Anda di halaman 1dari 62

FRACTURE AND JOINT INJURIES-

GENERAL FEATURES
Textbook : Robert B. Salter, MD
BAB 15

HERLIN WIDYA AYUNING


LUTHFI EFRYLIANO
KHAIRATUL QALBI
M. RIZKY RACHMADI

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU BEDAH ORTHOPEDI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU
RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU
2021
Definisi fraktur

• Fraktur adalah kerusakan / diskontinuitas dari tulang, epifisis


plate atau tulang rawan sendi, akibat trauma mekanik dan non
mekanik yang mengakibatkan rusaknya jaringan lunak, arteri,
saraf perifer atau tulang.
Deskripsi Fraktur

Terbagi 6 yaitu;
1. SITE (sisi tulang yang terkena)
2. EXTENT (Penyebaran)
3. CONFIGURATION (bentuk garis fraktur)
4. RELATIONSHIP OF THE FRACTURE FRAGMENTS TO EACH
OTHER (hubungan fraktur fragmen satu sama lain)
5. RELATIONSHIP OF THE FRACTURE TO THE EXTRENAL
ENVIRONTMENT (hubungan fraktur dengan lingkungan luar)
6. Complications (komplikasi)
1. SITE
Sisi/lokasi yang terkena;
• Diafisis,
• Metafisis,
• Epifisis,
• Intra-artikular,
• Fraktur-dislokasi.
2. EXTENT

Penyebaran:
• Complete (mengenai semua korteks
tulang )
• Incomplete (mengenai sebagian
korteks tulang, sehingga masih ada
bagian yang intak)  crack/hairline
fracture, buckle, greenstick fracture.
3. CONFIGURATION
(bentuk garis fraktur) Terbagi 3;
• Transverse a) Low Energy ( Transversal, Oblique)
• Oblique b) Moderate Energy ( Spiral, Mild
comminuted)
• Spiral
c) High Energy ( Severe Comminuted,
• Comminuted (bersegmen) Segmental)
4. RELATIONSHIP OF THE FRACTURE FRAGMENTS TO
EACH OTHER (hubungan fraktur fragmen satu sama lain)

Undisplaced : (tidak bergeser)


Displaced: (Bergeser) ada tanda deformitas (Angulasi, Shortenning, Rotasi)
1) translated (berpindah)
2) angulated (membentuk sudut)
3) rotated (berputar)
4) distracted( tertarik ke atas)
5) overriding
6) impacted (menekan ke bawah)
5. RELATIONSHIP OF THE FRACTURE TO THE
EXTRENAL ENVIRONTMENT (hubungan fraktur
dengan lingkungan luar)

• Closed  kulit masih intact. (tidak ada


hubungan fraktur site dengan
lingkungan luar)
• Open  ada hubungan antara fraktur
site dengan lingkungan luar  dapat
mengakibatkan infeksi.
6. COMPLICATIONS

• Komplikasi terbagi 2 yaitu;


1. Etiologi (Initial injury, iatrogenic)
2. Outcome (Lokal dan sistemik)
Diagnosis
Berdasarkan;
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
1. ANAMNESIS
• Keluhan utama (Chief complaint)
• Nyeri (Pain): onset, lokasi, karakteristik, severitas, durasi, faktor yang
memperingan dan faktor yang memperberat
• Penurunan fungsi : disability akibat kelemahan otot, sendi yang tidak stabil,
dan kaku sendi
• Deformitas: angulasi, shortening, rotasi.
• Riwayat jatuh, trauma (mekanisme trauma, jatuh ketinggian berapa, ada
mendengar sesuatu yang patah), penyakit dahulu & riwayat pengobatan.
• RPD : Penyakit jantung, DM, penyakit ginjal, pernafasan.
• Riwayat sosio-ekonomi
• Riwayat keluarga
2. PEMERIKSAAN FISIK

Terbagi ; LOOK, FEEL, MOVEMENT


• Look :
Perhatikan : body build (habitus), ekspresi wajah (facies), cara
berjalan (gait).
- Skin  kemerahan, sianosis
- Luka (ukuran, tepi luka rata atau tidak, kedalaman, dasar untuk
melihat bagian yang terekspos, ada perdarahan aktif atau tidak,
kontusio, deformitas, swelling.
- Bandingkan kanan-kiri  shortening/atrofi
• FEEL :
Kulit dingin/hangat, tenderness, pulse, krepitasi, CRT

Pain with passive stretched – berhubungan dengan kompartemen


syndrome (6P) :
1. Pain (nyeri yang hebat dan terus menerus, serta tidak terlokalisir)
2. Pallor (pucat akibat penurunan perfusi ke jaringan)
3. Parestesia (kesemutan/kebas)
4. Paralisis (kondisi dimana anggota tubuh tidak dapat di gerakkan)
5. Pulselessness : tidak teraba pulsasi
6. Puffines : kulit yang tegang, bengkak dan mengkilat
• MOVEMENT

