Anda di halaman 1dari 20

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN

KEPERAWATAN NEUROVASKULER
TAHUN AKADEMIK 2021-2022

Nama Preceptee : Melania Felayati


NPM : 20210940100067

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JAKARTA

Jl. Cempaka Putih Tengah I/1 Jakarta Pusat, Kode


Pos 10510 Telp/Faks: 021-42802202

LAPORAN PENDAHULUAN
STROKE
A. Konsep Stroke
Stroke adalah penyakit serebrovaskular yaitu gangguan neurologic mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah, yang menunjukkan beberapa
kelainan otak baik secara fungsional atau structural yang disebabkan oleh keadaan
patologis, robekan pembuluh darah atau oklusi parsial yang bersifat sementara atau
permanen.
Stroke atau gangguan peredaran darah otak merupakan penyakit neurologis yang sering
ditemui dan harus ditangani dengan cepat dan tepat. Stroke adalah tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal dengan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vascular.

A. Stroke Iskemik
Yang terjadi akibat suplai darah ke jaringan otak berkurang karena obstruksi atau
bekuan di salah satu arteri besar pada sirkulasi serebrum. Penyebab stroke yaitu
trombotik dan embolik primer termasuk aterosklerosis, attertis, penyakit jantung
structural, dan hipoperfusi global. Biasanya terjadi setelah beristirahat lama, bangun
tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbukan hipoksia dan dapat timbul edema sekunder. Hampir 80% pasien stroke
mengalami stroke iskemik.

B. Stroke Hemoragik
Lesi vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi perdarahan sub
arachnoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Biasanya terjadi saat melakukan
aktivitas dan aktif, namun dapat juga saat istirahat. Biasanya stroke hemoragik secara
cepat menyebabkan kerusakan fungsi orak dan kehilangan kesadaran. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu:
1. Intraserebral: pecahnya vascular karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
jaringan otak, membentuk massa dan menekan jaringan otak, dan menimbukan edema
otak.
2. Subarachnoid: perdarahan berasal dari pecahan aneurisma. Aneurisma yang pecah
berasal dari sirkulasi Willisi. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub arachnoid
mengakibatkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri sehingga
timbul nyeri kepala hebat.
B. Manifestasi Klinis
Tergantung dari sisi mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dll.
a) Kelumpuhan wajah atau badan sebagian
b) Gangguan sensibilitas pada satu anggota
c) Penurunan kesadaran
d) Afasia, staksia
e) Gangguan penglihatan
f) Vertigo, mual muntah, sakit kepala
g) Face (wajah)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk tersenyum. Perhatikan,
apakah wajahnya tampak tidak simetris?
h) Arms (lengan)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk mengangkat kedua lengan
lurus ke depan dan menahannya untuk beberapa detik. Apakah ia hanya dapat
mengangkat satu lengan saja? Bila ia dapat mengangkat kedua lengannya, apakah
salah satu lengan terlihat turun?
i) Speech (bicara)
Mintalah orang yang dicurigai mengalami stroke untuk mengulang beberapa
kalimat. Apakah ia mampu berbicara jelas atau terdengar pelo atau cadel? Akan
lebih jelas bila kalimat yang diucapkan mengandung banyak konsonan huruf R
seperti, ular melingkar-lingkar di atas pagar.
j) Time (waktu)
Seperti disebutkan sebelumnya, time is brain, setiap detik sangat berharga. Bila
ditemukan salah satu gejala di atas, segera hubungi atau bawa pasien ke Unit Gawat
Darurat (UGD) rumah sakit terdekat yang memiliki fasilitas penanganan stroke
terpadu.
k) Risiko perdarahan pada subjekstroke iskemik akut diukur menggunakan ATRIA
Bleeding Risk Score.

C. Etiologi
Stroke iskemik biasanya disebabkan adanya gumpalan yangmenyumbat pembuluh
darah dan menimbulkan hilangnya suplai darah keotak.Gumpalan dapat berkembang
dari akumulasi lemak atau plak aterosklerotik di dalam pembuluh darah. Faktor
resikonya antara lain hipertensi, obesitas, merokok, peningkatan kadar lipid
darah,diabetes dan riwayat penyakit jantung dan vaskular dalam keluarga.
Stroke hemoragik enam hingga tujuh persen terjadi akibat adanya perdarahan
subaraknoid (subarachnoid hemorrhage), yang mana perdarahan masuk ke ruang
subaraknoid yang biasanya berasal dari pecarnya aneurisma otak atau AVM
(malformasi arteriovenosa). Hipertensi, merokok, alkohol, dan stimulan adalah faktor
resiko dari penyakit ini.Perdarahan subaraknoid bisa berakibat pada koma atau
kematian.Pada aneurisma otak, dinding pembuluh darah melemah yang bisa terjadi
kongenital atau akibat cedera otak yang meregangkan dan merobek lapisan tengah
dinding arteri(Terry & Weaver, 2013). Berikut adalah hal-hal yang menyebabkan
gangguan peredaran darah otak, yaitu:
a. Keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri, seperti pada arteriosklerosis
dan trombosis, robeknya dinding pembuluh darah atau peradangan
b. Berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya pada syok dan
hiperviskositas darah
c. Gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari
jantung atau pembuluh darah ekstrakranium
d. Ruptur vaskular di dalam jaringan otak atau ruang subaraknoid

D. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan untuk mengetahui area infark, edema, abnormalitas struktur
b. EEG untuk mengidentifikasi masalah melalui gelombang otak dan melihat lesi
c. Angiografi serebral untuk menentukan penyebab secara jelas seperti perdarahan,
obstruksi, rupture
d. MRI untuk evaluasi lokasi dan ukuran lesi
e. Pungsi Lumbal untuk pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masih, jika perdarahan kecil biasanya likuor masih normal

E. Pemeriksaan Neurologi
 GCS
Glasgow coma Scale sudah digunakan secara luas untuk menentukan tingkat kesadaran
penderita.Glasgow Coma Scale meliputi :
Eye / Mata
Spontan membuka mata 4
Membuka mata dengan perintah(suara) 3
Membuka mata dengan rangsang nyeri 2
Tidak membuka mata dengan rangsang apapun 1
Verbal
Berorientasi baik 5
Disorientasi 4
Bisa membentuk kata tapi tidak bisa membentuk kalimat 3
Bisa mengeluarkan suara yang tidak memiliki arti 2
Tidak bersuara 1
Motorik
Menurut perintah 6
Dapat melokalisir rangsang nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak (withdrawal) 4
Menjauhi rangsang nyeri 3
Ekstensi spontan 2
Tak ada gerakan 1
Kriteria : kesadaran baik/normal : GCS 15 Koma : GCS < 7
 Tingkat Kesadaran Kualitatif :
1. Compos mentis
Yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap lingkungannya.
Klien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
2. Apatis
Keadaan di mana klien tampak segan dan acuk tak acuh terhadap lingkungannya.
3. Delirium
Yaitu penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun
yang terganggu. Klien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-
ronta.
4. Somnolen (letergia, obtundasi, hipersomnia)
Yaitu keadaan mengantuk yang masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila
rangsang berhenti, klien akan tertidur kembali.
5. Sopor (stupor)
Keadaan mengantuk yang dalam, klien masih dapat dibangunkan dengan rangsang
yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi klien tidak terbangun sempurna dan
tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
6. Semi-koma (koma ringan)
Yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap rangsang
verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali, tetapi refleks (kornea, pupil)
masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak adekuat.
7. Koma
Yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak
ada respons terhadap rangsang nyeri.
F. Pemeriksaan Saraf Kranial
Saraf I (N. Olfaktorius)
Pemeriksaan dapat secara subyektif dan obyektif. Subyektif hanya ditanyakan apakah
penderita masih dapat membaui bermacam-macam bau dengan betul. Obyektif dengan
beberapa bahan yang biasanya sudah dikenal oleh penderita dan biasanya bersifat aromatik
dan tidak merangsang seperti : golongan minyak wangi, sabun, tembakau, kopi, vanili, dan
sebagainya (3 atau 4 macam). Bahan yang merangsang mukosa hidung (alkohol, amonia)
tidak dipakai karena akan merangsang saraf V. Yang penting adalah memeriksa kiri, kanan
dan yang diperiksa dari yang normal. Ini untuk pegangan, sebab tiap orang tidak sama.
Kemudian abnormal dibandingkan dengan yang normal. Tetapi dalam pembuatan status
dilaporkan yang abnormal dahulu.
Cara Pemeriksaan :
Kedua mata ditutup
Lubang hidung ditutup
Dilihat apakah tidak ada gangguan pengaliran udara
Kemudian bahan satu persatu didekatkan pada lubang hidung yang terbuka dan penderita
diminta menarik nafas panjang, kemudian diminta mengidentifikasi bahan tersebut.
Yang harus diperhatikan pada pemeriksaan adalah :
Penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rinitis) atau atropik (ozaena) akan
menimbulkan positif palsu.
Pada orangtua fungsi pembauan bisa menurun (hiposmia)
Yang penting adalah gangguan pembauan yang sesisi (unilateral) tanpa kelainan intranasal
dan kurang disadari penderita (kronik), perlu dipikirkan suatu glioma lobus frontalis,
meningioma pada crista sphenoidalis dan tumor parasellar. Fungsi pembauan juga bisa
hilang pada trauma kapitis (mengenai lamina cribosa yang tipis) dan meningitis basalis
(sifilis, tuberkulosa).
Untuk membedakan hambatan pembauan karena penyebab psychic dengan organik,
pemeriksaan tidak hanya memakai zat yang merangsang N II, tapi juga yang merangsang
N V (seperti amoniak). Meskipun N I tidak dapat membau karena rusak, tetapi N V tetap
dapat menerima rangsangan amoniak. Bila dengan amoniak tetap tidak membau apa-apa
maka kemungkinan kelainan psycis
Saraf II (N. Opticus)
Pemeriksaan meliputi :
Penglihatan sentral Untuk keperluan praktis, membedakan kelainan refraksi dengan retina
digunakan PIN HOLE (apabila penglihatan menjadi lebih jelasmaka berarti gangguan visus
akibat kelainan refraksi). Lebih tepat lagi dengan optotype Snellen. Yang lebih sederhana
lagi memakai jari-jari tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 60 m dan
gerakan tangan dimana secara normal dapat dilihat pada jarak 300 m.
Penglihatan Perifer
diperiksa dengan :
Tes Konfrontasi.
Pasien diminta untuk menutup satu mata, kemudian menatap mata pemeriksa sisi lain.
Mata pemeriksa juga ditutup pada sisi yang lain, agar sesuai denganlapang pandang pasien.
Letakkan jari tangan pemeriksa atau benda kecil pada lapang pandang pasien dari 8 arah.
Pasien diminta untuk menyatakan bila melihat benda tersebut. Bandingkan lapang pandang
pasien dengan lapang pandang pemeriksa.
Syarat pemeriksaan tentunya lapang pandang pemeriksa harus normal.
Perimetri/Kampimetri Biasanya terdapat di bagian mata dan hasilnya lebih teliti daripada
tes konfrontasi.
2(3 Melihat warna Persepsi warna dengan gambar stilling Ishihara. Untuk
mengetahui adanya polineuropati pada N II.
Pemeriksaan Fundus Occuli Pemeriksaan ini menggunakan alat oftalmoskop. Pemeriksaan
ini dilakukan untuk melihat apakah pada papilla N II terdapat :
1. Stuwing papil atau protusio N II Kalau ada stuwing papil yang dilihat adalah papilla
tersebut mencembung atau menonjol oleh karena adanya tekanan intra cranial yang
meninggi dan disekitarnya tampak pembuluh darah yang berkelok-kelok dan adanya
bendungan.
2. Neuritis N II
Pada neuritis N II stadium pertama akan tampak adanya udema tetapi papilla tidak
menyembung dan bial neuritis tidak acut lagi akan terlihat pucat. Dengan oftalmoskop
yang perlu diperhatikan adalah :
Papilla N II, apakah mencembung batas-batasnya.
Warnanya
Pembuluh darah
Keadaan Retina.
Saraf III (N. Oculo-Motorius)
Pemeriksaan meliputi :
Retraksi kelopak mata atas
Bisa didapatkan pada keadaan :
Hidrosefalus (tanda matahari terbit)
Dilatasi ventrikel III/aquaductus Sylvii
Hipertiroidisme
Ptosis
Pada keadaan normal bila seseorang melihat kedepan, maka batas kelopak mata atas akan
memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Bila salah satu kelopak mata atas
memotong iris lebih rendah daripada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan
kepala ke belakang/ ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata
secara kronik dapat dicurigai sebagai ptosis. Penyebab Ptosis adalah:
False Ptosis : enophtalmos (pthisis bulbi), pembengkakan kelopak mata (chalazion).
Disfungsi simpatis (sindroma horner).
Kelumpuhan N. III
Pseudo-ptosis (Bell’s palsy, blepharospasm)
Miopati (miastenia gravis).
Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
Bentuk dan ukuran pupil
Bentuk yang normal adalah bulat, jika tidak maka ada kemungkinan bekas operasi mata.
Pada sifilis bentuknya menjadi tidak teratur atau lonjong/segitiga. Ukuran pupil yang
normal kira-kira 2-3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil disebut Meiosis, yang
biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple
sclerosis). Sedangkan pupil yang melebar disebut mydriasis, yang biasanya terdapat pada
parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan psikis yaitu histeris
Perbandingan pupil kanan dengan kiri Perbedaan diameter pupil sebesar 1 mm masih
dianggal normal. Bila antara pupil kanan dengan kiri sama besarnya maka disebut isokor.
Bila tidak sama besar disebut anisokor. Pada penderita tidak sadar maka harus
dibedakanapakah anisokor akibat lesi non neurologis(kelainan iris, penurunan visus)
