Anda di halaman 1dari 49

PENDAHULUAN

Pendidikan kedokteran masa kini harus menyesuaikan diri dengan kebutuhan


zaman, sehingga pendidikan dokter beralih dari sistem pengajaran didaktik ke sistem
yang berbasis kompetensi. Untuk ini, telah dilakukan adopsi terhadap tingkat
kompetensi menurut piramid Miller, dengan tingkatan kompetensi sebagai berikut:
1. Tingkat kompetensi 1: mengetahui dan menjelaskan (knows).
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini,
sehingga dapat
menjelaskan kepada teman sejawat, pasien maupun klien tentang konsep, teori,
prinsip, indikasi, cara melakukan serta komplikasi yang timbul dari suatu tindakan.
2. Tingkat kompetensi 2: pernah melihat atau pernah didemonstrasikan (knows
how).
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini. Selain
itu, selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan
ini.
3. Tingkat kompetensi 3: pernah melakukan atau menerapkan di bawah
supervisi (shows).
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini. Selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini, dan
pernah menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi.
4. Tingkat kompetensi 4: mampu melakukan secara mandiri (does).
Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini. Selama
pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini, pernah
menerapkan keterampilan ini beberapa kali di bawah supervisi, serta memiliki
pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks
praktik dokter secara mandiri.

Pada topik Keterampilan Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler ini akan diberikan
keterampilan dengan tingkat kompetensi 4 dan 3 sedangkan pada topik Keterampilan
pemasangan dan interpretasi Elektrokardiografi (EKG) serta keterampilan melakukan
Bantuan Hidup Dasar (BHD) dengan tingkat kompetensi 4. Adapun topik exercise
stress testing (Treadmill Test) diberikan keterampilan dengan tingkat kompetensi 1.

Bekal keterampilan yang telah diperoleh mahasiswa pada modul sebelumnya dan harus
diingat kembali adalah:
1. General Survey.
2. Pemeriksaan Kepala – Leher (melakukan dan menilai pemeriksaan Tekanan Vena
Jugularis/ Jugular Venous Pressure – JVP; palpasi arteri karotis).
3. Vital Sign (teknik pengukuran tekanan darah, penentuan sistolik dan diastolik serta
pemeriksaan nadi).
4. Dasar-dasar Pemeriksaan Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi).
5. Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi.

6
Bekal pengetahuan yang sebaiknya dimiliki mahasiswa sebelum mempelajari
keterampilan Pemeriksaan Sistem Kardiovaskuler adalah:
1. Anatomi dinding dada dan jantung (ruang jantung, katup jantung, pembuluh darah
besar, sirkulasi darah).
2. Fisiologi jantung (siklus jantung, sistem konduksi jantung).
3. Anatomi dan fisiologi sistem vaskuler perifer (arteri, vena, sistem limfatik dan
limfonodi).

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ketrampilan Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler ini
mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan inspeksi, mengidentifikasi kelainan pada inspeksi dan melaporkan hasil
pemeriksaan inspeksi.
2. Melakukan palpasi jantung, mengidentifikasi kelainan dan melaporkan hasil
pemeriksaan palpasi.
3. Melakukan pemeriksaan perkusi batas jantung dan melaporkan hasil pemeriksaan
perkusi.
4. Mengetahui serta mengidentifikasi pergeseran dan pelebaran batas jantung.
5. Melakukan pemeriksaan auskultasi jantung dan melaporkan hasil pemeriksaan
auskultasi.
6. Mengetahui dan mengidentifikasi bunyi jantung normal dan abnormal.
7. Mengetahui, mengidentifikasi dan menentukan derajat bising jantung.

Setelah mempelajari keterampilan topik Keterampilan Elektrokardiografi (EKG) dan


exercise stress testing (Treadmill Test), mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemasangan alat EKG dengan baik dan benar
2. Mengidentifikasi nilai-nilai normal dan melaporkan hasil interpretasi EKG
3. Mengetahui dan mengidentifikasi kelainan jantung dari pembacaan EKG
4. Menginterpretasi dan melaporkan adanya kegawatan dari pembacaan EKG
5. Mengetahui dan memahami fungsi dan kegunaan alat Treadmill Test

Setelah mempelajari keterampilan melakukan Bantuan Hidup Dasar (BHD), mahasiswa


diharapkan mampu:
1. Melakukan inspeksi, pengenalan kejadian henti jantung, mengidentifikasi
kegawatdaruratan pada pasien henti jantung maupun henti nafas serta secepatnya
mengaktivasi sistem gawat darurat
2. Melakukan pemeriksaan jalan napas (airway) dengan teknik angkat kepala-angkat
dagu (head tilt chin lift) maupun menarik rahang tanpa melakukan ekstensi kepala
(jaw thrust)
3. Melakukan penilaian jalan napas dan pemberian napas buatan (breathing)
4. Melakukan resusitasi jantung paru menurut pedoman American Heart Association
versi 2010
5. Mengevaluasi tindakan apa yang harus dilakukan berdasarkan irama jantung pasien
6. Melakukan posisi mantap pada pasien paska tindakan resusitasi

7
BAB I
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

I. 1. ANAMNESIS

Anamnesis merupakan bagian yang paling penting pada proses pemeriksaan


pasien. Keluhan utama penyakit pada jantung adalah sesak napas, nyeri dada,
palpitasi dan claudication.

A. SESAK NAPAS
Pasien dengan penyakit jantung biasanya merasa sesak napas pada saat
melakukan aktifitas fisik (exertional dyspnoea) dan kadang-kadang timbul sesak pada
saat berbaring (positional dyspnoea atau orthopnoea). Patofisiologi orthopnoea
adalah sebagai berikut: pada waktu pasien berbaring, terjadi redistribusi cairan dari
jaringan perifer ke paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler pulmonary.
Hal ini kemudian menstimulasi ujung saraf pada paru-paru sehingga terjadilah
orthopnoea. Kadang-kadang pasien mendadak terbangun dari tidurnya, megap-megap,
sesak napas. Jadi pasien lebih baik tidur dalam posisi setengah duduk atau dengan
beberapa bantal. Gejala ini biasanya disertai dengan batuk yang berdahak putih
berbusa (paroxysmal nocturnal dyspnoea).
Mekanisme dyspnoea karena aktifitas fisik masih kontroversial. Ada pendapat
bahwa mekanismenya sama dengan orthopnoea, yaitu terjadi peningkatan venous
return dari otot pada saat aktifitas fisik, sehingga meningkatkan tekanan atrium kiri.
Padahal, sesak napas pada saat aktifitas fisik tidak selalu berhubungan langsung dengan
tekanan atrium kiri. Ada faktor-faktor lain seperti penurunan kadar oksigen pada
darah di arteri dan perubahan fungsi otot jantung pada payah jantung kronis.
Sesak napas yang disertai wheezing kadang-kadang disebabkan karena
penyakit jantung, tetapi terlebih dahulu harus disingkirkan adanya obstruksi jalan napas.
Pasien yang merasa tiba-tiba harus menarik napas dalam-dalam, yang tidak ada
hubungannya dengan aktifitas fisik, yang sering mengeluh sesak napas atau yang
merasa terus menerus tidak dapat bernapas dengan baik, bukan gejala dari
penyakit jantung, tetapi merupakan gejala kecemasan.
Kadang-kadang sulit untuk membedakan sesak napas yang disebabkan
karena penyakit paru-paru atau jantung. Paroxysmal nocturnal dyspnoea atau
orthopnoea merupakan gejala penyakit jantung, sedangkan wheezing merupakan gejala
penyakit paru-paru.

Diagnosa banding dyspnoea


o Payah jantung
o Penyakit jantung iskemi (atypical angina)
o Emboli paru
o Penyakit paru
o Anemia berat

8
Anamnesa sesak napas
o Apakah sebelumnya pernah sesak napas ?
o Apakah sesak napas terjadi waktu beraktifitas fisik ?
o Aktifitas fisik seperti apa yang menimbulkan sesak napas seperti ini ?
o Apakah pernah mendadak terbangun dari tidur karena sesak napas ?
o Pada waktu tidur menggunakan berapa bantal ?
o Apakah sesak napas disertai dengan batuk atau wheezing ?

Klasifikasi Payah Jantung


Grade I :
Tidak ada keluhan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea pada aktifitas fisik berat.
Grade II :
Tidak ada keluhan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea pada aktifitas fisik sedang.
Grade III :
Ada keluhan ringan pada waktu istirahat. Timbul dyspnoea ringan pada aktifitas fisik
ringan, dyspnoea berat pada aktifitas sedang.
Grade IV :
Dyspnoea pada waktu istirahat, dyspnoea berat pada aktifitas fisik sangat ringan.
Pasien harus tirah baring.

B. NYERI DADA

Nyeri dada yang disebabkan karena iskemi miokardial


Sekitar 50% pasien yang datang ke klinik kardio mengeluh nyeri dada. Nyeri
dada karena penyakit jantung disebut dengan angina pektoris, penyebabnya adalah
karena suplai darah ke otot jantung tidak mencukupi kebutuhan metabolisme jantung
normal. Pasien dengan angina pada umumnya mengalami penyempitan atau stenosis
pada satu atau lebih arteri koronaria. Nyeri timbul karena peningkatan metabolisme
jantung pada waktu peningkatan aktifitas fisik atau emosional pasien. Sebagian kecil
angina disebabkan karena stenosis aorta atau hypertrophy cardiomyopathy. Sifat khas
angina adalah nyeri dada yang timbul pada waktu beraktifitas fisik dan menghilang
bila aktifitas dihentikan. Nyeri seperti terbakar, tertusuk, terhimpit atau tercekik.
Nyeri yang mirip dengan angina, tetapi timbul pada waktu istirahat dapat
disebabkan karena unstable angina atau infark miokard. Nyeri pada infark
miokard sifatnya berat, persisten dan sering disertai mual.