MOVEMENT  untuk menilai fungsional dari distal fraktur site,


untuk menilai saraf, otot dan tendon)
• Menilai sensorik dan motori (neurologi)
• Menilai kerusakan anatomin (otot dan tendon)
• Active movement
• Passive movement
• Auskultasi : Suara krepitasi, snapping tendon.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

•Pemeriksaan penunjang pada ortopedi terdiri dari pemeriksaan


radiologi dan laboratorium

• Radiologi : di mulai dai pemeriksaan yang sederhana yaitu x-ray dan


pada beberapa keadaan dapat dilakukan pemeriksaan CT-Scan dan
MRI jika tidak dapat terlihat kelainan pada x-ray

• Laboratorium : untuk menilai marker status keadaan saat itu, adanya


infeksi atau tidak, serta penentuan adanya penyakit yang
berhubungan dengan infeksi, neoplasma (markernya yaitu darah
rutin, CRP, LED, LDH) dan imunologis.
PENYEMBUHAN FRAKTUR
• Terbagi 2 ;
1. Normal
2. Abnormal

1. PENYEMBUHAN FRAKTUR SECARA NORMAL


a. Primary
direct healing melalui proses intraoseus membrane yang difasilitasi oleh absolut stability
b. Secondary
Indirect healing secara intramembranosus yang difasilitasi oleh relative stability disertai
dengan healing by callus (pembentukan kalus).
Terdapat 4 secondary healing yaitu :
1. Inflammation
2. Soft Callus Formation
3. Hard Callus Formation
4. Remodelling
1. INFLAMASI

Terdiri dari fase hematom dan fase proliferasi

a. Fase hematom / inflamasi (1-3 hari) : terjadi pembentukan hematom


yang disertai dengan keluarnya mediator inflamasi yaitu ( sitokin, platelet,
makrofag dan PMN)

b. Fase proliferasi (4-7 hari) : terbentuknya benang benang fibrin yang


membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan adanya invasi fibrolast dan
terbentuk bone nectoris oleh osteclas menghasilkan kolagen dan
proteoglikan yang merupakan matriks kolagen pada patahan tulang
(granulasi)
2. SOFT CALLUS FORMATION

• 2-3 minggu setelah fraktur


• Sel progenitor pada periosteum dan endosteum menjadi osteoblast
• Progenitor mesenchymal migrasi ke callus  berdiferensiasi menjadi
fibroblast/chondrocyte  replacing hematoma.
• Mulai pertumbuhan tulang
• intramembrane  membentuk woven bone
• Kapiler tumbuh pada callus  peningkatan vaskularisasi
3. HARD CALLUS FORMATION

• Setelah soft callus terbentuk hingga 3-4 bulan

• Terjadi endochondral ossification pada soft tissue

• Callus menjadi rigid calcified tissue

• Formasi hard callus dimulai dari perifer-center fraktur

• Tidak sakit tapi garis fraktur masih terlihat pada x-ray (clinical union)
4. REMODELLING

• Beberapa bulan – beberapa tahun


• Tidak sakit dan tidak terlihat garis fraktur pada x-ray (radiologi union)
• Woven bone  lamellar bone
• Sampai terbentuk morfologi asli.
2. PENYEMBUHAN FRAKTUR SECARA ABNORMAL

1. MAL UNION
Waktu penyembuhan yang diharapkan normal, tetapi dalam posisi yang
tidak memuaskan dengan deformitas tulang sisa.(waktu penyembuhan
sesuai tapi tidak anatomis)
2. DELAYED UNION
Membutuhkan waktu lebih lama dari seharusnya untuk sembuh.
Pembentukan kalus dimulai pada minggu ke-4 setelah fraktur terjadi
3. NON UNION
Fail to heal completely  tidak ada tanda penyembuhan dalam waktu lebih
dari 9 bulan dengan dibuktikan pemeriksaan x-ray 3 bulan berturut-turut.
Non union classification (judet muller and
weber)
KOMPLIKASI

Initial/Immediat Early Late


1. IMMEDIATE/INITIAL
Terbagi 2 yaitu:
1. Komplikasi Lokal
2. Komplikasi Jauh

1.Komplikasi lokal Otak, medula spinalis dan saraf


a) Kerusakan kulit perifer
Kerusakan dari luar: penetrasi kulit d) Kerusakan otot
dari luar, abrasi, laserasi Division (kebanyakan inkomplit)
Kerusakan dari dalam: penetrasi kulit e) Kerusakan organ
oleh fragmen fraktur Thorax: kerusakan jantung, paru,
b) Kerusakan vaskular pembuluh darah utama dan bronkus
Arteri: spasme, division, kontusio Abdomen: kerusakan
Vena: division, kontusio
c) Kerusakan sistem saraf
2. Komplikasi jauh
a) Multiple injuries
b) Syok perdarahan
2. EARLY
Terbagi 2 yaitu:
1. Komplikasi Lokal
2. Komplikasi Jauh

1.Komplikasi lokal
a) