Anda di halaman 1dari 41

Anamnesis

RPS
S7:
Onset
Lokasi
Kualitas (beratnya)
Kuantitas (seringnya)
Faktor yang memodifikasi
B4
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Keluarga
Riwayat pengobatan
Sosial dan lingungan
Lahir spontan/tidak (normal)
mulai bicara (kelainan kognitif) -> tidak ingat
gagap
mulai jalan (umur berapa)
mulai membaca (umur berapa)
jalan waktu tidur
ngompol
pendidikan
kanan/kidal untuk pasien afasia
makanan
minuman keras
merokok (batang/hari)
kawin (ya/tidak)
Anak
Abortus,
Kontrasepsi: mengubah faktor pembekuan darah. Mempermudah agregasi trombosis,
mempermudah trombus
Penyebab gangguan pada stroke:
Trias visrchow: 1. Vaskular, 2. Aliran darah, kekentalan
PEMERIKSAAN FISIK
Status present
Berat  faktor resiko BMI
Tinggi
Tekanan darah kanan/kiri
Nadi kanan/kiri
Pernafasan
Frekuensi
Jenis
Pola
Suhu
Kepala
Mata: anemis -/- ikterik -/- reflek pupil +/+ diameter 3 mm /3 mm
Tht : hiperemis faring (-), T1/T1
Mulut: sianosis
Leher (lokasi mencari bruit)+ trombus
Arteri karotis komunis kanan  bruit - bisa diraba untuk tahu simetris kuat denyutnya
Arteri karotis komunis kiri bruit -
Thorax
Jantung S1 S2
Paru suara nafas vesikular, rhonkhi, wheezing
Abdomen
Hepar  teraba/tidak
Lien
Genetalis tidak dievaluasi
Ekstremitas : hangat/edem
Kulit: sianosis -
STATUS NEUROLOGIS
Kesan umum
Kesadaran : compos mentis GCS E V M
Kesadaran secara kwalitatif
Inspeksi : respon pasien terhadap stimulus, visual, auditorik dan taktil disekitar pasien
Konversi: respon pasien terhadap perintah/ pertayaan
Nyeri: rangsang tekan pada sternum, nail bed, periorbital, temporomandibular joint
1. Kompos mentis sadar penuh, orientasi baik, keadaan mental yang dapat
dipertanggungjawabkan, karena bereaksi secara adekuat (gcs 15)
2. Somnolen  mengantuk, mudah dibangunkan, respon verbal baik, lokalisir, rangsang
nyeri
3. Delirium  kacau secara mental dan motorik, disorientasi tempat waktu ruang dan
orang
4. Apatis  kurang waspada, tidak tidur atau mengantuk, segan untuk memperhatikan
menghiraukan diri dan sekelilingnya, tidak biscara dan pandangan hampa
5. Stupor  gerakan spontan, jawaban secara reflektorik terhadap rangsangan, jawaban
verbal berupa bahasa isarat dan dengan satu atau dua kata
6. Semikoma  tidak ada respon verbal tapi rangsangan kasar ada yang bersifat adaptif
atau menghindar
7. Koma ringan respon verbal – reflek +, respon nyeri + tidak sadar
8. Koma  tidak berespon terhadap semua rangsangan < 7/ jika dalam 3

Trauma kepala
Gcs 14-15: ringan
9-13: sedang
3-8: berat

Tingkat kesadaran
13-15 baik
9-12 turun
3-11 koma

Kesadaran secara kwantitatif


Glaslow coma scale merupakan skala neurologis untuk mengukur tingkat kesadaran pasien,
khusunya adanya trauma pada kepala. GCS mengukur kesadaran dengan aspek pengelihatan,
verbal, dan motorik pasien. Komponen dari GCS yaitu :
Dapat diandalkan, sangat teliti, mudah digunakan dalam penilainnya, tidak banyak perbedaan
diantara penilai, dapat dipakai oelh tenaga kesehatan hingga observasiannya lebih cermat
RESPON NILAI
Respon Membuka Mata (batang otak)
Mata terbuka spontan 4
Membuka dengan respon suara 3
Membuka dengan respon nyeri 2
Tidak ada reaksi 1
Respon Bicara (subkortikal)
Orientasi baik (ruang, tempat dan waktu) dan 5
dapat berkomunikasi
Dapat berkomunikasi tetapi kebingungan, 4
disorintasi
Mengucapkan kata-kata (aduh, sakit, tolong) 3
Mengerang (aaaahhhhh....) 2
Tidak ada suara 1
Respon Motorik (korteks)
Menuruti perintah (angkat tangan, angkat kaki) 6
Melokalisir nyeri (menjauhkan sumber nyeri 5
dari tangan)
Menjauhkan nyeri (menjauhkan tangan dari 4
sumber nyeri) flexion withdrawl
Reaksi Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Reaksi Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1
Interpretasi GCS :
Setelah diperiksa, skor antara aspek di jumlah
GCS 15 --> Compos mentis
GCS ≤ 7 --> Koma
GCS 3 --> koma yang dalam
GCSx --> jika tidak dapat dievaluasi (buta, afasia motorik, dll)
--> buta : ExV5M6
--> afasia motorik : E4VxM6

Kecerdasan sesuai tingkat pendidikan


Kelianan jiwa: tidak ada/ sesuai riwayat penderita
Kaku dekortikasi : tidak ada” fleksi abnormal (kekuatan otot M3) Lokasi lesi hemisfer, korteks,
diatas mesensefalon  pling sering di rangsang nyeri di sternum
Dengan memberikan rangsangan nyeri, kemudian perhatikan posisi lengan dalam keadaan
fleksi dan adduksi sedangkan tungkai dalam keadaan ekstensi
Jika terdapat lesi di pada hemisfer atau diatas mesenfalon  memberikan rangsangan nyeri
dari dan dimanapun respon pasien tetap flekso ekstremitas superior dan ekstensi ekstremitas.

Kaku diserebrasi: tidak ada ekstensi abnormal (kekuatan otot M3) Lokasi lesi: batang otak
bagian atas antara nukleus ruber dan vestibular
Dengan rangsang nyeri, tangan, dan lengan ekstensi adduksi atau endorotasi
+ lesi batang otak bagian atas antara nukleus ruber dan nukleus vestibuler (pons)

Reflek leher tonik (magnus dekleihjen) : tidak ada, ada apabila pas leher dan kepala diputar
bersamaan ke kanan  ekstensi + fleksi tangan dan kaki serta pronasi tangan kanan dan
sebaliknya,  tanda regresi +  kerusakan mungkin pada sisi deserabrasi

Pergerakan mata boneka ( doll’s eye fenomen/ oculo cephalic)tidak dievaluasi


normalnya + (arah gerakan bola mata berlawanan dengan rotasi kepala
Negatif  terjadi kerusakan pada pontin  mesenfalon
(deviation conjugate): tidak ada,  mata melirik ke satu arah, tidak bisa melirik ke arah lain,
kepala bisa ikut berdeviasi ke arah tersebut: jika ada infark di area 8 kanan maka mata melirik
ke kanan, bila terdapat fokus epileptogenik di area 8 kanan akan menimbulkan bangkitan
epilepsi dengan deviasi conjuge ke kiri.
Mata akan melihat kearah lesi saat istirahat : jika lesinya masa
Jika terjadi peningkatan TIK lirik kearah sebaliknya lesi, bila melirik ke kontralateral lesi di pons
(destruktif) atau korteks (iritatif)
Deviasi conjugate cereberal disebakan oleh otak lesi area 8 jika infark pada pons dekat
nukleus
Deviasi conjuge pontin dan sereberal
Lesi n VI maka akan timbul dieviasi konjugae kontralateral hal ini disebut dengan konjugae
pontin
Deviation conjugae serebral : sering terjadi misalnya pada stroke, sifatnya sementara, dapat
oelh lesi destruktif maupun iritatif. Sering dengan kesadaran menurun, deviation kearah lesi
(yang destruktif) deviation ke arah kejang (kontralateral dari lesi iritatif)

Deviation konjugae pontin:


Jarang terjadi, sifatnya menetap, selalu oleh lesi destruktif, kesadaran tetap baik, melirik ke sisi
kontralateral dari sisi lesi dengan paralisis n VI disis lesi

Krisis okulogirik: tidak ada, mata kanan dan kiri melihat ke atas karena spasme otot otot
ektraokuler yang dipakai. Atau drug induce
Akan timbul karena suatu spasmus dari otot-otot ekstraokuler yang dipergunakan untuk
melirik keatas. Gerakan yang timbul terjadi secraa involunter

Suatu krisis okulogurik dapat timbul:


Dalam masa post ensefalitis
Pada drug induce distonia (misalya karena proclorperazine/ stemetil

Opistotonus (tegangan belakang): tidak ada, terangsangnya otot otot ektensor kuduk dan
punggung,
+ jika terdapat kaku punggung seperti papn biasanya oleh infeksi selaput otak.

KRANIUM
Bentuk: dengan menginspeksi kepala (normocephali)
Kelainan intrakrnial: penonjolan lokal tengkorak kemungkinan massa, penonjolan pada skuama
temporal menunjukkan sista araknoid fossa media.
Penonjolan frontal bisa tampak hidrosefalus fosa posterior cenderung menjadi kecil pada
stenosis akuaduktus
Fontanel: tertutup, dengan meraba jika bayi fronanela normal adalah datar, agak cekung,
berdenyut, jika ada peningkatan tik maka frontanela mencembung.
Normal: tertutup
Perkusi: pekak, untuk mengetahui akumulasi cairan abnormal akan menimbulkan suara
rosokan abnormal

Transluminasi: tidak dievaluasi + pada hidrosefalus, disenter, kepala diberikan cahaya yang
terang dalm ruang gelap + jika ada hubungan cavum

Simetris: simetris kanan kiri, inspeksi dan palpasi kepala pasien dan bandingkan kiri dan kanan
depan belakang, asimetris bisa terjadi akumulasi cairan dan stenosis auaduktus

Kedudukan: normal, inspeksi kepala dengan sumbu tubuh selaras atau kedudukan berlawan (
normal)
Palpasi: tidak ada benjolan, untuk mengetajui penonjolam, pelebaran sutura ada benjolan/ tidak
(TIK dan hidrocefalus)
Auskultasi: bruit tidak ada, evaluasi suara bruit di temporal stenosis pada anaurisma vena bruit
kranial jelas terdengar

Pemeriksaan khusus
1. Rangsangan selaput otak
MENINGEAL SIGN + pada kasus subarachnoid bleeding, infeksi meningen
Adalah tanda yang menunjukan adanya inflamasi pada lapisan meningen (selaput otak)
Syarat:
tIdak ada meningismus, pasien tidak memakai bantal , tidak ada trauma pada leher.
Cara cek meningismus arahkan kepala ke kanan dan kiri dulu
Cara pemeriksaannya yaitu :
1. Kaku Kuduk
Merupakan pemeriksaan yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Caranya :
→ Persilahkan pasien tidur dalam posisi supine tanpa bantalan kepala.
→ Pemeriksa berada disebelah kanan, letakkan tangan kiri pemeriksa di bawah kepala
pasien.
→ Lakukan fleksi ke lateral terlebih dahulu untuk menyingkirkan kekakuan pada leher, lalu
lakukan fleksi kepala (kedepan) hingga dagu pasien menyentuh dadanya.
Hasil : Postif bila dagu pasien tidak dapat ditempelkan ke dada.
2. Brudzinski’s Sign
Ada 4 cara yang dapat dilakukan, yaitu
a. Tanda leher Brudzinski (Brudzinski 1)
Hampir sama dengan pemeriksaan kaku kuduk, ketika memfleksikan kepala, terjadi
bersamaan gerakan fleksi pada lutut dan panggul pada kedua tungkai bawah.
Hasil : Positif jika terlihat adanya fleksi involunter pada sendi lutut dan panggul pada kedua
tungkai bawah.

b. Tanda tungkai kontralateral Brudzinski (Brudzinski 2)


→ Persilahkan pasien tidur dalam posisi supine.
→ Pemeriksa berada disebelah kanan, lalu lakukan fleksi pada salah satu kaki (fleksikan
pada panggul dan lurus) secara maksimal.
Hasil : Positif jika terlihat adanya fleksi kaki kontralateral dari kaki yang diperiksa.
c. Brudzinski 3
→ Persilahkan pasien tidur dalam posisi supine.
→ Pemeriksa berada disebelah kanan, lalu lakukan penekanan pada kedua pipi / infra
orbita pada pasien dengan kedua tangan pemeriksa.
Hasil : Positif jika secara bersamaan saat dilakukan penekanan terjadi fleksi pada kedua
tangan pasien.
d. Brudzinski 4
→ Persilahkan pasien tidur dalam posisi supine.
→ Pemeriksa berada disebelah kanan, lalu lakukan penekanan pada ostium pubis.
Hasil : Positif jika terlihat adanya fleksi pada sendi lutut dan panggul pada kedua tungkai
bawah.

