T DENGAN
DIAGNOSA CONGENITIVE HEART FAILURE (CHF)
DI RUANG HCU RSUD WONOSARI
A. Pengertian
Congestive Heart Failure (CHF) keadaan jantung mengalami kegagalan dalam memompa
darah untuk mencukupi kebutuhan nutrien dan oksigen sel- sel tubuh dan biasanya terjadi pada
ventrikel jika tidak ditangani dengan tepat akan menimbulkan komplikasi akibat kurangnya
pengetahuan tentang pencegahan.
Congestive Heart Failure (CHF) merupakan salah satu penyakit jantung yang terus
meningkat kejadian dan prevalensinya setiap tahun. Hal ini mengakibatkan angka kesakitan dan
kematian Congestive Heart Failure (CHF) masih terus mengalami peningkatan.
Gagal jantung dapat di definisikan sebagai abnormalitas dari struktur jantung atau fungsi yang
menyebabkan kegagalan dari jantung untuk mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh. Secara
klinis, gagal jantung merupakan kumpulan gejala yang kompleks dimana seseorang memiliki
tampilan berupa: gejala gagal jantung, tanda khas gagal jantung, dan adanya bukti obyektif dari
gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat.(4)
B. Penyebab
Penyebab utama CHF yaitu penyakit jantung koroner, hipertensi, kardiomiopati dan penyakit
jantung lainnya.dari sejumlah penyebab tersebut, penyakit jantung koroner (biasanya disertai
dengan riwayat serangan jantung sebelumnya) adalah yang paling umum. Faktor-faktor utama
yang berkontribusi pada penyakit jantung koroner meliputi: kegemukan, diet tinggi lemak jenuh
dan kolesterol, tekanan darah tinggi, diabetes, merokok, dan aktivitas fisik.(5)
C. Manefestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler. Kongesti jaringan
terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya curah jantung pada
kegagalan jantung. Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Kegagalan salah satu ventrikel dapat
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan, tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung
pada kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
Menurut aspiani (2014) manefestasi klinis pada congestive Heart Failure yaitu:
a. Gagal jantung kiri, manifestasinya :
Kongesti paru menon jol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak mampu memompa
darah yang datang dari paru. Manifestasi yang terjadi yaitu :
1. Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu pertukaran gas. Dapat
terjadi ortopnu.
2. Batuk
3. Mudah Lelah
Terjadi karena curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan
oksigen serta penurunannya pembuangan sisa hasil kata bolisme juga terjadi karena
meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena
disstress pernafasan dan batuk.
4. Kegelisahan dan kecemasan
Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas
pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik.
5. Sianosis
b. Gagal jantung kanan
1. Kongestif jaringan perifer dan visceral
2. Edema ekstremitas bawah ( edema dependen ), biasanya edema pitting, penambah berat
badan.
3. Hepatomegali. Dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat
pembesaran vena di hepar.
4. Anorexia dan mual. Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena dalam rongga
abdomen.
5. Nokturia.
6. Kelemahan.
D. Klasifikasi
Menurut Nurhidayat Saiful, gagal jantung berdasarkan derajat fungsional diklasifikasikan
menjadi :
1. Kelas I : Pada klasifikasi kelas 1 ini akan timbul gejala sesak apabila melakukan aktivitas fisik
yang terlalu berat namun, aktivitas sehari-hari tidak terganggu.
2. Kelas II : Pada klasifikasi kelas II akan timbul gejala sesak apabila melakukan aktivitas yang
sedang dan mengakibatkan aktivitas seharihari sedikit terganggu.
3. Kelas III : Pada klasifikasi III ini akan timbul gejala sesak jika digunakan untuk aktivitas yang
ringan. Jadi, pada klasifikasi III ini sudah jelas akan menganggu aktivitas sehari-hari
4. Kelas IV : Pada klasifikasi IV akan timbul gejala sesak pada aktivitas yang sangat ringan atau
istirahat.
Klasifikasi CHF menurut New York Heart Association (NYHA), (2013).
Kelas Definisi Istilah
1 Klien dengan kelainan jantung tetapi tanpa Disfungsi ventrikel yang
pembatasan pada aktivitas fisik. asimtomatik
II Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung ringan
menyebabkan sedikut pembatasan
III Klien dengan gagal jantung yang Gagal jantung sedang
menyebabkan banyak pembatasan aktivitas
fisik
IV Klien dengan kelainan jantung yang Gagal jantung berat
dimanifestasikan dengan segala bentuk
aktivitas fisik akan menyebabkan keluhan
E. Patofisiologi
Jantung adalah organ berupa otot, berbentuk kerucut, berongga dan dengan basisnya di
atas dan puncaknya di bawah. Apexnya (puncak) miring ke sebelah bawah kiri. Berat jantung kira-
kira 300 gram. Agar jantung dapat berfungsi sebagai pompa yang efisien, otot-otot jantung di
bagian atas dan bawah akan berkrontraksi secara bergantian. Laju denyut jantung atau kerja pompa
ini dikendalikan secara alami oleh suatu pengatur irama (pace maker) yang di sebut nodus
sinoarterial. Nodus sinoarterial ini terletak di dalam dinding serambi kanan. Sebuah impuls listrik
yang ditransmisikan dari nodus sinoarterial ke kedua serambi membuat keduanya berkontraksi
secara serentak. Arus listrik ini selanjutnya di teruskan ke dinding dinding bilik, yang pada
gilirannya membuat bilik-bilik berkontraksi secara serentak. Periode kontraksi ini disebut sistol.
Selanjutnya periode ini diikuti dengan sebuah periode rilaksasi pendek – kira-kira 0.4 detik – yang
disebut diastole, sebelum impuls berikutnya datang. Nodus sinoarterial menghasilkan antara 60-
72 impuls seperti ini setiap menit ketika jantung sedang santai. Produksi impuls-impuls ini juga
dikendalikan oleh satu bagian sistim syaraf yang disebut sistim syaraf otonom, yang bekerja di
luar keinginan kita. Sistim listrik built up inilah yang menghasilkan kontraksikontraksi otot
jantung berirama yang disebut denyut jantung.
Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu gangguan mekanik
(beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu beban tekanan,
beban volume, tamponade jantung atau kontriksi perikard, jantung tidak dapat diastole, obstruksi
pengisian ventrikel, aneurisme ventrikel, disenergi ventrikel, restriksi endokardial atau
miokardial) dan abnormalitas otot jantung yang terdiri dari primer (kardiomiopati, miokarditis
metabolic (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika) dan sekunder (iskemia,
penyakit sistemik, penyakit infiltrative, dan korpulmonal) (6).
F. Komplikasi
Komplikasi Congestive Heart Failure antara lain:
1. Kegagalan organ tubuh lain
Salah satu organ yang bisa mengalami kegagalan fungsi adalah ginjal. Hal ini terjadi
karena pada penderita gagal jantung kongestif, aliran darah ke ginjal akan berkurang. Jika tidak
diberikan pengobatan, dapat berujung kepada kerusakan organ ginjal atau gagal ginjal.
Penumpukan cairan juga bisa terjadi pada organ hati. Ketika kondisi ini tidak ditangani, maka
dapat terjadi gangguan fungsi hati.
2. Gangguan katup jantung
Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan peningkatan tekanan aliran darah jantung.
Kondisi ini lama kelamaan dapat menyebabkan gangguan katup jantung. Gagal jantung
kongestif stadium lanjut juga dapat menyebabkan pembengkakan jantung atau membesarnya
jantung, sehingga fungsi katup jantung tidak dapat berjalan dengan normal.
3. Aritmia
Aritmia atau gangguan irama jantung dapat diderita oleh pasien gagal jantung kongestif.
Aritmia ini dapat terjadi karena gangguan aliran listrik jantung yang berfungsi mengatur irama
dan detak jantung. Jika penderita gagal jantung kongestif kemudian menderita aritmia, maka
ia akan berisiko tinggi terkena stroke. Penderita juga rentan mengalami tromboemboli, yaitu
sumbatan pada pembuluh darah akibat bekuan darah yang terlepas.
4. Henti jantung mendadak
Salah satu komplikasi berbahaya yang perlu diwaspadai pada gagal jantung kongestif
adalah henti jantung mendadak. Ketika fungsi jantung terganggu dan tidak tertangani, lama
kelamaan kinerja jantung akan mengalami penurunan drastis dan berisiko mengalami henti
jantung mendadak. Ada beberapa hal yang menyebabkan kondisi ini dapat terjadi pada gagal
jantung kongestif. Di antaranya karena jantung tidak mendapat cukup oksigen, terjadi
gangguan saraf yang mengatur fungsi jantung, atau akibat perubahan bentuk jantung.
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
Jl. Ringroad Barat Daya No.1, Tamantirto, Bantul, Daerah Istimewa
Yogyakarta Tlp. (0274)434 2288, 434 2277. Fax. (0274)4342269.
Web: www.almaata.ac.id
x x x x
Keterangan :
X : meninggal
↗ : pasien
: tidak ada keturunan
Jenis kegiatan 0 1 2 3
Makan dan minum √
BAB/BAK √
Mandi √
Ambulasi √
Berubah posisi √
Keterangan : 0 mandiri
1 dengan alat
2 dengan bantuan
3 dengan alat dan bantuan
Oksigenasi
a. Sesak nafas saat aktivitas :[ ] Tidak
[ √ ] Ya
b. Frekuensi : sering
c. Kapan Terjadinya : Saat pasien beraktivitas berat
d. Faktor Yang Memperberat : ketika aktivitas yang berlebihan
e. Faktor Yang Memperingan : saat tidur atau duduk bersender
4. Tidur dan Istirahat
a. Lama Tidur : 6-7 Jam
b. Kesulitan Tidur di RS : ya / Tidak
c. Alasan :-
d. Kesulitan Tidur :[ ] Menjelang Tidur
[ ] Mudah/Sering terbangun
[ ] Merasa tidak segar saat bangun
5. Eliminasi
Eliminasi fekal / bowel
a. Frekuensi : 1 Kali Penggunaan pencahar : -
b. Waktu : pagi/siang/sore/malam
c. Warna : Darah : - Konsistensi : -
d. Ggn. Eliminasi bowel : [√ ] Konstipasi
[ - ] Diare
[ - ] Inkontinensia Bowel
e. Kebutuhan pemenuhan ADL Bowel : Mandiri / Tergantung / Dg Bantuan
Eliminasi Urin
a. Frekuensi : sering tapi sedikit-sedikit Penggunaan pencahar : -
b. Warna : keruh agak pekat Darah : -
c. Ggn. Eliminasi bladder : [ √ ] Nyeri saat BAK
[ - ] Bumming sensation
[ √ ] Bladder terasa penuh setelah BAK
[ - ] Inkontinensia Bladder
d. Riwayat dahulu : [ - ] penyakit ginjal
[ - ] batu ginjal
[ √] injury / trauma
e. Penggunaan kateter : Ya / Tidak
f. Kebutuhan pemenuhan ADL Bladder : Mandiri/ Tergantung/ Dg bantuan
6. Koping Keluarga
Pasien mengatakan jika ada masalah keluarga selalu di komunikasikan dan di selesaikan
bersama keluarga, keluarga juga tidak ada yang apatis terhadap keluarga yang lainnya.
