Pada topik Keterampilan Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler ini akan diberikan
keterampilan dengan tingkat kompetensi 4 dan 3 sedangkan pada topik Keterampilan
pemasangan dan interpretasi Elektrokardiografi (EKG) serta keterampilan melakukan
Bantuan Hidup Dasar (BHD) dengan tingkat kompetensi 4. Adapun topik exercise
stress testing (Treadmill Test) diberikan keterampilan dengan tingkat kompetensi 1.
Bekal keterampilan yang telah diperoleh mahasiswa pada modul sebelumnya dan harus
diingat kembali adalah:
1. General Survey.
2. Pemeriksaan Kepala – Leher (melakukan dan menilai pemeriksaan Tekanan Vena
Jugularis/ Jugular Venous Pressure – JVP; palpasi arteri karotis).
3. Vital Sign (teknik pengukuran tekanan darah, penentuan sistolik dan diastolik serta
pemeriksaan nadi).
4. Dasar-dasar Pemeriksaan Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi).
5. Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi.
6
Bekal pengetahuan yang sebaiknya dimiliki mahasiswa sebelum mempelajari
keterampilan Pemeriksaan Sistem Kardiovaskuler adalah:
1. Anatomi dinding dada dan jantung (ruang jantung, katup jantung, pembuluh darah
besar, sirkulasi darah).
2. Fisiologi jantung (siklus jantung, sistem konduksi jantung).
3. Anatomi dan fisiologi sistem vaskuler perifer (arteri, vena, sistem limfatik dan
limfonodi).
Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari ketrampilan Pemeriksaan Fisik Sistem Kardiovaskuler ini
mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan inspeksi, mengidentifikasi kelainan pada inspeksi dan melaporkan hasil
pemeriksaan inspeksi.
2. Melakukan palpasi jantung, mengidentifikasi kelainan dan melaporkan hasil
pemeriksaan palpasi.
3. Melakukan pemeriksaan perkusi batas jantung dan melaporkan hasil pemeriksaan
perkusi.
4. Mengetahui serta mengidentifikasi pergeseran dan pelebaran batas jantung.
5. Melakukan pemeriksaan auskultasi jantung dan melaporkan hasil pemeriksaan
auskultasi.
6. Mengetahui dan mengidentifikasi bunyi jantung normal dan abnormal.
7. Mengetahui, mengidentifikasi dan menentukan derajat bising jantung.
7
BAB I
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
I. 1. ANAMNESIS
A. SESAK NAPAS
Pasien dengan penyakit jantung biasanya merasa sesak napas pada saat
melakukan aktifitas fisik (exertional dyspnoea) dan kadang-kadang timbul sesak pada
saat berbaring (positional dyspnoea atau orthopnoea). Patofisiologi orthopnoea
adalah sebagai berikut: pada waktu pasien berbaring, terjadi redistribusi cairan dari
jaringan perifer ke paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler pulmonary.
Hal ini kemudian menstimulasi ujung saraf pada paru-paru sehingga terjadilah
orthopnoea. Kadang-kadang pasien mendadak terbangun dari tidurnya, megap-megap,
sesak napas. Jadi pasien lebih baik tidur dalam posisi setengah duduk atau dengan
beberapa bantal. Gejala ini biasanya disertai dengan batuk yang berdahak putih
berbusa (paroxysmal nocturnal dyspnoea).
Mekanisme dyspnoea karena aktifitas fisik masih kontroversial. Ada pendapat
bahwa mekanismenya sama dengan orthopnoea, yaitu terjadi peningkatan venous
return dari otot pada saat aktifitas fisik, sehingga meningkatkan tekanan atrium kiri.
Padahal, sesak napas pada saat aktifitas fisik tidak selalu berhubungan langsung dengan
tekanan atrium kiri. Ada faktor-faktor lain seperti penurunan kadar oksigen pada
darah di arteri dan perubahan fungsi otot jantung pada payah jantung kronis.
Sesak napas yang disertai wheezing kadang-kadang disebabkan karena
penyakit jantung, tetapi terlebih dahulu harus disingkirkan adanya obstruksi jalan napas.
Pasien yang merasa tiba-tiba harus menarik napas dalam-dalam, yang tidak ada
hubungannya dengan aktifitas fisik, yang sering mengeluh sesak napas atau yang
merasa terus menerus tidak dapat bernapas dengan baik, bukan gejala dari
penyakit jantung, tetapi merupakan gejala kecemasan.
Kadang-kadang sulit untuk membedakan sesak napas yang disebabkan
karena penyakit paru-paru atau jantung. Paroxysmal nocturnal dyspnoea atau
orthopnoea merupakan gejala penyakit jantung, sedangkan wheezing merupakan gejala
penyakit paru-paru.
8
Anamnesa sesak napas
o Apakah sebelumnya pernah sesak napas ?
o Apakah sesak napas terjadi waktu beraktifitas fisik ?
o Aktifitas fisik seperti apa yang menimbulkan sesak napas seperti ini ?
o Apakah pernah mendadak terbangun dari tidur karena sesak napas ?
o Pada waktu tidur menggunakan berapa bantal ?
o Apakah sesak napas disertai dengan batuk atau wheezing ?
B. NYERI DADA
9
Ciri-ciri nyeri angina
o Disebabkan karena aktifitas fisik dan emosi
o Nyeri berkurang dengan istirahat
o Nyeri seperti terbakar, tertekan, terhimpit, tercekik
o Lokasi nyeri retrosternal
o Nyeri bertambah parah setelah makan atau udara dingin
o Nyeri berkurang dengan pemberian nitrat
Anamnesa angina
o Apakah nyeri timbul pada waktu beraktifitas fisik ? (misalnya naik tangga)
o Nyeri di dada sebelah mana ?
o Apakah nyeri bertambah bila udara dingin ?
o Apakah nyeri bertambah pada waktu beraktifitas fisik setelah makan ?
o Apakah nyeri berkurang setelah beristirahat ?
o Apakah nyeri terjadi bila merasa terlalu gembira atau terlalu sedih ?
Pericarditis
Pericarditis adalah inflamasi pericardium (selaput serous yang membungkus
jantung). Pericarditis merupakan komplikasi infark miokard. Dapat juga disebabkan
karena infeksi virus atau bakteri, atau karena uraemia. Nyerinya berupa nyeri konstan
di belakang tulang dada dan makin nyeri pada waktu napas dalam. Nyeri pericarditis
berhubungan dengan pergerakan tubuh (mis. perubahan posisi berbaring) tetapi
10
tidak berhubungan dengan aktifitas fisik seperti nyeri angina atau infark miokard.
Kadang-kadang menjalar ke ujung bahu kiri.
Nyeri musculoskeletal
Nyeri pada dinding dada atau spine thoracic sering dikira penyakit jantung.
Nyeri ini terasa sakit dan berhubungan dengan pergerakan tubuh tertentu dan nyeri
tetap timbul pada waktu istirahat. Sekitar cartilage costal biasanya terasa lunak.
C. PALPITASI
Palpitasi adalah denyut jantung yang abnormal. Jantung berdenyut sangat cepat
atau tidak teratur (aritmia). Dapat juga karena impuls cardiac terlalu kuat yang
disebabkan vasodilatasi berlebihan.
Pada saat anamnesa, tanyakan apakah aritmia hanya terjadi sementara atau
sampai menyebabkan pasien tidak dapat bekerja dan harus berbaring. Kadang-
kadang aritmia dapat menyebabkan pingsan.
Pada pasien tertentu, palpitasi dicetuskan oleh makanan tertentu, teh, kopi,
anggur dan coklat. Perlu ditanyakan tentang obat-obat yang biasanya diminum,
terutama decongestan dan obat flu yang mengandung senyawa simpatomimetik.
Penyebab palpitasi
o Ekstrasistole
o Paroxysmal atrial fibrillation
o Paroxysmal supraventricular tachycardia
o Thyrotoxicosis
o Perimenopausal
Anamnesa palpitasi
o Coba tirukan bunyi denyut jantung anda pada waktu terjadi palpitasi
o Apakah denyut jantung teratur atau tidak teratur ?
o Apakah ada hal-hal tertentu yang dapat meredakan gejala palpitasi ?
o Apa yang anda lakukan pada waktu timbul gejala palpitasi ?
o Apakah ada makanan tertentu yang menimbulkan palpitasi ?
o Obat-obat apa yang sekarang digunakan ?
11
insufficiency dan aritmia jantung, terutama intermittent heart block. Simple fainting
disebabkan karena respons vagal yang menyebabkan denyut jantung melambat dengan
reflex vasodilatasi. Biasanya disebabkan karena kombinasi hilangnya venous return
(misalnya, berdiri pada saat upacara) dengan peningkatan efek simpatik (terlalu
gembira, takut, jijik). Micturition syncope biasanya terjadi waktu malam hari pada laki-
laki lanjut usia dengan obstruksi prostat.
Pada saat pingsan, hilangnya kesadaran tidak terjadi mendadak; pasien
tampak pucat atau ‘agak hijau’, baik sebelum atau sesudah pingsan.
Penanganannya adalah dengan menaikkan tungkai. Sebaliknya syncope karena
heart block, terjadinya tiba-tiba, tanpa tanda-tanda sebelumnya. Pasien tampak pucat
pada waktu pingsan, dan bila sadar (biasanya juga tiba-tiba) wajahnya berwarna agak
kemerahan. Vertebro-basilar insufisiensi biasanya terjadi pada lanjut usia. Gejala yang
timbul karena pergerakan leher terganggu.
Hipotensi postural biasanya pada lanjut usia dan dicetuskan oleh obat
antihipertensi.
Anamnesis syncope
Apabila memungkinkan, anamnesa diambil dari keluarga atau orang sekitar
yang tahu kejadiannya.
o Situasi apakah yang menyebabkan syncope ?
o Apakah sebelumnya ada gejala-gejala tertentu ?
o Berapa lama pasien sadar kembali ?
o Apakah wajah terlihat pucat saat syncope dan setelah sadar ?
o Obat-obat apa yang sekarang diminum ?
E. CLAUDICATION
12
pasien tidak dapat bekerja sebagai pilot atau sopir truk. Jangan lupa menanyakan
kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obat yang sekarang dikonsumsi.
Ventrikel kiri, terletak di belakang ventrikel kanan, membentuk batas lateral kiri
dari jantung. Bagian paling bawah dari ventrikel kiri disebut ”apeks”, mempunyai arti
klinis penting karena di apekslah terletak punctum maksimum atau iktus kordis, yaitu
area di di dinding dada anterior di mana terlihat/teraba impuls jantung yang paling jelas.
Iktus kordis merupakan proyeksi denyut ventrikel kiri di dinding dada anterior, terletak
di sela iga V, 7-9 cm di lateral linea midsternalis, dengan diameter kurang lebih 1-2.5
cm. Batas jantung sebelah kanan dibentuk oleh atrium dekstra, biasanya tidak
teridentifikasi pada pemeriksaan fisik, demikian juga atrium sinistra yang terletak paling
belakang.
13
Gambar 2. Proyeksi Jantung dan Pembuluh Darah Besar di Dinding Dada
B. SIKLUS JANTUNG
14
Sela iga II kanan Sela iga II-III kiri dekat sternum
Katup Aorta Katup Pulmonalis
Katup Mitral di /
sekitar apeks
Selama fase sistolik, ventrikel kiri mulai berkontraksi, sehingga tekanan dalam
ventrikel kiri meningkat melebihi tekanan dalam atrium kiri, menyebabkan katup mitral
menutup. Penutupan katup mitral menghasilkan bunyi jantung pertama (BJ1).
Peningkatan tekanan dalam ventrikel kiri menyebabkan katup aorta membuka. Pada
kondisi patologis tertentu, pembukaan katup aorta disertai dengan bunyi ejeksi (Ej) pada
awal sistolik (terdengar segera setelah BJ1). Setelah volume darah dalam ventrikel kiri
mulai berkurang, tekanan intraventrikel mulai turun. Saat tekanan ventrikel kiri lebih
rendah daripada tekanan aorta, katup aorta menutup, menghasilkan bunyi jantung kedua
(BJ2).
Saat diastolik, tekanan ventrikel kiri terus menurun sampai di bawah tekanan
atrium kiri, mengakibatkan Katup mitral terbuka. Terbukanya katup mitral biasanya
tidak menimbulkan bunyi yang terdengar pada auskultasi, kecuali pada keadaan di mana
terjadi kekakuan katup mitral, misalnya pada mitral stenosis, di mana terbukanya katup
mitral menimbulkan bunyi yang disebut opening snap yang terdengar setelah BJ2.
Siklus yang sama juga terjadi pada atrium kanan, ventrikel kanan, katup trikuspidalis,
katup pulmonalis dan arteri pulmonalis.
15
menggambarkan lebih tingginya tekanan dalam aorta dibandingkan dalam arteri
pulmonalis. Untuk mendengarkan splitting BJ2, dengarkan sepanjang prekordium (A2)
dan di sela iga II-III kiri dekat sternum (P2).
Pemisahan bunyi jantung saat inspirasi (inspiratory splitting) terjadi karena peningkatan
kapasitansi pembuluh darah di paru selama inspirasi, mengakibatkan pemanjangan fase
ejeksi darah dari ventrikel kanan, sehingga menyebabkan delayed penutupan katup
pulmonal.
BJ1 juga mempunyai 2 komponen, yaitu komponen mitralis dan trikuspidalis.
