Anda di halaman 1dari 21

darah otak ( stroke ) karena kadang-kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya

jatuh kemudian tidak sadar atau kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh

Anamnesis yang lebih terperinci meliput

t. Sifat kecelakaan

2 Saat terjadinya, beberapa jam/ hari sebelum dibawa ke rumah sakit.

3. Ada tidaknya benturan kepala langsung

4. Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran dan sampai saat

Ada tidaknya benturan kopala langsung

diperiksa. Bila si pasien dapat diajak bicara, tanyakan urutan peristiwa sejak

sebelum terjadinya kecelakaan sampai saat tiba di rumah sakit untuk mengetahui

kemungkinan adanya amnesia retrograde. Muntah dapat disebabkan

ya tekanan intracranial. Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsarn

(hilang/turun kesadarannya), tapi dapat kelihatan bingung/ disorientasi (kesadaran

berubah )

D.1.2 Pemeriksaan Fisik

D.1.2.a. Kesadaran

Dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif terutama pada

kasus cedera kepala sudah mulai ditinggalkan karena subyektifitas

pemeriksa; istilah apatis, somnolen, sopor, koma sebaiknya dihindari atau

dengan penilaian kesadaran yang lebih obyektif terutama dalam

keadaan yang memerlukan penilaian / perbandingan secara ketat. Cara

penilaian kesadaran yang luas digunakan adalah Skala Koma Glasgow

(GCS), cara ini sederhana tanpa memerlukan alat diagnostic sehingga dapat

digunakan baik oleh dokter maupun perawat/ melalui cara ini pula,

perkembangan/ perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat dikutu

secara akurat.

nilai

1. Membuka mata

4
e Spontan

Terhadap bicara

Dengan rangsangan nyeri

. Tidak ada reaksi

2. Respons verbal (bicara)

Baik dan tak ada disorientasi

23

Kacau ( disorientasi )

.Tidak tepat

(dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa

kalimat dan waktu yang tepat)

. Mengerang

Tidak ada jawaban

3.

Respon motorik (gerakan)

Menurut perintah

Mengetahui lokasi nyeri

Reaksi menghindar

Reaksi fleksi ( dekortikasi)

Reaksi ekstensi ( deserebrasi)

Tidak ada reaksi

e
2

Bila kita menggunakan skala Glasgow sebagai patokan untuk koma, maka

koma tidak didapatkan respons membuka mata, bicara dan gerakan,

dengan jumlah nilai 3.10

D.1.2.b. Tanda Vital

Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang

dinilai adalah:

1.

Jalan napas (Airway)

Pastikan bahwa jalan nafas terbuka dan pasien dapat bernapas.

Otak membutuhkan pasokan oksigen yang kontinu, demikian

glukosa. Tanpa oksigen sel-sel otak akan mati dalam waktu lima

menit.

Lidah merupakan penyebab utama tertutupnya jalan napas pada

korban tidak sadar. Pada korban yang tidak sadar, lidah akan

kehilangan kekuatan ototnya sehingga akan terjatuh kebelakang

rongga mulut. Hal ini mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai

jalan napas."

17

2. Pernapasan (breathing)

Pernapasan dikatakan tidak adekuat jika:

. Ada tanda-tanda sesak napas peningkatan frekuensi

pernapasan dalam satu menit

24

. Ada napas cuping hidung dan penggunaan otot-otot bantu

pernapasan

Tidak ada gerakan dada

. Tidak adi suara napas


. Tidak dirasakan hembusan napas.

Nadi dan tekanan darah (eireulation)

Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanys

syok, terutama bila terdapat jugs trauma di tempat lain, misalnya

trauma thorax, trauma abdomen, fraktur ekstremitas, Selain itu

peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya

frekuensi nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan

intracranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh

hematoma epidural,

3.

D.1.2. Pemeriksaan Nervus Kranialis

Nervus Olfaktorius (N, 1)

Periksa lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan

setempat. Hal ini dapat mengurangi ketajaman penciuman, Zat

pengetes yang digunakan sebaiknya yang dikenal sehari-hari

kopi, the, tembakau. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu

dengan jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan

tangan

Nervus Optikus (N. II)

Mengukur ketajaman penglihatan dengan kartu Snellen

Memeriksa lapangan pandang denga cara konfrontasí Donder

Memeriksa keadaan papil optic dengan oftalmoskopik

Nervus Okulomotorius (N.III), Nervus Trokhlearis (N.IV),

Nervus Abdusen (N. VI)

Selagi berwawancara dengan pasien perhatikan celah matanya

apakah ada ptosis eksoftalmus, enoftalmus, dan apakah ada

strabismus. Selain itu, apakah ia cenderung memejamkan

matanya yang kemungkinan disebabkan oleh diplopia. Setelah itu

lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar


25

pupil , reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola

mata, gerakan bola mata dan nistagmus

Ptosis. Kelumpuhan nervus III dapat menyebabkan ptosis yaitu

kelopak mata terjatuh, mata tertutup, dan tidak dapat dibuka.

Hal ini disebabkan karena kelumpuhan muskulus levator

palpebra

Pupil. Perhatikan besarnya pupil pada mata kanan dan kiri,

apakah sama ( isokor), atau tidak sama (anisokor).perhatikan

apakah ada miosis atau midriasis. Midriasis dapat dijumpai

pada kelumpuhan nervus III, misalnya oleh desakan tumor

atau hematom,dan pada fraktur dasar tengkorak. Bila pada

trauma kapitis didapatkan midriasis pada satu mata ( jadi

anisokor) dan hemiparese pada sisi kontralateral, maka

kemungkinan perdarahan epidural harus ditelusuri.

Reflek pupil ( reflek cahaya pupil). Terdiri dari reflek cahaya

langsung dan tidak langsung.

Reflek akomodasi. Penderita disuruh melihat jauh, kemudian ia

disuruh melihat dekat. Reflek akomodasi dianggap positif bila

terlihat pupil mengecil. Pada kelumpuhan nervus III reflex ini

negative.

Gerakan bola mata. Penderita disuruh menggerakan bola

matanya mengikuti jari-jari pemeriksa yang digerakkan ke

arah lateral, medial, atas dan bawah, atas-lateral, bawah-

medial, atas-medial, bawah-lateral.

Nervus Trigeminus (N. V)

N. trigeminus terdiri dari dua bagian sensorik dan motorik.

Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, yaitu m.


masseter dan m. temporalis, m. pterigoideus medialis yang

berfungsi menutup mulut, dan m. pterigoideus lateralis untuk

menggerakan rahang dan membuka mulut. Bagian sensorik nervus

V mengurus sensibilitas dari muka melalui ketiga cabangnya, yaitu

cabang oftalmik, cabang maksilaris, dan cabang mandibularis.

Motorik menilai m. masseter dan m. temporalis, pasien

diminta untuk menggigit suatu benda. Kemudian pasien disuruh

26

menggerakkan rahang bawahnya ke samping kri dan kanan

untuk menilai m. pterigoideus lateralis.

Sensorik menyelidiki rasa raba, nyeri, dan suhu daerah-daerah

yang disarafinya

Nervus Fasialis (N. VII)

Fungsi motorik : penderita diminta mengangkat alis dan

mengerutkan dahi, memejamkan mata, menyerigai,

mencucurkan bibir, menggembungkan pipi. Dan gejala

Chvostek

Fungsi pengecapan : dilakukan pemeriksaan dengan mengetes.

rasa manis, pahit, asin, asam pada 2/3 lidah bagian depan.

Nervus Vestibulo-Kokhlearis (N. VIII)

Saraf kokhlearis mengurus pendengaran dan saraf

vestibularis mengurus keseimbangan

.Nervus Glosofaringeus (N.IX) dan Nervus Vagus (N.X)

Kedua saraf ini berhubungan erat satu sama lain, maka

diperiksa bersamaan.

Fungsi motorik pasien diminta mengatakan" aaaaaaaaa

diperhatikan apakah suaranya berkurang, atau serak (disfoni),


Pembentukan suara ini dilakukan oleh pita suara yang

dipersarafi oleh nervus vagus. Pada kelumpuhan nervus IX dan

X, maka akan terlihat uvula tertarik kesisi yang tidak lumpuh.