Penyebab nyeri dada pada waktu aktifitas


o Angina karena atheroma koroner
o Aortic stenosis
o Hypertrophic kardiomiopathy

9
Ciri-ciri nyeri angina
o Disebabkan karena aktifitas fisik dan emosi
o Nyeri berkurang dengan istirahat
o Nyeri seperti terbakar, tertekan, terhimpit, tercekik
o Lokasi nyeri retrosternal
o Nyeri bertambah parah setelah makan atau udara dingin
o Nyeri berkurang dengan pemberian nitrat

Gambar 1. Distribusi nyeri angina

Anamnesa angina
o Apakah nyeri timbul pada waktu beraktifitas fisik ? (misalnya naik tangga)
o Nyeri di dada sebelah mana ?
o Apakah nyeri bertambah bila udara dingin ?
o Apakah nyeri bertambah pada waktu beraktifitas fisik setelah makan ?
o Apakah nyeri berkurang setelah beristirahat ?
o Apakah nyeri terjadi bila merasa terlalu gembira atau terlalu sedih ?

Penyebab nyeri dada waktu istirahat


o Infark miokard
o Unstable angina
o Dissecting aortic aneurysm
o Nyeri esophagus
o Pericarditis
o Nyeri pleuritik
o Nyeri musculoskeletal
o Herpes zoster (shingles)

Pericarditis
Pericarditis adalah inflamasi pericardium (selaput serous yang membungkus
jantung). Pericarditis merupakan komplikasi infark miokard. Dapat juga disebabkan
karena infeksi virus atau bakteri, atau karena uraemia. Nyerinya berupa nyeri konstan
di belakang tulang dada dan makin nyeri pada waktu napas dalam. Nyeri pericarditis
berhubungan dengan pergerakan tubuh (mis. perubahan posisi berbaring) tetapi

10
tidak berhubungan dengan aktifitas fisik seperti nyeri angina atau infark miokard.
Kadang-kadang menjalar ke ujung bahu kiri.

Nyeri musculoskeletal
Nyeri pada dinding dada atau spine thoracic sering dikira penyakit jantung.
Nyeri ini terasa sakit dan berhubungan dengan pergerakan tubuh tertentu dan nyeri
tetap timbul pada waktu istirahat. Sekitar cartilage costal biasanya terasa lunak.

Nyeri dada lainnya


Nyeri dada lainnya yang sering dikira nyeri jantung adalah nyeri pleurisy,
yaitu pneumothorax akut atau shingles.

C. PALPITASI

Palpitasi adalah denyut jantung yang abnormal. Jantung berdenyut sangat cepat
atau tidak teratur (aritmia). Dapat juga karena impuls cardiac terlalu kuat yang
disebabkan vasodilatasi berlebihan.
Pada saat anamnesa, tanyakan apakah aritmia hanya terjadi sementara atau
sampai menyebabkan pasien tidak dapat bekerja dan harus berbaring. Kadang-
kadang aritmia dapat menyebabkan pingsan.
Pada pasien tertentu, palpitasi dicetuskan oleh makanan tertentu, teh, kopi,
anggur dan coklat. Perlu ditanyakan tentang obat-obat yang biasanya diminum,
terutama decongestan dan obat flu yang mengandung senyawa simpatomimetik.

Penyebab palpitasi
o Ekstrasistole
o Paroxysmal atrial fibrillation
o Paroxysmal supraventricular tachycardia
o Thyrotoxicosis
o Perimenopausal

Anamnesa palpitasi
o Coba tirukan bunyi denyut jantung anda pada waktu terjadi palpitasi
o Apakah denyut jantung teratur atau tidak teratur ?
o Apakah ada hal-hal tertentu yang dapat meredakan gejala palpitasi ?
o Apa yang anda lakukan pada waktu timbul gejala palpitasi ?
o Apakah ada makanan tertentu yang menimbulkan palpitasi ?
o Obat-obat apa yang sekarang digunakan ?

D. SYNCOPE (pingsan, semaput)


Syncope adalah hilangnya kesadaran sementara karena berkurangnya suplai
darah ke otak. Diagnosa banding utamanya adalah epilepsi. Bila suplai darah ke otak
berhenti agak lama, dapat timbul kejang. Penyebab syncope antara lain : simple
fainting (vasovagal syncope), micturition syncope, hipotensi postural, vertebrobasilar

11
insufficiency dan aritmia jantung, terutama intermittent heart block. Simple fainting
disebabkan karena respons vagal yang menyebabkan denyut jantung melambat dengan
reflex vasodilatasi. Biasanya disebabkan karena kombinasi hilangnya venous return
(misalnya, berdiri pada saat upacara) dengan peningkatan efek simpatik (terlalu
gembira, takut, jijik). Micturition syncope biasanya terjadi waktu malam hari pada laki-
laki lanjut usia dengan obstruksi prostat.
Pada saat pingsan, hilangnya kesadaran tidak terjadi mendadak; pasien
tampak pucat atau ‘agak hijau’, baik sebelum atau sesudah pingsan.
Penanganannya adalah dengan menaikkan tungkai. Sebaliknya syncope karena
heart block, terjadinya tiba-tiba, tanpa tanda-tanda sebelumnya. Pasien tampak pucat
pada waktu pingsan, dan bila sadar (biasanya juga tiba-tiba) wajahnya berwarna agak
kemerahan. Vertebro-basilar insufisiensi biasanya terjadi pada lanjut usia. Gejala yang
timbul karena pergerakan leher terganggu.
Hipotensi postural biasanya pada lanjut usia dan dicetuskan oleh obat
antihipertensi.

Anamnesis syncope
Apabila memungkinkan, anamnesa diambil dari keluarga atau orang sekitar
yang tahu kejadiannya.
o Situasi apakah yang menyebabkan syncope ?
o Apakah sebelumnya ada gejala-gejala tertentu ?
o Berapa lama pasien sadar kembali ?
o Apakah wajah terlihat pucat saat syncope dan setelah sadar ?
o Obat-obat apa yang sekarang diminum ?

E. CLAUDICATION

Claudication adalah kata Latin yang berarti berjalan pincang. Intermittent


claudication merupakan suatu keadaan dimana pasien merasa nyeri pada satu atau
kedua tungkai pada waktu berjalan dan nyeri berkurang bila pasien istirahat.
Seperti angina yang merupakan gejala awal suatu penyakit atheroma yang
mempengaruhi arteri koroner, maka intermittent claudication biasanya merupakan
gejala awal penyempitan arteri yang men-suplai tungkai. Nyeri berapa rasa sakit
pada betis, paha atau pantat. Intermittent claudication lebih banyak mengenai laki-
laki dan perokok dari pada bukan perokok.

Pekerjaan dan riwayat keluarga


Riwayat keluarga sangat penting pada anamnesa penyakit jantung karena
berbagai penyakit jantung mempunyai predisposisi genetik (mis. hiperlipidemia).
Tanyakan apakah orang tua masih hidup, dan bila sudah meninggal, tanyakan
penyebab kematiannya. Misalnya kematian karena stroke mendadak menunjukkan
adanya hipertensi dalam keluarga. Pekerjaan pasien juga dapat berhubungan dengan
penyakit jantung: misalnya bila timbul aritmia atau penyakit jantung koroner, maka

12
pasien tidak dapat bekerja sebagai pilot atau sopir truk. Jangan lupa menanyakan
kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obat yang sekarang dikonsumsi.

Anamnesa riwayat keluarga


o Apakah ada keturunan penyakit jantung ?
o Apakah kedua orang tua masih hidup ?
o Berapa usia kedua orang tua ? Apakah sehat atau sedang menderita suatu penyakit?
o Apa penyebab kematian kedua orang tua ?
o Apakah saudara ada yang menderita penyakit jantung ?

I. 2. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG


Pemeriksaan fisik pada kelainan jantung dilakukan pada penderita dengan
atau tanpa keluhan. Tujuan pemeriksaan fisik adalah :
1. Mencari adanya kelainan jantung primer.
2. Menemukan penyakit sistemik yang mengakibatkan kelainan jantung.
3. Menemukan penderita dengan gejala mirip gejala kelainan jantung.
4. Skrining kelainan jantung.
Seperti juga pemeriksaan fisik pada umumnya yang harus dilakukan secara
teliti dan menyeluruh, beberapa hal penting untuk mencapai tujuan di atas perlu
diperhatikan, yaitu keadaan umum dan tanda-tanda vital, fundus okuli, keadaan
kulit, dada, jantung, abdomen, tungkai dan arteri perifer.

A. PROYEKSI JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH BESAR DI DINDING


DADA ANTERIOR

Memahami anatomi dan fisiologi jantung sangat penting dalam pemeriksaan


fisik jantung. Lokasi di dinding dada di mana kita mendengar bunyi jantung dan bising
membantu mengidentifikasi asal bunyi tersebut dan lokalisasi kelainan jantung.
Ventrikel dekstra menempati sebagian besar dari luas permukaan anterior jantung.
Ventrikel dekstra dan arteria pulmonalis berada tepat di belakang dan kiri atas sternum.
Batas inferior ventrikel dekstra terletak di bawah sambungan sternum dan processus
xyphoideus. Ventrikel kanan menyempit ke arah superior, berujung pada arteri
pulmonalis setinggi sela iga II di belakang sternum.

Ventrikel kiri, terletak di belakang ventrikel kanan, membentuk batas lateral kiri
dari jantung. Bagian paling bawah dari ventrikel kiri disebut ”apeks”, mempunyai arti
klinis penting karena di apekslah terletak punctum maksimum atau iktus kordis, yaitu
area di di dinding dada anterior di mana terlihat/teraba impuls jantung yang paling jelas.
Iktus kordis merupakan proyeksi denyut ventrikel kiri di dinding dada anterior, terletak
di sela iga V, 7-9 cm di lateral linea midsternalis, dengan diameter kurang lebih 1-2.5
cm. Batas jantung sebelah kanan dibentuk oleh atrium dekstra, biasanya tidak
teridentifikasi pada pemeriksaan fisik, demikian juga atrium sinistra yang terletak paling
belakang.