7. Kognitif Keluarga
Sensori, persepsi dan kognitif
a. Ggn. Penglihatan : Ya / Tidak
b. Ggn. Pendengaran : Ya / Tidak
c. Ggn. Penciuman : Ya / Tidak
d. Ggn. Sensasi taktil : Ya / Tidak
e. Ggn. Pengecapan : Ya / Tidak
f. Riwayat penyakit :[ - ] eye surgery
[ - ] otitis media
[ - ] luka sulit sembuh
Kenyamanan dan nyeri
a. Nyeri : ya
b. Paliatif/provokatif : saat beraktivitas
c. Qualitas : seperti di tusuk
d. Region : dada sebelah kiri
e. Severity :3
f. Time : hilang timbul 5-10 mwnit
g. Ambulasi di tempat tidur : Mandiri / Tergantung / Dg Bantuan
VIII. Pengkajian Fisik
1. Kondisi Umum
Keadaan umum , keasadaran composmentis, suhu : 36⁰C, nadi : 68 x/menit, respirasi : 29
x/menit ; SPO2 : 99% BB : 45 kg ; GCS : E4 M6 V5, TD 150/70
2. Kulit
Warna sawo matang, turgor kulit baik, kuku bersih, tidak ada scar.
3. Kepala
Bentuk kepala bulat, tidak ada lesi, tidak ada edema.
4. Mata
Konjungtiva anemis , ada reaksi terhadap cahaya, tidak
menggunakan alat bantu penglihatan.
5. Telinga
Bentuk simetris, bersih dan tidak menggunakan alat bantu pendengaran.
6. Hidung
Menggunakan selang oksigen (nasal kanul) 3 lpm tidak ada pernapasan cuping hidung.
8. Leher
Tidak ada edema dan pembesaran kelenjar tiroid.
9. Thoraks / dada
Inspeksi : bentuk dada simetris, gerak dada simetris, tidak ada luka, tidak ada retaksi
dinding dada, iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : tidak ada benjolan, vocal fremitus tidak ada, tidak ada gerak yang
tertinggal
Perkusi : Suara paru : sonor
: Suara jantung : pekak
Auskultasi : Suara paru terdengar sonor
Abdomen
Inspeksi : Simetris, tidak ada kemerahan, tidak ada luka, tidak ada asites.,
Palpasi : Tidak ada massa, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus peristaltic
10. Ekstremitas
Tidak ada edema, tidak ada sianosis, akral hangat, ekstremitas atas dapat digerakkan dan
ekstremitas bawah kiri susah untuk digerakkan, ada bekas operasi dibagian ekstremitas
bawah kiri.
4 5
5 3
Keton negative
pH 6,0 - 4,8-7,4
protein negative Mg/dL negative
eritrosit 40 /hpf 0,1 High
leukosit 32 /HPF 3-5/LPB High
Leukosit esterase 3+ negative High
Silinder negative /lpf negative High
glukosa negative - negative High
Berat jenis >= 1,030 - 1.015-1.025 High
nitrit positive - negative High
bakteri positive - negative High
urobilinogen 32 Mg/dl normal High
blood 2+ negative High
Pemeriksaan hematologi
parameter hasil Nilai normal flag
HbA1c 5,6 % <5,7
2. DS: Pasien mengatakan makanan yang diberikan dirumah sakit Faktor psikologi (keenganan untuk Resiko defisit nutrisi
tidak dihabiskan, pasien mengakan nafsu makannya menurun makan)
dan mengeluh mual muntah
TTV
TD : 104/69
N : 67
RR: 28
S : 36,5⁰C
SPO2 : 96%
3 DS : Pasien mengatakan pernah jatuh di kamar mandi 4 bulan Resiko jatuh Kekuatan otot menurun
yang lalu, pernah melakukan operasi dibagian kaki sebelah kiri,
berjalan menggunakan kruk.
DO : Ada tanda bekas luka operasi di kaki bagian kiri, pasien
tampak lemas.
TTV
TD : 104/69
N : 67
RR: 28
S : 36,5⁰C
SPO2 : 96%
2 Resiko defisit nutrisi b.d faktor Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi : (I.03119)
psikologi (kengganan untuk makan) selama 3x24 jam di harapkan resiko defisit - Identifikasi status nutrisi
nutrisi bd factor psikologi (kengganan untuk - Monitor asupan makanan
makan) - Anjurkan posisi duduk
Status Nutrisi : (L.03030) - Ajarkan diet yang diprogramkan
indikator awal akhir
Perasaan 4 1
cepat
kenyang
Frekuensi 1 4
makan
Nafsu makan 1 4
Keterangan :
1: Meningkat
2: Cukup Meningkat
3: Sedang
4: Cukup Menurun
Resiko jatuh b.d kekuatan otot Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan jatuh (I.14529)
menurun selama 3x24 jam di harapkan Intoleransi - Identifikasi faktor resiko jatuh
aktivitas b.d penggunaan alat bantu jalan dapat (gangguan keseimbangan),
teratasi dengan kriteria hasil : karakteristik lingkungan yang dapat
Tingkat Jatuh (L.14138) meningkatkan potensi jatuh (mis.
indikator awal akhir lantai licin penerangan kurang)
Jatuh dikamar 2 4 - Memonitor keterampilan,
mandi keseimbangan dan tingkat kelelahan
Jatuh saat 2 4 dengan ambulai
naik tangga - Hitung resiko jatuh menggunakan
Jatuh saat 2 4 skala MFS
berjalan
Keterangan :
1 : Meningkat
2 : Cukup Meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup Menurun
XV. Implementasi Keperawatan
No. Hr/T Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi Tanda
gl Keperawatan tangan
1 12/10 08:30 Nyeri akut bd Manajemen nyeri (1.08238) 1. S : pasien mengatakan terasa
/2023 1. mengidentifikasi lokasi, karakteristik, nyeri di dada
pencedera
durasi, frekuensi dan kualitas nyeri O : Tampak meringis
fisiologi ttv : TD = 104/69 mmHg, Winanti
N = 67 x/m, R= 28 x/m, S
= 36,5oC.
p = saat beraktivitas
q = di tusuk-tusuk
r = dada
s=3
t = hilang timbul 5-10 menit
A : masalah nyeri belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
3 15:00 Resiko jatuh b.d Pencegahan jatuh (I.14529) 1. S : pasien mengatakan pernah
1. Mengidentifikasi perilaku dan faktor jatuh dikamar mandi 4bln yang
kekuatan otot
yang mempengaruhi riwayat jatuh, lalu, kamar mandi licin, punya
menurum karakteristik lingkungan yang dapat riwayat operasi di ekstremitas
meningkatkan potensi jatuh (mis. lantai bawa kiri, pasien menggunakan Piasih
licin dan tangga terbuka) alat bantu jalan kruk
O : terlihat lemas, ada bekas
tanda operasi di ekstremitas
kiri bawah
A : masalah resiko jatuh belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
5 3
A : masalah resiko jatuh belum
teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1. 13/10 09:00 Nyeri akut b.d Manajemen nyeri (1.08238) 1. S : pasien mengatakan masih
/2023 agen pencedera 1. Mengidentifikasi lokasi ,karakteristik, terasa nyeri
fisiologi durasi, frekuensi dan kualitas nyeri O : Tampak meringis, ttv : TD
= 110/70 mmHg, N = 70 x/m, Winanti
R= 21 x/m, S = 36,4oC.
p = saat beraktivitas
q = di tusuk-tusuk
r = dada
s=2
t = hilang timbul 5 menit
A : masalah nyeri belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
1 14/10 09:00 Nyeri akut bd Manajemen nyeri (1.08238) 1. S : pasien mengatakan nyeri
/2023 pencedera 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, mulai berkurang
durasi, frekuensi dan kualitas nyeri O : Tampak meringis
fisiologi
ttv : TD = 124/83 mmHg, Winanti
N = 99 x/m, R= 20x/m, S =
36,5oC.
p = saat beraktivitas
q = di tusuk-tusuk
r = dada
s=2
t = hilang timbul 3 menit
A : masalah nyeri teratasi
sebagian
P : intervensi dilanjutkan
PEMBAHASAN
A. Analisi Jurnal
Judul Manajemen Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi
Sesak
Nafas Pada Pasien Congestive Heart Failure
Nomor Jurnal Volume 13 Nomor 4, Oktober 2023
Penulis Satriani, Haeril Amir, Nurwahida, Rochfika, Sudarman,
Masita Duhaling
Kata Kunci congestive heart failure, relaksasi nafas dalam, studi kasus
Tahun 4 Oktober 2023
Penelitian
Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keefektifan
manajemen relaksasi nafas dalam untuk mengurangi sesak
nafas pada pasien Congestive Heart Failure
Metode Penelitan ini merupakan studi kasus. Subek penelitian
digunakan pada studi kasus ini adalah 1 kasus Congestive
Heart Failure. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian
ini adalah wawancara, observasi dan dokumentasi.
wawancara dilakukan untuk mengetahui riwayat keluhan
yang berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti hal
tersebut dibuktikan pada pemeriksaan fisik yang digunakan
sebagai penunjang atas keluhan-keluhan yang sampaikan.
Observasi ini digunakan untuk mengamati atau mengukur
dan mencatat kejadian yang sedang diteliti dalam
sebuah lembar observasi yang berisi variabel-variabel yang
akan diteliti. Dokumentasi merupakan data pribadi klien
yang meliputi, nama, umur, diagnosa dan lain-lain.
Manajemen perawatan menggunakan konsep relaksasi
nafas dalam.
Intervensi Mengenai intervensi relaksasi nafas dalam beberapa teori
dan penelitian menyebutkan dapat mengurangi sesak dan
nyeri pada pasien. Mekanisme teknik relaksasi nafas dalam
yaitu dapat mengendalikan nyeri dengan meminimalkan
aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom. Relaksasi
melibatkan otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat
lain sehingga mudah dilakukan kapan saja atau sewaktu-
waktu. Prinsip yang mendasari penurunan oleh Teknik
relaksasi terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang
merupakan bagian dari sistem saraf perifer yang
mempertahankan homeostatis lingkungan internal
individu. Pada saat terjadi pelepasan mediator kimia seperti
bradikinin, prostaglandin dan substansi p yang akan
merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf
simpatis mengalami vasokonstriksi
yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan
berbagai efek spasme otot yang akhirnya menekan
pembuluh darah. Mengurangi aliran darah dan
meningkatkan kecepatan Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal
Ilmiah STIKES Kendal Volume 13 No 4, Oktober 2023.
Metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls
nyeri dari medulla spinalis ke otak dan dipersepsikan
sebagai nyeri Serta setelah dilakukan teknik relaksasi nafas
dalam terdapat hormon yang dihasilkan yaitu hormon
adrenalin dan hormon kortison yang merupakan
nuerotransmiter yang dapat menghambat pengiriman
rangsangan nyeri (Anifah & Yumni,
2019).
Hasil jantung tidak dapat memompa darah dengan baik ke
seluruh tubuh, diakibatkan karena fungsi
jantung tidak dapat berkerja dengan normal (Muzaki &
Pritania, 2022). Tanda dana gejala yang
sering timbul pada pasien dengan Congestive Heart
Failure adalah angina, dyspnea, batuk,
malaise, ortopnea, nocturia, kegelisahan dan kecemasan,
serta sianosis (Yunita et al., 2020).
Berdasarkan hasil penelitian Anita et al., (2021),
mengemukakan bahwa memiliki gejala
sugestif gagal jantung sesak napas, edema perifer,
dyspnea nocturnal paroksismal, dan nyeri
akut tetapi juga telah menpertahankan dungsi ventricular
kiri mungkin tidak memiliki disfungsi
diastolik. Salah satu gejala sugestif sesak nafas yang
dialami seperti saat sedang istirahat atau
aktivitas yang ditandai dengan takipnea, takikardi dan
ronchi paru (Amir, 2020).
Saran
Analisi jurnal dengan metode PICO
A. Kesimpulan
Dari pelaksanaan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Ny.T dengan CHF di Ruangan
HCU RSUD Wonosari, dari tanggal 12 oktober 2023 sampai dengan 14 oktober 2023 dapat
disimpulkan :
1. Pengkajian
Pengkajian asuhan keperawatan pada klien CHD dapat dilakukan dengan baik dan tidak
mengalami kesulitan dalam mengumpulkan data.
2. Diagnosa
Pada masalah CHF diagnose keperawatan uang didapatkan yaitu :
a. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
b. Resiko defisit nutrisi b.d factor psikologis
c. Resiko jatuh b.d penggunaan alat bantu berjalan
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Menjadi sumber tambahan bagi mahasiswa agar menambah wawasan dan memperluas
informasi agar mampu mengembangkan di masyarakat.
2. Bagi Institusi
Peningkatan kualitas dan pengembangan ilmu mahasiswa melalui studi kasus agar dapat
menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan CHF.
3. Bagi Rumah Sakit
Dapat memberikan pelayanan dan mempertahankan hubungan kerja yang baik antara tim
kesehatan dan pasien yang diajukan untuk meningkatkan asuhan keperawatan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Dzakiyah a, anggriyani n, wijayahadi n. Hubungan anemia dengan kualitas hidup pasien gagal
jantung kronik. 2018;7(2):962–76.
Rocca hpb la, crijns hjgm. Iron i.v. In heart failure: ready for implementation? Vol. 36, european
heart journal. Oxford university press; 2015. P. 645–7.
Wahab a, sariyudin ss, safrudin b. Naskah publikasi analisis praktik klinik keperawatan pada pasien
congestif heart failure (chf) dengan intervensi inspiratory muscle training (imt) terhadap
kualitas tidur terhadap pasien di ruang iccu rsud abdul wahab sjahranie samarinda analysis
of clinical practice of nursing in patients with congestive heart failure (chf) by inspiratory
muscle training (imt) sleep quality in (iccu) room of the hospital.
Yunita a, nurchayati s, utami s, universitas fk, jalan r, no p, et al. Gambaran tingkat pengetahuan
pasien tentang pencegahan komplikasi congestive heart failure (chf). Vol. 11, jurnal ners
indonesia. 2020.
Sulistyawati n, rohman mansur a, tinggi ilmu kesehatan madani yogyakarta s. Identifikasi faktor
penyebab dan tanda gejala anak dengan cerebral palsy. Jurnal kesehatan karya husada.
2019;1(7).
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal
Volume 13 Nomor 4, Oktober 2023
e-ISSN 2549-8134; p-ISSN 2089-0834
http://journal.stikeskendal.ac.id/index.php/PSKM
ABSTRAK
Kegagalan sistem kardiovaskuler atau dikenal dengan istilah gagal jantung ialah kondisi dimana jantung
tidak dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi tidak
terpenuhi secara menyeluruh. Penyakit kardiovaskular (CVDs) adalah penyebab utama kematian secara
global. Diperkirakan 17,9 juta orang meninggal akibat CVD pada tahun 2019, mewakili 32% dari semua
kematian global. Dari kematian tersebut, 85% disebabkan oleh serangan jantung dan stroke. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran nyata tentang pelaksanaan manajemen relaksasi nafas
dalam untuk mengurangi sesak nafas pada pasien Congestive Heart Failure di Ruang CVCU RSUD
Labuang Baji Makassar. Penelitian ini adalah laporan kasus pada 1 kasus Congestive Heart Failure,
dimana manajemen perawatan menggunakan konsep relaksasi nafas dalam. Hasil penelitian
menunjukkan secara kuntitatif terdapat penurunan sesak napas setelah diberikan perlakuan selama 3
hari, dimana pada hari pertama respirasi rate 26x/menit dan SpO2 96%, hari kedua respirasi rate
22x/menit dan SpO2 98%, dan hari ketiga respirasi rate 22x/menit dan SpO2 98%, sedangkan secara
visual didapatkan Pasien mengatakan sesak telah berkurang, namun tampak masih ada otot bantu
pernapasan dan terpasang nasal kanul O2 5 lpm. Manajemen relaksasi nafas dalam sebagai intervensi
keperawatan yang dapat membatu pasien dalam mengurangi sesak pada penderita Congestive Heart
Failure.
Kata kunci: congestive heart failure; relaksasi nafas dalam; studi kasus
ABSTRACT
Cardiovascular system failure, also known as heart failure, is a condition in which the heart cannot
pump enough blood throughout the body so that the need for oxygen and nutrients is not fully met.
Cardiovascular diseases (CVDs) are the leading cause of death globally. An estimated 17.9 million
people died from CVD in 2019, representing 32% of all global deaths. Of these deaths, 85% are caused
by heart attacks and strokes. The purpose of this study was to find out a real picture of the
implementation of deep breathing relaxation management to reduce shortness of breath in Congestive
Heart Failure patients in the CVCU Room of Laburan Baji General Hospital, Makassar. This research
is a case report on 1 case of Congestive Heart Failure, where the management of care uses the concept
of deep breathing relaxation. The results showed that quantitatively there was a decrease in shortness
of breath after being given treatment for 3 days, where on the first day the respiration rate was
26x/minute and SpO2 was 98%, the second day the respiration rate was 22x/minute and SpO2 was 96%,
and the third day the respiration rate was 22x/minute and SpO2 96%, while visually the patient said
that the shortness of breath had reduced, but it appears that there are still supporting muscles for
breathing and a 5 lpm O2 nasal cannula is attached. Management of deep breathing relaxation as a
nursing intervention that can assist patients in reducing shortness of breath in patients with Congestive
Heart Failure.
1371
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 13 No 4, Oktober 2023
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
PENDAHULUAN
Kegagalan sistem kardiovaskuler atau dikenal dengan istilah gagal jantung ialah kondisi dimana
jantung tidak dapat memompa cukup darah ke seluruh tubuh sehingga kebutuhan oksigen dan
nutrisi tidak terpenuhi secara menyeluruh. Gagal jantung terbagi menjadi 2 yaitu gagal jantung
kiri dan gagal jantung kanan. Jantung merupakan organ yang paling penting dalam tubuh
manusia karena memiliki fungsi utama yaitu memompa darah ke seluruh tubuh. Fungsi jantung
berfungsi normal apabila kondisi dan kemampuan otot jantung memompa darah cukup baik,
dan juga kondisi katup jantung serta irama pemompaan yang baik. Tetapi sebaliknya apabila
terjadi kelainan pada salah satu komponen jantung, sehingga dapat mengakibatkan gangguan
dalam pemompaan darah oleh jantung hingga mengalami kegagagalan memompa darah
(Purnamasari et al., 2023).
