Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan CHF


2.1.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
a. Identitas pasien
Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS),
nomor register, dan diagnose medik
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan
pasien.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Gejala yang menjadi keluhan utama pasien CHF yaitu sesak nafas. Keluhan
lain yang biasa muncul pada pasien gagal jantung kongesif (CHF) yaitu
kelemahan fisik

b. Riwayat Kesehatan Sekarang


Pengumpulan data yang dilakukan untuk menemukan sebab dari gangguan
oksigen yang nantinya membantu dalam pembuatan rencana tindakan
terhadap pasien.
1. Problem(P)
Peristiwa yang menjadi penyebab gagal jantung kongesif (CHF) seperti
sesak nafas yang disebabkan oleh ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Quality(Q)
Kualitas sesak yang dirasakan pada pasien gagal jantung kongesif (CHF)
biasanya seperti orang sesak yang ditimpa benda berat
3. Region(R)
Pada pasien gagal jantung kongesif (CHF) biasanya setiap beraktivitas
merasakan sesak nafas yang dirasakan menjalar kebahu hingga
punggung dan lengan
4. Severety(S)
Keluhan sesak nafas yang terjadi pada pasien gagal jantung kongesif
(CHF) seperti tertimpa beban berat dengan skala sedang dengan saturasi
80-90% sampai berat dengan saturasi 80% kebawah

4
5. Time(T)
Sesak nafas timbul saat bekerja maupun istirahat. Gejala timbul seperti
nafas pendek, dispnea dan takikardi
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien apakah
pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium, hipertensi,
DM, atau hiperlipidemia.Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya
diminum oleh pasien pada masalalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan
juga alergi yang dimiliki pasien

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Genogram 3 generasi, dimana pasien berada pada generasi ketiga untuk
mengetahui apakah penyakit yang diderita diturunkan atau tidak, tertular
dari anggota keluarga yang lain atau tidak

5. Riwayat Psikososial
Biasanya pasien dengan penyakit gagal jantung (CHF) memiliki kebiasaan
atau pola hidup yang kurang sehat atau gaya hidup merokok atau terpapar
polusi udara, adanya riwayat penyakit jantung yang akan dapat
mengindikasikan adanya gangguan pada fungsi pernafasan

6. Pola Aktivitas Sehari-hari


1. Pola nutisi dan metabolisme
Biasanya pada pasien gagal jangung kongestif (CHF) mengalami
kesulitan dan masalah dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi karena
adanya sesak nafas saat makan

2. Pola eliminasi
Biasanya pada pasien gagal jantung kongestif (CHF) didapatkan pola
berkemih yang menurun, urine yang berwarna gelap, berkemih malam
hari (nokturia) dan bisa terjadi diare ataupun konstipasi

3. Pola istirahat dan tidur


Pada pasien gagal jantung kongestif (CHF) biasanya mengalami sulit
tidur dan juga istirahat karena adanya sesak nafas yang ditandai dengan
kondisi pasien yang gelisah dan sering terbangun

4. Pola aktivitas dan latihan


Biasanya pasien mengalami keletihan atau kelelahan terus-menerus
sepanjang hari, serta sesak nafas saat melakukan aktivitas

2.1.2 Pemeriksaan Fisik


a. Gambaran umum
Keadaan Umum : biasanya pasien gelisah karena sesak nafas
Tingkat kesadaran : biasanya composmentis sampai terjadi penurunan
kesadaran

5
1) Tanda-tanda Vital:
a. Tekanan Darah Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg

b. Nadi Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi)

