TINJAUAN PUSTAKA
3 Twitching
Twitching adalah gerakan sapsmodik yang berlangsung singkat, dapat
terlihat pada otot yang lelah, nyeri setempat, atau menyertai korea. Twitching
dapat merupakan manifestasi psikologis ( ansietas dan lain lain ) yang biasanya
bersifat periodik.1
4. Korea
Gerakan korea adalah gerakan involunter kasar, tanpa tujuan, cepat dan
tersentak-sentak, tidak teratur, tidak terkoordinasi, dan berhubungan dengan
tonus otot yang tinggi. Gerakan ini menghilang pada waktu tidur, dan
bertambah apabila pasien diminta melakukan gerakan volunter. Gerakan korea
dan atetosis sering kali terjadi bersama-sama, disebut gerakan korea atetosis.1
5. Paresis dan Paralisis
Paresis ialah kelumpuhan otot yang tidak sempurna
( inclompete
menunjukan
kelumpuhan
pada
anggota
gerak
yang
berhubungan, biasanya kedua anggota gerak bawah, tetapi dapat pula kedua
anggota gerak atas. Paraplegia menunjukan kelumpuhan anggota gerak bawah.
Kelumpuhan keempat anggota gerak disebut sebagai tetraparesis atau
tetraparalisis ( tetraplegia ).1
2.2 Pemeriksaan Neurologis pada Anak
2.2.1 Pemeriksaan GCS3
Skala Coma Galsgow Anak (<4 tahun)3
Mata :
Spontan
Reaksi terhadap bicara
Reaksi terhadap nyeri
Tidak ada
Motorik :
Spontan/menurut perintah
Lokalisasi nyeri
Menarik karena nyeri
Fleksi abnormal karena nyeri (postur de kortikal)
Eksternal abnormal karena nyeri (postur de serbrasi)
Tidak ada
Lisan :
Terorientasi/ tersenyum
Mengikuti obyek
Menangis berhubungan
Interaksi tidak tepat
Menangis tidak konsisten
Tidak berhubungan
Interaktif Menyerang
Menangis tidak berhubungan
Interaktif
Tidak ada
Tidak ada3
Skala Coma Galsgow Anak (4-15 tahun)3
Mata :
Spontan
Karena suara
Karena nyeri
Tidak ada
Motorik :
Menurut perintah
Lokalisasi nyeri
Menarik karena nyeri
Fleksi abnormal karena nyeri (postur de kortikal)
Eksternal abnormal karena nyeri (postur de serbrasi)
Tidak ada
Lisan :
Terorientasi
Kacau/Bingung
Kata-kata tidak tepat
Suara tidak khas
Tidak ada3
2.2.2 Pemeriksaan Nervus Kranialis
1. Nervus Olfactorius (I)
Uji penciuman (sensasi bau) dilakukan pada anak yang sudah berumur lebih
dari 5-6 tahun, dengan jalan melakukan uji pada setiap lobang hidung secara
terpisah (salah satu lobang hidung tertutup), dengan mata tertutup. Bahan uji
yang paling baik ialah bahan yang menimbulkan bau yang tidak merangsang
dan yang sudah dikenal oleh pasien.4
Nervus ini merupakan akson tidak bermielin, 20 buah di tiap sisi, lalu
menembus area cribriformis dari tulang ethmoid, kemudian akan sinaps di
bulbus olfactorius.4
Jaras : nn olfactory bulbus olfactory tractus olfactory Striae Olfactory
Medial (SOM) & lateral (SOL) berakhir di area paraolfactory, gyrus
subcallosal, gyrus cingulate inferior (hemisfer bag medial). SOL berakhir di
uncus, gyrus hippocampal anterior, cortex piriformis, cortex enthorhinal,
nucleus amygdaloid proyeksi ke nucleus hypothalamus anterior, mammillary
bodies, tuber cinereum & nucleus habenular nucleus anterior thalamus,
nucleus interpeduncular, nucleus tegmental dorsal, striatum, gyrus cinguli.3
Merupakan saraf sensorik, dengan fungsi membau/penghidu.
Syaraf :
a. Jalan nafas bebas, atrofi (-), GCS 4-5-6
b. Bahan yang digunakan dikenal penderita, tidak iritatif
(mis : amoniak) dapat merangsang n.V, menimbulkan sekresi kelenjar
hidung buntu ggx pemeriksaan.
c. Bahan tidak menimbulkan sensasi isis (mis : mentol) bisa salah persepsi
d. Bahan : tembakau, kopi, vanili, teh, jeruk, sabun, tembakau
Cara : periksa masing-masing hidung terpisah, dengan mata tertutup.
Hidung yang tidak diperiksa, ditutup. Yang dicurigai abN, periksa dulu.
Anosmia : (1) Conductive (2) Sensorineural/neurogenic
Foster Kennedys syndrome : anosmia unilateral, optic atropy ipsilateral,
papilledema kontralateral, exophthalmos tumor orbitofrontal (mis :
meningioma olfactory).4
Gambar 1
Pemeriksaan N. Olfactori9
2. Nervus Opticus (II)
Uji saraf otak II terdiri dari uji ketajaman penglihatan, perimetri dan
pemeriksaan fundus (funduskopi).uji ketajaman penglihatan secara kasar dapat
dilaksanakan dengan memperhatikan kemampuan pasien mengikuti wajah
orang, responsnya terhadap mimic seseorang, serta kemampuannya untuk
mengambil mainan dan mengikuti benda yang bergerak. Uji perimetri dilakukan
oleh ahli mata.2
Jaras : impuls dari reseptor perifer, red, cone lapisan bipolar (inner)
lapisan sel ganglion nervus opticus (optic disk) clasma opticum [fiber
temporal opsilateral (45 %), fiber nasal contralateral (55 %)] tractus opticus
Corpus Geniculate Lateralis tractus geniculo calcarina (optic radiation)
cortex calcarina lobus occipitalis (primary visual cortex).2
a. Pemeriksaan Tajam Penglihatan (Visual Aculty)
Menggunakan Snellen Eye chart (6 meter) untuk penglihatan jauh (distant
vision) & Rosenbaum pocked eye chart untuk penglihatan dekat (near
vision). Bila tidak bisa dengan Snellen, bisa digunakan jari-jari tangan (N =
1/60 m), lalu cahaya lampu (N = 1/~). Dengan cahaya lampu tidak bisa
buta total.4
Kelainan : blindness
b. Pemeriksaan Lapangan Pandang (Visual Field)
Paling sederhana : tes konfrontasi. Nilai N untuk penglihatan superior 60 o,
penglihatan inferior 75o, penglihatan temporal 100o, penglihatan nasal 60o.
Cara : Penderita duduk dalam posisi berhadapan dengan pemeriksaan pada
jarak 1 meter, masing-masing mata diperiksa bergantian. Mata yang tidak
diperiksa ditutup oleh tangan penderita. Saat pemeriksaan, mata penderita
difikasi dengan menyuruh melihat kea rah hidung pemeriksa, baru
pemeriksa memeriksa secara cermat masing-masing kuadran dengan
menggunakan ujung ballpoint yang berwarna dan sebagainya.4
Gambar 2
Pemeriksaan Gerak Bola Mata10
c. Pemeriksaan Warna
Menggunakan tes Ishihara atau benang wool berwarna
(Mis : px disuruh mengambil benang wool merah pada kumpulan benang
wool berwarna).
Kelainan : color blindness4
d. Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi memerlukan oftalmoskop yang baik, ruang
gelap serta kesabaran pemeriksa. Untuk mengalihkan perhatian
pasien
lensa +20 untuk memeriksa kornea dan lensa apakah ada ulserasi, opasitas,
dan katarak. Kemudian dipergunakan lensa 0 pada oftalmoskop untuk
memeriksa retina dan papila N. optikus. Fokuskanlah pada macula dan
perhatikanlah kelainan kelaina makulan dan sekitarnya. Perhatikanlah
ukuran, pulsasi, dan distribusi pembuluh darah retina, serta terdapatnya
deposit abnormal, pigmentasi abnormal dan adanya perdarahan.2
Diperiksa papila N.optikus mengenai ukurannya, warna, batas, dan
keadaan sekitarnya. Papilla normal berbentuk oval-elips, berwarna merah
muda. Daerah temporal lebih pucat daripada daerah nasal. Batasnya tegas,
tetapi daerah temporal lebih tegas dan kadang- kadang di daerah nasal
sedikit kabur. Pada papiledema batas papiul menjadi kabur, mula-mula di
daerah nasal dan superior, bila lanjut baru di daerah temporal. Papil menjadi
menonjol, hiperemik, dengan dilatasi vena yang berkelok-kelok disertai
dengan menghilangnya pulsasi vena, konstriksi arteri dan perdarahan.
Perdarahan yang terjadi mula-mula di sekitar papil, berbentuk linear atau
flame-shaped dan menyebar ke luar papil. Papilledema harus dibedakan
dengan kelainan kongenital yang menyerupai papilidema dengan batas
kabur, akan tetapi tidak disertai dengan dilatasi vena dan tidak hiperemik.
Papilledema juga harus dibedakan dengan neuiritis optika. Pada neuritis
optika terdapat banyak eksudat pada papil dan terdapat gangguan visus yang
jelas.2
Pada atrofi optic primer papil tampak pucat berbatas tegas, kapiler
berkurang dan ukuran pembuluh darah menjadi lebih kecil. Pada atrofi optic
sekunder akibat papilledema atau neurutis optika, bentuk papil hampir sama
dengan atrofi optic primer, tetapi tampak bekas- bekas kelainan semula,
misalnya batannya masiih kabur dan terdapat sisa-sisa eksudat.3
Pada pemeriksaan ini dapat ditentukan secara kasar adanya :
(1) Myopia, hipermetropia atau emetropia (2) kondisi retina (3) papil nerve
optikus.
Cara : Mata yang tidak diperiksa ditutup dengan tangan px, kemudian ia
diminta melihat jauh ke depan. Tangan kiri pemeriksa melakukan fiksasi
dahi, opthalmoskop dipegang dengan tangan kanan, kemudian dilakukan
penyinaran 15o dari nasal.
3. Nervus Oculomotorius, Troklearis & Abducens (III, IV & VI)
N. Oculomotorius : nucleus oculomotorius somatic motor (GSE) &
nucleus Edinger Westphal --- parasympathetic (GVE). Asal : mesencephalon,
sejajar colliculus superior2
Jaras GSE : nucleus ocullomotorius fossa interpeduncularis
berjalan antara arteri cerebri posterior & arteri cerebellaris superior sinus
cavernosus fissure orbitalis superior divisi superior n.lll (m.levator
palbera sup., m.rectus sup.) & divisi inferior (m.rectus medial, m.rectus inf.,
m.oblique inf., pupil)2
Jaras GVE : nucleus Edinger Westphal preganglion jalur idem atas
fissure orbitalis superior, sinaps di ganglion ciliaris postganglion
m.sphincter pupil & m.ciliaris.2
N.Troclear : nucleus troclear somatic motor (GSE). Asal :
mesencephalon, sejajar colliculus inferior
Jaras GSE : nucleus troclearis menuju velum medullary ant.
tectum keluar di dorsal mesencephalon memutar ke depan sinus
cavernosus fissure orbitalis superior m.oblique superior.
N.Abducens : nucleus abducens somatic motor (GSE). Asal : pons
Jaras GSE : nucleus abducens pontomedullary junction cicterna
prepontine sinus cavernosus fissure orbitalis superior m.rectus
lateralis.2
Macam-macam pemeriksaan :
Uji yang cukup sederhana dean mudah dilakukan ialah uji gerakan kedua
mata, uji akomodasi, dan refleks cahaya.
a. Pemeriksaan kedudukan bola mata saat diam
10
lebar.4
Reflex cahaya langsung & konsensuil
Jaras : afferent n.II & efferent n. III sinar masuk, jaras ikut nervus
opticus tapi ebelum sinaps di corpus geniculatum lateral, serabut dari
pupil area pretectal midbrain (coliculus superior) nucleus
11
commisura posterior2
Reflex akomodasi & konvergensi
Uji akomodasi dilakukan dengan meminta pasien melihat benda yang
digerakkan mendekat dan menjauh; perhatikanlah pupil pasien apakah
mengecil bila melihat dekat serta membesar bila melihat jauh. Uji
diplopia dilakukan dengan menanyakan kepada pasien apakah melihat
satu atau lebih mainan yang digerakkan di depan pasien ke atas kiri,
atas kanan, bawah kiri dan bawah kanan. 4
Paralisis saraf otak III akan menyebabkan mata yang terkena akan
deviasi ke arah lateral bawah, ptosis, strabismus, diplopia, dilatasi pupil,
serta hilangnya refleks cahaya dan akomodasi. Paralisis saraf otak IV
jarang terjadi; pada keadaan ini waktu melihat ke bawah terjadi sedikit
strabismus konvergens dan diplopia. Pasien tidak mampu melihat ke
arah bawah sehingga mengalami kesukaran waktu menuruni tangga.
Paralisis saraf otak VI paling sering terjadi, yang ditandai oleh
strabismus konvergens dan diplopia. 4
Px kita minta melihat jauh kea rah jari tangan pemeriksa, kemudian jari
pemeriksa mendadak didekatkan ke hidung px & px diminta mengikuti
gerakan jari pemeriksa. Kita lakukan pengamatan pada kedua mata
apakah saling mendekat ke medial (konvergensi positif) & kita lihat juga
apakah terjadi pengecilan pada pupil (miosis), menunjukkan reaksi
12
Gambar 3
Kelumpuhan N III Kiri10
4. Nervus Trigeminus (V)
Mempunyai 3 nucleus, yaitu :
i.
Nucleus motoric brachiomotor (SVE). Asal : pons
Jaras : nucleus bersama jaras n.V3 muscle of mastication
(m.masseter, m.temporalis., m.pterygoideus medial, m.pterygoideus
ii.
iii.
iv.
lateral)2
Nucleus principalis sensorik n.V somatic afferent (GSA). Asal : pons
Fx : discriminative touch
Nucleus mesencephalic n.V somatic afferent (GSA). Asal :
mesencephalon
Fx : proprioceptive impuls
Nucleus descenden tractus spinalis
Fx : nyeri & suhu. Jaras dari nucleus inilah yang memberi distribusi
segmental pada wajah.2
13
14
i.
ii.
kiri-kanan
Membuka mulut (m.pterygoideus externus) parese : rahang akan deviasi
iii.
iv.
v.
ke sisi sehat.
Menonjolkan rahang & menariknya deviasi ke sisi yang parese.
Menggigit tongue spatel kayu dengan gigi geraham
(m.masseter & m.temporalis) membandingkan kedalaman bekas gigitan
kiri/kanan.2
c. Reflex/sensorik GCS : 456
i.
Reflex masseter/jaw reflex/mandibular reflex
Pemeriksa meletakkan jempol/telunjuk di tengah dagu px memegang mulut
yang terbuka dengan rahang relax, lalu memukul jempol dengan hammer
respon : menutup rahang dengan cepat. Metode lain dengan memukul
dagu langsung atau dengan meletakkan tongue spatel di atas lidah/di bawah
incicivus, lalu memukul ujungnya.
Pada ox N : reflex minimal / tida ada
Afferent : sensorik n.V efferent : motoric n.V reflex
Center : pons
Jaw reflex + lesi tractus corticobulbar di atas nucleus motorik (ALS atau
ii.
pseudobulbar palsy)2
Reflex kornea
Tujuan : fungsi N.V1 (opthalmicus)
Cara : menyentuh cornea bagian atas baik secara langsung atau
menggunakan kapas/tissue. Rangsangan dilakukan dari samping atau
bawah, agar px tidak tahu. Dilakukan bukan pada sclera.
Respon normal : berkedip ipsilateral (langsung) & contralateral
iii.
(consensual)
Aferent : sensorik n.V1 efferent : n.VII (fascialis) reflex center : pons
Lesi unilateral n.V reflex langsung & consensual negative.
Lesi unilateral n.VII reflex langsung negative & consensual positive.2
Head retraction reflex
15
iv.
brainstem2
5. Nervus Fascialis (VII)
Nucleus nervus fascialis meliputi :
i.
Nucleus fascialis Brachiomotor (SVE). Asal : pons
ii.
Nucleus tractus solitaries bagian rostal (nucleus gustatory) taste (SVA).
iii.
Asal : pons
Nucleus salivatory superior parasimphatic (GVE). Asal : pons
Jaras dari solitaries & salivatory ini bergabung nervus intermedius
Jaras : nucleus facilis motoric melingkari nucleus abducens keluar
lateral via ponto medullary junction bersama n.VIII & n.intermedius
(sensorik & autonomic) akan lewat cerebello pontine angle masuk meatus
auditory internal memisah dengan n.VIII ganglion geniculatum cabang
n.petrosus superficialis mayor (GVE untuk lacrimalis ikut cabang ini) canalis
facialis / fallopian aqueduct cabang n.stapedius cabang n.chorda
tymphani (GVE) untuk saliva & SVA : rasa ikut cabang ini foramen
stylomastoid (bawah kelenjar parotis) cabang untuk otot ekspresi wajah, otot
platysma.2
Pemeriksaan untuk saraf otak VII dilakukan dengan menyuruh pasien
tersenyum, meringis, bersiul, membuka dan menutup mata, serta uji refleks
kornea serta uji pengecap (sensasi pengecap). Bila terdapat paresis unilateral N.
VII, akan terlihat mulut pasien mencong ke sisi sehat, dan mata pada sisi lesi
16
dilakukan
dengan cara meminta pasien menyebut bahan uji yang digunakan dengan mata
tertutup ( bahan yang dipakai berupa gula, garam, asam sitrat, dan kina).2
Pemeriksaan meliputi :
a. Motorik (face)
Diam : Bandingkan apa ada asimetri pada lipatan dahi, sudut mata, nasolabial
& sudut mulut
Bergerak :
i.
M. Frontalis : gerakan mengangkat alis
ii.
M. corrugators supersili : gerakan mengerutkan dahi
iii.
M. nasalis : gerakan melebarkan cuping hidung diikuti gerakan kompresi
iv.
v.
vi.
vii.
viii.
ix.
x.
transversal hidung
M. orbicularis oculi : gerakan menutup mata
M. orbicularis oris : gerakan mendekatkan & menekankan kedua bibir
M. zygomaticus : gerakan tersenyum
M. bisorius : gerakan meringis
M. buccinators : gerakan meniup
M. mentalis : gerakan menarik ujung dagu ke atas
M. platysma : menarik bibir bawah & sudut mulut ke bawah, atau dengan
menurunkan / menaikkan rahang bawah disertai mengkerutkan kulit leher
mengejan
Lesi Facialis central paresis otot hanya di lower face, karena upper face
(bilateral inervasi ipsilateral & kontralateral)
Lesi Facialis perifer paresis otot wajah baik upper atau lower (lesi
ipsilateral) pada sisi yang lumpuh5
b. Sensorik daerah telinga luar
Bercampur dengan inervasi n.IX/X & auricularis magnus
c. Sensorik khusus
i.
Lakrimasi (Tear) Schirmers test
Tujuan : fx n.petrosus superficialis mayor (parasimpatis nucleus
salivatory sup).
Cara : Menggunakan lakmus warna merah ukuran 5 x 50 mm. Salah satu
ujung kertas dilipat & diselipkan pada conjunctival sac di cantus medial kiri
& kanan, kemudian dibiarkan selama 5 menit dengan mata terpejam. Pada
17
perembesan < 20 mm atau tidak ada sama sekali produksi air mata <<.4
Reflex stapedius (Hear) Stetoscope loundness balance test
Tujuan : fx n.stapedius
Cara : Memasangkan stetoskop pada telinga px, kemudian dilakukan
pengetukan lembut diafrgma stetoskop atau dengan menggetarkan garpu
iii.
i.
18
of Russel)2
b. Spinal Cord
Nuclei lateral & medial turun ke bawah ipsilateral spinal cord
tractus vestibulospinal lateral & medial regulasi tonus otot & postur
dengan meningkatkan tonus otot extensor.2
Nuclei vestibular formation reticularis bertemu dorsal eferen n.vagus.
c. Oculomotor System
Nuclei superior & medial FLM koneksi dengan nucleus III, IV, VI, XI
& upper cervical nerve mengatur pergerakan mata, kepala & leher
sebagai respon stimulasi canalis semisirkularis.2
d. Cortex
19
20
iii.
b. Reflex vestibule-ocular
Secara normal, arah gerakan mata akan berlawanan dengan arah gerakan
kepala, namun mata tetap mempunyai visual fiksasi koneksi nuclei
vestibular & oculoomotor N.6
i.
Oculocephalic reflex (Dolls eye test) pada px koma
ii.
Head thrust px sadar
Dengan cepat kepala digerakkan, sementara mata px diminta
menatap hidung pemeriksa. Secara N, mata tetap bisa melihat target,
iii.
iv.
21
iii.
22
iv.
v.
vi.
vii.
bagian belakang.
o Hilangnya kontriksi dinding posterior faring ketika mengeluarkan suara
ah
o Hipersalivasi
Gangguan saraf Vagus dapat berupa gangguan motorik, sensorik dan vegetatif.
Gangguan motorik berupa afonia (suara menghilang), disfonia (gangguan
suara), disfagia (kesukaran menelan, biasanya bila anak mimum muntah
kembali melalui hidung), spasme esofagus, dan paralisis palatum mole (refleks
muntah negatif). Gangguan sensorik berupa nyeri dan parestesia pada faring dan
laring, batuk, dan sesak napas. Gangguan vegetatif terdiri dari bradikardia,
takikardian dan dilatasi lambung.6
8. Nervus Acesorius (XI)
Nervus ini mengandung 2 bagian :
a. Ramus internus (craniai portion) SVE caudal nucleus ambiguous & dorsal
motor nucleus vagus foramen jugular bersatu dengan spinal portion.
23
Gambar 4
Fungsi Muskulus Trapesius10
9. Nervus Hipoglossus (XII)
Nucleus : hipoglossus somatic eferen (GSE). Asal : medulla
24
Jaras : nucleus hipoglossus exit anterior antara pyramid & olive foramen
hipoglossus turun lewat leher angulus mandibula lidah (otot intrinsic &
ekstrinsik)
Percabangan :
i.
Meningeal filament from communicating branches with C1 & C2.
ii.
Descending m.omohyoid, join descending communication C2 & C3
iii.
iv.
ansa hypoglossi
Thyrohyoid m.thyrohioid
Muscular/lingual m.intrinsik & m.ekstrinsik lidah
Pemeriksaan :
a. Otot lidah diam
Bila ada parese kiri, lidah deviasi ke kanan (sisi sehat) pada lidah yang
parese, tonus menurun
b. Otot lidah bergerak
Px diminta menjulurkan lidah. Bila parese kiri, lidah deviasi ke kiri pada
lidah yang parese tidak ada kontraksi
Gambar 5
Pemeriksaan n XII10
Paresis central : tidak ada atrofi, fasikulasi. Bila paresis cortex kiri, akan terjadi
kelumpuhan pada n.XII sisi kanan, bila dijulurkan lidah deviasi ke kanan.
Paresis perifer : terjadi atrofi, fasikulasi.
25
Pemeriksaan untuk kelainan saraf ini ialah uji menilai kekuatan lidah dengan
menyuruh pasien menyorongkan ujung lidah ke tepi pipi kanan dan kiri melawan
tahanan jari tangan pemeriksa. Perhatikan deviasi lidah pada waktu dijulurkan; bila
terdapat paralisis lidah akan deviasi ke sisi lesi dan lidah juga tampak atrofik
disertai dengan tremor.4
2.2.3 Pemeriksaan Tanda Meningeal
1. Kaku Kuduk (Nuchal rigidity)
Px tidur telentang tanpa bantal (alas kepala harus disingkirkan), kepala
digerakkan ke samping kiri/kanan terlebih dulu, apakah ada tahanan. Bila
tahanan positif, mungkin terdapat proses di daeah cervical (mis : penyakit sendi
cervical, Parkinson), selanjutnya pemeriksaan kaku kuduk tidak dapat
dilakukan. Bila tahanan negative, fleksikan leher sampai menyentuh dagu.
Respon : nyeri. Kadang-kadang kaku kuduk disertai hiperekstensi tulang
belakang; keadaan ini disebut opistotonus.
Disamping menunjukkan adanya rangsang meningeal (meningitis), kaku kuduk
juga terdapat pada tetanus, abses retrofarigeal, abses peritonsilar, ensefalitis
virus, keracunan timbal, dan artritis rheumatoid.1
2. Brudzinski I (Neck sign)
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala pasien yang telentang,dan
tangan lain diletakkan di dada pasien untuk mencegah agar badan tidak
terangakt, kemudian kepala pasien difleksikan ke dada secara pasif (jangan
dipaksa). Bila terdapat rangsang meningeal maka kedua tungkai bawah akan
fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut
Bersamaan dengan pemeriksaan kaku kuduk, kita sekaligus melihat gerakan
flexi pada kedua kaki px.1
26
Gambar. 6
Pemeriksaan Kaku Kuduk dan Bruzinski I9
3. Brudzinski II (Reciprocal leg sign)
Px berbaring telentang. Tungkai yang akan dirangsang diflexikan pada sendi
lutut, kemudian tungkai atas diflexikan pada sendi panggul. Jika timbul
gerakan reflektorik berupa flexi tungkai kontralateral pada sendi lutut &
panggul tes positif.1
4. Brudzinski III (Cheek sign)
Penekanan pada kedua pipi tepat di bawah ossa zygomatikus, akan disusul
gerakan flexi reflektorik pada kedua siku & gerakan reflektorik sejenak dari
kedua lengan.1
5. Brudzinski IV (Symphysis sign)
Penekanan pada simphisis pubis akan disusul timbulnya gerakan flexi
reflektorik pada kedua tungkai pada sendi lutut & panggul.1
6. Kernigs sign
Pada posisi awal flexikan tungkai atas pada sudut 90 o terhadap badan &
flexikan tungkau bawah 90o terhadap tungkai atas, baru setelah posisi ini kita
ekstensikan (gerakan ke atas) tungkai bawah pada sendi lutut. Secara normal,
bisa dilakukan sampai 135o. Kernig positif kurang dari 135o, px mengeluh
nyeri atau ada tahanan atau terhadap flexi tungkai kontralateral. Pada px tidak
sadar, respon hanya berupa tahanan saja. Pada iritasi meningeal ekstensi lutut
secara pasif tersebut akan menyebabkan rasa sakit dan terdapat hambatan.
Pemeriksaan ini sukar dilakukan pada bayi di bawah umur 6 bulan.1
27
Gambar.7
Pemeriksaan Kernig10
2.2.4 Pemeriksaan Motorik
Uji ini hanya dapat dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan
instruksi pemeriksa dan koperatif. Pada bayi dan anak yang tidak koperatif
hanya dapat dinilai kesan keseluruhan saja. Anak yang diperiksa dalam posisi
duduk dengan tungkai bawah tergantung. Ia diminta untuk menggerakkan
anggota badan yang diuji pemeriksa menahan anggota badan yang diuji dan
pemeriksa menahan gerakan-gerakannya (kekuatan kinetic), dan setelah itu
disuruh menahan anggota badan yang dites tetap ditempatnya dengan kekuatan
terhadap gerakan-gerakan yang dilakukan pemeriksa (kekutatan static).
Penilainan derajat kekuatan otot ini bermacam-macam. Ada yang menggunakan
nilai 100% sampai 0 %, ada yang menggunakan kode huruf:
o
o
o
o
o
o
N
G
F
P
T
O
:
:
:
:
:
:
normal
good
fair
poor
trace
zero
: normal
o 4 :
28
o 3 :
29
30
Gambar. 8
Pemeriksaan m.deltoid11
m.biceps brakii (C5, C6) inervasi oleh n.muskulokutaneus
31
Gambar. 9
Pemeriksaan m. biceps brakii11
m.triseps (C6, C7, C8) inervasi oleh n.radialis
Gambar. 10
Pemeriksaan m. Trisep11
m.iliopsoas L2 L3 inervasi oleh n.femoralis
32
Gambar. 11
Pemeriksaan m. Iliopsoas11
Gambar. 12
Pemeriksaan m. Kuadrisep Femoris11
33
m.beseps femoris kaput brevis dan kaput longus (L4, L5, S1, S2) inervasi oleh
n.iskiadikus
Gambar. 13
Pemeriksaan m. Bisep Femoris11
m.gluteus maksimus L5 S1, inervasi oleh n.gluteus superior
Gambar. 14
Pemeriksaan m. Gluteus Maksimus11
m.tibialis anterior (L4 S5) inervasi oleh n.peroneus profundus
34
Gambar. 15
Pemeriksaan m. Tibialis anterior11
m.gastronecmius L5 S1 inervasi oleh n.tibialis posterior
Gambar. 16
Pemeriksaan m. Gastroknemeus11
Perhatikan
untuk
pemeriksaan
35
36
37
j. Dari posisi tidur kaki menggantung disuruh bangun (tanda ekstensi pahabadan)
Orang sehat yang duduk di tepi tempat tidur dengan kedua tungkainya
digantung, dapat merebahkan badannya di atas tempat tidur dengan ke dua
tungkainya tetap digantung. Tetapi irang hemiparetik UMN ringan dapat
melaksanakan gerakan tersebut hanya dengan mengangkat tungkai yang
2.2.5
38
39
penderita,
penderita
diminta
untuk
40
Gambar. 17
Pemeriksaan Reflek Abdomen10
Sifat : polisinaptik, respon lebih lama daripada reflex tendon. True negative
lesi UMN, False negative : multipara, obesitas, post laparatomi.
41
Reflex dinding perut : goresan dinding perut dengan jarum bundle dari lateral
ke medial (kea rah umbilicus). Respon yang kita lihat yakni kontraksi rectus
abdominis gerak umbilicus kea rah rangsang.3
Afferent dan eferen sama : n.intercostalis T 5-7 (epigastrik)
n.
intercostalis T
7-9
(supraumbilical)
n.
intercostalis T
9-11
(umbilical)
n.intercostalis T 11L 1
(infraumbilical)
Reflex cremaster : goresan dengan jarum pada sisi medial paha dari atas ke
bawah atau dapat dilakukan pemijatan dengan tangan pada daerah tersebut.
Responnya positif bila terdapat kontraksi testis (elevasi/terangkatnya testis) sisi
ipsilateral. Negative hidrocel, orchitis3
Aferen : n.ilioinguinalis
Eferen : n.genitofemoralis
Reflex gluteal : goresan jarum daerah gluteus, respon : gerakan
reflektorik/kontraksi m.gluteus.
Aferen : n.lumbalis posterior (L4-S1)
Eferen : n.gluteus inferior
Reflex plantar : Menggores pada plantar kaki, respon : plantarflexi jempol &
jari kaki. Inervasi : n.tibialis (L4-S2)
Reflex anal Superficial / Anal Wink : menggores kulit atau membrane mukosa
perianal, respon : kontraksi sphincter externa.
Inervasi : n.hemorrhoidal inferior (S2-S5). Negative cauda equine & conus
medullaris syndrome.
Reflex Bulbocavernosus (BCR) : goresan pada glans penis/clitoris, respon:
kontraksi sphincter externa. Negative cauda equine, lower secral roots &
conus medullaris.6
2. Reflex Deep Tendon/Perlosteum
Refleks tendon dalam biasanya diperiksa pada tendon biseps, triseps, patella
dan Achilles. Pada repleks biseps terjadi fleksi sendi siku bila tendon biseps
diketuk; pada refleks triseps terjadi ekstensi sendi siku bila tendon triseps
diketuk. Refleks patella (knee jerk) diperiksa dengan mengetuk tendon patela;
42
normal akan terjadi ekstensi sendi lutut. Pada refleks tendon Achilles terjadi
fleksi plantar kaki apabila tendon Achilles diketuk. 6
Perlu ditekankan bahwa pemeriksaan harus dilakukan dengan pasien dalam
keadaan santai; lebih baik apabila dokter mengajak berbicara agar pasien tidak
menyadari pemeriksaan. Pada bayi dan anak kecil ketukan cukup dilakukan
dengan jari tangan, pemukul refleks hanya dipakai pada anak yang besar. Perlu
dibandingkan refleks kanan dan kiri. Refleks tendon dalam akan meninggi pada
lesi upper motor neuron, hipertiroidisme, hipokalsemia atau tumor batang otak.
Hiporefleksi terjadi pada lesi lower motor neuron, sindrom Down, malnutrisi,
atau beberapakelainanmetabolik.6
Pada penderita sadar GCS 4-5-6, suruh penderita dalam kondisi relaks.
