Anda di halaman 1dari 9

Skenario 1

Pak Hasan mengorok

Pak Hasan, 58 tahun, dibawa ke IGD RSUZA Banda Aceh dalam keadaan tidak sadar. + 3 jam sebelum masuk
rumah sakit, saat pasien sedang menanam bunga di halaman rumahnya tiba-tiba mengalami kelemahan tubuh
sebelah kanan dan afasia. Lengan dan tungkai kanannya lemah tidak bisa diangkat tetapi masih bisa digeser.
Mulutnya tampak miring ke kiri, tampak gelisah disertai muntah satu kali, tidak diketahui apakah ada keluhan
nyeri kepala. 2 jam kemudian Pak Hasan sulit dibangunkan dan terdengar suara mengorok. TD: 240/120 mmHg.
GCS=E2M4V2, Ø pupil OD: 2 mm, OS: 4 mm (anisokor), facial paresis, hemiparesis dekstra dan refleks
patologis positif di sebelah kanan. Riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu tetapi tidak ada DM atau sakit
jantung.
 Bagaimanakah etiopatogenesis pada kasus tersebut?
 Bagaimana proses patofisiologi kelemahan anggota gerak, tidak bisa bicara, muntah dan penurunan
kesadaran?
 Bagaimana melakukan diagnosis klinis menggunakan skoring?
 Apa artinya mata yang ansisokor?

Identfikasi Istilah:

1. Afasia: Afasia adalah gangguan yang disebabkan oleh kerusakan pada area otak yang memproduksi
dan memproses bahasa. Akibatnya, orang dengan gangguan ini mengalami kesulitan berbicara,
membaca, menulis dan memahami bahasa, sehingga tidak bisa berkomunikasi dengan baik.
2. GCS = E2M4V2: CS (glasgow coma scale) adalah skala yang dipakai untuk mengetahui tingkat
kesadaran. Tingkat kesadaran seseorang umumnya dapat dinilai dari tiga aspek, yaitu mata
(kemampuan membuka mata), suara (kemampuan bicara), dan gerakan tubuh. Tiga aspek ini dinilai
melalui pengamatan, kemudian dijumlahkan untuk mendapatkan angka GCS.
Mata:
Poin 1: mata tidak bereaksi dan tetap terpejam meski telah diberi rangsangan, seperti cubitan pada
mata.
Poin 2: mata terbuka setelah menerima rangsangan.
Poin 3: mata terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat mengikuti perintah untuk membuka
mata.
Poin 4: mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan.
Suara:
Poin 1: tidak mengeluarkan suara sedikit pun meski sudah dipanggil atau diberi rangsangan.
Poin 2: suara yang keluar berupa rintihan tanpa kata-kata.
Poin 3: suara terdengar tidak jelas atau hanya mengeluarkan kata-kata, tetapi bukan kalimat yang jelas.
Poin 4: suara terdengar dan mampu menjawab pertanyaan, tetapi orang tersebut tampak kebingungan
atau percakapan tidak lancar.
Poin 5: suara terdengar dan mampu menjawab semua pertanyaan yang diajukan dengan benar serta
sadar penuh terhadap lokasi, lawan bicara, tempat, dan waktu.
Gerakan:
Poin 1: tidak mampu menggerakkan tubuhnya sama sekali walau sudah diperintahkan atau diberi
rangsangan nyeri.
Poin 2: hanya dapat mengepalkan jari tangan dan kaki atau meluruskan kaki dan tangan saat diberi
rangsangan nyeri.
Poin 3: hanya mampu menekuk lengan dan memutar bahu saat diberi rangsangan nyeri.
Poin 4: mampu menggerakkan tubuh menjauhi sumber nyeri ketika dirangsang nyeri. Misalnya, orang
tersebut merespons dengan menarik tangannya ketika dicubit.
Poin 5: mampu menggerakkan tubuhnya ketika diberikan rangsangan nyeri dan orang tersebut dapat
menunjukkan lokasi nyeri.
Poin 6: mampu melakukan gerakan tubuh apa pun saat diperintahkan.
Skala ini dipakai sebagai tahap awal evaluasi kondisi seseorang yang pingsan atau baru
mengalami kecelakaan dan kemudian tidak sadarkan diri sebelum diberi pertolongan lebih lanjut.
3. Anisokor: Anisokor berarti Anda memiliki ukuran pupil yang tidak sama. Satu pupil mungkin lebih
besar daripada normal atau satu pupil mungkin lebih kecil daripada normal, sehingga menyebabkan
ukuran pupil tidak sama.
4. Facial paresis: Facial paralysis is a loss of facial movement due to nerve damage. Your facial muscles
may appear to droop or become weak. It can happen on one or both sides of the face. Common causes
of facial paralysis include: infection or inflammation of the facial nerve, head trauma, head or neck
tumor, stroke.
Facial paralysis can come on suddenly or happen gradually over a period of months. Depending on the
cause, the paralysis might last for a short or extended period of time.
5. Hemiparesis: Hemiparesis adalah kondisi dimana salah satu kaki, tangan, atau sisi wajah menjadi
lemah namun tidak sepenuhnya lumpuh.
6. Refleks patologis : Refleks adalah respons motorik dari sistem saraf, berupa kontraksi otot, yang
berlangsung singkat yang dicetuskan oleh sebuah stimulus. Refleks patologis adalah gerakan volunter
yang muncul akibat suatu rangsangan. Gerakan ini seharusnya tidak muncul pada orang dewasa sehat,
tetapi dapat muncul secara normal pada anak kecil dan bayi sebagai refleks primitif.
7. Hipertensi: Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi ketika seseorang mempunyai
tekanan darah yang terukur pada nilai 130/80 mmHg atau lebih tinggi.
8. OD dan OS: Oculus dextran dan oculus Sinistral.
9. Mengorok: Mendengkur atau ngorok adalah kondisi ketika seseorang mengeluarkan suara kasar ketika
tidur. Kondisi ini merupakan dampak dari terhalang atau menyempitnya saluran pernapasan.
Mendengkur dapat dialami oleh setiap orang, dan biasanya tidak perlu dikhawatirkan. Timbulnya suara
dengkuran adalah akibat saluran pernapasan tersumbat, lalu bergetar saat dilalui oleh aliran udara.
Suara dengkuran bisa terdengar halus atau keras (parau).