c. Pernapasan Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit pada


pasien respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat /aktivitas
d. Suhu Badan Metabolisme menurun, suhu menurun
2) Pemeriksaan fisik persistem
a. Sistem pernafasan
Pengkajian yang di dapat adanya tanda, kongesive vaskuler pulmonal
adalah dispnea, ortopnea, dispnea nokturnal proksimal, batuk dan edema
pulmonal akut dan retraksi dinding dada
b. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi: adanya parut pada dada, kelemahan fisik, dan adanya edema
ekstremitas.
Palpasi: oleh karena peningkatan frekuensi jantung merupakan respon
awal jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan
sering ditemukan pada pemeriksaan pasien dengan kegagalan pompa
jantung.
Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume
sekuncup.
Perkusi: batas jantung pergeseran yang menunjukan adanya hipertrofi
jantung
c. Sistem persyarafan
Kesadaran biasanya composmetis, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif pasien seperti wajah
tampak meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
d. Sistem pencernaan
Pasien biasanya didapatkan mual dan muntah, penurunan nafsu makan
akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen, serta
penurunan berat badan.
e. Sistem endokrin
Melalui auskultasi, pemeriksaan dapat mengdengar bising.Bising kelenjer
tiroid menunjukkan peningkatan vaskulariasis akibat hiper fungsi tiroid.
f. Sistem integumen
Pemeriksaan wajah pada pasien bertujuan menemukan tanda–tanda yang
menggambarkan kondisi pasien terkait dengan penyakit jantung yang di
alaminya.
g. Sistem mukuloskaletal
Kebanyakan pasien yang mengalami Congestive Heart Failure juga
mengalami penyakit vaskuler atau edema perifer.

6
2.1.3 Pemeriksaan Diagnosa
a. Elektrokardiografi (EKG)
Kelainan EKG yang muncul pada pasien CHF diantaranya Sinus takikardia,
Sinus bradikardia, Atrial takikardia/fibrilasi, Aritmia ventrikel,
Iskemia/infark, Left bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T
menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis dan deviasi aksis kekanan, right
bundle branch block, dan hipertrofi kanan menunjukkan disfungsi ventrikel
kanan
b. Ekokardiografi
Gambaran yang sering ditemukan pada congestive heart failure (CHF)akibat
penyakit jantung iskemik, kardiomiopati dilatasi ventrikel kiri yang disertai
hipokinesis seluruh dinding ventrikel

c. Rontgen Thoraks
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (2015)
abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada pasien congestive heart failure
(CHF) yaitu Kardiomegali, Hipertrofi ventrikel, Kongesti vena paru,
Edema intertisial, Efusi pleura, Infiltrat paru
d. Pemeriksaan laboratorium
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada pasien CHF
1) Abnormalitas analisa gas darah PH (7.35-7,45), PO2 (80-100 mmHg),
PCO2 (35-45 mmHg) dan HCO3 (22-26mEq/L)
2) Peningkatan kreatinin serum (>150 μmol/L)
3) Anemia (Hb < 13 gr/dl pada laki-laki, < 12 gr/dl pada perempuan)
4) Hiponatremia (<135 mmol/L) 5. Hipernatremia (>150mmol/L)
5) Hipokalemia (<3,5mmol/L)
6) Hiperkalemia (>5,5 mmol/L)
7) Hiperglikemia( >200mg/dl)
8) Hiperurisemia (>500 ummol/L)
9) BNP (<100 pg/ml, NT proBNP<400pg/ml)
10) Kadar albumin tinggi (>45g/L)
11) Kadar albumin rendah (<30g/L)
12) Kadar albumin rendah (<30g/L)
13) Urinalisis
14) Leukositosis nuetrofilik

