Anda di halaman 1dari 68

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gejala-Gejala Kelainan Neurologis


1. Kejang
Kejang harus dipandang sebagai gejala penyakit, dan bukan diagnosis. Pada
setiap kejang harus diperhatikan jenisnya ( klonik atau tonik ), bagian tubuh
yang terkena ( fokal atau umum ), lamanya kejang berlangsung, frekuensinya,
selang atau interval antara serangan, keadaan saat kejang dan setelah kejang
(post-iktal ), apakah kejang disertai demam atau tidak, dan apakah anak telah
pernah kejang sebelumnya.1
Kejang grand mal ditandai oleh kejang umum tonik-klonik yang disertai
dengan hilangnya kesadaran. Pada kejang petit mal terjadi kehilangan kesadaran
5-15 detik, akibat kelainan lepas muatan listrik yang abnormal pada otak.
Kejang psikomotor ditandai oleh perubahan kesadaran serta aktivitas motorik
abnormal, sedangkan pada kejang autonomik terjadi kelainan viseral yang
bervariasi.1
2 Tremor
Tremor atau gemetaran ialah gerakan halus yang konstan. Tremor ada yang
timbul pada waktu istirahat akibat lesi di sistem ekstrapiramidal dan ada pula
yamg timbul pada waktu pegerakan akibat lesi di serebelum. Pada bayi tremor
dapat timbul bila tedapat hipoglikemia atau hipokalsemia. Tremor otot juga
dapat terjadi pada hipertiroidisme, hipotermia, hipertemia, atau degenarasi
medulla spinalis. Sering tremor dan twitching terlihat pada bayi tanpa sebab
yang jelas.1

3 Twitching
Twitching adalah gerakan sapsmodik yang berlangsung singkat, dapat
terlihat pada otot yang lelah, nyeri setempat, atau menyertai korea. Twitching
dapat merupakan manifestasi psikologis ( ansietas dan lain lain ) yang biasanya
bersifat periodik.1
4. Korea
Gerakan korea adalah gerakan involunter kasar, tanpa tujuan, cepat dan
tersentak-sentak, tidak teratur, tidak terkoordinasi, dan berhubungan dengan
tonus otot yang tinggi. Gerakan ini menghilang pada waktu tidur, dan
bertambah apabila pasien diminta melakukan gerakan volunter. Gerakan korea
dan atetosis sering kali terjadi bersama-sama, disebut gerakan korea atetosis.1
5. Paresis dan Paralisis
Paresis ialah kelumpuhan otot yang tidak sempurna

( inclompete

paralysis),sedang paralisis ialah kelumpuhan otot yang sempurna ( complete


paralysis ). Baik paresis dan paralisis dapat bersifat flaksid atau spastik. Pada
paresis/paralisis flaksid otot tidak dapat mempertahankan tonus pada posisi
yang normal. Flaksiditas pada umumnya menunjukan adanya lesi lower motor
neuron dan dapat ditemukan pada penyakit poliomilelitis, amiotonia,
kongenital, miastenia, atau kerusakan medula spinalis. Perlu diingat bahwa
paralisis tipe upper motor neuron akan menunjukn flaksidistas lebih dahulu
sebelum terjadi spastisitas. Karena itu bayi dengan kerusakan otak mungkin
tampak flaksid terlebih dahulu, dapat sampai 6 bulan, sebelum spastisitas
menjadi nyata. Flaksiditas biasanya disertai dengan berkurangnya refleks.1

Paresis/paralisis spastik ditandai tonus otot yang meningkat dengan


kontraksi yang berlangsung lama, disertai refleks yang meningkat serta refleks
patologis. Kelainan ini terjadi akibat lesi upper motor neuron.1
Kelumpuhan satu sisi tubuh dan anggota gerak yang dibatasi oleh garis
tengah di depan dan di belakang disebut sebagai hemiparesis atau hemiparalisis
(hemiplegia). Hemiplegia alternans ( paralisis menyilang ) yaitu kelumpuhan 1
saraf otak atau lebih ipsilateral disertai kelumpuhan lengan dan tungkai
kontralateral.1
Diplegia

menunjukan

kelumpuhan

pada

anggota

gerak

yang

berhubungan, biasanya kedua anggota gerak bawah, tetapi dapat pula kedua
anggota gerak atas. Paraplegia menunjukan kelumpuhan anggota gerak bawah.
Kelumpuhan keempat anggota gerak disebut sebagai tetraparesis atau
tetraparalisis ( tetraplegia ).1
2.2 Pemeriksaan Neurologis pada Anak
2.2.1 Pemeriksaan GCS3
Skala Coma Galsgow Anak (<4 tahun)3
Mata :
Spontan
Reaksi terhadap bicara
Reaksi terhadap nyeri
Tidak ada
Motorik :

Spontan/menurut perintah
Lokalisasi nyeri
Menarik karena nyeri
Fleksi abnormal karena nyeri (postur de kortikal)
Eksternal abnormal karena nyeri (postur de serbrasi)
Tidak ada

Lisan :

Terorientasi/ tersenyum
Mengikuti obyek

Menangis berhubungan
Interaksi tidak tepat
Menangis tidak konsisten
Tidak berhubungan
Interaktif Menyerang
Menangis tidak berhubungan
Interaktif
Tidak ada
Tidak ada3
Skala Coma Galsgow Anak (4-15 tahun)3
Mata :
Spontan
Karena suara
Karena nyeri
Tidak ada
Motorik :

Menurut perintah
Lokalisasi nyeri
Menarik karena nyeri
Fleksi abnormal karena nyeri (postur de kortikal)
Eksternal abnormal karena nyeri (postur de serbrasi)
Tidak ada

Lisan :
Terorientasi
Kacau/Bingung
Kata-kata tidak tepat
Suara tidak khas
Tidak ada3
2.2.2 Pemeriksaan Nervus Kranialis
1. Nervus Olfactorius (I)
Uji penciuman (sensasi bau) dilakukan pada anak yang sudah berumur lebih
dari 5-6 tahun, dengan jalan melakukan uji pada setiap lobang hidung secara
terpisah (salah satu lobang hidung tertutup), dengan mata tertutup. Bahan uji
yang paling baik ialah bahan yang menimbulkan bau yang tidak merangsang
dan yang sudah dikenal oleh pasien.4

Nervus ini merupakan akson tidak bermielin, 20 buah di tiap sisi, lalu
menembus area cribriformis dari tulang ethmoid, kemudian akan sinaps di
bulbus olfactorius.4
Jaras : nn olfactory bulbus olfactory tractus olfactory Striae Olfactory
Medial (SOM) & lateral (SOL) berakhir di area paraolfactory, gyrus
subcallosal, gyrus cingulate inferior (hemisfer bag medial). SOL berakhir di
uncus, gyrus hippocampal anterior, cortex piriformis, cortex enthorhinal,
nucleus amygdaloid proyeksi ke nucleus hypothalamus anterior, mammillary
bodies, tuber cinereum & nucleus habenular nucleus anterior thalamus,
nucleus interpeduncular, nucleus tegmental dorsal, striatum, gyrus cinguli.3
Merupakan saraf sensorik, dengan fungsi membau/penghidu.
Syaraf :
a. Jalan nafas bebas, atrofi (-), GCS 4-5-6
b. Bahan yang digunakan dikenal penderita, tidak iritatif
(mis : amoniak) dapat merangsang n.V, menimbulkan sekresi kelenjar
hidung buntu ggx pemeriksaan.
c. Bahan tidak menimbulkan sensasi isis (mis : mentol) bisa salah persepsi
d. Bahan : tembakau, kopi, vanili, teh, jeruk, sabun, tembakau
Cara : periksa masing-masing hidung terpisah, dengan mata tertutup.
Hidung yang tidak diperiksa, ditutup. Yang dicurigai abN, periksa dulu.
Anosmia : (1) Conductive (2) Sensorineural/neurogenic
Foster Kennedys syndrome : anosmia unilateral, optic atropy ipsilateral,
papilledema kontralateral, exophthalmos tumor orbitofrontal (mis :
meningioma olfactory).4

Gambar 1
Pemeriksaan N. Olfactori9
2. Nervus Opticus (II)
Uji saraf otak II terdiri dari uji ketajaman penglihatan, perimetri dan
pemeriksaan fundus (funduskopi).uji ketajaman penglihatan secara kasar dapat
dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan pasien mengikuti wajah
orang, responsnya terhadap mimic seseorang, serta kemampuannya untuk
mengambil mainan dan mengikuti benda yang bergerak. Uji perimetri dilakukan
oleh ahli mata.2
Jaras : impuls dari reseptor perifer, red, cone lapisan bipolar (inner)
lapisan sel ganglion nervus opticus (optic disk) clasma opticum [fiber
temporal opsilateral (45 %), fiber nasal contralateral (55 %)] tractus opticus
Corpus Geniculate Lateralis tractus geniculo calcarina (optic radiation)
cortex calcarina lobus occipitalis (primary visual cortex).2
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visual Aculty)
Menggunakan Snellen Eye chart (6 meter) untuk penglihatan jauh (distant
vision) & Rosenbaum pocked eye chart untuk penglihatan dekat (near
vision). Bila tidak bisa dengan Snellen, bisa digunakan jari-jari tangan (N =
1/60 m), lalu cahaya lampu (N = 1/~). Dengan cahaya lampu tidak bisa
buta total.4

Kelainan : blindness
b. Pemeriksaan Lapangan Pandang (Visual Field)
Paling sederhana : tes konfrontasi. Nilai N untuk penglihatan superior 60 o,
penglihatan inferior 75o, penglihatan temporal 100o, penglihatan nasal 60o.
Cara : Penderita duduk dalam posisi berhadapan dengan pemeriksaan pada
jarak 1 meter, masing-masing mata diperiksa bergantian. Mata yang tidak
diperiksa ditutup oleh tangan penderita. Saat pemeriksaan, mata penderita
difikasi dengan menyuruh melihat kea rah hidung pemeriksa, baru
pemeriksa memeriksa secara cermat masing-masing kuadran dengan
menggunakan ujung ballpoint yang berwarna dan sebagainya.4

Gambar 2
Pemeriksaan Gerak Bola Mata10
c. Pemeriksaan Warna
Menggunakan tes Ishihara atau benang wool berwarna
(Mis : px disuruh mengambil benang wool merah pada kumpulan benang
wool berwarna).
Kelainan : color blindness4
d. Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi memerlukan oftalmoskop yang baik, ruang
gelap serta kesabaran pemeriksa. Untuk mengalihkan perhatian

pasien

terhadap sinar, pasien diminta melihat gambar di dinding yang berlawanan


dengan pasien. Pemeriksaan sebaliknya dilakukan tanpa midriatikum untuk
melihat reaksi pupil. Kalau terpaksa (pupil pasien dalam keadaan miosis),
dapat dipergunakan midriatikum setelah reaksi pupil diperiksa lebih dahulu.
Mula mula dipergunakan sinar redup pada oftalmoskop sambil dijelaskan
kepada pasien megenai cara pemeriksaan. Setelah itu mulai dipergunakan
8

lensa +20 untuk memeriksa kornea dan lensa apakah ada ulserasi, opasitas,
dan katarak. Kemudian dipergunakan lensa 0 pada oftalmoskop untuk
memeriksa retina dan papila N. optikus. Fokuskanlah pada macula dan
perhatikanlah kelainan kelaina makulan dan sekitarnya. Perhatikanlah
ukuran, pulsasi, dan distribusi pembuluh darah retina, serta terdapatnya
deposit abnormal, pigmentasi abnormal dan adanya perdarahan.2
Diperiksa papila N.optikus mengenai ukurannya, warna, batas, dan
keadaan sekitarnya. Papilla normal berbentuk oval-elips, berwarna merah
muda. Daerah temporal lebih pucat daripada daerah nasal. Batasnya tegas,
tetapi daerah temporal lebih tegas dan kadang- kadang di daerah nasal
sedikit kabur. Pada papiledema batas papiul menjadi kabur, mula-mula di
daerah nasal dan superior, bila lanjut baru di daerah temporal. Papil menjadi
menonjol, hiperemik, dengan dilatasi vena yang berkelok-kelok disertai
dengan menghilangnya pulsasi vena, konstriksi arteri dan perdarahan.
Perdarahan yang terjadi mula-mula di sekitar papil, berbentuk linear atau
flame-shaped dan menyebar ke luar papil. Papilledema harus dibedakan
dengan kelainan kongenital yang menyerupai papilidema dengan batas
kabur, akan tetapi tidak disertai dengan dilatasi vena dan tidak hiperemik.
Papilledema juga harus dibedakan dengan neuiritis optika. Pada neuritis
optika terdapat banyak eksudat pada papil dan terdapat gangguan visus yang
jelas.2
Pada atrofi optic primer papil tampak pucat berbatas tegas, kapiler
berkurang dan ukuran pembuluh darah menjadi lebih kecil. Pada atrofi optic
sekunder akibat papilledema atau neurutis optika, bentuk papil hampir sama
dengan atrofi optic primer, tetapi tampak bekas- bekas kelainan semula,
misalnya batannya masiih kabur dan terdapat sisa-sisa eksudat.3
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan secara kasar adanya :

(1) Myopia, hipermetropia atau emetropia (2) kondisi retina (3) papil nerve
optikus.
Cara : Mata yang tidak diperiksa ditutup dengan tangan px, kemudian ia
diminta melihat jauh ke depan. Tangan kiri pemeriksa melakukan fiksasi
dahi, opthalmoskop dipegang dengan tangan kanan, kemudian dilakukan
penyinaran 15o dari nasal.
3. Nervus Oculomotorius, Troklearis & Abducens (III, IV & VI)
N. Oculomotorius : nucleus oculomotorius somatic motor (GSE) &
nucleus Edinger Westphal --- parasympathetic (GVE). Asal : mesencephalon,
sejajar colliculus superior2
Jaras GSE : nucleus ocullomotorius fossa interpeduncularis
berjalan antara arteri cerebri posterior & arteri cerebellaris superior sinus
cavernosus fissure orbitalis superior divisi superior n.lll (m.levator
palbera sup., m.rectus sup.) & divisi inferior (m.rectus medial, m.rectus inf.,
m.oblique inf., pupil)2
Jaras GVE : nucleus Edinger Westphal preganglion jalur idem atas
fissure orbitalis superior, sinaps di ganglion ciliaris postganglion
m.sphincter pupil & m.ciliaris.2
N.Troclear : nucleus troclear somatic motor (GSE). Asal :
mesencephalon, sejajar colliculus inferior
Jaras GSE : nucleus troclearis menuju velum medullary ant.
tectum keluar di dorsal mesencephalon memutar ke depan sinus
cavernosus fissure orbitalis superior m.oblique superior.
N.Abducens : nucleus abducens somatic motor (GSE). Asal : pons
Jaras GSE : nucleus abducens pontomedullary junction cicterna
prepontine sinus cavernosus fissure orbitalis superior m.rectus
lateralis.2
Macam-macam pemeriksaan :
Uji yang cukup sederhana dean mudah dilakukan ialah uji gerakan kedua
mata, uji akomodasi, dan refleks cahaya.
a. Pemeriksaan kedudukan bola mata saat diam

