120/80 mmHg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi diukur pada
nilai sistolik 140-160 mmHg. Tekanan darah rendah disebut hipotensi.
c. Denyut nadi
Denyut merupakan pemeriksaan pada pembuluh nadi atau arteri. Ukuran kecepatannya
diukur pada beberapa titik denyut misalnya denyut arteri radialis pada pergelangan
tangan, arteri brachialis pada lengan atas, arteri karotis pada leher, arteri poplitea pada

4
belakang lutut, arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior pada kaki. Pemeriksaan
denyut dapat dilakukan dengan bantuan stetoskop.
Denyut sangat bervariasi tergantung jenis kelamin, jenis pekerjaan, dan usia. Bayi yang
baru dilahirkan (neonatus) dapat memiliki dentur 13-150 denyut per menit. Orang dewasa
memiliki denyut sekitar 50-80 per menit.
d. Kecepatan pernapasan
Beraneka ragam tergantung usia. Batas normalnya sekitar 12-16 kali penarikan napas
permenit.

B. Biometrika Dasar
a. Tinggi
Tinggi merupakan salah satu ukuran pertumbuhan seseorang. Tinggi dapat diukur
dengan stasiometer atau tongkat pengukur. Pasien akan diminta untuk berdiri tegak
tanpa alas kaki. Anak-anak berusia dibawah 2 tahun diukur tingginya dengan cara
dibaringkan.
b. Berat atau massa
Berat atau massa tubuh diukur dengan pengukur massa atau timbangan.
Indeks massa tubuh digunakan untuk menghitung hubungan antara tinggi dan mssa
sehat serta tingkat kegemukan.
c. Nyeri
Pengukuran nyeri bersifat subyektif namun penting sebagai tanda vital. Dalam klinik,
nyeri diukur dengan menggunakan skala FACES yang dimulai dari nilai '0' (tidak
dirsakan nyeri pada pasien dapat dilihat dari ekspresi wajah pasien), hingga '5' (nyeri
terburuk yang pernah dirasakan pasien).

C. Struktur Dalam Penulisan Riwayat Pemeriksaan


Tampilan umum
 Kondisi yang jelas tertangkap ketika pasien masuk ke ruangan konsultasi dan
berkomunikasi dengan dokter. (misalnya: pasien terlihat pincang atau pasien mengalami
ketulian sehingga sulit berkomunikasi.

5
 JACCOL, sebuah jembatan keledai, untuk tanda kekuningan (Jaudience), kemungkinan
tanda pucat pada kulit atau konjungtiva (Anaemia), tanda kebiruan pada bibir atau
anggota gerak (Cyanosis), kelainan bentuk pada kuku jari (Clubbing), pembengkakan
(Oedema atau Edema), dan, pemeriksaan pada nodus limfatikus (Lymph nodes) pada
leher, ketiak, dan lipatan paha.
Sistem Organ
 Sistem kardiovaskular
 Tekanan darah, denyut nadi, irama jantung
 Tekanan vena jugularis atau Jugular veins preassure (JVP), edema perifer, dan bukti
edema pulmonaris atau edema paru.
 Pemeriksaan jantung
 Paru-paru
 Kecepatan pernapasan, auskultasi paru-paru
 Dada dan payudara
 Abdomen
 Pemeriksaan abdomen misalnya pendeteksian adanya pembesaran organ (contohnya
aneurisma aorta)
 Pemeriksaan rektum
 Sistem reproduksi
 Sistem otot dan gerak
 Sistem saraf, termasuk pemeriksaan jiwa
 Pemeriksaan kepala, leher, hidung, tenggorokkan, telinga (THT)
 Kulit
 Pemeriksaan pada pertumbuhan rambut
 Peneriksaan tanda klinis pada kulit

PEMERIKSAAN FISIK PADA BAYI


Pemeriksaan fisik pada bayi dapat dilakukan oleh bidan, perawat atau dokter
untuk menilai status kesehatannya. Waktu pemeriksaan fisik dapat dilakukan saat bayi baru lahir,
24 jam setelah lahir, dan akan pulang dari rumah sakit. Sebclum melakukan pemeriksaan fisik
pada bayi baru lahir, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :
6
1. Bayi sebaiknya dalam keadaan telanjang di bawah lampu terang sehingga bayi tidak mudah
kehilangan panas, atau lepaskan pakaian hanya pada daerah yang diperiksa.
2. Lakukan prosedur secara berurutan dari kepala ke kaki atau lakukan prosedur yang memerlukan
observasi ketat lebih dahulu, seperti paru, jantung dan abdomen.
3. Lakukan prosedur yang mengganggu bayi, seperti pemeriksaan refleks pada tahap akhir.
4. Bicara lembut, pegang tangan bayi di atas dadanya atau lainnya.

Penilaian Apgar Score


Pemeriksaan ini bertujuan menilai kemampuan laju jantung, kemampuan bernapas,
kekuatan tonus otot, kemampuan refieks dan warna kulit.
Cara:
1. Lakukan penilaian Apgar score dengan cara jumlahkan hasil penilaian tanda, seperti laju jantung,
kemampuan bernapas, kekuatan tonus otot, kemampuan refleks dan warna kulit.
2. Tentukan hasil penilaian, sebagai berikut:
· Adaptasi baik : skor 7-10
· Asfiksia ringan-sedang : skor 4-6
· Asfiksia berat : skor 0-3

Pemeriksaan Cairan Amnion


Pemeriksaan cairan amnion bertujuan untuk menilai ada tidaknya kelainan pada cairan
amnion, seperti jumlah volumenya. Apabila volumenya lebih dari 2000 ml bayi mengalami
polihidramnion atau disebut hidramnion, sedangkan apabila jumlahnya kurang dari 500 ml maka
bayi mengalami oligohidramnion.

Pemeriksaan Plasenta
Pemeriksaan plasenta bertujuan untuk menentukan keadaan/kondisi plasenta.
Pemeriksaan ini meliputi ada tidaknya pengapuran, nekrosis, berat dan jumlah korion.
Pemeriksaan ini penting dalam menentukan terjadi kembar identik atau tidak.

7
Pemeriksaan Tali pusat
Pemeriksaan tali pusat bertujuan menilai ada tidaknya kelainan dalam tiali pusat, seperti
ada tidaknya vena dan arteri, tali simpul pada tali pusat, dan lain-lain.
Cara:
1. Lakukan pengukuran berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan lingkar dada
2. Lakukan penilaian hasil pengukuran:
 Berat badan normal adalah 2500-3500 gram, apabila berat badan kurang dari 2500 gram disebut
bayi prematur dan apabila berat badan lahir lebih dari 3500 maka bayi dise°but macrosomia.
 Panjang badan normal adalah 45-50 cm.
 Lingkar kepala normal adalah 33-35 cm.
 Lingkar dada normal adalah 30-33 cm, apabila diameter kepala lebih besar 3 cm dari lingkar
dada maka bayi mengalami hidrocephalus dan apabila diameter kepala lebih kecil 3 cm dari
lingkar dada maka bayi mengalami microcephalus.
Pemeriksaan Kepala
Cara:
1. Lakukan inspeksi daerah kepala.
2. Lakukan penilaian pada bagian tersebut, diantaranya:
 Maulage yaitu tulang tengkorak yang saling menumpuk pada saat lahir asimetri atau tidak.
 Ada tidaknya caput succedaneum, yaitu edema pada kulit kepala, lunak dan tidak berfiuktuasi,
batasnya tidak tegas, dan menyeberangi sutura dan akan hilang dalam beberapa hari.
 Ada tidaknya cephal haematum, yang terjadi sesaat setelah lahir dan tidak tanpak pada hari
pertama karena tertutup oleh caput succedaneum. Cirinya konsistensi lunak, berfluktuasi,
berbatas tegas pada tepi tulang tengkorak, tidak menyeberangi sutura dan apabila menyeberangi
sutura kemungkinan mengalami fraktur tulang tengkorak. Cephal haematum dapat hilang
sempurna dalam waktu 2-6 bulan
 Ada tidaknya perdarahan, yang terjadi karena pecahnya vena yang menghubungkan jaringan di
luar sinus dalam tengkorak. Batasnya tidak tegas sehingga bentuk kepala tanpak asimetris, scring
diraba terjadi fiuktuasi dan edema.
 Adanya fontanel dengan cara palpasi dengan menggunakan jari tangan. Fontanel posterior akan
dilihat proses penutupan setelah umur 2 bulan dan fontanel anterior menutup saat usia 12-18
bulan.