13
Gambar 2. Proyeksi Jantung dan Pembuluh Darah Besar di Dinding Dada

B. SIKLUS JANTUNG

1. Bunyi Jantung 1 dan 2


Katup trikuspidalis yang berada di antara atrium dan ventrikel kanan serta Katup
mitralis yang berada di antara atrium dan ventrikel sinistra sering disebut Katup
atrioventrikularis, sedang Katup aorta dan Katup pulmonal sering sering disebut Katup
semilunaris. Tekanan sistolik menggambarkan tekanan saat ventrikel mengalami
kontraksi, sementara tekanan diastolik merupakan tekanan saat relaksasi ventrikel.
Selama sistolik, Katup aorta terbuka, memungkinkan ejeksi darah dari ventrikel kiri ke
aorta. Sementara Katup mitral menutup untuk mencegah darah mengalir kembali ke
atrium kiri. Sebaliknya, selama diastol katup aorta menutup, mencegah darah
mengalami regurgitasi dari aorta kembali ke ventrikel kiri, sementara katup mitral
terbuka sehingga darah mengalir dari atrium kiri menuju ventrikel kiri yang mengalami
relaksasi. Pemahaman tentang tekanan di dalam atrium kiri, ventrikel kiri dan aorta
serta posisi dan gerakan Katup sangat penting untuk memahami bunyi-bunyi jantung.

14
Sela iga II kanan Sela iga II-III kiri dekat sternum
Katup Aorta  Katup Pulmonalis

Katup Mitral  di /
sekitar apeks

Katup Trikuspidalis  sekitar


tepi sternum kiri bawah

Gambar 3. Proyeksi Katup-Katup Jantung di Dinding Dada Anterior

Selama fase sistolik, ventrikel kiri mulai berkontraksi, sehingga tekanan dalam
ventrikel kiri meningkat melebihi tekanan dalam atrium kiri, menyebabkan katup mitral
menutup. Penutupan katup mitral menghasilkan bunyi jantung pertama (BJ1).
Peningkatan tekanan dalam ventrikel kiri menyebabkan katup aorta membuka. Pada
kondisi patologis tertentu, pembukaan katup aorta disertai dengan bunyi ejeksi (Ej) pada
awal sistolik (terdengar segera setelah BJ1). Setelah volume darah dalam ventrikel kiri
mulai berkurang, tekanan intraventrikel mulai turun. Saat tekanan ventrikel kiri lebih
rendah daripada tekanan aorta, katup aorta menutup, menghasilkan bunyi jantung kedua
(BJ2).
Saat diastolik, tekanan ventrikel kiri terus menurun sampai di bawah tekanan
atrium kiri, mengakibatkan Katup mitral terbuka. Terbukanya katup mitral biasanya
tidak menimbulkan bunyi yang terdengar pada auskultasi, kecuali pada keadaan di mana
terjadi kekakuan katup mitral, misalnya pada mitral stenosis, di mana terbukanya katup
mitral menimbulkan bunyi yang disebut opening snap yang terdengar setelah BJ2.
Siklus yang sama juga terjadi pada atrium kanan, ventrikel kanan, katup trikuspidalis,
katup pulmonalis dan arteri pulmonalis.

2. Splitting Bunyi Jantung


Tekanan dalam ventrikel kanan dan arteri pulmonalis jauh lebih rendah
dibandingkan tekanan dalam ventrikel kiri dan aorta, selain siklus jantung sebelah
kanan terjadi setelah siklus jantung kiri, sehingga saat mendengarkan BJ2, kadang kita
dapat mendengar 2 bunyi jantung yang terpisah (A2, penutupan Katup aorta dan P2,
penutupan katup pulmonal). Selama ekspirasi, kedua bunyi tersebut menyatu menjadi 1
bunyi tunggal yaitu BJ2, akan tetapi selama inspirasi A2 dan P2 dapat terdengar secara
terpisah menjadi 2 komponen. A2 terdengar lebih keras dibandingkan P2,

15
menggambarkan lebih tingginya tekanan dalam aorta dibandingkan dalam arteri
pulmonalis. Untuk mendengarkan splitting BJ2, dengarkan sepanjang prekordium (A2)
dan di sela iga II-III kiri dekat sternum (P2).

BJ1 BJ2 BJ1 BJ2


Ekspirasi Inspirasi
Gambar 4. Inspiratory

Pemisahan bunyi jantung saat inspirasi (inspiratory splitting) terjadi karena peningkatan
kapasitansi pembuluh darah di paru selama inspirasi, mengakibatkan pemanjangan fase
ejeksi darah dari ventrikel kanan, sehingga menyebabkan delayed penutupan katup
pulmonal.
BJ1 juga mempunyai 2 komponen, yaitu komponen mitralis dan trikuspidalis.
Komponen mitralis terdengar lebih dulu dan jauh lebih keras dibandingkan komponen
trikuspidalis, terdengar di sepanjang prekordium, paling keras terdengar di apeks.
Komponen trikuspidalis terdengar lebih lembut, paling jelas terdengar di batas kiri
sternum bagian bawah. Di sinilah kadang kita dapat mendengarkan splitting BJ1.
Splitting BJ1 tidak terpengaruh oleh fase respirasi.

3. Bising jantung (murmur)


Bising jantung dapat dibedakan dengan bunyi jantung dari durasinya yang lebih
panjang. Bising jantung disebabkan oleh turbulensi aliran darah, dapat merupakan
bising ”innocent”, seperti misalnya pada orang dewasa muda, atau mempunyai nilai
diagnostik, yaitu untuk kelainan pada katup jantung.
Pada katup yang mengalami stenosis akan terjadi penyempitan mulut katup
sehingga mengganggu aliran darah dan menimbulkan bunyi bising yang khas sewaktu
dilewati darah. Demikian juga pada katup yang tidak dapat menutup sepenuhnya, akan
terjadi regurgitasi (aliran balik) darah dan menimbulkan bising regurgitasi (regurgitant
murmur).

PEMERIKSAAN JANTUNG
Sebelum mempelajari ketrampilan pemeriksaan fisik jantung, penting untuk
diketahui bahwa :
 Termasuk dalam pemeriksaan fisik jantung adalah pemeriksaan tekanan vena
jugularis (JVP) dan palpasi arteria karotis (lihat kembali topik General Survey dan
Pemeriksaan Kepala-Leher).
 Pada sebagian besar manusia dengan anatomi normal, proyeksi bangunan-bangunan
jantung, seperti ventrikel kanan dan kiri, arteri pulmonalis dan aorta, berada di dada
sebelah kiri, kecuali pada dekstrokardia..
 Selama melakukan pemeriksaan jantung, penting untuk mengidentifikasi lokasi
anatomis berdasar kelainan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan serta

16
menghubungkan kelainan hasil pemeriksaan dengan waktu terjadinya pada siklus
jantung.
 Lokasi anatomis dinyatakan dengan ”...ditemukan di sela iga ke-...” atau jaraknya
(...sentimeter dari linea...) dari linea di sekeliling dinding dada (linea midsternal,
midklavikular atau aksilaris).
 Beberapa istilah yang harus dipahami misalnya :
- Stroke Volume : volume darah yang diejeksikan dalam 1 kali kontraksi
ventrikel
- Heart Rate : frekuensi denyut jantung per menit
- Cardiac Output : volume darah yang dipancarkan keluar dari ventrikel dalam
1 menit (cardiac output = stroke volume x heart rate)
- Preload : volume darah yang meregangkan otot ventrikel sebelum kontraksi.
Volume darah dalam ventrikel kanan pada akhir diastol merupakan volume
preload untuk kontraksi berikutnya. Volume preload ventrikel kanan
meningkat bila venous return ke dalam atrium kanan meningkat, misalnya
pada inspirasi dan pada aktifitas fisik berat. Peningkatan volume darah dalam
ventrikel yang mengalami dilatasi pada gagal jantung kongestif juga
menyebabkan peningkatan preload. Penurunan preload ventrikel kanan
disebabkan oleh ekspirasi, penurunan output ventrikel kiri dan pooling darah
dalam sistem kapiler dan venosa.
- Afterload : menggambarkan resistensi vaskuler terhadap kontraksi ventrikel.
Penyebab resistensi terhadap kontraksi ventrikel kiri adalah peningkatan tonus
aorta, arteri besar, arteri kecil dan arteriol. Peningkatan preload dan afterload
patologis mengakibatkan perubahan fungsi ventrikel yang akan terdeteksi
secara klinis.
 Gejala sistem kardiovaskuler seperti nyeri dada (chest pain), palpitasi, napas pendek,
orthopnea, dyspnea paroksismal, wheezing, batuk dan hemoptisis juga sering terjadi
pada kelainan-kelainan sistem respirasi.
 Pemeriksaan dilakukan setelah pasien beristirahat minimal 5 menit.
 Pemeriksaan jantung dilakukan pada 3 posisi, yaitu :
1. Pasien dalam posisi berbaring terlentang dengan kepala sedikit ditinggikan
(membentuk sudut 30o). Dokter berdiri di sisi kanan pasien.
2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus).
3. Pasien duduk, sedikit membungkuk ke depan.
Urutan pemeriksaan jantung ditampilkan pada tabel berikut.

Tabel 1. Urutan Posisi Pasien pada Pemeriksaan Jantung


Posisi pasien Pemeriksaan
Terlentang, dengan elevasi Inspeksi dan palpasi prekordium : sela iga II,
kepala 30o ventrikel kanan dan kiri, iktus kordis (diameter,
lokasi, amplitudo, durasi).
Berbaring miring ke kiri (left Palpasi iktus kordis. Auskultasi dengan bagian bel
lateral decubitus) dari stetostop.

17
Terlentang, dengan elevasi Auskultasi daerah trikuspidalis dengan bagian bel
kepala 30o dari stetostop.
Duduk, sedikit membungkuk ke Dengarkan sepanjang tepi sternum kiri dan di apeks
depan, setelah ekspirasi
maksimal

Pemeriksaan fisis jantung meliputi :


o Inspeksi
o Palpasi
o Perkusi
o Auskultasi

C. INSPEKSI
Inspeksi dada terutama untuk mencari adanya asimetri bentuk dada. Adanya
asimetri bentuk rongga dada dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal dalam
jangka panjang. Asimetri dada dapat diakibatkan oleh penyebab yang sama dengan
penyebab kelainan jantung (misalnya prolaps katup mitral, gangguan katup aorta pada
sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi akibat dari adanya kelainan jantung
akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan.