Penyakit kardiovaskular (CVDs) adalah penyebab utama kematian secara global. Diperkirakan
17,9 juta orang meninggal akibat CVD pada tahun 2019, mewakili 32% dari semua kematian
global. Dari kematian tersebut, 85% disebabkan oleh serangan jantung dan stroke (WHO, 2021).
Sedangkan penyakit CHF di Indonesia pada tahun 2018 prevalensi menunjukan sebesar (1,5%),
hal ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2013 sebesar (0,13%). Prevalensi CHF
berdasarkan diagnosis dokter tertinggi di Kalimantan Utara yaitu sebesar (2,2%), disusul
Gorontalo dan Yogyakarta yaitu sebesar (2,0%). Sedangkan Sulawesi Selatan menduduki
peringkat 16 dengan prevalensi sebesar (1,4%) (Kemenkes RI, 2018). Berdasarkan data dari
RSUD Labuang Baji Makassar, menunjukkan bahwa jumlah pasien CHF pada tahun 2022
sebanyak 52 pasien (Rekam Medik Rumah Sakit Dr. Tadjuddin Chalid Makassar).
Congestive Heart Failure merupakan salah satu masalah kesehatan dalam sistem
kardiovaskuler yang angka kejadiaannya terus meningkat. CHF adalah suatu keadaan yang
progresif dengan prognosis yang buruk (Suharto et al., 2020). Congestive Heart Failure terjadi
karena jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen
dan nutrisi tubuh. Gagal jantung menjadi lingkaran yang tidak berkesudahan, semakin terisi
berlebihan pada ventrikel, semakin sedikit darah yang dapat dipompa keluar sehingga
akumulasi darah dan peregangan serabut otot bertambah (Waladani et al., 2019).
Gagal jantung disebabkan adanya defek pada miokard atau terdapat kerusakan pada otot jantung
sehingga suplai darah keseluruh tubuh tidak terpenuhi. Hal lain yang dapat mengakibatkan
terjadinya CHF yaitu kelainan otot jantung, aterosklerosis coroner, hipertensi sistemik atau
pulmonal, peradangan dan penyakit miokardium degeneratif. Tanda dan gejala yang
ditimbulkan seperti angina, dyspnea, batuk, malaise, ortopnea, nocturia, kegelisahan dan
kecemasan, serta sianosis (Yunita et al., 2020).
Beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam menangani dyspnea pada pasien gagal
jantung kongestif salah satunya dengan relaksasi nafas dalam. Relaksasi nafas dalam dapat
melatih otot-otot diafragma yang digunakan untuk mengkompensasi kekurangan oksigen dan
meningkatkan efisiensi pernafasan sehingga dapat mengurangi sesak nafas. Latihan nafas yang
dilakukan berulang kali secara teratur dapat melatih otot-otot pernafasan, mengurangi beratnya
1372
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 13 No 4, Oktober 2023
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
gangguan pernafasan, menurunkan gejala dyspnea, sehingga terjadi peningkatan perfusi dan
perbaikan alveoli yang dapat meningkatkan kadar oksigen dalam paru sehingga terjadi
peningkatan saturasi oksigen (Astriani et al., 2021). Berdasarkan uraian latar belakang di atas
dan hasil yang ditunjukkan kasus, maka tujuan penelitian yakni manfaat manajemen nafas
dalam Mengurangi Sesak Nafas pada Pasien Congestive Heart Failure di Ruang CVCU RSUD
Labuang Baji Makassar.
KASUS
Tn. S ditemukan bahwa pasien mengatakan sesak nafas (dispnea), mengeluh lelah setelah
beraktivitas, tampak meringis, gelisah, lelah, skala nyeri 7 (nyeri berat), tampak adanya edema
anasarka bagian kaki sebelah kanan, tampak sesak dan terpasang nasal kanul O2 5 lpm, tampak
adanya otot bantu pernafasan, tampak fase ekspirasi memanjang, tampak pola napas takipnea,
tampak tidak mampu batuk atau mengeluarkan sekret yang tertahan, tampak pernapasan cuping
hidung, kadar HB turun 10.8 g/dl, gambaran EKG menunjukkan Iskemia. TTV: TD: 180/100
mmHg, P: 28x/ menit, N: 102x/ menit, S: 36,7 derajat celcius, SPO2: 96%.
METODE
Penelitan ini merupakan studi kasus. Subek penelitian digunakan pada studi kasus ini adalah 1
kasus Congestive Heart Failure. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara,
observasi dan dokumentasi. wawancara dilakukan untuk mengetahui riwayat keluhan yang
berkaitan dengan masalah yang sedang di teliti hal tersebut dibuktikan pada pemeriksaan fisik
yang digunakan sebagai penunjang atas keluhan-keluhan yang sampaikan. Observasi ini
digunakan untuk mengamati atau mengukur dan mencatat kejadian yang sedang diteliti dalam
sebuah lembar observasi yang berisi variabel-variabel yang akan diteliti. Dokumentasi
merupakan data pribadi klien yang meliputi, nama, umur, diagnosa dan lain-lain. Manajemen
perawatan menggunakan konsep relaksasi nafas dalam.
HASIL
Berdasarkan Tabel 1 respirasi rate pada kasus terdapat penurunan dari skor perawatan pertama
26x/menit menjadi 22x/menit pada perawatan ketiga.
Tabel 1.
