Anda di halaman 1dari 13

Keterampilan 4

Pemeriksaan Neurologis

1.1. PENDAHULUAN
​Evaluasi neurologis umum adalah bagian integral pemeriksaan fisik pediatric
umum. Bila dalam evaluasi umum terdapat atau dicurigai ada penyimpangan dari
keadaan normal, maka pemeriksaan neurologis perlu dilakukan lebih rinci dan
dicatat dalam bagian terpisah. Pemeriksaan neurologis pada bayi tidak mudah
dilakukan karena bayi normal selalu bergerak aktif, sehingga perlu dibedakan
apakah gerakan bayi tersebut merupakan gerakan reflex hasil pemeriksaan dan
variasi normalnya.
​Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan neurologis
antaranya adalah waktu pemeriksaan,idealnya dilakukan 2-3 jam setelah bayi
selesai minum; dalam keadaan cukup beristirahat (tidak sedang mengantuk atau
letih). Jaga suhu ruang periksa karena bayi rentan terjadi hipotermia.
​Sebelum pemeriksaan perlu diawali dengan anamnesis neurologis dan
menggali keluhan utama orangtua membawa anaknya berobat. Anamnesis penyakit
yang dilakukan secara rinci dan runut sehingga dapat menentukan perjalanan dan
proses penyakit (akut atau kronik, fokal atau umum, progresif atau stasis). (1) lama
atau umur saat awal keluhan; (2) bagaimana terjadinya (mendadak atau perlahan-
lahan); (3) lokalisasi dan sifat keluhan (menetap atau menyebar); (4) derajat dan
perkembangan penyakit (bertambah berat atau menetap); (5) apakah sudah
berobat, jenis obat, membaik atau memburuk; Data lain yang tidak kalah penting
adalah riwayat kehamilan, kelahiran, penyakit dahulu, nutrisi, riwayat keluarga dan
riwayat pendidikan.
​Pemeriksaan neurologis awal adalah observasi. Observasi dilakukan sejak
kita sedang melakukan anamnesis. Pada saat observasi dinilai fungsi saraf kranialis,
kelainan di wajah, kelainan deformitas struktur tubuh, posisi tubuh, kekuatan dan
gerakan ekstremitas. Selain itu, pada observasi juga diperhatikan dengan teliti mulai
dari rambut, kepala, wajah, badan, dan ekstremitas pada keadaan diam dan
bergerak.
Kegiatan dilakukan di ruang skill labs dan dipimpin oleh seorang instruktur.
Program latihan ini hanya akan berhasil apabila mahasiswa berperan secara aktif
untuk sering berlatih. Sebelum latihan keterampilan, diperlukan penguasaan teoritis
materi, yang ditunjukkan dengan mampunya mahasiswa menjawab pertanyaan
diskusi. Bila ada hal yang tidak dimengerti jelas dapat ditanyakan pada instruktur.
Evaluasi penguasaan keterampilan dilakukan dengan pengisian checklist.

1.2. TUJUAN UMUM


​Mahasiswa dapat melakukan prosedur pemeriksaan neurologis dengan baik
dan tepat.
1.3. TUJUAN KHUSUS
​Setelah melakukan keterampilan pemeriksaan refleks primitif, mahasiswa:
1. Mampu menjelaskan beberapa gejala dan tanda neurologis yang sering
terdapat pada bayi dan anak

2. Mampu menjelaskan tujuan observasi awal


3. Mampu mempraktekkan pemeriksaan kepala
4. Mampu mempraktekan pemeriksaan kekuatan otot

5. Mampu mempraktekkan pemeriksaan reflex


6. Mampu mempraktekkan pemeriksaan meningeal
7. Mampu mempraktekkan pemeriksaan saraf kranial
8. Mampu menjelaskan interpretasi hasil pemeriksaan neurologis
1.4. AKTIVITAS BELAJAR
1. Mahasiswa diharapkan sudah membaca teori dan prosedur pemeriksaan
neurologis anak

2. Mahasiswa diharapkan sudah membaca prosedur pemeriksaan refleks primitif


3. Perkenalan dan menjelaskan tujuan pembelajaran (5 menit).
4. Instruktur melakukan silent demonstration, sementara mahasiswa mengamati
(10 menit)
5. Instruktur melakukan demonstrasi, dengan verbal performance step by step
(15 menit).
6. Mahasiswa melakukan silent demonstration, sementara instruktur dan
mahasiswa yang lain mengamati (5 menit per siswa = 50 menit)
7. Mahasiswa melakukan demonstrasi dengan verbal performance step by step,
sementara instruktur dan mahasiswa yang lain mengamati dan memberi
feedback (7 menit per siswa = 70 menit)

8. Diskusi kelompok (10 menit)


1.5. TEORI DASAR PEMERIKSAAN REFLEKS PRIMITIF
1.5.1. Definisi

Kejang
Kejang adalah sebuah gejala dari penyakit bukan diagnosis tersendiri. Pada setiap
kejang harus diperhatikan jenisnya (klonik atau tonik), bagian tubuh yang terkena
(fokal atau umum), durasi kejang berlangsung, frekuensi, interval antar serangan,
keadaan saat dan setelah kejang kesadaran antar kejang (post-iktal), disertai
demam atau tidak, dan riwayat kejang sebelumnya.