Kelainan dada akibat penyakit kardiovaskuler dapat berbentuk :


1. Kifosis: tulang belakang berdeviasi pada kurvatura lateral.
Sering terjadi pada kelainan jantung, misalnya ASD (Atrial Septal Defect) atau
PDA (Patent Ductus Arteriosus). Sering disertai dengan perubahan membusur ke
belakang (kifoskoliosis), yang mempersempit rongga paru dan merubah anatomi
jantung.
2. Voussure cardiaque: Merupakan penonjolan setempat yang lebar di daerah
precordium, di antara sternum dan apeks codis penonjolan bagian depan hemitoraks
kiri, kadang-kadang memperlihatkan pulsasi jantung.
Adanya voussure Cardiaque, menunjukkan adanya:
o Kelainan jantung organis
o Kelainan jantung yang berlangsung sudah lama/terjadi sebelum penulangan
sempurna
o Hipertrofi atau dilatasi ventrikel
o Kelainan jantung bawaan atau karena demam rematik, terutama berkaitan
dengan aktifitas jantung yang berlebihan pada masa pertumbuhan.

Inspeksi juga berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada
orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini
letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan
punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu
sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan

18
adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi
pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini
disebut ictus kordis negatif. Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh
dilatasi arteri pulmonalis.
Pulsasi pada suprasternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada
hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah
epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat
pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher
bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.

D. PALPASI

Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus di palpasi untuk lebih memperjelas
mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas
dari pulsasi yang teraba. Dengan palpasi kita mencari iktus kordis (bila tidak terlihat
pada inspeksi) dan mengkonfirmasi karakteristik iktus kordis. Palpasi dilakukan
dengan cara: meletakkan permukaan palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari
II, III dan IV atau dengan meletakkan sisi medial tangan, terutama pada palpasi untuk
meraba thrill. Identifikasi BJ1 dan BJ2 pada iktus kordis dilakukan dengan
memberikan tekanan ringan pada iktus. Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi
bersifat menggelombang disebut ”ventricular heaving”. Sedang pada stenosis
mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-pukulan serentak disebut ”ventricular
lifting”.
Bila iktus tidak teraba pada posisi terlentang, mintalah pasien untuk berbaring sedikit
miring ke kiri (posisi left lateral decubitus) dan kembali lakukan palpasi. Jika iktus
tetap belum teraba, mintalah pasien untuk inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian
menahan nafas sebentar.
Pada saat memeriksa pasien wanita, mammae akan menghalangi pemeriksaan
palpasi. Sisihkan mammae ke arah atas atau lateral, mintalah bantuan tangan pasien bila
perlu.

Gambar 5. Pemeriksaan Palpasi Iktus Kordis Gambar 6. Palpasi untuk Menilai


(posisi left lateral decubitus) Karakteristik Iktus Kordis

Setelah iktus ditemukan, karakteristik iktus dinilai dengan menggunakan ujung-ujung


jari dan kemudian dengan 1 ujung jari.

19
Pada beberapa keadaan fisiologis tertentu, iktus dapat tidak teraba, misalnya
pada obesitas, otot dinding dada tebal, diameter anteroposterior kavum thorax lebar
atau bila iktus tersembunyi di belakang kosta. Pada keadaan normal hanya impuls dari
apeks yang dapat diraba. Pada keadaan hiperaktif denyutan apeks lebih mencolok.
Apeks dan ventrikel kiri biasanya bergeser ke lateral karena adanya pembesaran
jantung atau dorongan dari paru (misalnya pada pneumotorak sinistra). Pada kondisi
patologis tertentu, impuls yang paling nyata bukan berasal dari apeks, seperti misalnya
pada hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma aorta.
- Setelah iktus teraba, lakukan penilaian lokasi,
diameter, amplitudo dan durasi impuls apeks pada Linea
iktus. Lokasi: dinilai aspek vertikal (biasanya pada midklavikularis

sela iga 5 atau 4) dan aspek horisontal (berapa cm


dari linea midsternalis atau midklavikularis). Iktus
bisa bergeser ke atas atau ke kiri pada kehamilan
atau diafragma kiri letak tinggi. Iktus bergeser ke
lateral pada gagal jantung kongestif, Linea Impuls apeks/
kardiomiopati dan penyakit jantung iskemi. midsternalis iktus kordis

Gambar 7. Lokasi Impuls


Apeks (Iktus kordis)

- Diameter: pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari 2.5 cm dan tidak
melebihi 1 sela iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral decubitus. Pelebaran
iktus menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri.
- Amplitudo: amplitudo iktus normal pada palpasi terasa lembut dan cepat.
Peningkatan amplitudo (impuls hiperkinetik, gambar 7) terjadi pada dewasa muda,
terutama saat tereksitasi atau setelah aktifitas fisik berat, tapi durasi impuls tidak
memanjang. Peningkatan amplitudo impuls terjadi pada hipertiroidisme, anemia
berat, peningkatan tekanan ventrikel kiri (misal pada stenosis aorta) atau
peningkatan volume ventrikel kiri (misal pada regurgitasi mitral). Impuls
hipokinetik terjadi pada kardiomiopati.

BJ1 BJ2 BJ1 BJ2


Normal Hiperkinetik

Gambar 8. Impuls Hiperkinetik

- Durasi: untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat melakukan
auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan stetoskop sambil
mempalpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3 durasi sistol
atau sedikit kurang, tapi tidak berlanjut sampai terdengar BJ2 (Gambar 8).

20
BJ1 BJ2 BJ1 BJ2
Normal Memanjang
Gambar 9. Impuls Memanjang

Dengan palpasi dapat ditemukan adanya gerakan jantung yang menyentuh dinding dada,
terutama jika terdapat peningkatan aktifitas ventrikel, pembesaran ventrikel atau
ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Gerakan dari ventrikel kanan biasanya tak teraba,
kecuali pada hipertrofi ventrikel kanan, dimana ventrikel kanan akan menyentuh
dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-kadang gerakan jantung teraba
sebagai gerakan kursi goyang (ventricular heaving) yang akan mengangkat jari
pemeriksa pada palpasi.

Gerakan jantung kadang teraba di bagian basis, yang biasanya disebabkan oleh
gerakan aorta (pada aneurisma aorta atau regurgitasi aorta), gerakan arteri pulmonalis
(pada hipertensi pulmonal) atau karena aliran tinggi dengan dilatasi (pada ASD) yang
disebut tapping.

Thrill (getaran karena adanya bising jantung) sering dapat diraba. Bising jantung
dengan gradasi 3-4 biasanya dapat teraba sebagai thrill. Sensasi yang terasa adalah
seperti meraba leher kucing. Bila pada palpasi pertama belum ditemukan adanya thrill
sedangkan pada auskultasi terdengar bising jantung derajat 3-4, kembali lakukan
palpasi pada lokasi ditemukannya bising untuk mencari adanya thrill. Thrill sering
menyertai bising jantung yang keras dan kasar seperti yang terjadi pada stenosis aorta,
Patent Ductus Arteriosus, Ventricular Septal Defect, dan kadang stenosis mitral.

E. PERKUSI
Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung, terutama pada pembesaran
jantung. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border of cardiac dullness)
dilakukan dari lateral ke medial dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD terdapat
kurang lebih 1-2 cm di sebelah medial linea midklavikularis kiri dan bergeser 1 cm ke
medial pada sela iga 4 dan 3.
Batas kanan redam jantung (RBCD - right border of cardiac dullness)
dilakukan dengan perkusi bagian lateral kanan dari sternum. Pada keadaan normal
RBCD akan berada di medial batas dalam sternum. Kepekakan RBCD diluar batas
kanan sternum mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau bergeser ke
kanan. Penentuan adanya pembesaran jantung harus ditentukan dari RBCD maupun
LBCD. Kepekakan di daerah dibawah sternum (retrosternal dullness) biasanya
mempunyai lebar kurang lebih 6 cm pada orang dewasa. Jika lebih lebar, harus
dipikirkan kemungkinan adanya massa retrosternal. Pada wanita, kesulitan akan

21
terjadi dengan mammae yang besar, dalam hal ini perkusi dilakukan setelah
menyingkirkan kelenjar mammae dari area perkusi dengan bantuan tangan pasien.
Pada penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas
jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah
besar di bagian basal jantung. Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan
kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta.
Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.

F. AUSKULTASI
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan:
o bunyi jantung
o bising jantung
o gesekan pericard

Auskultasi memberikan kesempatan mendengarkan perubahan-perubahan


dinamis akibat aktivitas jantung. Auskultasi jantung berguna untuk menemukan
bunyi-bunyi yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur jantung dan perubahan-
perubahan aliran darah yang ditimbulkan selama siklus jantung. Untuk dapat
mengenal dan menginterpretasikan bunyi jantung dengan tepat, mahasiswa perlu
mempunyai dasar pengetahuan tentang siklus jantung.

 BUNYI JANTUNG
Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan:
1. lokalisasi dan asal bunyi jantung
2. menentukan bunyi jantung I dan II
3. intensitas bunyi dan kualitasnya
4. ada tidaknya unyi jantung III dan bunyi jantung IV
5. irama dan frekuensi bunyi jantung
6. bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.

Bunyi jantung diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi yang
timbul akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam :
• BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama
katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat katup
semiluner mulai terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
• BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris aorta maupun pul-
monalis. Pada keadaan normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua
komponen yang bervariasi dengan pernafasan pada anak-anak atau orang muda.
• BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid
filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa
muda (fisiologis) atau keadaan dimana komplians otot ventrikel menurun (hiper-
trofi/ dilatasi).

22
• BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang
kompliansnya menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisien misalnya
fibrilasi atrium maka bunyi jantung 4 tak terdengar.
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung Auskultasi bunyi jantung dilakukan
pada tempat-tempat sebagai berikut:
o Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
o Sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
o Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
o Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.

Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis
dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke
dinding dada.

2. Menentukan bunyi jantung I dan II


Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :
o Bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan
trikuspidal. Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel.
o Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan
pulmonal dan tanda dimulainya fase diastol ventrikel.

Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.

Intensitas dan Kualitas Bunyi


Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai berikut:
- Tebalnya dinding dada
- Adanya cairan dalam rongga pericard

Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi
yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II
di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar
daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M
2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.

23
Hal ini karena:
M 1: adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung.
M 2: adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P 1: adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P 2: adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
A 1: adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A 2: adalah penutupan katub aorta secara langsung

Kesimpulan: pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi
jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung) Sebaliknya pada daerah basis jantung
bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi I hanya
dirambatkan.

Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung:


- Intensitas bunyi jantung melemah pada:
o orang gemuk
o emfisema paru
o efusi perikard
o payah jantung akibat infark
miokarditis

- Intensitas bunyi jantung I mengeras pada:


o demam
o morbus basedow (grave’s disease)
o orang kurus (dada tipis)

- Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada:


o hipertensi sistemik
o insufisiensi aorta

- Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada:


o stenose aorta
o emfisema paru
o orang gemuk

- Intensitas P 2 mengeras pada:


o Atrial Septal Defect (ASD)
o Ventricular Septal Defect (VSD)
o Patent Ductus Arteriosus (PDA)
o Hipertensi Pulmonal
- Intensitas P 2 menurun pada:
o Stenose pulmonal
o Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang

24
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus
dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklus-
siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan miokard yang memburuk.

Perhatikan pula kualitas bunyi jantung.


Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan
pada keadaan normal.
Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi
di mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak
menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya patologis
dan ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block (RBBB).

Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV


Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir
pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung.
Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Dalam keadaan patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah
jantung dan miokarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda,
disebut sebagai protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat
kontraksi atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan
pada orang dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block
dan hipertensi sistemik.
Irama yang terjadi oleh jantung ke 4 disebut presistolik gallop.

Irama dan frekuensi bunyi jantung


Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal
irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis.
Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan
dengan frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih
dari 100 kali per menit disebut takikardia dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per
menit disebut bradikardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih
lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang
susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung.
Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama
jantung normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat
disebut extrasystole, yang disusul oleh fase diastol yang lebih panjang (compensatoir
pause). Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta,
atau stenosa pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik… dalam fase sistole segera
setelah bunyi jantung I dan lebih jelas pada hipertensi sistemik.

25
Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.

 BISING JANTUNG (cardiac murmur)


Disebabkan:
- Aliran darah bertambah cepat.
- Penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah.
- Getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata.
- Aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar.
- Aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.

Bunyi tambahan, merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis
atau aliran darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran.
Bunyi tambahan dapat berupa:
• Klik ejeksi: disebabkan karena pembukaan katup semilunaris pada stenosis/
menyempit.
• Ketukan perikardial: bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat getaran/ gerakan
perikardium pada perikarditis/ efusi perikardium.
• Bising gesek perikardium: bunyi akibat gesekan perikardium dapat terdengar
dengan auskultasi dan disebut friction rub. Sering terdengar jika ada peradangan
pada perikardium (perikarditis).
• Bising jantung: merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih
lama. Jadi perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan lamanya
bunyi/getaran berlangsung. Untuk mengidentifikasi dan menilai bising jantung,
beberapa hal harus diperhatikan: di mana bising paling jelas terdengar, fase
terjadinya bising (saat sistol atau diastol) dan kualitas bising.

Auskultasi dimulai dengan meletakkan stetoskop pada sela iga II kanan di dekat
sternum, sepanjang tepi kiri sternum dari sela iga II sampai V dan di apeks. Bagian
diafragma stetoskop dipergunakan untuk auskultasi bunyi jantung dengan nada tinggi
seperti BJ1 dan BJ2, bising dari regurgitasi aorta dan mitral serta bising gesek
perikardium. Bagian mangkuk stetoskop (bell) yang diletakkan dengan tekanan ringan
lebih sensitif untuk suara-suara dengan nada rendah seperti BJ3 dan BJ4 serta bising
pada stenosis mitral. Letakkan bagian mangkuk stetostop pada apeks lalu berpindah ke
medial sepanjang tepi sternum ke arah atas.

Cara auskultasi :
1. Lakukan auskultasi di seluruh prekordium dengan posisi pasien terlentang.
2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus) sehingga ventrikel kiri lebih
dekat ke permukaan dinding dada (gambar 10).
- Tempatkan bagian mangkuk dari stetoskop di daerah impuls apeks (iktus).
- Posisi ini membuat bising-bising area Katup mitral (misalnya pada stenosis
mitral) dan bunyi jantung akibat kelainan bagian kiri jantung (misalnya BJ3 dan
BJ4) lebih jelas terdengar.

26
.

Gambar 10. Teknik Auskultasi pada Posisi Left Lateral Decubitus

3. Pasien diminta untuk duduk dengan sedikit membungkuk ke depan (gambar 11)

Gambar. 11. Teknik Auskultasi dengan Posisi Duduk


dengan Sedikit Membungkuk ke Depan

- Mintalah pasien untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian


sejenak menahan nafas.
- Bagian diafragma dari stetoskop diletakkan pada permukaan auskultasi dengan
tekanan ringan.
- Lakukan auskultasi di sepanjang tepi sternum sisi kiri dan di apeks, dengan
secara periodik memberi kesempatan pasien untuk mengambil nafas.
- Posisi ini membuat bising-bising yang berasal dari daerah aorta lebih jelas
terdengar.

Pada tabel 2 berikut ditampilkan event-event dalam siklus jantung dan bunyi-bunyi
jantung yang harus didengarkan dengan seksama dan dinilai pada tiap auskultasi.

27
Tabel 2. Bunyi Jantung dan Karakteristik Bunyi yang harus Dinilai pada Tiap Auskultasi
Bunyi Jantung Karakteristik Bunyi Jantung yang Dinilai pada Auskultasi Keterangan
BJ1 Intensitas BJ1 dan splitting komponen BJ1 Terdapat variasi fisiologis BJ1
BJ2 Intensitas BJ2
Splitting BJ2 Splitting BJ2 didengarkan di sela iga 2 dan 3 kiri. - Splitting normal tidak lebar,
- Mintalah pasien bernafas tenang, kemudian bernafas sedikit terdengar hanya pada akhir fase
lebih dalam. inspirasi.
- Dengarkan apakah terjadi splitting BJ2. - Splitting persisten disebabkan oleh
- Bila belum terdengar, mintalah pasien untuk menarik nafas keterlambatan penutupan Katup
lebih dalam lagi atau duduk sedikit membungkuk ke depan, pulmonal atau Katup aorta yang
dan lakukan auskultasi kembali. menutup lebih awal.
− Dinilai : - Normalnya komponen A2 lebih
lebar splitting, kapan splitting terdengar, apakah splitting keras daripada P2.
menghilang saat ekspirasi dan bagaimana perbandingan - P2 lebih keras daripada A2
intensitas komponen A2 dan P2 menunjukkan kemungkinan
adanya hipertensi pulmonal.
Adanya bunyi ekstra − Didengarkan adanya bunyi ejeksi atau klik sistolik.
saat sistol − Dinilai : lokasi, kapan terjadinya, intensitas, nada (pitch) dan
pengaruh respirasi terhadap bunyi tersebut
Adanya bunyi ekstra − Didengarkan adanya BJ3, BJ4 atau opening snap
saat diastol − Dinilai : lokasi, kapan terjadinya, intensitas, nada (pitch) dan
pengaruh respirasi terhadap bunyi tersebut
Bising sistolik dan − Yang harus dinilai adalah kapan terdengar, bentuk, lokasi di Bising dapat dibedakan dengan
diastolik mana bising terdengar paling keras, radiasi/ transmisi bising bunyi jantung dari durasinya yang
dari tempatnya paling keras terdengar, intensitas bising, lebih panjang.
nada dan derajat bising.