2.1.4 Diagnosa keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan aktual
ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Nikmatur,2012). Diagnosa
keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi
kebutuhan spesifik klien secara respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi
(Doengoes, 2014), Berikut ini diagnosa yang muncul pada CHF menurut SDKI
DPP PPNI (2017) :
1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas
2) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur
7
3) Penurunan curah jantung perubahan frekuensi jantung
4) Hiverpolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
5) Risiko perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hipertensi
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
Namun dalam studi kasus ini penulis memfokuskan pada satu diagnosa
keperawatan yaitu Pola Nafas Tidak Efektif. Pola Nafas Tidak Efektif adalah
suatu keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat. SDKI DPP PPNI (2017)
2.1.5 Perencanaan /Intervensi
Intervensi adalah rencana tindakan yang disusun berdasarkan prioritas masalah
yang meliputi tujuan dengan kriteria keberhasilan, intervensi dan rasionalisasi.
Rencana keperawatan berdasarkan diagnosa keperawatan (Brunner & Suddart,
2014)
Tabel 2.1
Diagnosa Kriteria hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
keperawatan (SDKI)
Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam Manajemen jalan nafas
diharapkan pola nafas membaik
Observasi
dengan kriteria hasil :
 Dispnea menurun  Monitor pola nafas
 Pernafasan cuping hidung  Monitor bunyi nafas
menrun tambahan
 Frekuensi nafas membaik Terapeutik
 Kedalaman nafas membaik  Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan dead-
tilt dan chin lift
 Posisikan semi- fowler
atau fowler
 Berikan oksigen
Edukasi
 Anjurkan asupan cairan
2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik
jika perlu
Terapi oksigen
Observasi
 Monitor kecepatan aliran
oksigen
 Monitor posisi alat terapi
oksigen
 Monitor aliran oksigen
8
secara periodik dan
pastikan fraksi yang
diberikan cukup
 Monitor efek tifitasterapi
oksigen
 Monitor tanda- tanda
hipoventilasi
 Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
 Bersihkan sekret pada
mulut hidung dann trakea,
jika perlu
 Pertahankan kepatenan
jalan nafas
 Siapkan dan aturperalatan
pemberian oksigen
 Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
 Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas dan/atau
tidur

Sumber : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI,2018), halaman187 dan 430

2.1.1 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
pasien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi (Dinarti & Muryanti, 2017)
Intervensi keperawatan untuk meningkatkan kebutuhan oksigen pasien gagal
jantung kongesif ini melibatkan banyak upaya nonfarmakologi. Upaya ini terdiri
atas pemberian terapi oksigen sesuai intruksi, mengobservasi suara nafas, dan pola
nafaspasien

9
2.1.2 Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Hasil yang diharapkan (Muttaqin, 2009) pada proses perawatan
pasien dengan gangguan sistem pernafasan Congesive Heart Failure (CHF) yaitu
:

POLA NAFAS
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang memberikan ventilasi adekuat

Ekspetasi Membaik
Kriteria hasil

Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Dispnea 1 2 3 4 5

Pernafasan 1 2 3 4 5
cuping
hidung

Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik


memburuk baik
Frekuensi 1 2 3 4 5
nafas

Kedalaman 1 2 3 4 5
nafas
Sumber :Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI, 2019)

10
2.2 Konsep Penyakit CHF
2.2.1 Pengertian

CHF adalah syndrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak
napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan
struktur dan fungsi jantung. CHF dapat disebabkan oleh gangguan yang
mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi distolik)
dan atau kontraktilitas miokardial (disfungsi sistolik).(Sudoyo Aru,dkk2009).

CHF adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu mempertahankan


sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian vena
normal (Arif Muttaqin.2009). CHF adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat.

suatu keadaan dimana CHF merupakan patologisnya yaitu kelainan fungsi


jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan darah yang pada umumnya untuk metabolisme jaringan.
Gangguan fungsi jantung dan metode-metode bantuan sirkulasi ditinjau dari
efek-efeknya terhadap 3 perubahan penentu utama dari fungsi miokardium yaitu
Preload, Afterload dan kontraktilitas miokardium (Udjianti,2010: Ruhyanudin,
2007). CHF adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai pompa tidak
mampu memenuhi kebutuhan darah untuk matabolisme jaringan (Price,2010 )

11
2.2.2 Anatomi fisiologi jantung

Sumber : Cahyo Oman Dwi, 2015

1. Anatomijantung
Jantung adalah organ berotot dengan empat ruang yang terletak dirongga
dada, dibawah perlindungan tulang iga, sedikit kesebelah kiri sternum.
Jantung terdapat didalam sebuah kantung longgar berisi cairan yang disebut
pericardium
2. Bentuk Jantung
Bentuk jantung menyerupai jantung pisang, bagian atasnya tumpil (pangkal
jantung) dan disebut juga basis kordis. Disebelah bawah agak runcing yang
disebut apeks kordis. Dibawah ini terdapat bagian-bagian jantung diantaranya
:
 Aorta : pembuluh darah arteri yang paling besar yang keluar dari
ventrikelsinistra

 Atrium kanan : berfungsi untuk menampung darah yang miskin akan


oksigen dari vena cava superior dan inferior

 Atrium kiri : untuk menerima darah kaya akan oksigen yang berasal
dari paru melalui keempat vena pulmonary. Darah kemudian mengalir
ke ventrikel kiri

12
 Ventrikel kanan : berupa pompa otot, menampung darah dari atrium
kanan kemudian memompa keparu melalui arteri pulmonary

 Ventrikel kiri : birik kiri paling besar dan paling berotot, menerima
darah yang kaya oksigen dari paru melalui atrium kiri kemudian
memompanya kedalam sistem sirkulasi melalui aorta

 Arteri pulmonalis : membawa darah dari ventrikel dextra masuk


keparu-paru

 Katup bikuspidalis : terdiri dari 2 katup yang terletak diantara atrium


sinistra dengan ventrikel sinistra yang terdiri dari 2katup

 Katup trikuspidalis : terdiri dari 3 katup yang terletak diantara atrium


dextra dengan ventrikel dextra

 Vena cava superior dan vena inferior : mengalirkan darah ke atrium


dextra yang datang dari seluruh tubuh
3. Anatomi jantung
Jantung adalah organ berotot dengan empat ruang yang terletak dirongga
dada, dibawah perlindungan tulang iga, sedikit kesebelah kiri sternum.
Jantung terdapat didalam sebuah kantung longgar berisi cairan yang disebut
pericardium

Lapisan jantung diantaranya :


1. Epikardium (luar) : tersusun lapisan sel-sel etosilial yang berada di
atas jaringan ikat

2. Miokardium (tengah) : terdiri dari jaringan otot jantung yang


berkontraksi untuk memompa darah. Kontraksi miokardium menekan
darah keluar ruang menuju arteri besar

3. Endokardium (dalam) : tersusun dari lapisan endotilial yang melapisi


pembuluh darah
3. Letak
Didalam rongga dada sebelah depan (kavum mediastrium anterior), sebelah
kiri bawah dari pertengahan rongga dada, diatas diagfragma dan pangkalnya
terdapat dibelakang kiri antara kota V dan VI dua jari dibawah papilla mamae
pada tempat ini teraba adanya pukulan jantung disebut iktuskordis.

13
4. Ukuran
Ukuran jantung + sebesar genggaman tangan kanan dan beratnya kira–kira 250–
300 gr. otot jantung ini membentuk bundalan – bundalan otot yaitu:
1) Bundalan otot atria, yang terdapat dibagian kiri / kanan dan basis kordis
yang membentuk serambi / aurikulakordis.
2) Bundalan otot ventrikuler, yang membentuk bilik jantung yang dimulai
dari cincin atrio ventrikuler sampai diapik jantung.
3) Bundaran otot atrio ventrikuler, yaitu merupakan dinding pemisah
antara serambi dan bilik jantung
5. Pergerakan Jantung
Jantung dapat bergerak yaitu mengembang dan menguncup disebabkan
karena adanya rangsangan yang berasal dari susunan syaraf otonom.
Rangsangan ini diterima oleh jantung pada simpul syaraf yang terdapat pada
atrium dekstra dekat masuknya vena kava yang disebut nodus sino atrial (
sinus knop simpul keithflak). Dari sisi rangsangan akan diteruskan kedinding
atrium dan juga kebagian septum kordis oleh nodus atrio ventrikular atau
simpul tawaran melalui berkas wenkebach. Dari simpul tewara rangsangan
akan melalui bundel atrio ventrikuler (berkas his) dan pada bagian cincin yaitu
terdapat antar atrium dan ventrikel yang disebut anulas fibrosus, rangsangan
akan terhenti kira–kira 1/10detik. Seterusnya rangsangan tersebut akan
diteruskan kebagian apeks kordis dan melalui berkas purkinya disebarkan
keseluruh dinding ventrikel dengan demikian jantung berkontrksi. Dalam
berkerja jantung mempunyai tiga periode :

a. Periode konstriksi (periode distol)


Suatu keadaan dimana jantung bagian ventrikel dalam keadaan mengatup.
Katup bikus dan trukuspidalis dalam keadaan tertutup valvula seminularis
aorta dan valvula semilunaris arteri pulmonalis terbuka, sehingga darah
dari ventrikel dekstra mengalir ke arteri pulmonalis masuk keparu–paru
kiri dan kanan, sedangkan darah dari ventrikel sinistra mengalir keaortra
kemudian diedarkan keseluruh tubuh.
b. Periode dilatasi (periode diastol)
Suatu keadaan dimana jantung mengambang. Katup bikus dan
triskupidalis terbuka, sehingga darah dari atrium sinistra masuk ventrikel
sinistra dan darah dari atrium dekstra masuk ke ventrikel

14
dekstra. Selanjutnya darah yang ada paru-paru kiri dan kanan melalui
vena pulmonalis masuk keatrium sinistra dan darah dari seluruh tubuh
melalui vena kava masuk keatrium dekstra.
c. Periode istirahat
Waktu antara periode konstriksi dan dilatasi dimana jantung berhenti kira
– kira 1/10 detik. Pada waktu beristirahat jantung akan menguncup
sebanyak 70 – 80 kali / menit. Pada tiap – tiap kontraksi jantung akan
memindahkan darah ke aorta sebanyak 60 – 70 cc. Kalau kita bekerja
maka jantung akanlebih cepat berkontraksi sehingga darah lebih banyak
dialirkan keseluruhan tubuh. Kerja jantung dapat diketahui dengan jalan
memeriksa perjalan darah dalam arteri, oleh karena dinding arteri akan
mengembangkan jika ke dalamnya mengalir gelombang darah.
Gelombang darah ini menimbulkan denyutnya pada arteri. Sesuai dengan
kuncupnya jantung yang disebut denyut nadi atau pulse.Baik buruknya
dan teratur tidaknya denyut nadi tergantung dari kembang kempisnya
jantung.

6. Bunyi Jantung
Bunyi jantung terdengar dua macam suara yaitu bunyi ritma disebabkan
menutupnya katup atrio ventrikel dan bunyi kedua karena menutupnya katup
aorta dan arteri pulmonar setelah kontraksi dari ventrikel. Bunyi pertama
panjang yang kedua pendek dan tajam.
7. Daya Pompa Jantung
Dalam keadaan istirahat jantung beredar 70 kali/menit. Pada waktu banyak
pergerakan, kecepatan jantung dicapai 150 kali/menit dengan daya pompa
20–25 liter/menit. Setiap menit sejumlah volume darah yang tepat sama sekali
dialirkan dari vena ke jantung, apabila pengambalian dari vena tidak
seimbang dan vantrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung
jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik dan dalam
jangka waktu lama bisa menjadi edema.

15
2.2.3 Patofisologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraksi jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah
jantung normal. Konsep curah jantung yaitu CO=HRXSV. Curah jantung atau
cardiac output adalah fungsi frekuensi jantung atau heart rate X volume
sekuncup atau stroke volume (Smeltzer, 2006). Menurut Muttaqin (2009) bila
cadangan jantung untuk berespons terhadap stress tidak adekuat dalam
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh, maka jantung gagal untuk melakukan
tugasnya sebagai pompa, akibatnya terjadilah gagal jantung.
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner,hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah keotot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).Infark
Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/
pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena
akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,
hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhrinya
terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami
kegagalan secara terpisah.Gagal ventrikel kiri murni sinonim dengan edema
paru akut.Karena curah ventrikel berpasangan/sinkron, maka kegagalan salah
satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Gagal jantung
dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung.
Sebagai contoh hipertensi sitemik yang kronis aka nmenyebabkan ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama
akan menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak
suatu infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang pertama kali
terkena setelah terjadi serangan jantung.
Ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke atrium, lalu
ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelaslah bahwa gagal
16
jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada
kenyataanya, penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri.
Karena tidak dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka
darah mulai terkumpul di sistem vena perifer.Hasil akhirnya adalah semakin
berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan darah
serta perburukan siklus gagal jantung. Gagal jantung dimanifestasikan dengan
ciri pasien yang sesak napas dan kadang disertai dengan nyeri dada.