Kejang grand mal (kejang umum) adalah kejang umum tonik-klonik yang disertai
dengan hilangnya kesadaran
Kejang petit mal (kejang fokal) terjadi kehilangan kesadaran 5-15 detik, akibat
kelainan lepas muatan listrik yang abnormal pada otak.
Kejang absans berupa terputusnya kesadaran atu kegiatan secara mendadak dan
terjadi sesaat, kadang disertai automatisme atau gerakan klonik, terutama pada
kelopak mata.

Tremor
Tremor atau gemetaran ialah gerakan halus yang konstan. Tremor dapat timbul saat
istirahat akibat lesi di sistem ekstrapiramidal, ada pula yang timbul saat pergerakan
akibat lesi di serebelum. Pada bayi, tremor dapat timbul saat hipoglikemia atau
hipokalsemia. Tremor otot juga dapat terjadi pada hipertiroidism, hipotermia,
hipertermia, atau degenarasi medulla spinalis. Pada bayi, tremor dan twitching dapat
terjadi tanpa sebab yang jelas

Twitching
Twitching adalah gerakan spasmodic yang berlangsung singkat, dapat terlihat pada
otot yang lelah, nyeri setempat, atau menyertai korea. Twitching dapat merupakan
manifestasi psikologis (ansietas dan lain-lain) yang biasanya bersifat periodic

Korea
Gerakan korea adalah gerakan involunter kasar, tanpa tujuan, cepat dan tersentak-
sentak, tidak teratur, tidak terkoordinasi, dan berhubungan dengan tonus otot yang
tinggi. Gerakan ini menghilang pada waktu tidur, dan bertambah apabila pasien
diminta melaukan gerakan volunteer. Gerakan korea dan atetosis seringkali terjadi
bersama-sama, disebut gerakan korea-atetosis

Atetosis
Atetosis adalah gerakan mengeliat berkelok-kelok pada wajah dan ekstremitas
terutama bagian distal. Pada spasme torsi (dystonia) gerakannya serupa namun
mengenai bagian proksimal dari ekstremitas. Gerakan tersebut tidak memiliki
maksud tertentu. Keduanya timbul pada lesi di sistem ekstrapiramidal.
Paresis dan paralisis
Paresis adalah kelumpuhan otot yang tidak sempurna (incomplete paralysis),
sedang paralisis adalah kelumpuhan otot yang sempurna (complete paralysis). Baik
paresis dan paralisis dapat bersifat flaksid atau spastik. Pada paresis/paralisis
flaksid otot tidak dapat mempertahankan tonus pada posisi yang normal. Flasiditas
pada umumnya menunjukkan adanya lesi lower motto rneuron dan dapat ditemukan
pada penyakit poliomyelitis, amyotonia kongenital, miastenia, atau kerusakan
medulla spinalis. Paralisis tipe upper motor neuron akan menunjukkan flaksiditas
lebih dahulu sebelum terjadi spastisitas. Karena itu bayi dengna kerusakan otak
mungkin tampak flaksid terlebih dahulu, dapat sampai 6 bulan, sebelum spastisitas
menjadi nyata. Flaksiditas biasanya disertai dengan berkurangnya reflex.
Paresis/paralisis spastik ditandai tonus otot yang meningkat dengna kontraksi yang
berlangsun lama, disertai reflex yang meningkat serta reflex patologis. Kelainan ini
terjadi akibat upper motor neuron.
Kelumpuhan satu sisi tubuh dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis tengah di
depan dan di belakang disebut sebagai hemiparesis atau hemiparalysis
(hemiplegia). Hemiplagia alterans (paralisis menyilang) yaitu kelumpuhan 1 saraf
otak atau lebih ipsilateral disertai kelumpuhan lengan dan tungkai kontralateral.
Diplegia menunjukkan kelumpuhan pada 2 anggota gerak yang berhubungan,
biasanya kedua anggota gerak bawah, tetapi dapat pula kedua anggota gerak atas.
Paraplegia menunjukkan kelumpuhan anggota gerak bawah. Tetraparesis atau
tetraparalisis atau tetra plagia adalah kelumpuhan keempat anggota gerak.

