Pemeriksaan Neurologis
1.1. PENDAHULUAN
Evaluasi neurologis umum adalah bagian integral pemeriksaan fisik pediatric
umum. Bila dalam evaluasi umum terdapat atau dicurigai ada penyimpangan dari
keadaan normal, maka pemeriksaan neurologis perlu dilakukan lebih rinci dan
dicatat dalam bagian terpisah. Pemeriksaan neurologis pada bayi tidak mudah
dilakukan karena bayi normal selalu bergerak aktif, sehingga perlu dibedakan
apakah gerakan bayi tersebut merupakan gerakan reflex hasil pemeriksaan dan
variasi normalnya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan neurologis
antaranya adalah waktu pemeriksaan,idealnya dilakukan 2-3 jam setelah bayi
selesai minum; dalam keadaan cukup beristirahat (tidak sedang mengantuk atau
letih). Jaga suhu ruang periksa karena bayi rentan terjadi hipotermia.
Sebelum pemeriksaan perlu diawali dengan anamnesis neurologis dan
menggali keluhan utama orangtua membawa anaknya berobat. Anamnesis penyakit
yang dilakukan secara rinci dan runut sehingga dapat menentukan perjalanan dan
proses penyakit (akut atau kronik, fokal atau umum, progresif atau stasis). (1) lama
atau umur saat awal keluhan; (2) bagaimana terjadinya (mendadak atau perlahan-
lahan); (3) lokalisasi dan sifat keluhan (menetap atau menyebar); (4) derajat dan
perkembangan penyakit (bertambah berat atau menetap); (5) apakah sudah
berobat, jenis obat, membaik atau memburuk; Data lain yang tidak kalah penting
adalah riwayat kehamilan, kelahiran, penyakit dahulu, nutrisi, riwayat keluarga dan
riwayat pendidikan.
Pemeriksaan neurologis awal adalah observasi. Observasi dilakukan sejak
kita sedang melakukan anamnesis. Pada saat observasi dinilai fungsi saraf kranialis,
kelainan di wajah, kelainan deformitas struktur tubuh, posisi tubuh, kekuatan dan
gerakan ekstremitas. Selain itu, pada observasi juga diperhatikan dengan teliti mulai
dari rambut, kepala, wajah, badan, dan ekstremitas pada keadaan diam dan
bergerak.
Kegiatan dilakukan di ruang skill labs dan dipimpin oleh seorang instruktur.
Program latihan ini hanya akan berhasil apabila mahasiswa berperan secara aktif
untuk sering berlatih. Sebelum latihan keterampilan, diperlukan penguasaan teoritis
materi, yang ditunjukkan dengan mampunya mahasiswa menjawab pertanyaan
diskusi. Bila ada hal yang tidak dimengerti jelas dapat ditanyakan pada instruktur.
Evaluasi penguasaan keterampilan dilakukan dengan pengisian checklist.
Kejang
Kejang adalah sebuah gejala dari penyakit bukan diagnosis tersendiri. Pada setiap
kejang harus diperhatikan jenisnya (klonik atau tonik), bagian tubuh yang terkena
(fokal atau umum), durasi kejang berlangsung, frekuensi, interval antar serangan,
keadaan saat dan setelah kejang kesadaran antar kejang (post-iktal), disertai
demam atau tidak, dan riwayat kejang sebelumnya.
Kejang grand mal (kejang umum) adalah kejang umum tonik-klonik yang disertai
dengan hilangnya kesadaran
Kejang petit mal (kejang fokal) terjadi kehilangan kesadaran 5-15 detik, akibat
kelainan lepas muatan listrik yang abnormal pada otak.
Kejang absans berupa terputusnya kesadaran atu kegiatan secara mendadak dan
terjadi sesaat, kadang disertai automatisme atau gerakan klonik, terutama pada
kelopak mata.