Konsep:

Analisis Masalah:

1. Apa artinya mata yang ansisokor? (Ghufran)


2. Bagaimanakah etiopatogenesis pada kasus tersebut? (bahas ttg hipertensinya jg yg nomor 5 td)
3. Bagaimana proses patofisiologi kelemahan anggota gerak, tidak bisa bicara, muntah dan penurunan
kesadaran?
4. Bagaimana melakukan diagnosis klinis menggunakan skoring?
5. Mengapa pak hasan mengorok? dan apakah ada kaitannya dgn masalah pernapasan?
6. Bagaimana interpretasi hasil dari pemeriksaan GCS pak hasan?

Jawab:

Stroke Hemoragik Interserebral

Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah di dalam atau di sekitar otak pecah. Kondisi ini
menyebabkan darah mengalir ke dalam rongga di dalam tengkorak, bukan ke jaringan otak. Akibatnya, tekanan
di dalam kepala meningkat dan jaringan otak mengalami kerusakan.

Ada berapa penyebab pecahnya pembuluh darah, yaitu cedera kepala berat, tekanan darah tinggi
(hipertensi), Aneurisma otak( yaitu penggembungan dinding pembuluh darah otak yang lemah akibat tekanan
darah atau akibat kelainan sejak lahir), Malformasi arteri vena otak( yaitu kelainan lahir di mana pembuluh
darah arteri dan vena dalam otak terhubung tanpa kapiler), kelainan darah yang meningkatkan risiko perdarahan,
seperti penyakit anemia sel sabit dan hemofilia, dana tumor otak.

Gejala stroke hemoragik umumnya terjadi ketika penderitanya melakukan aktivitas fisik dengan
intensitas yang tinggi. Hal ini berkaitan erat dengan faktor pemicu stroke yang paling umum, yakni tekanan
darah tinggi. Gejala yang muncul akibat stroke hemoragik dapat berbeda-beda, tergantung pada seberapa besar
jaringan yang terganggu, lokasi, dan tingkat keparahan perdarahan.