1.5.2. Observasi
Pendekatan pemeriksaan neurologis tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik
umum. Pemeriksaan dilakukan berdasarkan pengamatan, raba, dan auskultasi.
Pemeriksaan neurologis yang terpenting adalah observasi secara seksama dan teliti
sebelum pasien disentuh. Pada saat dilakukan observasi klinis, dapat sekaligus
menilai tingkat kesadaran bayi dan anak. Jenis-jenis tingkat kesadaran antara
lain:
1. Compos Mentis (conscious) yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Somnolen : mengantuk, kesadaran dapat pulih penuh bila dirangsang
3. Sopor : penderita masih dapat dibangunkan dengan rangsangan yang kuat
tetapi akan cepat tidur kembali. Respon (+) pada rangsang verbal dengan
gerakan spontan yang tidak konsisten, respon (+) pada rangsang nyeri tetapi
tidak sempurna
4. Subcoma : respon (-) pada rangsang verbal, hanya respon (-) pada rangsang
nyeri tetapi tidak sempurna, refleks masih baik
5. Comatous : respon (-) terhadap semua rangsangan

Pasien yang telah disentuh seringkali menangis dan menyebabkan data yang
ada menjadi sulit diinterpretasi, misalnya pemeriksaan ubun-ubun besar pada bayi
yang menangis. Ubun-ubun besar membonjol pada bayi menangis dapat merupakan
2
bukan keadaan abnormal.

Gambar 1. Ubun-ubun besar menonjol

Penampilan anak dapat mengingatkan kita secara langsung suatu keadaan


khusus atau sindrom tertentu. Seorang anak dengan hemiparesis datang dengan
tungkai diseret. Anak dengan sindrom Down memperlihatkan brakisefal, mata
mongoloid, epicatal, fold tebal, nasal bridge (-), low set air dan ekstremitas yang
lebih pendek dibanding anak normal. Observasi daerah rambut dan kepala bayi
dapat terlihat adanya ubun-ubun besar membonjol atau cekung, alopesia,
hidrosefalus, atau adanya hematom di daerah pelipis. Bentuk kepala dapat berupa
1-3
brakisefal, platisefal atau skafosefal, frontal bossing.
Gambar 2. Bentuk kepala

Bayi baru laihr secara normal akan berbaring dengan posisi lengan dan
tungkai dalam keadaan fleksi, sedang tangannya menggenggam. Posisi bayi baru
lahir tanpa kelainan enurologis bila diletakkan pada meja periksa dalam posisi
telungkup (pronasi/prone position) maka kepalanya masih akan menempel pada
meja, kedua lengan dan tungkainya alam keadaan fleksi dan bokong ke atas.
Dengan semakin bertambahnya usia, maka kepalanya akan diangkat. Posisi fleksi
pada bayi normal akan semakin tampak kurang jelas dengan semakin
bertambahnya usia. Beberapa posisi abnormal yang dapat dijumpai pada bayi atau
bayi baru lahir antara lain:
a. Frog posture
Kedua tangan bayi terbaring lemas disamping tubuhnya, terbuka dan abduksi
dan eksteranal rotasi sendi panggul. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
gangguan pada hemisfer otak, serebelum, medula spinalis, kornu anterior,
saraf perifer, hubungan saraf-otot, dan otot. Kemungkinan bayi tersebut adalah
floppy infant

Gambar 3. Frog leg posture


b. Hemiplegi
Ekstremitas 1 sisi fleksi dan sisi lainnya ekstensi lemah. Bila hanya 1
ekstremitas atas yang ekstensi lemah, kemungkinan terjadi “Erb’s Paralyse”
c. Opisthotonus
Opisthotonus adalah suatu sikap pada tubuh abnormal ketika posisi tubuh
mengalami kaku dan melengkung kebelakang, kemudian dengan kepala
terlempar ke belakang. Bilamana dijumpai
Kondisi opisthotonus dengan ekstensi
Spastik keempat ekstremitas, perlu
dicurigai adanya cerebal palsy
Gambar 4. Opisthotonus pada pasien tetanus
d. Hipotoni
Bayi terbaring lurus tertelungkup dengan posisi kedua
Lengan dan tungkainya diletakkan lurus di atas meja.
Biasanya bayi dengan posisi seperti ini memiliki kelainan
pada sistem saraf pusat

