Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CONGESTIVE HEART


FAILURE (CHF)

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Pembimbing Akademik:

Ns. Andika Sulistiawan,S.Kep.,M.Kep.

Pembimbing Klinik:

Ns. Kartini,S.Kep.

Disusun Oleh:

Ravia Gustina G1B120066

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
A. KONSEP CONGESTIVE HEART FAILURE
1. DEFENISI
Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan ketika jantung tidak
mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan
sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi
tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih cukup
tinggi (Aspiani, 2015).

2. ETIOLOGI
Menurut Asikin (2016) mekanisme fisiologis yang dapat
menyebabkan timbulnya gagal jatung yaitu kondisi yang dapat
meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan kontraktilitas
miokardium. Kondisi yang dapat meningkatkan preload, misalnya cacat
septum ventrikel dan regurgitasi aorta. Sedangkan kondisi yang dapat
meningkatkan afterload yaitu terjadi stenosis aorta atau dilatasi ventrikel.
Kontraktilitas miokardium menurun terjadi pada infrak miokard dan
kardiomiopati,. Terdapat faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan
gagal jantung sebagai pompa, anatara lain adanya gangguan pengisian
ventrikel (stenosis katup atrioventrikularis), serta adanya gangguan pada
pengisian dan ejeksi ventrikel (seberapa banyak darah dipompakan keluar
dari ventrikel).

3. KLASIFIKASI
Klasifikasi CHF berdasarkan gejala pasien :NYHA 2016
- Kelas I
Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak
menyebabkan kelelahan yg berarti. Gejala yang mucul: palpitasi
(jantung berdebar tidak teratur) dan dyspnea (sesak napas).
- Kelas II

2
Sedikit keterbatasan terhadap aktivitas fisik tetapi nyaman saat
istirahat. Aktivitas biasa dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dan
dyspnea
- Kelas III
Ditandai dengan pembatasan aktivitas fisik, nyaman saat istirahat.
Sedikit aktivitas dapat menyebabkan kelelahan, palpitasi, dyspnea.
- Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Jika
aktivitas fisik dilakukan ketidaknyamanan akan meningkat.

Klasifikasi CHF berdasarkan penilaian objektif :

- Kelas A
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa ketidaknyamanan. Jika
aktivitas fisik dilakukan ketidaknyamanan akan meningkat.
- Kelas B
Tanda obyektif minimal gejala ringan dan adanya keterbatasan sedikit
dalam beraktivitas. Nyaman saat istirahat.
- Kelas C
Tanda obyektif cukup parah. Gejala meningkat meski hanya
melakukan aktivitas yang minimal. Nyaman hanya pada saat istirahat.
- Kelas D
Tanda obyektif yang berat. Keterbatasan aktivitas yang parah, bahkan
gejala dapat muncul ketika beristirahat.

4. MANIFESTASI KLINIS
Gagal jantung kiri disebabkan oleh kongesti paru menonjol karena
ventrikel kiri tidak dapat memompa darah yang datang dari paru. Tanda
dan gejalanya menurut Kasron (2016) sebagai berikut :
1) Dypsnea

3
Terjadi akibat dari penimbunan cairan pada alveoli dan juga
mengganggu pertukaran gas. Selain itu juga beberapa pasien dapat
mengalami orthopnea pada malam hari atau yang sering disebut
Paroksimal Nokturnal Dipsnea (PND)
2) Batuk
3) Mudah lelah
Terjadi karena kurangnya curah jantung sehingga dapat menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen. Pembuangan sisa hasil
metabolisme yang menurun terjadi karena meningkatnya energi yang
digunakan untuk bernapas. Dan insomnia yang terjadi karena distres
pernapasan dan batuk.
4) Kegelisahan atau Kecemasan
Terjadi karena adanya gangguan oksigenasi, kesakitan saat bernapas
dapat membuat stress dan pengetahuannya bahwa jantung tidak
berfungsi dengan baik.
5) Sianosis
adalah kurangnya oksigen dalam darah ditandai dengan jari tangan,
kuku dan bibir tampak kebiruan.

5. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya
kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompakan menurun dan
menyebabkan penurunan darah ke seluruh tubuh. Apabila suplai darah
tidak lancar pada paru-paru (darah tidak masuk ke jantung), menyebabkan
penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran
oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah di paruparu. Sehingga
oksigenasi dalam arteri berkurang dan terjadi peningkatan kadar
karbondioksida yang dapat membuat asam di dalam tubuh. Situasi ini
akan memberikan gejala sesak napas (dypsnea) dan sesak napas saat

4
berbaring (orthopnea). Hal itu dapat terjadi apabila aliran darah dari
ekstremitas meningkatkan aliran balik vena ke jantung dan paru-paru.
Berkurangnya suplai darah di daerah otot dan kulit akan menyebabkan
kulit menjadi pucat dan dingin serta timbul gejala lain seperti lemah, letih,
dan lesu (Smelzer & Bare, 2015)
Intoleransi aktivitas adalah diagnosis yang menitikberatkan respon
tubuh yang tidak mampu bergerak terlalu banyak karena tubuh tidak
mampu untuk memproduksi energi yang cukup. Untuk membentuk energi
tubuh memerlukan nutrisi dan oksigen. Tetapi pada kondisi tertentu
dimana suplai nutrisi dan oksigen tidak sampai ke sel, sehingga tubuh
tidak dapat memproduksi energi yang cukup. Hal tersebut dapat
mengakibatkan respon tubuh berupa intoleransi aktivitas ( Wartonah,
2014)
Intoleransi aktivitas pada pasien CHF disebabkan karena jantung tidak
mampu untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrisi dan oksigen. Hal itu terjadi
karena kerusakan sifat kontraktil dari jantung dan curah jantung kurang
dari normal dan juga karena meningkatnya beban kerja otot jantung.
Sehingga bisa melemahkan kekuatan kontraksi otot jantung dan produksi
energi menjadi berkurang (Wartonah, 2014).

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien CHF menurut Kasron (2012)
yaitu :
a. Elektrokardiografi
b. Ekokardiografi
c. Rontgen thorax
d. Pemeriksaan laboratorium

5
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan CHF menurut Kasron (2016)
a. Non Farmakologis
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen dengan istirahat yang cukup atau pembatasan aktivitas
2) Diet pembatasan natrium (untuk menurunkan edema
3) Pembatasan cairan ( 1200-1500cc/hari)
4) Olahraga secara teratur
5) Menghentikan obat – obatan yang memperparah seperti NSAIDs (golongan
obat-obatan untuk meredakan inflamasi dan nyeri) karena efek prostaglandim
pada ginjal yang menyebabkan retensi air dan natrium.
b. Farmakologis
1) Diuretic bertujuan untuk mengurangi pada disfungsi sistolik dan
mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.
2) ACE inhibitor bertujuan untuk meningkatkan curah jantung dan
menurunkan kerja jantung .
c. Pendidikan kesehatan
1) Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang
penyakit dan penanganannya.
2) Diet yang sesuai. Pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung
kalium seperti pisang, jeruk, dan lain-lain
3) Informasi difokuskan pada monitoring berat badan dan intake natrium.
4) Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan
bantuan terapis.
8. KOMPLIKASI
Menurut Kasron (2016) komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
a. Syok kardigenik
b. Efusi dan tamponade perikardium

6
c. Episode tramboemboli karena pembentukan bekuan darah karena
statis darah
d. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Pada identitas pasien berupa nama,tanggal masuk rs, jenis
kelamin,usia ,agama,pendidikan,alamat,ruangan,pekerjaan.
b. Keluhan utama
Keluhan klien dengan CHF adalah kelemahan saat beraktivitas dan
sesak napas.
c. Riwayat kesehatan saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik
klien Secara PQRST, yaitu:
- Provoking Incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan
aktivitas ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung
- Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan
aktivitas yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap
beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan menggunakan
alat atau otot bantu pernapasan)
- Region radiation, relief d. Severity (scale) of pain: kaji rentang
kemampuan klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari.Biasanya
kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat
gangguan perfusi yang dialami organ.
- time: sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas
biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat

7
beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istiahat maupun saat
beraktivitas.
d. riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia
miokardium, diabetes mellitus, dan hiperpidemia. Tanyakan
mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa
lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obat ini
meliputi diuretik, nitrat, penghambat beta, dan antihipertensi. Catat
adanya efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan
tanyakan reaksi alergi apa yang timbul. Sering kali klien
menafsirkan suatu alergi dengan efek samping obat.
e. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia
produktif, dan penyebab kematiannya. Penyakit jantung iskemik
pada orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor
risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya.
f. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi klien bekerja dan lingkungannya.
Menanyakan kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol
atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan tentang
kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang perhari, dan
jenis rokok.
g. Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati,
perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan
yang tak perlu, khawatir dengan keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas,

8
kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus
pada diri sendiri.
h. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung
biasanya baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan perfusi system saraf pusat.