3. Kernig sign
Langkah-langkah yang dilakukan :
→ Persilahkan pasien tidur dalam posisi supine.
→ Pemeriksa berada disebelah kanan, lalu lakukan fleksi 90 derajat pada sendi panggul dan
lutut pada salah satu tungkai bawah.
→ Selanjutnya ekstensikan tungkai bawah pada sendi lutut. Normalnya pasien dapat
mencapai sudut 135 derajat.
Hasil : Positif jika pasien tidak dapat mencapai 135 derajat, atau ada tahan kuat atau
adanya rasa nyeri sebelum mencapai 135 derajat.

4. Guilland’s sign
→ Persilahkan pasien tidur dalam posisi supine.
→ Pemeriksa berada disebelah kanan pasien, lalu lakukan jepitan (seperti mencubit) pada
otot quardisep (pada paha depan).
Hasil : Positif jika terlihat adanya fleksi kaki kontralateral dari kaki yang diperiksa.
5. Edelmann great toe phenomenon
→ Persilahkan pasien tidur dalam posisi supine.
→ Pemeriksa berada disebelah kanan pasien, lalu fleksikan tungkai bawah pada bagian sendi
pinggul dengan sendi lutut tetap ekstensi.
Hasil : Positif jika terlihat adanya ekstensi pada ibu jari kaki.
6. Bikele sign
→ Persilahkan pasien duduk
→ Pemeriksa berada disebelah kanan pasien lalu lakukan fleksi 90 derajat pada salah satu
sendi siku pasien, abduksikan bahu pasien sehingga membentuk sudut 90 derajat, dan
lakukan eksternal rotasi.
→ Selanjutnya lakukan ekstensi secara pasif pada sendi siku pasien. Normalnya pasien dapat
melakukan ekstensi tanpa tahanan atau rasa nyeri.
Hasil : Positif jika pasien tidak dapat diekstensikan, atau ada tahan kuat atau adanya rasa
nyeri saat dilakukan ekstensi.

2. SARAF OTAK
NERVUS 1
N. Olfaktorius (sensorik khusus)
Defisit penciuman kadang-kadang dibagi menjadi (a) defisit konduktif , karena proses
mengganggu kemampuan aroma untuk menghubungi epitel penciuman , seperti polip hidung ;
dan (b) sensorineural atau neurogenic defisit , karena disfungsi dari reseptor atau koneksi sentral
mereka
Anatomi:
Satu satunya saraf otak yang tidak melewati batang otak
N olfactorius: serabut serabut yang menghubungkan epitelium olfaktorius (yang berada di atap
rongga hidung) dengan bulbus olfaktorius
Serabut tersebut merupakan jaluran dari sel bipolar yang berada di dalam epitelium olfaktorius
Syarat pemeriksaan :
1. Pasien sadar dan kooperatif
2. Pastikan jalur pernafasan bersih, tidak terjadi penyumbatan pada lubang hidung
(penyakit pada mukosa hidung, baik yang obstruktif (rhinitis ) atau atropik (ozaena) akan
menimbulkan positif palsu
3. Gunakan bau yang tidak menyengat --? Karena dapat merangsang n 5 1
4. Pemeriksa harus normal
Subyektif: tidak ada keluhan
tanya riwayat gangguan penciumam, penurunan penciuman dan tidak enak makan
Jika pasien tidak mengetahui bau bauan  gunakan memori jangka pendek (6 jam) 
kemampuan me recall memori
Golongan minyak, sabun, kopi, vanili. Bahan yang merangsang mukosa hidung seperti alkohol,
amoniak
Obyektif: normal
Pemeriksaan
a. Pemeriksaaan dilakukan secara terpisah dapat dimulai dari lubang hidung yang sehat
terlebih dahullu dan lubang lainnya ditutup.
b. Mata pasien ditutup dan satu lubang hidung disumbat, dekati bau zat tersebut.
c. Mintalah pasien untuk mengendus dan menunjukkan apakah dia mengenal bayu bau
sesuatu. Ulangi untuk lubang hidung lainnya dan membandingkan dua sisi.  beritahu
hasilnya di akhir pemeriksaaan
d. Banyak zat dapat digunakan untuk menguji bau (misalnya, Wintergreen, cengkeh, kopi,
dan kayu manis). Di samping tempat tidur atau di klinik yang bisa digunakan obat kumur,
pasta gigi, alkohol, sabun, dan zat sejenis.
Interpretasi
 Anosmia dapat terjadi dalam berbagai kondisi. Mungkin kongenital atau diperoleh. Ada
empat penyebab utama anosmia yang terdiri dari infeksi saluran pernafasan atas, trauma,
penyakit hidung dan sinus, dan idiopatik.
 Lesi yang melibatkan permukaan orbital dari otak dapat menyebabkan anosmia
unilateral. Sebuah gambaran klinis khas dengan sphenoidal ridge meningioma terdiri dari
atrofi unilateral optik atau papilledema dan exophthalmos, dan anosmia ipsilateral.
Dalam meningioma dari alur atau piring berkisi daerah penciuman, anosmia unilateral
terjadi awal, maju ke anosmia bilateral, sering disertai dengan neuropati optik.
 Anosmia juga dapat terjadi dengan tumor lobus frontal lainnya, dan dengan parasellar
dan hipofisis lesi.
 Sindrom Foster Kennedy terdiri dari anosmia unilateral disertai atrofi optik ipsilateral
dan kontralateral papilledema.

Penyebab anosmia
Radag  hidung  akut  flu, kronik, perokok, rhinitis alergika
Subarachnoid  meningitis
Usia tua
Trauma kepala  kerusakan lamina cribosa
Malformation
Tumor  meningioma, pituitari, lobus frontalis
Nervus II
N. Optic (sensorik murni)
Fungsi saraf optik diuji dengan memeriksa berbagai modalitas penglihatan: pemeriksaan visus
dan komponen khusus penglihatan, seperti penglihatan warna dan siang dan malam penglihatan.
Saraf optik adalah salah satu saraf kranial yang dapat divisualisasikan secara langsung dengan
pemeriksaan ophthalmoscopic dari disk optik dan retina.
Syarat:
1. Paseien dapat sadar dan tidak sadar (funduskopi)
2. Tidak ada gangguan afferent sinyal dan gangguan masuk (ex katarak, tidak menggunakan
bola mata palsu, tidak ada infeksi mata, tidak terjadi peningkatan TIK,pnyakit mata : parut
pasda kornea, galukoma atau protese yang semuanya dapat menimbulkan visus yang
menurun/ buta
1. Tajam pengelihatan (visus) > 2/60 / >2.60
SADAR BAIK  KERTAS SNELLEN CHART
Berbaring  lambaian tangan , cahaya, hitung jari, rosent board set
Snellen chart  jika tidak bisa dengan jarak 6 meter maka menggunakan cermin 3 meter
Pasien diminta melakukan pemeriksaan mata kanan dan kiri secara
terpisah dengan menutup salah satu mata. Jarak yang diberikan antara
pasien dengan snellen chart berjarak 6 meter atau 20 feet. Ketajaman
dihitung pada lebih dari setengah karakter dapat pasienbaca pada line
yang seharusnya dapat terbaca. Jika pasien dapat membaca pada baris
20/30 dan 2 karakter pada 20/25 maka dituliskan visus 20/30 + 2 dimana
20(6m) dikatakan sebagai nominator dimana huruf terkecil yang dapat
dibaca oleh orang normal.
Jika pasien tidak dapat membaca huruf terbesar yang ada padan snelen
chart makan pemeriksaan dilanjutkan menggunakan hitung jari, lambaian
tangan dan presepsi cahaya.
Interpretasi:
Jika ada kelain visus, maka dapat dilakukan percobaan denga pihole untuk
mengeksklusi kelainan refraksi dimana visus tidak akan meningkat
dengan pemberian pinhole.
Snellen 6/6
Jari 1/60
Lambaian 300
Cahaya tak terhingga
Tidak bisa berarti no light perseption
Penderita berdiri 5 atau 6 meter di depan tabel dari snellen
Tiapmata diuji secara terpisah.
Nilai visus yang normal adalah 5/5 atau 6/6 angka diatas garis menunjukkan besarnya
jara diantara penderita dan tabel dari snellen

2. Kampus: lapang pandang : NORMAL


Dengan menggunakan
a. Jari-jari tagan
Uji konfrontasi
Dalam menggunakan uji ini penderita harus duduk berhadap hadapan dengan
dokter yang akan memeriksanya.
Mata penderita hendaknya setinggi mata dokternya,
Diantara si penderita dan dokter terdapat jark kira kira 60 cm
Bila kita memeriksa kampus okulus dextra si penderita maka:
1. Mata kiri penderita (OS) penderita hendaknya ditutup dengan tangan kiri
penderita sendiri
2. Mata kanan dari dokter herndaklah dipenjamkan
3. Kemudian gerak gerakkan lah jari tangan kiri dokter itu mulai dari sisi kanan
penderita mula mula jauh dari sisi kiri kemudian lebih ke arah medial dan
seterusnya sampai jari-jari itu dilihat oleh si penderita. Penderita itu lants
mengatakan ia. Dalam keadaan kampus OD yang normal maka jari jari tangan
yang digerak gerakkan itu dapat dilihat bersamman oleh penderita dan oleh
dokter sendiri.
4. Kemudain dokter hendaknyalah menggerak gerakkan jari tangan kanannya
juga mulai di perifer sisi kiri dari penderita

Tangan si dokter lambat laun pun di gerak gerakkan lebih ke medial dan lebih ke
medial sampai akhirnya penderita mengatkan ya suatu tanda bahwa jari-jari
tangan dokter itu teah dilihat oleh penderita. Dalam keadaan kampus OD
penderita yang normal, jari jari tangan kanan dokter itu akan dilihatnya
bersamaan oleh penderita dan oleh dokter (kampus dokter itu sendiri harus
normal kalau tidak tentu uji konfrontasi itu tdak akan mmberikan hasil yang
dapat dipercaya.
Untuk memriksa kampus O.S penderita juga kita lakukan cara pemeriksaan yang
sama, hanya kini disisi kiri penderita.
Selama dilakukan uji konfrontas ini penderita hendaknya terus memandang
kedepan dan tidak boleh melirik ke kanan dan kekiri
Bila dokter itu melihat jari jari tangannya sedangkab penderita sendiri belum
maka dapatlah disimpulka bahwa telah terdapat penyempitan dar kampus si
penderita.
- Bila penderita itu sedang tidur terlentang dan kebanyakan penderita penyakit
saraf sewaktu diperiksa memng sedang tidur terlentang sebaiknya dokter itu
sendiri berdiri di sisi kepala tempat tidur itu. Kemudain kita lakukan cara
pemeriksaan seeperti yang diuji konfrontasu
b. Kampimetri / perimeter
Pemeriksaan pada anak anak dan pada penderita yang tidak kooperatif, dokter
dapat mencoba menimbulkan reflek ancam penderita. Sewaktu hendak
melakukan ancaman itu hendaknyalah penderita menghadap ke depan. Lantas
dengan sekonyong konyongnay kita dekatkan telunjuk kita dari sisi samping ke
arah mata penderita. Gerakan ini hendaknyalah dilakukan dengan cepat dan
seknyong konyongnya dalam keadaan normal maka kelopak mata akan mengedip

Tentu bila terdapat hemianopsia di sisi jari kita yang mendekati mata penderita
itu dengan sekonyong konyongnyam jari telunjuk itu tidak akan dilihatnya dan
oleh karena itu tidaklah akan timbul reflek ancaman, dengan demikian maka
dokter itu akan mendapatkan kesan apakah penderita itu akan mendapat kesan
hemianopsia atau tidak

Pemeriksaan hemianopsia dapat pula dialkukan dengan cara menimbulkan reaksi


pupil hemianopik

Pemeriksaan ini dapat dilakukan di bagoan mata dengan mempergunakan lampu


yang khusus.