Komponen mitralis terdengar lebih dulu dan jauh lebih keras dibandingkan komponen
trikuspidalis, terdengar di sepanjang prekordium, paling keras terdengar di apeks.
Komponen trikuspidalis terdengar lebih lembut, paling jelas terdengar di batas kiri
sternum bagian bawah. Di sinilah kadang kita dapat mendengarkan splitting BJ1.
Splitting BJ1 tidak terpengaruh oleh fase respirasi.
PEMERIKSAAN JANTUNG
Sebelum mempelajari ketrampilan pemeriksaan fisik jantung, penting untuk
diketahui bahwa :
Termasuk dalam pemeriksaan fisik jantung adalah pemeriksaan tekanan vena
jugularis (JVP) dan palpasi arteria karotis (lihat kembali topik General Survey dan
Pemeriksaan Kepala-Leher).
Pada sebagian besar manusia dengan anatomi normal, proyeksi bangunan-bangunan
jantung, seperti ventrikel kanan dan kiri, arteri pulmonalis dan aorta, berada di dada
sebelah kiri, kecuali pada dekstrokardia..
Selama melakukan pemeriksaan jantung, penting untuk mengidentifikasi lokasi
anatomis berdasar kelainan yang diperoleh dari hasil pemeriksaan serta
16
menghubungkan kelainan hasil pemeriksaan dengan waktu terjadinya pada siklus
jantung.
Lokasi anatomis dinyatakan dengan ”...ditemukan di sela iga ke-...” atau jaraknya
(...sentimeter dari linea...) dari linea di sekeliling dinding dada (linea midsternal,
midklavikular atau aksilaris).
Beberapa istilah yang harus dipahami misalnya :
- Stroke Volume : volume darah yang diejeksikan dalam 1 kali kontraksi
ventrikel
- Heart Rate : frekuensi denyut jantung per menit
- Cardiac Output : volume darah yang dipancarkan keluar dari ventrikel dalam
1 menit (cardiac output = stroke volume x heart rate)
- Preload : volume darah yang meregangkan otot ventrikel sebelum kontraksi.
Volume darah dalam ventrikel kanan pada akhir diastol merupakan volume
preload untuk kontraksi berikutnya. Volume preload ventrikel kanan
meningkat bila venous return ke dalam atrium kanan meningkat, misalnya
pada inspirasi dan pada aktifitas fisik berat. Peningkatan volume darah dalam
ventrikel yang mengalami dilatasi pada gagal jantung kongestif juga
menyebabkan peningkatan preload. Penurunan preload ventrikel kanan
disebabkan oleh ekspirasi, penurunan output ventrikel kiri dan pooling darah
dalam sistem kapiler dan venosa.
- Afterload : menggambarkan resistensi vaskuler terhadap kontraksi ventrikel.
Penyebab resistensi terhadap kontraksi ventrikel kiri adalah peningkatan tonus
aorta, arteri besar, arteri kecil dan arteriol. Peningkatan preload dan afterload
patologis mengakibatkan perubahan fungsi ventrikel yang akan terdeteksi
secara klinis.
Gejala sistem kardiovaskuler seperti nyeri dada (chest pain), palpitasi, napas pendek,
orthopnea, dyspnea paroksismal, wheezing, batuk dan hemoptisis juga sering terjadi
pada kelainan-kelainan sistem respirasi.
Pemeriksaan dilakukan setelah pasien beristirahat minimal 5 menit.
Pemeriksaan jantung dilakukan pada 3 posisi, yaitu :
1. Pasien dalam posisi berbaring terlentang dengan kepala sedikit ditinggikan
(membentuk sudut 30o). Dokter berdiri di sisi kanan pasien.
2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus).
3. Pasien duduk, sedikit membungkuk ke depan.
Urutan pemeriksaan jantung ditampilkan pada tabel berikut.
17
Terlentang, dengan elevasi Auskultasi daerah trikuspidalis dengan bagian bel
kepala 30o dari stetostop.
Duduk, sedikit membungkuk ke Dengarkan sepanjang tepi sternum kiri dan di apeks
depan, setelah ekspirasi
maksimal
C. INSPEKSI
Inspeksi dada terutama untuk mencari adanya asimetri bentuk dada. Adanya
asimetri bentuk rongga dada dapat menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal dalam
jangka panjang. Asimetri dada dapat diakibatkan oleh penyebab yang sama dengan
penyebab kelainan jantung (misalnya prolaps katup mitral, gangguan katup aorta pada
sindroma Marfan dan sebagainya) atau menjadi akibat dari adanya kelainan jantung
akibat aktifitas jantung yang mencolok semasa pertumbuhan.
Inspeksi juga berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada
orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah pulsasi
yang disebut ictus cordis pada sela iga V, linea medioclavicularis kiri. Pulsasi ini
letaknya sesuai dengan apeks jantung. Diameter pulsasi kira-kira 2 cm, dengan
punctum maksimum di tengah-tengah daerah tersebut. Pulsasi timbul pada waktu
sistolis ventrikel. Bila ictus kordis bergeser ke kiri dan melebar, kemungkinan
18
adanya pembesaran ventrikel kiri. Pada pericarditis adhesive, ictus keluar terjadi
pada waktu diastolis, dan pada waktu sistolis terjadi retraksi ke dalam. Keadaan ini
disebut ictus kordis negatif. Pulpasi yang kuat pada sela iga III kiri disebabkan oleh
dilatasi arteri pulmonalis.
Pulsasi pada suprasternal mungkin akibat kuatnya denyutan aorta. Pada
hipertrofi ventrikel kanan, pulsasi tampak pada sela iga IV di linea sternalis atau daerah
epigastrium. Perhatikan apakah ada pulsasi arteri intercostalis yang dapat dilihat
pada punggung. Keadaan ini didapatkan pada stenosis mitralis. Pulsasi pada leher
bagian bawah dekat scapula ditemukan pada coarctatio aorta.
D. PALPASI
Hal-hal yang ditemukan pada inspeksi harus di palpasi untuk lebih memperjelas
mengenai lokalisasi punctum maksimum, apakah kuat angkat, frekuensi, kualitas
dari pulsasi yang teraba. Dengan palpasi kita mencari iktus kordis (bila tidak terlihat
pada inspeksi) dan mengkonfirmasi karakteristik iktus kordis. Palpasi dilakukan
dengan cara: meletakkan permukaan palmar telapak tangan atau bagian 1/3 distal jari
II, III dan IV atau dengan meletakkan sisi medial tangan, terutama pada palpasi untuk
meraba thrill. Identifikasi BJ1 dan BJ2 pada iktus kordis dilakukan dengan
memberikan tekanan ringan pada iktus. Pada mitral insufisiensi teraba pulsasi
bersifat menggelombang disebut ”ventricular heaving”. Sedang pada stenosis
mitralis terdapat pulsasi yang bersifat pukulan-pukulan serentak disebut ”ventricular
lifting”.