Tremor
Tremor atau gemetaran ialah gerakan halus yang konstan. Tremor dapat timbul saat
istirahat akibat lesi di sistem ekstrapiramidal, ada pula yang timbul saat pergerakan
akibat lesi di serebelum. Pada bayi, tremor dapat timbul saat hipoglikemia atau
hipokalsemia. Tremor otot juga dapat terjadi pada hipertiroidism, hipotermia,
hipertermia, atau degenarasi medulla spinalis. Pada bayi, tremor dan twitching dapat
terjadi tanpa sebab yang jelas
Twitching
Twitching adalah gerakan spasmodic yang berlangsung singkat, dapat terlihat pada
otot yang lelah, nyeri setempat, atau menyertai korea. Twitching dapat merupakan
manifestasi psikologis (ansietas dan lain-lain) yang biasanya bersifat periodic
Korea
Gerakan korea adalah gerakan involunter kasar, tanpa tujuan, cepat dan tersentak-
sentak, tidak teratur, tidak terkoordinasi, dan berhubungan dengan tonus otot yang
tinggi. Gerakan ini menghilang pada waktu tidur, dan bertambah apabila pasien
diminta melaukan gerakan volunteer. Gerakan korea dan atetosis seringkali terjadi
bersama-sama, disebut gerakan korea-atetosis
Atetosis
Atetosis adalah gerakan mengeliat berkelok-kelok pada wajah dan ekstremitas
terutama bagian distal. Pada spasme torsi (dystonia) gerakannya serupa namun
mengenai bagian proksimal dari ekstremitas. Gerakan tersebut tidak memiliki
maksud tertentu. Keduanya timbul pada lesi di sistem ekstrapiramidal.
Paresis dan paralisis
Paresis adalah kelumpuhan otot yang tidak sempurna (incomplete paralysis),
sedang paralisis adalah kelumpuhan otot yang sempurna (complete paralysis). Baik
paresis dan paralisis dapat bersifat flaksid atau spastik. Pada paresis/paralisis
flaksid otot tidak dapat mempertahankan tonus pada posisi yang normal. Flasiditas
pada umumnya menunjukkan adanya lesi lower motto rneuron dan dapat ditemukan
pada penyakit poliomyelitis, amyotonia kongenital, miastenia, atau kerusakan
medulla spinalis. Paralisis tipe upper motor neuron akan menunjukkan flaksiditas
lebih dahulu sebelum terjadi spastisitas. Karena itu bayi dengna kerusakan otak
mungkin tampak flaksid terlebih dahulu, dapat sampai 6 bulan, sebelum spastisitas
menjadi nyata. Flaksiditas biasanya disertai dengan berkurangnya reflex.
Paresis/paralisis spastik ditandai tonus otot yang meningkat dengna kontraksi yang
berlangsun lama, disertai reflex yang meningkat serta reflex patologis. Kelainan ini
terjadi akibat upper motor neuron.
Kelumpuhan satu sisi tubuh dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis tengah di
depan dan di belakang disebut sebagai hemiparesis atau hemiparalysis
(hemiplegia). Hemiplagia alterans (paralisis menyilang) yaitu kelumpuhan 1 saraf
otak atau lebih ipsilateral disertai kelumpuhan lengan dan tungkai kontralateral.
Diplegia menunjukkan kelumpuhan pada 2 anggota gerak yang berhubungan,
biasanya kedua anggota gerak bawah, tetapi dapat pula kedua anggota gerak atas.
Paraplegia menunjukkan kelumpuhan anggota gerak bawah. Tetraparesis atau
tetraparalisis atau tetra plagia adalah kelumpuhan keempat anggota gerak.
1.5.2. Observasi
Pendekatan pemeriksaan neurologis tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik
umum. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan pengamatan, raba, dan auskultasi.
Pemeriksaan neurologis yang terpenting adalah observasi secara seksama dan teliti
sebelum pasien disentuh. Pada saat dilakukan observasi klinis, dapat sekaligus
menilai tingkat kesadaran bayi dan anak. Jenis-jenis tingkat kesadaran antara
lain:
1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Somnolen : mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang
3. Sopor : penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat
tetapi akan cepat tidur kembali. Respon (+) pada rangsang verbal dengan
gerakan spontan yang tidak konsisten, respon (+) pada rangsang nyeri tetapi
tidak sempurna
4. Subcoma : respon (-) pada rangsang verbal, hanya respon (-) pada rangsang
nyeri tetapi tidak sempurna, refleks masih baik
5. Comatous : respon (-) terhadap semua rangsangan
Pasien yang telah disentuh seringkali menangis dan menyebabkan data yang
ada menjadi sulit diinterpretasi, misalnya pemeriksaan ubun-ubun besar pada bayi
yang menangis. Ubun-ubun besar membonjol pada bayi menangis dapat merupakan
2
bukan keadaan abnormal.