Stroke hemoragik intraserebral biasanya terjadi secara tiba-tiba. Gejala yang dapat terjadi pada
perdarahan intraserebral antara lain:
 Sakit kepala tak tertahankan
 Mual dan muntah
 Penurunan kesadaran
 Lemah atau lumpuh di salah satu sisi tubuh
 Mati rasa pada satu sisi tubuh
 Sulit mengucapkan kata-kata (pelo), kata-kata yang diucapkan jadi tidak relevan, atau tidak
bisa berbicara sama sekali
 Tidak bisa mengerti perkataan orang lain dan terlihat bingung
 Kejang
Stroke hemoragik subarachnoid menimbulkan gejala awal berupa penglihatan ganda, nyeri di mata, dan
sakit kepala atau pusing berputar. Gejala awal tersebut dapat terjadi beberapa menit hingga beberapa minggu
sebelum pembuluh darah pecah. Setelah pembuluh darah pecah, beberapa gejala yang dapat muncul adalah:
 Sakit kepala yang sangat parah, yang bisa dideskripsikan sebagai sakit kepala terparah yang
pernah dialami seumur hidup
 Mual dan muntah
 Kaku di leher bagian belakang
 Penglihatan kabur atau terasa silau
 Pusing berputar atau seperti melayang
 Bicara pelo dan kelemahan di satu sisi tubuh
 Penurunan kesadaran yang terjadi dengan cepat
 Kejang
Patofisiologi Kelemahan tubuh, tidak bisa bicara, muntah, dan tidak sadar:

Mekanisme kontraksi otot diatur oleh saraf somatic melalui jalur saraf aferen dan eferen. Saraf aferen
dari sistem saraf perifer bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi sensorik ke otak, terutama dari
organ-organ indera seperti integumen.pada otot-otot spindel menyampaikan informasi tentang derajat panjang
otot dan peregangan ke sistem saraf pusat untuk membantu dalam mempertahankan postur dan posisi sendi.
Beberapa gerakan dan posisi tubuh merupakan informasi umpan balik dari proprioception. Otak kecil berfungsi
untuk memperhalus suatu gerakan.

Saraf eferen dari sistem saraf perifer bertanggung jawab untuk menyampaikan perintah ke otot dan
kelenjar untuk suatu gerakan tertentu.sinyal dari otak akan menggerakan otot-otot sadar maupun tidak sadar.
Otot-otot superfisial, otot-otot wajah dan otot internal yang diatur oleh korteks motor utama dari otak, sinyalnya
melalui sulkus anterior sentral yang membagi lobus frontal dan parietal. Selain itu, otot bereaksi terhadap suatu
rangsang refleks yang sinyalnya tidak selalu sampai ke otak. Dalam hal ini, sinyal dari serat aferen tidak
mencapai otak, tapi menghasilkan gerakan refleksif oleh koneksi langsung dengan saraf eferen di tulang
belakang. Namun, sebagian aktivitas otot sadar merupakan hasil dari interaksi kompleks antara berbagai wilayah
di otak. Saraf yang mengendalikan otot-otot tulang pada manusia adalah sekelompok neuron sepanjang korteks
motorik primer. Perintah dari otak melalui basal ganglia akan dimodifikasi oleh sinyal dari serebelum
disampaikan melalui saluran piramidal ke medulla spinalis sampai ke ujung saraf motorik pada otot. Sistem
ekstrapiramidal berkontribusi dalam umpan balik yang akan mempengaruhi reaksi otot dan respon.

Mekanisme kontraksi otot adalah sebagai berikut suatu potensial aksi berjalan disepanjang saraf
motorik sampai ke ujungnya pada serat otot. Pada setiap ujung, saraf menyekresi substansi neurotransmitter
yaitu asetilkolin yang bekerja pada serat otot untuk membuka banyak saluran bergerbang melalui molekul
protein dalam membran serat otot. Terbukanya saluran asetilkolin memungkinkan sejumlah besar ion natrium
untuk mengalir ke bagian dalam membran serat otot pada otot dan menyebabkan reticulum sarkoplasma
melepas sejumlah besar ion kalium sehingga menimbulkan kekuatan menarik antara 24 filament aktin dan
myosin secara bersamaan akan mengahsilkan proses kontraksi. Setelah satu detik ion kalsium dipompa kembali
ke dalam reticulum sarkoplasma tempat ion-ion ini di simpan sampai potensial aksi otot datang lagi.
Pengeluaran ion klasium dari myofibril akan menyebabkan kontraksi berhenti.

Kekuatan otot dalam bergerak dan mengangkat benda merupakan hasil kerjasama dari tiga faktor yaitu
kekuatan fisiologis (ukuran otot, luas penampang, tersedianya crossbridging, tanggapan untuk latihan), kekuatan
neurologis (seberapa kuat atau lemahnya sinyal yang disampaikan ke otot untuk berkontraksi) dan kekuatan
mekanik (kekuatan otot pada susdut tuas, saat lengan memanjang dan kemampuan sendi). Kekuatan setiap otot
yang bekerja pada tulang tergantung pada panjang, kecepatan memperpendek, luas penampang, sarkomer, aktin
dan myosin.