Bila iktus tidak teraba pada posisi terlentang, mintalah pasien untuk berbaring sedikit
miring ke kiri (posisi left lateral decubitus) dan kembali lakukan palpasi. Jika iktus
tetap belum teraba, mintalah pasien untuk inspirasi dan ekspirasi maksimal kemudian
menahan nafas sebentar.
Pada saat memeriksa pasien wanita, mammae akan menghalangi pemeriksaan
palpasi. Sisihkan mammae ke arah atas atau lateral, mintalah bantuan tangan pasien bila
perlu.
19
Pada beberapa keadaan fisiologis tertentu, iktus dapat tidak teraba, misalnya
pada obesitas, otot dinding dada tebal, diameter anteroposterior kavum thorax lebar
atau bila iktus tersembunyi di belakang kosta. Pada keadaan normal hanya impuls dari
apeks yang dapat diraba. Pada keadaan hiperaktif denyutan apeks lebih mencolok.
Apeks dan ventrikel kiri biasanya bergeser ke lateral karena adanya pembesaran
jantung atau dorongan dari paru (misalnya pada pneumotorak sinistra). Pada kondisi
patologis tertentu, impuls yang paling nyata bukan berasal dari apeks, seperti misalnya
pada hipertrofi ventrikel kanan, dilatasi arteri pulmonalis dan aneurisma aorta.
- Setelah iktus teraba, lakukan penilaian lokasi,
diameter, amplitudo dan durasi impuls apeks pada Linea
iktus. Lokasi: dinilai aspek vertikal (biasanya pada midklavikularis
- Diameter: pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari 2.5 cm dan tidak
melebihi 1 sela iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral decubitus. Pelebaran
iktus menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri.
- Amplitudo: amplitudo iktus normal pada palpasi terasa lembut dan cepat.
Peningkatan amplitudo (impuls hiperkinetik, gambar 7) terjadi pada dewasa muda,
terutama saat tereksitasi atau setelah aktifitas fisik berat, tapi durasi impuls tidak
memanjang. Peningkatan amplitudo impuls terjadi pada hipertiroidisme, anemia
berat, peningkatan tekanan ventrikel kiri (misal pada stenosis aorta) atau
peningkatan volume ventrikel kiri (misal pada regurgitasi mitral). Impuls
hipokinetik terjadi pada kardiomiopati.
- Durasi: untuk menilai durasi impuls, amati gerakan stetoskop saat melakukan
auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan stetoskop sambil
mempalpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3 durasi sistol
atau sedikit kurang, tapi tidak berlanjut sampai terdengar BJ2 (Gambar 8).
20
BJ1 BJ2 BJ1 BJ2
Normal Memanjang
Gambar 9. Impuls Memanjang
Dengan palpasi dapat ditemukan adanya gerakan jantung yang menyentuh dinding dada,
terutama jika terdapat peningkatan aktifitas ventrikel, pembesaran ventrikel atau
ketidakteraturan kontraksi ventrikel. Gerakan dari ventrikel kanan biasanya tak teraba,
kecuali pada hipertrofi ventrikel kanan, dimana ventrikel kanan akan menyentuh
dinding dada (ventrikel kanan mengangkat). Kadang-kadang gerakan jantung teraba
sebagai gerakan kursi goyang (ventricular heaving) yang akan mengangkat jari
pemeriksa pada palpasi.
Gerakan jantung kadang teraba di bagian basis, yang biasanya disebabkan oleh
gerakan aorta (pada aneurisma aorta atau regurgitasi aorta), gerakan arteri pulmonalis
(pada hipertensi pulmonal) atau karena aliran tinggi dengan dilatasi (pada ASD) yang
disebut tapping.
Thrill (getaran karena adanya bising jantung) sering dapat diraba. Bising jantung
dengan gradasi 3-4 biasanya dapat teraba sebagai thrill. Sensasi yang terasa adalah
seperti meraba leher kucing. Bila pada palpasi pertama belum ditemukan adanya thrill
sedangkan pada auskultasi terdengar bising jantung derajat 3-4, kembali lakukan
palpasi pada lokasi ditemukannya bising untuk mencari adanya thrill. Thrill sering
menyertai bising jantung yang keras dan kasar seperti yang terjadi pada stenosis aorta,
Patent Ductus Arteriosus, Ventricular Septal Defect, dan kadang stenosis mitral.
E. PERKUSI
Perkusi berguna untuk menetapkan batas jantung, terutama pada pembesaran
jantung. Perkusi batas kiri redam jantung (LBCD - left border of cardiac dullness)
dilakukan dari lateral ke medial dimulai dari sela iga 5, 4 dan 3. LBCD terdapat
kurang lebih 1-2 cm di sebelah medial linea midklavikularis kiri dan bergeser 1 cm ke
medial pada sela iga 4 dan 3.
Batas kanan redam jantung (RBCD - right border of cardiac dullness)
dilakukan dengan perkusi bagian lateral kanan dari sternum. Pada keadaan normal
RBCD akan berada di medial batas dalam sternum. Kepekakan RBCD diluar batas
kanan sternum mencerminkan adanya bagian jantung yang membesar atau bergeser ke
kanan. Penentuan adanya pembesaran jantung harus ditentukan dari RBCD maupun
LBCD. Kepekakan di daerah dibawah sternum (retrosternal dullness) biasanya
mempunyai lebar kurang lebih 6 cm pada orang dewasa. Jika lebih lebar, harus
dipikirkan kemungkinan adanya massa retrosternal. Pada wanita, kesulitan akan
21
terjadi dengan mammae yang besar, dalam hal ini perkusi dilakukan setelah
menyingkirkan kelenjar mammae dari area perkusi dengan bantuan tangan pasien.
Pada penderita emfisema paru terdapat kesukaran perkusi batas-batas
jantung. Selain perkusi batas-batas jantung, juga harus diperkusi pembuluh darah
besar di bagian basal jantung. Pada keadaan normal antara linea sternalis kiri dan
kanan pada daerah manubrium sterni terdapat pekak yang merupakan daerah aorta.
Bila daerah ini melebar, kemungkinan akibat aneurisma aorta.