Responnya :
0 kalau tidak ada gerakan sendi dan kontraksi
1+ kalau hanya terdapat kontraksi saja
2+ bila selain kontraksi juga ada gerakan sendi
3+ respon sama dengan +2 hanya lebih kuat kontraksinya dan ada perluasan
4+ sama dengan +3 ditambah dengan adanya klonus6
a. Reflex biceps
Gambar. 18
Pemeriksaan Reflek Bisep10
Posisikan lengan sehingga sendi siku membentuk sudut > 90 o, tempatkan 2
jari pemeriksa (jari 2 dan 3) pada tendo m.biceps sebagai alas untuk
mengetok dengan hammer reflex (karena tendo musculus biceps tidak
langsung melekat pada tulang).7
Kemudian ketok dengan gentle dibandingkan kiri-kanan.
Responsnya : gerakan fleksi lengan bawah pada sendi siku.
Afferent/eferen : n.musculocutaneus (C5-6).
b. Reflex triceps
43
Gambar 19
Pemeriksaan Reflek Trisep10
c. Reflex periostoradialis
Posisikan lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi, kemudian dilakukan
ketokan pada procesus styloideus radii.
Responnya : flexi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi
m.brachioradialis.
Afferent/eferen : n.radialis (C5-6)7
44
d. Reflex perlostoulnaris
Posisikan lengan setengah fleksi dan antara pronasi-supinasi, dilakukan
ketukan pada periosteum processus styloideus ulnae. Responnya : pronasi
tangan akibat kontraksi m.pronator quadratus.
Aferen/eferen : n.ulnaris (C8-T1).7
e. Reflex patella
Dilakukan pemeriksaan kedua patella secara
bersamaan,
dengan
Gambar. 20
Pemeriksaan Reflek Patella10
f. Reflex Achilles
Posisikan kaki penderita yang akan diperiksa di atas tulang kering
kontralateral, sambil melakukan dorsofleksi ringan pada jari-jari kaki
penderita yang ditahan dengan tangan kiri pemeriksa. Dilakukan ketukan
45
Gambar. 21
Pemeriksaan Reflek Achilles10
g. Klonus lutut
Pegang os patella dan kita gerakkan kea rah proksimal, kemudian dilakukan
secara cepat, responnya berupa kontraksi reflektoris m.quadriceps femoris
selama stimulus berlangsung.1
h. Klonus kaki
Posisikan tungkai bawah flexi dan dalam kondisi relax tangan kiri
pemeriksa memegang pada fosa popliteal, kemudian kita lakukan gerakan
dorsofleksi secara mendadak dengan tangan kanan pemeriksa. Responnya :
kontraksi reflektoris otot betis selama stimulus berlangsung.
Bagaimana cara membedakan true clonus dengan pseudoclonus.
Pada true klonus dapat dihentikan dengan fleksi plantar kaki atau ibu jari
sedangkan pada pseudoklonus tidak dapat. Disamping itu, pada
2.2.7
46
Gambar 21
Pemeriksaan Babinski10
47
2. Chaddock
Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral, sekitar malleolus lateral dari
posterior ke anterior. Responnya seperti babinski.1
Gambar 23
Pemeriksaan Chaddock10
3. Oppenheim
Pengurutan crista anterior tibiae dari proksimal ke distal. Responnya : seperti
babinsko.1
Gambar 24
Pemeriksaan Oppenheim10
4. Gordon
Penekanan pada betis secara keras, dengan posisi tungkai bawah difleksikan
pada sendi lutut. Responnya seperti babinski.1
48
Gambar 25
Pemeriksaan Gordon10
5. Scaeffer
Melakukan pemencetan pada tendon Achiles secara keras. Responnya : seperti
babinski.1
Gambar 26
Pemeriksaan Scaeffer10
6. Gonda
49
Gambar 27
Pemeriksaan Gonda10
7. Stransky
Penekukan ke lateral secara maksimal jari kaki ke 5. Responnya seperti
babinski.1
8. Rossolimo
Pengerutan pada telapak kaki bagian atas. Responnya : fleksi jari-jari kaki pada
sendi interphalangealnya.1
9. Mendel-Bechterew
Pengetukan dorsum pedis pada daerah os cuboideum (lurus dengan jari kaki ke
empat kea rah proksimal di depan talus).1
Gambar 28
Pemeriksaan Rossolimo dan Mendel-Bechtrew10
10. Hoffman
50
Goresan pada kuku jari tengah (jari III) pasien. Responnya fleksi ibu jari
tangan diikuti jari-jari lainnya.1
11. Tromner
Colekan pada kuku jari tengah (jari III) pasien. Responnya fleksi ibu jari
tangan diikuti jari-jari lainnya.1
Gambar 29
Pemeriksaan Hoffman dan Tromner10
12. Leri
Posisikan tangan pasien dengan sikap lengan diluruskan bagian volar/ventral
menghadap ke atas, kemudian dilakukan fleksi maksimal tangan pada
pergelangan tangan. Responnya normal kalau terjadi fleksi di sendi siku.1
13. Meyer
Fleksikan maksimal jari tengah pasien kea rah telapak tangan.
Responnya : normal kalau terjadi oposis1
Juga terdapat beberapa reflex primitive/regresi antara lain :
- Sucking reflex
Sentuhan pada bibir, responnya : gerakan bibir, lidah, rahang seolah-olah
-
menyusu.1
Snout reflex
Ketukan pada bibir atas, responnya : kontraksi otot-otot di sekitar bibir di
51
yang akhirnya jatuh ke sisi lesi pada saat penderita dalam posisi duduk.
Sikap berdiri :
a. Wide base/broad base stance (berdiri dengan kaki melebar)
b. Modifikasi Romberg : jatuh ke sisi lesi
c. Dekomposisi sikap
Berdiri satu kaki
Dari duduk ke berdiri : pada orang normal dapat melakukan uruturutan gerakan dari duduk ke berdiri yaitu dengan membungkukkan
badannya baru berdiri, tapi pada penderita dengan kelainan cerebellum
langsung dari duduk ke berdiri sehingga mudah jatuh.
52
Sensorik
ANS / autonomy nervus system yaitu perspirasi, bladder and bowel
Reflex yang menurun
Sign atau tanda missal : bevors sign berarti tinggi lesi thorakal X (umbilicus)
caranya : penderita posisi berbaring, dengan kedua tangan ditempatkan
dibelakang kepala dan penderita disuruh bangkit seperti gerakan sit up. Kita
perhatikan umbilicus penderita, bila terangkat ke atas berarti Bevors sign (+),
minum banyak
Tubuh dibersihkan dulu dengan diseka air
Kemudian bersihkan dulu dengan alcohol
Diberikan larutan perspirasi tes
Tunggu kering
Taburi amylum
Pasang sungkup perspirasi tes (di dalamnya terdapat dop lampu 300 watt @
75 watt sebanyak 4 buah) selama jam. Perspirasi (+) berwarna ungu,
negative (-) berarti tidak ada keringat, warnanya tetap putih (amylum).