1.5.3. Pengukuran lingkar kepala


Pengukuran lingkar kepala wajib dilakukan secara rutin pada anak dibawah
usia 2 tahun. Pemeriksaan ini mudah dan murah untuk dilakukan dan memberikan
gambaran pertumbuhan anak. Pertumbuhan kepala bergantung dari pertumbuhan isi
kepala. Apabila otak tidak berkembang maksimal, maka ukuran kepala akan tetap
kecil dan merupakan tanda pertumbuhan subnormal mental anak. Perhatikan juga
ukuran bayi, bentuk kepala penderita dan orang tua, ubun-ubun besar penderita,
dan sutura cranialis. Beberapa penyebab lingkaran kepala kecil adalah: gangguan
mental, kraniostenosis. Ukuran kepala yang terlalu besar dapat disebabkan oleh
hidrosefalis, megaensefali, hidranensefali, tumor serebral atau efusi subdural.
Pemeriksaan kepala dapat menentukan apakah makrosefali, mikrosefali atau
kraniosinostosis. Gambaran vena melebar dapat terlihat pada peningkatan tekanan
intrakranial. Daerah oksiput yang datar berhubungan dengan perkembangan yang
terlambat. Daerah oksipital yang membesar ditemukan pada sindrom Dandy Walker.
Biparietal melebar dapat terjadi karena adanya hematom subdural akibat kekerasan
pada anak. Sutura yang overlaping dijumpai pada kraniosinostosis. Tanda Macewen
2,3
(cracked pot) dapat dijumpai pada peningkatan tekanan intrakranial.
Pertambahan ukuran lingkar kepala pada bayi cukup bulan pada 3 bulan
pertama adalah 2 cm/bulan, pada usia 3 bulan sampai 6 bulan adalah 1 cm/bulan
dan selanjutnya 0,5 cm/bulan pada usia 7 – 12 bulan. Pengukuran lingkar kepala
dilakukan secara serial dan diplot pada grafik lingkar kepala sehingga dapat
memberikan informasi penting untuk mendeteksi awal adanya hidrosefalus atau
mikrosefal.
Keterlambatan perkembangan lingkar kepala atau ukuran yang menetap
adalah refleksi adanya gangguan pertumbuhan otak karena bermacam sebab.
Pengukuran lingkar kepala yang benar adalah mengukur lingkar ocipitofronto
terbesar, yang melewati titik suboksipito-bregmatikus. Sampai dengan sekarang
tabel yang dipergunakan sebagai referensi pengukuran lingkar kepala pada bayi dan
anak adalah Tabel NELLHAUS, dimana lingkar kepala bertambah 12 cm dalam 12
1,3
bulan pertama dengan distribusi yang tidak merata.
Beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan lingkar kepala menjadi tidak
normal adalah sebagai berikut:1,3
Lingkar kepala mengecil (<-2SD) Lingkar kepala besar (>+2SD
1) Bayi kecil 1) Bayi besar
2) Familial feature 2) Familial feature
3) Mental subnormality 3) Hidrosefalus
4) Kraniostenosis 4) Megaensefali
5) Hidranensefali
6) Tumor serebral
7) Efusi subdural

Diagram 1. Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Laki-laki

Diagram 2. Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Perempuan
Palpasi pada fontanel (ubun-ubun) dapat mencerminkan keadaan tekanan
intrakranial. Pada keadaan normal, ubun-ubun besar (fontanel anterior) teraba
sedikit cekung dan teraba adanya pulsasi arteri. Ukuran rata-rata berkisar 2,1 cm
dan telah menutup pada usia 13,8 bulan. Secara umum, ubun-ubun besar mulai
menutup pada umur 9 bulan dan telah menutup pada usia 18 bulan. Ukuran ubun-
ubun yang lebar dan lambat menutup dapat dijumpai pada keadaan akondroplasi,
hipotiroid, sindrom Down, peningkatan tekanan intrakranial dan penyakit rikets.
Auskultasi dapat dilakukan pada daerah glabela, temporal, leher, mata, di belakang
telinga dan mastoid. Bruit dapat ditemukan normal pada anak usia 4 – 5 tahun
5
berkisar 10% lebih.
Pemeriksaan transluminasi kepala
Alat untuk pemeriksaan transluminasi kepala adalah lampu khusus yang
ditempatkan dalam ruang gelap. Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa
beradaptasi dahulu dalam ruang gelap selama 2-3 menit.
Metode
Letakkan ujung transluminator di ubun-ubun besar (ditengah-tengah), kemudian
perhatikanlah daerah yang terang, atau translusen, luas daerah tersebut apakah
simetris atau asimetris sisi kiri dan kanan, kemudian ukurlah daerah translusen.
Setelah itu pindahkan transluminator kedepan, lateral kiri dan kanan. Kemudian ke
belakang, sehingga secara sistematis seluruh kepala pasien diperiksa.
Transluminasi dinyatakan positif apabila daerah translusen memebihi 3cm pada bayi
berumur dibawah 6 bulan, atau daerah translusen melebihi 2cm pada bayi ebrumur
6 bulan atau lebih, atau daerah translusen asimetris.

Gambar 4. Fontanel

1.5.3. Pemeriksaan neuromuskular


Pada pemeriksaan ini perlu untuk membedakan apakah lesi terletak di system saraf
pusat/Upper motor neuron atau system saraf perifer/Lower motor neuron.
Komponen LMN dari susunan neuromuscular terdiri dari neuron alfa dan gamma,
akson, motor end plate dan otot. Kerusakan pada LMN akan menunjukkan
gambaran yang sama. Untuk mengingatkan berikut adalah pengukuran kekuatan
otot:
5 = normal, mampu menggerakkan persendian dalam lingkup gerak penuh, mampu
melawan gaya gravitasi, mampu melawan tahanan kuat
4 = Mampu menggerakkan persendian, melawan gaya gravitasi, mampu melawan
tahanan sedang
3 = Mampu menggerakkan dan melawan gaya gravitasi
2 = Mampu menggerakkan persendian, tidak mampu melawan gaya gravitasi
1 = Kontraksi otot dapat di palpasi tanpa terlihat adanya gerakan persendian
0 = Tidak ada kontraksi otot