8
Pengukuran Fontanel dan Sutura Sumber: Wong, DL, 1996

Pemeriksaan Mata
Cara:
1. Lakukan inspeksi daerah mata.
2. Tentukan penilaian ada tidaknya kelainan, seperti :
 Strabismus (koordinasi gerakan mata yang belum sempurna), dengan cara menggoyang kepala
secara perlahan-lahan sehingga mata bayi akan terbuka.
 Kebutaan, seperti jarang berkedip atau sensitifitas terhadap cahaya berkurang.
 Sindrom Down, ditemukan epicanthus melebar.
 Glaukoma kongenital, terlihat pembesaran dan terjadi kekeruhan pada kornea.
 Katarak kongenital, apabila terlihat pupil yang berwarna putih.

Pemeriksaan Telinga
Cara:
Bunyikan bel atau suara, apabila terjadi reflek terkejutmaka pendengarannya baik,
kemdian apabila tidak terjadi refleks maka kemungkinan akan terjadi gangguan pendengaran.

Pemeriksaan Hidung
Cara:
1. Amati pola pernapasan, apabila bayi bernapas melalui mulut maka kemungkinan bayi mengalami
obstruksi jalan napas karena adanya atresia koana bilateral, fraktur tulang hidung, atau
ensefalokel yang menojol ke nasofaring. Sedangkan pernapasan cuping hidung akan menujukkan
gangguan pada paru.
2. Amati mukosa lubang hidung, apabila terdapat sekret mukopurulen dan berdarah
perlu,dipikirkan adanya penyakit sifilis kongenital dan kemungkinan lain.

Pemeriksaan Mulut
Cara:
1. Lakukan inspeksi adanya kista yang ada pada mukosa mulut.

9
2. Amati warna, kemampuan refieks menghisap. Apabila lidah menjulur keluar dapat dinilai adanya
kecacatan kongenital.
3. Amati adanya bercak pada mukosa mulut, palatum dan pipi bisanya disebut sebagai Monilia
albicans.
4. Amati gusi dan gigi, untuk menilai adanya pigmen.
Pemeriksaan Pada Leher
Cara:
Amati pergerakan leher apabila terjadi keterbatasan dalam pergerakannya maka kemungkinan
terjadi kelainan pada tulang leher, seperti kelainan tiroid, hemangioma, dan lain-lain.

Pemeriksaan Dada, Paru, dan Jantung


Cara:
1. Lakukan inspeksi bentuk dada:
 Apabila tidak simetris, kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau
hernia diafragmatika.
 Yernapasan bayi normal pada umumnya dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan.
Frekuensi pernapasan bayi normal antara 40-60 kali per menit, perhitungannya harus satu menit
penuh karena terdapat periodic breathing di mana pola pernapasan pada neonatus terutama pada
prematur ada henti napas yang berlangsung 20 detik dan terjadi secara berkala.
3. Lakukan palpasi daerah dada, untuk menentukan ada tidaknya fraktur klavikula dengan cara
meraba ictus kordis dengan menentukan posisi jantung.
4. Lakukan auskultasi paru dan jantung dc:ngan menggunakan stetoskop untuk menilai frekuensi,
dan suara napas/jantung. Secara normal frekuensi denyut jantung antara 120-160 kali per menit.
Suara bising sering ditemukan pada bayi, apabila ada suara bising usus pada daerah dada
menunjukkan adanya hernia diafragmatika.