ataukah neurologis (akibat lesi batang otak, saraf perifer N. III, herniasi tentorium.
Refleks pupil
Terdiri atas : - Reflek cahaya Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata
ditutup dan penderita disuruh melihat jauh supaya tidak ada akomodasi dan supaya otot
sphincter relaksasi. Kemudian diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa tidak boleh
berada ditempat yang cahayanya langsung mengenai mata. Dalam keadaan normal maka
pupil akan kontriksi. Kalau tidak maka ada kerusakan pada arcus reflex (mata---N.
Opticus---pusat---N. Oculomotorius)
Reflek akomodasi Penderita disuruh melihat benda yang dipegang pemeriksa dan disuruh
mengikuti gerak benda tersebut dimana benda tersebut digerakkan pemeriksa menuju
bagian tengah dari kedua mata penderita. Maka reflektoris pupil akan kontriksi. Reflek
cahaya dan akomodasi penting untuk melihat pupil Argyl Robetson dimana reflek
cahayanya negatif namun reflek akomodasi positif.
Reflek konsensual Adalah reflek cahaya disalah satu mata, dimana reaksi juga akan terjadi
pada mata yang lain. Mata tidak boleh langsung terkena cahaya, diantara kedua mata
diletakkan selembar kertas. Mata sebelah diberi cahaya, maka normal mata yang lain akan
kontriksi juga.
Gerakan bola mata (bersama-sama dengan N. IV dan VI)
Gerakan bola mata yang diperiksa adalah yang diinervasi oleh nervus III, IV dan VI.
Dimana N III menginervasi m. Obliq inferior (yang menarik bala mata keatas), m. rectus
superior, m. rectus media, m. rectus inferior. N IV menginervasi m. Obliq Superior dan N
VI menginervasi m. rectus lateralis.
N III selain menginervasi otot-otot mata luar diatas juga menginervasi otot sphincter pupil.
Pemeriksaan dimulai dari otot-otot luar yaitu penderita disuruh mengikuti suatu benda
kedelapan jurusan. Yang harus diperhatikan ialah melihat apakah ada salah satu otot yang
lumpuh. Bila pada 1 atau 2 gerakan mata ke segala jurusan dari otot-otot yang disarafi N
III berkurang atau tidak bisa sama sekali, maka disebut opthalmoplegic externa. Kalau
yang parese otot bagian dalam (otot sphincter pupil) maka disebut opthalmoplegic interna.
Jika hanya ada salah satu gangguan maka disebut opthalmoplegic partialis, sedangkan
kalau ada gangguan kedua macam otot luar dan dalam disebut opthalmoplegic totalis
Sikap Bola Mata Sikap bola mata yaitu kedudukan mata pada waktu istirahat. Kelainan –
kelaian yang tampak diantaranya adalah : - Exopthalmus, dimana mata terdorong kemuka
karena proses mekanis retroorbital - Strabismus yang dapat divergen atau
convergen.Secara subyektif ditanyakan apakah ada diplopia. Pemeriksaan subyektif ini
penting karena kadang-kadang strabismus yang ringan tak kelihatan pada pemeriksaan
obyektif. - Nystagmus atau gerakan bola mata yang spontan. Dalam hal ini tidak hanya
memeriksa otot-otot yang menggerakkan bola mata sja, tetapi sekaligus melihat adanya
kelainan dalam keseimbangan atau N VIII. - Deviasi conjugae, adalah sikap bola mata
yang dalam keadaan istirahat menuju kesatu jurusan tanpa dapat dipengaruhi oleh
kesadaran, dengan sumbu kedua mata tetap sejajar secara terusmenerus. Lesi penyebab
bisa di lobus frontalis atau di batang otak, bisa lesi destruktif (infark) atau irirtatif (jaringan
sikatriks post trauma/ epilepsi fokal & perdarahan)
Saraf V (N. Trigeminus)
Pemeriksaan meliputi :
Sensibilitas Sensibilitas N V ini dapat dibagi 3 yaitu : - bagian dahi, cabang keluar dari
foramen supraorbitalis - bagian pipi, keluar dari foramen infraorbitalis - bagian dagu,
keluar dari foramen mentale. Pemeriksaan dilakukan pada tiap cabang dan dibandingkan
kanan dengan kiri.
Motorik
Penderita disuruh menggigit yang keras dan kedua tangan pemeriksa ditruh kira-kira
didaerah otot maseter. Jika kedua otot masseter berkontraksi maka akan terasa pada tangan
pemeriksa. Kalau ada parese maka dirasakan salah satu otot lebih keras.
Reflek Penderita diminta melirik kearah laterosuperior, kemudian dari arah lain tepi kornea
disentuhkan dengan kapas agak basah. Bila reflek kornea mata positif, maka mata akan
ditutupkan.

Gerakan bola mata (bersama-sama dengan N. IV dan VI)


Saraf VII (N. Facialis)
Dalam keadaan diam, perhatikan :
- asimetri muka (lipatan nasolabial)
- gerakan-gerakan abnormal (tic fasialis, grimacing, kejang tetanus/rhesus sardonicus,
tremor, dsb)
Atas perintah pemeriksa
Mengangkat alis, bandingkan kanan dengan kiri.
Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri), kemudian pemeriksa mencoba membuka
kedua mata tersebut (bandingkan kekuatan kanan dan kiri).
Memperlihatkan gigi (asimetri).
Bersiul dan mencucu (asimetri/deviasi ujung bibir).
Meniup sekuatnya (bandingkan kekuatan udara dari pipi masingmasing).
Menarik sudut mulut ke bawah (bandingkan konsistensi otot platisma kanan dan kiri). Pada
kelemahan ringan, kadang-kadang tes ini dapat untuk mendeteksi kelemahan saraf fasialis
pada stadium dini.
Sensorik khusus (pengecapan 2/3 depan lidah)
Melalui chorda tympani. Pemeriksaan ini membutuhkan zat-zat yang mempunyai rasa : -
manis, dipakai gula - pahit, dipakai kinine - asin, dipakai garam - asam, dipakai cuka
Paling sedikit menggunakan 3 macam. Penderita tidak boleh menutup mulut dan
mengatakan perasaannya dengan menggunakan kode-kode yang telah disetujui bersama
antara pemeriksa dan penderita. Penderita diminta membuka mulut dan lidah dikeluarkan.
Zat-zat diletakkan di 2/3 bagian depan lidah. Kanan dan kiri diperiksa sendiri-sendiri,
mula-mula diperiksa yang normal.
Saraf VIII (N. Acusticus)
Pemeriksaan pendengaran
Detik arloji Arloji ditempelkan ditelinga, kemudian dijauhkan sedikit demi sedikit, sampai
tak mendengar lagi, dibandingkan kanan dan kiri.
Gesekan jari
Tes Weber
Garpu tala yang bergetar ditempelkan dipertengahan dahi. Dibandingkan mana yang lebih
keras, kanan/ kiri.
Tes Rinne
Garpu tala yang bergetar ditempelkan pada Processus mastoideus. Sesudah tak mendengar
lagi dipindahkan ke telinga maka terdengar lagi. Ini karena penghantaran udara lebih baik
dari pada tulang.
Saraf IX-X (N. Glossopharyngeus-N. Vagus)
Pemeriksaan saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian belakang rongga mulut atau 1/3
belakang lidah dan faring, otot-otot faring dan pita suara serta reflek
muntah/menelan/batuk.
Gerakan Palatum Penderita diminta mengucapkan huruf a atau ah dengan panjang,
sementara itu pemeriksa melihat gerakan uvula dan arcus pharyngeus. Uvula akan
berdeviasi kearah yang normal (berlawanan dengan gerakan menjulurkan lidah pada waktu
pemeriksaan N XII).
Reflek Muntah dan pemeriksaan sensorik Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan
bandingkan refleks muntah kanan dengan kiri. Refleks ini mungkin menhilang oada pasien
lanjut usia.
Kecepatan menelan dan kekuatan batuk
Saraf XI (N. Accesssorius)
Hanya mempunyai komponen motorik. Pemeriksaan :
Kekuatan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan menahan gerakan fleksi lateral dari
kepala/leher penderita atau sebaliknya (pemeriksa yang melawan/ mendorong sedangkan
penderita yang menahan pada posisi lateral fleksi).
Kekuatan m. Trapezius bagian atas diperiksa dengan menekan kedua bahu penderita
kebawah, sementara itu penderita berusaha mempertahankan posisi kedua bahu terangkat
(sebaliknya posisi penderita duduk dan pemeriksa berada dibelakang penderita)