F. AUSKULTASI
Pemeriksaan auskultasi jantung meliputi pemeriksaan:
o bunyi jantung
o bising jantung
o gesekan pericard
BUNYI JANTUNG
Untuk mendengar bunyi jantung diperhatikan:
1. lokalisasi dan asal bunyi jantung
2. menentukan bunyi jantung I dan II
3. intensitas bunyi dan kualitasnya
4. ada tidaknya unyi jantung III dan bunyi jantung IV
5. irama dan frekuensi bunyi jantung
6. bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
Bunyi jantung diakibatkan karena getaran dengan masa amat pendek. Bunyi yang
timbul akibat aktifitas jantung dapat dibagi dalam :
• BJ1 : disebabkan karena getaran menutupnya katup atrioventrikuler terutama
katup mitral, getaran karena kontraksi otot miokard serta aliran cepat saat katup
semiluner mulai terbuka. Pada keadaan normal terdengar tunggal.
• BJ2 : disebabkan karena getaran menutupnya katup semilunaris aorta maupun pul-
monalis. Pada keadaan normal terdengar pemisahan (splitting) dari kedua
komponen yang bervariasi dengan pernafasan pada anak-anak atau orang muda.
• BJ3 : disebabkan karena getaran cepat dari aliran darah saat pengisian cepat (rapid
filling phase) dari ventrikel. Hanya terdengar pada anak-anak atau orang dewasa
muda (fisiologis) atau keadaan dimana komplians otot ventrikel menurun (hiper-
trofi/ dilatasi).
22
• BJ4 : disebabkan kontraksi atrium yang mengalirkan darah ke ventrikel yang
kompliansnya menurun. Jika atrium tak berkontraksi dengan efisien misalnya
fibrilasi atrium maka bunyi jantung 4 tak terdengar.
1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung Auskultasi bunyi jantung dilakukan
pada tempat-tempat sebagai berikut:
o Ictus cordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup mitral
o Sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
pulmonal.
o Sela iga III kanan untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari aorta
o Sela iga IV dan V di tepi kanan dan kiri sternum atau ujung sternum untuk
mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup trikuspidal.
Tempat-tempat auskultasi di atas adalah tidak sesuai dengan tempat dan letak anatomis
dari katup-katup yang bersangkutan. Hal ini akibat penghantaran bunyi jantung ke
dinding dada.
Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi
yang terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II
di daerah apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar
daripada bunyi jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M
2, sedang didaerah basal P 2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.
23
Hal ini karena:
M 1: adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung.
M 2: adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.
P 1: adalah bunyi M 1 yang dirambatkan
P 2: adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung
A 1: adalah penutupan mitral yang dirambatkan
A 2: adalah penutupan katub aorta secara langsung
Kesimpulan: pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi
jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung) Sebaliknya pada daerah basis jantung
bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung langsung sedang bunyi I hanya
dirambatkan.
24
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus
dibandingkan. Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklus-
siklus berikutnya, hal ini merupakan keadaan miokard yang memburuk.
25
Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
Bunyi tambahan, merupakan bunyi yang terdengar akibat adanya kelainan anatomis
atau aliran darah yang dalam keadaan normal tidak menimbulkan bunyi atau getaran.
Bunyi tambahan dapat berupa:
• Klik ejeksi: disebabkan karena pembukaan katup semilunaris pada stenosis/
menyempit.
• Ketukan perikardial: bunyi ekstrakardial yang terdengar akibat getaran/ gerakan
perikardium pada perikarditis/ efusi perikardium.
• Bising gesek perikardium: bunyi akibat gesekan perikardium dapat terdengar
dengan auskultasi dan disebut friction rub. Sering terdengar jika ada peradangan
pada perikardium (perikarditis).
• Bising jantung: merupakan bunyi akibat getaran yang timbul dalam masa lebih
lama. Jadi perbedaan antara bunyi dan bising terutama berkaitan dengan lamanya
bunyi/getaran berlangsung. Untuk mengidentifikasi dan menilai bising jantung,
beberapa hal harus diperhatikan: di mana bising paling jelas terdengar, fase
terjadinya bising (saat sistol atau diastol) dan kualitas bising.
Auskultasi dimulai dengan meletakkan stetoskop pada sela iga II kanan di dekat
sternum, sepanjang tepi kiri sternum dari sela iga II sampai V dan di apeks. Bagian
diafragma stetoskop dipergunakan untuk auskultasi bunyi jantung dengan nada tinggi
seperti BJ1 dan BJ2, bising dari regurgitasi aorta dan mitral serta bising gesek
perikardium. Bagian mangkuk stetoskop (bell) yang diletakkan dengan tekanan ringan
lebih sensitif untuk suara-suara dengan nada rendah seperti BJ3 dan BJ4 serta bising
pada stenosis mitral. Letakkan bagian mangkuk stetostop pada apeks lalu berpindah ke
medial sepanjang tepi sternum ke arah atas.
Cara auskultasi :
1. Lakukan auskultasi di seluruh prekordium dengan posisi pasien terlentang.
2. Pasien berbaring miring ke kiri (left lateral decubitus) sehingga ventrikel kiri lebih
dekat ke permukaan dinding dada (gambar 10).
- Tempatkan bagian mangkuk dari stetoskop di daerah impuls apeks (iktus).
- Posisi ini membuat bising-bising area Katup mitral (misalnya pada stenosis
mitral) dan bunyi jantung akibat kelainan bagian kiri jantung (misalnya BJ3 dan
BJ4) lebih jelas terdengar.
26
.
3. Pasien diminta untuk duduk dengan sedikit membungkuk ke depan (gambar 11)
Pada tabel 2 berikut ditampilkan event-event dalam siklus jantung dan bunyi-bunyi
jantung yang harus didengarkan dengan seksama dan dinilai pada tiap auskultasi.
27
Tabel 2. Bunyi Jantung dan Karakteristik Bunyi yang harus Dinilai pada Tiap Auskultasi
Bunyi Jantung Karakteristik Bunyi Jantung yang Dinilai pada Auskultasi Keterangan
BJ1 Intensitas BJ1 dan splitting komponen BJ1 Terdapat variasi fisiologis BJ1
BJ2 Intensitas BJ2
Splitting BJ2 Splitting BJ2 didengarkan di sela iga 2 dan 3 kiri. - Splitting normal tidak lebar,
- Mintalah pasien bernafas tenang, kemudian bernafas sedikit terdengar hanya pada akhir fase
lebih dalam. inspirasi.
- Dengarkan apakah terjadi splitting BJ2. - Splitting persisten disebabkan oleh
- Bila belum terdengar, mintalah pasien untuk menarik nafas keterlambatan penutupan Katup
lebih dalam lagi atau duduk sedikit membungkuk ke depan, pulmonal atau Katup aorta yang
dan lakukan auskultasi kembali. menutup lebih awal.
− Dinilai : - Normalnya komponen A2 lebih
lebar splitting, kapan splitting terdengar, apakah splitting keras daripada P2.
menghilang saat ekspirasi dan bagaimana perbandingan - P2 lebih keras daripada A2
intensitas komponen A2 dan P2 menunjukkan kemungkinan
adanya hipertensi pulmonal.