Hemiparesis:

Di awal tahapan stroke, gambaran klinis yang muncul biasanya adalah paralisis dan hilang atau
menurunnya reflek tendon dalam. Apabila reflek tendon dalam ini muncul kembali (biasanya dalam waktu 48
jam setelah serangan stroke), peningkatan tonus disertai dengan spasitas (peningkatan tonus otot abnormal) pada
ekstremitas yang terkena dapat dilihat.

Gerakan volunter melibatkan aktifitas kesadaran dalam korteks serebri. Hal ini tidak berarti bahwa
setiap kontraksi dari masing-masing otot diinginkan oleh korteks itu sendiri, karena sebagian besar diatur oleh
korteks yang pada waktu bersamaan juga melibatkan aktivasi berbagai pola fungsi yang tersimpan di area otak
bagian bawah yaitu di medulla, batang otak (brain steem), ganglia basalis dan cerebellum (otak kecil). Pusat-
pusat yang lebih rendah ini kemudian mengirimkan banyak sinyal pengaktivasi spesifik untuk otot. Untuk
beberapa tipe gerakan tertentu, 20 korteks memiliki jaras langsung ke neuron motorik anterior pada medulla,
tidak melewati pusat-pusat motorik lain, terutama untuk pengaturan gerakan tangkas yang halus dari jari-jari dan
tangan.

Hemiparesis merupakan kelumpuhan parsial satu sisi tubuh, hal ini umumnya disebabkan oleh lesi
jaras kortikospinalis, yang berjalan turun dari kortikal neuron di lobus frontal ke motor neuron sumsum tulang
belakang dan bertanggung jawab untuk gerakan otot-otot tubuh dan anggota tubuhnya. Pada jaras tersebut
melewati beberapa bagian dari batang otak, yaitu midbrain, pons dan medulla, masing-masing saluran yang
melintasi ke sisi yang berlawanan (decussates) pada bagian terendah dari medulla (membentuk struktur anatomi
disebut sebagai piramida) dan turun di sepanjang sisi berlawanan dari sumsum tulang belakang untuk memenuhi
kontralateral motor neuron. Sehingga satu sisi otak mengontrol pergerakan otot dari sisi berlawanan dari tubuh
itu sendiri, dengan demikian gangguan saluran kortikospinalis kanan pada batang otak atau struktur otak atas
menyebabkan hemiparesis pada sisi kiri tubuh dan sebaliknya. Di sisi lain, lesi jaras pada sumsum tulang
belakang menyebabkan hemiparesis pada sisi yang sama dari tubuh. Otot-otot wajah juga dikendalikan oleh
saluran yang sama. Saluran yang mengaktifkan inti wajah (ganglion) dan saraf wajah muncul dari nukleus
mengaktifkan otot-otot wajah selama kontraksi otot wajah. Karena inti wajah terletak di pons atas decussation
tersebut, lesi jaras pada pons atau struktur atas menimbulkan hemiparesis pada sisi tubuh yang berlawanan dan
paresis pada sisi yang sama dari wajah yang disebut dengan hemiparesis kontralateral. Jika wajah pasien tidak
terlibat, ini sangat sugestif dari lesi jaras pada bagian bawah batang otak atau medulla spinalis. Medulla spinalis
merupakan struktur yang sangat kecil, sehingga jika terjadi lesi tidak terjadi kelumpuhan hanya untuk satu sisi
saja, tetapi biasanya kedua sisi. Oleh karena itu lesi sumsum tulang belakang biasanya dapat menimbulkan
kelumpuhan pada kedua lengan dan kaki (quadriparesis) atau kedua kaki (paraparesis).

Gejala Hemiparesis:

Warlow, et al (2007), mengemukakan data yang terkait dengan gejala yang timbul akibat hemiparesis
yaitu kelemahan pada wajah (40%), kelemahan ekstremitas (50%) termasuk perubahan suara, nyeri bahu dan
pembengkakan pada lengan. Kelemahan pada tangan menyebabkan ketergantungan dalam melaksanakan
aktifitas sehari-hari. Kelemahan pada kaki (45%) dapat menyebabkan komplikasi imobilisasi seperti kesulitan
berdiri, berjalan dan lamanya perawatan di Rumah Sakit. Sebanyak 55% pasien hemiparesis lebih banyak
mengalami kelemahan tangan daripada kaki.