10

Dilihat apakah bola mata terletak di tengah, bergeser ke lateral dan


sebagainya.4
b. Pemeriksaan gerakan bola mata
Uji gerakan bola mata dilaksankan dengan cara menggerakkan mainan,
baterai atau pengukur lingkaran kepala yang digoyang-goyangkan ke
samping, atas, dan bawah di garis tengah, kemudian juga diagnonal. Perasat
ini dilakukan pada masing-masing mata dengan menutup mata yang lain.
Diperiksa masing-masing mata secara bergantian. Gerakan ke lateral untuk
m.rectus lateralis (n.VI), gerakan ke nasal inferior untuk m.obligus superior
(n.IV), gerakan ke medial untuk m.rectus medialis (n.III), gerakan ke nasal
superior untuk obligus inferior (n.III), gerakan laterali atas untuk m.rectus
superior (n.III) serta gerakan ke lateral bawah untuk m.rectus inferior (n.III).
c. Pemeriksaan celah mata (lid margin)
1. Reflex cahaya kornea (Kornea light reflex) Klo kita arahkan sinar ke
retina, ada bayangan putih-putih, di tengah, tidak akan tertutup lid
margin. Klo tertutup : ptosis
2. Lid margin secara N (2-3 mm) menutupi limbus kornea. Kita cek
langsung dengan membuka lid margin & lihat jaraknya. Klo limbus
terlihat : ptosis.4
d. Pemeriksaan pupil
I.
Bentuk, lebar & perbedaan lebar
Bilamana ada pupil anisokor, kita bisa membedakan anisokornya karena
Horners atau kelainan n.III (parasimpatis). Bila dikenai cahaya pada
pupil tersebut, pada Horners miosisnya bertambah, sedangkan bila
kondisi dibuat gelap pada kx n.III maka pupil yang berdilatasi makin
II.

lebar.4
Reflex cahaya langsung & konsensuil
Jaras : afferent n.II & efferent n. III sinar masuk, jaras ikut nervus
opticus tapi ebelum sinaps di corpus geniculatum lateral, serabut dari
pupil area pretectal midbrain (coliculus superior) nucleus

11

Edinger-Westphal ikut jaras n.oculomotorius ganglion ciliaris


sphincter pupil.2
Pada saat melakukan pemeriksaan reflex cahaya langsung, mata yang
tidak diperiksa harus ditutup. Mata yang diperiksa dilakukan penyinaran
dengan senter dari arah lateral ke medial.2
Reflex langsung pada mata yang disinari jaras yang ipsilateral
Reflex konsesuil pada mata yang lain jaras yang decussatio lewat
III.

commisura posterior2
Reflex akomodasi & konvergensi
Uji akomodasi dilakukan dengan meminta pasien melihat benda yang
digerakkan mendekat dan menjauh; perhatikanlah pupil pasien apakah
mengecil bila melihat dekat serta membesar bila melihat jauh. Uji
diplopia dilakukan dengan menanyakan kepada pasien apakah melihat
satu atau lebih mainan yang digerakkan di depan pasien ke atas kiri,
atas kanan, bawah kiri dan bawah kanan. 4
Paralisis saraf otak III akan menyebabkan mata yang terkena akan
deviasi ke arah lateral bawah, ptosis, strabismus, diplopia, dilatasi pupil,
serta hilangnya refleks cahaya dan akomodasi. Paralisis saraf otak IV
jarang terjadi; pada keadaan ini waktu melihat ke bawah terjadi sedikit
strabismus konvergens dan diplopia. Pasien tidak mampu melihat ke
arah bawah sehingga mengalami kesukaran waktu menuruni tangga.
Paralisis saraf otak VI paling sering terjadi, yang ditandai oleh
strabismus konvergens dan diplopia. 4
Px kita minta melihat jauh kea rah jari tangan pemeriksa, kemudian jari
pemeriksa mendadak didekatkan ke hidung px & px diminta mengikuti
gerakan jari pemeriksa. Kita lakukan pengamatan pada kedua mata
apakah saling mendekat ke medial (konvergensi positif) & kita lihat juga
apakah terjadi pengecilan pada pupil (miosis), menunjukkan reaksi

12

akomodasi positif. Reflex akomodasi meliputi jaras dari cortex visual di


lobus occipital ke pretectum.4

Gambar 3
Kelumpuhan N III Kiri10
4. Nervus Trigeminus (V)
Mempunyai 3 nucleus, yaitu :
i.
Nucleus motoric brachiomotor (SVE). Asal : pons
Jaras : nucleus bersama jaras n.V3 muscle of mastication
(m.masseter, m.temporalis., m.pterygoideus medial, m.pterygoideus
ii.
iii.

iv.

lateral)2
Nucleus principalis sensorik n.V somatic afferent (GSA). Asal : pons
Fx : discriminative touch
Nucleus mesencephalic n.V somatic afferent (GSA). Asal :
mesencephalon
Fx : proprioceptive impuls
Nucleus descenden tractus spinalis
Fx : nyeri & suhu. Jaras dari nucleus inilah yang memberi distribusi
segmental pada wajah.2

Jaras nervus trigeminus : Dari masing-masing nucleus ganglion semilunar


Gasseri bercabang menjadi 3 yaitu : (1) V1 ophthalmic (2) V2
maxillaries (3) V3 mandibularis

13

Jaras V1 : ganglion semilunar Gasseri sinus cavernosus fissura orbitalis


superior n.frontalis, n.lacrimalis & n.nasociliaris.
Jaras V2 : ganglion semilunar Gasseri sinus cavernosus foramen
rotundum fossa pterygopalatina (n.pterygopalatina) n.zygomatic &
n.superior alveolar n.anterior alveolar & n.middle alveolar menuju canalis
infraorbital n.anterior alveolar lewat foramen infraorbital n.infraorbital.
Jaras V3 : ganglion semilunar Gasseri foramen ovale cab anterior
(n.buccalis)
Cab posterior (n.lingualis, n.auriculotemporal, n.inferior alveolar).2
Pemeriksaan nervus Trigeminus
Pemeriksaan untuk kelainan saraf ini adalah uji perasaan (sensasi) dengan cara
mengusapkan kapas, menggoreskan jarum, atau benda-benda hangat atau dingin
di daerah wajah; uji lain ialah terhadap refleks kornea dan rahang. Uji refleks
kornea dilakukan dengan kain kasa atau kapas yang bersih yang disentuhkan
pada kornea pasien, bila saraf otak V intak maka mata akan berkedip.
Refleks rahang (jaw jerk) dilakukan dengan menyuruh pasien membuka mulut
sedikit, kemudian letakkan jari di tengah-tengah dagu pasien. Ketuklah jari
tersebut dengan jari tangan lainnya atau dengan pengetuk refleks, dalam
keadaan normal dagu akan terangkat. Lesi saraf otak V unilateral menyebabkan
rahang miring ke sisi paretic. Perlu diingat bahwa uji perasaan (sensasi) sulit
dilakukan pada anak; yang mudah dilakukan ialah uji refleks kornea.2
a. Sensorik (utama)
Ada 2 yaitu : (1) Distribusi perifer n V1, V2 & V3. (2) Distribusi segmental
(onion shape). Kelainan yang mengenai segmental bisaanya Siringobulbi &
terdapat disosiasi sensibilitas (nyeri, suhu & raba).2
b. Motorik

14

i.

Merapatkan gigi kita raba m.masseter & m.temporalis & bandingkan

ii.

kiri-kanan
Membuka mulut (m.pterygoideus externus) parese : rahang akan deviasi

iii.

ke sisi otot yang lesi (patokan : gigi seri)


Px menggerakkan rahang dari sisi ke sisi melawan tahanan parese n.V
satu sisi, px dapat menggerakkan rahang ke sisi yang parese tapi tidak bisa

iv.
v.

ke sisi sehat.
Menonjolkan rahang & menariknya deviasi ke sisi yang parese.
Menggigit tongue spatel kayu dengan gigi geraham
(m.masseter & m.temporalis) membandingkan kedalaman bekas gigitan

kiri/kanan.2
c. Reflex/sensorik GCS : 456
i.
Reflex masseter/jaw reflex/mandibular reflex
Pemeriksa meletakkan jempol/telunjuk di tengah dagu px memegang mulut
yang terbuka dengan rahang relax, lalu memukul jempol dengan hammer
respon : menutup rahang dengan cepat. Metode lain dengan memukul
dagu langsung atau dengan meletakkan tongue spatel di atas lidah/di bawah
incicivus, lalu memukul ujungnya.
Pada ox N : reflex minimal / tida ada
Afferent : sensorik n.V efferent : motoric n.V reflex
Center : pons
Jaw reflex + lesi tractus corticobulbar di atas nucleus motorik (ALS atau
ii.

pseudobulbar palsy)2
Reflex kornea
Tujuan : fungsi N.V1 (opthalmicus)
Cara : menyentuh cornea bagian atas baik secara langsung atau
menggunakan kapas/tissue. Rangsangan dilakukan dari samping atau
bawah, agar px tidak tahu. Dilakukan bukan pada sclera.
Respon normal : berkedip ipsilateral (langsung) & contralateral

iii.

(consensual)
Aferent : sensorik n.V1 efferent : n.VII (fascialis) reflex center : pons
Lesi unilateral n.V reflex langsung & consensual negative.
Lesi unilateral n.VII reflex langsung negative & consensual positive.2
Head retraction reflex

15

Mencondongkan kepala sedikit ke depan, kemudian melakukan pengetukan


pada bibir atas dibawah hidung. Jika reflex positif responnya dengan cepat

iv.

kepala secara involunter ke belakang.


Pada ox N : reflex negative
Afferent : n.V efferent : n.V reflex center : cervical atas spinal cord
Reflex + lesi bilateral supracervical traktus corticospinalis2
Nasal, sneeza or sternutatory reflex
Tujuan : fungsi n.V1 (n.nasociliaris), crosscheck hasil reflex kornea
Cara : menyentuh mukosa hidung dengan kapas, tissue
Respon : hidung berkerut, mata menutup, kadang bersin
Afferent : n.nasociliaris efferent : n.V, n.VII, n.IX, n.X reflex center :

brainstem2
5. Nervus Fascialis (VII)
Nucleus nervus fascialis meliputi :
i.
Nucleus fascialis Brachiomotor (SVE). Asal : pons
ii.
Nucleus tractus solitaries bagian rostal (nucleus gustatory) taste (SVA).
iii.

Asal : pons
Nucleus salivatory superior parasimphatic (GVE). Asal : pons
Jaras dari solitaries & salivatory ini bergabung nervus intermedius
Jaras : nucleus facilis motoric melingkari nucleus abducens keluar
lateral via ponto medullary junction bersama n.VIII & n.intermedius
(sensorik & autonomic) akan lewat cerebello pontine angle masuk meatus
auditory internal memisah dengan n.VIII ganglion geniculatum cabang
n.petrosus superficialis mayor (GVE untuk lacrimalis ikut cabang ini) canalis
facialis / fallopian aqueduct cabang n.stapedius cabang n.chorda
tymphani (GVE) untuk saliva & SVA : rasa ikut cabang ini foramen
stylomastoid (bawah kelenjar parotis) cabang untuk otot ekspresi wajah, otot
platysma.2
Pemeriksaan untuk saraf otak VII dilakukan dengan menyuruh pasien
tersenyum, meringis, bersiul, membuka dan menutup mata, serta uji refleks
kornea serta uji pengecap (sensasi pengecap). Bila terdapat paresis unilateral N.
VII, akan terlihat mulut pasien mencong ke sisi sehat, dan mata pada sisi lesi

16

tidak dapat menutup dengan rapat (lagoftalmos). uji pengecap

dilakukan

dengan cara meminta pasien menyebut bahan uji yang digunakan dengan mata
tertutup ( bahan yang dipakai berupa gula, garam, asam sitrat, dan kina).2
Pemeriksaan meliputi :
a. Motorik (face)
Diam : Bandingkan apa ada asimetri pada lipatan dahi, sudut mata, nasolabial
& sudut mulut
Bergerak :
i.
M. Frontalis : gerakan mengangkat alis
ii.
M. corrugators supersili : gerakan mengerutkan dahi
iii.
M. nasalis : gerakan melebarkan cuping hidung diikuti gerakan kompresi
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
ix.
x.

transversal hidung
M. orbicularis oculi : gerakan menutup mata
M. orbicularis oris : gerakan mendekatkan & menekankan kedua bibir
M. zygomaticus : gerakan tersenyum
M. bisorius : gerakan meringis
M. buccinators : gerakan meniup
M. mentalis : gerakan menarik ujung dagu ke atas
M. platysma : menarik bibir bawah & sudut mulut ke bawah, atau dengan
menurunkan / menaikkan rahang bawah disertai mengkerutkan kulit leher

mengejan
Lesi Facialis central paresis otot hanya di lower face, karena upper face
(bilateral inervasi ipsilateral & kontralateral)
Lesi Facialis perifer paresis otot wajah baik upper atau lower (lesi
ipsilateral) pada sisi yang lumpuh5
b. Sensorik daerah telinga luar
Bercampur dengan inervasi n.IX/X & auricularis magnus
c. Sensorik khusus
i.
Lakrimasi (Tear) Schirmers test
Tujuan : fx n.petrosus superficialis mayor (parasimpatis nucleus
salivatory sup).
Cara : Menggunakan lakmus warna merah ukuran 5 x 50 mm. Salah satu
ujung kertas dilipat & diselipkan pada conjunctival sac di cantus medial kiri
& kanan, kemudian dibiarkan selama 5 menit dengan mata terpejam. Pada

17

kondisi N : lakmus berubah menjadi biru, sepanjang 20-30 mm. jika


ii.

perembesan < 20 mm atau tidak ada sama sekali produksi air mata <<.4
Reflex stapedius (Hear) Stetoscope loundness balance test
Tujuan : fx n.stapedius
Cara : Memasangkan stetoskop pada telinga px, kemudian dilakukan
pengetukan lembut diafrgma stetoskop atau dengan menggetarkan garpu

iii.

tala 256 Hz di dekat stetoskop.