Adanya bunyi ekstra − Didengarkan adanya bunyi ejeksi atau klik sistolik.
saat sistol − Dinilai : lokasi, kapan terjadinya, intensitas, nada (pitch) dan
pengaruh respirasi terhadap bunyi tersebut
Adanya bunyi ekstra − Didengarkan adanya BJ3, BJ4 atau opening snap
saat diastol − Dinilai : lokasi, kapan terjadinya, intensitas, nada (pitch) dan
pengaruh respirasi terhadap bunyi tersebut
Bising sistolik dan − Yang harus dinilai adalah kapan terdengar, bentuk, lokasi di Bising dapat dibedakan dengan
diastolik mana bising terdengar paling keras, radiasi/ transmisi bising bunyi jantung dari durasinya yang
dari tempatnya paling keras terdengar, intensitas bising, lebih panjang.
nada dan derajat bising.
28
Yang harus dinilai bila terdengar bising jantung adalah kapan terdengar, bentuk, lokasi
di mana bising terdengar paling keras, radiasi/transmisi bising dari tempatnya paling
keras terdengar, intensitas bising, nada dan kualitas bising.
1. Kapan bising terdengar:
Bising sistolik terdengar antara BJ1 dan BJ2. Bising diastolik terdengar antara BJ2
dan BJ1. Palpasi nadi karotis sambil mendengarkan bising jantung dapat membantu
menentukan bising terjadi saat sistolik atau diastolik. Bising yang terdengar bersamaan
dengan denyut karotis adalah bising sistolik. Bising sistolik terjadi pada penyakit
Katup, namun dapat juga terjadi pada jantung tanpa kelainan anatomis, sementara
bising diastolik terjadi pada gangguan Katup.
Penting untuk mengidentifikasi kapan bising terdengar selama fase sistolik dan
diastolik (hanya pada awal, di tengah, pada akhir atau selama sistolik dan diastolik).
• Bising midsistolik: mulai terdengar setelah BJ1, menghilang sebelum BJ2
terdengar (ada gap antara bising dan bunyi jantung). Bising midsistolik sering
berkaitan dengan aliran darah yang melalui katup-katup semilunaris.
• Bising holosistolik (pansistolik): mengisi seluruh fase sistolik, tidak ada gap
antara bising dan bunyi jantung. Biasanya berkaitan dengan regurgitasi darah
melalui katup atrioventrikuler pada MI atau VSD.
• Bising late systolic: mulai terdengar pada pertengahan atau akhir sistolik.
Biasanya terjadi pada prolaps katup mitral. Sering didahului dengan klik sistolik.
• Bising early diastolic: terdengar segera setelah BJ2, tanpa adanya gap yang jelas.
Menghilang sebelum terdengar BJ1. Biasanya terjadi pada regurgitasi karena
inkompetensi katup-katup semilunaris, misal Aortic Insufficiency atau Pulmonal
Insufficiency.
• Bising mid diastolik: terdengar setelah BJ2 (ada gap dengan BJ2). Bising makin
melemah atau menyatu dengan bising late diastolic.
• Bising late diastolic (presistolik): mulai terdengar pada akhir fase diastolik, dan
biasanya berlanjut dengan BJ1. Bising mid diastolik dan bising late diastolic
(presistolik) mencerminkan turbulensi aliran darah yang melewati katup
atrioventrikularis, misalnya stenosis mitral.
• Bising sistolik sering ditemukan pada stenosis aorta, stenosis pulmonal, Ventricle
Septum Defect (VSD), insufisiensi mitral (Mitral Insufficiency/ MI). Bising
diastolik sering terjadi pada insufisiensi aorta (Aortic Insufficiency/ AI).
• Bising menerus atau continuous murmur: bising terdengar terus menerus, baik
pada fase sistolik maupun diastolik. Sering terdapat pada Patent Ductus Arteriosus
(PDA).
2. Bentuk:
Bentuk atau konfigurasi bising adalah intensitas bising dari waktu ke waktu selama
terdengar.
a. Bising crescendo: intensitas makin keras (misalnya bising presistolik pada
stenosis mitral).
b. Bising decrescendo: intensitas makin berkurang (misalnya bising early
diastolic pada regurgitasi katup aorta).
c. Bising crescendo-decrescendo: mula-mula intensitas bising makin meningkat,
kemudian menurun (misalnya bising midsistolik pada stenosis aorta atau bising
innocent).
d. Bising plateau: intensitas bising tetap (misalnya bising pansistolik pada
regurgitasi mitral).
3. Lokasi di mana bising terdengar paling keras:
Tempat di mana bising terdengar paling jelas berkaitan dengan asal bising.
Dideskripsikan menggunakan komponen sela iga keberapa dan hubungannya
dengan sternum, apeks, linea midsternalis, midklavikularis atau aksilaris anterior,
misalnya “bising paling jelas terdengar di sela iga ke-2 kanan, dekat tepi sternum”
menunjukkan asal bising dari katup aorta.
Tiap-tiap bising mempunyai lokalisasi tertentu, dimana bising itu terdengar
paling keras (punctum maximum). Dengan menentukan punctum maximum dan
penyebaran bising, maka dapat diduga asal bising itu:
- punctum maximum di apeks cordis, berasal dari katup mitral.
- punctum maximum di sela iga 2 kiri, berasal dari katup pulmonal.
- punctum maximum di sela iga 2 kanan, berasal dari katup aorta.
- punctum maximum pada batas sternum kiri, berasal dari ASD atau VSD.
4. Radiasi/transmisi/penjalaran bising dari tempatnya terdengar paling keras:
Transmisi bising tidak saja menunjukkan asal bising tetapi juga intensitas bising dan
arah aliran darah. Lakukan auskultasi di beberapa area di sekeliling lokasi di mana
bising paling jelas terdengar dan tentukan sampai di mana bising masih dapat
didengar. Misalnya bising pada stenosis aorta bisa terdengar demikian jauh sampai
ke leher (mengikuti aliran darah).
Bising jantung masih terdengar di daerah yang berdekatan dengan lokasi
dimana bising itu terdengar maksimal, ke suatu arah tertentu, misalnya :
- Bising dari stenosa aorta menjalar ke daerah carotis
- Bising insufiensi aorta menjalar ke daerah batas sternum kiri.
- Bising dari insufisiensi mitral menjalar ke aksilia, punggung dan ke seluruh
precordium.
- Bising dari stenosis mitral tidak menjalar atau hanya terbatas kesekitarnya.
5. Intensitas bising:
Levine membagi intensitas bising jantung dalam 6 skala dan dinyatakan dalan bentuk
pecahan (misalnya grade 3/6)
- Grade 1: sangat lembut, baru terdengar setelah pemeriksa sungguh-sungguh
berkonsentrasi, tidak terdengar pada semua posisi.
- Grade 2: lembut, tapi dapat segera terdengar begitu stetostop diletakkan pada
area auskultasi.
- Grade 3: cukup keras
- Grade 4: keras, teraba thrill
- Grade 5: sangat keras, disertai thrill, dapat terdengar dengan sebagian stetoskop
diangkat dari permukaan auskultasi.
- Grade 6: sangat keras, disertai thrill, dapat didengar dengan seluruh bagian
stetostok sedikit diangkat dari permukaan auskultasi.
6. Jenis dari Bising
Jenis bising tergantung pada dase bising timbul:
Bising Sistolik, terdengar dalam fase sistolik (antara bunyi jantung 1 dan bunyi
jantung 2)
Dikenal 2 macam bising sistolik:
o Bising sistolik tipe ejection, timbul akibat aliran darah yang dipompakan
melalui bagian yang menyempit dan mengisi sebagian fase sistolik.
Didapatkan pada stenosis aorta, punctum maximum di daerah aorta.
o Bising sistolik tipe pansistolik, timbul sebagai akibat aliran balik yang
melalui bagian jantung yang masih terbuka dan mengisi seluruh fase
sistolik. Misalnya pada insufisiensi mitral.
Bising Diastolik, terdengar dalam fase diastolik (antara bunyi jantung 2 dan
bunyi jantung 1), dikenal antara lain:
o Mid-diastolik, terdengar pada pertengahan fase diastolik misalnya pada
stenosis mitral.
o Early diastolik, terdengar segara setelah bunyi jantung ke 2. misalnya pada
insufisiensi sorta.
o Pre-sistolik, yang terdengar pada akhir fase diastolik, tepat sebelum
bunyi jantung 1, misalnya pada stenosis mitral. Bising sistolik dan
diastolik, terdengar secara kontinu baik waktu sistolik maupun diastolik.
Misalnya pada PDA.
7. Apakah Bising Fisiologis atau Patologis
Bising fisiologis (fungsionil), perlu dibedakan dengan bising patalogis.
Beberapa sifat bising fungsionil:
o Jenis bising selalu sistolik.
o Intensitas bising lemah, tingkat I-II dan pendek.
o Pada umumnya terdengar paling keras pada daerah pulmonal, terutama pada
posisi telungkup dan ekspirasi penuh.
o Dipengaruhi oleh perubahan posisi.
GERAKAN PERICARD
Gesekan pericard merupakan gesekan yang timbul akibat gesekan antara
pericard visceral dan parietal yang keduanya menebal atau permukaannya kasar
akibat proses peradangan (pericarditis fibrinosa). Gesekan ini terdengar pada
waktu sistol dan diastol dari jantung, namun kadang-kadang hanya terdengar waktu
sistol saja. Gesekan pericard kadang-kadang hanya terdengar pada satu saat saja
(beberapa jam) dan kemudian menghllang. Gesekan pericard sering terdengar pada
sela iga 4-5 kiri, di tepi daerah sternum. Sering dikacaukan dengan bising jantung.
PEMERIKSAAN PERIFER
Gambar 15. Memeriksa denyut arteri brachialis menggunakan ibu jari. Arteri
terletak di sebelah medial insersi tendon muskulus biceps dan di sebelah dalam insersi
fascia muskulus ini.
Cara terbaik untuk memeriksa denyut arteri brachialis kanan adalah dengan
menggunakan ibu jari tangan kanan, di depan siku, agak medial tendon biceps,
sedangkan jari-jari lainnya memegang siku. Sifat denyut arteri brachialis berhubungan
dengan berbagai penyakit.
Gambar 16. Berbagai bentuk denyut nadi berhubungan dengan berbagai penyakit
jantung atau abnormalitas vaskuler
Denyut arteri carotis
Arteri carotis letaknya lebih dekat dengan jantung dari pada arteri brachialis, sehingga lebih
baik untuk menilai ventrikel kiri. Cara memeriksa arteri carotis sebelah kanan : letakkan
ujung ibu jari di sebelah larynx, tekan secara lembut ke belakang ke arah otot precervical
sampai denyut arteri carotis terasa. Cara lain : arteri carotis dapat dirasakan dari belakang
dengan cara jari-jari menyusuri leher. Pada aortic stenosis yang berat, terjadi peningkat
denyut carotis. Bila denyut carotis pasien sukar ditemukan, sedangkan denyut radialis dan
brachialisnya mudah ditemukan, maka berarti terjadi aortic stenosis karena denyut
menjadi lebih ‘normal’ pada denyut nadi yang lebih perifer. Denyut carotis yang
tersentak-sentak merupakan suatu kardiomiopati hipertrofi. Aliran darah ke ventrikel kiri
mula-mula normal, kemudian mendadak terjadi obstruksi.
Gambar 25. Pemeriksaan JVP. Pasien berbaring supinasi 45_, pulsasi jugularis
terlihat tepat di atas clavicula
Perbedaan antara denyut vena jugularis dengan arteri carotis
Venous:
- Berdenyut ke dalam
- Dua puncak dalam satu siklus (pada irama sinus)
- Dipengaruhi oleh kompresi abdomen
- Dapat menggeser earlobes (bila tekanan vena meningkat)
Arterial:
- Berdenyut keluar
- Satu puncak dalam satu siklus
- Tidak dipengaruhi oleh kompresi abdomen
- Tidak menggeser earlobes
Bila denyut vena jugularis telah ditemukan, maka tentukan tinggi pulsasi di atas
level atrial dan bentuk gelombang pulsasi vena jugularis. Karena tidak mungkin dapat
melihat atrium kanan, maka dianggap sama dengan tinggi pulsasi vena jugularis di
atas sudut manubriosternal (Gambar 26). Tinggi sudut manubriosternal di atas mid-right
atrium selalu konstan, walaupun pasien dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri.
JVP yang normal adalah kurang dari 4 cm di atas sudut manubriosternal.
Pada pasien dengan JVP yang sangat tinggi (mis, pada pericardial tamponade atau
constrictive pericarditis), vena jugularis interna dapat terisi penuh saat pasien berbaring
45_, sehingga pasien perlu didudukkan untuk dapat melihat ujung pulsasi. Bila JVP
terlihat di atas clavicula pada saat pasien duduk tegak, maka artinya tekanan JVP
meningkat.
Contoh bentuk gelombang tekanan jugular dapat dilihat pada Gambar 27. Bentuk
gelombang yang abnormal terjadi pada tricuspid regurgitation, yaitu gelombang
sistoliknya besar sehingga dapat teraba dan tidak dapat hilang bila ditekan dengan
jari. Penyebab peningkatan tekanan JVP adalah payah jantung kongestif, dimana
peningkatan tekanan vena menunjukkan kegagalan ventrikel kanan. Peningkatan JVP
yang tidak pulsatif, menunjukkan kemungkinan adanya obstruksi vena kava superior.