28
Yang harus dinilai bila terdengar bising jantung adalah kapan terdengar, bentuk, lokasi
di mana bising terdengar paling keras, radiasi/transmisi bising dari tempatnya paling
keras terdengar, intensitas bising, nada dan kualitas bising.
1. Kapan bising terdengar:
Bising sistolik terdengar antara BJ1 dan BJ2. Bising diastolik terdengar antara BJ2
dan BJ1. Palpasi nadi karotis sambil mendengarkan bising jantung dapat membantu
menentukan bising terjadi saat sistolik atau diastolik. Bising yang terdengar bersamaan
dengan denyut karotis adalah bising sistolik. Bising sistolik terjadi pada penyakit
Katup, namun dapat juga terjadi pada jantung tanpa kelainan anatomis, sementara
bising diastolik terjadi pada gangguan Katup.
Penting untuk mengidentifikasi kapan bising terdengar selama fase sistolik dan
diastolik (hanya pada awal, di tengah, pada akhir atau selama sistolik dan diastolik).
• Bising midsistolik: mulai terdengar setelah BJ1, menghilang sebelum BJ2
terdengar (ada gap antara bising dan bunyi jantung). Bising midsistolik sering
berkaitan dengan aliran darah yang melalui katup-katup semilunaris.
• Bising holosistolik (pansistolik): mengisi seluruh fase sistolik, tidak ada gap
antara bising dan bunyi jantung. Biasanya berkaitan dengan regurgitasi darah
melalui katup atrioventrikuler pada MI atau VSD.
• Bising late systolic: mulai terdengar pada pertengahan atau akhir sistolik.
Biasanya terjadi pada prolaps katup mitral. Sering didahului dengan klik sistolik.
• Bising early diastolic: terdengar segera setelah BJ2, tanpa adanya gap yang jelas.
Menghilang sebelum terdengar BJ1. Biasanya terjadi pada regurgitasi karena
inkompetensi katup-katup semilunaris, misal Aortic Insufficiency atau Pulmonal
Insufficiency.
• Bising mid diastolik: terdengar setelah BJ2 (ada gap dengan BJ2). Bising makin
melemah atau menyatu dengan bising late diastolic.
• Bising late diastolic (presistolik): mulai terdengar pada akhir fase diastolik, dan
biasanya berlanjut dengan BJ1. Bising mid diastolik dan bising late diastolic
(presistolik) mencerminkan turbulensi aliran darah yang melewati katup
atrioventrikularis, misalnya stenosis mitral.
• Bising sistolik sering ditemukan pada stenosis aorta, stenosis pulmonal, Ventricle
Septum Defect (VSD), insufisiensi mitral (Mitral Insufficiency/ MI). Bising
diastolik sering terjadi pada insufisiensi aorta (Aortic Insufficiency/ AI).
• Bising menerus atau continuous murmur: bising terdengar terus menerus, baik
pada fase sistolik maupun diastolik. Sering terdapat pada Patent Ductus Arteriosus
(PDA).
2. Bentuk:
Bentuk atau konfigurasi bising adalah intensitas bising dari waktu ke waktu selama
terdengar.
a. Bising crescendo: intensitas makin keras (misalnya bising presistolik pada
stenosis mitral).
b. Bising decrescendo: intensitas makin berkurang (misalnya bising early
diastolic pada regurgitasi katup aorta).
c. Bising crescendo-decrescendo: mula-mula intensitas bising makin meningkat,
kemudian menurun (misalnya bising midsistolik pada stenosis aorta atau bising
innocent).
d. Bising plateau: intensitas bising tetap (misalnya bising pansistolik pada
regurgitasi mitral).
3. Lokasi di mana bising terdengar paling keras:
Tempat di mana bising terdengar paling jelas berkaitan dengan asal bising.
Dideskripsikan menggunakan komponen sela iga keberapa dan hubungannya
dengan sternum, apeks, linea midsternalis, midklavikularis atau aksilaris anterior,
misalnya “bising paling jelas terdengar di sela iga ke-2 kanan, dekat tepi sternum”
menunjukkan asal bising dari katup aorta.
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar
paling keras (punctum maximum). Dengan menentukan punctum maximum dan
penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu:
- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral.
- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal.
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta.
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.
4. Radiasi/transmisi/penjalaran bising dari tempatnya terdengar paling keras:
Transmisi bising tidak saja menunjukkan asal bising tetapi juga intensitas bising dan
arah aliran darah. Lakukan auskultasi di beberapa area di sekeliling lokasi di mana
bising paling jelas terdengar dan tentukan sampai di mana bising masih dapat
didengar. Misalnya bising pada stenosis aorta bisa terdengar demikian jauh sampai
ke leher (mengikuti aliran darah).
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi
dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh
precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
5. Intensitas bising:
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 skala dan dinyatakan dalan bentuk
pecahan (misalnya grade 3/6)
- Grade 1: sangat lembut, baru terdengar setelah pemeriksa sungguh-sungguh
berkonsentrasi, tidak terdengar pada semua posisi.
- Grade 2: lembut, tapi dapat segera terdengar begitu stetostop diletakkan pada
area auskultasi.
- Grade 3: cukup keras
- Grade 4: keras, teraba thrill
- Grade 5: sangat keras, disertai thrill, dapat terdengar dengan sebagian stetoskop
diangkat dari permukaan auskultasi.
- Grade 6: sangat keras, disertai thrill, dapat didengar dengan seluruh bagian
stetostok sedikit diangkat dari permukaan auskultasi.
6. Jenis dari Bising
Jenis bising tergantung pada dase bising timbul:
Bising Sistolik, terdengar dalam fase sistolik (antara bunyi jantung 1 dan bunyi
jantung 2)
Dikenal 2 macam bising sistolik:
o Bising sistolik tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan
melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik.
Didapatkan pada stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.

o Bising sistolik tipe pansistolik, timbul sebagai akibat aliran balik yang
melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase
sistolik. Misalnya pada insufisiensi mitral.
Bising Diastolik, terdengar dalam fase diastolik (antara bunyi jantung 2 dan
bunyi jantung 1), dikenal antara lain:
o Mid-diastolik, terdengar pada pertengahan fase diastolik misalnya pada
stenosis mitral.
o Early diastolik, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada
insufisiensi sorta.
o Pre-sistolik, yang terdengar pada akhir fase diastolik, tepat sebelum
bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistolik dan
diastolik, terdengar secara kontinu baik waktu sistolik maupun diastolik.
Misalnya pada PDA.
7. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
Beberapa sifat bising fungsionil:
o Jenis bising selalu sistolik.
o Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek.
o Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada
posisi telungkup dan ekspirasi penuh.
o Dipengaruhi oleh perubahan posisi.

Dengan demikian bising diastolik, selalu merupakan bising patalogis, sedang


bising sistolik, dapat merupakan merupakan bising patalogis atau hanya
bersifat fungsionil.

Bising fungsionil dijumpai pada beberapa keadaan:


o Demam
o Anemia
o Kehamilan
o Kecemasan
o Hipertiroidi
o Beri-beri
o Aterosklerosis

8. Nada: dikategorikan sebagai nada tinggi, sedang dan rendah.

9. Kualitas dari Bising


Apakah bising yang terdengar itu bertambah keras (crescendo) atau bertambah
lemah (descrescendo). Apakah bersifat meniup (blowing) atau menggenderang
(rumbling). Kualitas bising: kualitas bising dideskripsikan sebagai blowing, harsh,
rumbling, dan musikal.
Karakteristik yang lain yang harus dinilai dari bunyi jantung dan bising adalah
pengaruh perubahan posisi tubuh, respirasi atau manuver pemeriksaan terhadap
bunyi jantung dan bising. Bising yang berasal dari sisi kanan jantung biasanya
cenderung berubah bila ada perubahan posisi pasien.
Sehingga deskripsi lengkap pelaporan bising adalah sebagai berikut: misalnya pada
regurgitasi aorta: ”pada auskultasi terdengar bising decrescendo dengan kualitas
bising seperti tiupan (blowing), terdengar paling keras pada sela iga ke-4 kiri,
dengan penjalaran ke arah apeks”.

 GERAKAN PERICARD
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara
pericard visceral dan parietal yang keduanya menebal atau permukaannya kasar
akibat proses peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada
waktu sistol dan diastol dari jantung, namun kadang-kadang hanya terdengar waktu
sistol saja. Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar pada satu saat saja
(beberapa jam) dan kemudian menghllang. Gesekan pericard sering terdengar pada
sela iga 4-5 kiri, di tepi daerah sternum. Sering dikacaukan dengan bising jantung.
PEMERIKSAAN PERIFER

TANGAN PADA PENYAKIT JANTUNG


Tangan yang hangat menandakan adanya vasodilatasi perifer. Pasien dengan payah
jantung biasanya terjadi vasokonstriksi, sehingga tangannya terasa dingin dan
kadang-kadang berkeringat akibat peningkatan sekresi adrenaline. Pada pasien subacut
infective endocarditis terdapat splinter haemorrhages dan pada pasien endocarditis atau
cyanotic congenital heart disease terdapat jari-jari clubbing.

Gambar 12. Splinter haemorrhage pada pasien endocarditis.

MEMERIKSA DENYUT PERIFER


Denyut arteri radialis kanan sebaiknya diperiksa dengan tangan kiri pemeriksa
Dari pemeriksaan ini didapatkan denyut dan irama jantung. Karena arteri radialis
relatif jauh dari jantung, maka kurang baik untuk menentukan sifat denyut jantung.
Bila ada kecurigaan ada abnormalitas pada arcus aorta atau abnormalitas pada arteri
brachialis di sisi tubuh sebelahnya, maka periksalah kedua denyut radialis, serta
bandingkan volume dan waktunya. Pada pasien dengan suspek coarctation aorta,
periksalah arteri radialis dan femoralis. Bila ada coarctation, maka volume arteri
femoralis menurun dan lebih lambat dibandingkan dengan denyut arteri radialis.

Gambar 13. Memeriksa denyut arteri radialis


Gambar 14. Palpasi arteri radialis dan arteri femoralis bersamaan.
Denyut femoralis yang lebih lambat menunjukkan adanya aortic coarctation

Denyut arteri brachialis

Gambar 15. Memeriksa denyut arteri brachialis menggunakan ibu jari. Arteri
terletak di sebelah medial insersi tendon muskulus biceps dan di sebelah dalam insersi
fascia muskulus ini.

Cara terbaik untuk memeriksa denyut arteri brachialis kanan adalah dengan
menggunakan ibu jari tangan kanan, di depan siku, agak medial tendon biceps,
sedangkan jari-jari lainnya memegang siku. Sifat denyut arteri brachialis berhubungan
dengan berbagai penyakit.

Gambar 16. Berbagai bentuk denyut nadi berhubungan dengan berbagai penyakit
jantung atau abnormalitas vaskuler
Denyut arteri carotis
Arteri carotis letaknya lebih dekat dengan jantung dari pada arteri brachialis, sehingga lebih
baik untuk menilai ventrikel kiri. Cara memeriksa arteri carotis sebelah kanan : letakkan
ujung ibu jari di sebelah larynx, tekan secara lembut ke belakang ke arah otot precervical
sampai denyut arteri carotis terasa. Cara lain : arteri carotis dapat dirasakan dari belakang
dengan cara jari-jari menyusuri leher. Pada aortic stenosis yang berat, terjadi peningkat
denyut carotis. Bila denyut carotis pasien sukar ditemukan, sedangkan denyut radialis dan
brachialisnya mudah ditemukan, maka berarti terjadi aortic stenosis karena denyut
menjadi lebih ‘normal’ pada denyut nadi yang lebih perifer. Denyut carotis yang
tersentak-sentak merupakan suatu kardiomiopati hipertrofi. Aliran darah ke ventrikel kiri
mula-mula normal, kemudian mendadak terjadi obstruksi.