Cara membedakan sindrom horner central dan perifer sebagai berikut :
Horner sentracl (preganglioner yaitu dari thalamus sampai dengan ganglion
cervikalis superior) dilatasi pupil1
54
dengan
serabut
sentralnya
terputus,
sehingga
terdapat
terlebih dahulu.
Pada lesi LMN : dapat memegang dengan mengangkat seluruh lengan
bawahnya terlebih dahulu.
Membedakan kelumpuhan organic dengan malingering dengan menggunakan
hover sign yaitu ; kedua tangan pemeriksa diletakkan pada masing-masing
kaki penderita dengan menahan pada bagian tumitnya, kemudian penderita
55
56
57
Tuli persepsi
Tuli nada tinggi seperti sisa,
susah,
mama,
salatiga, singkawang
malang,
bamboo,
bandung,
lawing,
sebagainya
2. Tes Swabach memendek
3. Tes Rinne negative
4. Tes Weber, lateralisasi
sapu,
Surabaya,
dan
ke
Memendek
Positif
Ke telinga yang baik
Bernada tinggi
58
Bila ada mata menutup satu, maka kelopak mata kita buka pada bagian mata
-
yang menutup :
Bila mata tenggelam : terdapat kelainan n III
Bila mata tenggelam dan pupil miosis : horner syndrome
Bila mata tidak tenggelam : miastenia gravis (karena kelainannya pada ototnya
saja yaitu (pada mioneural junction))
Beda nistagmus perifer dan sentral
Periode laten
Lamanya
Vertigo
Lelah
fase
istirahat
Habituasi
Perifer
+
< 2 menit
+
+
Sentral
> 2 menit
-
terus
menerus
Pemeriksaan tulang belakang dilakukan pada penderita dalam posisi berdiri,
normalnya gerakan flexi ke depan adalah sekitar 40-60o, ekstensi 20-50o, flexi
ke samping 15-20o dan rotasi 3-18o. Untuk gerakan rotasi lebih baik diperiksa
dalam posisi duduk karena pinggul dan pelvis lebih stabil pada posisi duduk.
Evaluasi neurologis umum adalah bagian integral pemeriksaan fisis pediatric.
Bila dalam evaluasi umum terdapat atau dicurigai ada penyimpangan dari
keadaan normal, maka pemeriksaan neurologis perlu diulangi dan dicatat di
dalam bagian terpisah. 4
2.3 Pemeriksaan Neurologis pada Neonatus
Pemeriksaan neurologis pada neonatus seharusnya dilakukan pada semua bayi,
baik yang sehat maupun sakit. Pada bayi sehat dilakukan pemeriksaan
neurologis untuk menyakinkan orangtua, bahwa bayinya benar-benar tidak
59
60
bayi yang dalam keadaan tidur berarti tidak normal. Ubun-ubun besar tegang
tidak selalu abnormal, mungkin juga normal karena adanya edema, molding
yang berlebihan, perdarahan subgaleal atau bekas infus yang salah.1
Pasien dibangunkan dengan memegang dadanya dengan ibu jari dan telunjuk
sambil digoyang-goyang secara lembut. Pasien yang sadar akan bangun
membuka mata, mengerenyutkan muka, menangis, dan menggerakkan anggota
geraknya. Bayi dengan masa kehamilan 34 minggu atau lebih sekali bangun
tetap bangun selama pemeriksaan. Bayi dengan masa kehamilan 28-33 minggu
hanya bangun sebentar kemudian tidur lagi, dan bayi dengan masa kehamilan
25-27 minggu lebih sukar lagi membangunkannya. Bila bayi tidak dapat
dibangunkan, dan tidak ada kerutan muka dan gerakan ekstremitas berarti
abnormal yakni kesadaran menurun. Tingkat kesadaran terdiri atas sadar,
apatik / letargi, somnolen, sopor dan koma.1
Ada keadaan yang disebut jitteriness/tremulousness, yakni gerakan gemetaran
pada anggota gerak dan rahang; keadaan ini dapat dibedakan dengan kejang
dengan monitoring EEG atau dengan kriteria klinis berupa tidak adanya gerakan
bola mata, tidak ada perubahan pernapasan, timbulnya dapat diprovokasi, dan
gerakan berhenti bila anggota gerak difleksikan secara pasif.1
2.3.3 Pemeriksaan saraf otak
Pemeriksaan saraf otak pada neonatus agak berbeda dengan pada anak. Tidak
usah urut mulai saraf otak I dan seterusnya, akan tetapi mana yang lebih dahulu
dapat diperiksa dilakukan lebih dahulu. Pada waktu pasien bangun,
mengerenyutkan muka dan mengangis perhatikan mata dan sudut mulutnya
untuk memeriksa saraf otak VII (saraf fasialis). Pada paresis saraf fasialis akan
terlihat mulut mencong ke sisi sehat, mata tidak dapat menutup dan lipatan
61
nasolabialis hilang pada sisi yang paresis. Pada waktu menangis dan membuka
mulut perhatikan lidah dan langit-langit untuk memeriksa saraf XII dan IX.
Pada lidah perhatikan ukurannya dan gerakan simetris atau asimetris, apakah
ada fasikulasi (saraf XII). Pada langit-langit perhatikan gerakan arkus farings
dan uvula. Pada paresis saraf IX akan terlihat arkus sisi paresis tertinggal.
Pada pasien yang sudah bangun harus diusahakan agar tetap bangun selama
pemeriksaan saraf otak dengan jalam memberikan kesempatak kepada pasien
untuk mengisap. Refleks rooting diperiksa dengan menyentuhkan ujung jari di
sudut mulut pasien, maka pasien akan menengok ke arah rangsangan dan
berusaha memasukkan ujung jari tersebut kemulutnya, kalau ujung jari
dimasukkan ke dalam mulutnya 3 cm akan diisap, dan disebut sucking reflex
(refleks) isap. Pemeriksaan refleks rooting dan refleks isap dilakukan untuk
menentukan kelainan saraf V, VII dan XII. Reaksi refleks rooting sempurna
terjadi pada bayi dengan umur kehamilan 332 minggu atau lebih, pada umur
kehamilan 28 minggu reaksinya lambat dan tidak sempurna. Pemeriksaan
refleks rooting reaksinya tidak selalu konstan, kalau hanya diperiksa sekali pada
hari pertama hasilnya negatif belum tentu abnormal.1
Pemeriksaan refleks menelan dilakukan untuk memeriksa saraf IX dan X. Pada
waktu mengisap mata pasien biasanya terbuka secara spontan, dan pada saat
inilah kesempatan untuk memeriksa pergerakkan bola mata untuk menilai saraf
III, IV, dan VI. Dolls eye maneuver dilakukan dengan memutar kepala pasien
ke kiri dan kanan untuk menilai gerakan bola mata ke lateral. Pada waktu kepala
diputar kesatu sisi maka akan terjadi deviasi mata ke kontralateral. Dolls eye
maneuver juga dapat digunakan untuk memeriksa saraf VIII bagian vestibular.