Bayi baru laihr secara normal akan berbaring dengan posisi lengan dan
tungkai dalam keadaan fleksi, sedang tangannya menggenggam. Posisi bayi baru
lahir tanpa kelainan enurologis bila diletakkan pada meja periksa dalam posisi
telungkup (pronasi/prone position) maka kepalanya masih akan menempel pada
meja, kedua lengan dan tungkainya alam keadaan fleksi dan bokong ke atas.
Dengan semakin bertambahnya usia, maka kepalanya akan diangkat. Posisi fleksi
pada bayi normal akan semakin tampak kurang jelas dengan semakin
bertambahnya usia. Beberapa posisi abnormal yang dapat dijumpai pada bayi atau
bayi baru lahir antara lain:
a. Frog posture
Kedua tangan bayi terbaring lemas disamping tubuhnya, terbuka dan abduksi
dan eksteranal rotasi sendi panggul. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
gangguan pada hemisfer otak, serebelum, medula spinalis, kornu anterior,
saraf perifer, hubungan saraf-otot, dan otot. Kemungkinan bayi tersebut adalah
floppy infant
Diagram 1. Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Laki-laki
Diagram 2. Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Perempuan
Palpasi pada fontanel (ubun-ubun) dapat mencerminkan keadaan tekanan
intrakranial. Pada keadaan normal, ubun-ubun besar (fontanel anterior) teraba
sedikit cekung dan teraba adanya pulsasi arteri. Ukuran rata-rata berkisar 2,1 cm
dan telah menutup pada usia 13,8 bulan. Secara umum, ubun-ubun besar mulai
menutup pada umur 9 bulan dan telah menutup pada usia 18 bulan. Ukuran ubun-
ubun yang lebar dan lambat menutup dapat dijumpai pada keadaan akondroplasi,
hipotiroid, sindrom Down, peningkatan tekanan intrakranial dan penyakit rikets.
Auskultasi dapat dilakukan pada daerah glabela, temporal, leher, mata, di belakang
telinga dan mastoid. Bruit dapat ditemukan normal pada anak usia 4 – 5 tahun
5
berkisar 10% lebih.
Pemeriksaan transluminasi kepala
Alat untuk pemeriksaan transluminasi kepala adalah lampu khusus yang
ditempatkan dalam ruang gelap. Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa
beradaptasi dahulu dalam ruang gelap selama 2-3 menit.
Metode
Letakkan ujung transluminator di ubun-ubun besar (ditengah-tengah), kemudian
perhatikanlah daerah yang terang, atau translusen, luas daerah tersebut apakah
simetris atau asimetris sisi kiri dan kanan, kemudian ukurlah daerah translusen.
Setelah itu pindahkan transluminator kedepan, lateral kiri dan kanan. Kemudian ke
belakang, sehingga secara sistematis seluruh kepala pasien diperiksa.
Transluminasi dinyatakan positif apabila daerah translusen memebihi 3cm pada bayi
berumur dibawah 6 bulan, atau daerah translusen melebihi 2cm pada bayi ebrumur
6 bulan atau lebih, atau daerah translusen asimetris.
Gambar 4. Fontanel
Suspensi ventral
Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks, kontrol
1,5
tangan dan kaki terhadap gravitasi.
Metode pemeriksaan:
Bayi ditidurkan posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa
menyanggah badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi
kepala akan jatuh ke bawah membentuk sudut ± 45° atau kurang dari posisi
horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada siku dan sedikit
ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut. Dengan bertambahnya
usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus (horizontal). Pada bayi
hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral
akan berbentuk seperti huruf “U” terbalik. Pada bayi dengan serebral palsy, tes
2,5
suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.