Reflex faring. Waktu pasien membuka mulut , kita rangsang

(tekan-enteng) dinding faring atau pangkal lidah dengan tong-

spatel. Dalam hal ini terlihat faring terangkat dan lidah ditarik.

Bila ada gangguan nervus IX dan X, reflex dapat negative.

Reflex sinus karotikus

Reflex okulokardiak

Nervus aksesori us (NX!)

Otot sternokleidomastoideus pasien disuruh menolehkan

kepala dan pemeriksa menahannya untuk menilai tenaganya

Otot trapezius : pasien disuruh mengangkat bahu dan kita tahan

untuk menilai tenaganya

27

Nervus Hipoglosus (N XII)

Pemeriksnan nervus XIl adalah dengan menilai sikap lidah

saat dijulurkan apakah terdapat mencong ke satu sisi, tremor lidah,

dan menilai tenaga ofot lidah. "

D12 d Pemeriksaan Laar

Pemeriksaan luar pada korban cedera kepala adalah menentukan

adalah luka di bagian kepala. Luka dapat discbabkan oleh benda tajam dan

benda tumpul

i Benda tajam

Ciri-eiri

o Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya

rmcing
Bila ditautkan akan menjadi rapat dan membentuk garis lurus atau

sedikit melengkung

Tebing luka rata dan tidak terdapat jematan jaringan

Dacrah di sekitar garis batas luka tidak ada emar

Benda tumpul

ii. I. Memar

ii.

Memar merupakan salah satu bentuk luka yang ditandai dengarn

kerusakan jaringan tanpa disertai diskontinuitas permukaan kulit.

Kerusakan tersebut disebabkan oleh pecehnya kapiler sehingga

darah keluar meresap ke jarigan sekitar. Mula-mula terlihat

pembengkakan , berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5

hari berubah menjadi kuning kehijauan dan sesudah lebih dari

seminggu menjadi kekuningan

i.2. Luka lecet

luka lecet adalah luka yang disebabkan oleh rusaknya atau

lepasnya lapisan luar dari kulit, yag cirri-cirinya adalah:

o Bentuk luka tak teratur

o Batas luka tidak teratur

o Tepi luka tidak rata

o Kadang-kadang ditemukan sedikit perdarahan

o Permukaannya tertutup olch krusta

o Warna coklat kemerahan

28

o Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat adanya beberapa bagian


yang masih ditutupi epitel dan reaksi jaringan.

ii.3. Luka terbuka

Luka terbuka / robek adalah luka yang disebabkan karena

persentuhan dengan benda tumpul dengan kekuatan yang mampu

merobek seluruh lapisan kulit dan jaringan dibawahnya, yang

cirri-cirinya sebagai berikut:

o Bentuk garis batas luka tak teratur dan tepi luka tak rata

o Bila ditautkan tidak dapat rapat karena sebagian jaringan

hancur

o Tebing luka tak rata serta terdapat jembatan jaringan

o Di sekitar garis batas luka ditemukan memar

o Lokasi luka lebih mudah terjadi pada daerah yang dekat dengan

tulang ( misalnya daerah kepala, muka atau ekstremitas)12

D.2 Pemeriksaan Pada Korban Mati

D.2.1 Surat Permintaan Visum 15

Menurut pasal 133 ayat 1 KUHAP, penyidik diberi kewenangan untuk dapat

meminta bantuan dokter pada kasus korban luka, keracunan atau mati. Dalam hal korban

meninggal akibat kekerasan, maka penyidik akan meminta bantuan dokter untuk

melakukan autopsi dan menuangkan laporannya dalam bentuk Visum et Repertum

jenazah. Permintaan penyidik ini harus dilakukan secara tertulis (pasal 133 ayat 2