2. DIAGNOSA
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduki ektrikal.
2. Nyeri dada b.d kurangnya suplai darah ke miokardium, perubahan
metabolisme, peningkatan produksi asam laktat.

3. INTERVENSI
A. Resiko tinggi penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, konduki ektrikal.
Ditandai dengan : Peningkatan frekuensi jantung (takikardia),
disritmia, perubahan gambaran pola EKG, perubahan tekanan darah
(hipotensi/hipertensi), bunyi jantung ekstra (S3,S4) tidak terdengar,
penurunan output urine, nadi perifer tidak teraba, kulit dingin (kusam),
diaphoresis, otopnea, krakles, distensi vena jugularis, pembesaran
hepar, edema ekstermitas, dan nyeri dada.
a. Tujuan
Dalam waktu 3x24 Jam, penurunan curah jantung dapat teratasi dan
tanda vital dalam batas yang diterima (disritmia terkontrol atau hilang),
dan bebas gejala gagal jantung (parameter hemodinamika dalam batas
normal), output urine adekuat.
b. Kriteria evaluasi

9
Klien akan melaporkan penurunan episode dispneu, berperan dalam
aktivitas yang dapat mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah
dalam batas normal (120/80 mmHg,nadi 80x/menit), tidak terjadi
aritmia, denyut jantung dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3
detik, produksi urine > 30 mi/jam
c. Intervensi
1) Kaji dan lapor tanda penurunan curah jantung Rasional : kejadian
mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang lebih dari 24
jam pertama.
2) Periksa keadaan klien dengan mengaukultasi nadi apical,kaji
frekuensi, irama jantung (dokumentasi disritmia, bila tersedia
telemetri) Rasional : biasanya terjadi takikardi meskipun pada saat
istirahat untuk mengompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel,
KAP,PAT,MAT,PVC, dan AF disritmia umum berkenan dengan GJK
meskipun lainnya juga terjadi.
3) Catat bunyi jantung Rasional: S1 dan S2 mungkin lemah kaena
menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah yang mengalir ke dalam serambi yang mengalami
distensi, mumur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral
4) Palpasi nadi perifer Rasional : penurunan curah jantung dapat
ditunjukkan dengan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis pedis,
dan post tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur saat
dipalpasi dan gangguan pulpasi (denyut kuat disertai dengan denyut
lemah) mungkin ada.
5) Pantau adanya output urine, catat jumlah dan kepekatan/konsentrasi
urine. Rasional : ginjal berespon terhadap penurunan curah jantung
dengan mereabsorbsi natrium dan cairan, output urine biasanya
menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi

10
dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali
ke sirkulasi bila klien tidur.
6) Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal Rasional : karena
jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar istirahat saat proses
pemulihan seperti luka pada patah tulang, maka hal terbaik yang
dilakukan adalah dengan mengistirahat kan klien, sehingga melalui in
aktivitas, kebutuhan pemompaan jantung diturunkan. Tirah baring
merupakan bagian yang penting dari pengobatan gagal jantung
kongestif , khususnya pada tahan akut dan sulit disembuhkan. Selain
itu untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada jantung , tirah
baring membantu dalam menurunkan beban kerja dengan menurunkan
volume intravascular induksi diuresis berbaring,meningkatkan tenaga
cadangan jantung, dan menurunkan TD.
7) Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus
dinaikkan 20 sampai 30 cm (8-0 inci) atau klien didudukkan di kursi.
Rasional : untuk mengurangi kesulitan bernafas dan dan mengurangi
jumlah darah yang kembali ke jantung yang dapat mengurangi
kongesti paru.
8) Kaji perubahan pada sensorik,contoh letargi, cemas, depresi.
Rasional : dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral akibat
sekunder dan penurunan curah jantung.
9) Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang
Rasional : Stress emosi menghasilkan vasokonstriksi, yang terkait dan
meningkatkan TD dan meningkatkan frekuensi/kerja jantung.
10) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai
indikasi. Rasional :meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokrdium melawan efek hipoksia/iskemia.
11) Hindari manuver dinamik seperti berjongkok sewaktu melakukan
BAB dan mengepal-ngepalkan tangan. Rasional : berjongkok