Pembeda UMN LMN


Tonus otot Hipotoni (bayi) datau spastik Hipotoni
(bayi dan anak)
Kekuatan otot Normal atau sedikit menurun Sangat menurun (lemah)
Refleks-refleks Reflex tendon meningkat Refleks tendon menurun atau
Reflex bayi menetap tidak ada
Tes Babinski positif Reflex Babinski negative
Klonus pergelangan kaki dan Klonus negative
lutut positif
Massa otot Biasanya tidak dijumpai atropi Dijumpai atropi (sulit ditemukan
pada bayi)
Ditemukan fasikulasi (sulit
ditemukan pada bayi, kecuali di
lidah)

Spastisitas ditandai dengan adanya tahanan yang meningkat di otot diikuti


gerakan pasif, fenomena pisau-lipat(clasp-knife), kekakuan sendi pada saat fleksi
dan ekstensi. Kekakuan yang berlebihan pada tubuh menyebabkan postur
opistotonus. Anak dengan spastis pada tungkai bawah dapat berjalan secara tiptoe
1,6
walking.
Pemeriksaan otot pada usia 3 – 4 tahun, yang cukup kooperatif gerakan dari
duduk dilantai sampai berdiri Gower sign, dapat menjelaskan kekuatan otot. Gowers’
sign adalah suatu gerakan tubuh saat pasien berusaha berdiri. Pasien memulai
untuk berdiri dengan cara kedua lengan dan kedua lutut menyangga badan
(prone position), kemudian kedua lutut diluruskan (bear position), selanjutnya tubuh
ditegakkan dengan bantuan kedua lengan yang berpegangan pada ke dua lutut dan
paha untuk kemudian berdiri tegak (upright position). Jika ada kelemahan otot maka
2,5
akan tampak pada pemeriksaan.
Gangguan neuromuscular dapat juga dideteksi melalui pemeriksaan laboratoris
seperti pemeriksaan creatine phosphokinase, serum elektrolit, elektrofisiologi atau
dengan biopsy otot.

1.5.4. Refleks pada bayi dan anak


Evaluasi system motor meliputi kekuatan otot, tonus, postur, gerakan dan refleks
tendon. Kekuatan otot seharusnya sudah dapat dinilai saat observasi. Tonus otot
pada bayi diperiksa dengan melakukan respon traksi/ traksi suspensi (head lag) dan
1
suspensi ventral.
Respon traksi
Respon ini menilai kontrol bayi atau anak terhadap fungsi otot lehernya. Sejak
lahir sampai usia 2 bulan, kepala anak akan tertinggal apabila kita mengangkat anak
tersebut pada kedua tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut
dengan head leg. Salah satu tes untuk mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher
2,5
dan kepala adalah respon traksi.
Metode pemeriksaan:
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian pemeriksa memegang kedua
tangan bayi pada pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak ditarik sampai
pada posisi duduk. Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi
leher dan kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang pada saat bayi
posisi duduk maka head lag positif, tapi bila bayi mampu mengangkat kepala pada
saat posisi duduk maka head lag negatif (menghilang). Head lag harus sudah
menghilang setelah bayi berusia 3 bualn. Apabila setelah 3 bulan head leg masih
3,5
positif, perlu dicurigai kemungkinan hipotoni, kelainan SSP atau prematurasi.

Suspensi ventral
Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks, kontrol
1,5
tangan dan kaki terhadap gravitasi.
Metode pemeriksaan:
Bayi ditidurkan posisi pronasi, kemudian telapak tangan pemeriksa
menyanggah badan bayi pada daerah dada. Pada bayi aterm dan normal, posisi
kepala akan jatuh ke bawah membentuk sudut ± 45° atau kurang dari posisi
horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi, tangan fleksi pada siku dan sedikit
ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi pada sendi lutut. Dengan bertambahnya
usia, posisi kepala terhadap badan bayi akan semakin lurus (horizontal). Pada bayi
hipotoni, leher dan kepala bayi sangat lemas sehingga pada tes suspensi ventral
akan berbentuk seperti huruf “U” terbalik. Pada bayi dengan serebral palsy, tes
2,5
suspensi ventral akan menunjukkan posisi hiperekstensi.

Refleks tendon

Refleks Patologis
Refleks Babinski
Dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki dari dengan alat yang sedikit
runcing. Bila positif akan terjadi reaksi berupa ekstensi ibu jari kaki disertai dengan
gerakan seperti mengipas (menyebarnya) jari-jari kaki yang lain. Refleks ini normal
pada bayi hingga usia 18 bulan. Billa reflex positif kemungkinan terdapat lesi
pyramidal
Refleks Oppenheim
Dilakukan dengan menekan sisi medial pergelangan kaki, reaksi yang terjadi sama
dengan reflex babinksi,
Refleks Hoffman
Dilakukan ketukan pada phalang proximal jari ke 2, bila postif akan terjadi fleksi jari
pertama dan ketiga. Selain pada gangguan UMN, juga positif pada tetanus
Klonus pergelangan kaki
Kaki pasien di dorsofleksikan dengan cepat dan kuat sementara sendi lutut di
luruskan dengan tangan lain pemeriksa yang diletakkan pada fosa poplitea. Bila
klonus positf. Terjadi gerakan fleksi dan ekstensi kaki secara terus-menerus dan
cepat.
Klonus patella
Tekan patella kuat dan cepat sementara tungkai dalam keadaan ekstensi dan lemas,
disebut positif bila terjadi gerakan fleksi dan ekstensi kaki secara terus-menerus dan
cepat.