KUHAP) dalam bentuk surat yang dinamakan Surat Permintaan Visum et Repertum

(SPV)

edo hari Satu bal31 Juli 2010 sekirs pndul 23.00 Wib

Didusgs kerns dengim cara

Diduga mongguoakan

Didegn akibat pethyakit/ mati

:Teais dari ats

da
wajar

Bersama ini disertakan barang bulai yang

berupa

Dunikian unmok menjadi chaklumm dan atas kerjasamanya yang bailk diucaplkan terisa

AN, ICEPALA KEPOLISIAN RESOR KOTA BESAR SEN

KASAT RESKRIM

IDIK

AR

Gambar 10: Contoh surat permintaan visum et repertum

Autopsi dilakukan sedini mungkin dengan memberikan peluang 2 x 24 jam bagi

penyidik untuk menghubungi keluarga. Mayat yang tak ada keluarganya meskipun

pemeriksaan telah ditunda 2 x 24 jam di namakan mayat kadaluarsa dan dapat diautopsi

langsung tanpa "persetujuan" keluarga. Mayat yang diperiksa diidentifikasi oleh suatu

32

Ishel dari karton berisi data identitas korban dan ditandatangani oleh penyidik Karton ini

dikat pada ibu jari kaki mayat dan pada persilanhgan tali dan karton diberikan segel

Pada autopsi segala temuan pada pemeriksaan luar dan dalam dicatat dalam formulir

khusus yang dinamakan Laporan Oropsi. Penggunanan formulir ini amat membantu dan

memodahkan dokter dan menjamin bahwa tidak ada

dalam pemenksaan terscbut

D22 Pemeniksaan luars

data penting yang terlewatkan

Pada pemeriksaan luar dilakukan pemeriksaan atas seluruh permukaan tubuh tanpa

melakukan pengirisan kulit Yang pada prinsipnya mendatakan berbagai informasi

sebagai berikut

D221 Ada tidaknya label mayat serta segel

D222 Data-data yang berkaitan dengan identitas jenazah yang meliputi

pakaian yang dikenakan


perhiasan

gambaran bentuk hidung, telinga, mata

data identifikasi khusus, seperti tato, jaringan parut

data gigi geligi

golongan darah

D.2.2.3 Data-data perubahan postmortem, khususnya lebam mayat dan kaku mayat serta

tanda-tanda kematian lainnya.

D.22.4 Kondisi beberapa lubang tubuh serta ada tidaknya cairan yang keluar

D22.5 Luka-luka serta patah tulang

Luka memar (Kontusio, hematom)

Karakteristik Mudah timbul pada jaringan lunak, biasanya subepidermal,

gambaran bengkak, bentuk pinggiran tidak jelas, warna merah (baru sekitar 1-

2 jam), biru (beberapa jam -3hari, hitam coklat (hari ke 4), hijau (hari- ke 4

6), kuning (hari

berwarna merah hitam, penekanan sedikit berubah.

ke 6- 12), normal ( 2 minggu), pada irisan jaringan subkutan

Medikolegal Bentuk dan ukuran memar menunjukan jenis derajat

Aspck

kekerasan, usia memar dapat memperkirakan saat kejadian.

Ante mortem : Terdapat perubahan warna, bengkak dan terlihat darah sekitar

memar

Past mortem : Tidak terdapat perubahan warna, bengkak, darah disekitar

memar

. Luka lecet (Abrasi, ekskoriasi)

Karakteristik hilangnya lapisan epidermis, berbentuk goresan, lecet, lecet

geser (gesekan), bersentuhan dengan benda kasar, gambaran merah terang


(baru tejadi), pembentukan keropeng (12-24 jam), keropeng merah coklat (2-3

hari), daerah abrasi epitelisasi (4-7hari), kropeng terkelupas (7hari).

Gambar 11: luka lecet (excoriasi) pada daerah os frontal sinistra dan os

zigoma sinistra

Aspek Medikolegal menentukan arah tekanan, bagaimana terjadinya cedera,

petunjuk tanda perlawanan, dan tanda cedera bagian dalam tubuh dan

memperkirakan dasar dari tindakan kriminal

Luka robek (laserasi)

Karakteristik : tepi, dasar dan bentuk luka tidak teratur/tidak selalu sesuai

dengan bentuk senjatanya, ada jembatan jaringan, disekitar luka lecet atau

memar, bisa terjadi luka dalam, jaringan dalam rusak, perdarahan tidak begitu

banyak, bisa ditemukan benda asing, benda bulat panjang akan menimbulkan

luka bentuk huruf V pada sudutnya, benda bulat robek seperti bintang.