Secara umum gejala hemiparesis biasanya terjadi pada sisi yang berlawanan cedera. Gejala hemiparesis
antara lain kelumpuhan satu sisi tubuh yang melibatkan wajah, tangan dan kaki, kesulitan berbicara dan
pemahaman kata, kesulitan makan dan menelan, kesulitan berjalan dan berdiri, kesulitan mempertahankan posisi
tegak ketika duduk, kesulitan menjaga keseimbangan dengan mata tertutup dan kesulitan untuk
mempertahankan kontrol kandung kemih. Tidak semua gejala di atas terjadi pada saat yang bersamaa pada
semua pasien dengan hemiparesis. Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan hemiparesis yaitu terjadi
pembekuan darah di kaki, atropi otot, luka dekubitus karena tidak bergerak dan kontraktur. Secara lebih spesifik
area otak yang rusak dan gejala yang terjadi dapat dibedakan sesuai dengan jenis hemiparesis, yaitu apabila sisi
kanan hemiparesis, melibatkan cedera pada sisi kiri otak. Sisi kiri otak berfungsi untuk mengontrol bicara dan
bahasa. Klien yang menderita hemiparesis jenis ini dapat mengalami kesulitan bicara dan memahami apa yang
di katakan oleh orang lain serta sulit untuk menentukan perbedaan sisi tubuh kiri dan kanan. Apabila sisi kiri
hemiparesis, melibatkan cedera pada sisi kanan otak seseorang, dimana fungsi otak kanan yaitu untuk
mengontrol proses belajar, mengontrol perilaku dan komunikasi nonverbal. Cedera pada area ini akan
menyebabkan seseorang berbicara secara berlebihan, memiliki rentang perhatian yang pendek serta mengalami
gangguan memori.
LO:

1. Interpretasi GCS!
2. Tatalaksana & Pencegahan Stroke Hemoragik
Jawab: Tatalaksana pada penderita stroke adalah urutan langkah penanganan sesuai standard of procedure
yang dilakukan oleh dokter umum di tempat pelayanan primer dan oleh dokter spesialis neurologi di rumah
sakit.
Deteksi dini serangan akut stroke dilakukan dengan menggunakan alat penilaian “SEGERA KE RS”
yaitu :
Senyum yang tidak semetris, Gerak anggota tubuh yang melemah atau tidak dapat digerakkan secara tiba-
tiba, suaRa yang pelo, parau, atau menghilang, Kebas/ baal, Rabun/ Gangguan penglihatan, dan
Sempoyongan/vertigo/pusing berputar.
Obat-obatan antitrombotik untuk pencegahan stroke sekunder:
1) Antiplatelet
 Aspirin, dosis dan cara pemberian: 50-325 mg peroral, 1x hari.
 Aspirin + Dipiridamol, dosis dan cara pemberian: aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg
peroral, 2x hari.
 Cllostazol, dosis dan cara pemberian: 100 mg peroral, 2x hari.
 Clopidogrel (R/Plavix), dosis dan cara pemberian: 75 mg peroral, 1x hari.
 Ticlodipin, dosis dan cara pemberian: 250 mg peroral, 2x hari.
2) Anti Koagulan
Pencegahan stroke sekunder karena factor risiko atrial fibrilasi. Warfarin atau dicumarol
3) Statin
4) ACE inhibitor

Faktor risiko yang dapat diubah: 1) Mayor: Hipertensi, Diabetes Melitus, merokok, dan Atrial Fibrilasi.
2) Minor: TIA (Transient Ischemic Attack), penyakit jantung, paska stroke, dislipidemia, konsumsi alcohol,
penyalahgunaan obat, stenosis arteri karotis asimtomatis, hiperhomosisteinemia, obesitas, pemakaian
kontrasepsi oral, stress mental dan fisik, migrain, terapi hormone post menopause, dan inaktivasi fisik.

Kegiatan penemuan dan pengendalian factor risiko stroke meliputi:

 Pemeriksaan rutin factor risiko melalui kegiatan posbindu PTM.


 Pengendalian umum dilakukan dengan perubahan perilaku hidup sehat.
 Promosi dan edukasi dalam pengendalian factor risiko stroke ditujukan untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat akan pentingnya pengendalian stroke dengan cara menjalankan pola hidup sehat, diet
seimbang, tidak merokok, dan olahraga agar tidak terjadi stroke.
 Meningkatkan peran serta masyarakat dengan terbentuknya kelompok-kelompok peduli stroke di
tingkat kelurahan, kecamatan hingga kabupaten. Dilakukan juga pelatihan pengenalan stroke secara
dini dan pencegahannya melalui perubahan gaya hidup dan mengamalkan hidup sehat bagi masyarakat
umum.