Refleks Primitif
Refleks primitif adalah aksi reflek yang berasal dari dalam pusat sistem saraf
yang ditunjukkan oleh bayi baru lahir normal namun secara neurologis tidak lengkap
seperti pada orang dewasa dalam menanggapi rangsang tertentu. Refleks primitif ini
sering disebut juga dengan infantile atau refleks bayi baru lahir.
Berbagai pola refleks dengan perantaraan mekanisme batang otak dan
medulla spinalis, ditemukan pada neonatus dan bulan-bulan pertama kehidupan
postnatal. Respon tersebut bersifat stereotipik; merupakan temuan normal, namun
dapat kurang tajam pada bayi yang tidur atau baru saja makan. Tidak adanya
respon refleks menunjukkan depresi umum fungsi motorik sentral dan perifer, respon
asimetris menunjukkan lesi motorik fokal sentral ataupun perifer.
Refleks primitive menunjukkan tahap perkembangan susunan
somatosensorik. Refleks ini akan menghilang dalam urutan yang dapat diramalkan
karena diganti oleh fungsi motorik volunter. Persistensi abnormal refleks-refleks ini
ditemukan pada bayi dengan keterlambatan perkembangan umum dan lesi motorik
sentral; usia saat timbul dan menghilangnya berbagai refleks diperlihatkan dalam
tabel.
Refleks Usia saat refleks Usia saat refleks secara
biasanya timbul normal menghilang
Moro Saat lahir 3 -6 bulan
Melangkah (stepping) Saat lahir 12 bulan
Penempatan Saat lahir 6 minggu
Menghisap dan mencucu Saat lahir 4 bulan saat bangun
(rooting reflex) 7 bulan saat tidur
Genggaman palmar Saat lahir 5 - 6 bulan
Genggaman plantar Saat lahir 10 bulan
Sebaran abductor reflex Saat lahir 7 bulan
lutut
Leher tonik Saat lahir 5-6 bulan
Meluruskan leher 4-6 bulan 24 bulan
Landau 3 bulan 21-24 bulan
Reaksi parasut 9 bulan Menetap

• Refleks Moro

Refleks Moro ditimbulkan dengan meletakkan bayi dalam posisi berbaring


pada meja periksa, kepala ditopang tangan pemeriksa. Topangan dilepaskan
mendadak, dan kepala dibiarkan jatuh ke belakang kira-kira 10-15 derajat.
Refleks berupa ekstensi tubuh, kemudian ekstensi dan abduksi diikuti fleksi
dan adduksi lengan dengan partisipasi tungkai yang kurang teratur.

Gambar : Refleks Moro


Sumber : www.adamimages.com
Refleks moro juga dapat ditimbulkan dengan mengejutkan bayi dengan
meneputk tempat tidur bayi secara keras dan mendadak
• Refleks Isap

Dicetuskan dengan mengusap bibir. Usapan pada pipi menghasilkan reflex


mencucu, berupa gerakan mulut ke arah stimulus.
• Refleks Tonik Leher

Refleks tonik leher yang dibangkitkan dengan membelokkan kepala bayi yang
berbaring terlentang secara cepat ke satu sisi, berupa ekstensi lengan dan
tungkai pada sisi ke mana wajah diputar dan fleksi anggota gerak sisi yang
berlawanan (postur menutupi). Pola leher tonik biasanya nyata pada usia 2-4
bulan. Persistensi setelah usia 6-9 bulan ditemukan pada lesi motoric sentral,
terutama pada bayi dengan paralisis serebral spastik.

Gambar : Refleks Tonik Leher


Sumber : www.adamimages.com
• Refleks Penempatan/ withdrawal

Refleks penempatan timbul bila bayi ditegakkan dan salah satu punggung
kaki digeser sepanjang pinggir bawah sisi meja. Respons berupa fleksi, diikuti
ekstensi kaki yang distimulasi. Dapat juga dilakukan dengan merangsang
telapak kaki bayi dengan jarum tumpul palu reflex, maka akan terjadi fleksi
tungkai yang dirangsang dan kadang diikuti dengan ekstensi tungkai
kontralateral
• Refleks Meluruskan Leher

Refleks meluruskan leher positif jika rotasi badan searah putaran kepala pada
anak yang terlentang. Tidak ditemukan atau menurun pada bayi dengan
spastisitas.
• Refleks genggam

Ditimbulkan oleh tekanan ringan pada telapak tangan (genggaman palmar)


atau kaki (genggaman plantar).