AbN : hiperakusis (suara lebih keras/nyeri)4
Pengecapan 2/3 anterior lidah (Taste)
Tujuan : fx n.chorda tymphani
Cara : Menggunakan cairan Bornstein 4% glukosa (manis), 1% asam
sitrat (asam), 2,5% sodium klorida (asin), 0,075% quini HCl (pahit). Px
diminta menjulurkan lidah, kemudian lidah dikeringkan dulu. Dengan
menggunakan lidi kapas/cotton applicator, bahan tersebut disentuhkan pada
2/3 depan lidah. Rasa manis pada ujung lidah, asin & asam pada pinggir
lidah, rasa pahit dibelakang lidah. Px menunjukkan kertas yang bertuliskan
manis, asam, asin, pahit tentang apa yang dirasakan. Tiap kali selesai
pemeriksaan, px berkumur dulu dengan air hangat kuku, lidah dikeringkan

i.

lagi, baru dilanjutkan pemeriksaan dengan bahan lain.4


6. Nervus Stato-Acusticus / Vestibulocochlearis (VIII)
Mempunyai 2 nucleus
Nucleus cochlear ventral & dorsal hearing (SSA). Asal : pontomedullary
junction
Jaras perifer : nuclei pontomedullary junction cerebellopontine angle
meatus auditory internal ganglion spiralis (Corti).
Jaras central :
(a) nucleus cochlear dorsal (High frek) striae acoustic dorsal peduncle
cerebellar inferior menyebrang ventral dekat nucleus olivary sup
lemniscus lateral kontralateral.2
(b) nucleus cochlear ventral (low frek) striae acoustic ventral & intermediate.
Striae acoustic intermediate peduncle cerebellar inferior menyebrang
ventral lemniscus lateral kontralateral. Jaras intermediate & dorsal ini

18

nucleus Colliculus inferior corpus geniculatum medial tractus


geniculotemporal (auditory radiation) gyrus transverse anterior lobus
temporalis/gyrus Heschl (Broadmans 41 & 42).2
(c) Striae acoustic ventral sebagian menyebrang & sinaps ke trapezoid body
kontralateral lemniscus lateral kontralateral, sebagian sinaps di trapezoid
body ipsilateral lemniscus lateral ipsilateral nucleus Colliculus inferior
Medial geniculate body tractus geniculotemporal (auditory radiation)
ii.

gyrus transverse anterior lobus temporalis/gyrus Heschl (Broamans 41 & 42).


Nucleus vestibular ada 4, yaitu : inferior (Rollers), lateral (deiters), medial
(Schwalbes) & superior (Bachterew) balance & equilibrium (SSA). Asal:
pontomedullary junction
Jaras perifer : hair cell (ampula, utricle, sacula) ganglion
Scarpas n.vestibular bergabung dengan n.cochlearis meatus auditory
internal cerebellopontine angle pontomedullary junction nuclei
vestibularis.2
Jaras central : Koneksi dari nucleus ke 4 area primer, yaitu :
a. Cerebellum
i.
Direct (primary) vestibulocerebellar tractus langsung tanpa sinaps di
ii.

nucleus nodulus ipsilateral, uvula & nucleus fastigial.


Indirect (secondary) vestibulocerebellar tractus dari nucleus sup, inf,
medial flocculus bilateral serta area yang sama dengan direct.
Jaras cerebellum nuclei vestibularis : fasciculus uncinate (hook bundle

of Russel)2
b. Spinal Cord
Nuclei lateral & medial turun ke bawah ipsilateral spinal cord
tractus vestibulospinal lateral & medial regulasi tonus otot & postur
dengan meningkatkan tonus otot extensor.2
Nuclei vestibular formation reticularis bertemu dorsal eferen n.vagus.
c. Oculomotor System
Nuclei superior & medial FLM koneksi dengan nucleus III, IV, VI, XI
& upper cervical nerve mengatur pergerakan mata, kepala & leher
sebagai respon stimulasi canalis semisirkularis.2
d. Cortex

19

Nuclei vestibular ascending nuclei ventrolateral & ventral posterior


thalamus cortex somatosensory persepsi posisi kepala & pergerakan.
Thalamus bagian posterior gyrus temporalis superior fx vestibule
ocular.
Saraf otak ini terdiri dari N. koklearis untuk pendengaran dan N. vestibularis
untuk keseimbangan. Uji ketajaman pendengaran dilakukan dengan
menutup satu telinga kemudian memperdengarkan suara detik arloji atau
suara bisikan di telinga yang diuji; ini dikerjakan bergantian pada kedua
telinga. Uji lainnya dilakukan oleh ahli THT, demikian pula uji
keseimbangan.4
Pemeriksaan untuk fungsi n.cochlearis / acusticus :
a. Tes batas atas bawah garpu tala
b. Tes suara bisik
c. Tes Rinne
Garpu tala (f = 512 Hz) dibunyikan, lalu ditempelkan pada processus
mastoid. Setelah px memberi tanda bahwa bunyi hilang, lalu secepatny
dipindah ke depan Meatus Acusticus Externa.
Rinne positif : AC > BC (ox N, tuli sensorineural)
Rinne negatif : BC > AC (tuli konduksi)
d. Tes Weber
Garpu tala dibunyikan, lalu diletakkan di midline kepala (dahi, vertex),
dibandingkan antara BC pada kedua telinga.
Normal : Suara sama di kedua telinga, lateralisasi
Konduksi : Lateralisasi ke telinga sakit
Sensorineural : Lateralisasi ke telinga sehat
e. Tes Schwabach
Membandingkan AC px dengan AC pemeriksa (asumsi telinga pemeriksa
sehat) pada satu telinga. Garpu tala dibunyikan, letakkan depan MAE px,
lalu setelah tidak terdengar pindahkan ke depan MAE pemeriksa. Bila
pemeriksa masih mendengar (tuli konduksi), bila tidak mendengar (N atau
tuli sensorineural). Lakukan sebaliknya.6
f. Audiometri
Pemeriksaan untuk fungsi n.vestibularis :
a. Reflex vestibulospinal

20

Past pointing : deviasi ekstremitas baik karena ggx cerebellum atau


vestibular.
i.
Finger to nose test, with close eye
Past pointing + (ada gangguan vestibular), deviasi kea rah lesi,
ii.

karena tiadanya koreksi visual.


Rombergs test
Membandingkan keseimbangan saat px berdiri dengan mata terbuka
& tertutup. Vestibulopaty (ggx proprioseptik), dengan mata tertutup

iii.

px akan jatuh ke sisi lesi.


Fukuda stepping tes
Px dengan mata ditutup, ditempatkan diam disatu posisi selama 1
menit. Pada ox normal, akan terus melangkah pada arah yang sama.
Pada vestibulopaty, slowly pivot kea rah lesi.6

b. Reflex vestibule-ocular
Secara normal, arah gerakan mata akan berlawanan dengan arah gerakan
kepala, namun mata tetap mempunyai visual fiksasi koneksi nuclei
vestibular & oculoomotor N.6
i.
Oculocephalic reflex (Dolls eye test) pada px koma
ii.
Head thrust px sadar
Dengan cepat kepala digerakkan, sementara mata px diminta
menatap hidung pemeriksa. Secara N, mata tetap bisa melihat target,
iii.

bila abN, gerak mata tertinggal dari kepala saccadic


Dynamic Visual Acuity
Membandingkan visus sebelum dan sesudah head movement.

iv.

Perbedaan lebih dari 3 baris Snellen chart ggx vestibular.


Caloric test pada px koma (Pada ox normal lihat nystagmus)
Rangsangan dingin dengan suhu 30 C, sedang hangat suhu 42 C.
respon terhadap suhu dingin timbul nystagmus (fase cepatnya) ke
sisi kontralateral rangsangan, bila dengan air hangat maka
nystagmus searah dengan rangsangan (COWS = Cold Opposite
Warm Same side). Bila secara bersamaan kedua telinga diberi

21

rangsangan dingin, akan timbul nystagmus kea rah bawah, sedang


bila diberi air hangat secara bersamaan timbul nystagmus ke atas.
NOTE : Rangsangan suhu dingin dengan air es hanya digunakan
untuk px koma. Bila (+), akan timbul gerakan mata ke sisi
rangsangan karena kornea tidak ada nystagmus, sedangkan bila
diberi air hangat, akan timbul gerakan mata ke sisi kontralateral
rangsangan.6
c. Nystagmus
Ada nystagmus spontan & nystagmus positional (Hallpike maneuver)6
7. Nervus Glosopharingeus Vagus (IX & X)
Nucleus n.glosopharingeus meliputi :
a. Nucleus Ambigus Brachiomotor (SVE). Asal : medulla
b. Nucleus salivatory inferior parasympathetic (GVE). Asal : pons
c. Nucleus tractus solitaries, caudal portio Visceral afferent (GVA). Asal :
medulla
Nucleus n.vagus meliputi :
a. Dorsal motor nucleus of vagus parasympathetic (GVE). Asal : medulla
b. Nucleus tractus solitaries, caudal portio GVA. Asal : medulla
Pemeriksaan kedua nervus tersebut meliputi :
i.
ii.

Inspeksi orofaring dalam keadaan istirahat


Dilihat keadaan uvula & arkus faring simetris atau tidak.
Inpeksi orofaring saat berfonasi
Dilihat kedudukan uvula & arkus faring simetris/tidak, saat px diminta
mengucapkan aaa.
Parese n.IX Vernet Rideau Phanomenon (gerakan seperti tirai karena
pada saat mengucapkan aaa, dinding faring yang sehat terangkat sedang

iii.

yang lumpuh tertinggal.


Reflex
1. Reflex muntah/batuk
Menekan dinding belakang faring (aferen : n.IX eferen : n.X)
2. Reflex oculo cardiac (Aschners ocular phenomenon)
Menekan bola mata, responnya bradicardia, tapi pelambatan tidak lebih
5-8/menit. Respon inconstant, unstandar, dipengaruhi emosi. Aferen :
n.V eferen : n.X
3. Reflex carotico-cardiac

22

Penekanan pada sinus caroticus/bifurkasi carotis. Pada ox normal, tidak


ada perubahan otonom. Pada px rentan (HT), bisa memperlambat heart
rate, turunnya tekanan darah, penurunan CO, vasodilatasi perifer. Bisa
sampai sinkop.
Aferen : n.IX eferen : n.X.6
Sensorik khusus : pengecapan 1/3 belakang lidah
Suara serak / parau murni n.X
Menelan
Detik jantung & bising usus

iv.
v.
vi.
vii.

Pemeriksaan saraf Glosopharingeus ditujukan untuk menilai kelainan-kelainan


yang timbul, berupa :
o
o
o
o
o

Hilangnya refleks muntah


Disfagia ringan
Hilangnya sensasi mengecap (dengan uji pengecapan)
Deviasi uvula ke sisi yang baik
Hilangnya konstriksi pada faring, tonsil, tenggorok bagian atas dan lidah

bagian belakang.
o Hilangnya kontriksi dinding posterior faring ketika mengeluarkan suara
ah
o Hipersalivasi
Gangguan saraf Vagus dapat berupa gangguan motorik, sensorik dan vegetatif.
Gangguan motorik berupa afonia (suara menghilang), disfonia (gangguan
suara), disfagia (kesukaran menelan, biasanya bila anak mimum muntah
kembali melalui hidung), spasme esofagus, dan paralisis palatum mole (refleks
muntah negatif). Gangguan sensorik berupa nyeri dan parestesia pada faring dan
laring, batuk, dan sesak napas. Gangguan vegetatif terdiri dari bradikardia,
takikardian dan dilatasi lambung.6
8. Nervus Acesorius (XI)
Nervus ini mengandung 2 bagian :
a. Ramus internus (craniai portion) SVE caudal nucleus ambiguous & dorsal
motor nucleus vagus foramen jugular bersatu dengan spinal portion.

23

b. Ramus eksternus (spinal portion) SVE SA nuclei di cornu anterior C2 s/d


C5 / C6 keluar lateral naik ke atas foramen magnum bersatu
dengan ramus internus foramen jugular.2
Pemeriksaan :
Kekuatan m.trapezius (px diminta mengangkat bahu & tangan pemeriksa
menahannya) & m. sternocleidomastoideus (px diminta memalingkan kepala
kearah kanan untuk memeriksa m.SCM kiri dengan tangan pemeriksa
menahannya, demikian sebaliknya).
Pemeriksaan untuk kelainan saraf aksesorius ini berupa uji kemampuan untuk
mengangkat bahu dan memutar kepala melawan tahanan. Pada gangguan saraf otak
ini pasien tidak dapat mengangkat bahu sisis yang terkena dan tidak mampu
memutar kepala ke arah sisi yang sehat. Perhatikan bahwa bahu yang terkena
berada dalam posisi lebih rendah daripada yang sehat, serta terdapat atrofi m.
sternokleidomastoideus.2

Gambar 4
Fungsi Muskulus Trapesius10
9. Nervus Hipoglossus (XII)
Nucleus : hipoglossus somatic eferen (GSE). Asal : medulla

24

Jaras : nucleus hipoglossus exit anterior antara pyramid & olive foramen
hipoglossus turun lewat leher angulus mandibula lidah (otot intrinsic &
ekstrinsik)
Percabangan :
i.
Meningeal filament from communicating branches with C1 & C2.
ii.
Descending m.omohyoid, join descending communication C2 & C3
iii.
iv.

ansa hypoglossi
Thyrohyoid m.thyrohioid
Muscular/lingual m.intrinsik & m.ekstrinsik lidah
Pemeriksaan :
a. Otot lidah diam
Bila ada parese kiri, lidah deviasi ke kanan (sisi sehat) pada lidah yang
parese, tonus menurun
b. Otot lidah bergerak
Px diminta menjulurkan lidah. Bila parese kiri, lidah deviasi ke kiri pada
lidah yang parese tidak ada kontraksi

Gambar 5
Pemeriksaan n XII10
Paresis central : tidak ada atrofi, fasikulasi. Bila paresis cortex kiri, akan terjadi
kelumpuhan pada n.XII sisi kanan, bila dijulurkan lidah deviasi ke kanan.
Paresis perifer : terjadi atrofi, fasikulasi.