Gambar 27. Berbagai jenis gelombang JVP
PENDAHULUAN
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat otot
jantung secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara
pemeriksaan tidak invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di
introduksinya galvanometer berkawat yang diciptakan oleh Einthoven dalam tahun
1903, galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rekor perangkat sangat
peka dapat merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar milivolt. Perbedaan
tegangan ini terjadi pada luapan dan timbunan dari serat-serat otot jantung.
Perbedaan tegangan ini dirambatkan ke permukaan tubuh dan diteruskan ke
sandapan-sandapan dan kawat ke perangkat penguat EKG. Aktivitas listrik mendahului
penguncupan sel otot. Tidak ada perangkat pemeriksaan sederhana yang begitu banyak
mengajar pada kita mengenai fungsi otot jantung selain daripada EKG. Dengan demikian
masalah-masalah diagnostik penyakit jantung dapat dipecahkan dan pada gilirannya
pengobatan akan lebih sempurna. Namun kita perlu diberi peringatan bahwa EKG
itu walaupun memberikan banyak masukkan, tetapi hal ini tak berarti tanpa salah.
Keluhan dan pemeriksaan klinik penderita tetap merupakan hal yang penting. EKG
seorang penderita dengan Angina Pectoris dan pengerasaan pembuluh darah
koroner dapat memberikan rekaman yang sama sekali normal oleh karena itu EKG
harus selalu dinilai dalam hubungannya dengan keluhan-keluhan dan keadaan klinis
penderita. Pada waktu sekarang, EKG sebagai perangkat elektronis sederhana sudah
digunakan secara luas pada praktek-praktek dokter keluarga, rumah-rumah perawatan,
dalam perusahaan, pabrik-pabrik atau tempat-tempat pekerjaan lainnya. Dengan
demikian pemeriksaan EKG dapat secara mudah dan langsung dilakukan pada
penderita-penderita yang dicurigai menderita penyakit jantung dan pembuluh darah
yang banyak ditemukan dan banyak menyebabkan kematian. Di dalam bab ini akan
dibicarakan beberapa aspek penggunaan EKG umum dalam bidang kardiovaskuler.
1.2.1.Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama
dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitral yang ditandai dengan gelombang P
yang tinggi, lebar dan “not ched” pada sandapan I dan II: gelombang P lebar dan bifasik
pada VI dan V2. Gambaran ini menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri terutama
pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonal ditandai dengan adanya gelombang P
yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P
tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan
penyakit jantung kogenital. Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P
yang dapat berupa kelainan tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat”
yang bisa ditemukan pada penyakit jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis.
elain itu dapat ditemukan kelainan pada semua gelombang P disertai kelainan
bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat disebabkan oleh penyakit
jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak
adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada biasanya.
Misalnya “ AV nodal premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimana
bentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan
lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis. seluruh gelombang P
tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah normal. Misalnya
irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat intoksikasi
digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya
tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya
ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung
hipertensi (PJH).
1.2.2.2. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan
bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
1.2.3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm
(lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya
miokard yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan
gambaran yang normal.
1.2.5.1. Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan
atau “notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik).
1.2.5.2. Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk
tetapi iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok
komplit terutama pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
1.2.5.3.Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu
pada sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi
ventrikel. Ditemukan pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung
Hipertensi), PJR (Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.
1.2.5.4. Irama QRS tidak tetap. Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari
biasa, misalnya “ AV nodal premature beat”, “ventricular premature beat”. Ditemukan
pada PJK dan intoksikasi digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur
yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard
dan intoksikasi digitalis.
3. AKSIS.
Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180°
disebut aksis superior. Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis
undeterminable, misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks
QRS di semua sandapan sama besarnya. Sumbu jantung (aksis) ditentukan dengan
menghitung jumlah resultan defleksi positif dan negatif kompleks QRS rat-rata di
sadapan l sebagai sumbu X dan sdapan aVF sebagai sumbu Y. Aksis normal berkisar
antara -30o sampai +110o.
Beberapa petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan aksis jantung adalah:
a. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF positif, maka sumbu jantung (aksis)
berada pada posisi normal.
b. Bila hasil resultan sadapan I positif dan aVF negatif, jika resultan sadapan II positif:
aksis normal, tetapi jika sadapan II negatif maka deviasi aksis ke kiri (LAD=left
axis deviation, berada pada sudut -30o sampai -90o.
c. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF positif, maka deviasi aksis ke kanan
(RAD=right axis deviation) berada pada sudut +110o sampai + 180o.
d. Bila hasil resultan sadapan I negatif dan aVF negatif, maka deviasi aksis kanan atas,
berada pada sudut -90o sampai +180o.
Disebut juga daerah no man’s land.
Gambar 29. Cara menghitung aksis jantung. Resultan defleksi positif dan negatif di
sadapan I adalah +8 dan di sadapan aVF adalah -8. Absis dan ordinat dihubungkan
sehingga didapat titik potong. Tarik garis dari titik 0 ke titik potong tersebut. Aksis
berada pada sudut -42o (deviasi aksis ke kiri).
4. INTERVAL -PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok
AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolff-Parkinson-White syndrome.
5. MORFOLOGI
5.1. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal atau
P-mitral.
5.3. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari
jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
5.4. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-
inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang
runcing menandakan hiperkalemia.
5.5. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi Gelombang U
yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
KESIMPULAN
Alasan sah untuk tidak hadir pada kegiatan pembelajaran dan ujian:
1. Sakit dengan pembuktian Surat Keterangan Dokter yang merawat.
2. Kematian keluarga terdekat.
3. Melahirkan anak.
4. Tugas yang diberikan oleh Pimpinan FK Unsrat.
5. Mendapat izin cuti yang disetujui oleh Dekan FK Unsrat.
REFERENSI
▪ Bickley L, Szilagyi PG. Bates' guide to physical examination and history-
taking. Lippincott Williams & Wilkins; 2012.
▪ Camm AJ, Luescher TF, Maurer G, Serruys PW. The ESC textbook of
cardiovascular medicine. 3rd edl 2019.
▪ Churchhouse A, Ormerod J. Crash Course: Kardiologi dan kelainan vaskular.
4th ed. Elsevier; 2015.
▪ Lilly, L. Patofisologi Penyakit Jantung: Kolaborasi Mahasiswa dan Dosen.
Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran MEDIK; 2019.
▪ Williams B, Mancia G, Spiering W, Agabiti Rosei E, Azizi M, Burnier M,
Clement DL, Coca A, De Simone G, Dominiczak A, Kahan T. 2018 ESC/ESH
Guidelines for the management of arterial hypertension. European heart
journal. 2018 Aug 25;39(33):3021-104.