Saraf XII (N. Hypoglossus)
Pada lesi LMN, maka akan tamapk adanya atrofi lidah dan fasikulasi (tanda dini berupa
perubahan pada pinggiran lidah dan hilangnya papil lidah) Pemeriksaan :
Menjulurkan lidah Pada lesi unilateral, lidah akan berdeviasi kearah lesi. Pada Bell,s palsy
(kelumpuhan saraf VII) bisa menimbulkan positif palsu.
Menggerakkan lidah kelateral Pada kelumpuhan bilateral dan berat, lidah tidak bisa
digerkkan kearah samping kanan dan kiri.
Tremor lidah Diperhatikan apakah ada tremor lidah dan atropi. Pada lesi perifer maka
tremor dan atropi papil positip
Articulasi Diperhatikan bicara dari penderita. Bila terdapat parese maka didapatkan
dysarthria.
Pemeriksaan rangsang meningeal
Kaku kuduk
Mempersilahkan penderita berbaring telentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua
tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada
Memutar kepala penderita kesamping kanan kiri serta menoleh ke kanan kiri apakah ada
tahanan
Memegang kepala belakang penderita dengan tangan kiri dan tangan kanan, kemudian
mem-fleksikan kepala-dagu penderita ke arah sternum penderita apakah ada tahanan atau
nyeri di leher, normal dagu dapat menyentuh dada
Kaku kuduk positif bila dagu tidak menyentuh dada karena ada tahanan atau nyeri
Kernig sign
Mempersilahkan penderita berbaring terlentang ditempat tidur, kedua tangan dan kedua
tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada
Memfleksikan paha pada sendi panggul dan lutut 900, ekstensikan tungkai bawah pada
sendi lutut, normal lebih dari 1350
Lakukan di sisi kanan dan kiri bergantian
Menentukan tanda kernig positif bila ada tahanan atau nyeri dan sudut tidak mencapai
1350
Tanda Budzinski I
Mempersilahkan penderita berbaring terlentang ditempat tidur, kedua tangan dan kedua
tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada
Memutar kepala penderita ke samping kanan kiri serta menoleh ke kanan kiri apakah ada
tahanan
Memegang kepala belakang penderita dengan tangan kiri dan kanan, kemudian
memfleksikan kepala dagu penderita ke arah dada penderita apakah ada tahanan dileher,
normal dagu menyentuh dada
Lihat respon tungkai bawah, positif bila ada fleksi kedua tungkai dan sendi lutu
Tanda Brudzinski II (tungkai)
Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua
tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada
Memfleksikan salah satu tungkai lurus pada sendi panggul maksimal
Bila tungkai kontra lateral fleksi disebut positif
Tanda Brudzinski III
Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua
tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada
Menekan kedua pipi atau infaorbita pasien dengan kedua tangan pemeriksa
Menentukan tanda Brudzinski III positif, yaitu terlihat ada fleksi pada kedua lengan
Tanda Brudzinski IV
Mempersilahkan penderita berbaring terlentang di tempat tidur, kedua tangan dan kedua
tungkai diluruskan, kemudian ambil bantal bila ada
Menekan os pubis penderita dengan tangan pemeriksa
Menentukan tanda Brudzinski IV positif, yaitu terlihat ada fleksi pada kedua tungkai
Aspek klinis( beberapa penyakit yang bermanifetasi meningeal sign positif antara
lain( meningitis, meningosenfalitis dan sub arachnoid haemorhage