Respirasi Rate Tn. S
Perawatan Respirasi Rate Saturasi oksigen
Ke 1 26x/menit 96%
Ke 2 22x/menit 98%
Ke 3 22x/menit 98%
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil temuan pada Tn. S ditemukan bahwa pasien mengatakan sesak nafas
(dispnea), mengeluh lelah setelah beraktivitas, tampak meringis, gelisah, lelah, skala nyeri 7
(nyeri berat), tampak adanya edema anasarka bagian kaki sebelah kanan, tampak sesak dan
terpasang nasal kanul O2 5 lpm, tampak adanya otot bantu pernafasan, tampak fase ekspirasi
memanjang, tampak pola napas takipnea, tampak tidak mampu batuk atau mengeluarkan sekret
yang tertahan, tampak pernapasan cuping hidung, kadar HB turun 10.8 g/dl, gambaran EKG
menunjukkan Iskemia. TTV: TD: 180/100 mmHg, P: 28x/ menit, N: 102x/ menit, S: 36,7
derajat celcius, SPO2: 96%.
CHF ialah suatu kondisi klinis atau serangkaian dari gejala yang diketahui dengan sesak napas
serta keletihan (Elgendy, 2019). CHF Yang ditimbulkan karena adanya edema paru sehingga
1373
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 13 No 4, Oktober 2023
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
jantung tidak dapat memompa darah dengan baik ke seluruh tubuh, diakibatkan karena fungsi
jantung tidak dapat berkerja dengan normal (Muzaki & Pritania, 2022). Tanda dana gejala yang
sering timbul pada pasien dengan Congestive Heart Failure adalah angina, dyspnea, batuk,
malaise, ortopnea, nocturia, kegelisahan dan kecemasan, serta sianosis (Yunita et al., 2020).
Berdasarkan hasil penelitian Anita et al., (2021), mengemukakan bahwa memiliki gejala
sugestif gagal jantung sesak napas, edema perifer, dyspnea nocturnal paroksismal, dan nyeri
akut tetapi juga telah menpertahankan dungsi ventricular kiri mungkin tidak memiliki disfungsi
diastolik. Salah satu gejala sugestif sesak nafas yang dialami seperti saat sedang istirahat atau
aktivitas yang ditandai dengan takipnea, takikardi dan ronchi paru (Amir, 2020).
Rencana tindakan dilaksankan berdasarkan teori yang telah ditetapkan di dalam buku Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) yaitu memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya napas, memonitor pola napas, memonitor kemapuan batuk efektif, memonitor adanya
sputum, mengatur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien, mendokumentasikan
hasil pemantauan, menjelaskan tujuan prosedur pemantauan, menginformasikan hasil
pemantauan dan mengajarkan teknik relaksasi napas dalam mengurangi sesak.
Relaksasi nafas dalam dapat melatih otot-otot diafragma yang digunakan untuk
mengkompensasi kekurangan oksigen dan meningkatkan efisiensi pernafasan sehingga dapat
mengurangi sesak nafas. Latihan nafas yang dilakukan berulang kali secara teratur dapat
melatih otot-otot pernafasan, mengurangi beratnya gangguan pernafasan, menurunkan gejala
dyspnea, sehingga terjadi peningkatan perfusi dan perbaikan alveoli yang dapat meningkatkan
kadar oksigen dalam paru sehingga terjadi peningkatan saturasi oksigen (Astriani et al., 2021).
Relaksasi nafas dalam dapat merangsang tubuh menghasilkan endorphin dan enfikelin. Hormon
endorphin dan enfikelinini adalah zat kimiawi endogen yang berstruktur seperti opioid, yang
mana endorphin dan enfikelin dapat menghambat imflus nyeri dengan memblok transmisi
implus didalam otak dan medulla spinalis (Lanina et al., 2020).
Dari hasil implementasi keperawatan yang dilakukan kepada pasien dilakukan adalah pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas yang terdiri dari komponen
observasi, terapeutik dan edukasi serta pemberian intervensi relaksasi nafas dalam. Tanggal 16
Maret 2023 Jam 10.00 WITA mulai dilakukan pengkajian didapatkan pasien nampak sesak
nafas setelah itu diberikan intervensi relaksasi nafas dalam dan pengetahuan selanjutnya tahap
kerja. Kemudian tahap evaluasi pada hari ketiga pada tanggal tanggal 29 Maret 2023 Jam 10.20
WITA. Hasil evaluasi keperawatan pada pasien Tn. S setelah dilakukan asuhan keperawatan,
didapatkan pola napas tidak efektif belum teratasi dibuktikan dengan data subjektif pasien
mengatakan sesak (dispneu) telah berkurang dan data objektif didapatkan tampak masih ada
otot bantu pernapasan dan terpasang nasal kanul O2 5 lpm.
Mengenai intervensi relaksasi nafas dalam beberapa teori dan penelitian menyebutkan dapat
mengurangi sesak dan nyeri pada pasien. Mekanisme teknik relaksasi nafas dalam yaitu dapat
mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam sistem saraf otonom.
Relaksasi melibatkan otot dan respirasi dan tidak membutuhkan alat lain sehingga mudah
dilakukan kapan saja atau sewaktu-waktu. Prinsip yang mendasari penurunan oleh teknik
relaksasi terletak pada fisiologi sistem saraf otonom yang merupakan bagian dari sistem saraf
perifer yang mempertahankan homeostatis lingkungan internal individu. Pada saat terjadi
pelepasan mediator kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan substansi p yang akan
merangsang saraf simpatis sehingga menyebabkan saraf simpatis mengalami vasokonstriksi
yang akhirnya meningkatkan tonus otot yang menimbulkan berbagai efek spasme otot yang
akhirnya menekan pembuluh darah. Mengurangi aliran darah dan meningkatkan kecepatan
1374
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 13 No 4, Oktober 2023
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
metabolisme otot yang menimbulkan pengiriman impuls nyeri dari medulla spinalis ke otak dan
dipersepsikan sebagai nyeri Serta setelah dilakukan teknik relaksasi nafas dalam terdapat
hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison yang merupakan
nuerotransmiter yang dapat menghambat pengiriman rangsangan nyeri (Anifah & Yumni,
2019).