34

Gambar 12 : Luka robek pada daerah parietal

Luka iris atau sayat

Karakteristik: bentuk luka celah atau kumparan (lengkung), pinggir luka rata,

teratur dan terbuka (bisa tidak teratur), lebar luka lebih luas dari ukuran

senjata, panjang luka lebih besar dari lebar dan dalam, awal luka lebih dalam

dari akhir luka (arah luka), perdarahan lebih banyak, terpi luka rata, sudut luka

tajam, jembatan jaringan tidak ada, memar tidak ada, rambut terpotong, tidak

ada benda asing disekitar iris, dari perkiraan waktu ditemukan 2 jam (pinggir

luka merah, bengkak, ada darah dan limfe), 24 jam (ada keropeng/krusta), 36

jam (bentuk jaringan kapiler), 48 72 jam (membentuk jaringan

penyambung), 3-5 hari (terbentuk jaringan fibril), 1-2 minggu (terbentuk

jaringan parut)

Aspek medikolegal dapat mengetahui jenis senjata, dapat mengetakui cara

kematian, mengetahui umur/sat luka terjadi. Perlu diperhatikan arah, panjang.

tepi, ujung, dalam, organ yang terkena, lokasi luka.


. Luka bacok

Karakteristik garis batas luka bentuk teratur serta simetris, tebing luka rata,

terdiri atas jaringan kulit, jaringan ikat, lemak, otot dan tulang. Tidak

ditemukan jembatan jaringan luka, disekitar garis luka dapat terjadi memar.

Aspek medikolegal dapat menentukan jenis senjata, kekuatan atau faktor

tenanga, dan ketajaman benda, serta arah gerakan menusuk.

. Patah Tulang

35

Karakteristik pada patah tulang sederhana atap tulang tengkorak berupa suatu

garis, bila ditemukan patah tulang lebih dari satu garis disebut patah tulang

trombosit, pada bayi biasanya tidak terjadi patah tulang tengkorak tetapi tu

kepala masuk, terjadi suatu lekukan seperti bola pimpong yang mengalami

tekanan, bentuknya bisa berupa fissura, stelata (bintang), reak tekanan kearah

dalam (depres), terangkat (elevas), berlubang, remuk.

lang

Fracture

Infant skult

ADAM

Gambar 13 : Fraktur linear pada Os parietal

Aspek Medikolegal : berdasarkan sifat patah tulang dapat diperkirakan arah

kekerasan, dengan patahan tulang dapat dengan mudah ditentukan akibat

benda tumpul atau benda tajam

D.2.3 Pemeriksaan Dalam15

Pada pemeriksaan dalam dilakukan pembukaan rongga tengkorak, rongga dada

serta rongga perut-panggul untuk melihat adanya cedera pada organ dalam. Dalam

hal diperlukan pembukaan bagian tubuh lainnya, seperti ekstremitas juga

dibenarkan

D.2.3.1 Pemeriksaan Kepala

dapat
Mula-mula rambut kepala disisir dengan belahan melintang mulai dari

belakang telinga kanan. Garis belahan rambut ini lalu diiris sampai ketulang

Dengan menggunakan pahat bermata lebar kulit dipisahkan dari

perlekatannya dengan tulang dilanjutkan dengan pemisahan dengan

menggunakan pisau. Kearah depan pemisahan dilakukan sampai daerah

supraorbital dan kearah belakang sampai protuberensia oksipitalis

36

Gambar 14 untuk membuka kepala kita mula-mula menyisirrambut korban

sehingga terbentuk belahan dari mastoid puncak - mastoid. Pada belahan

inilah nantinya akan dilakukan insisi kulit kepala dengan menggunakan

skapel atau pisau.

Pembukaan tulang kepala dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

dengan melakukan pemotongan yang membentuk garis lurus dari frontal ke

oksipital atau membentuk dua buah garis dari frontal ke mastoid dan dari

mastoid ke oksipital dengan membentuk sudut 120 pembukaan tulang

tengkorak dengan cara kedua lebih disukai karena lebih memberikar

kestabilan posisi tulang setelah dilakukan autopsi dibandingkan dengan cara

pertama. Dampak paling luar dan ringan suatu trauma kepala adalah

hematoma pada kulit kepala. Secara makroskopik hematoma tampak sebagai

suatu peresapan darah. Tulang digergaji dengan menggunakan gergaji biasa

atau gergaji listrik sedemikian sehingga kemungkinan terpotongnya

duramater dikurangi seminim mungkin. Setelah ini barulah dilakukan

isahan duramater dari tulang dengan cara menarik tulang menjahui

kepala dengan menggunakan tangan

37

Gambar 15: Setelah kulit kepala dikupas kedepan dan belakang maka tulang

atap tengkorak akan digergaji. Ada 4 macam potongan yang dapat dilakukan

yaitu : A.metode sirkuler atau saucer, B. Metode wajik, C.metode tiga

nokiah, D.metode siksak


Duramater dibawah atap tengkorak dinilai keutuhan dan ada atau

tidaknya bekuan darah. Jika ditemukan adanya bekuan darah disebut epidural

hematom. Bekuan ini dikerok dan di ukur berat/ volumenya.

Epidural Hematoma

Gambar 16: Tampak suatu Epidural Hematom berupa bekuan darah.

Temuan ini dicatat lokasi, jenis perdarahan, serta jumlah darahnya.

Setelah itu duramater digunting pada garis pemotongan tulang sehingga

membentuk satu putaran penuh. Begitu duramater dibuka jika ada perdarahan

38

tampak perdarahan subdural berupa adanya darah dibawah duramater

Perdarahan ini akan hanyut jika dilakukan penyiraman dengan air

Subderal Hematoma

Gambar 17 tampak Gambaran perdarahan subdural pada tulang tengkorak.

Sedangkan perdarahan subaracnoid akan tetap pada tempatnya. Tidak hilang

pada penyiraman dengan air karena terlindungi oleh lapisan arakhnoid.

Perdarahan ini dapat dicirikan secara baik karena umumnya mengisi sulkus-

sulkus terlebih dahulu.

Gambar 18: Perdarahan subarakhnoid berupa perdarahan yang tidak hilang

pada penyiraman dengan air karena terlindungi oleh lapisan arakhnoid.

39

Kemudian dinilai tulang-tulang pada basis kranii dinilai ada tidaknya

patahan, dengan perhatian khusus ditujukan pada sekitar os petrosus yang

merupakan tulang yang paling sering patah. Jika patahan tak begitu jelas,

maka tepi potongan tulang frontal dan oksipital ditekan dengan telapak

tangan ke arah luar secara berbarengan. Jika memang ada patahan maka sela

patahan akan melebar dan mudah terlihat. Adanya garis yang lokasinya tidak

biasa (bukan di daerah sutura) dan tidak simetris dapat dipastikan patah

tulang. Patahan ini dicatat secara deskriptif maupun skematis.

Memeriksa Jaringan Otak5)