25

Pemeriksaan untuk kelainan saraf ini ialah uji menilai kekuatan lidah dengan
menyuruh pasien menyorongkan ujung lidah ke tepi pipi kanan dan kiri melawan
tahanan jari tangan pemeriksa. Perhatikan deviasi lidah pada waktu dijulurkan; bila
terdapat paralisis lidah akan deviasi ke sisi lesi dan lidah juga tampak atrofik
disertai dengan tremor.4
2.2.3 Pemeriksaan Tanda Meningeal
1. Kaku Kuduk (Nuchal rigidity)
Px tidur telentang tanpa bantal (alas kepala harus disingkirkan), kepala
digerakkan ke samping kiri/kanan terlebih dulu, apakah ada tahanan. Bila
tahanan positif, mungkin terdapat proses di daeah cervical (mis : penyakit sendi
cervical, Parkinson), selanjutnya pemeriksaan kaku kuduk tidak dapat
dilakukan. Bila tahanan negative, fleksikan leher sampai menyentuh dagu.
Respon : nyeri. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperekstensi tulang
belakang; keadaan ini disebut opistotonus.
Disamping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk
juga terdapat pada tetanus, abses retrofarigeal, abses peritonsilar, ensefalitis
virus, keracunan timbal, dan artritis rheumatoid.1
2. Brudzinski I (Neck sign)
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang telentang,dan
tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak
terangakt, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif (jangan
dipaksa). Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut
Bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk, kita sekaligus melihat gerakan
flexi pada kedua kaki px.1

26

Gambar. 6
Pemeriksaan Kaku Kuduk dan Bruzinski I9
3. Brudzinski II (Reciprocal leg sign)
Px berbaring telentang. Tungkai yang akan dirangsang diflexikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diflexikan pada sendi panggul. Jika timbul
gerakan reflektorik berupa flexi tungkai kontralateral pada sendi lutut &
panggul tes positif.1
4. Brudzinski III (Cheek sign)
Penekanan pada kedua pipi tepat di bawah ossa zygomatikus, akan disusul
gerakan flexi reflektorik pada kedua siku & gerakan reflektorik sejenak dari
kedua lengan.1
5. Brudzinski IV (Symphysis sign)
Penekanan pada simphisis pubis akan disusul timbulnya gerakan flexi
reflektorik pada kedua tungkai pada sendi lutut & panggul.1
6. Kernigs sign
Pada posisi awal flexikan tungkai atas pada sudut 90 o terhadap badan &
flexikan tungkau bawah 90o terhadap tungkai atas, baru setelah posisi ini kita
ekstensikan (gerakan ke atas) tungkai bawah pada sendi lutut. Secara normal,
bisa dilakukan sampai 135o. Kernig positif kurang dari 135o, px mengeluh
nyeri atau ada tahanan atau terhadap flexi tungkai kontralateral. Pada px tidak
sadar, respon hanya berupa tahanan saja. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut
secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan.
Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi di bawah umur 6 bulan.1

27

Gambar.7
Pemeriksaan Kernig10
2.2.4 Pemeriksaan Motorik
Uji ini hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan
instruksi pemeriksa dan koperatif. Pada bayi dan anak yang tidak koperatif
hanya dapat dinilai kesan keseluruhan saja. Anak yang diperiksa dalam posisi
duduk dengan tungkai bawah tergantung. Ia diminta untuk menggerakkan
anggota badan yang diuji pemeriksa menahan anggota badan yang diuji dan
pemeriksa menahan gerakan-gerakannya (kekuatan kinetic), dan setelah itu
disuruh menahan anggota badan yang dites tetap ditempatnya dengan kekuatan
terhadap gerakan-gerakan yang dilakukan pemeriksa (kekutatan static).
Penilainan derajat kekuatan otot ini bermacam-macam. Ada yang menggunakan
nilai 100% sampai 0 %, ada yang menggunakan kode huruf:
o
o
o
o
o
o

N
G
F
P
T
O

:
:
:
:
:
:

normal
good
fair
poor
trace
zero

Ada pula yang menilai dengan angka 5 sampai 0:


o 5

: normal
o 4 :

dapat menggerakan sendi dengan aktif untuk menahan

berat dan melawan tekanan secara simultan

28

o 3 :

dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat,

tetapi tidak dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan


tekanan pemeriksa
o 2 :
dapat menggerakkan anggota gerak tetapi tidak kuat
menahan berat dan tidak dapat melawan tekanan pemeriksa
o 1 :
terlihat atau teraba getaran kontraksi otot, tetapi tidak
ada gerakan anggota gerak sama sekali
o 0 :
paralisis,tidak ada kontraksi otot sama sekali
Pemeriksa kekuatan otot biasanya dilakukan pada anggota gerak,
misalnya disuruh mengangkat bahu sambil ditekan pada bahu yang
sama, kemudian ditakan bahunya dan anak disuruh menahan. Cara lain
dapat pula anak diajak berjabat tangan dan disuruh pronasi dan supinasi
sambil ditahan. Demikian pula dengan anggota gerak yang lain. Pada uji
suatu kekuatan otot harus selalu dibandingkan dengan kekuatan otot
analognya yang kontralateral.1
Meliputi :
1. Observasi
Kita lakukan observasi penderita adalah kelemahan pada saat berjalan (missal
droop foot yakni gaya berjalannya steppage, gait dll), membuka kancing baju,
menaiki tempat tidur dan sebagainya, atau asimetri pada wajah, tubuh dan
ekstremitas.1
2. Palpasi otot (atropi otot/hipertropi, nyeri, kontraktur dan konsistensi)
Konsistensi otot normal adalah kenyal. Pada kelumpuhan tipe LMN
konsistensinya lembek dan kendor sedangkan tipe UMN konsistensinya kenyal
dan lebih tegang. Pada distropi tampak hipertrofi, relief otot menghilang dan
konsistensinya empuk.1
3. Perkusi (normal, miotonik, mioedema)
Normal tampak cekung 1-2 detik. Pada miotonik tampak cekung untuk
beberapa detik (bisaanya pada tenar dan lidah) karena kontraksi berlangsung

29

lama. Sedangkan pada mioedem terjadi penimbunan sejenak ini (dapat


dijumpai pada orang sehat, mixedeme atau gizi buruk).1
4. Tonus (hipotonia, hipertoni)
Pemeriksaan tonus otot dapat dilakukan pada otot manapun juga seperti leher,
tangan, dan sebagainya yang sering dilakukan pemeriksaan tonus biceps/triceps
untuk ekstremitas atas, dan tonus kuadriceps/hamstring untuk ekstremitas
bawah. Cara memeriksa yang terpenting, penderita harus relaks, untuk
mendapatkan kondisi tersebut, dapat dikerjakan dengan mengajak penderita
berbincang-bincang sambil dilakukan pemeriksaan tonus. Hasil pemeriksaan
tonus berupa : normal, hipotoni, dan hipertoni.1
Pada hipotoni
a. Saat palpasi
Kendor, anggota gerak dapat digoyang-goyangkan dengan mudah dan
tahanan otot tidak terasa. Pada tonus otot normal dapat dirasakan adanya
tahanan ringan. Penilaiannya dengan membandingkan kanan/kiri.
b. Secara aktif : otot yang hipotoni sukar mempertahankan sikap bebas.
c. Reflex tendon menurun atau absen
Dapat dijumpai pada :
a) Penyakit LMN : poliomyelitis anterior akuta, syringomieli, polyneuritis,
lesi saraf perifer, DMP
b) Kelainan serebellum
c) Chorea minor
d) Spinal shock dapat terjadi beberapa hari sampai dengan 3 minguu, hal
ini karena neuron medulla spinalis terlepas dari pengaruh neuron
supraspinal, sehingga tidak berdaya dalam melakukan fungsinya,
seolah-olah kacau dan tidak dapat berbuat apa-apa karena belum
terbisaa berdiri sendiri.1
Pada hipertoni dibedakan menjadi 2 :
-

Spastic phenomena pisau lipat (clask knife dan lead pipe)


Rigid (cogwell phenomen). Pada phenomena pisau lipat tahanan dirasakan
pada saat awal gerakan, sedangkan pada lead pipe terdapat tahanan yang

30

terus menerus sepanjang gerakan. Pada rigiditas terdapat tahanan yang


dapat dirasakan seperti roda gigi.
Spastik : manifestasi hilangnya pengaruh inhibisi terhadap motorneuron,
lebih sering terjadi pada otot ekstensor daripada flexor.
Tonus otot dapat meningkatkan fisiologis karena : ketegangan mental dan suhu
dingin. Otot badan mendapatkan inervasi kortikal secara bilateral, sehingga
peningkatan tonus tidak jelas.1
5. Kekuatan otot
Periksa masing-masing otot, yang sering dikerjakan untuk ekstremitas atas,
antara lain :
m.deltoid (C5, C6) inervasi oleh n.axillaris

Gambar. 8
Pemeriksaan m.deltoid11
m.biceps brakii (C5, C6) inervasi oleh n.muskulokutaneus

31

Gambar. 9
Pemeriksaan m. biceps brakii11
m.triseps (C6, C7, C8) inervasi oleh n.radialis

Gambar. 10
Pemeriksaan m. Trisep11
m.iliopsoas L2 L3 inervasi oleh n.femoralis

32

Gambar. 11
Pemeriksaan m. Iliopsoas11

m.kuadriceps femoris terdiri dari m.rectus femoris, m.vastus medialis dan


m.vastus lateralis (L2 L3 L4) inervasi oleh n. femoralis

Gambar. 12
Pemeriksaan m. Kuadrisep Femoris11

33

m.beseps femoris kaput brevis dan kaput longus (L4, L5, S1, S2) inervasi oleh
n.iskiadikus

Gambar. 13
Pemeriksaan m. Bisep Femoris11
m.gluteus maksimus L5 S1, inervasi oleh n.gluteus superior

Gambar. 14
Pemeriksaan m. Gluteus Maksimus11
m.tibialis anterior (L4 S5) inervasi oleh n.peroneus profundus

34

Gambar. 15
Pemeriksaan m. Tibialis anterior11
m.gastronecmius L5 S1 inervasi oleh n.tibialis posterior

Gambar. 16
Pemeriksaan m. Gastroknemeus11
Perhatikan
untuk

pemeriksaan

m.gastronecmius pasisi penderita lurus


dengan tungkai bawah pasisi lurus,
penderita diminta melakukan gerakan
plantar flexi seperti menginjak pegas
dengan tangan pemeriksa menahan
pada bagian plantar kaki penderita.
Bilamana pada posisi tersebut tungkai
bawah diflexikan pada sendi lutut maka
yang akan diperiksa bukan m.gastronecmius akan tetapi m.soleus (L5 S1),
inervasinya oleh n.tibialis posterior juga.
Disamping otot ekstremitas bawah dan atas juga dapat diperiksa kekuatan otot
tubuh, yang sering diperiksa adalah otot perut (Bevors sign + kelemahan
pada otot rectus abdominalis setinggi segmen thoracal IX)
Untuk penilaian kekuatan otot, sebagai berikut :
5 = dapat melawan tahanan kita
4 = dapat melawan tahanan ringan
3 = dapat melakukan gerakan melawan gaya gravitasi, tapi tidak dapat
melawan tahanan ringan
2 = dapat melakukan gerakan ke samping, tidak dapat melakukan gerakan
melawan gaya gravitasi

35

1 = bila hanya kontraksi saja (lebih jelas untuk memperlihatkn adanya


kontraksi, dengan memberikan rangsangan seperti cubitan pada otot
yang diperiksa)
0 = tidak ada gerakan sama sekali (plegi)2
6. Penilaian gerakan sekutu abnormal
Gerakan sekutu adalah gerakan involunter dan reflektorik yang selalu timbul,
pada setiap gerakan volunteer, dalam keadaan patologik, karena :
- Lesi pada traktus ekstrapiramidal : gerakan sekutu lenyap/hilang
- Lesi pada traktus pyramidal : gerakan sekutu justru timbul yang pada
-

orang sehat tidak ada


Lesi pada serebellum : gerakan sekutu tidak hilang sehingga gerakan

volunteer menjadi janggal


Berikut ini adalah pemeriksaan, gerakan sekutu abnormal (tes ini dapat
digunakan untuk mengetahui ada/tidaknya parese ringan)
a. Meremas tangan (gerakan sekutu pada jari-jari kontralateral yang bersifat
identik)
Bagian tangan penderita yang sehat disuruh meremas tangan pemeriksa,
maka akan tampak gerakan sekutu yaitu tangan penderita yang parese ikut
meremas.
b. Tanda ibu jari Wartenberg
Bila tidak ada parese UMN, maka ibu jari akan ikut menekuk apabila jarijari tangan lainnya melakukan penarikan sekuat-kuatnya. Bilamana ibu jari
itu tidak ikut menekuk, melainkan tinggal pasif lurus saja, maka tangan
yang bersangkutan harus dianggap sudah memperlihatkan tanda gangguan
di susunan pyramidal kontralateralnya.
c. Aduksi lengan (tanda sterling)
Pasien disuruh mengaduksikan lengan yang sehat melawan tahanan yang
dilakukan oleh pemeriksa. Tanda sterling berupa ikut beraduksinya lengan
yang paretic pada waktu pasien melakukan perintah tersebut diatas.
d. Aduksi kaki (tanda tungkai Ralmiste)
Tanda ini homolog dengan tanda sterling. Pasien diperiksa dalam posisi
berbaring dengan kedua tungkainya berabduksi. Kemudian pasien disuruh

36

mengaduksikan tungkai yang sehatnya melawan tahanan yang dilakukan


oleh pemeriksa. Tanda Raimiste positif kalau tungkai lainnya ikut beraduksi
pada waktu pasien melaksanakan perintah tersebut diatas.
e. Tanda mengepal, dibandingkan kedua tangan (tanda radialis Strumpell)
Lengan yang sehat dapat mengepal tanpa dorsoleksi di sendi .. lengan.
Tetapi dengan adanya lesi di susunan ektrapiramidal, tangan pada otot
kontralateral, dapat mengepal hanya dengan melakukan dorsoflexi secara
reflektorik. Tanda ini harus diungkapkan dengan pemeriksaan ke dua
tangan secara simultan dan banding, sehingga perbedaannya menonjol.

f. Tanda pronator Strumpell


Lengan yang sehat dapat melakukan flexi maksimal di sendi siku sehingga
tangan tiba di bahu dengan telapak tangan menghadap ke bahu tidak
dengan telapak tangannya tetapi dengan dorsum manusnya.
g. Dari posisi ke jongkok (respon flexi lengan)
Bila orang sehat melakukan gerakan untuk berjongkok maka kedua
tangannya bersikap lurus. Pasien dengan hemipoaresis UMN yang ringan
sekali akan memflexikan lengan yang paretiknya sewaktu ia melakukan
gerakan untuk berjongkok.
h. Dari posisi berdiri ke membungkuk (lengan ke depan atau kaki flexi)
Orang sehat yang disuruh membungkuk akan melaksanakan perintah itu
dengan gerakan sekutu pada lengan yang berupa flexi ringan di sendi.
Tetapi pasien dengan hemiparesis UMN ringan, melakukan gerakan yang
diperintahkan itu dengan melurukan lengan yang paretic atau memfleksikan
tungkai yang paretic atau memfleksikan tungkai yang paretic di sendi siku.
i. Dari posisi tidur sudah bangun (tanda flexi paha-badan babinski)
Orang sehat yang berbaring terlentang dengan kedua tangannya yang
ditempatkan diatas perutnya dapat mengangkat badannya untuk duduk
tanpa mengangkat tungkainya. Tetapi orang hemiparetik ringan melakukan
gerakan tersebut selalu dengan mengangkat tungkai yang paretic juga.