Pemeriksaan Refleks fisiologis


Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai
akibatrangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang-kadang terhadap tulang,
sendi, fasiaatau aponeurosis. Pemeriksaan fisiologis terdiri dari:
Pemeriksaan Refleks pada Lenga
Pemeriksaan Reflex Biseps
Pasien duduk dengan santai,lengan dalam keadaan lemas,siku dalan posisisedikit fleksi dan
pronasi.
Letakan ibu jari pemeriksa di atas tendo biseps,lalu pukul ibu jari tadi denganmenggunakan
refleks hammer. Reaksinya adalak fleksi lengan bawah. Bilarefleks meninggi maka zona
refleksogen akan meluas.
Pemeriksaan Refleks Triseps
Posisi pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
Apabila lengan pasien sudah benar-benar relaksasi (dengan meraba trisep tidakteraba
tegang), pukullah tendon yang lewat di fossa olekrani
Maka trisep akan berkontraksi dengan sedikit menyentak
Pemeriksaan Refleks pada Tungkai
Refleks Patella
Pasien dalam posisi duduk dengan tungkai menjuntai
Daerah kanan-kiri tendo patella terlebih dahulu diraba, untuk menetapkan daerahyang
tepat.
Tangan pemeriksa yang satu memegang paha bagian distal, dan tangan yanglain memukul
tendo patella tadi dengan reflex hammer secara tepat.
Tangan yang memegang paha tadi akan merasakan kontraksi otot kuadriseps,dan
pemeriksa dapat melihat tungkai bawah yang bergerak secara menyentakuntuk kemudian
berayun sejenak. Apabila pasien tidak mampu duduk, makapemeriksaan reflex patella
dapat dilakukan dalam posisi berbaring.
Refleks Achiles
Pasien dapat duduk dengan posisi menjuntai, atau berbaring tau dapat pulapenderita
berlutut dimana sebagian tungkai bawah dan kakinya menjulur di luar kursi pemeriksaan.
Pada dasarnya pemeriksa sedikit meregangkan tendon achiles dengan caramenahan ujung
kaki kea rah dorsofleksi.
Tendon Achilles dipukul dengan ringan tapi cepat.
Akan muncul gerakan fleksi kaki yang menyentak.
Pemeriksaan Refleks Patologis
Refleks patologis merupakan respon yang tidak umum dijumpai pada individu normal.
Reflekspatologis pada ekstemitas bawah lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih reliable
dan lebihmempunyai korelasi secara klinis dibandingkan pada ektremitas atas.
pemeriksaan patologis terdiri dari :
Refleks Hoffmann-Tromner
Cara pemeriksaan : tangan penderita dipegang pada pergelangannya dan suruh
pasienmelekukan fleksi ringan jari-jarinya. Kemudian jari tengah pasien
diregangkan dan dijepitdiantara jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Lalu
lakukan : Hoffmann : “Goresan” padaujung jari tengah pasien reaksi : fleksi dan adduksi
ibu jari disertai dengan fleksi telunjukdan jari-jari lainnya. Tromner : “Colekan”
pada ujung jari pasien maka akan muncul reaksiyang sama dengan hoffmann.

Babinsky sign
Pemeriksa menggores bagian lateral telapak kaki dengan ujung palu refleks.
Reaksi:Dorsofleksi ibu jari kaki disertai plantarfleksi dan gerakan melebar jari-jari
Lainnya
Refleks Grup Babinsky :
Chaddock’s sign
Cara : Pemeriksa menggores dibawah dan sekitar maleolus eksterna ke arah lateral dengan
palu refleks ujung tumpul. Reaksi : sama dengan babinski sign
Gordon’s sign
Cara : Pemeriksa menekan oto-otot betis dengan kuat. Reaksi : sama dengan babinskisign
Schaeffer’s sign
Cara : Pemeriksa menekan tendo Achilles dengan kuat. Reaksi : sama denganbabinski’s
sign
Oppenheim’s sign
Cara : Pemeriksa memberi tekanan yang kuat dengan ibu jari dan telunjuk padapermukaan
anterior tibia kemudian digeser ke arah distal Reaksi : sama dengan babinki’s sign

Penatalaksanaan Farmakologis dan Non Farmakologis


Pada Fase Akut
Pertahankan jalan nafas, monitor TIK, AGD, TTV, EKG, cegah emboli paru dan
tromboplebitis dengan antikoagulan
Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan
gerak pasif.
Pembedahan
Jika perdarahan serebrum >3cm atau volume >50ml untuk dekompresi bila ada
hidrosefalus obstruksi akut
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, membuka arteri di leher
Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
Terapi Obat-Obatan
Stroke Iskemik: pemberian trombolisis, digoksin, kaptopril, alfa beta, vasodilator
Stroke Hemoragik: antihipertensi, diuretic, antikonvulsan

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi, dan
penurunan kesadaran.

Riwayat Penyakit Sekarang


Serangan stroke sangat mendadak, biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan
kejang sampai tidak sadar, gejala kelumpuhan separuh badan, gangguan fungsi otak.

Riwayat Penyakit Dahulu


Adanya riwayat hipertensi, stroke sebelumnya, DM, peyakit jantung, riwayat merokok,
penggunaan obat anti koagulan, aspirin, vasodilator.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga dengan menderita hipertensi, DM, stroke dari generasi terdahulu.

Pemeriksaan Fisik
Pada stroke hemisfer kiri, tanda dan gejalanya di sebelah kanan, begitupun sebaliknya
Kerusakan saraf kranial, tanda dan gejalanya di sisi yang sama
Perubahan tingkat kesadaran
Hemiparesis/ hemiplegia, disatria
Kemunduran fungsi sensorik
Disfagia: sulit menelan, mengunyah, paralisis lidah, laring
Kesulitan komunikasi: adanya aphasia sensorik (kerusakan wernick), aphasia

Patofisiologi
Stroke Iskemik
Iskemik pada otak mengakibatkan perubahan di sel otak secara bertahap. Awalnya diawali
dengan penurunan aliran darah yang disebabkan aterosklerosis atau trombus, sehingga sel
otak mengalami hipoksia. Hal ini menyebabkan kegagalan metabolism dan penruunan
energy yang dihasilkan sel neuron tersebut. Di tahap selanjutnya ternjadi
ketidakseimbangan suplay yang memicu respon inflamasi dan kematian sel.