Pada pemeriksaan jaringan otak secara langsung, mula-mula dilakukan

pemisahan serebrum dari serebelum dengan memotong persambungannya

membentuk huruf V. Kemudian batang otak dipisahkan juga dari serebelum

dengan memotong batas mesensefalon dengan serebelum juga dengan

potongan berbentuk huruf V

Mula-mula permukaan serebrum dinilai ada tidaknya perdarahan atau

bekuan darah. Adanya bekuan darah dipermukaan otak mungkin perdarahan

subdural atau perdarahan subaracnoid. Adanya perdarahan subdural dapat

tampak berupa bekuan darah yang melekat diatas araknoid pada permukaan

otak atau darah yang hilang bila disiram dengan air

Sedangkan perdarahan subaraknoid akan tampak berupa perdarahan

yang tidak hilang bila disiram dengan air. Selain itu ketebalan perdarahan

biasanya jelas tampak tidak merata karena ia lebih tebal pada daerah sulkus

Setelah seluruh permukaan dinilai dan dicatat kelainannya, dilakukan

pengirisan lokal pada beberapa lokasi yang menunjukan perdarahan

subaraknoid atau subdural untuk menilai ada tidaknya kontusio didaerah

tersebut. Adanya kontusio serebri akan tampak sebagai bintik-bintik

perdarahan pada substansia grisea yang berbentuk segitiga dengan basis

pada permukaan otak. Suatu kontusio lebih luas kadang juga mengenai

substansia alba dibawahnya. Semua kelainan ini dicatat luas serta lokasinya.

40

Gambar 19: Perdarahan Subdural pada potongan transversal.

Kontusi serebral

Gambar 20: kontusio serebri pada daerah fronto-parietal.

Tahap berikutnya adalah melakukan pemotongan seri jaringan

serebrum. Mula-mula serebrum diletakan dengan posisi bagian basis di atas

Pemotongan standar adalah minimal 7 irisan yaitu

Frontal

Tepat didepan kiasma optikus


Kiasma optikus

Antara kiasma dan korpus mamilare

41

. Korpus mamilare

.Antara korpus mamilare dan batang otak

. Oksipital

Dalam hal dianggap perlu irisan dapat ditambah diantara irisan-irisan

ini Pemotongan otak dilakukan sampai tuntas, dimana setelah pemotongarn,

setiap irisannya dijejerkan dari frontal sampai oksipital. Penilaian dilakukan

setelah permukaan irisan disiram air sampai bersih dari darah. Adanya lesi

intermedia pada substansia alba akan tampak sebagai robekan, bercak atau

bintik-bintik perdarahan pada daerah antara kedua lesi pada permukaan otak

atau pada arah rudapaksa. Adanya bendungan akan tampak sebagai bintik

perdarahan yang menunjukan umbai pembuluh darah jelas terlihat jika

permukaan irisan disiram air. Pada prinsipnya, jika ditemukan adanya bintik

perdarahan maka penentuan apakah itu bintik perdarahan atau perbendungan

hanya dapat dilakukan dengan tepat secara histopatologis)

D.2.4 Pemeriksaan Toksikologi le

Toksikologi merupakan ilmu yang sangat luas yang mencakup berbagai

disiplin ilmu yang sudah ada seperti ilmu kimia, Farmakologi, Biokimia, Forensik

Medicine dan lain-lain.

Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat racun,

gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada

korban yang meninggal Pemeriksaan Toksikologi di lakukan mendeteksi obat yang

mungkin menimbulkan penurunan kesadaran.


D.2.5.1 Keracunan Alkohol

Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering

menimbulkan keracunan. Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya

reaksi atau kecepatan, kemampuan untuk menduga jarak dan ketrampilan

mengemudi sehingga cenderung menimbulkan kecelakaan lalu-lintas di

jalan, pabrik dan sebagainya. Penurunan kemampuan untuk mengontrol diri

dan hilangnya kapasitas untuk berfikir kritis mungkin menimbulkan

tindakan yang melanggar hukum seperti perkosaan, penganiayaan, dan

kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri.o

42

D.2.5.2 Pemeriksaan Kedokteran Forensik Keracunan Alkoholo

Pada orang hidup, bau alkohol yang keluar dari udara pernapasan

merupakan petunjuk awal. Petunjuk ini harus dibuktikan dengan

pemeriksaan kadar alkohol darah, baik melalui pemeriksaan udara

pernapasan atau urin, maupun langsung dari darah vena.

Kelainan yang ditemukan pada korban mati tidak khas, Mungkin

gejala-gejala yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ

ditemukan

menunjukkan tanda perbendungan, darah lebih encer, berwarna mera

gelap. Mukosa lambung menunjukkan tanda perbendungan, kemerahan dan

tanda inflamasi tapi kadangkadang tidak ada kelainan.