37

j. Dari posisi tidur kaki menggantung disuruh bangun (tanda ekstensi pahabadan)
Orang sehat yang duduk di tepi tempat tidur dengan kedua tungkainya
digantung, dapat merebahkan badannya di atas tempat tidur dengan ke dua
tungkainya tetap digantung. Tetapi irang hemiparetik UMN ringan dapat
melaksanakan gerakan tersebut hanya dengan mengangkat tungkai yang
2.2.5

paretiknya, sehingga tungkai yang paretic dan badan menjadi kurus.1


Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan ini sangat subyektif dan memerlukan kerjasama yang baik

dengan pasien, meliputi :


1. Eksteroseptif/protopatik (nyeri/suhu, raba halus/kasar)
Sebelum dilakukan pemeriksaan yang sebenarnya, ditunjukan lebih dahulu cara
akan dikerjakan kepada pasien.
Sepotong kain atau kapas disentuhkan pada kulit yang diperiksa dan anak
disuruh menjawab apakah terasa tersentuh.
Untuk nyeri : jarum bundle, cara memegangnya seperti memegang pensil.
Untuk panas digunakan dengan air dengan suhu 40-45oC, sedangkan dingin
dengan air dingin bersuhu 10-15oC. Untuk raba halus dengan ujung-ujung
bebas kapas. Reseptor untuk panas adalah Ruffini (berbentuk sisir), dingin
adalah Krause (berbentuk bunga mawar yang kucup), raba halus adalah
Merkel, raba kasar adalah Meisner. Cara memeriksa mulai dari daerah yang
mengalami gangguan sensibilitas ke daerah normal, dan sebaliknya, titik temu
keduanya merupakan batas kelainannya.4
Nyeri dan suhu
Reseptor nervus perifer sinaps di ganglion spinale akar dorsal (Dorsal
Root Ganglia) traktus dorsolateralis Lissauer naik 1-3 segmen MS
cornu posterior subtansia grisea MS sinaps di substansia gelatinosa
menyilang linea mediana ke columna lateralis subt. Alba MS traktus
spinothalamicus lateralis traktus thalamocorticalis VPL thalamus
cortex 3,2,1.2

38

Pemeriksaan ini dilakukan dengan mempergunakan jarum yang tajam dan


tumpul. Ditunjukan lebih dahulu caranya dengan mata pasien terbuka dan anak
diminta membedakan ujung jarum tajam dan tumpul. Setelah itu anak disuruh
menutup mata, kemudian uji dilakukan di kulit tangan, kaki, pipi, rahang, dan
anak kembali disiruh membedakan ujung jarum yang tajam dan tumpul.
2. Propioseptik
Uji dilakukan dengan garpu tala yang bergetar yang ditempelkan pada sendi
jari, ibu jari kaki,serta maleolus lateral dan medial. Pasien boleh membuka
mata, tetapi tidak boleh melihat, kemudian ditanyakan apakah terasa ada
getaran.
Untuk gerak dan posisi dapat dilakukan pemeriksaan pada jari-jari tangan
maupun kaki, dengan memegang sisi lateral jari pasien yang diperiksa,
kemudian digerakkan ke atas atau ke bawah. Yang penting adalah tangan kita
tidak menyentuh jari-jari pasien lainnya saat kita memegang jari pasien pada
sisi lateralnya. Sebelumnya pasien diberikan contoh dan saat diperiksa mata
pasien ditutup atau diberi penghalang untuk meyakinkan bahwa penderita tidak
melihat jari-jari yang diperiksa.
Untuk getar menggunakan garpu tala dengan frekuensi 125Hz, dengan
meletakkan garpu tala yang telah digetarkan pada anggota gerak penderita
(bisaanya pada malleolus medialis, bisa juga pada tempat-tempat lain).
Untuk pemeriksaan tekan, dilakukan dengan melakukan penekanan pada betis,
sternum dan lain-lain. Reseptor untuk propioseptik adalah pacini.4
Jaras : Badan sel pada ganglion spinale akar dorsal naik ipsilateral fasc.
Gracillis (ekstremitas inferior) & fasc. Cuneatus (ekstremitas superior)
sinaps di nucleus gracilis & nucleus cuneatus (med-obl posterior) menyilang
fasciculus arcuatus ke med-obl ventral lemnicus medialis trac
thalamocorticalis VPL thalamus cortex 3,2,1.2
3. Enteroseptik (nyeri rujukan/referred pain)

39

Cara memeriksanya : pada daerah yang terasa nyeri, dilakukan penekanan,


gerakan aktif, pasif dan gerakan isometric. Bilamana penderita tidak merasakan
nyeri ditempat yang dilakukan manipulasi tersebut, maka nyeri rujukan (+).2
4. Kombinasi
Diberikan beberapa benda missal kubus, segitiga, bola kemudian ditanyakan
kepada penderita bentuk benda yang ditanganinya.
Pada tangan penderita diminta untuk membandingkan berat, misalnya karet
dengan besi berat yang mana.
Dilakukan goresan pada tangan

penderita,

penderita

diminta

untuk

menyebutkan apa yang digoreskan misalnya angka 3, 7 dan sebagainya.


Apabila pasien tidak dapat mengenal angka tersebut bisa jadi mungkin angka
tersebut terlalu kecil atau goresan terlalu cepat, maka ulangilah tes tersebut
dengan menulis angka yang lebih besar dengan goresan yang tepat.2
Dilakukan penusukan pada 2 tempat pada saat yang sama dengan
menggunakan alat Gordon Holmes atau dengan menggunakan 2 jarum bundle.
Normalnya untuk stimulasi di lidah 1 mm, ujung jari tangan 2-7 mm, dorsum
manus 20-30 mm, telapak tangan 8-12, dada, lengan bawah, dan tungkai 40
mm, punggung, lengan atas dan paha 70-75 mm dan jari kaki 3-8 mm.2
Pada saat yang bersamaan, pada sisi tubuh yang sepadan, misalnya betis kiri
dan kanan kita berikan rangsangan dengan jarum bundle, kemudian kita
tanyakan pada pasien bagian mana yang dia rasakan. Kalau pasien hanya
merasakan satu sisi tubuh saja maka pada pasien tersebut sensory extinction
positif.2
Cara memeriksanya : kita tanyakan tangannya dan berapa, kakinya atau
telinganya ada berapa dan seterusnya, pada pasien dengan loss of body image
akan menjawab satu sisi saja, jadi dia akan menjawab ada satu saja bukan dua.
Karena pada pasien tersebut terdapat negiect/pengabaian, yaitu pengabaian
terhadap salah satu sisi tubuhnya, dia tidak merasa memiliki tubuh yang
diabaikan.2

40

2.2.6 Pemeriksaan Reflek Fisiologis


Reflex Monosinaps : (patella, biceps, Achilles) 2 neuron, 1 sinaps
Reseptor anulospiral muscle spindel serabut saraf sensorik badan sel
ganglion spinale neuron motoric alfa motor and plate pada otot rangka.3
Meliputi :
1. Reflex superficial (custaneus)
Refleks dinding abdomen diperiksa dengan cara menggores kulit abdomen
dengan 4 goresan yang membentuk segi empat dengan titik-titik sudut di
bawah xifoid, di atas simfisis, dan di kanan kiri umbilicus. Umbilikus akan
bergerak pada setiap goresan. Pada bayi kurang dari 1 tahun refleks ini belum
ada; pada anak dengan poliomyelitis atau anak dengan lesi sentral atau
piramidalb refleks ini negatif. Refleks kremaster di lakukan dengan menggores
kulit paha bagian dalam. Dalam keadan normal testis anak naik.Refleks
kremaster yang negatif terdapat pada lesi medulla spinalis misalnya
poliomyelitis. Pada bayi normal di bawah anak 6 bulan dan anak di atas 12
tahun refleksi ini dapat negative.3

Gambar. 17
Pemeriksaan Reflek Abdomen10
Sifat : polisinaptik, respon lebih lama daripada reflex tendon. True negative
lesi UMN, False negative : multipara, obesitas, post laparatomi.

41

Reflex dinding perut : goresan dinding perut dengan jarum bundle dari lateral
ke medial (kea rah umbilicus). Respon yang kita lihat yakni kontraksi rectus
abdominis gerak umbilicus kea rah rangsang.3
Afferent dan eferen sama : n.intercostalis T 5-7 (epigastrik)
n.
intercostalis T
7-9
(supraumbilical)
n.
intercostalis T
9-11
(umbilical)
n.intercostalis T 11L 1
(infraumbilical)
Reflex cremaster : goresan dengan jarum pada sisi medial paha dari atas ke
bawah atau dapat dilakukan pemijatan dengan tangan pada daerah tersebut.
Responnya positif bila terdapat kontraksi testis (elevasi/terangkatnya testis) sisi
ipsilateral. Negative hidrocel, orchitis3
Aferen : n.ilioinguinalis
Eferen : n.genitofemoralis
Reflex gluteal : goresan jarum daerah gluteus, respon : gerakan
reflektorik/kontraksi m.gluteus.
Aferen : n.lumbalis posterior (L4-S1)
Eferen : n.gluteus inferior
Reflex plantar : Menggores pada plantar kaki, respon : plantarflexi jempol &
jari kaki. Inervasi : n.tibialis (L4-S2)
Reflex anal Superficial / Anal Wink : menggores kulit atau membrane mukosa
perianal, respon : kontraksi sphincter externa.
Inervasi : n.hemorrhoidal inferior (S2-S5). Negative cauda equine & conus
medullaris syndrome.
Reflex Bulbocavernosus (BCR) : goresan pada glans penis/clitoris, respon:
kontraksi sphincter externa. Negative cauda equine, lower secral roots &
conus medullaris.6
2. Reflex Deep Tendon/Perlosteum
Refleks tendon dalam biasanya diperiksa pada tendon biseps, triseps, patella
dan Achilles. Pada repleks biseps terjadi fleksi sendi siku bila tendon biseps
diketuk; pada refleks triseps terjadi ekstensi sendi siku bila tendon triseps
diketuk. Refleks patella (knee jerk) diperiksa dengan mengetuk tendon patela;

42

normal akan terjadi ekstensi sendi lutut. Pada refleks tendon Achilles terjadi
fleksi plantar kaki apabila tendon Achilles diketuk. 6
Perlu ditekankan bahwa pemeriksaan harus dilakukan dengan pasien dalam
keadaan santai; lebih baik apabila dokter mengajak berbicara agar pasien tidak
menyadari pemeriksaan. Pada bayi dan anak kecil ketukan cukup dilakukan
dengan jari tangan, pemukul refleks hanya dipakai pada anak yang besar. Perlu
dibandingkan refleks kanan dan kiri. Refleks tendon dalam akan meninggi pada
lesi upper motor neuron, hipertiroidisme, hipokalsemia atau tumor batang otak.
Hiporefleksi terjadi pada lesi lower motor neuron, sindrom Down, malnutrisi,
atau beberapakelainanmetabolik.6
Pada penderita sadar GCS 4-5-6, suruh penderita dalam kondisi relaks.
Responnya :
0 kalau tidak ada gerakan sendi dan kontraksi
1+ kalau hanya terdapat kontraksi saja
2+ bila selain kontraksi juga ada gerakan sendi
3+ respon sama dengan +2 hanya lebih kuat kontraksinya dan ada perluasan
4+ sama dengan +3 ditambah dengan adanya klonus6
a. Reflex biceps

Gambar. 18
Pemeriksaan Reflek Bisep10
Posisikan lengan sehingga sendi siku membentuk sudut > 90 o, tempatkan 2
jari pemeriksa (jari 2 dan 3) pada tendo m.biceps sebagai alas untuk
mengetok dengan hammer reflex (karena tendo musculus biceps tidak
langsung melekat pada tulang).7
Kemudian ketok dengan gentle dibandingkan kiri-kanan.
Responsnya : gerakan fleksi lengan bawah pada sendi siku.
Afferent/eferen : n.musculocutaneus (C5-6).
b. Reflex triceps
43

Posisikan lengan seperti memeriksa BPR, sedikit pronasi, bedanya di sini


sudutnya 90o, ketoklah tendon m.triceps tanpa memakai alas tangan (karena
tendonnya langsung menempel pada tulang), dibandingkan kiri-kanan.
Responnya : gerakan ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
Aferen/eferen : n.radialis (C6,7,8)7