Refleks tendon
Refleks Patologis
Refleks Babinski
Dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki dari dengan alat yang sedikit
runcing. Bila positif akan terjadi reaksi berupa ekstensi ibu jari kaki disertai dengan
gerakan seperti mengipas (menyebarnya) jari-jari kaki yang lain. Refleks ini normal
pada bayi hingga usia 18 bulan. Billa reflex positif kemungkinan terdapat lesi
pyramidal
Refleks Oppenheim
Dilakukan dengan menekan sisi medial pergelangan kaki, reaksi yang terjadi sama
dengan reflex babinksi,
Refleks Hoffman
Dilakukan ketukan pada phalang proximal jari ke 2, bila postif akan terjadi fleksi jari
pertama dan ketiga. Selain pada gangguan UMN, juga positif pada tetanus
Klonus pergelangan kaki
Kaki pasien di dorsofleksikan dengan cepat dan kuat sementara sendi lutut di
luruskan dengan tangan lain pemeriksa yang diletakkan pada fosa poplitea. Bila
klonus positf. Terjadi gerakan fleksi dan ekstensi kaki secara terus-menerus dan
cepat.
Klonus patella
Tekan patella kuat dan cepat sementara tungkai dalam keadaan ekstensi dan lemas,
disebut positif bila terjadi gerakan fleksi dan ekstensi kaki secara terus-menerus dan
cepat.
Refleks Primitif
Refleks primitif adalah aksi reflek yang berasal dari dalam pusat sistem saraf
yang ditunjukkan oleh bayi baru lahir normal namun secara neurologis tidak lengkap
seperti pada orang dewasa dalam menanggapi rangsang tertentu. Refleks primitif ini
sering disebut juga dengan infantile atau refleks bayi baru lahir.
Berbagai pola refleks dengan perantaraan mekanisme batang otak dan
medulla spinalis, ditemukan pada neonatus dan bulan-bulan pertama kehidupan
postnatal. Respon tersebut bersifat stereotipik; merupakan temuan normal, namun
dapat kurang tajam pada bayi yang tidur atau baru saja makan. Tidak adanya
respon refleks menunjukkan depresi umum fungsi motorik sentral dan perifer, respon
asimetris menunjukkan lesi motorik fokal sentral ataupun perifer.
Refleks primitive menunjukkan tahap perkembangan susunan
somatosensorik. Refleks ini akan menghilang dalam urutan yang dapat diramalkan
karena diganti oleh fungsi motorik volunter. Persistensi abnormal refleks-refleks ini
ditemukan pada bayi dengan keterlambatan perkembangan umum dan lesi motorik
sentral; usia saat timbul dan menghilangnya berbagai refleks diperlihatkan dalam
tabel.
Refleks Usia saat refleks Usia saat refleks secara
biasanya timbul normal menghilang
Moro Saat lahir 3 -6 bulan
Melangkah (stepping) Saat lahir 12 bulan
Penempatan Saat lahir 6 minggu
Menghisap dan mencucu Saat lahir 4 bulan saat bangun
(rooting reflex) 7 bulan saat tidur
Genggaman palmar Saat lahir 5 - 6 bulan
Genggaman plantar Saat lahir 10 bulan
Sebaran abductor reflex Saat lahir 7 bulan
lutut
Leher tonik Saat lahir 5-6 bulan
Meluruskan leher 4-6 bulan 24 bulan
Landau 3 bulan 21-24 bulan
Reaksi parasut 9 bulan Menetap
• Refleks Moro
Refleks tonik leher yang dibangkitkan dengan membelokkan kepala bayi yang
berbaring terlentang secara cepat ke satu sisi, berupa ekstensi lengan dan
tungkai pada sisi ke mana wajah diputar dan fleksi anggota gerak sisi yang
berlawanan (postur menutupi). Pola leher tonik biasanya nyata pada usia 2-4
bulan. Persistensi setelah usia 6-9 bulan ditemukan pada lesi motoric sentral,
terutama pada bayi dengan paralisis serebral spastik.
Refleks penempatan timbul bila bayi ditegakkan dan salah satu punggung
kaki digeser sepanjang pinggir bawah sisi meja. Respons berupa fleksi, diikuti
ekstensi kaki yang distimulasi. Dapat juga dilakukan dengan merangsang
telapak kaki bayi dengan jarum tumpul palu reflex, maka akan terjadi fleksi
tungkai yang dirangsang dan kadang diikuti dengan ekstensi tungkai
kontralateral
• Refleks Meluruskan Leher
Refleks meluruskan leher positif jika rotasi badan searah putaran kepala pada
anak yang terlentang. Tidak ditemukan atau menurun pada bayi dengan
spastisitas.
• Refleks genggam
• Refleks Landau
Bayi yang ditopang pada posisi tengkurap, mendadak dijatuhkan serupa akan
terjun dalam jarak pendek. Refleks dinyatakan positif bila kedua lengan bayi
diluruskan dan seluruh jari dikembangkan.
• Refleks Menapak
DAFTAR PUSTAKA
1. Mangunatmadja I. Pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak. [online] 2010 [cited on 2015
May 13]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/248311984/04-Pemeriksaan-Neurologis-Praktis-Pada-Bayi-Dan-Anak-Dr-
Irawan-Koreksi#scribd
2. Ginting AP. Pemeriksaan neurologi pada anak dan bayi. [online] 2011 [cited on 2015 May 13].
Available from:
http://www.scribd.com/doc/87533610/Pemeriksaan-Neurologis-Pada-Anak-Dan-Bayi#scribd
3. Dimyati Y. Pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak. [online] 2011 [cited on 2015 May
13]. Available from:
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-
NEURO/mk_pen_slide_pemeriksaan_neurologis_praktis_pada_bayi_dan_anak.pdf
4. Dewi R, Mangunatmadja I, Yuniar I. Perbandingan full outline of unresponsiveness
score dengan Glasgow coma scale dalam menentukan prognostic pasien sakit kritis. Sari Pediatri.
2011 Oct; 13(3).h. 215-20.
5. Mangunatmadja I. Pendekatan klinis berbagai kasus neurologi anak. Sari Pediatri.
2010 Sep; 5(2).h. 85 – 90.
6. Hills W. Pediatric and infant neurologic examination. [online] 2012 [cited on 2015 May 13].
Available from:
http://www.ohsu.edu/xd/health/services/doernbecher/research-education/education/med-
education/upload/ped-neuro-exam-edit-05-8-13.pdf
7. Nasrullah. Refleks bayi baru lahir. Malang: Conitive Performance Seriens; 2012.
8. Tim adaptasi Indonesia, et al. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO-
DEPKES RI; 2009.
9. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandapura EP, Harmoni ED.
10. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2009.
11. Bickley, Lynn S. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Edisi 8. Jakarta : EGC;
2009.
12. Capute AJ, Shapiro BK, Accardo PJ et al. Motor Function: Associated Primitive Reflex Profiles.
Developmental Medicine & Child Neurology; 1982.
13. Soetomenggolo, Taslim S. Dan Sofyan Ismael. Buku Ajar Neurologi Anak Cetakan ke-2. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2000.
14. Lokakarya Tumbuh Kembang Anak. Pemeriksaan Neurologis Pada Bayi dan Anak. Jakarta; 2009.
15. Engel, J. Seri pedoman praktis pengkajian pediatrik edisi 4. Jakarta: EGC; 2008.
16. Berg OB. The clinical evaluation. Dalam: Berg OB, Editor. Principles of child neurology. New York:
McGraw-Hill; 1996. h. 5-22.
17. Swaiman KF. Neurologic examination after the newborn period until 2 year of age. Dalam: Swaiman
KF, Ashwal S, Editor, Pediatric Neurology: principles & practice. Edisi ke-3. St Louis: Mosby; 1999.
h. 31-8.
18. JH, Sarnat HB, Ed. Child neurology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.h. 1-27.
19. Kisler J, Ricker R. The abnormal fontanel. Am Fam Physic. 2003; 15:13-8.
20. Friedman LS, Kaufman LM. Guidelines for pediatrician referrals to the ophthalmologist. Ped Clin N
Am. 2003; 50:41-53.