Pemeriksaan saraf VIII bagian pendengaran sukar dilakukan secara obyektif,
62
akan tetapi bila bayi yang mendengar suara keras menjadi kaget atau berkedip
atau menghentikan kegiatan motornya agaknya pendenganrannya baik. Untuk
pemeriksaan pendengaran lebih teliti dilakukan elektrofisiologi (brain stem
auditory evoked responses).1
Refleks pupil sebenarnya sudah ada pada neonatus tetapi sukar dinilai, karena
kalau ada cahaya neonatus segera akan menutup mata dan sukat dibuka lagi.
Pada waktu mata terbuka segera perhatikan apakah pupilnya isokor atau
anisokor. Penciuman (saraf I) pada neonatus sukar diperiksa secara obyektif,
tetapi menurut beberapa ahli sebenarnya penciuman sudah ada, hal ini terbukti
apabila tercium bau yang menyenangkan akan menghentikan aktivitasnya.
Penglihatan (saraf II) sukar untuk diperiksa secara obyektif, namun penglihatan
sebenarnya sudah ada, yang dapat diperiksa dengan cahaya atau benda berwarna
merah yang digerak-gerakkan didepannya. Pada waktu ada cahaya bayi akan
berkedip atau menutup mata. Test penciuman dan pengecap kurang berguna
sedangkan pemeriksaan saraf XI sukar dilakukan pada neonatus.1
2.3.4
Pemeriksaan Motor
Pemeriksaan motor yang penting ialah pemeriksaan tonus. Yang dimaksud
dengan tonus adalah tahanan otot terhadap regangan. Ada 2 macan tonus, yaitu
tonus fasik dan tonus postural.1
2.3.5
Tonus Fasik
Tonus fasik diperiksa dengan menguji tahanan anggota gerak untuk bergerak
dan aktivitas refleks tendon. Pada neonatus predominan dalam posisi fleksi, dan
kalau dicoba diluruskan tahanannya minimal, mudah diluruskan dan kemudian
akan fleksi kembali kembali, namun kadang-kadang tetap dalam posisi ekstensi.
Pada pasien dengan permulaan spastisitas anggota gerak sukar diluruskan
63
(tahanannya berat), dan bila dilepaskan segera kembali fleksi. Refleks tendon
yang selalu ada pada neonatus adalah refleks patela. Untuk memeriksa refleks
patela kepala pasien diletakkan dengan muka di garis tengah, lutut dalam posisi
semifleksi, kemudian tendon diketuk dengan telunjuk atau jari tengah, dan akan
terjadi ekstensi tangkai bawah. Refleks hammer tidak meninggikan hasil, namun
sering menggoyang seluruh kaki, sehingga mengacaukan kontraksi refleks.
Refleks biseps dan Achilles kurang berarti. Klonus pergelangan kaki dapat
dipicu dengan cara: panggul dan lutut bayi dalam keadaan fleksi, kemudian
dilakukan dorsofleksi pada kaki secara tiba-tiba sambil tungkai diluruskan
perlahan-lahan.1
2.3.6 Tonus Postural
Tonus postural adalah tahanan terhadap tarikan gaya berat. Terdapat 3 macam
pemeriksaan tonus postural, yaitu reaksi tarikan, suspensi vertikal dan
horizontal. Reaksi tarikan paling sensitif dan paling berguna oleh karena dapat
dilakukan walaupun pasien dengan endotracheal tube. Caranya dengan
meletakkan telunjuk di telapak tangan pasien, maka telunjuk akan dipegang
oleh pasien dengan adanya refleks memegang (grasp reflex), akan tetapi agar
lebih kuat pegangannya tangan pemeriksa juga memegang tangan pasien,
kemudian ditarik perlahan-lahan kearah duduk, pada bayi normal kepala segera
mengikuti dan hanya tertinggal sedikit.1
Pada waktu dalam posisi duduk kepala dapat tetap tegak sejenak, kemudian
jatuh kedepan. pada waktu ditarik bayi juga menarik, sehingga posisi bayi selalu
fleksi disiku, lutut, dan pergelangan kaki. Apabila kepala tertinggal jauh, lengan
ekstensi selama tarikan berarti tidak normal. Pemeriksaan ini tidak perlu
dilakukan pada bayi dengan umur kehamilan kurang dari 33 minggu. suspensi
64
65
Bayi diletakkan dalam posisi telentang, kepala digaris tengah dan anggota gerak
dalam posisi fleksi, kemudian kepala ditengokkan ke kanan, maka akan terjadi
ekstensi pada anggota gerak sebelah kanan, dan fleksi pada anggota gerak
sebelah kiri. yang selalu terjadi adalah ekstensi lengan, sedangkan tungkai tidak
selalu ekstensi, dan fleksi anggota gerak kontralateral juga tidak selalu terjadi.
setelah selesai ganti kepala dipalingkan ke kiri,Tonus ekstensor meniingi
meninggi pada anggota gerak arah muka berpaling. Tonus fleksor anggota gerak
kontralateral meninggi.1
Refleks withdrawal
Pemeriksaan dilakukan dengan jarum untuk merangsang telapak kaki, maka
akan terjadi fleksi pada tungkai yang dirangsang dan terjadi ekstensi pada
tungkai kontralateral, tetapi ekstensi tungkai kontralateral ini tidak selalu ada.
Refleks plantar grasp
Refleks ini dilakukan dengan meletakkan sesuatu (misalnya jari pemeriksaan)
pada telapak kaki pasien, maka akan terjadi fleksi jari-jari kaki.
Refleks palmar grasp
Pemeriksaan dilakukan dengan meletakkan sesuatu pada telapak tangan pasien,
maka akan terjadi fleksi jari-jari tangan.1
2.3.8 Pemeriksaan Oftalmoskopi
Pemeriksaan oftalmoskopi dilakukan secara indirek dengan obat midriatikum
atau secara direk tanpa obat. Pemeriksaan direk lebih baik dilakukan pada
waktu pasien sedang menyusu, oleh karena biasanya mata bayi terbuka. Bayi
jangan disentuh, langsung lakukan pemeriksaan oftalmoskopi. Kalau mata kiri
yang bebas dan terbuka, lakukan pemeriksaan pada mata kiri, kemudian pasien
diputar agar mata kanan bebas diperiksa dengan mata kanan. Perhatikanlah
66
67
68
Aspek
klinis
lesi
pada
inti
subtalmikum
mengakibatkan
2.4.3
69