Pada dasranya sinar lampu dapat hanya mengenai satu sisi retina tentu bila
terdapat hemianopsia di sisi dari mana sinar lampu itu dtang, maka tidaklah
timbul reflek pupil.

Satu cara lain untuk memeriksa hemianopsia itu adalah dengan mempergunakan
teromol, dengan permukaan yang bergaris garis vertikal.

Penderita diminta memndang secara terus menerus ke teromol yang sedang


diputar ke satu jurusan

Bila teromol itu diputar ke jurusan kampus yang normal maka akan timbul
nistagmus optokinetik dan apabila diputar ke kampus yang terganggu maka
tidaklah akan timbl nistagmus optokinetik
Pemeriksaaan ini sangat penting dalam pemeriksaan neurologi. Pada orang normal lapang
pandang 90-1000 temporal, 600 nasal, 50-600 superior dan 60-750 inferior.
Syarat:
a. Pasien sadar dan koperatif
b. Dapat fiksasi
c. Illuminasi adekuat
Pemeriksaan :
Pasien dan pemeriksa sama sama memfiksasi mata yang akan diperiksa dan jari pemeriksa
menggerakkan jari dari luar dan pasien akan mengkonfirmasi gerakan jari dengan pemeriksa.
Interpretasi :
a. Skrotoma
b. Hemianopia
3. Hemianopsia: TIDAK ADA
a. hemianaopsia heteronim: ditimbulkan oleh suatu lesi yang terletak pada atau didekat
khiasma optikum

Kita bedakan 2 macam hemianopsia


1. Hemianopsia bitemporal:
Akan timbul bila sisi dalam dari khiasma itu mendapatkan lesi misalnya karena tekanan
suatu adenoma dari hipofise. Dalam hal ini hanya serabut serabut yang menyilang akan
terganggu fungsinya. Serabut serabut yang tidak menyilang yang datang dari retina
belahan temporal dalam hal ini fungsinya tidaklah akan terganggu. Dengan demikian
maka akan timbullah hemianopsia bitemporal
2. Hemianopsia binasalis
Akan timbul bila khiasma itu tertekan dari sisi samping yaitu sekaligus dari sisi kanan
dan kiri (misalnya oleh suatu arteri karotis interna yang sklerotis di satu di sisi kanan
dan satu di sisi kiri dan khiasma)

b. Hemianopsia homonim  suatu lesi yang terletak di sebelah kaudal dari khiasma
optikum. Lesi pada traktus optikus, radiasio optika dan pula lesi pada area striata
dapat menimbulkan hemianopsia yang homonim.

Bila kita berhadapan dengan suatu hemianopsia homonim maka lesi haruslah kita
cari di traktus optikus atau di susunan yang terletak lebih ke belakang seperti
misalnya di radiaso optika atau di area striata

1. Lesi di traktus optikus


Akan menimbulkan:
a. Hemianopsia homonim lengkap di sisi kontralateral
Dalam kasus ini penglihatan sentral juga terganggu
b. Oleh karena penglihatan sentral ikut terganggu, maka penderita akan
mengeluh tentang adanya gangguan penglihatan
Penderita sendiri sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan
penglihatannya
c. Cahaya yang datang dari daerah hemianoptik tidak akan menimbulkan reflek
pupil
2. Lesi di radiasio optika atau di area striata
Akan menimbulakn
a. Reflek pupil juga untuk cahaya yang datang dari aerah hemianoptik tetap
positif.
b. Penglihatan sentral yang tetap baik
c. Penderita sendiri tidak sadar akan adanya gangguan pada lapang
penglihatannya.

Lebih ke belakang tempatnya lesi itu lebih besar kemungkinan bagian sentral
dari lapangan penglihatan adalah bebas dari gangguan

Lebih depan tempatnya lesi itu lebih besar kemungkinannya bahwa bagian
sentral dari lapangan penglihatnnya akan ikut serta terganggu. Pada lesi dari
radiasio optika seringkali hanya suatu kuadran dari lapangan penglhatan
penderita yang terganggu

Bila lesi di lobus oksipitalis itu adalah luas dan pula mengenai girus anglaris
di hemisfer yang dominan maka dapat pula timbul aleksia dan agnosia optik
Hemianopsia dapat ditimbulkan oleh sebab sebab yang disebut di bawah ini,
1. Hemianopsia bitemporal dapat ditimbulakn oleh
a. Tumor hipofise
 Adenoma eosinofil
 Adenoma basofil
 Adenoma khromofob
b. Meningitis basalis tuberkuloma
 Meningitis basalis leutika
 Arakhnoiditis
c. Penyakit hand sculler christian
2. Hemianopsia binasalis dapat ditimbulkan oleh
o Lues seresbri
o Arteria karotis dextra dan sinestra yang sklerotis
3. Hemianopsia homonim dengan lesi di traktus optikus dapat ditimbulkan
oleh
a. Trauma kapitis yang menimbulkan kontusio serebri
b. Meningitis basalis tuberkulosa
c. Meningitis basalis leutika
d. Tumor lobus temporalis
e. Anaurisma sikulus arteriosus willisi
4. Hemianopsi homonim dengan lesi di radiasio optika/area striata dapat
ditimbulkan oleh
a. Tumor lobus oksipitalis
b. Stroke

Bila gangguan penglihatan itu hanya terbatas pada satu mata saja,
maka kelainan akan terletak pada nervus optikus atau pada papilla
nervi optisi
Lesi dekat chiasma optika cek dengan kampimetri
1. Hemianopsia bitemporal  lesi tepat di chiasma optikus
2. Hemianopsia binasalis
3. Buta total lesi n 2
4. Hemianopsia homonim lesi di traktus optikus
5. Hemianopsia homonim tanpa perbahan reaksi pupil lesi di total radialis optika
6. Kuadran anopsia : lesi sebagian radialis optika reflek cahaya pupil +

4. MELIHAT warna
Masalah pengelihatan warna dapat dikaitkan dengan kelainan neurologis. Berkurangnya
pengelihatan mata dapat berupa total ataupun sebagian.
Pemeriksaan:
Pemeriksaan pengelihatan warna dapat dilakukan dengan menggunakan cetakan warna
seperti pada Ishihara, Hardy-Ritter-Rand atau sejenisnya.
Pada kasus neurologis, warna merah adalah yang paling pertama terkena. Oleh sebab itu
perlu membandingkan penilaian tentang kecerahan atau kemerahan dari gambar pada mata
kanan dan kiri, lapang pandang temporal atau nasal, central atau lapang pandang perifer
Interpretasi:
Jika ada kelainan pada pemeriksaan maka kelainan pada satu sisi dapat merupakan disfungsi
n. optic yang beberapa perlu dikaitkan dengan afferent pupillary defect (APD), relative
afferent pupillary defect, atau Marcus-Gunn pupil.

5. SkotomA: TIDAK ADA


Pasien diminta melihat ke arah tembok,/ langit langit, yang putih, apakah melihat warna
hitam atau bintik hitam. Arahkan ke segala arah. + ada bintik bintik hitam

6. Fundus NORMAL
Pemeriksaan Ophtalmoskop
Dilakukan dengan melihat posterior chamber dan opticnerve dengan menggunakan
opthalmoskop.
Interpretasi
Keluar dari oculomotor nuclear complex di otak tengah dan pergi ke otot ekstraokular dan
jaras parasimpatis ke pupil dan badan siliar.
Nervus ini terbegi 2 yaitu superior divisi dan inferior divisi.
Divisi inferior  rektus medial dan inferior, rektus inferior oblique dan pupil
Divisi superior  levator palpebral superior dan

Bila hendak melakukan funduskopi apabila penderita yang dalam koma hendaknya
kita tidak mempergunakan hematropin untuk melebarkan pupil itu. Oleh karena
midriasis yang ditimbulkan oleh hematropin itu, akan melenyapkan tipe berbagai
gejala penting misalnya anisokor dan reflek reflek pupil (cahaya dan lain-lain)
Alat funduskopi = oftalmoskop

Funduskopi dari OD penderita dilakukan dengan memgang oftalmoskop itu dengan


tangan kanan, sedangkan sedangkan mata dokter yang mengintip di belakang lubang
oftalmoskop itu adalah mata yang kanan.

Funduskopi dari OS penderita dapat dilakukan oleh dokter itu dengan mengintip
dengan mata kirinya melalui lubang optalmoskop yang di genggam dengan tangan
kirinya
Sewaktu melakukan funduskopi kita perhatikan keadaan dari papil edema, macula
dan retina, arteri vena (2:3) reflek cahaya merah cup disartio 1:3
Dari mata yang kita sedang periksa
NERVUS III, IV, VI
Nervus okulomotorius, troclearis dan n abdusent
[pemeriksaan mencangkup?
1. Kedudukan bola mata: SIMETRIS
Kita perhatikan apakah kedudukan bola mata kanan dan kiri setangkup atau tidak
Kita perhatikan pada penderita itu terdapat strabismus “deviation conjugae” ataukah tidak
tampak krisis okulogirik
2. PERGerakan bola mata : BAIK SEGALA ARAH
Pasien diminta mengikuti sebuah benda dengan kepala terfiksasi dengan halus dan
terkonjugasi. Benda tersebut digerakkan kearah 9 cardinal movement.

Agar gambar benda yang ditangkap oleh retina adalah tajam dan tunggal, maka keenam otot-
otot ekstraokuler hendaknyalah dapat bekerja sama dengan baik
Gerakan bola mata:
a. Gerakan konjugat  pada gerakan konjugat kedua bola mata bergerak dalam
jurusan/arah yang sama. Misalnya sewaktu melirik ke kiri maka bola mata kiri dan kanan
secara bersama sama melirik ke kiri
b. Gerakan diskonjugatif  kedua bola mata itu bergerak dalam jurusan yang berlawanan
Gerakan diskonjugatif misalnya dapat kita lihat bia penderita itu di suruh melirik ke
hidungnya
Sewaktu terjadi gerakan konjugat, maka ternyata bahwa tidak hanya kedua bola mata
itu saja yang bergerak bersama sma kesatu jurusan, tetapi juga kepala, leher, bahkan
juga badan ikut berputar mengikuti jurusan gerakan bola mata tersebut
Oleh karena itu maka sewaktu kita menyuruh seorang pederita melirik kekiri, maka
telunjuk kiri, kita tekankan pada dahi penderita, sehingga kepalanya tiduk ikut
berputar kiri.
Area 8,17,18,19 memegang peranan yang penting dalam hal gerakan konjugat dan
diskonjugatif. Selain daripada itu yang juga berperan dalam hal ini adalah ganglia
basalis, serebeluum dan nukcleus retikularis
Impuls di area 8, dengan melalui susunan ekstra piramidalis akan sampai di formatio
retikularis yaitu pada fasikulus longitudinalis medialis (F.L.M) yang
menghubungkkan nuklei dari N III NIV N VI dan nukleus deiters. Melalui nukleus
deiters ini impuls impuls itu akan sampai pada traktus deitero spinalis dan traktus
retikulospinaslis
Kegiatan masing masing otot ekstraokular
m. rektus eksternus  menggerakan bola mata ke samping
m rektus internus  menggerakkan bola mata ke medial
m rektus superior  mengabduksi dan menggerakkan bola mata ke atas
m rektus inferior  disamping mengabduksi menggerakkan bola mata ke bawah
m obliqus superior disamping mengabduksi dan menggerakkan bola mata itu ke
bawah
m obliqus inferir mengabduksi dan menggerakkan bola mata itu keatas

bila bola mata itu berada dalam kedudukan di antara abduksi dan adduksi
- Gerakan bola mata ke bawah dapat ditimbulkan oleh kontraksi bersama m
rektus inferior dan m. Obliquss superir
- Gerakan bola mata ke atas dapat ditimbulkan oleh kontraksi bersama m.
Rektus superior dan m obliquss inferior
Bila kita memandang suatu benda maka gelombang cahaya yang berasal dari benda itu,
harus diproyeksikan secara setangkup dan sepadan pada kedua macua lutea mata kanan dan
mata kiri.
Bila gelombang cahaya itu pada satu mata diproyeksikan di luar macula lutea maka akan timbul
diplopia

Cara pemeriksaan
1.a. inspeksi gerakan bola mata spontan
b. inspeksi gerakan bola mata atas perintah
2. perhatikan gerakan bola mata, bila si penderita ditugaskan mengikuti gerakan jari si pemeriksa
3. perhatikan gerakan bola mata si penderita bila ia
a. disuruh memandang jauh
b. disuruh melirik ke ujung hidungnya
4. pada penderita dalam keadaan koma:
a. perhatikan kedudukan bola mata, bila kepala si penderita diputar secara pasif

bila reflek labirint masih baik maka akan timbul mata boneka (dolls eyes) yaitu ke dua bola mata
akan bergerak ke kiri misalnya bila kepala si penderita di putar ke kanan