Stroke Hemoragik
Perdarahan intraserebral disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisme akibat hipertensi
maligna. Paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba menyebakan rupturnya arteri kecil. Perdarahan
di arteri kecil ini menimbulkan efek penekanan pada arteriola dan pembuluh kapiler,
sehingga pembuluh ini juga pecah. Elemen vasoaktif yang keluar akibat kondisi iskemi dan
penurunan tekanan perfusi menyebabkan daerah yang terkena darah mengalami kenaikan
tekanan. Perdarahan subarachnoid terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak
yang pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke subarachnoid.

Diagnosa Keperawatan
Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d suplay darah ke jaringan serebral tidak adekuat
Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovascular, penuruna kekuatan/ otot, kerusakan
gangguan sensori
Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral, gangguan neuromuskuler
Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuromuscular, kelemahan, kerusakan status mobilitas

Intervensi Keperawatan
Diagnosa: Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d suplay darah ke jaringan serebral tidak
adekuat
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan otak dapat
tercapai secara optimal
KH: klien tidak gelisah, tidak ada nyeri kepala, GCS normal, TTV normal
Intervensi:
Manajemen peningkatan TIK
Identifikasi penyebab peningkatan TIK
Monitor status neurologis, MAP, CVP, PAP, ICP
Monitor status pernafasan, monitor CSS
Pemantauan TIK
Monitor peningkatan TTV, pernafasan, penurunan fungsi jantung
Posisikan kepala sedikit ditinggikan
Beri trombolitik intravena, antikoagulan, antitrombosit, antihipertensi

Diagnosa: Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neurovascular, penuruna kekuatan/ otot,
kerusakan gangguan sensori
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mobilisasi kembali optimal
KH: mempertahankan dan meningkatkan kekuatan tubuh, mempertahankan posisi
Intervensi:
Kaji kemampuan fungsi
Sangga ekstremitas dalam posisi fungsional seperti bantal
Latih gerak rentang aktif dan pasif semua ekstremitas
Bantu mengembangkan keseimbangan saat duduk
Konsultasi ahli terapi fisik mengenai latihan aktif
Bantu dengan stimulasi elektruk (TENS)
Beri relaksan otot dan antispasmodic

Diagnosa: Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral, gangguan


neuromuskuler
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan mampu menunjukkan
pengertian terhadap masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaan dan dengan
bahasa isyarat
KH: terciptanya komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi, mampu merespon
setiap berkomunikasi verbal atau isyarat
Intervensi:
Kaji tipe disfungsi, misalnya tidak mengerti tentang kata atau masalah bicara atau tidak
mengerti
Bedakan afasia dan disatria
Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesempatan klien mengklarifikasi
Perintahkan menyebutkan nama benda
Ucapkan langsung dengan pelan dan tenang
Konsul ke ahli terapi bicara

Diagnosa: Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuromuscular, kelemahan, kerusakan


status mobilitas
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan terjadi peningkatan perilaku dalam
perawatan diri
KH: perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri, mampu melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuannya
Intervensi:
Kaji kemampuan dan tingkat penurunan dalam melakukan ADL
Hindari melakukan hal yang dapat dilakukan sendiri, beri bantuan sesuai kebutuhan
Dorong orang terdekat untuk membiarkan pasien melakukan tindakan sebanyak mungkin
untuk dirinya sendiri
Beri suposituria dan pelunak feses
Konsultasi dengan tim rehabilitasi seperti ahli fisik dan okupasi

DAFTAR PUSTAKA

Dosen Keperawatan Medikal Bedah Indonesia. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah: Diagnosis NANDA-I 2015-2017 Intervensi NIC Hasil NOC.
Jakarta: EGC.
Esti, Amira, Trimona Rita. 2020. Keperawatan Keluarga Askep Stroke. Lubuk Begalung,
Padang: Pustaka Galeri Mandiri.
Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Rumahorbo, Monica, Cicilia Erlia. 2014. 60 Hal Tentang Perawatan Stroke Di Rumah.
Jakarta: PK. ST. Carolus, Tim Keperawatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.

Anda mungkin juga menyukai