Pencegahan stroke di masyarakat. Pencegahan stroke sekunder dilakukan dengan mengidentifikasi


factor risiko dan deteksi dini stroke berulang di Posbindu PTM dan Organisasi masyarakat peduli stroke.
Manajemen kecacatan dilakukan dengan menyediakan pendamping (caregivers) atau keluarga untuk
melakukan restorasi/rehabilitas di Posbindu PTM, Organisasi masyarakat peduli stroke, dan rumah sakit.
Pendamping (caregivers) ini bisa berasal dari tenaga terlatih maupun anggota keluarga yang telah dibekali
keterampilan untuk membantu penderita selama masa restorasi dan rehabilitas hingga mereka mampu
mandiri dalam menjalankan aktifitas sehari-hari.

Pencegahan stroke sekunder di puskesmas. Pencegahan stroke sekunder di puskesmas meliputi


manajemen factor risiko paska stroke yang harus dilakukan pada minggu pertama setelah pulang perawatan
dari rumah sakit. Bila tidak ditemukan gejala tambahan, maka pemeriksaan selanjutnya dilakukan 1 bulan
sekali meliputi: 1) pemeriksaan rutin factor risiko stroke, 2) pemeriksaan komplikasi stroke seperti
bronkopneumoni, infeksi saluran kencing, dan penyakit arteri perifer. 3) pemeriksaan neurovaskuler dan
evaluasi pembuluh darah dan jantung, 4) Intervensi gizi pasien stroke, 5) Terapi farmakologi, 6) Penilaian
gangguan fungsional seperti gangguan kognitif dan degenerative lain yang berkaitan denga bertambahnya
usia pada pasien paska stroke setiap 6 bulan seperti VCI (Vascular Cognitif Impairment), demensia
vaskuler, movement disorder serta gangguan keseimbangan.

3. Epidemiologi
Jawab:
 Global
Setiap tahun, 15 juta orang di dunia menderita stroke. Dari 15 juta orang tersebut, 5 juta orang
meninggal, dan 5 juta orang lainnya mengalami kecacatan permanen. Stroke jarang ditemukan pada
orang di bawah 40 tahun. 70% kasus stroke ditemukan di negara dengan penghasilan rendah dan
menengah, 87% kematian akibat stroke juga ditemukan pada negara-negara tersebut. Sedangkan pada
negara dengan penghasilan tinggi, insiden stroke telah berkurang sebanyak 42% dalam beberapa
decade terakhir.
 Indonesia
Berdasarkan riset Kesehatan dasar 2013 oleh kementrian Kesehatan RI, 7% atau sebesar 1.236.825
orang menderita stroke. Jawa barat merupakan provinsi dengan angka kejadian stroke terbanyak di
Indonesia, yaitu sebesar 238.001 orang, atau 7,4% dari jumlah penduduknya. Selain itu, penderita
ditemukan paling banyak pada kelompok umur 55-64 tahun. Laki-laki juga lebih banyak mengidap
stroke di Indonesia dibandingkan perempuan. Menurut Sample Registration System (SRS) Indonesia
2014, stroke merupakan penyakit yang paling banyak diderita, yaitu sebesar 21,1%.
 Mortalitas
Berdasarkan WHO, stroke merupakan penyakit dengan angka kematian tertinggi kedua di dunia, dan
ketiga dalam menyebabkan kecacatan. Berdasarkan laporan pola penyebab kematian di Indonesia dari
analisis data kematian 2010, penyebab kematian tertinggi adalah stroke, sebesar 17,7%.
4. Prognosis
Jawab:

5. Pemeriksaan Klinis & Penunjang


Jawab:
Untuk menunjang diagnose stroke di puskesmas diperlukan:
 Neurological kit
 Pemeriksaan laboratorium darah
 Rontgen thoraks
 EKG
 Ophtalmoskop

Pemeriksaan penunjang radiologi minimal untuk pelayanan stroke di rumah sakit meliputi:

 Pencitraan Otak dengan: CT Scan Kepala (pencitraan otak dengan komputerisasi) dan MRI Kepala
( Pencitraan otak dengan gelombang magnetic)
 TCD adalah alat untuk menilai keadaan pembuluh darah otak yang diperlukan untuk mencegah
terjadinya serangan stroke primer atau stroke sekunder.

Anda mungkin juga menyukai