Anda di halaman 1dari 24

Pelayanan

Resusitasi

Kebijakan
D:\DATA PELAYANAN PASIEN\PANDUAN PP\PELAYANAN
RESUSITASI\KEBIJAKAN.docx

Latar belakang
Resusitasi jantung paru bagi para
tenaga kesehatan tentunya hal ini
tidaklah menjadi sesuatu yang asing.
apalagi bagi perawat berdinas di Unit
Gawat Darurat, ICU / ICCU, serta
bangsal-bangsal atau pun unit
perawatan yang lain tidak akan
terlepas dari istilah RJP ini. istilah ini
yang digunakan bila seorang pasien
mengalami kegawatan dan henti
nafas.

Tujuan

Mencegah berhentinya respirasi


dan sirkulasi
Memberikan bantuan eksternal
terhadap sirkulasi dan ventilasi
dari korban yang mengalami
henti jantung / henti nafas
melalui resusitasi jantung paru.

Ruang lingkup
Panduan ini diterapkan kpd semua pasien
yang mengalami kegawatan berupa henti
jantung dan henti nafas apapun
penyebabnya baik di rawat jalan maupun
rawat inap.
BHD boleh dilakukan oleh semua petugas
di Rumah Sakit Ibu dan Anak Cahaya
Sangatta yang telah mendapatkan
pelatihan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
sedangkan Bantuan Hidup lanjutan hanya
boleh dilakukan oleh dokter dan perawat.

DEFINISI
Resusitasi : tindakan yg mnghidupkan
kembali atau memulihkan kembali
kesadaran seseorang yg tampaknya mati
akibat berhentinya fungsi jantung dan paru,
yg berorientasi pada otak.
BHD : usaha yg dilakukan utuk mnjaga jalan
nafas tetap terbuka, mnunjang pernafasan
dan sirkulasi darah.
BHL : usaha yg dilakukan setelah dilakukan
usaha hidup dasar dgn memberikan obat2an
yg dpt mmperpanjang hidup pasien.

Penyebab henti jantung


1. Infark miokard akut.
2. Emboli paru, krn adanya penyumbatan
aliran darah paru.
3. Aneurisma disekans, krn kehilangan darah
intravaskuler.
4. Hipoksia, asidosis, krn adanya gagal
jantung atau kegagalan paru berat,
tenggelam, aspirasi, penyumbatan trakhea,
pneumothorax, kelebihan dosis obat,
kelebihan susunan saraf pusat.
5. Gagal ginjal, krn hiperkalemia.

Penyebab henti nafas


Sumbatan jalan nafas bisa disebabkan
karena adanya benda asing, aspirasi,
lidah yang jatuh ke belakang, pipa trachea
terlipat, kanula trachea tersumbat,
kelainan akut glottis dan sekitarnya
(sumbatan glotis, perdarahan).
Depresi pernafasan sentral : obat,
intoksikasi, PA 02 rendah, PA CO2 tinggi,
setelah henti jantung, tumor otak dan
tenggelam. Perifer : obat pelumpuh otot,
penyakit miastenia gravis, poliomyelitis.

Tanda gejala henti jantung


Kesadaran hilang (dalam 15 detik
setelah henti jantung)
Tak teraba denyut arteri besar
(femoralis dan karotis pada orang
dewasa atau brakialis pada bayi)
Henti nafas atau mengap-mengap
(gasping)
Terlihat seperti mati (death like
appearance)
Warna kulit pucat sampai kelabu
Pupil dilatasi (setelah 45 detik)

Diagnosis henti jantung sudah


dapat ditegakkan
1. Dijumpai ketidaksadaran dan tak teraba
denyut arteri besar
2. Tekanan darah sistolik 50 mmhg mungkin
tidak menghasilkan denyut nadi yang
dapat diraba.
3. Aktivitas elektrokardiogram (EKG) mungkin
terus berlanjut meskipun tidak ada
kontraksi mekanis, terutama pada asfiksia.
4. Gerakan kabel EKG dapat menyerupai
irama yang tidak mantap.
5. Bila ragu-ragu, mulai saja RJP.

RJP dilakukan pada keadaan :


Infark jantung kecil yang
mengakibatkan kematian listrik
Serangan adam-stokes
Hipoksia akut
Keracunan dan kelebihan dosis obatobatan
Sengatan listrik
Reflex vagal
Tenggelam dan kecelakaankecelakaan lain yang masih memberi
peluang untuk hidup.

Resusitasi tidak dilakukan pada :

Kematian normal, seperti yang biasa


terjadi pada penyakit akut atau
kronik yang berat.
Stadium terminal suatu penyakit
yang tak dapat disembuhkan lagi.
Bila hampir dapat dipastikan bahwa
fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu
sesudah - 1 jam terbukti tidak ada
nadi pada normoternia tanpa RJP.