NISTAGMUS: TIDAK ADA


Gerak bolak balik mata secara involunter (horizontal, perifer, sentral, vertikal)
CELAH MATA: NORMAL
Pasien memandang jauh kedepan -> menyempit : ptosis, endoftalmus, blefarospasmus
Melebar: eksoftalmus dan proptosis
PTOSIS: TIDAK ADA
Lumpuhnya m levator palpebrae
B. N. Tochlear (CN IV)
Keluar dari Tochlear nucleus di anterior aqueduct dalam gray matter dari lower mensephalon
setinggi inferior colliculus.
Mensarafi superior oblique.
C. N. Abdusen (CN VI)
Berasal dari antara mid dan lower pons, di gray matter dari dorsal palatine tegmentum pada
lantai ventrikel keempat dan bergabung dengan serat facial nerve.
Mensarafi lateral rektus
Pemeriksaan fisik N. okulomotor
1) Inspeksi – kelainan ocular yang menonjol (posisi kelopak, posisi mata, bentuk dan
gambaran mata)
a. Kelopak mata
 Total unilateral ptosis hanya dapat terdapat pada nervus tiga palsy komplit
 Unilateral ptosis ringan-sedang = bagian horner syndrome atau dan partial third
nerve palsy, MG
 Bilateral ringan sedang = neuromuscular disorder (MG, muscular dystrophy, or
ocular myopathy)
b. Pupil
 Bentuk: bulat reguler
 Ukuran ( dilating, midriasis > 5 mm, miosis < 2mm) 3 mm/3 mm
 Kesimetrisan
 Posisi
 Reflek pupil
1. Reaksi cahaya langsung +/+
2. Reaksi cahaya konsensuel +/+ : periksa kanan kirinya ikt
3. Reaksi pupil akomodatif/ konvergensi: +/+ dari jauh
mendekat
4. Reflek pupil marcuss gunn -/-: memberikan cahaya ke
pupil yang normal  mata tidak normal akan berdilatasi
Pindahkan penyinaran ke mata yang tidak normal 
pupil masih berdilatasi

c. Cover test
Pemeriksa memaksa kedua bola mata untuk focus pada satu hal, kemudian mata yang
diperiksa akan dihalangi sehingga tidak dapat melihat target.
Interpretasi: mata yang dihalangi tidak terfiksasi akan kembali ke posisi awal/default.
Pada strabismus akan berdeviasi tergantung kelainan.
TES WARTENBERG -/-
Pasien menatap sesuatu yang berada sedikit lebih tinggi dari matanya
Ptosis mastenik : kedua kelopak ,ata atas akan lebih menurun setelah 1-2 menit

Nervus V
N. Trigeminal
Trigeminal merupakan salah satu nervus kranial terbesar dan terumit. Ada 3 divisi:
ophthalmic division (CN V1), maxillary division (CN V2), dan mandibular division (CN V3).
MOTORIK normal
a. Pemeriksaan fungsi motorik untuk otot pengunyahan
V1 n. Optalmikus
V2 n maxilaris
V3 n mandibularis
Inspeksi kening, pipi, (otot maseter dan temporalisnya) merapatkan gigi  merapatkan
gigi dan konvaksinya
Gigit tongue depressor, merapatkan gigi dengan kuat, emmbuka mulut dengan lebar

Penilaian fungsi motorik trigeminal dapat dinilai dengan memeriksa otot-otot


pengunyahan. Pasien dapat diminta untuk meggigit atau mengapitkan rahangnya dan
diraba otot masseter dan pterygoidnya kemudian dinilai kekuatannya dan ukurannya.
Dalam hal ini kedua otot haruslah dalam keadaan simetris. Jika tidak simetris atau
terdapat kelemahan pada satu sisi menandakan adanya kelainan.
Pemeriksaan lainnnya dengan membuka mulut lebar lebar, pada saat tersebut harus
diperhatikan adanya kesulitan dan adanya deviasi rahang kearah yang sakit.
Engevaliasian deviasi rehangdapat dilakukan dengan memperhatikan posisi gigi incisor
atas dan bawah dan membandingkan saat membuka atau menutup gigi apakah ada yang
berubah.
SENSIBILITAS: normal
b. Pemeriksaan fungsi sensoris
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengecek fungsi sensoris dengan membedakan
sentuhan benda tumpul atau tajam, suhu, batas. Perlu diadakan percobaan ulangan pada
setiap dermatom yang berbeda dan dengan rangsangan yang berbeda untuk dapat
menggambarkan keadaan yang lebih tepat seperti tekanan atau sentuhan lembut dank
eras, suhu hangat atau dingin.

Raba dari medial ke lateral, nyeri, suhu dingin 10 derajat hngat 40 derajat
c. Pemeriksaan reflex
Reflek retraksi kepala : Reflek ini terjadi apabila terdapat lesi bilateral di jaras
piramidalis antara medulla oblongata dan bagian servical
medula spinalis. Dilakukan pengetukan pada bibir atas
tepat di bawah hidung dengan posisi kepala yang sedikit
dianggukkan. Bila terdapat lesi akan terjadi gerakan
kepala berfleksi ke belakang secara tiba-tiba.
Reflek zigomatikus : Merupakan modifikasi reflek maseter. Dengan palu reflek
dilakukan pengetukan pada os zigomatikus. Pada orang
sehat tidak didapatkan respon. Pada orang dengan lesi
pada N. Trigeminus akan terjadi penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral.
Reflek korneo-mandibular : Perangsangan pada kornea yang dijawab dengan timbulnya
gerakan reflektorik dari rahang bawah ke samping
kolateral dengan pemejaman mata ipsilateral.
Reflek okulosensoris : Penyempitan pupil, atau pelebaran diikuti oleh
penyempitan, ketika diberikan stimulus yang
menyakitkan diarahkan pada mata atau adneksa nya.
REFLEK KORNEA : Pasien diminta untuk melirik keatas atau ke samping.
Goreskan seutas kapas pada kornea. Secara normal akan
terjadi kedipan kelopak mata atas secara bilateral.
Afferent V1  sentuh dengan ujung kapas gulung +  gerakan menutup mata
Lesi N V kanan: gores yang kanan  kanan gak nutup, kiri gak nutup
Kiri keduanya menutup
Efferent N VII
Lesi N VII kanan gores kanan  kanan gak nutup kiri nutup
Kiri kanan menutup kiri menutup
PUSAT MOTORIK ADA DI TALAMUS, NYILANG DISITU
VENTROPOSTEROMEDIAL
ORBICULARIS MAKA ADA RANGSANGAN BERKEDIP
Langsung: +/+
Konsensuil: +/+ mata yang satunya akan menutup
REFLEK NASAL BECHTEREW: Menggelitik dari mukosa hidung menyebabkan
kontraksi otot-otot wajah ipsilateral.
Reflek Trigeminobrachial : Fleksi kontralateral dan supinasi lengan bawah setelah CN
V di berikan stimulasi.
Reflek bersin : pemberian stimulus pada bagian mukosa nasal akan
mengakibatkan adanya reflek bersin karena hidung
berusaha melepaskan benda asing tersebut.
Trigeminocervical: kepala berbelok kearah kontralateral setelah diberikan
rangsangan CN V
REFLEK MASETER : ketuk dagu saat mulut agak terbuka, normal -, + tutup mulut

TRISMUS (Spasme m masetter): mulut tidak bisa terbuka jarak interdental space < 2
cm
Relek menetek: letakan pensil di bibir mulut seperti menetek
Reflek snout : letakkan atau goreskan dengan cepat di filtrum bibir + patologi 
mencucu kedua bibir khususnya bagian atas
Snout reflex dilakukan dengan mengetuk bibir atas pasien secara lembut dengan
menggunakan ujung jari pemeriksa atau palu refleks.
Jawaban dari rangsangan ini berupa kontraksi otot
orbicularis oris, sehingga bibir pasien akan tertarik pada
daerah yang diketuk.
Nyeri tekan: pada daerah keluarnya cabang n V
FORAMEN SUPRAORBITA
FORAMEN INFRAORBITA
FORAMEN MENTALE
NERVUS VII
N. Facialis (CN VII)
Otot wajah dalam istirahat
Lipatan dahi simetris, alis simetris, sudut mata simetris, sulkus nasolabialis (kanan mendatar),
sudut bibir tertarik ke kiri

Mengerutkan dahi: sisi sakit: datar (m frontalis)


Menutup mata: sisi sakit mata lagophtalmus (m orbicularis oculi) bell phenomenon tidak bis
menutup mata
Meringis (bilang i yang kuat) sisi sakit tidak bia meringis (m orbicularis oris)
Bersiul/ mencucur (bilang u): sisi sakit tidak bisa mencucu (m orbicularis oris)

Gerakan involunter
Tic: gerakan singkat, berulang ulang streotipik, dan kompulsif yang tampak pada sebagian kecil
otot wajah
Spasmus: kontraksi tonus involunter dari sekelompok otot otot wajah

Indra pngecapan (viscero sensorik)


Syarat
1. pasien tidak berbicara dan tidak menelan saat pemeriksaan
2. Menjawab dan menunjukkan jari pada kertas yng telah ditulis kata kata (pahit asam
manis asam asin
3. Pasien menjulurkan lidah, bersihkan dengan tissue pada setiap awal pemeriksaan 2/3
lidah bagian depan
4. Terganggu bila ada lesi khorda timpani intermediet
ASIN

PAHIT

ASAM (Cuka)  medial (Ca3COOH 1%)


ASAM

ASIN (GARAM)  lateral (naCl 3%) MANIS


PAHIT (KINA)  posterior (0,0375%)
MANIS (Gula)  anterior (dextrosa 2,5 %)

CN VII merupakan nervus yang menginervasi otot-otot pada wajah, yaitu muscles of facial
expression dan musculus kulit kepala dan telinga, buccinator, platysma, stapedius,
stylohyoid. Selain itu, N VII juga sebagai jaras parasimpati pada glandula saliva, glandula
lacrimal, dan mukus pada kavitas oral dan nasal. Sebagai fungsi sensorik N VII juga
mempersarafi dari bagian lidah anterior sebagai indra perasa.

Pemeriksaan:
1. Fungsi motorik N.Fasialis
2. Fungsi sensorik N.Fasialis
3. Parasimpatis N.Fasialis

d. Pemeriksaan motorik
Pasien diobservasi otor wajahnya saat istirahat dan dinilai kelainannya.
Pasien diminta untuk melakukan gerakan gerakan :
1. menaikkan alis - tertinggal
2. kerut dahi - tertinggal
3. menutup mata - tertinggal
4. tertawa – deviasi sehat
5. tersenyum – deviasi sehat
6. telanjang gigi – deviasi sehat
7. meniup pipi – deviasi sakit
8. peluit – deviasi sakit
9. mengerut – deviasi sehat
10. menarik sudut mulut – deviasi sehat
ketika pasien diminta melakukan hal tersebut ,maka akan terjadi deviasi tergantung dari
gerakan tersebut.
e. Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan fungsi Pengecapan
Persiapan :
larutan garam (rasa asin na cl 0.9 ), gula (rasa manis glukosa 2,5% ), kinine (rasa pahit),
cuka
(rasa asam)
Pemeriksaan:
1.Mintalah ps/ utk menjulurkan lidahnya
2.Bersihkan lidah sblm pemeriksaan
3.Berilah rangsangan pd indera pengecapnya 2/3 bg.depan
Interpretasi :
Ageusia : hilang
Pargeusia: berbeda
Hipoageusia : berkurang
Hemiageusia: separoh terganggu
SEKRESI AIR MATA (VISCERO MOTORIK) : pre lakmus + normal 20 mm basa
f. Pemeriksaan fungsi sekresi
Pemeriksaan :
1. Inspeksi lakrimasi & sekresi kelenjar ludah
2. Gunakan kertas lakmus u/ memeriksa sekresi gl. Lakrimasi, gl. submaxilaris & gl.
Sublingualis
Interpretasi :
Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula submasilaris dan sublingualis baik
Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi gl.submaxilaris dan Sublingualis

HIPERAKUSIS: suara kecil terdengar keras, pakai stetoskop digesek membran  dengar sama
tidak (diafragma belakang tes)
g. Pemeriksaan reflek
Auditory-palpebral reflek : Kontraksi refleks dari orbicularis oculi
menyebabkan penutupan mata, biasanya bilateral
tetapi lebih ditandai di sisi ipsilateral, dalam
menanggapi stimulus suara keras yang tiba-tiba.
Emergency light reflek : Penutupan mata, disertai dengan penyempitan
pupil, menurunkan alis, leher fleksi, dan kadang-
kadang elevasi lengan dalam menanggapi stimulus
yang mengancam.
Trigeminofacial, trigeminopalpebral : reflek menutup mata saat menghadapi stimulus
pada wajah atau mata
Orbicularis oris reflex : Perkusi atas bibir atas atau samping hidung
menyebabkan kontraksi otot-otot yang
mengangkat sudut mulut.
TANDA CHVOSTEK: Pengetukan pada bagian depan telinga akan
terjadi spasme atau kontraksi pada ipsilateral otot
wajah.
+ pada tetanus : ketuk pada 1/3 proximal meatus akustikus eksterna smpai pangkal dahi,
sudut bibir ketuk dengan jari telunjuk, jari tengah
dan jari manis + patologis  kontarksi m facialis
Chvostek’s Sign
Lakukan ketokan ringan pada arkus zigomatikus atau di bawah arkus tersebut (di depan
lubang telinga luar).
Hasil : Positif jika ada kontraksi otot fasialis
Ada 4 grade chvostek’s sign :
Grade I : sudut bibir tertarik ke arah posterior.
Grade II : Grade I + tertariknya ala nasi (cuping hidung tertarik ke superior).
Grade III : Grade II + tertariknya sudut mata luar ke arah lateral.
Grade IV : kekakuan pada seluruh otot wajah.