Pemeriksaan Abdomen
Cara:
1. Lakukan inspeksi bentuk abdomen. Apabila abdomen membuncit kemungkinan disebabkan
hepatosplenomegali atau cairan di dalam rongga perut, dan adanya kembung.
2. Lakukan auskultasi adanya bising usus.

10
3. Lakukan perabaan hati. Umumnya teraba 2-3 cm di bawah arkus kosta kanan. Limpa teraba 1 cm
di bawah arkus kosta kiri.
4. Lakukan palpasi ginjal, dengan cara atur posisi telentang dan tungkai bayi dilipat agar otot-otot
dinding perut dalam keadaan relaksasi. Batas bawah ginjal dapat diraba setinggi umbilikus
diantiara garis tc;ngah dan tepi perut. Bagian ginjal dapat diraba sekitar 2-3 cm, adaya
peembesaran pada ginjal dapat disebabkan oleh neoplasma, kelainan bawaan atau trombosis vena
renalis.
Pemeriksaan Tulang Belakang dan Ekstremitas
Cara:
1. Letakkan bayi dalam posisi tengkurap, raba sepanjang tulang bclakang untuk mencari ada
tidaknya kelainan, seperti skoliosis, meningokel, spina bifida, dan lain-lain.
2. Amati pcrgerakan ekstremitas. Untuk mengetahui adanya kelemahan, kelumpuhan, dan kelainan
bentuk jari.
Pemeriksaan Genetalia
Cara:
1. Lakukan inspeksi pada genitalia wanita, seperti keadaan labiominora, labio mayora, lubang
uretra dan lubang vagina.
2. Lakukan inspeksi pada genitalia laki-laki, sepe°.rti keadaan penis, ada tidaknya hipospadia
(defek di bagian ventral ujung penis atau defek sepanjang penis), dan epispadia (defek pada
dorsum penis).
Pemeriksaan Anus dan Rektum
Cara:
1. Lakukan inspeksi pada anus dan rektum, untuk menilai adanya kelainan atresia ani atau posisi
anus.
2. Lakukan inspeksi ada tidaknya mekonium (umumnya keluar pada 24 jam) apabila ditemukan
dalam waktu 48 jam belum keluar maka kemungkinan adanya mekonium plug syndrome,
megakolon atau obstruksi saluran pencernaan.
Pemeriksan Kulit
Cara:
1. Lakukan inspeksi ada tidaknya verniks kaseosa (zat yang bersifat seperti lemak berfungsi sebagai
pelumas atau sebagai isolasi panas yang akan menutupi bayi yang cukup bulan).

11
2. Lakukan inspeksi ada tidaknya lanugo (rambut halus yang terdapat pada punggung bayi). hanugo
ini jumlahnya lebih banyak pada bayi kurang bulan dari pada bayi cukup bulan. (Corry S
Matondang dkk, 2000)

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pemeriksaan fisik merupakan salah satu cara untuk mengetahui gejala atau masalah
kesehatan yang dialami oleh pasien. Dalam melakukan pemeriksaan fisik terdapat teknik
dasar yang perlu dipahami, antara lain inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Dalam
pemeriksaan fisik pada bayi dan balita ini beda dengan orang dewasa. Pemeriksaan fisik
pada bayi dan balita ini dilakukan sebagai pengkajian fisik yang dilakukan oleh bidan yang
bertujuan untuk memastikan normalitas & mendeteksi adanya penyimpangan dari normal.
Pengkajian ini dapat ditemukan indikasi tentang seberapa baik bayi melakukan
penyesuaian terhadap kehidupan di luar uterus dan bantuan apa yang diperlukan. Dalam
pelaksanaannya harus diperhatikan agar bayi tidak kedinginan, dan dapat ditunda apabila
suhu tubuh bayi rendah atau bayi tampak tidak sehat. Pemeriksaan fisik ini meliputi
pemeriksan kepala, wajah, mata, hidung, mulut, telinga dan leher.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://ababar.blogspot.co.id/2012/02/pemeriksaan-fisik-anak.html

14

Anda mungkin juga menyukai