Gambar : Refleks Genggam


Sumber : www.adamimages.com

• Refleks Landau

Diperagakan dengan mengangkat anak dalam posisi tengkurap, dengan


tangan pemeriksa di bawah perut. Respons normal berupa ekstensi kepala,
badan, dan panggul. Fleksi badan dan panggul timbul bila kepala difleksikan.
• Refleks parasut

Bayi yang ditopang pada posisi tengkurap, mendadak dijatuhkan serupa akan
terjun dalam jarak pendek. Refleks dinyatakan positif bila kedua lengan bayi
diluruskan dan seluruh jari dikembangkan.
• Refleks Menapak

Berupa gerakkan berjalan yang dibangkitkan bila bayi ditegakkan dengan


badan condong ke depan dan telapak kaki menyentuh permukaan datar.
Gambar : Refleks Menapak
Sumber : www.adamimages.com

1.5.5 Refleks meningeal


Untuk mengetahui gangguan pada lapisan meningeal, perlu juga melakukan
1,5,6
pemeriksaan tanda rangsang meningeal yaitu:
1. Kaku Kuduk (nuchal rigidity)
Metode: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang baring
terlentang, tekuk (fleksi) kepala pasien, usahakan agar dagu menyentuh dada.
Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai
dada. Tahanan juga dapat terasa bila leher dibuat hiperekstensi, diputar dan
digerakkan ke samping. Terkadang kaku kuduk disertai opisthotonus. Kaku Kuduk
(+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, arthritis di
servikal, encephalitis, tetanus, keracunan timbal dan artritis reumatoid.
2. Tanda Kernig/Kernig Sign
Metode: Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut
90°. Lalu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya ekstensi
dilakukan sampai membentuk sudut 135°. Pemeriksaan ini sulit dilakukan pada bayi
< 6 bulan. Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa
nyeri sebelum mencaai sudut 135°
3. Brudzinski (I, II, III, IV)
Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)
Metode: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk
kepala (fleksi) sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya
ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.
Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai
Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)
Metode: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian
panggul, sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).
Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+) bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.
Brudzinski III
Metode: Tekan os zigomaticum
Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior
(lengan tangan fleksi)
Brudzinski IV
Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior
(kaki)

Rubrik Pemeriksaan neurologis pada bayi dan anak

No Aspek Yang Dinilai Skor


012
1. Tahap persiapan
Memperkenalkan diri dan lakukan informed consent
kepada keluaga pasien tentang keadaan pasien dan
tentang tindakkan yang akan dilakukan
2 Cuci tangan 6 langkah
3 Meletakkan bayi di meja pemeriksa
4 Observasi bayi
a. Menilai tingkat kesadaran
b. Menilai penampilan dan postur
5 Pemeriksaan kepala:
a. Observasi bentuk kepala bayi dan orang
tua/keluarga
b. Mengukur lingkar kepala
c. Palpasi fontanel mayor dan minor
6 Pemeriksaan neuromuscular
Pada anak:
a. Pemeriksaan tonus dan reflex tendon ekstremitas
superior (BPR)
Melakukan pemeriksaan relek dengan mengetuk
palu reflek di tendon otot biceps brachii pada kedua
lengan
b. Pemeriksaan tonus dan reflex tendon ekstremitas
inferior (KPR/APR)
Melakukan pemeriksaan reflek dengan mengetuk
palu reflek di tendon Achilles/ Patella
Pada bayi:
a. Pemeriksaan respon traksi
Bayi ditidurkan pada posisi supinasi, kemudian
pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada
pergelangan tangan, secara perlahan-lahan anak
ditarik sampai pada posisi duduk
b. Pemeriksaan suspense ventral
Bayi ditidurkan posisi pronasi, kemudian telapak
tangan pemeriksa menyanggah badan bayi pada
daerah dada
7 Pemeriksaaan reflex patologis
a. Refleks Babinski:
Gores sisi plantar kaki dengan jarum tumpul palu
reflex dari tumit sepanjang kurva lateral hingga ke
metatarsal pads. Positif bila terjadi ekstensi ibu jari
kaki dengan grakan seperti kipas dari jari kaki yang
lain.
8 Pemeriksaan reflex primitive
a. Reflex moro
Jatuhkan bayi secara mendadak selama 10-15o
Positif bila : Refleks berupa ekstensi tubuh, dan
abduksi ekstensi lengan dan tangan terbuka diikuti
fleksi dan adduksi lengan gerakan tungkai bukan
merupakan bagian yang khas untuk reflex moro
b. Refleks isap
Dicetuskan dengan mengusap bibir. Usapan pada
pipi menghasilkan reflex mencucu, berupa gerakan
mulut ke arah stimulus
c. Refleks tonik leher
dibangkitkan dengan membelokkan kepala bayi
yang berbaring terlentang secara cepat ke satu sisi,
berupa ekstensi lengan dan tungkai pada sisi ke
mana wajah diputar dan fleksi anggota gerak sisi
yang berlawanan (postur menutupi).
d. Refleks withdrawal
dilakukan dengan merangsang telapak kaki bayi
dengan jarum tumpul palu reflex, maka akan terjadi
fleksi tungkai yang dirangsang dan kadang diikuti
dengan ekstensi tungkai kontralateral
e. Refleks meluruskan leher
rotasi badan searah putaran kepala pada anak
yang terlentang
f. Reflex gengam
Memberikan tekanan ringan pada telapak tangan
(genggaman palmar) atau kaki (genggaman
plantar). Positif jika ada gerakan menggenggam
g. Reflex landau
mengangkat anak dalam posisi tengkurap, dengan
tangan pemeriksa di bawah perut. Respons normal
berupa ekstensi kepala, badan, dan panggul. Fleksi
badan dan panggul timbul bila kepala difleksikan.
h. Reflex parasut
Bayi ditopang pada posisi tengkurap, mendadak
dijatuhkan serupa akan terjun dalam jarak pendek.
Refleks dinyatakan positif bila kedua lengan bayi
diluruskan dan seluruh jari dikembangkan
i. Reflex menapak
bayi ditegakkan dengan badan condong ke depan
dan telapak kaki menyentuh permukaan datar
9 Refleks meningeal
a. Kaku kuduk
Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala
pasien yang sedang baring terlentang, tekuk (fleksi)
kepala pasien, usahakan agar dagu menyentuh
dada.
b. Kernig sign
Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan
sampai membuat sudut 90°. Lalu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya
ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut 135°.
c. Brudzinski
Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)
Metode: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang
sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi) sampai
dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi
sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk
mencegah diangkatnya badan.
Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat
fleksi pada kedua tungkai
Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg
Sign)
Metode: Pada pasien yang sedang baring, satu
tungkai di fleksikan pada persendian panggul,
sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam
keadaan ekstensi (lurus).
Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+) bila tungkai
yang satunya ikut pula terfleksi.
Brudzinski III
Metode: Tekan os zigomaticum
Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi
fleksi involunter ekstremitas superior (lengan
tangan fleksi)
Brudzinski IV
Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)
Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi
fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)
TOTAL