REFLEK GLABELLA : Pukulan singkat pada glabella atau sekitar daerah


supraorbitalis menyebabkan kontraksi singkat
kedua otot orbikularis okuli
Ketokan palu reflek pada daerah glabela (dahi) + patologis  kontraksi m orbicularis
oculi kedua mata
Glabellar reflex
Dilakukan dengan mengetuk glabella (pertengahan dahi antara kedua alis mata) pasien dengan
ujung jari atau palu refleks. Pada orang normal, respo berkedip hanya timbul dua sampa tiga kali
saja. Sedangkan pada pasien dikatakan positif apabila mata berkedip setiap kali glabella diketuk.
Catatan: pengetukan glabella dilakukan dari arah belakng pasien, sehingga tidak diartikan
sebagai refleks ancaman oleh pasien.

NERVUS VIII
D. N. Vestibbulokoklear
Pemerksaaan N. Koklearis
Mendengar suara bisik. Gesekan jari tangan
a. Suara Bisik
Pada hal ini pasien diberikan stimulus suara dalam bentuk kata atau kalimat dan pasien
dapat mengerti 50% dari apa yang dikatakan pemeriksa.
Berdiri dari jarak 5 m dan pasien tutup mata, tutup satu telinga, pemeriksaan berbisik  normal
bisa mendengar
b. Tes Garputala
Pemeriksaan Rinne : membandingkan hantaran tulang dengan udara normal + atau tulis
sensori neural ( - )  tuli konduktif

Garputala ditempatkan pada planum mastoid sampai penderita tidak dapat


mendengarnya lagi, kemudian garpu tala dipindahkan ke depan meatus eksternus.
- Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan tes positif
- pada orang normal atau tuli persepsi, tes Rinne ini positif. Pada tuli konduksi tes Rinne
negatif.
Pemeriksaan Schwabach : membandingkan hantaran tulang pasien dan pemeriksa (sama:
normal, memnjang  tuli konduktiv, memendek  tuli sensori neural

Garputala yang telah digetarkan ditempatkan di prosesus mastoideus penderita. Bila


penderita sudah tidak mendengar lagi suara garputala tersebut, maka segera
garputala dipindahkan ke prosesus mastoideus pemeriksa.
- Bila hantaran tulang penderita baik, maka pemeriksa tidak akan mendengar suara
mendenging lagi. Keadaan ini dinamakan Schwabach normal.
- Bila hantaran tulang si penderita kurang baik, maka pemeriksa masih mendengar
suara getaran garputala tersebut. Keadaan ini dinamakan Schwabach
memendek.
Pemeriksaan Weber : membandingkan telinga kanan dan kiri (normal tidak ada
lateralisasi, lateralisasi sakit  tuli konduktif, lateralisasi sehat  tuli sesnsori neural)

Garputala diletakkan di dahi penderita.


Pada keadaan normal kiri dan kanan sama keras (penderita tidak dapat menentukan
di mana yang lebih keras).
- Bila terdapat tuli konduksi di sebelah kiri pada tes Weber terdengar kiri lebih
keras.
- Bila terdapat tuli persepsi di sebelah kiri, maka tes Weber terdengar lebih keras
di kanan.
Bing : konfirmasi weber bila lateralisasi (-) salah satu teliga di sumbat ulang weber bila
lateralisasi (-) ada tuli persepsi pada telinga yang di sumbat
Tinitus: mendengung karena terangsang koklea / koklearis

Pemeriksaan N. Vestibularis
Keseimbangan: tes romberg
Vertigo: sensasii berputar tanpa adanya ritasi yang sebenarnya akibat gangguan vestibular

a. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai berikut :


b. Observasi sikap berdiri dan sikap badan sewaktu bergerak.
a. Tes Romberg:
Pasien diminta berdiri dengan kedua kaki dekat satu dengan yang lain, mata
dipejamkan. Pada pasien yang normal hal ini dapat dilakukan dengan baik
c. Observasi nistagmus spontan
Pasien diobservasi apakah ada nistagmus secara spontan
d. Observasi nistagmus yang dibangkitkan
Tes Kalori
kepala harus tunduk 60 derajat sedang untuk mengetes kelainan pada kanalis semi
sirkularis horizontalis kepala harus tengadah 30 derajat.
- Spuit 20 cc, jarum ukuran 15 ujung dilindungi karet diisi dg air suhu 30 derajat untuk
rangsangan dingin dan 44 derajat untuk rangsangan panas (± 7 derajat dengan suhu
tubuh normal 39 derajat.
- Semprotkan ke liang telinga 1 cc/detik
- Amati arah gerak nistagmus, frekuensi, lamanya
- Istirahat
- Tes telinga lain, bandingkan kanan dan kiri
- Normal pada suhu dingin nistagmus akan berlawanan dengan tempat rangsanganya,
sedan pada suhu panas searah dengan tempat rangsangannya. (COWS : Cold
Opposite Warm Site )

E. N. IX, X, XI dan XII


Nervus Glosofaringeus & Nervus Vagus ( N IX & N X )
Langit langit lunak: simetris/tidak (NIX) disebelah uvula suruh bilang a
Menelan (IX,X) cair  neuro
Padat  tht
Disartia: kesulitan artikulasi kata
Gangguan palatum (NIX, X) sulit ng, ny, ka, ga
Labia (NVII) p,b,m  mama papa
Lidah (NXII) r, l  ular lari lurus

Disfoni (IX,X) : kesulitan mengelurkan suara  suara serak  kelumpuhan kortikoartenoid


posterior

Lidah (NXII)
Tremor : pada sisi lidah yang sakit  hipotoni
Atropi: + pada lesi perifer
Fasikulasi

Ujumg lidah dalam istirahat (N XII) : mencong ke sisi sehat, tonus sehat> tonus yang sakit
Ujung lidah sewaktu dijulurkan keluar : mencong ke sisi sakit kontraksi m genioglosus
(persarafan kontralateral)
Reflek muntah N IX : Menekan dinding belakang faring
Menganggkat bahu NXI (m trapezeus) : tahan bahu kanan atau kiri : pasien angkat bahu
bandingkan kekuatnnya
Fungsi m. Sterno kleidomastoideus : pegang SCM kanan kiri pasien menoleh kanan atau kiri
bandingkan keuatnnya

NX:
Inervasi simpatetik: produksi air liur, rasa 1/3 lidah bagian belakang
Inervasi parasimpatik: sekresi air mata +

1. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Inspeksi lengkung langit-langit
Minta penderita membuka mulut & suruh ucapkan “Ah,Ah”
Perhatikan lengkung langit-langit dan posisi uvula
Interpretasi :
Normal : Simetris lengkung langit-langit
Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak keatas
Lengkung langit-langit yg lumpu tertinggal.
B. Pemeriksaan fungsi menelan
– Minta penderita minum air
– Perhatikan mampu minum air atau air masuk ke hidung
Interpretasi:
Normal : mampu minum air dg baik.
Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX bilateral
C. Pemeriksaan Fonasi suara
Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.”
Interpretasi :
Normal
Ggn fonasi suara “sangau”
2.Pemeriksaan fungsi parasimpatis
A. Inspeksi sekresi kelenjar ludah
Interpretasi :
Normal
Kelainan : sekresi kelenjar ludah
3.Pemeriksaan Fungsi Sensorik
A. Reflek muntah
Sentuh bagian atas faring/palatum molle
Interpretasi :
Replek muntah +/ -
B. Pemeriksaan Fungsi pengecapan
– Minta pasien menjulurkan lidahnya.
– Bersihkan lidah penderita pd 1/3 bagian belakang.
– Berilah rangsangan pengecapan pd lidah 1/3 belakang.
Interpretasi :
Ageusia
Hipoageusia
Parageusia
Hemiageusia
F. Nervus Aksesorius (N XI)
1.Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius
– Pasien memutar kepala ke sisi yg sehat.
– Pemeriksa meraba M.sterno kleidomastoideus sisi kontralateral.
Interpretasi :
Normal : Kontraksi +
Kelainan : Kontkaksi –

2.Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius


A.Saat Istirahat
B.Saat bahu digerakkan – pasien diminta untuk mengangkat bahu
Interpretasi :
Normal : simetris
Kelainan : Asimetris (kelemahan pd bahu yg sakit)
G. Nervus Hipoglosus (N XII)
Pemeriksaan: Inspeksi lidah saat istirahat
Inspeksi lidah saat dijulurkan
Interpretasi :
Normal : Deviasi –
Kelainan : Deviasi +
ANGGOTA ATAS
Simetris:
Tenaga:
PEMERIKSAAN MOTORIK
A. Kekuatan Motorik dan Tenaga
Definisi :
Kekuatan Motorik dan Tenaga adalah kapasitas dari otot untuk mengerahkan kekuatan dan
mengeluarkan energi. Kelemahan dari kapasitas otot disebut dengan paresis dan tidak adanya
kontraksi dari otot disebut paralisis atau plegia. Secara garis besar intepretasi dari kekuatan otot
disebutkan sebagai berikut
1 : Adanya kedipan atau jejak dari kontraksi
2 : Gerakan aktif dengan menghilangkan gravitasi
3 : Gerakan aktif melawan gravitasi
4- : Gerakan aktif melawan gravitasi dengan tahanan ringan
4 : Gerakan aktif melawan gravitasi dengan tahanan sedang
4+ : Gerakan aktif melawan gravitasi dengan tahanan kuat
5 : Normal

Cara Pemeriksaan :
1. M. Deltoid (abduksi lengan atas)
Pasien dalam posisi berdiri tegak dengan lengan sejajar dengan tubuh pasien. Pasien diminta
untuk mengabduksi lengannya (mengkat lengan menjauhi sumbu tubuh) melawan tahanan.
Tujuan pemeriksaan deltoid untuk mengetahui apakah pasien mampu mengabduksi
lengannya hingga 90o melawan tahanan atau menahan abduksi pada posisi horizontal.
Bandingkan dengan sisi kanan dan kiri. Pada 15o pertama gerakan abduksi, otot deltoid
dibantu oleh otot supraspinatus. Jadi penilaian sebaiknya setelah 15o pertama. kekuatan otot
dikatakan 3/5 jika pasien mampu mengabduksi lengan melawan gravitasi tetapi tidak
mampu melawan tahanan. Kekuatan otot dikatakan 2/5 jika pasien melakukan “trik” dimana
pasien memiringkan tubuhnya atau menaikkan bahu dalam usahanya mengabduksi lengan.
Inervasi : C5-C6
Saraf Perifer : Nervus Axillaris

2. M. Biseps (fleksi lengan atas)


Pasien diinstruksikan untuk memfleksikan sikunya (menekuk siku) melawan tahanan dalam
posisi lengan supinasi, kontraksi dari m. biseps dapat dilihat dan diraba. Kita dapat melihat
kelemahan m. biseps ketika pasien melakukan trik berupa mengubah posisi lengan lebih
pronasi (menggunakan m. brachioradialis) atau menarik bahu kebelakang.
Inervasi : C5-6
Saraf Perifer : Nervus musculocutaneus