Menurut Muttaqin (2009) pola napas yang tidak efektif pada pasien gagal
jantung disebabkan karena pasien mengalami peningkatan kongesti pulmonalis,
yaitu keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan atau peningkatan jumlah
darah didalam pembuluh darah pada daerah paru kemudian yang diikuti dengan
peningkatan tekanan hidrostatis, kemudian akan terjdi perembesan cairan ke
alveoli dan akan terjadi kerusakan pertukaran gas. Perembesan cairan ke alveoli
menyebabkan edema paru sehingga pengembangan paru tidak optimal dan akan
terjadi pola napas tidak efektif pada penderitanya.
Pathway

Sumber : Lisna Yuna, 2019

17
2.2.4 Etiologi
Menurut Hudak dan Gallo (2000) penyebab kegagalan jantung yaitu:
1. Disritmia, seperti : brakikardi, takikardi dan kontraksi premature yang sering
dapat menurunkan curah jantung.
2. Malfungsi katub dapat menimbulkan kegagalan pompa baik oleh kelebihan
beban tekanan (obstruksi pada pengaliran keluar dari pompa ruang, seperti
stenosis katub aortik atau stenosis pulmonal), atau dengan kelebihan beban
volume yang menunjukkan peningkatan volume darah ke ventrikelkiri.
3. Abnormalitas Otot Jantung menyebabkan kegagalan ventrikel meliputi infark
miokard, aneurisma ventrikel, fibrosis miokard luas (biasanya dari
aterosklerosis koroner jantung atau hipertensi lama), fibrosis endokardium,
penyakit miokard primer (kardiomiopati), atau hipertrofi luas karena
hipertensi pulmonal, stenosis aorta atau hipertensi sistemik.
4. Ruptur Miokard: terjadi sebagai awitan dramatik dan sering membahayakan
kegagalan pompa dan dihubungkan dengan mortalitas tinggi. Inibiasa terjadi
selama 8 hari pertama setelah infark.
Menurut Smeltzer (2002) penyebab gagal jantung kongestif yaitu:
a) Kelainan otot jantung : disebabkan menurunnya konraktilitas jantung.
Kondisi yang mendasari penyebab kelainan otot mencangkup
ateriossklerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
imflamasi
b) Aterosklerosis koroner : mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis
(akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung
karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung
menyebabkan kontraktilitas menurun
c) Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) :
meningkatnya beban kerja jantung mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung

18
d) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif : kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung sehingga mengakibatkan kontraktilitas
jantung
e) Penyakit jantung lain : gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit
jantung yang sebenarnya yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencangkup gangguan pada aliran darah
yang masuk ke jantung, ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah,
peningkatan mendadak afterload

2.2.5 Penatalaksanan
Menurut Mansjoer (2001) prinsip penatalaksanaan CHF adalah:
1. Tirah baring : Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga
cadangan jantung dan menurunkan tekanan darah.
2. Diet : Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal.
Selain itu pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur dan
mengurangi edema
3. Oksigen : Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan
membantu memenuhi oksigen tubuh
4. Terapi Diuretik : Diuretik memiliki efek anti hipertensi dengan menigkatkan
pelepasan air dan garam natrium sehingga menyebabkan penurunan volume
cairan dan merendahkan tekanandarah.
5. Digitalis : Digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan
kekuatan kontraksi peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung
meningkat, volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi, eksresi
dan volume intra vaskuler menurun.
6. Inotropik Positif : Dobutamin meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (efek
inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif)
7. Sedatif : Pemberian sedative bertujuan mengistirahatkan dan memberi
relaksasi padapasien.
8. Pembatasan Aktivitas Fisik dan Istirahat : Pembatasan aktivitas fisik dan
istirahat yang ketat merupakan tindakan penanganan gagal jantung.