11
meningkatkan aliran balik vena dan resistensi arteri sistemis secara
stimulan menyebabkan kenaikan volume sekuncup (stroke volume)
dan tekanan atrial. Peregangan ventrikel kiri bertambah akan
meningkatkan beban kerja jantung secara timulan.Latihan isometrik/
mengepal-ngepalkan tangan secara terusmenerus 20-30 detik
meningkatkan retensi aterial sistemis, TD, dan ukuran jantung dan
akan meningkatkan beban kerja jantung.
12) Kolaborasi untuk pemberian diet jantung Rasional : mengatur diet
sehingga kerja dan ketegangan otot jantung minimal, dan status nutrisi
terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan klien.
13) Kolaborasi untuk pemberian obat Rasional : untuk meningkatkan
volume sekuncup , memperbaiki kontraktilitas, dan menurunkan
kongesti.Diuretik, Furosemid (Lasix), Sprironolaktor (aldakton)
14) Pantau rangkaian gambaran EKG dan perubahan foto Rontagen
toraks Rasional : depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto rontagen toraks
dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti
pulmonal.

B. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan


perembesan cairan, kongesti paru akibat sekunder dari perubahan
membran kapiler alveoli dan retensi cairan intertestial.
a. Tujuan
Dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan sesak atau terdapat
penurunan respon sesak napas
c. Kriteria evaluasi
Secara subjektif klien menyatakan penurunan sesak napas, secara
objektif didapatkan tanda vital dalam batas normal (RR 16-20

12
x/menit), tidak ada penggunaan otot bantu nafas, analisa gas darah
dalam batas normal.
c. Intervensi
1) Berikan tambahan oksigen 6 liter/menit. Rasional : untuk
meningkatkan konsentrasi oksigen dalam pertukaran gas.
2) Pantau saturasi (oksimetri), Ph, Be, HCO3 dengan analisa gas
darah. Rasional : untuk mengetahui tingkat oksigenisasi pada
jaringan sebagai dampak adekuat tidaknya proses pertukaran
oksigen.
3) Koreksi keseimbangan asam basah Rasional : mencegah asidosis
yang dapat memperberat fungsi pernapasan.
4) Cegah atelectasis dengan melatih batuk efektif dan napas dalam
Rasional : kongesti yang berat kan memperburuk proses penukaran
gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
5) Kolaborasi : a) RL 500 cc/ 24c jam b) Digoxin 1-0-0 Rasional :
meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga dapat
mengurangi timbulnya edema sehingga dapat mencegah gangguan
pertukaran gas. c) Furosemide Rasional : membantu mencegah
terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.

4. IMPLEMENTASI
1) Mengkaji skala nyeri
2) Mengobservasi tanda tanda nyeri
3) Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian obat analgetik
4) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam
5) Melakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.

13
5. EVALUASI
Hasil yang diharapkan pada proses perawatan klien dengan gagal jantung
1. Bebas dari nyeri
2. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari
a) Tanda-tanda vital kembali normal
b) Terhindar dari risiko penurunan perfusi perifer
c) Tidak terjadi kelebihan volume cairan
d) Tidak sesak
e) Edema ekstermitas tidak terjadi
3. Menunjukkan peningkatan curah jantung
4. Menunjukkan penurunan kecemasan
5. Memahami penyakit dan tujuan perawatannya`
a) Mematuhi semua aturan medis
b) Mengetahui kapan harus meminta bantuan medis bila nyeri menetap
atau sifatnya berubah.
c) Memahami cara mencegah komplikasi dan menunjukkan tanda-tanda
bebas dari komplikasi
d) Menjelaskan proses terjadinya gagal jantung
e) Menjelaskan alasan tindakan pencegahan komplikasi
f) Mematuhi program perawatan diri
g) Menunjukkan pemahaman mengenai terapi farmakologi Kebiasaan
sehari-hari penyesuaian gaya hidup.

14
C. DAFTAR PUSTAKA
1. Asikin, M., Nurlamsyah, dan Susaldi. 2016. Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Kardiovaskular. Erlangga. Jakarta.
2. Aspiani, R. Y. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular Aplikasi NIC & NOC. (W. Praptiani, Ed.). Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
3. DEWI, I. S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Congestive
Heart Failure (CHF) Di Ruang Flamboyan Rsud Arifin Achmad
Pekanbaru (Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Riau).
4. Karson. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta:
TIM.
5. Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth (8 ed.). Jakarta: EGC.
6. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik (1 ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI.
7. Wartonah, T. (2014). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan (5
ed.). Jakarta: Salemba Medika.

15

Anda mungkin juga menyukai