Tatalaksana
Pada penatalaksanaan RJP penilaian
tahapan BHD sangat penting.
Tindakan resusitasi (yaitu posisi,
pembukaan jalan nafas, nafas buatan
dan kompresi dada luar) dilakukan
kalau memang betul dibutuhkan. Ini
ditentukan penilaian yang tepat,
setiap langkah ABC RJP dimulai
dengan : penentuan tidak ada respon,
tidak ada nadi dan tidak ada nafas.

Sebelum melakukan tahapan A


(airway), harus terlebih dahulu
dilakukan prosedur awal pada
korban/pasien:
1. Pastikan keamanan lingkungan bagi penolong
2. Pastikan kesadaran korban/pasien
panggil
namanya atau pak, bu, mas, atau mbak.
3. Minta pertolongan : tolooong.aktifkan sistem
pelayanan medis lebih lanjut.
4. Atur posisi korban/pasien utk melakukan BHD yg
efektif. Korban harus dlm posisi telentang dan
berada pd permukaan yg rata dan keras.
5. Posisi penolong : segera berlutut sejajar dg bahu
korban agar saat mmberikan bntuan nafas dan
sirkulasi, penolong tdk perlu mngubah
posisi/mggerakan lutut.

a. Airway
1. Pemeriksaan jln nafas : ada tdknya sumbatan jln
nafas cross finger.

2. Membuka jalan nafas : head tilt chin lift (org


awam), atau jaw thrust.

b. Breathing
1. Pastikan korban tdk bernafas : look, listen, n feel

2. Berikan bntuan nafas : mulut ke mulut, mulut ke


hidung atau mulu ke stoma (pd pasien laringotomi).
Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh
penolong, yaitu perhatikan :
. Gerakan dada waktu membesar dan mengecil
. Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban
waktu mengembang
. Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu
ekspirasi
. Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa
menunggu paru korban mengecil sampai batas habis.

c. Circulation
1. Pastikan ada tdknya denyut jantung korban

2. Lakukan bantuan sirkulasi : 30 : 2. 1 atau 2 org


penolong. Dg kecepatan kompresi 100x/menit
(dilakukan 4 siklus permenit)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam


melakukan ABC pada RJP tersebut adalah :

RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan


alasan apapun
Tidak perlu memindahkan penderita ketempat
yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung
tulang dada, karena dapat berakibat robeknya
hati
Diantara gerakan yang yang menyentak.
Kompresi harus lembut, teratur dan tidak
terputus
Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP

Spo pelayanan resusitasi


a. Penilaian respon
Segera setelah menemukan pasien tidak
sadar lakukan penilaian respon
Penilaian respon dilakukan setelah petugas
yakin dirinya aman untuk melakukan
pertolongan.
Penilaian dilakukan dengan cara menepuknepuk atau menggoyangkan sambil
memanggil pasien
Jika tidak ada respon aktifkan system
layanan gawat darurat

b. Aktifkan system layanan gawat darurat


dengan memanggil teman sejawat atau
mengaktifkan code blue.
c. Kompresi jantung
Sebelum melakukan kompresi dada periksa
nadi karotis maksimal 10 detik. Jika nadi
tidak teraba :
Tentukan titik kompresi : bagian tengah
sternum
Lakukan kompresi dengan irama teratur
dan kecepatan minimal 100x/menit,
dilanjutkan ventilasi dengan perbandingan
30 : 2
Berikan kompresi dada dengan kedalaman

d. Cek nadi setelah 5 siklus


e. Pasang monitor / defibrillator bila ada
f. Bila irama ventrikel takikardi tanpa nadi /
ventrikel fibrilasi, lakukan defibrilasi secara standar
operasional prosedur, kemudian segera lanjutkan
rjp selama 5 siklus/2 menit, kemudian lakukan
evaluasi irama dan cek nadi.
g. Bila irama asistol/PEA, lakukan RJP selama 5
siklus/ 2 menit, lakukan pemasangan IV line bila
belum terpasang, berikan vasopressor epineprin 1
mg IV, ulangi setiap 3-5 menit atau atropine sulfat
1 mg IV dan dapat diulangi setiap 3-5 menit
(sampai 3 dosis).

h. Jika irama sinus ritme dan nadi sudah


ada, hentikan kompresi. Jika nafas sudah
spontan, hentikan ventilasi. Kemudian cari
dan tangani factor penyebab, lakukan
pemeriksaan lebih lanjut.
Hal yang harus diperhatikan :
Apabila keluarga menolak resusitasi,
maka hrs menandatangani blangko
penolakan resusitasi

Terima kasih

Satu-satunya jalan keluar dari


kelemahan hidup adalah menjadikan
diri berguna bagi orang lain

Anda mungkin juga menyukai