Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

“Guillain-Barre’ Syndrome”

1
Georges Guillain
INTRODUCTION
Sindrom Guillain-Barre (GBS) adalah sindrom klinik yang
penyebabnya tidak diketahui secara pasti yang menyangkut
saraf perifer dan cranial (Brunner dan Suddart, 2002, hal :
2248).
(GBS dilafalkan ghee-yan bahray) adalah suatu demielinasi
polineuropati akut yang dikenal dengan beberapa nama lain
yaitu polyneuritis idiopatik, paralisis asenden landry, dan
polineuropati inflamasi akut.
Gambaran utama GBS adalah paralisis motorik asendens secara
primer dengan segala gangguan fungsi sensorik. GBS adalah
gangguan neuron motorik bagian bawah dalam saraf perifer,
final common pathway untuk gerakan motorik juga. (Sylvia
A. Price, 2006, hal : 1151)

3
ETIOLOGI

 Etiologi Penyebab yang pasti pada Sindrom Guillain-


Barre sampai saat ini belum diketahui.
 Tetapi pada banyak kasus sering disebabkan oleh
infeksi virus.
 Autoimun
 Pemicu post imunisasi dan pembedahan

4
Cellular & Humoral Immune
Mechanisms
Motor & Sensory Neurons

8
MANIFESTASI KLINIS

 Paralisis kesulitan bergerak, bangun dari kursi atau naik


tangga. asenden mengenai saraf motorik sering dari pada
sensorik.
 Sensorik hilang (terutama kedudukan dan sesuai sensasi
getar) bervariasi tetapi Pada beberapa pasien , gejala
awal mencakup otot biasanya ringan.
 Cranial atau ekstremitas atas (misalnya kesemutan di
tangan). umum kelemahan mencapai maksimum dalam
14 hari.
 Plasmaferisis (perubahan plasma)

9
Syndrom kelemahan progresif

 Guillain - Barré Syndrome bisa menjadi gangguan yang menghancurkan


karena onset mendadak dan tak terduga . Selain itu, pemulihan belum
tentu cepat. Seperti disebutkan di atas , pasien biasanya mencapai titik
terbesar kelemahan atau kelumpuhan hitungan hari atau minggu
setelah gejala pertama terjadi . Gejala kemudian stabil pada tingkat ini
untuk jangka waktu hari, minggu , atau kadang-kadang , bulan . Periode
pemulihan mungkin sesedikit beberapa minggu atau selama beberapa
tahun . Sekitar 30 persen dari mereka dengan Guillain- Barré masih
memiliki kelemahan sisa setelah 3 tahun . Sekitar 3 persen mungkin
menderita kambuh kelemahan otot dan sensasi kesemutan bertahun-
tahun setelah serangan awal.

10
Hiporefleksi
 Progresifitas: gejala kelemahan motorik berlangsung cepat,
maksimal dalam 4 minggu, 50% mencapai puncak dalam 2
minggu, 80% dalam 3 minggu, dan 90% dalam 4 minggu.
 Gejala saraf kranial ± 50% terjadi parese N VII dan sering
bilateral. Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang
mempersarafi lidah dan otot-otot menelan, kadang < 5%
kasus neuropati dimulai dari otot ekstraokuler atau saraf
otak lain Pemulihan: dimulai 2-4 minggu setelah
progresifitas berhenti, dapat memanjang sampai beberapa
bulan.
 Disfungsi otonom. Takikardi dan aritmia, hipotensi postural,
hipertensi dan gejala vasomotor.
 Tidak ada demam saat onset gejala neurologis
11
KOMPLIKASI
 Gagal nafas, dengan ventilasi mekanik
 Aspirasi
 Paralisis otot persisten
 Hipo ataupun hipertensi
 Tromboemboli, pneumonia, ulkus
 Aritmia jantung
 Retensi urin
 Masalah psikiatrik, seperti depresi dan
ansietas
 Nefropati, pada penderita anak
 Ileus 12
PENGKAJIAN
Riwayat Penyakit Saat Ini
 Keluhan utama: Kelemahan otot, nyeri,
kesulitan bernapas, serta kelumpuhan otot.
 Riwayat Penyakit Yang pernah dialami:
Tanyakan pada pasien apakah sering
mengalami flu atau penyakit lain berhubung
dengan saluran napas, cerna, atau penyakit
lain seperti HIV, hepatitis dll.
 Riwayat Kesehatan Keluarga: Tanyakan
apakah ada keluarga pasien mengidap
penyakit serupa.
13
LANJUTAN………..

 Pola Nutrisi dan Metabolik Gejala : Kesulitan


dalam menguyah dan menelan.
Tanda : Gangguan pada reflex menelan.
 Pola Eliminasi
Gejala : Adanya perubahan pola eliminasi
Tanda : Kelemahan pada otot-otot abdomen,
hilangnya sensasi anal (anus) atau berkemih
dan reflex sfingter.

14
POLA AKTIFITAS
 Gejala : Adanya kelemahan dan paralisis secara
simetris yang biasanya dimulai dari ekstremitas
bagian bawah dan selanjutnya berkembang dengan
cepat ke arah atas. Kesulitan dalam bernapas, napas
pendek menyebabkan sulit beraktivitas. Perubahan
tekanan darah (hipertensi/hipotensi) menganggu
latihan.
Tanda : Kelemahan otot, paralisis flaksid (simetris),
cara berjalan tidak mantap. Pernapasan perut,
menggunakan otot bantu napas, tampak
sianosis/pucat. Takikardi/bradikardi, distrimia.

15
Pola Persepsi Kognitif
 Gejala : Kebas, kesemutan yang dimulai dari
kaki atau jari-jari kaki dan selanjutnya terus
naik, perubahan rasa terhadap posisi tubuh,
vibrasi, sensasi nyeri, sensasi suhu, dan
perubahan dalam ketajaman penglihatan.
 Tanda : Hilangnya/menurunnya reflex tendon
dalam, hilangnya tonus otot, adanya masalah
dengan keseimbangan. Lalu, adanya
kelemahan pada otot-otot wajah, terjadi
ptosis kelopak mata. Kehilangan kemampuan
untuk berbicara.
16
LANJUTAN…………..

 Pola Peran dan Hubungan Dengan Sesama


Tanda : Kehilangan kemampuan untuk
berbicara dan berkomunikasi.
 Pola Mekanisme Koping dan Toleransi
terhadap Stress
Gejala : Perasaan cemas dan terlalu
berkonsentrasi pada masalah yang dihadapi.
Tanda : Tampak takut dan bingung.

17
DIAGNOSA KEPERAWATAN
•Ketidakefektifan pola nafas b.d paralisis otot
pernapasan
•Perubahan perfusi jaringan b.d disfungsi system saraf
autonomic
• Gangguan persepsi sensori penglihatan b.d paralisis
okuler
•Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular
• Nyeri akut b.d kerusakan saraf sensorik
•Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d paralisis orofaringeal.
•Konstipasi b.d kehilangan sensasi dan reflex sfingter
•Hambatan interaksi social b.d paralisis otot wajah
•Ansietas b.d kurang pajanan informasi mengenai
penyakit.

18
INTERVENSI DX 1
 Pantau frekuensi, kedalaman, dan kesimetrisan pernapasan
Perhatikan gerakan dada, penggunaan otot-otot bantu, serta
retraksi otot.
 Catat peningkatan kerja napas dan obervasi warna kulit dan
membrane mukosa.
 Pantau poa pernapasan bradipnea, apnea.
 Tinggikan kepala tempat tidur atau letakkan pasien pada
posisi bersandar.
 Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode
distress pernapasan.
 Berikan terapi suplemetasi oksigen (sesuai indikasi).
 Berikan obat/bantu tindakan pembersihan pernapasan
melalui perksusi dada, drainase postural, vibrasi.

19
INTERVENSI DIAGNOSA 2

Ukur tekanan darah. Observasi adanya hipotensi postural.


Berikan latihan ketika sedang melakukan perubahan posisi
pasien.
Pantau frekuensi jantung dan iramanya. Dokumentasikan
adanya distrimia.
Pantau suhu tubuh. Berikan suhu lingkungan yang nyaman.
Tinggikan sedikit kaki tempat tidur. Berikan latihan pasif pada
lutut/kaki.
Kolaborasi dengan pemberian cairan IV sesuai indikasi.
Pemberian heparin sesuai indikasi.
Pantau pemeriksaan laboratorium seperti Hb

20
INTERVENSI DIAGNOSA 3
 Kaji lingkungan terhadap kemungkinan bahaya terhadap
keamanan
 Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis
pasien
 Pantau tingkat kesadaran pasien
 Tingkatkan penglihatan pasien yang masih tersisa, jika
diperlukan jangan memindahkan barang-barang di dlam kamar
pasien tanpa menberitakn pasien
 Ajarkan pasien untuk secara visual memantau posisi bangian
tubuh, jika tedapat kerusakan propriosepsi

21
INTERVENSI DX 4

 Kaji kekuatan motorik/kemampuan fungsional dengan


menggunakan skala 0-5. Lakukan pengkajian secara
teratur sesuai kebutuhan secara individual.
 Sokong ekstremitas dan persendian dengan bantal,
trochanter roll, papan kaki.
 Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM
aktif/pasif untuk mempertahankan atau meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot
 Anjurkan untuk melakukan latihan yang terus
dikembangkan dan bergantung pada toleransi secara
individual.
 Konfirmasikan dengan rujuk ke bagian terapi fisik.
22
23

Anda mungkin juga menyukai