Gambar 19
Pemeriksaan Reflek Trisep10

c. Reflex periostoradialis
Posisikan lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi, kemudian dilakukan
ketokan pada procesus styloideus radii.
Responnya : flexi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi
m.brachioradialis.
Afferent/eferen : n.radialis (C5-6)7
44

d. Reflex perlostoulnaris
Posisikan lengan setengah fleksi dan antara pronasi-supinasi, dilakukan
ketukan pada periosteum processus styloideus ulnae. Responnya : pronasi
tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus.
Aferen/eferen : n.ulnaris (C8-T1).7
e. Reflex patella
Dilakukan pemeriksaan kedua patella secara

bersamaan,

dengan

memposisikan kedua lutut dengan tangan kiri pemeriksa atau dengan


mengganjal menggunakan bantal, sedangkan tangan kanan pemeriksa
melakukan pengetukan dengan hammer reflex. Responnya : eksternal
tungkai bawah karena kontraksi m.quadriceps femoris.
Aferen/eferen : n.femoralis (L2-3-4)7

Gambar. 20
Pemeriksaan Reflek Patella10
f. Reflex Achilles
Posisikan kaki penderita yang akan diperiksa di atas tulang kering
kontralateral, sambil melakukan dorsofleksi ringan pada jari-jari kaki
penderita yang ditahan dengan tangan kiri pemeriksa. Dilakukan ketukan

45

pada tendon Achilles. Responnya : plantarflexi kaki karena kontraksi


m.gastrocnemius.
Aferen/eferen : n.tibialis (L5-S1)1

Gambar. 21
Pemeriksaan Reflek Achilles10
g. Klonus lutut
Pegang os patella dan kita gerakkan kea rah proksimal, kemudian dilakukan
secara cepat, responnya berupa kontraksi reflektoris m.quadriceps femoris
selama stimulus berlangsung.1
h. Klonus kaki
Posisikan tungkai bawah flexi dan dalam kondisi relax tangan kiri
pemeriksa memegang pada fosa popliteal, kemudian kita lakukan gerakan
dorsofleksi secara mendadak dengan tangan kanan pemeriksa. Responnya :
kontraksi reflektoris otot betis selama stimulus berlangsung.
Bagaimana cara membedakan true clonus dengan pseudoclonus.
Pada true klonus dapat dihentikan dengan fleksi plantar kaki atau ibu jari
sedangkan pada pseudoklonus tidak dapat. Disamping itu, pada
2.2.7

pseudoklonus, klonus yang muncul sulit dipertahankan dan irregular.1


Pemeriksaan Reflek Patologis
Terdapat pelbagai perasat untuk memeriksa terdapatnya reflaks patologis, tetapi
hanya dikemukakan yang sering dilakukan pada bayi dan anak
Refleks Babinski dilakukan dengan menggores permukaan plantar kaki dengan
alat yang sedikit runcing. Bila positif akan terjadi reaksi berupa ekstensi ibu
jari kaki disertai dengan menyebarnya jari-jari kaki yang lain. Refleks ini
normal pada bayi sampai umur 18 bulan; bila masih terdapat pada umur 2
sampai 2,5 tahun, mungkin terdapat lesi pyramidal.7

46

Refleks Oppenheim dilakukan dengan menekan sisi medial pergelangan kaki;


reaksi yang terjadi adalah seperti pada refleks Babinski. Pada pemeriksaan
refleks Hoffmann dilakukan ketukan pada falang terakhir jari kedua; apabila
positif akan terjadi fleksi jari pertama dan ketiga. Tanda Hoffman juga
menunjukkan terjadinya lesi pyramidal (upper motor neuron), tetapi tanda ini
juga terdapat pada pasien tetani.7
Klonus pergelangan kaki diperiksa dengan cara melakukan dorsofleksi kaki
pasien dengan cepat dan kuat sementara sendi lutut diluruskan dengan tangan
lain pemeriksaan yang diletakkan pada fosa popliteal. Bila klonus positif terjadi
gerakan fleksi dan ekstensi kaki secara terus-menerus dan cepat. Klonus patela
adalah gerakan patella naik turun dengan cepat, timbul bila patella ditekan
kuat-kuat dan cepat, sementara tungkai dalam keadaan ekstensi dan lemas.
Klonus seringkali menyertai setiap keadaan dengan hiper-refleksi dan refleks
patologis.1
Pemeriksaan reflex patologis
1. Babinski
Penggoresan telapak kaki bagian lateral dari arah posterior ke anterior.
Responnya : ekstensi (dorsofleksi) ibu jari kaki dan pengembangan (fanning)
jari-jari kaki.1

Gambar 21
Pemeriksaan Babinski10

47

2. Chaddock
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateral dari
posterior ke anterior. Responnya seperti babinski.1

Gambar 23
Pemeriksaan Chaddock10
3. Oppenheim
Pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal. Responnya : seperti
babinsko.1

Gambar 24
Pemeriksaan Oppenheim10
4. Gordon
Penekanan pada betis secara keras, dengan posisi tungkai bawah difleksikan
pada sendi lutut. Responnya seperti babinski.1

48

Gambar 25
Pemeriksaan Gordon10
5. Scaeffer
Melakukan pemencetan pada tendon Achiles secara keras. Responnya : seperti
babinski.1

Gambar 26
Pemeriksaan Scaeffer10

6. Gonda

49

Penekanan flantarfleksi maksimal jari kaki ke empat. Responnya seperti


babinski.1

Gambar 27
Pemeriksaan Gonda10
7. Stransky
Penekukan ke lateral secara maksimal jari kaki ke 5. Responnya seperti
babinski.1
8. Rossolimo
Pengerutan pada telapak kaki bagian atas. Responnya : fleksi jari-jari kaki pada
sendi interphalangealnya.1
9. Mendel-Bechterew
Pengetukan dorsum pedis pada daerah os cuboideum (lurus dengan jari kaki ke
empat kea rah proksimal di depan talus).1

Gambar 28
Pemeriksaan Rossolimo dan Mendel-Bechtrew10
10. Hoffman
50

Goresan pada kuku jari tengah (jari III) pasien. Responnya fleksi ibu jari
tangan diikuti jari-jari lainnya.1
11. Tromner
Colekan pada kuku jari tengah (jari III) pasien. Responnya fleksi ibu jari
tangan diikuti jari-jari lainnya.1

Gambar 29
Pemeriksaan Hoffman dan Tromner10
12. Leri
Posisikan tangan pasien dengan sikap lengan diluruskan bagian volar/ventral
menghadap ke atas, kemudian dilakukan fleksi maksimal tangan pada
pergelangan tangan. Responnya normal kalau terjadi fleksi di sendi siku.1
13. Meyer
Fleksikan maksimal jari tengah pasien kea rah telapak tangan.
Responnya : normal kalau terjadi oposis1
Juga terdapat beberapa reflex primitive/regresi antara lain :
- Sucking reflex
Sentuhan pada bibir, responnya : gerakan bibir, lidah, rahang seolah-olah
-

menyusu.1
Snout reflex
Ketukan pada bibir atas, responnya : kontraksi otot-otot di sekitar bibir di

bawah hidung (menyungur)1


Grasp reflex
Penekanan/penempatan jari si pemeriksa pada telapak tangan pasien,

respon : tangan mengepal.1


Palmomental reflex
Goresan ujung pena/ibu jari tangan pemeriksa terhadap kulit telapak
tangan bagian thenar pasien, responnya kontraksi otot mentalis dan
orbicularis oris ipsilateral.1

2.2.8 Pemeriksaan Serebellum

51

Syarat : kesadaran harus baik, GCS 4568


Tidak ada parese, jika ada parese maka hasil pemeriksaan menjadi tidak valid.
Pemeriksaan serebellum, meliputi :
1. Pemeriksaan Koordinasi
Asinergia/disenergia : menyuruh pasien menggambar lingkaran, mengambil
gelas dari meja untuk diminum, penderita tidak mampu melakukannya. Semua
tes dilakukan untuk mengevaluasi asinergia/disinergia.
Diadokinesia : gerakan bolak-balik, bila tidak dapat melakukan disebut
disdiadokinesis.
Metria : kemampuan untuk mengukur ketepatan gerakan, kalau tidak dapat
melakukan disebut dismetria, sebagai contoh tes telunjuk hidung.8
Tes memelihara sikap
a. Rebound fenomen
b. Tes lengan lurus caranya ke dua lengan diluruskan setinggi bahu, kemudian
mata penderita dipejamkan, lengan yang satu diturunkan, selanjutnya
penderita disuruh mengembalikan lengan yang diturunkan oleh pemeriksa
ke posisi semula. Pada orang normal dapat melakukan gerakan tersebut
dengan baik, sedangkan pada penderita dengan kelainan serebellum tidak
dapat melakukannya. Untuk memelihara sikap orang sehat tersebut tidak
perlu bantuan mata, tapi pada lesi serebellum perlu bantuan mata.
Bicara : disatria dan scanning speech.8
2. Keseimbangan
- Sikap duduk : dilihat dari trunkal ataxia, yaitu tubuh bergoyang-goyang
-

yang akhirnya jatuh ke sisi lesi pada saat penderita dalam posisi duduk.
Sikap berdiri :
a. Wide base/broad base stance (berdiri dengan kaki melebar)
b. Modifikasi Romberg : jatuh ke sisi lesi
c. Dekomposisi sikap
Berdiri satu kaki
Dari duduk ke berdiri : pada orang normal dapat melakukan uruturutan gerakan dari duduk ke berdiri yaitu dengan membungkukkan
badannya baru berdiri, tapi pada penderita dengan kelainan cerebellum
langsung dari duduk ke berdiri sehingga mudah jatuh.

52

Membungkuk jauh ke depan : orang normal dapat melakukannya tanpa


-

jatuh, pada penderita dengan lesi cerebellum akan jatuh.3


Berjalan/giat (penderita tidak dapat melakukan gerakan dengan baik dan
jatuh ke sisi lesi) :
a. Tandem walking : berjalan lurus ke depan dengan satu kaki

ditempatkan didepan jari-jari kaki lainnya


b. Berjalan memutari kursi atau meja
c. Berjalan maju atau mundur
d. Lari ditempat3
3. Tonus
Pendular (dilakukan pengetukan patella dengan hammer reflex dengan tangan
kanan pada posisi lutut menggantung, sambil penderita melakukan jendrasik
maneuver pada kedua tangan, atau tangan penderita disuruh meremas kuat
tangan kiri pemeriksa, responnya berupa gerakan seperti bandul lonceng atau
pendular.4
4. Tremor
Terminal tremor yaitu timbul tremor justru saat akan mencapai atau mendekati
target. Misalnya menyuruh ujung jarinya didaratkan ke ujung hidungnya, pada
saat ujung jarinya mendekati ujung hidung timbul tremor.4
2.2.9 Tanda Tetani (Tanda Chvovsteck)
Terdapatnya tetani dapat diperiksa dengan melakukan ketukan di depan telinga,
daerah keluarnya N. fasialis, dengan jari atau pengetuk refleks. Uji disebut
positif apabila terdapat kontraksi sebagian atau seluruh otot yang dipersarafi
oleh N. fasialis ipsilateral. Dapat pula dibuat derajat positifnya; positif ringan
apabila ada getaran ringan sudut mulut atau bibir atas, positif sedang bila ada
gerakan cuping hidung dan seluruh sudut mulut, positif kuat (maksimal) apabila
ada kontraksi seluruh otot dahi, kelopak mada dan pipi.1
2.2.10 Tambahan
Beberapa hal yang juga perlu diketahui :
Pemeriksaan untuk menentukan tinggi lesi :
Motoric (terdapatnya kelemahan)
53

Sensorik
ANS / autonomy nervus system yaitu perspirasi, bladder and bowel
Reflex yang menurun
Sign atau tanda missal : bevors sign berarti tinggi lesi thorakal X (umbilicus)
caranya : penderita posisi berbaring, dengan kedua tangan ditempatkan
dibelakang kepala dan penderita disuruh bangkit seperti gerakan sit up. Kita
perhatikan umbilicus penderita, bila terangkat ke atas berarti Bevors sign (+),

bila di tengah berarti (-).


Nyeri tekan atau ketok, nyeri tarik sumbu, nyeri tekan sumbu
Radicular pain : Lhernittes sign
Syndrom-syndrom
Reflex meningkat : dinilai dari :
Perluasan
Intensitas
Reflex patologis (+)
Klonus
Larutan untuk perspirasi tdd :
Alcohol 300 cc
Yodium 5 gr
Oil rinii 30 cc
Bila tidak ada yodium penggantinya :
FeCl3 + Tanic acid berwarna coklat atau
Alcohol + cobal berwarna merah
Langkah melakukan tes perspirasi adalah
Persiapan selama setengah jam sebelum tes diberi 1 gr paracetamol +

minum banyak
Tubuh dibersihkan dulu dengan diseka air
Kemudian bersihkan dulu dengan alcohol
Diberikan larutan perspirasi tes
Tunggu kering
Taburi amylum
Pasang sungkup perspirasi tes (di dalamnya terdapat dop lampu 300 watt @
75 watt sebanyak 4 buah) selama jam. Perspirasi (+) berwarna ungu,
negative (-) berarti tidak ada keringat, warnanya tetap putih (amylum).
Cara membedakan sindrom horner central dan perifer sebagai berikut :
Horner sentracl (preganglioner yaitu dari thalamus sampai dengan ganglion
cervikalis superior) dilatasi pupil1