Organ-organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada

pemeriksaan histopatologik dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh

darah otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian

parenkim organ dan inflamasi mukosa saluran cerna.

Pada kasus keracunan kronik yang, meninggal, jantung dapat

memperlihatkan fibrosis interstisial, hipertrofi serabut otot jantung, sel-sel

radang kronik pada beberapa tempat, gambaran seran lintang otot jatunng

menghilang, hialinisasi, edema dan vakuolisasi serabut otot jantung


Schneider melaporkan miopati alhokolik akut dengan miohemoglobinuri

Ayang disebabkan oleh nekrosis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium

(17)

Cara Pengiriman

Untuk melakukan pengiriman bahan pemeriksaan forensik, harus

memenuhi kriteria:

1.

2.

3.

4.

5.

Satu tempat hanya berisi satu contoh bahan pemeriksaan

Contoh bahan pengawet harus disertakan untuk kontrol

Tiap tempat yang telah terisi disegel dan diberi label

Hasil autopsi harus dilampirkan secara singkat

Adanya surat permintaan dari penyidik

43

Jika jenazah akan diawetkan, maka pengambilan contoh bahan harus

dilakukan sebelum pengawetan. Pada pengambilan contoh bahan dari

korban hidup, alkohol tidak dapat dipakai sebagai disinfektan lokal saat

pengambilan darah. Sebagai gantinya dapat digunakan sublimat 1% atau

merkuri klorida 100

s DIPO

Daftar Pustaka

Dorland, W.A Newman. Kamus Kedokieran Dorland Edsi 29. Jakana

2 Listiono LD, Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Edisi III Jakarta: Gramedia Pustaka

3. Brain Injury Association of America. Types of Brain Injury 2006 [4 September 2007).
4. Duus P. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi Fisiologi Tanda Gejala. Jakarta: EGC

5. Cedera Kepala Traumatika. Diunduh dari:

Utama 1998 Hal: 12-27

agestype of brain injury .htm. Diunduh

Diunduh dari: httpl

tanggal: 27 juli 2010

1994: 106-181

6. Asuhan Keperawatan Dengan Cedera Kepala. Diunduh dari:

7. Patofisiologi Traauma Kepala dan dampak pada sistem tubuh lainnya, Diunduh dari:

8. The American Colleage of Surgeon "Advance Trauma Life Support" Edition seventh.

9. Riyanto Budi. Penatalaksanaan Cedera Kepala Aku. diunduh dari

http://www.anglefire.com/nc/ncurosurgery/kepalateks.html

http //rusari.com/askep_cedera kepala html

http/lutorialkuliah blogspot.com/2009/05/patofisiologi-traua-kepala-dan-dampak html

IKABI: Jakarta: 2004, Hal 172-178

http//www kal

/files/16Penatalaksanaan

Aku1077 pdf/16Penatalak

sanaanFaseAkut077 html, diambil tanggal 7 Juli 2010

10. Lumbantobing,S.M. Neurologti Klinik. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas

Jakarta. 1998 .hal :21-86

11. Jalan Napas (Airway), diunduh dari :http://www.klikdokter.com/p3k/detail/18 diambil

tanggal 7 Juli 2010

Dahlan, Sofwan. llmu Kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Semarang 2000. Hal 67- 70

12.

13. Hermanto. epidural hematom. Diunduh dari

http:/lidmgarutdpress.com/2009/09/02/refarat-epidural-hematoma/ tanggal 8 juli 2010

Srimurni. Diunduh dari.


14.

47

http /lsrimurni.students-blog undip

scan diunduh tanggal 8 juli 2010

Markam, Sumarno. Cedera tertutup kepala. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

15.

Jakarta: 1999, Hal: 129-149

16. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. In

I1mu

Kedokteran Forensik, Edisi Kedua. Jakarta 1997, Hal: 71-86

Dharma, Mohan. Investigasi kematian dengan toksikologi forensik. Diunduh dari

oksi

17.

nakh

kematian-dengan-

-files-of-drsmed pdf. diunduh tanggal : I Agustus 2010

Anda mungkin juga menyukai