19
2.2.6 Manisfestasi klinis
1. Gagal Jantung Kiri
a. Kongesti pulmonal : dispnea (sesak), batuk, krekels paru, kadar
saturasi oksigen yang rendah, adanya bunyi jantung tambahan
bunyi jantung S3 atau “gallop ventrikel” bisa di deteksi melalui
auskultasi.
b. Dispnea saat beraktifitas (DOE), ortopnea, dispnea nocturnal
paroksismal (PND).
c. Batuk kering dan tidak berdahak diawal, lama kelamaan dapat
berubah menjadi batuk berdahak.
d. Sputum berbusa, banyak dan berwarna pink (berdarah).
e. Perfusi jaringan yang tidak memadai
f. Oliguria (penurunan urin) dan nokturia (sering berkemih dimalam
hari)
g. Dengan berkembangnya gagal jantung akan timbul gejala-gejala
seperti: gangguan pencernaan, pusing, sakit kepala, konfusi,
gelisah, ansietas, sianosis, kulit pucat atau dingin dan lembab.
h. Takikardia, lemah, pulsasi lemah, keletihan

2. Gagal Jantung Kanan


Kongestif jaringan perifer dan viscelar menonjol, karena sisi kanan jantung
tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomondasikan semua darah yang secara normal kembali dari
sirkulasi vena
a. Edema ekstremitas bawah
b. Distensi vena leher dan escites
c. Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena dihepar.
d. Anorexia dan mual
e. Kelemahan

20
2.2.7 Komplikasi
1) Syok kardiogenik :Syok kardiogenik ditandai oleh ventrikel kiri yang
memiliki gangguan fungsi yang dapat mengakibatkan gangguan berat pada
perfusi jaringan. Penghantaran oksigen ke jaringan yang khas pada syok
kardiogenik yang disebabkan oleh infark miokardium akut adalah
hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel kiri dan nekrosis
vocal diseluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
supply oksigen miokardium
2) Edema paru :Edema paru terjadi dengan cara yang sama seperti edema
dimana saja didalam tubuh. Faktor apapun yang menyebabkan cairan
interstitial paru meningkat dari batas negatif menjadi bataspositif
Menurut Smeltzer (2002), komplikasi dari CHF adalah :
1) Edema pulmoner akut
2) Hiperkalemia : akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik,
katabolisme dan masukan diitberlebih.
3) Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat
4) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-
angiotensin-aldosteron
5) Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah

2.3 Terapi / Tindakan Keperawatan


2.3.1 Pengertian
Terapi oksigen (O2) merupakan suatu intervensi medis berupa upaya
pengobatan dengan pemberian oksigen (O2) untuk mencegah atau memerbaiki
hipoksia jaringan dan mempertahankan oksigenasi jaringan agar tetapadekuat
dengan cara meningkatkan masukan oksigen (O2) ke dalam sistem respirasi,
meningkatkan daya angkut oksigen (O2) kedalam sirkulasi dan meningkatkan
pelepasan atau ekstraksi oksigen (O2) ke jaringan. Dalam

21
penggunaannya sebagai modalitas terapi, oksigen (O2) dikemas dalam tabung
bertekanan tinggi dalam bentuk gas, tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
dan tidak mudah terbakar. Oksigen (O2) sebagai modalitas terapi dilengkapi
dengan beberapa aksesoris sehingga pemberian terapi oksigen (O2) dapat
dilakukan dengan efektif, di antaranya pengatur tekanan (regulator), sistem
perpipaan oksigen (O2) sentral, meter aliran, alat humidifikasi, alat terapi
aerosol dan pipa, kanul, kateter atau alat pemberian lainnya.
Nasal kanul merupakan alat terapi oksigen (O2) dengan sistem arus rendah
yang digunakan secara luas.Nasal kanul terdiri dari sepasang tube dengan
panjang + dua cm yang dipasangkan pada lubang hidung pasien dan tube
dihubungkan secara langsung menuju oxygen flow meter. Alat ini dapat
menjadi alternative bila tidak terdapat sungkup muka, terutama bagi pasien
yang membutuhkan konsentrasi oksigen (O2) rendah oleh karena tergolong
sebagai alat yang sederhana, murah dan mudah dalam pemakaiannya. Nasal
kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke nasofaring dengan aliran 1-6 liter/
menit dengan fraksi oksigen (O2) (Fi-O2) antara 24-44%. Aliran yang lebih
tinggi tidak meningkatkan fraksi oksigen (O2) (FiO2) secara bermakna diatas
44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran menjadi kering.Adapun
keuntungan dari nasal kanul yaitu pemberian oksigen (O2) yang stabil serta
pemasangannya mudah dan nyaman oleh karena pasien masih dapat makan,
minum, bergerak dan berbicara. Walaupun nasal kanul nyaman digunakan
tetapi pemasangan nasal kanul dapat menyebabkan terjadinya iritasi pada
mukosa hidung, mudah lepas, tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen
(O2) lebih dari 44% dan tidak dapat digunakan pada pasien dengan obstruksi
nasal.