Gambar 17. Palpasi arteri carotis menggunakan ibu jari

Gambar 18. Palpasi arteri carotis dengan cara lain


Gambar 19. Perubahan gelombang denyut nadi pada stenosis aorta

Gambar 20. Hypertrophy cardio-myopathy. Denyut carotis yang ‘jerky’


Disebabkan karena obstruksi outflow ventrikel kiri.

Denyut arteri femoralis


Denyut arteri femoralis dapat digunakan untuk menilai kerja jantung, seperti arteri
carotis. Pada pasien dengan kelainan aorta atau arteri iliaca, denyutnya lemah atau
tidak ada. Cara pemeriksaannya adalah : pasien membuka pakaian, berbaring di
tempat datar, letakkan ibu jari atau jari-jari pemeriksa langsung di atas superior
pubic ramus dan pertengahan dan diantara pubic tubical dan anterior superior iliac
spine. Metode pemeriksaan denyut popliteal dan kaki digunakan untuk pemeriksaan
penyakit arterial perifer.
Gambar 21. Palpasi arteri femoralis

Denyut arteri popliteal


Arteri popliteal berada di dalam fossa popliteal tetapi denyutnya dapat dirasakan di
permukaan posterior ujung distal femur. Pasien berbaring di tempat datar, lutut agak
fleksi. Jari-jari digunakan untuk menekan ujung jari-jari tangan yang lain pada fossa
popliteal dan rasakan denyut arteri popliteal di belakang persendian lutut. Palpasi
arteri popliteal digunakan untuk evaluasi pasien dengan penyakit vaskuler perifer,
yaitu intermittent klaudikasi.

Gambar 22. Palpasi arteri popliteal

Denyut arteri dorsalis pedis dan tibialis posterior


Palpasi arteri-arteri ini digunakan untuk memeriksa adanya penyakit vaskuler perifer,
selain itu juga dapat digunakan untuk monitor frekwensi denyut dan irama nadi
pada saat anaesthesia atau recovery. Denyut arteri dorsalis pedis dapat dirasakan
dengan jari-jari menekan dorsum kaki lateral terhadap tendon extensor hallucis longus;
arteri tibialis posterior dapat dirasakan dengan jari-jari melingkupi pergelangan kaki
di sebelah posterior menuju malleolus medialis.
Gambar 23. Palpasi arteri dorsalis pedis

Gambar 24. Palpasi arteri tibialis posterior


BAB II
PEMERIKSAAN JUGULAR VENOUS PULSE (JVP)

Pemeriksaan JVP menunjukkan keadaan ‘input’ jantung. Vena jugular interna


berhubungan langsung dengan vena cava superior dan atrium kanan. Tekanan
normal pada atrium kanan equivalent dengan tekanan kolom darah setinggi 10-12
cm. Jadi bila pasien berdiri atau duduk tegak, vena jugularis interna akan kolaps dan
bila pasien berbaring, vena terisi penuh. Bila pasien berbaring sekitar 45_, maka pulsasi
vena jugularis akan tampak tepat di atas clavicula; maka posisi ini digunakan untuk
pemeriksaan denyut vena jugularis (JVP) (Gambar 25). Kepala pasien diletakkan
pada bantal, dengan leher fleksi dan pandangan lurus ke depan. Jangan menegangkan
muskulus sternomastoid, karena vena jugularis interna tepat berada di bawahnya.

Gambar 25. Pemeriksaan JVP. Pasien berbaring supinasi 45_, pulsasi jugularis
terlihat tepat di atas clavicula
Perbedaan antara denyut vena jugularis dengan arteri carotis
Venous:
- Berdenyut ke dalam
- Dua puncak dalam satu siklus (pada irama sinus)
- Dipengaruhi oleh kompresi abdomen
- Dapat menggeser earlobes (bila tekanan vena meningkat)

Arterial:
- Berdenyut keluar
- Satu puncak dalam satu siklus
- Tidak dipengaruhi oleh kompresi abdomen
- Tidak menggeser earlobes
Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas
level atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin dapat
melihat atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena jugularis di
atas sudut manubriosternal (Gambar 26). Tinggi sudut manubriosternal di atas mid-right
atrium selalu konstan, walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri.
JVP yang normal adalah kurang dari 4 cm di atas sudut manubriosternal.

Gambar 26. Hubungan antara JVP, atrium


kanan dan manubriosternal angle

Pada pasien dengan JVP yang sangat tinggi (mis, pada pericardial tamponade atau
constrictive pericarditis), vena jugularis interna dapat terisi penuh saat pasien berbaring
45_, sehingga pasien perlu didudukkan untuk dapat melihat ujung pulsasi. Bila JVP
terlihat di atas clavicula pada saat pasien duduk tegak, maka artinya tekanan JVP
meningkat.

Pada saat pasien duduk tegak, kadang-kadang tidak adekuat untuk


memeriksa tekanan vena yang sangat tinggi. Maka pasien diminta untuk menaikkan
tangan sampai vena di belakang tangan kolaps dan periksalah perbedaan tinggi
tangan dengan atrium kanan atau sudut sternum.

Contoh bentuk gelombang tekanan jugular dapat dilihat pada Gambar 27. Bentuk
gelombang yang abnormal terjadi pada tricuspid regurgitation, yaitu gelombang
sistoliknya besar sehingga dapat teraba dan tidak dapat hilang bila ditekan dengan
jari. Penyebab peningkatan tekanan JVP adalah payah jantung kongestif, dimana
peningkatan tekanan vena menunjukkan kegagalan ventrikel kanan. Peningkatan JVP
yang tidak pulsatif, menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi vena kava superior.
Gambar 27. Berbagai jenis gelombang JVP

Penyebab peningkatan JVP :


- Payah jantung kongestif atau payah jantung kanan
- Tricuspid reflux
- Pericardial tamponade
- Pulmonary embolism
- Overload cairan iatrogenic
- Obstruksi vena cava superior
Penyebab dan ciri-ciri peningkatan JVP
Sering:
- Payah jantung kongestif
- Tricuspid regurgitation
- Bentuk gelombang normal
- Gelombang ‘V’ yang besar
Agak jarang:
- Pericardial tamponade
- Massive pulmonary embolism
- Peningkatan tekanan vena, pola gelombang sulit ditentukan karena pasien
menjadi hipotensi bila duduk
Jarang:
- Superior caval obstruction
- Constrictive pericarditis
- Tricuspid stenosis
BAB III
ELEKTROKARDIOGRAFI

PENDAHULUAN
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat otot
jantung secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara
pemeriksaan tidak invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di
introduksinya galvanometer berkawat yang diciptakan oleh Einthoven dalam tahun
1903, galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rekor perangkat sangat
peka dapat merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar milivolt. Perbedaan
tegangan ini terjadi pada luapan dan timbunan dari serat-serat otot jantung.
Perbedaan tegangan ini dirambatkan ke permukaan tubuh dan diteruskan ke
sandapan-sandapan dan kawat ke perangkat penguat EKG. Aktivitas listrik mendahului
penguncupan sel otot. Tidak ada perangkat pemeriksaan sederhana yang begitu banyak
mengajar pada kita mengenai fungsi otot jantung selain daripada EKG. Dengan demikian
masalah-masalah diagnostik penyakit jantung dapat dipecahkan dan pada gilirannya
pengobatan akan lebih sempurna. Namun kita perlu diberi peringatan bahwa EKG
itu walaupun memberikan banyak masukkan, tetapi hal ini tak berarti tanpa salah.
Keluhan dan pemeriksaan klinik penderita tetap merupakan hal yang penting. EKG
seorang penderita dengan Angina Pectoris dan pengerasaan pembuluh darah
koroner dapat memberikan rekaman yang sama sekali normal oleh karena itu EKG
harus selalu dinilai dalam hubungannya dengan keluhan-keluhan dan keadaan klinis
penderita. Pada waktu sekarang, EKG sebagai perangkat elektronis sederhana sudah
digunakan secara luas pada praktek-praktek dokter keluarga, rumah-rumah perawatan,
dalam perusahaan, pabrik-pabrik atau tempat-tempat pekerjaan lainnya. Dengan
demikian pemeriksaan EKG dapat secara mudah dan langsung dilakukan pada
penderita-penderita yang dicurigai menderita penyakit jantung dan pembuluh darah
yang banyak ditemukan dan banyak menyebabkan kematian. Di dalam bab ini akan
dibicarakan beberapa aspek penggunaan EKG umum dalam bidang kardiovaskuler.

1.1. Penggunaan Umum EKG


Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui: aritmia, fungsi alat
pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung,
IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-
obatan seperti digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit
jantung bawaan, korpulmonale, emboli paru, mixedema.
1.1.1. Gambaran Elektrokardiografi Normal
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1 mm.
Garis yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur sepanjang
garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik. “Voltage” listrik
diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam milimeter (10 mm = imV). Untuk
praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.

1.1.2. Kompleks Elektrokardiografi Normal.


Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar (5mm); huruf
kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah 5 mm). Gelombang P (P
wave): defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium. Gelombang Q (q) atau Q
wave: defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan
mendahului defleksi positif pertama (R). Gelombang R (r) atau R wave: defleksi positif
pertama dari depolarisasi ventrikel. Gelombang S (s) atau S wave: defleksi negatif
pertama dari depolarisasi ventrikel setelah defleksi positif pertama R. Gelombang T
(T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
Gelombang U (U wave): suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah gelombang
T dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada
sistem konduksi inverventrikuler (Purkinje).