54

a. Diberi kokain 4% terjadi dilatasi pupil karena kokain menghambat reuptake


katekolamin endogen (pada horner central serabut post ganglionernya masih
utuh sehingga masih bisa memproduksi katekolamin dengan cara
mengeblok MAO (Monoamin oksidase) yaitu enzim yang merusak epinefrin
dan norepinefrin. Dapat juga diberikan hidroksi ampetamin (paredrin) maka
terjadi dilatasi pupil karena merangsang pelepasan norepinefrin dari
presinaps4
b. Diberi epedrin 1/1000, tidak terjadi dilatasi
Horner perifer (postganglioner) yaitu setelah ganglion cervicalis superior4
a. Dengan kokai 4% tidak terjadi dilatasi pupil
b. Dengan epedrin 1/1000 terjadi dilatasi pupil karena pada horner perifer
hubungan

dengan

serabut

sentralnya

terputus,

sehingga

terdapat

hipersensitivitas denervasi akibatnya dengan pemberian larutan serendah itu


sudah dapat membangkitkan midriasis. Sedangkan pada orang sehat, larutan
epedrin 1/1000 tidak bereaksi apa-apa pada pupil.4
Kebalikan syndrome horner adalah syndrome Claude Bernard yakni karena
lesi iritatif saraf simpatis bagian cervical dan kepala.
Cara membedakan winging scapula karena m.trapezlus dan m.seratus anterior,
yakni pada saat lengan diluruskan :
Bila karena m.trapezius (n.asesorius/n XI) scapula akan jatuh
Bila karena m.seratus anterior (n.thoracalis longus) scapula akan menjauh dari
garis tengah.
Cara membedakan drop hand, karena lesi UMN dan LMN yakni disuruh
-

memegang benda menggunakan tangan yang menjulai / drop hand :


Pada lesi UMN : dapat langsung memegang dengan mendorsoflexikan tangan

terlebih dahulu.
Pada lesi LMN : dapat memegang dengan mengangkat seluruh lengan
bawahnya terlebih dahulu.
Membedakan kelumpuhan organic dengan malingering dengan menggunakan
hover sign yaitu ; kedua tangan pemeriksa diletakkan pada masing-masing
kaki penderita dengan menahan pada bagian tumitnya, kemudian penderita

55

diminta untuk mengangkat kedua kakinya bersama-sama. Bila terdapat


tahanan pada tangan pemeriksa berarti Hoover sign (+) menunjukkan kelainan
organic, bila sama sekali tidak didapatkan tahanan berarti (-0 menunjukkan
psikogenik/malingering.4
Pemeriksaan untuk mengetahui adanya parese ringan sebagai berikut :
(gambar dapat dilihat pada buku priguna)
1. Tanda pronasi strumpell
2. Tes sikap tangan sembahyang
3. Tes lengan jatuh
4. Menggoyang-goyangkan lengan
5. Tes deviasi lengan
6. Posisi kaki miring samping
7. Tanda tungkai Barre
8. Tes lutut jatuh Wartenberg
9. Dan gerakan abnormal seperti yang disebut di atas pada bagian
pemeriksaan motorik4
Tanda Rosenbach : tremor halus pada kelopak mata yang tampak kalau kedua
mata di tutup sering terlihat pada hypertiroid dan histeri.
Flapping tremor/asteriksis/liver flap : dijumpai pada kegagalan hepar, ginjal,
insufisiensi pulmonal dan syndrome malapsorsi.
Beda beberapa jenis tremor sebagai berikut :
Tremor Parkinson : kasar 2-7 kali/detik
Tremor esensial dan tremor fisiologis : halus 8-12 kali/detik4
Tremor serebelar : kasar 3-5 detik di bagi 2 yaitu :
a. Tremor rubral karena lesi pada dermatorubral : dapat timbul saat istirahat tapi
paling jelas saat lengan/tangan memelihara suatu sikap tertentu.
b. Tremor serebelopetal & serebelum bersifat terminal yakni lebih jelas & hebat
pada akhir gerakan tangkas intensional.
Akatisia = kegelisahan motoric penderita menggoyang-goyangkan tungkai dan
kakinya terus menerus baik waktu duduk/berdiri sambil mulutnya melakukan
gerakan mengunyah terus menerus.4
Tardive kinesia : gerakan involunter akibat pengaruh obat mayor transquilizer
atau antihipertensi golongan alkaloid seperti reserpin, scrapes, serpasil, juga
pada orang tua lanjut tanpa obat. Gerakannya berupa gerakan mulut komatkamit, mengunyah-ngunyah, rahang bawah bergoyang bolak-balik ke samping

56

secara halus, bibir mengecap-kecap, berulang-ulang, kepala bergoyang-goyang

halus kian kemari dan terus menurun.4


Kontraksi otot ada 2 macam yakni :
Kontraksi isometric : otot tidak memendek selama kontraksi
Kontraksi isotonic : waktu otot memendek tekanan pada otot tetap konstan.
Untuk membedakan pupiltgerakan mulut komat-kamit, mengunyah-ngunyah,
rahang bawah bergoyang bolak-balik ke samping yang lebar dan reflex cahaya

negative karena blockade atropine dan kerusakan simpatis sebagai berikut :


Karena blockade atropine : tidak dapat menguncup jika ditetesi dengan

pilocarpin (acytilcolin esterase inhibitor).


Karena kerusakan simpatis (n III terputus), m.spincther pupil masih bisa
berkontraksi dengan penetesan pilocarpin sehingga miosis.4
Diplopia ringan dapat diketahui dengan cara :
1. Kaca madox
2. Menutup mata secara berselingan : penyimpangan ke dua mata sewaktu
mata ditutup diukur dengan kaca prisma, pada mata yang parese terdapat
penyimpangan yang lebih besar.4
Diplopia tidak selalu ikut manifestasi kelumpuhan otot ocular saja, segala
proses yang dapat merubah posisi bola mata sesisi atau kedua sisi dapat

menghasilkan diplopia, seperti :


Fraktur orbita
Hematoma bola mata
Subluxio lentis
Edema macular
Miastenia gravis
Oftalmoplegi tiroid
Polyneuritis kranialis
Multiple sclerosis
Kelumpuhan N III, IV, VI
Strabismus ada 2 tipe yaitu :
Paralitik
Non paralitik (tidak ada diplopia) karena satu otot lebih panjang dari yang lain,
disebabkan kelainan bawaan.
Kelemahan otot wajah ada 2 jenis :
1. Volunteer (lesi pada korteks piramidalis) gerakan volunteer tidak dapat
dilakukan, perubahan raut wajah waktu emosi justru masih bisa (tertawa
spontan, mengerutkan dahi saat marah).

57

2. Involunter (lesi pada korteks frontalis) : otot wajah kontralateral masih


dapat digerakkan secara bolunteer, tapi tidak ikut bergerak jika tertawa
atau merengut.4
Tanda Bell (Bells Phenomen)
Cara memeriksanya : penderita disuruh memejamkan mata, pada sisi yang
sakit kelopaj mata tak dapat menutupi bola mata dan dapat kita saksikan
berputarnya bola mata ke atas. Pada penderita bells palsy adanya gejala sisa
berupa sinkinesis (gerakan yang mengikuti gerakan otot kelompok lain)
menyebabkan sudut mulut sisi yang pernah lumpuh tampak lebih tinggi
kedudukannya dibandingkan pada sisi sehat.4
Perlu diperhatikan, pada ompong (tidak punya gigi), lipatan nasolabialnya
mendatar. Bila orang tersebut pernah menderita bells palsy unilateral, lipatan
nasolabialnya akan menjadi lebih nyata pada sisi yang sakit karena adanya
kontraksi otot fasialis, sedangkan pada sisi yang sehat justru mendatar.4
Beda tuli konduksi dan tuli persepsi :
Tuli konduksi
1. Tuli untuk menangkap bunyi

Tuli persepsi
Tuli nada tinggi seperti sisa,

nada rendah : seperti rumah,

susah,

mama,

salatiga, singkawang

malang,

bamboo,

bandung,

lawing,

sebagainya
2. Tes Swabach memendek
3. Tes Rinne negative
4. Tes Weber, lateralisasi

sapu,

Surabaya,

dan

ke

telinga yang tuli


5. Tinnitus bernada rendah

Memendek
Positif
Ke telinga yang baik
Bernada tinggi

Gangguan pendengaran tanpa gangguan vestibuler terutama gangguan


konduksi sedangkan gangguan pendengaran + gangguan vestibuler terutama
tuli persepsi.4

58

Bila ada mata menutup satu, maka kelopak mata kita buka pada bagian mata
-

yang menutup :
Bila mata tenggelam : terdapat kelainan n III
Bila mata tenggelam dan pupil miosis : horner syndrome
Bila mata tidak tenggelam : miastenia gravis (karena kelainannya pada ototnya
saja yaitu (pada mioneural junction))
Beda nistagmus perifer dan sentral

Periode laten
Lamanya
Vertigo
Lelah
fase
istirahat
Habituasi

Perifer
+
< 2 menit
+
+

Sentral
> 2 menit
-

terus

menerus
Pemeriksaan tulang belakang dilakukan pada penderita dalam posisi berdiri,
normalnya gerakan flexi ke depan adalah sekitar 40-60o, ekstensi 20-50o, flexi
ke samping 15-20o dan rotasi 3-18o. Untuk gerakan rotasi lebih baik diperiksa
dalam posisi duduk karena pinggul dan pelvis lebih stabil pada posisi duduk.
Evaluasi neurologis umum adalah bagian integral pemeriksaan fisis pediatric.
Bila dalam evaluasi umum terdapat atau dicurigai ada penyimpangan dari
keadaan normal, maka pemeriksaan neurologis perlu diulangi dan dicatat di
dalam bagian terpisah. 4
2.3 Pemeriksaan Neurologis pada Neonatus
Pemeriksaan neurologis pada neonatus seharusnya dilakukan pada semua bayi,
baik yang sehat maupun sakit. Pada bayi sehat dilakukan pemeriksaan
neurologis untuk menyakinkan orangtua, bahwa bayinya benar-benar tidak

59

menderita kelainan neurologis. Pada bayi sakit pemeriksaan neurologis untuk


menentukan diagnosis, pengobatan, dan prognosis.1
2.3.1 Inspeksi
Jangan memegang atau merangsang pasien, tetapi cukup diperhatiakan.
Perhatikan terdapatnya malformasi, trauma fisis, dan kejang. Pada bayi dengan
riwayat kejang harus diperhatikan lebih teliti dan lama. Pada keadaan normal
bayi cukup bulan lebih sering tidur, rata-rata pada hari pertama tidur selama 17
jam. Perhatikan pada waktu istirahat, pada neonatus normal dengan masa
kehamilan 32-40 minggu terlihat abduksi pada paha, dan fleksi pada sendi
anggota gerak (siku, panggul dan kaki), simetris kanan dan kiri. Pada bay lahir
sungsang kadang-kadang posisi bayi agak lain yakni tungkai tetap dalam posisi
lurus. Pada neonatus dengan masa kehamilan 25-30 minggu lengan dalam
keadaan fleksi, dan tungkai dalam fleksi atau ekstensi.
Pada neonatus dengan masa kehamilan 25 minggu atau lebih, apabila dalam
keadaan istirahat semua anggota geraknya berada dalam posisi ekstensi berarti
tidak normal. Sikap frog leg juga berarti pasien tidak normal; kedua tungkai
abduksi penuh sedemikian pula lengannya; fleksi pada siku dengan bagian
dorsal tangan menempel di alas tempat periksa, dan telapak tangan menghadap
ke atas di samping kepala.1
2.3.2 Pemeriksaan kepala
Ubun-ubun besar dan sutura diraba secara lembut. Tentukanlah ukurannya dan
ketegangannya. Diameter ubun-ubun besar normal adalah 2,1 cm 1,5 cm, dan
sutura tidak dapat dimasuki ujung jari. Sutura yang lebar, dengan ubun-ubun
besar tegang dan membonjol terdapat pada tekanan intrakranial meninggi
seperti pada hidrosefalus. Ubun-ubun besar yang tegang dan membonjol pada

60

bayi yang dalam keadaan tidur berarti tidak normal. Ubun-ubun besar tegang
tidak selalu abnormal, mungkin juga normal karena adanya edema, molding
yang berlebihan, perdarahan subgaleal atau bekas infus yang salah.1
Pasien dibangunkan dengan memegang dadanya dengan ibu jari dan telunjuk
sambil digoyang-goyang secara lembut. Pasien yang sadar akan bangun
membuka mata, mengerenyutkan muka, menangis, dan menggerakkan anggota
geraknya. Bayi dengan masa kehamilan 34 minggu atau lebih sekali bangun
tetap bangun selama pemeriksaan. Bayi dengan masa kehamilan 28-33 minggu
hanya bangun sebentar kemudian tidur lagi, dan bayi dengan masa kehamilan
25-27 minggu lebih sukar lagi membangunkannya. Bila bayi tidak dapat
dibangunkan, dan tidak ada kerutan muka dan gerakan ekstremitas berarti
abnormal yakni kesadaran menurun. Tingkat kesadaran terdiri atas sadar,
apatik / letargi, somnolen, sopor dan koma.1
Ada keadaan yang disebut jitteriness/tremulousness, yakni gerakan gemetaran
pada anggota gerak dan rahang; keadaan ini dapat dibedakan dengan kejang
dengan monitoring EEG atau dengan kriteria klinis berupa tidak adanya gerakan
bola mata, tidak ada perubahan pernapasan, timbulnya dapat diprovokasi, dan
gerakan berhenti bila anggota gerak difleksikan secara pasif.1
2.3.3 Pemeriksaan saraf otak
Pemeriksaan saraf otak pada neonatus agak berbeda dengan pada anak. Tidak
usah urut mulai saraf otak I dan seterusnya, akan tetapi mana yang lebih dahulu
dapat diperiksa dilakukan lebih dahulu. Pada waktu pasien bangun,
mengerenyutkan muka dan mengangis perhatikan mata dan sudut mulutnya
untuk memeriksa saraf otak VII (saraf fasialis). Pada paresis saraf fasialis akan
terlihat mulut mencong ke sisi sehat, mata tidak dapat menutup dan lipatan