3. M. Triceps (ekstensi lengan atas)


Pasien diinstruksikan untuk mengekstesikan sikunya (meluruskan siku) dari posisi 90 o
menjadi lurus melawan tahanan. Tidak dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan dari posisi
fleksi penuh karena pada posisi ini tenaga dari triceps sendiri berkurang.
Inervasi : C6-8
Saraf Perifer : Nervus radialis
4. Fleksi Pergelangan Tangan
Lengan pasien diposisikan dalam posisi supinasi, dimana pasien diminta menekuk
pergelangan tangannya melawan tahanan. Otot yang berperan dalam fleksi pergelangan
tangan adalah Flexor carpi radialis dan flexor carpi ulnaris. Ada beberapa otot yang turut
membantu antara lain Palmaris longus, flexor digitorum profundus, flexor digitorum
superficial, flexor pollicis longus, dan abductor pollicis longus.
Inervasi : FCR C6-7
FCU C7 - T1
Saraf perifer : FCR nervus medianus
FCU nervus ulnaris

5. Ekstensi Pergelangan Tangan


Lengan pasien diposisikan dalam keadaan pronasi, dimana pasien diminta untuk
mengekstensikan pergelangan tangan pasien melawan tahanan pemeriksa. Otot yang
berperan dalam ekstensi pergelangan tangan adalah ekstensor carpi radialis longus,
ekstensor carapi radialis brevi, ekstesor carpi ulnaris.
Inervasi : ECRL C6-7
ECRB & ECU C7 – C8
Saraf perifer : ECRL nervus radialis
ECRB & ECU nervus radialis
6. Membuka jari-jari tangan
Tangan pasien diposisikan pada posisi pronasi dimana menahan pertengahan jari pasien lalu
pasien diinstrusikan untuk mengangkat jari pemeriksa menggunakan jari-jarinya. Otot utama
dalam ekstensi jari adalah ekstensor digitorum communis, ekstensor indicis propius, dan
ekstensor digiti minimi.
Inervasi : EDC, EIP, EDM C7 - C8
Saraf Perifer : EDC, EIP, EDM nervus radialis

7. Menutup jari-jari tangan


Tangan pasien di posisikan pada posisi supinasi dimana pemeriksa menahan pertengahan
jari pasien lalu menginstruksikan untuk menutup jari-jari tangan pasien. Otot utama flexi
pada jari adalah flexor digitorum superficial and flexor digitorum profundus.
Inervasi : FDS & FDP C8 – T1
Saraf Perifer : FDS & FDP nervus radialis

B. Tonus Otot
Definsi : tegangan otot pada waktu beristirahat, atau tahanan terhadap gerakan pasif saat kontrol
volunter tidak ada atau tahanan pada gerakan pasien ketika kontraksi yang disadari tidak
dilakukan. Karena pada waktu otot beristirahat maka normalnya akan terjadi tahanan ringan
ketika dilakukan gerakan pasif.
Interpretasi tonus yaitu:
1. Normotonus/ normotoni
2. Hipotonus/ hipotoni
Hipotonus adalah menurunya tegangan otot ketika dilakukan gerakan pasif. Keadaan ini
biasanya disebabkan oleh kelainan pada unit motorik (Lesi UMN akut atau Lesi LMN).
3. Hipertonus/hipertoni
Hipertonus adalah peningkatan tonus otot dimana dapat dibagi menjadi 2 yaitu rigiditas
dan spastisitas.
Tonus pada tangan
- Fleksi ekstensi lengan
- Pronasi dan supinasin
- Putar pergelangan tangan

Pemeriksaaan tonus
Pemeriksaan tonus sifatnya subjektif. Diperlukan pasien yang cukup kooperatif. Berikut
beberapa pemeriksaan tonus :
1. Babinski tonus test
Dilakukan abduksi pada lengan pasien, lalu siku difleksikan. Pada keadaan hipotonus siku
lebih mudah dilipat dan digerakan. Pada keadaan hipertonus fleksi sulit dilakukan dan
fleksi pasif diluar sudut tumpul siku sulit dilakukan.
2. The Head-dropping test
Pasien berbaring dengan posisi supinasi. Pasien diinstruksikan untuk rileks dan menutup
mata. Lalu kepala pasien diangkat oleh pemeriksa (difleksikan), ketika dilepaskan maka
kepala pasien akan jatuh ke tangan pemeriksa dengan cepat. Tetapi pada pasien dengan
rigiditas terjadi perlambatan karena adanya tahanan pada otot leher.
3. Pendulousness of the leg
Pasien duduk pada ujung tempat tidur dengan posisi menggantung. Lalu pemeriksa
meluruskan kedua kaki pasien, lalu melepaskan kedua kaki secara tiba-tiba
(Wartenberg’s pendulum test). Pada pasien dengan rigiditas adanya penurunan
kecepatan ketika kaki berayun, sedangkan pada pasien dengan spastisitas hanya sedikit
penurunan kecepatan ayunan kaki, tetapi gerakan kaki terlihat tersentak- sentak dan
gerakan dapat terlihat zig-zag. Pada pasien dengan hipotonus terjadi peningkatan ayunan
kaki.
4. The Shoulder-Shaking Test
Pemeriksa meletakkan kedua tangan pada bahu pasien. Lalu mengocok bahu pasien ke
depan dan belakang dengan cepat lalu meperhatikan gerakan lengan pasien. Pasien
dengan kelainan ekstrapiramidal mengalami penurunan jarak ayunan pada lengan.
5. The Arm-Dropping Test
Lengan pasien diangkat sejajar dengan bahu secara cepat. Lalu di lepas tiba-tiba. Pada
pasien dengan spastisitas terjadi perlambatan ketika lengan di lepas (Bechtrew’s or
Bekhtrew’s sign)
6. Hand Position
Pada hipotonus, terutama yang berhubungan dengan penyakit serebral atau
Syndenham’s chorea, memiliki posture yang khas. Lengan dan tangan yang terentang
disertai fleksi pada pergelangan tangan dan hiperekstensi pada jari-jari, dan juga
didapatkan pronasi berlebih.

Tropik : ukur otot –otot (lingkar lengan) simetris atau tidak


Hitropi (peningkatan volume jaringan otot
Atrofi (penurunan volume jaringan otot)

C. Volume dan Kontur Otot


Perubahan ukuran atau bentuk dari otot atau sekumpulan otot, terutama yang bersifat asimetris
yang mungkin signifikan. Atrofi otot (amyotrophy) penurunan dari volume atau massa otot yang
disertai perubahan bentuk atau kontur.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, dan pengukuran. Inspeksi secara umum
membandingkan kesimetrisan antara 2 bagian tubuh, ada tidaknya penipisan, lekukan, atau
pembesaran otot. Palpasi pada otot yang normal biasanya semi elastic. Pada hipertropi otot
biasanya terasa keras dan kaku. Pada atrofi otot biasanya lunak dan lembek. Pada
pseudohipertrofi, otot mungkin terlihat besar tetapi.

REFLEK
REFLEKS FISIOLOGIS dan REFLEKS PATOLOGIS
Pemeriksaan Reflex Fisiologis
Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle stretch reflex) yang muncul sebagai
akibat rangsangan terhadap tendon atau periosteum atau kadang-kadang terhadap tulang, sendi,
fasia atau aponeurosis.
Dasar pemeriksaan refleks :
1. Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer
2. Penderita harus berada dalam posisi rileks dan santai. Bagian tubuh yang akan diperiksa
harus dalam posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang nantinya akan terjadi
dapat muncul secara optimal
3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan langsung;keras pukulan harus dalam batas
nilai ambang, tidak perlu terlalu keras
4. Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot, maka otot yang diperiksa harus
dalam keadaan sedikit kontraksi
Jenis-jenis Pemeriksaan Refleks fisiologis
c. Pemeriksaan Refleks pada Lengan
Pemeriksaan Reflex Biseps (perkusi tendon m bisep dibawah lipatan siku)
Pasien duduk dengan santai,lengan dalam keadaan lemas,siku dalan posisi sedikit fleksi
dan pronasi.
Letakan ibu jari pemeriksa di atas tendo biseps,lalu pukul ibu jari tadi dengan
menggunakan refleks hammer.
Reaksinya adalak fleksi lengan bawah. Bila refleks meninggi maka zona refleksogen akan
meluas.

Pemeriksaan Refleks Triseps (perkusi tendon m trisep diatas olecranon)


Posisi pasien sama dengan pemeriksaan refleks bisep
Apabila lengan pasien sudah benar-benar relaksasi (dengan meraba trisep tidak teraba
tegang), pukullah tendon yang lewat di fossa olekrani
Maka trisep akan berkontraksi dengan sedikit menyentak
Radius: perkusi proc stiloideus radii (+) fleksi siku dan supinasi
Ulna: perkusi dorsal prosessus stiloideus ulna  (+) pronasi lengan bawah dan adduksi
pergelangan tangan