Menurut Suparmi dalam Liberty (2018), nasal kanul adalah alat sederhana yang
sering digunakan untuk menghantarkan oksigen. Pemberian O2 sistem aliran
rendah ini ditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu
bernafas dengan pola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal
500 ml dengan kecepatan pernafasan 16–20 kali permenit dengan kecepatan
aliran 1–6 liter/menit serta konsentrasi 22–44%, dengan cara memasukkan
selang yang terbuat dari plastik ke dalam hidung hanya

22
berkisar 0,6–1,3 cm dan mengaitkannya di belakang telinga (Kusnanto,2016)
Tujuan Pemberian Oksigenasi Dengan Nasal Kanul
Tujuan pemberian oksigen adalah untuk mempertahankan dan memenuhi
kebutuhan oksigen (Rahayu & Harnanto, 2016)
Manfaat Pemberian Oksigenasi Nasal Kanul
Pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur, mudah
memasukkan kanul dibanding kateter, klien bebas makan, bergerak, berbicara,
lebih mudah ditolerir klien dan nyaman
Indikasi
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyom
(2012), indikasi terapi oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia.
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal.
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal.
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.

Kontraindikasi
Kontraindikasi utama terapi oksigen dengan nasal kanul adalah jalan napas
yang tersumbat, baik akibat trauma hidung, penggunaan tampon hidung, atau
akibat infeksi/inflamasi.

Kriteria Evaluasi
Pemberian oksigen dengan nasal kanul dikatakan berhasil apabila klien sudah
dapat bernapas secara normal tanpa bantuan alat.Respiratory rate dalambatas
normal yaitu 16-20x/menit. Serta SaO295-100%
Alat Dan Bahan Pemberian Oksigen Nasal Kanul
a. Tabung oksigen (O2) lengkap dengan manometer.
b. Pengukur aliran flow meter dan humidifier.
c. Kanul nasal.
d. Selang oksigen.
e. Plester /pita.
f. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Oksigen Nasal Kanul
Langkah-langkah
a. Tahap pra interaksi
1. Identifikasi kebutuhan/indikasi pasien
2. Cuci tangan

23
3. Siapkan alat
b. Tahap orientasi
1. Beri salam, panggil klien dengan namanya
2. Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
3. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya

c. Tahap kerja
1. Bantu klien pada posisi semi fowler jika memungkinkan, untuk memberikan
kemudahan ekspansi dada dan pernafasan lebih mudah
2. Pasang peralatan oksigen dan humidifier
3. Nyalakan oksigen dengan aliran sesuai advis
4. Periksa aliran oksigen pada selang
5. Sambung nasal kanul dengan selangoksigen
6. Pasang nasal kanul pada hidung
7. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan selang serta kaitkan
dibelakang telinga atau mengelilingi kepala. Yakinkan kanul masuk lubang
hidung dan tidak ke jaringan hidung
8. Plester kanul pada sisi wajah, selipkan kasa di bawah selang pada tulang pipi
untuk mencegah iritasi
9. Kaji respon pasien terhadap oksigen dalam 15-30 menit, seperti warna,
pernafasan, gerakan dada, ketidaknyamanan dan sebagainya.
10.Periksa aliran dan air dalam humidifier dalam 30menit
11.Kaji klien secara berkala untuk mengetahui tanda klinik hypoxia, takhikardi,
cemas, gelisah, dyspnoe dan sianosis
12.Kaji iritasi hidung klien. Beriair/cairan pelumas sesuai kebutuhan untuk
melemaskan mukosa membran. Catat permulaan terapi dan pengkajian data
d. Tahap terminasi
1. Evaluasi hasil / respon klien
2. Dokumentasikan hasilnya
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Akhiri kegiatan, membereskan alat-alat
5. Cuci tangan

24

Anda mungkin juga menyukai