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangunatmadja I. Pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak. [online] 2010 [cited on 2015
May 13]. Available from:
http://www.scribd.com/doc/248311984/04-Pemeriksaan-Neurologis-Praktis-Pada-Bayi-Dan-Anak-Dr-
Irawan-Koreksi#scribd
2. Ginting AP. Pemeriksaan neurologi pada anak dan bayi. [online] 2011 [cited on 2015 May 13].
Available from:
http://www.scribd.com/doc/87533610/Pemeriksaan-Neurologis-Pada-Anak-Dan-Bayi#scribd
3. Dimyati Y. Pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak. [online] 2011 [cited on 2015 May
13]. Available from:
http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-PEDIATRIC-
NEURO/mk_pen_slide_pemeriksaan_neurologis_praktis_pada_bayi_dan_anak.pdf
4. Dewi R, Mangunatmadja I, Yuniar I. Perbandingan full outline of unresponsiveness
score dengan Glasgow coma scale dalam menentukan prognostic pasien sakit kritis. Sari Pediatri.
2011 Oct; 13(3).h. 215-20.
5. Mangunatmadja I. Pendekatan klinis berbagai kasus neurologi anak. Sari Pediatri.
2010 Sep; 5(2).h. 85 – 90.
6. Hills W. Pediatric and infant neurologic examination. [online] 2012 [cited on 2015 May 13].
Available from:
http://www.ohsu.edu/xd/health/services/doernbecher/research-education/education/med-
education/upload/ped-neuro-exam-edit-05-8-13.pdf
7. Nasrullah. Refleks bayi baru lahir. Malang: Conitive Performance Seriens; 2012.
8. Tim adaptasi Indonesia, et al. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. Jakarta: WHO-
DEPKES RI; 2009.
9. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandapura EP, Harmoni ED.
10. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia; 2009.
11. Bickley, Lynn S. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Edisi 8. Jakarta : EGC;
2009.
12. Capute AJ, Shapiro BK, Accardo PJ et al. Motor Function: Associated Primitive Reflex Profiles.
Developmental Medicine & Child Neurology; 1982.
13. Soetomenggolo, Taslim S. Dan Sofyan Ismael. Buku Ajar Neurologi Anak Cetakan ke-2. Jakarta:
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2000.
14. Lokakarya Tumbuh Kembang Anak. Pemeriksaan Neurologis Pada Bayi dan Anak. Jakarta; 2009.
15. Engel, J. Seri pedoman praktis pengkajian pediatrik edisi 4. Jakarta: EGC; 2008.
16. Berg OB. The clinical evaluation. Dalam: Berg OB, Editor. Principles of child neurology. New York:
McGraw-Hill; 1996. h. 5-22.
17. Swaiman KF. Neurologic examination after the newborn period until 2 year of age. Dalam: Swaiman
KF, Ashwal S, Editor, Pediatric Neurology: principles & practice. Edisi ke-3. St Louis: Mosby; 1999.
h. 31-8.
18. JH, Sarnat HB, Ed. Child neurology. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2000.h. 1-27.
19. Kisler J, Ricker R. The abnormal fontanel. Am Fam Physic. 2003; 15:13-8.
20. Friedman LS, Kaufman LM. Guidelines for pediatrician referrals to the ophthalmologist. Ped Clin N
Am. 2003; 50:41-53.

Anda mungkin juga menyukai