(statokinetik)
Leri: lengan lurus maksimal  lipat jari tangan maximal  positif fleksi pada siku lengan
Pronasi abduksi lengan (grewel) : lengan pada kedudukan ½ fleksi siku dan ½ pronasi lakukan
pronasi semaksimal mungkin pada lengan bawah
Mayer: tekan jari tengah ke arah telapak dengan maximal  (+) aposisi jempol
Jenis-jenis pemeriksaan refleks patologis
a. Refleks Hoffmann-Tromner
Cara pemeriksaan : tangan penderita dipegang pada pergelangannya dan suruh pasien
melekukan fleksi ringan jari-jarinya. Kemudian jari tengah pasien diregangkan dan dijepit
diantara jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa. Lalu lakukan :
Hoffmann : “Goresan” pada ujung jari tengah pasien reaksi : fleksi dan adduksi ibu jari disertai
dengan fleksi telunjuk dan jari-jari lainnya.
Tromner : “Colekan” pada ujung jari pasien maka akan muncul reaksi yang sama dengan
hoffmann
Reflek regresi
Grasping reflex (memegang)
Dilakukan dengan meletakkan jari pemeriksa secara lembut pada telapak tangan pasien, dimana
secara reflex pasien akan menggenggam jari pemeriksa (positif).
Palmomental reflex
DIlakukan dengan menggores telapak tangan pasien pada bagian otot hipotenar. Goresan
dilakukan dengan cepat dari proksimal (bagian pergelangan tangan pasien) menuju ke distal
(bagian pangkal ibu jari). Jawaban dari rangsangan ini berupa gerakan otot-otot mental (dagu).
ri-jarinya.
(dari atas ke bawah) 1. Snout reflex 2. (kiri) glabellar reflex dan (kanan) grasp reflex 3. Foot
Grasping Reflex
SENSIBILITAS
Perasa raba: kapas
Perasa nyeri: jarum pentul (tajam tumpul)
Perasa suhu: air hangat dingin
Perasa proprioseptif: getar/tekan/nyeri
Perasa vibrasi: getarkan garputala di sternum / tibia
Stereognosis: bentuk benda (mata tertutup)
Barognosi: berat benda
Diskriminasi 2 titik
Grafestesi: mengenali angka/tulisan
Topognosis: mengenali bagian tubuh mana yang disentuh (mata tertutup)
Parestesia: kesemutan
1. SENSABILITAS PRIMER
 Pemeriksaan sensasi nyeri superfisial
Nyeri merupakan sensasi yang paling baik untuk menentukan batas gangguan sensorik.
Alat yang digunakan adalah jarum berujung tajam dan tumpul.
Cara pemeriksaan:
a. Mata penderita ditutup
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba jarum pada dirinya sendiri.
c. Tekanan terhadap kulit penderita seminimal mungkin jangan sampai menimbulkan
perlukaan.
d. Rangsangan terhadap terhadap kulit dilakukan dengan ujung runcing dan ujung
tumpul secara bergantian.Penderita diminta menyatakan sensasinya sesuai yang
dirasakan. Penderita jangan ditanya: apakah anda merasakan ini atau apakah ini
runcing?
e. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi
sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
f. Penderita juga diminta menyatakan apakah terdapat perbedaan intensitas ketajaman
rangsang di daerah yang berlainan.
g. Apabila dicurigai daerah yang sensasinya menurun/meninggi maka rangsangan
dimulai dari daerah tadi ke arah yang normal.
 Pemeriksaan sensasi nyeri tekan dalam
Pemeriksaan dilakukan dengan cara menekan tendo Achilles,fascia antara jari tangan IV
dan V atau testis.
 Pemeriksaan sensasi taktil/raba
Alat yang dipakai adalah kapas, tissue, bulu, kuas halus, dan lain-lain.
Cara pemeriksaan :
a. Mata penderita ditutup
b. Pemeriksa terlebih dahulu mencoba alat pada dirinya sendiri.
c. Stimulasi harus seringan mungkin, jangan sampai memberikan tekanan terhadap
jaringan subkutan. Tekanan dapat ditambah sedikit bila memeriksa telapak tangan
atau telapak kaki yang kulitnya lebih tebal.
d. Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah yang normal.
Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal yang kontralateral tetapi
sama (misalnya: lengan bawah volar kanan dengan kiri)
e. Penderita diminta untuk mengatakan “ya” atau “tidak” apabila merasakan adanya
rangsang, dan sekaligus juga diminta untuk menyatakan tempat atau bagian tubuh
mana yang dirangsang.
 Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau 256 Hz.
Cara pemeriksaan:
a. Garpu tala digetarkan dengan memukulkan pada benda padat/keras.
b. Kemudian pangkal garpu tala diletakkan pada daerah dengan tulang yang menonjol
seperti ibu jari kaki, pergelangan tangan, malleolus lateralis/medialis, procc.spinosus
vertebrae, siku, bagian lateral clavicula, lutut,tibia, sendi-sendi jari dan lainnya.
c. Bandingkan antara kanan dan kiri.
d. Catat intensitas dan lamanya vibrasi.
e. Untuk penentuan lebih cermat, garpu tala kemudian dipindahkan pada bagian tubuh
yang sama pada pemeriksa.
Apabila pemeriksa masih merasakan getaran, berarti rasa getar penderita sudah
menurun.
 Pemeriksaan sensai gerak dan posisi
Tujuannya adalah memperoleh kesan penderita terhadap gerakan dan pengenalan
terhadap arah gerakan, kekuatan, lebar atau luas gerakan (range of movement) sudut
minimal yang penderita sudah mengenali adanya gerakan pasif, dan kemampuan
penderita untuk menentukan posisi jari dalam ruangan. Tidak diperlukan alat khusus.
Cara pemeriksaan:
a. Mata penderita ditutup.
b. Penderita diminta mengangkat kedua lengan di depan penderita menghadap ke atas.
c. Penderita diminta mempertahankan posisi tersebut.
Pada kelemahan otot satu sisi atau gangguan proprioseptik maka lengan akan turun
dan menuju ke arah dalam.
Modifikasi dari tes ini adalah dengan menaik turunkan kedua tangan dan penderita
diminta menanyakan tangan mana yang posisinya lebih tinggi.Kedua tes di atas dapat
dikombinasi dengan modifikasi tes Romberg. Caranya: penderita diminta berdiri dengan
tumit kanan dan jari-jari kaki kiri berada pada satu garis lurus dan kedua lengan ekstensi
ke depan. Kemudian penderita diminta menutup matanya. Bila ada gangguan
proprioseptik pada kaki maka penderita akan jatuh pada satu sisi.
Untuk tes posisi dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Penderita dapat duduk atau berbaring, mata penderita ditutup.
b. Jari-jari penderita harus benar-benar dalam keadaan relaksasi dan terpisah satu sama
lain sehingga tidak bersentuhan.
c. Jari penderita digerakkan secara pasif oleh pemeriksa, dengan sentuhan seringan
mungkin sehingga tekananterhadap jari-jari tersebut dapat dihindari, sementara itu
jari yang diperiksa tidak boleh melakukan gerakan aktif seringan apapun.
d. Penderita diminta untuk menyatakan apakah ada perubahan posisi jari atau adakah
gerakan pada jarinya.
Cara lain adalah dengan menempatkan jari-jari salah satu penderita pada posisi tertentu
dan meminta penderita diminta menirukan posisi tersebut pada jari yang lain.
 Pemeriksaan sensasi suhu
Alat yang dipakai adalah tabung berisi air bersuhu 5-10ºC untuk sensasi dingin dan air
40-45ºC untuk sensasi panas.
Cara pemeriksaan:
a. Penderita lebih baik pada posisi berbaring. Mata penderita ditutup.
b. Tabung panas/dingin lebih dahulu dicoba terhadap diri pemeriksa.
c. Tabung ditempelkan pada kulit penderita dan penderita diminta menyatakan apakah
terasa dingin atau panas.

2. SENSABILITAS SEKUNDER
 Two point tactile discrimination
Diperiksa dengan dua rangsangan tumpul pada dua titik di anggota gerak secara
serempak, bisa memakai jangka atau calibrated two point esthesiometer.Pada anggota
gerak atas biasanya diperiksa pada ujung jari orang normal bisa membedakan dua
rangsangan pada ujung jari bila jarak kedua rangsangan tersebut lebih besar dari 3 mm.
Ketajaman menentukan dua rangsangan tersebut sangat bergantung pada bagian tubuh
yang diperiksa, yang penting adalah membandingkan kedua sisi tubuh.
 Graphesthesia
Pemeriksaan graphesthesia dilakukan dengan cara menulis beberapa angka pada bagian
tubuh yang berbeda-beda dari kulit penderita. Pasien diminta mengenal angka yang
digoreskan pada bagian tubuh tersebut sementara mata penderita ditutup. Besar tulisan
tergantung luas daerah yang diperiksa. Alat yang digunakan adalah pensil atau jarum
tumpul. Bandingkan kanan dengan kiri.
 Stereognosis = astereognosis
Diperiksa pada tangan. Pasien menutup mata kemudian diminta mengenal sebuah benda
berbentuk yang ditempatkan pada masing-masing tangan dan merasakan dengan jari-
jarinya. Ketidakmampuan mengenal benda dengan rabaan disebut sebagai tactile anogsia
atau astereognosis. Syarat pemeriksaan sensasi proprioseptik harus baik.
 Topografi/topesthesia = topognosia
Kemampuan pasien untuk melokalisasi rangsangan raba pada bagian tubuh tertentu.
Syarat pemeriksaan, rasa raba harus baik.
 Barognosis = abarognosis
Membedakan berat antara dua benda, sebaiknya diusahakan bentuk dan besar bendanya
kurang lebih sama tetapi beratnya berbeda. Syarat pemeriksaan, rasa gerak dan posisi
sendi harus baik.
 Sindroma Anton-Babinsky = anosognosia
Anosognosia adalah penolakan atau tidak adanya keasadaran terhadap bagian tubuh
yang lumpuh atau hemiplegia. Bila berat, pasien akan menolak adanya kelumpuhan
tersebut dan percaya bahwa dia dapat menggerakkan bagian-bagian tubuh yang lumpuh
tersebut.
 Sensory inattention = extinction phenomenon
Alat yang digunakan adalah kapas, kepala jarum atau ujung jari. Cara pemeriksaan adalah
dengan merangsang secara serentak pada kedua titik di anggota gerak kanan dan kiri
yang letaknya setangkup, sementara itu mata ditutup. Mula-mula diraba punggung
tangan pasien dan pasien diminta menggenal tempat yang diraba. Kemudian rabalah pada
tititk yang satangkup pada sisi tubuh yang berlawanan dan ulangi perintah yang sama.
Setelah itu dilakukan perabaan pada kedua tempat tersebut dengan tekanan yang sama
secara serentak. Bila ada extinction phenomen maka pasien hanya akan
merasakan rangsangan pada sisi tubuh yang sehat saja.

KOORDINASI:
SYARAT TIDAK ADA KELEMAHAN
Tes telunjuk – telunjuk
Tes telunjuk – hidung
Tes hidung telunjuk hidung
Tes pronasi – supanasi (diadokinesis)
Tes tepuk lutut
Dismetri: menentukan jarak ambil suatu benda
Fenomena lajak (stewart holmes): tahan siku pasien pada posisi fleksi beri tahanan
kemudian lepaskan secara mendadak  memukul dada sendiri

VEGETATIF
Vasomotorik: raba hangat atau dingin, cek capillari refill time  lesi vasodlatasi 
hangat
Sudomotorik : produksi keringat atau tidak, lesitidak ada sekresi keringat  tes tes
respirasi cukup inspeksi dan raba
Piloarektor: lesi UMN akut piloarektor (-) lesi kronis bulu bulu mudah berdiri 
rangsang leher belakang

GERAKAN INVOLUNTER

1. Tremor : Gerakan bolak balik dari semua bagian tubuh


Merupakan gerakan involunter, dengan irama yang relatif, tak beraturan, dan berfluktuatif.
Gerakannya bisa besar atau kecil. Dapat mengenai satu otot atau lebih. Bisa bersinergis dan
dapat membentuk kompleks.
Ada dua tipe, tremor yang mucul saat istirahat dan muncul saat aktifitas. Tremor saat istirahat
biasanya mucul pada parkinson. Tremor saat aktivitas ada 3 yaitu :
Postural : tremor yang mucul saat mempertahankan posisi dalam menahan gravitasi.
Kinetik : tremor yang mucul saat aktivitas, dapat muncul saat awal bekerja, selama bekerja,
atau diakhir bekerja.
Tremor spesifik pada suatu pekerjaan : tremor yang mucul saat melakukan aktivitas tertentu.
Isometrik : tremor yang muncul saat berdiri dan berkurang saat berjalan.
2. Chorea: gerakan tidak teratur, asimetris, tidak bertujuan
Merupakan gerakan involunter, irreguler, tak bertujuan, tak beraturan, tak berirama
hiperkinesia.
Muncul saat beristirahat dan meningkat getarannya saat beraktivitas, dalam tenakan, emosi
meningkat dan saat kebingungan. Pasien mungkin berusaha meredamnya dan biasanya hilang
saat pasien tertidur.
3. Athetosis: berlangsung lambat disertai tonus meningkat
Gerakan ini involunter, lambat, tidak teratur, kasar, agak berirama dan disertai peningkatan
tonus. Athetosis dapat melibatkan ekstremitas, wajah, leher, dan tubuh. terutama bagian
distal, jari-jari, tangan dan kaki. Gerakan ditandai dengan kombinasi fleksi, ekstensi, abduksi,
pronasi, dan supinasi, sering bergantian dalam berbagai derjat dengan arah gerakannya
berubah secara acak. Anggota badan yang terkena berada dalam gerakan konstan.
Hiperekstensi jari dan pergelangan tangan dan pronasi lengan bawah dapat bergantian
dengan fleksi penuh jari-jari dan pergelangan tangan dan supinasi lengan bawah. Athetosis
menghilang saat pasien tidur.
4. Hemi ballismus : gerakan yang kasar menghinggapi bagian proksimal dan distal
Hemiballismus merupakan gerakan membanting, kasar dan gerakan terus-menerus yang
terjadi pada salah satu sisi tubuh. Hal ini biasanya disebabkan oleh infark atau pendarahan di
wilayah inti subthalamic kontralateral; lesi tersebut menyebabkan disinhibisi dari thalamus
motorik dan korteks, sehingga menyebabkan gerakan hiperkinetik kontralateral. Gerakan
balistik hemiballismus mirip dengan chorea tetapi lebih jelas. Hemiballismus umumnya
bersifat unilateral dan melibatkan hampir setengah bagian tubuh, dan menghilang saat tidur
dalam.
5. Mioklonus: kontraksi secara involunter yang mendadak kasar tapi tidak sampai
menimbulkan gerakan tertentu
Mioklonus adalah istilah yang telah digunakan untuk beberapa fenomena motorik yang
berbeda. Secara umum, mioklonus dapat didefinisikan sebagai gerakan tunggal atau berulang,
tiba-tiba, singkat, cepat, arrhythmic, asynergic, kontraksi involunter yang melibatkan bagian-
bagian dari otot, seluruh otot, atau kelompok otot namun tidak menyebabkan gerakan
tertentu. Mioklonus terlihat terutama pada otot-otot ekstremitas dan tubuh, tetapi
keterlibatan sering multifokal, difus, atau meluas. Mioklonus mungkin muncul secara simetris
pada kedua sisi tubuh.
6. Distonia: timbul perlahan lahan menghinggapi bagian proksimal
Dystonia merupakan gerakan spontan, tanpa disengaja, kontraksi otot terus menerus yang
menyebabkan bagian tubuh yang terkena menjadi bergerak abnormal atau dalam postur
abnormal, terkadang disertai dengan kontraksi otot agonis dan antagonis. Dystonia sering
mempengaruhi ekstremitas, leher, tubuh, kelopak mata, wajah atau pita suara, dapat bersifat
konstan atau intermiten, general, segmental, focal, multifocal, atau dalam hemi-distribusi.
7. Spasmus khusus pada tetanus, kontraksi tonus involunter dari sklp otot seperti anggota
atas bawah atau otot leher
spasme adalah kontraksi involunter dari otot atau kelompok otot. Kontraksi dapat
menyebabkan salah perubahan posisi atau keterbatasan gerakan. Spasme berkepanjangan
dapat menyebabkan kekakuan refleks atau diikuti oleh kontraktur otot.
8. Asteriksis
Kegagalan mempertahankan kontraksi otot saat mempertahankan postur tubuh dengan
hilang timbulnya tonus otot yang aritmis dalam interval yang tidak teratur. Bentuk tangan
seperti sedang menyetop mobil yang sedang berjalan, dimana pergelangan tangan dalam
keadaan dorsofleksi.
9. Mioritmia
Istilah mioritmia mengacu pada gerakan menyerupai tremor namun lebih lambat (2-3 Hz)
dengan irama gerakan yang berubah-ubah (bertukar, bolak-balik). Gerakan ini menghilang
saat tidur. Ada pada whipple’s disease
10. Tik
Gerakan motorik atau vokalisasi involunter, tiba-tiba, rekuren, tidak berirama, dan stereotipik.
Gangguan tik merupakan suatu gerakan motorik (yang biasanya mencakup suatu kelompok
otot khas tertentu) yang tidak dapat dikendalikan, berlangsung cepat, dan tidak memiliki
tujuan yang sama. Ada 2 tipe tik, yaitu motorik (kedipan mata, angkat bahu, dll) dan vokal
(mendengkur, mendengus).
11. Akatisia
Muncul sebagai efek samping obat psikotropik yang ditandai dengan rasa kegelisahan yang
timbul dari dalam dan keinginan untuk terus bergerak.
12. Stereotipi
Adalah aktivitas motorik berpola yang berulang, tidak bertujuan tetapi sering terlihat
bertujuan, tanpa disengaja dan tanpa disadari. Sering merupakan kebiasaan (simpel
stereotipi) seperti menggentar-getarkan kaki. Untuk komplek stereotipi terjadi panya pasien
OCD, skizofrenia, autis, dan mental retardasi.
13. Hiperekspleksia
Merupakan respon kejut yang berlebihan, mungkin mengalami ekolalia, koprolalia dan
kepatuhan paksa. Contohnya seperti latah.
14. Fasikulasi
Merupakan gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu berkas (fasikulus) serabut otot atau
satu unit motorik yang berada dibawah kulit. Fasikulasi merupakan tanda adanya lesi pada
LMN. Fasikulasi tidak menyebabkan sendi tidak bergerak (kecuali pada jari-jari), jadi hanya
otot yang berkedut.
15. Miokimia
Mengacu pada gerakan bergetar yang tidak disadari, bergerak spontan, berpacu pada satu
lokasi, sekejap atau bertahan lama. gerakan ini mengenai beberapa lapisan otot dana satu
ikatan otot tetapi biasanya gerakan ini tidak membuat sendi bergerak. Gerakan ini sedikit
kasar, lebih lemah dan bergelombang (seperti ada cacing yang bergerak). Contohnya yaitu
adanya kedutan pada otot orbiculasi oculi (otot kelopak mata) yang timbul akibat kelelahan
bergadang dan saat cemas.