Berdasarkan hasil penelitian Husain et al., (2020), mengemukakan bahwa teknik relaksasi nafas
dalam dan terapi guided imagery dapat mengurangi sesak nafas pada pasien asma. Penelitian
Nurjanah & Yuniartika (2020), terapi relaksasi nafas dalam efektif untuk mengurangi
hiperventilasi dan, menstimulasi sistem saraf simpatik meningkatkan endorphin, menurunkan
heart rate, meningkatkan eskspansi paru sehingga berkembang maksimal dan otot-otot menjadi
rileks. Terapi relaksasi nafas dalam merupakan eksperimen non farmakologis berupa teknik
pernapasan yang dapat dilakukan secara mandiri untuk memperbaiki ventilasi paru dan
meningkatkan perfusi oksigen ke jaringan perifer. Pada kasus kelolaan, peneliti memberikan
intervensi manajemen relaksasi nafas dalam untuk mengurangi sesak nafas pada Tn. S dengan
diagnosa medis Congestive Heart Failure. Berdasarkan evaluasi yang diperoleh pola napas
tidak efektif belum teratasi dibuktikan dengan data subjektif pasien mengatakan sesak (dispneu)
telah berkurang dan data objektif didapatkan tampak masih ada otot bantu pernapasan dan
terpasang nasal kanul O2 5 lpm.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapat dalam penelitian serta didukung oleh hasil jurnal yang terkait
maka dapat disimpulkan bahwa manajemen relaksasi nafas dalam dapat mengurangi sesak
nafas pada dengan diagnosa medis Congestive Heart Failure, tetapi penerapan manajemen
relaksasi nafas yang harus rutin dilakukan demi mendapatkan hasil yang lebih optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Amir, H., & Sudarman, S. (2020). Reflective Case Discussion (RCD) for Nurses : A Systematic
Review. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 9(2), 332–337.
https://doi.org/10.30994/sjik.v9i2.306.
Anifah, F., & Yumni, F. L. (2019). Studi kasus pemberian teknik relaksasi nafas dalam untuk
menurunkan tingkat nyeri pada Ny. A dengan masalah keperawatan nyeri akut pada
diagnosa medis post operasi kista ovarium di Ruang Sakinah [Universitas
Muhammadiyah Surabaya]. https://repository.um-surabaya.ac.id/5925/
Anita, E. A., Sarwono, B., & Widigdo, D. A. M. (2021). Asuhan keperawatan pasien gagal
jantung kongestif: Studi kasus. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik, 16(1), 99–103.
https://doi.org/10.26630/jkep.v16i1.1714
Astriani, N. M. D. Y., Pratama, A. A., & Sandy, P. W. S. J. (2021). Teknik relaksasi nafas
dalam terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien PPOK. Jurnal Keperawatan
Silampari, 5(1), 59–66. https://doi.org/10.31539/jks.v5i1.2368
Elgendy, I. Y.,Mahta, D.,& Pepine, C.J,. (2019). Medical Therapy for Heart Feilure Caused by
Ischemic Heart Disease . Circulation Research. 124 (11), 1520-39.
Husain, F., Purnamasari, A. O., Istiqomah, A. R., & Putri, A. L. (2020). Management
keperawatan sesak nafas pada pasien asma di unit gawat darurat: Literature review.
Aisyiyah Surakarta Journal of Nursing, 1(1), 10–15. https://doi.org/10.30787/
asjn.v1i1.648
1375
Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kendal Volume 13 No 4, Oktober 2023
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Kemenkes RI. (2018). Hasil utama RISKESDAS 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan. https://www.kemkes.go.id
Lanina, G., Carolin, B. T., & Hisni, D. (2020). Pengaruh kombinasi teknik kneading dan
relaksasi nafas dalam terhadap intensitas nyeri kala I persalinan di PMB Rabiah Abuhasan
Palembang. Jurnal Akademi Keperawatan Husada Karya Jaya, 6(2), 1–7.
https://doi.org/10.59374/jakhkj.v6i2.146
Muzaki, A., & Pritania, C. (2022). Penerapan pemberian terapi oksigen dan posisi semi fowler
dalam mengatasi masalah pola napas tidak efektif di IGD. Nursing Science Journal,
20(1), 105–123. https://doi.org/10.53510/nsj.v3i2.143
Nurjanah, D. A., & Yuniartika, W. (2020). Teknik relaksasi nafas dalam pada pasien gagal
ginjal: Kajian literatur. Seminar Nasional Keperawatan Universitas Muhammadiyah
Surakarta, 62–71. http://hdl.handle.net/11617/12351
Purnamasari, D., Musta’in, M., & Maksum. (2023). Gambaran pengelolaan hipervolemia pada
gagal jantung kongestif di rumah sakit. Jurnal Keperawatan Berbudaya Sehat, 1(1), 9–
15. https://jurnal.unw.ac.id/index.php/JKBS/article/view/2155
Sari, F. R., Inayati, A., & Dewi, N. R. (2023). Penerapan hand-held fan terhadap dyspnea pasien
gagal jantung di Ruang Jantung RSUD Jend. Ahmad Yani Kota Metro. Jurnal Cendikia
Muda, 3(3), 323–330. https://jurnal.akperdharmawacana.ac.id/
index.php/JWC/article/view/475
Suharto, D. N., Agusrianto, A., Manggasa, D. D., & Liputo, F. D. M. (2020). Posisi tidur dalam
meningkatkan kualitas tidur pasien congestive heart failure. Madago Nursing Journal,
1(2), 43–47. https://doi.org/10.33860/mnj.v1i2.263
Waladani, B., Putri, P. A. K., & Rusmanto. (2019). Analisis asuhan keperawatan pada pasien
congestive heart failure dengan penurunan curah jantung. The 10th University Research
Colloqium, 878–882. http://repository.urecol.org/index.php/proceeding/ article/view/736
WHO. (2021). Cardiovascular diseases (CVDs). World Health Organization.
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/cardiovascular-diseases-(cvds)
Yunita, A., Nurcahyati, S., & Utami, S. (2020). Gambaran tingkat pengetahuan pasien tentang
pencegahan komplikasi congestive heart failure (CHF). Jurnal Ners Indonesia, 11(1), 98–
107. https://doi.org/10.31258/jni.11.1.98-107
1376