61

nasolabialis hilang pada sisi yang paresis. Pada waktu menangis dan membuka
mulut perhatikan lidah dan langit-langit untuk memeriksa saraf XII dan IX.
Pada lidah perhatikan ukurannya dan gerakan simetris atau asimetris, apakah
ada fasikulasi (saraf XII). Pada langit-langit perhatikan gerakan arkus farings
dan uvula. Pada paresis saraf IX akan terlihat arkus sisi paresis tertinggal.
Pada pasien yang sudah bangun harus diusahakan agar tetap bangun selama
pemeriksaan saraf otak dengan jalam memberikan kesempatak kepada pasien
untuk mengisap. Refleks rooting diperiksa dengan menyentuhkan ujung jari di
sudut mulut pasien, maka pasien akan menengok ke arah rangsangan dan
berusaha memasukkan ujung jari tersebut kemulutnya, kalau ujung jari
dimasukkan ke dalam mulutnya 3 cm akan diisap, dan disebut sucking reflex
(refleks) isap. Pemeriksaan refleks rooting dan refleks isap dilakukan untuk
menentukan kelainan saraf V, VII dan XII. Reaksi refleks rooting sempurna
terjadi pada bayi dengan umur kehamilan 332 minggu atau lebih, pada umur
kehamilan 28 minggu reaksinya lambat dan tidak sempurna. Pemeriksaan
refleks rooting reaksinya tidak selalu konstan, kalau hanya diperiksa sekali pada
hari pertama hasilnya negatif belum tentu abnormal.1
Pemeriksaan refleks menelan dilakukan untuk memeriksa saraf IX dan X. Pada
waktu mengisap mata pasien biasanya terbuka secara spontan, dan pada saat
inilah kesempatan untuk memeriksa pergerakkan bola mata untuk menilai saraf
III, IV, dan VI. Dolls eye maneuver dilakukan dengan memutar kepala pasien
ke kiri dan kanan untuk menilai gerakan bola mata ke lateral. Pada waktu kepala
diputar kesatu sisi maka akan terjadi deviasi mata ke kontralateral. Dolls eye
maneuver juga dapat digunakan untuk memeriksa saraf VIII bagian vestibular.
Pemeriksaan saraf VIII bagian pendengaran sukar dilakukan secara obyektif,

62

akan tetapi bila bayi yang mendengar suara keras menjadi kaget atau berkedip
atau menghentikan kegiatan motornya agaknya pendenganrannya baik. Untuk
pemeriksaan pendengaran lebih teliti dilakukan elektrofisiologi (brain stem
auditory evoked responses).1
Refleks pupil sebenarnya sudah ada pada neonatus tetapi sukar dinilai, karena
kalau ada cahaya neonatus segera akan menutup mata dan sukat dibuka lagi.
Pada waktu mata terbuka segera perhatikan apakah pupilnya isokor atau
anisokor. Penciuman (saraf I) pada neonatus sukar diperiksa secara obyektif,
tetapi menurut beberapa ahli sebenarnya penciuman sudah ada, hal ini terbukti
apabila tercium bau yang menyenangkan akan menghentikan aktivitasnya.
Penglihatan (saraf II) sukar untuk diperiksa secara obyektif, namun penglihatan
sebenarnya sudah ada, yang dapat diperiksa dengan cahaya atau benda berwarna
merah yang digerak-gerakkan didepannya. Pada waktu ada cahaya bayi akan
berkedip atau menutup mata. Test penciuman dan pengecap kurang berguna
sedangkan pemeriksaan saraf XI sukar dilakukan pada neonatus.1
2.3.4

Pemeriksaan Motor
Pemeriksaan motor yang penting ialah pemeriksaan tonus. Yang dimaksud
dengan tonus adalah tahanan otot terhadap regangan. Ada 2 macan tonus, yaitu
tonus fasik dan tonus postural.1

2.3.5

Tonus Fasik
Tonus fasik diperiksa dengan menguji tahanan anggota gerak untuk bergerak
dan aktivitas refleks tendon. Pada neonatus predominan dalam posisi fleksi, dan
kalau dicoba diluruskan tahanannya minimal, mudah diluruskan dan kemudian
akan fleksi kembali kembali, namun kadang-kadang tetap dalam posisi ekstensi.
Pada pasien dengan permulaan spastisitas anggota gerak sukar diluruskan

63

(tahanannya berat), dan bila dilepaskan segera kembali fleksi. Refleks tendon
yang selalu ada pada neonatus adalah refleks patela. Untuk memeriksa refleks
patela kepala pasien diletakkan dengan muka di garis tengah, lutut dalam posisi
semifleksi, kemudian tendon diketuk dengan telunjuk atau jari tengah, dan akan
terjadi ekstensi tangkai bawah. Refleks hammer tidak meninggikan hasil, namun
sering menggoyang seluruh kaki, sehingga mengacaukan kontraksi refleks.
Refleks biseps dan Achilles kurang berarti. Klonus pergelangan kaki dapat
dipicu dengan cara: panggul dan lutut bayi dalam keadaan fleksi, kemudian
dilakukan dorsofleksi pada kaki secara tiba-tiba sambil tungkai diluruskan
perlahan-lahan.1
2.3.6 Tonus Postural
Tonus postural adalah tahanan terhadap tarikan gaya berat. Terdapat 3 macam
pemeriksaan tonus postural, yaitu reaksi tarikan, suspensi vertikal dan
horizontal. Reaksi tarikan paling sensitif dan paling berguna oleh karena dapat
dilakukan walaupun pasien dengan endotracheal tube. Caranya dengan
meletakkan telunjuk di telapak tangan pasien, maka telunjuk akan dipegang
oleh pasien dengan adanya refleks memegang (grasp reflex), akan tetapi agar
lebih kuat pegangannya tangan pemeriksa juga memegang tangan pasien,
kemudian ditarik perlahan-lahan kearah duduk, pada bayi normal kepala segera
mengikuti dan hanya tertinggal sedikit.1
Pada waktu dalam posisi duduk kepala dapat tetap tegak sejenak, kemudian
jatuh kedepan. pada waktu ditarik bayi juga menarik, sehingga posisi bayi selalu
fleksi disiku, lutut, dan pergelangan kaki. Apabila kepala tertinggal jauh, lengan
ekstensi selama tarikan berarti tidak normal. Pemeriksaan ini tidak perlu
dilakukan pada bayi dengan umur kehamilan kurang dari 33 minggu. suspensi

64

vertikal ini dilakukan dengan cara meletakkan kedua tangan pemeriksaaan di


ketiak pasien tanpa meraba torak, kemudian bayi diangkat keatas lurus. Pada
waktu diangkat kepala pasien tetap tegak sebentar, dan tungkai tetap pada posisi
fleksi pada sendi-sendi lutut, panggul, dan pergelangan kaki.1
Suspensi horizontal dilakukan dengan memegang toraks pasien dan kemudian
mengangkat horizontal. Suspensi vertikal juga dapat digunakan untuk
memeriksa deviasi mata ke lateral dengan cara memegang pasien berhadapan
dengan tangan pemeriksaan diluruskan ke depan, Kemudian pemeriksa
memutar, maka mata pasien melirik ke sisi berlawanan. Pada bayi normal
kepala diangkat bergantian dengan fleksi anggota gerak untuk menahan gaya
berat. Pada bayi abnormal kepala, badan, dan anggota gerak menggantung
lemas.1
2.3.7

Pemeriksaan Refleks Neonatal Primer


Refleks Moro
Ini adalah suatu reaksi kejutan dengan menimbulkan perasaan jatuh pada bayi.
Bayi dalam posisi telentang, kemudian kepalanya dibiarkan jatuh dengan cepat
beberapa sentimeter dengan hati-hati ke tangan pemeriksa. Reaksinya bayi akan
kaget, lengan direntangkan dalam posisi abduksi eksentensi, dan tangan terbuka
disusul dengan gerakan lengan adduksi dan fleksi. Pada bayi prematur, setelah
ia merentangkan lengan tidak selalu diikuti oleh gerakan fleksi. Gerakan
tungkai bukan merupakan bagian yang khas untuk refleks Moro. kalau tidak ada
reakasi merentangkan lengan sama sekali berarti abnormal, demikian pula kalau
rentangan lengan asimetri.1
Refleks tonic neck

65

Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala digaris tengah dan anggota gerak
dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditengokkan ke kanan, maka akan terjadi
ekstensi pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi pada anggota gerak
sebelah kiri. yang selalu terjadi adalah ekstensi lengan, sedangkan tungkai tidak
selalu ekstensi, dan fleksi anggota gerak kontralateral juga tidak selalu terjadi.
setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke kiri,Tonus ekstensor meniingi
meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor anggota gerak
kontralateral meninggi.1
Refleks withdrawal
Pemeriksaan dilakukan dengan jarum untuk merangsang telapak kaki, maka
akan terjadi fleksi pada tungkai yang dirangsang dan terjadi ekstensi pada
tungkai kontralateral, tetapi ekstensi tungkai kontralateral ini tidak selalu ada.
Refleks plantar grasp
Refleks ini dilakukan dengan meletakkan sesuatu (misalnya jari pemeriksaan)
pada telapak kaki pasien, maka akan terjadi fleksi jari-jari kaki.
Refleks palmar grasp
Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan sesuatu pada telapak tangan pasien,
maka akan terjadi fleksi jari-jari tangan.1
2.3.8 Pemeriksaan Oftalmoskopi
Pemeriksaan oftalmoskopi dilakukan secara indirek dengan obat midriatikum
atau secara direk tanpa obat. Pemeriksaan direk lebih baik dilakukan pada
waktu pasien sedang menyusu, oleh karena biasanya mata bayi terbuka. Bayi
jangan disentuh, langsung lakukan pemeriksaan oftalmoskopi. Kalau mata kiri
yang bebas dan terbuka, lakukan pemeriksaan pada mata kiri, kemudian pasien
diputar agar mata kanan bebas diperiksa dengan mata kanan. Perhatikanlah

66

terdapatnya pendarahan atau korioretinitis. Pendarahan retina biasanya


berhubungan dengan pendarahan otak, sedangkan korioretinitis berhubungan
dengan infeksi intrauterin. Keadaan retina lebih jelas terlihat bila dilakukan
pemeriksaan dengan oftalmoskopi indirek.1
2.3.9 Pemeriksaan sensibilitas
Pemeriksaan sensibilitas jarang merupakan bagian pemeriksaan neurologis pada
neonatus. Namun demikian pemeriksaan refleks withdrawal, refleks rooting,
refleks sentuhan dan rangsang sakit yang menyebabkan bayi menangis dapat
pula dipakai sebagai cara untuk uji sensibilitas.1
2.3.10 Pengukuran lingkar kepala
Kepala pasien harus diam selama diukur. Pita pengukur ditempatkan melingkar
dikepala pasien melalui bagian yang paling menonjol dibagian kepala belakang
(protuberansia oksipitalis) dan dahi (glabela). Pita pengukur harus cukup
kencang mengikat kepala. Alat yang dipakai sebaiknya pita pengukur yang
terbuat dari metal yang fleksibel; pita yang terbuat dari kain cenderung akan
memanjang bila telah lama dipakai.1
2.4 Diagnosis Topis
2.4.1 Serebrum
Dua belahan (hemisfer) otak, kiri dan kanan, dihubungkan oleh sekumpulan
serabut saraf yang besar (korpus kalosum).
Kortek Serebri pada permukaan otak terdapat beberapa fisura dan sulkus
yang memisahkan lobus-lobus frontalis, parientalis, temporalis, dan oksipitalis.
Lesi pada korteks serebri dapat menimbulkan sindroma kortkal. Lesi destruktif
(paralitik) mengakibatkan defisit neurologik, sedang lesi iritatif mengakibatkan
fenomena positif.

67

Subkorteks merupakan substansia alba di bagian tengah hemisfer serebri


(disebut : sentrum semiovale) berisi serabut-serabut transversal (komisural),
proyeksi dan asosiasi.
Ganglia basalis adalah masa yang terdiri dari sekumpulan inti-inti di
substantia abu-abu pada bagian dalam hemisfer otak. Terdiri dari: nukleus
kaudatus, putamen, globus palidus dan area abu-abu lain di dasar otak. Aspek
klinis lesi pada globus palidus dan substantia nigra mengakibatkan sindroma
hipokinesia-hipertonia. Sedangkan lesi pada putamen dan nukleus kaudatus
mengakibatkan sindroma hiperkinesia-hipotonia (khorea, atenosis).
Kapsula interna adalah sekumpulan serabut-serabut saraf bermyelin
yang memisahkan nukleus lentiformis dengan nukleus kaudatus dan
talamus. Pada potongan horisontal, kapsula interna berbentuk seperti huruf
V, dengan genu menghadap ke medial.
Talamus merupakan masa abu-abu berbentuk oval yang terdapat pada
tiap-tiap hemisfer otak dan masing-masing memiliki 5 kelompok inti, yaitu
kelompok inti anterior, median (midline), medial, lateral, dan posterior.
Aspek klinis lesi pada talamus ditandai adanya hemianastesi (kontralateral).
Dapat pula terjadi hiperpatia (sensasi tidak menyenangkan yang terajdi
spontan atau saat disentuh). Pada sisi tubuh yang terganggu (misalnya pada
fase enyembuhan infark talamus).
Hipotalamus berada dibawah dan didepan talamus, merupakan lantai
dan dinding bawah ventrikel III. Beratnya 0,3% dari berat otak. Aspek klinis
lesi pada hipotalamus, sebagai pusat susunan saraf otonom, dapat
mengakibatkan kelainan metabolisme dan endoktrin, di sampibg gangguan
neurolog. Dapat jumpai adanya obesitas, bulemia, gangguan regulasi suhu
tubuh, diabet insipidus, gangguan siklus tidur.

68

Subtalamus terletak antara tegmentum mesensefalon dan talamus bagian


dorsal.

Aspek

klinis

lesi

pada

inti

subtalmikum

mengakibatkan

hemibalismus, yaitu gerakan seperti melempar, iregular, terutama mengani


bagian proksimal anggora gerak.
Epitalamus
lesi klinis pada tumor pinel dapat mengakibatkan
hidrosefalus (obstruksi akwaduktus rebri) dan sindroma Parinaud (tidak
mampu melakukan gerakan vertikal mata dan konvergensi). Pada
germinoma dapat terjadi kematangan seksual. Lesi yang mengenai komisura
2.4.2

posterior mengakibatkan hilangnya refleks konsensual.


Batang Otak
Batang otak mempunyai struktur anatomi yang padat, dengan fungsi yang
beragam. Lesi yang kecil pada batang otak dapat mengakibatkan kerusakan
sejumlah inti, pusat-pusat refleks, jaras-jaras dan lintasan di batang otak,

2.4.3

sehingga menimbulkan sejumlah gejaa dan tanda klinik (sindroma) neurologik.


Serebelum
Tanda khas lesi pada serebelum berupa hipotonia (hilangnya tonus otot,
timbulnya gerakan pendular) dan ataksia (gangguan koordinasi gerakan otot).
Pada umumnya, lesi pada satu sisi serebelum akan mengakibatkan gangguan
gerak pada sisi yang sama (ipsilateral).

69

Anda mungkin juga menyukai