TANDA Trousseau (+) pada hipokalsemia / tetani : rata rata tensi ditahan gerakan
tanggannya spasme
Lakukan bendungan arteri dan vena pada salah satu lengan atas (seperti memeriksa tekanan
darah) dapat menggunakan manset tensi meter atau torniquet. Periksa tekanan darah pasien
terlebih dahulu, selanjutnya cari rata-rata dari sistolik dan diastolik. Berikan tekanan sesuai
dengan rata-rata tersebut dan diamkan selama beberapa menit (± 4 menit).
Hasil : Positif jika terjadi spasme pada otot lengan yang dilakukan pemeriksaan.

TES PHALEN: pada CTS fleksi maksimal wrist joint


Nyeri tekan saraf: dari tempat keluarnya saraf contoh: n ulnasri (+) teraba nyeri

4. BADAN
Keadaan kolumna vertebralis : tulang belakang
Kelainan lokal: inspeksi
Nyeri tekan/ ketok lokal: tiap kolumna
Gerakan fleksi: kayak nunduk
Ekstensi: kayak kayang
Deviasi lateral: miring kanan – kiri
Rotasi: muter kanan-kiri

Keadaan otot otot


Reflek kulit diniding perut atas : umbilikus ke arah goresan
Reflek kulit dinding perut bawah: T10-T12
Reflek kremester L1-2 dalam paha (gores dari bawah keatas + kontraksi otot kremester
Reflek anal : Cuma 1 , S2,3,4,5

SENSIBILITAS
PRIMER
Perasa raba:
Perasa nyeri:
Persa suhu

KOORDINASI
Asenergia serebelar: pasien tidur terlentang tangan di dada di silang, pasien diminta duduk
tanpa bantuan lengan (+) bila kaki terangkat

VEGETATIF (gangguan medula spinalis, kortek)


Kandung kencinf : simpatis T10-L1 Inkontinensia retensi
REKTUM: BAB parasimpatis S3-4
Genetalia: laki laki bisa ereksi atau tidak (somatik S3-4)

Gerakan involunter: kejang, streoptipik berulang beberapa kali pun tetap sama, kapan saja tidak
bisa dikendalikan, penurunan kesadaran

ANGGOTA BAWAH
Simetri
Tenaga: sadar kooperatif tidak nyeri
Fleksi Panggul  M illiopsoas – diluruskan – angat naik 90
Prinsip dari fleksi panggul adalah m. iliopsoas (2 bagian psoas dan iliacus). Psoas diinervasi
oleh cabang fleksus lumbosakral (L1-L4). Iliacus diinervasi oleh n. femoral (L2-L4).
Pasien posisi duduk : pasien tidak boleh bersandar ke belakang. Pemeriksa berdiri dekat
dengan pasien dan menggunakan berat badannya untuk memberikan tahanan terhadap
fleksi panggul.
Pasien posisi berbaring : Pasien dengan kelemahan fleksi panggul masih dapat
memfleksikan penggulnya dengan lutut yang ekstensi, jika kelemahan lebih berat maka
panggul hanya bisa difleksikan dengan lutut dalam keadaan fleksi. Pasien berusaha untuk
mempertahankan kedua ekstremitas bawah fleksi pada panggul dan lutut ekstensi dengan
sudut 45 derajat terhadap kasur, kaki berjauhan. Jika kelemahan fleksi panggul unilateral
maka salah satu ekstremitas bawah akan turun lebih cepat dari pada yang lain.
Inervasi : L1-L4
Saraf Perifer : nervus femoral

Ekstensi Panggul  m gluteus maksimus kedalam


Otot ekstensi panggul yang utama adalah m. gluteus maksimus yang diinervasi oleh n,
gluteus inferior. Pemeriksaan ekstensi panggul lebih baik dilakukan dengan posisi prone,
pasien mengangkat lutut dengan posisi fleksi melawan tekanan ke bawah dari pemeriksa.
M. gluteus maksimus juga dapat diperiksa dengan pasien posisi berbaring miring dengan
panggul ekstensi, atau duduk dan mencoba menekan lutut yang diangkat kembali kebawah,
pemeriksa memegang dari bawah paha bagian distal atau menguji kemampuan untuk
berdiri tegak dari posisi bungkuk. Dengan kelemahan panggul, khususnya pada distrofi
otot, yang ditandai dengan kelemahan ekstensor panggul, pasien akan berdiri dari posisi
bungkuk dengan menggunakan tangannya untuk menaikkan kaki (Gowers manuver).
Inervasi : L5 – S2
Saraf Perifer : nervus inferior gluteal

Fleksi Lutut  m hamstring – paha belakang


Fleksi lutut dipengaruhi oleh m. hamstring (biceps femoris, semimembranosus,
semitendinosus). Bisep femoris (eksternal atau lateral hamstrirng). M. semimembranosus
dan semitendinosus (internal atau medial hamstring) Dapat diperiksa dengan posisi prone,
supine, atau duduk. Dengan lutut setengah fleksi pasien melawan usaha pemeriksa untuk
meluruskan lutut. Pada posisi prone pasien berusaha untuk mempertahankan kedua lutut
fleksi 45 derajat terhadap sumbu horisontal dengan kaki sedikit berjauhan. Ketika fleksi
lutut lemah satu sisi, yang lemah akan mudah turun perlahan atau dengan cepat (leg drift,
leg sign of Barre). Pada posisi prone akan lebih mudah untuk melihat dan mempalpasi
kontraksi otot meminimalisir misinterpretasi akibat aksi simultan dari fleksor panggul.
Inervasi : L5, S1-S2
Saraf Perifer : nervus tibial
Ekstensi Lutut m quadrisep femoralis – paha depan
M. quadriceps femoris yang diinervasi oleh n. femoral (L2-L4) merupakan ekstensor lutut
primer. Terdiri dari 4 otot besar (rektus femoris, vastus lateralis, vastus medialis, vastus
intermedius) yang bergabung menjadi satu membentuk tendon yang masuk ke dalam batas
atas patella. Dapat diperiksa dengan posisi duduk atau berbaring. Pasien berusaha untuk
mengekstensikan lutut melawan tahanan pemeriksa. Untuk memeriksa m. quadriceps
kanan, pemeriksa berdiri pada bagian luar lutut dan memegang pada bagian dalam,
menempatkan siku kirinya, lengan bawah pronasi dibawah lutut pasien yang difleksikan,
tangan kanan berada pada tarea tulang kering yang memungkinkan, dan kemudian
menggenggam lengan bawah kanan dengan tangan kirinya, mengunci kaki pasien dari
depan dan belakang. Pemeriksa kemudian menarik keatas dengan siku bersamaan dengan
mendorong kebawah dengan tangan ketika pasien mencoba untuk mengekstensikan
lututnya.

Plantar-Fleksi Kaki  m gastronekmeus – tahanan di plantar


Plantar fleksi kaki dilakukan oleh m.gastrocnemius dan m.soleus. Otot betis diinervasi oleh
n.tibial (S1-S2). Fungsi dari otot ini diperiksa secara manual dengan memplantar-fleksikan
ankle dimana pemeriksa memberikan tahanan dengan tekanan melawan telapak kaki.
Teknik lain yang membantu adalah gunakan lengan bawah untuk mengangkat dengan
tangan menggenggam tumit pasien dan berikan dorongan melawan the ball of the foot
dengan lengan bawah. Tes plantar fleksor yang baik adalah dengan neminta pasien untuk
berdiri jinjit. Normalnya pasien dapat meyokong berat badan tubuh dengan satu kaki jinjit,
melompat dengan satu kaki dan dengan mengangkat seluruh jari kaki ketika berdiri dengan
satu kaki.
Dorso-Fleksi Kaki: m tibialis anterior
Dorsofleksi kaki dilakukan oleh m. tibialis anterior yang diinervasi oleh n. deep peroneal
(L4-L5). Diperiksa dengan menarik kaki pasien keatas melawan tahanan pemeriksa. Bisa
juga diperiksa dengan membiarkan pasien berdiri dengan tumit, dan mengangkat jari kaki
setinggi mungkin. Jari kaki pada otot yang lemah tidak akan bisa terangkat jauh.

Gerakan Jari-Jari Kaki  m flexor digiti


Ekstensor jari kaki adalah m. ekstensor digitorum longus (EDL) dan m. ekstensor digitorum
brevis (EBD) dan m ekstensor hallucis longus (EHL). Otot tersebut diinervasi oleh n. deep
peroneal (EDL dan EDB L5-S1, EHL L5). Dorsofleksi jari kaki melawan tahanan
dilakukan untuk memeriksa otot ini.
Fleksi jari kaki dilakukan oleh m. fleksor digitorum dan m. hallucis brevis dan beberapa
otot intrinsik pada betis. Fleksor jari kaki panjang adalah otot betis diinervasi oleh n.tibial
(L5, S1-S2), flexor jari kaki pendek diinervasi oleh n. medial plantar (S1-S2). Otot ini
diperiksa dengan meminta pasien memfleksikan jari kaki melawan tahanan.

Anda mungkin juga menyukai