1.1.3. Nilai Interval Normal


Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel
teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan
memberikan kecepatan jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak
terartur, jumlah gelombang R pada suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus
dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah permenit.
Contoh: bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka frekwensi
jantung adalah 120 per menit. Interval P-P: pada sinus ritme interval P-P akan sama
dengan interval R-R. Tetapi bila irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan
atrium dan ventrikel berbeda tetapi teratur, maka interval P-P diukur dari titik yang
sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan frekwensi atrial per menit dihitung
seperti halnya frekwensi ventrikel. Interval P-R: Pengukuran interval ini untuk
mengetahui waktu konduksi atrio ventrikel. Termasuk disini waktu yang diperlukan
untuk depolarisasi atrium dan sebagian depolarisasi atrium, tambah perlambatan
eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur mulai dari permulaan gelombang P
sampai permulaan kompleks QRS. sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai
normalnya : 0,12 - 0,20 detik. Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh
waktu depolarisasi ventrikel. Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat
Q) sampai akhir gelombang S. Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik.
Kadang-kadang pada sandapan prekordial V2 atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik.
Interval Q-T: Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang
T. Dengan ini diketahui lamanya sistol elektrik. Interval Q-T normal tidak melebihi 0,42
detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita. Interval Q-U: pengukuran ini mulai dari
awal gelombang Q sampai akhir gelombang U. Tidak diketahui arti kliniknya.

1.1.4. Segmen Normal


Segmen P-R: adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Segmen ini normal adalah isoelektris. RS-T junction (J) : adalah titik akhir dari
kompleks QRS dan mulai segmen RS-T. Segmen RS-T (segmen S-T), diukur mulai
dari J sampai permulaan gelombang T. Segmen ini biasanya isoelektris tetapi dapat
bervaraisi antara 0,5 sampai + 2 mm pada sadapan prekordial. Elevasi dan depresinya
dibandingkan dengan bagian garis dasar (base line) antara akhir gelombang T dan
permulaan gelombang P (segmen T-P).
Gambar 28. Diagram dari kompleks, interval dan segmen elektrokardiografi.

1.2. Kelainan kompleks pada beberapa penyakit.


Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks
EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran
EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka
berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.

1.2.1.Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama
dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitral yang ditandai dengan gelombang P
yang tinggi, lebar dan “not ched” pada sandapan I dan II: gelombang P lebar dan bifasik
pada VI dan V2. Gambaran ini menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri terutama
pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonal ditandai dengan adanya gelombang P
yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P
tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan
penyakit jantung kogenital. Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P
yang dapat berupa kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat”
yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis.
elain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan
bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit
jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak
adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya.
Misalnya “ AV nodal premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana
bentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan
lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis. seluruh gelombang P
tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal. Misalnya
irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi
digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya
tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya
ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung
hipertensi (PJH).

1.2.2. Kelainan interval P-R


1.2.2.1.Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduksi
AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P diikuti P-R > 0,22
detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi
digitalis, PJK, idiopatik. Pada AV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama
dan kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai
kelainan QRS, S - T dan T. Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal
atau memanjang, tetapi tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti
terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau 3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah
fenomena Wenkebach. Pada blok jantung tingkat III atau blok jantung komplit irama
dan kecepatan gelombang P normal, irama kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat
(20-40 kali per menit) dari gelombang P. jadi terdapat disosiasi komplit antara atrium
dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan pada PJK, intoksikasi digitalis,
IMA.

1.2.2.2. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan
bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
1.2.3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm
(lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya
miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan
gambaran yang normal.

1.2.4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.


Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S di
I dan R di III menunjukkan adanya “right axis deviation”. Kelainan ini ditemukan
pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale.
sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis deviati
on”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan
menjumlahkan voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 +
R V6 > 35 mm atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.

1.2.5. Kelainan kompleks QRS

1.2.5.1. Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan
atau “notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik).
1.2.5.2. Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk
tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok
komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.

1.2.5.3.Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu
pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi
ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung
Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.

1.2.5.4. Irama QRS tidak tetap. Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari
biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”, “ventricular premature beat”. Ditemukan
pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur
yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard
dan intoksikasi digitalis.

1.2.6. Kelainan segmen S-T.


Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya
dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri
perekaman. Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm
atau depresi tidak melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar. ecara klinik
elevasi atau depresi segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi
yang sama pada sandapan yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi koroner.
Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau
perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial menunjukkan adanya
infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat diketahui dengan
adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk perikarditis biasanya
tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir semua sandapan.
Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan

1.2.7. Kelainan gelombang T.


Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu : Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS
pada setiap sandapan. Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II
dengan gelombang R menyolok. Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II,
III. Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam
menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh
gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -
perubahan yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai
segmen S-T konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-kadang
gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi
QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik
atau lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya
insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali
aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan
simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.

1.2.8. Kelainan gelombang U.


Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan
yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.

PRINSIP MEMBACA EKG


Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca
mengikuti urutan petunjuk di bawah ini:
1. IRAMA
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului
oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama
sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV
derajat dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain.

2. LAJU QRS (QRS RATE)


Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari
60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus. Laju
QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular
(kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok
AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P (atrial
rate). EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi
atrium, atau pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun
ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.

3. AKSIS.
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180°
disebut aksis superior. Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis
undeterminable, misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks
QRS di semua sandapan sama besarnya. Sumbu jantung (aksis) ditentukan dengan
menghitung jumlah resultan defleksi positif dan negatif kompleks QRS rat-rata di
sadapan l sebagai sumbu X dan sdapan aVF sebagai sumbu Y. Aksis normal berkisar
antara -30o sampai +110o.

Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan aksis jantung adalah:
a. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF positif, maka sumbu jantung (aksis)
berada pada posisi normal.
b. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF negatif, jika resultan sadapan II positif:
aksis normal, tetapi jika sadapan II negatif maka deviasi aksis ke kiri (LAD=left
axis deviation, berada pada sudut -30o sampai -90o.
c. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF positif, maka deviasi aksis ke kanan
(RAD=right axis deviation) berada pada sudut +110o sampai + 180o.
d. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF negatif, maka deviasi aksis kanan atas,
berada pada sudut -90o sampai +180o.
Disebut juga daerah no man’s land.
Gambar 29. Cara menghitung aksis jantung. Resultan defleksi positif dan negatif di
sadapan I adalah +8 dan di sadapan aVF adalah -8. Absis dan ordinat dihubungkan
sehingga didapat titik potong. Tarik garis dari titik 0 ke titik potong tersebut. Aksis
berada pada sudut -42o (deviasi aksis ke kiri).

Gambar 30. Penetuan aksis jantung berdasarkan sistem heksasial

4. INTERVAL -PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok
AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolff-Parkinson-White syndrome.
5. MORFOLOGI
5.1. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal atau
P-mitral.

5.2. Kompleks QRS


Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan
bagian jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang
terlibat). Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial.
Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel
kanan (atau infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6
dengan gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi
ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right
bundle branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.

5.3. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari
jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.

5.4. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-
inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang
runcing menandakan hiperkalemia.

5.5. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi Gelombang U
yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
KESIMPULAN

Pemeriksaan EKG memegang peranan yang sangat penting dalam


membantu menegakkan diagnosis penyakit jantung. EKG disamping mampu
mendeteksi kelainan jantung secara pasti, juga keadaan (kelainan) diluar jantung,
mis. Adanya gangguan elektrolit terutama kalium dan kalsium.

Disamping kemampuannya dalam mendeteksi secara pasti dari kelainan


jantung tetapi EKG harus diakui mempunyai banyak kelemahan juga. EKG tidak dapat
mendeteksi keparahan dari penyakit jantung secara menyeluruh, misalnya tingkat
kerusakan otot jantung dari serangan IMA. EKG juga tidak dapat mendeteksi
gangguan hemodinamik akibat suatu penyakit jantung.

Dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung kita tidak dapat hanya


menggantungkan pemeriksaan EKG saja.
TATA TERTIB MAHASISWA

Tata tertib Umum:


1. Mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti seluruh kegiatan yang tercantum dalam jadwal
kegiatan.
2. Mahasiswa harus hadir tepat waktu.
3. Mahasiswa yang membawa alat komunikasi wajib menyetel alat tersebut dalam posisi
SILENT.
4. Mahasiswa harus berpakaian rapi (tidak diperkenankan menggunakan baju kaos dan
jeans), berpenampilan sopan, tidak diperkenankan menggunakan sandal, sesuai dengan
etika sebagai calon dokter serta selama dalam kegiatan pembelajaran berlangsung.
5. Mahasiswa diwajibkan menggunakan Papan Nama pada saat kegiatan pembelajaran.

Tata tertib Ujian:


1. Mahasiswa diwajibkan berpakaian putih hitam.
2. Mahasiswa tidak diperkenankan ujian jika kehadirannya kurang dari 80% kegiatan,
kecuali alasan sah mengenal ketidakhadirannya pada kegiatan pembelajaran.
3. Pada saat ujian tulisan, mahasiswa hanya diperkenankan membawa alat tulis saja.
4. Mahasiswa yang tidak hadir saat ujian berlangsung hanya boleh mengikuti ujian
susulan jika alasan ketidakhadirannya sah sesuai yang tertulis diatas.

Alasan sah untuk tidak hadir pada kegiatan pembelajaran dan ujian:
1. Sakit dengan pembuktian Surat Keterangan Dokter yang merawat.
2. Kematian keluarga terdekat.
3. Melahirkan anak.
4. Tugas yang diberikan oleh Pimpinan FK Unsrat.
5. Mendapat izin cuti yang disetujui oleh Dekan FK Unsrat.
REFERENSI
▪ Bickley L, Szilagyi PG. Bates' guide to physical examination and history-
taking. Lippincott Williams & Wilkins; 2012.
▪ Camm AJ, Luescher TF, Maurer G, Serruys PW. The ESC textbook of
cardiovascular medicine. 3rd edl 2019.
▪ Churchhouse A, Ormerod J. Crash Course: Kardiologi dan kelainan vaskular.
4th ed. Elsevier; 2015.
▪ Lilly, L. Patofisologi Penyakit Jantung: Kolaborasi Mahasiswa dan Dosen.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran MEDIK; 2019.
▪ Williams B, Mancia G, Spiering W, Agabiti Rosei E, Azizi M, Burnier M,
Clement DL, Coca A, De Simone G, Dominiczak A, Kahan T. 2018 ESC/ESH
Guidelines for the management of arterial hypertension. European heart
journal. 2018 Aug 25;39(33):3021-104.

Anda mungkin juga menyukai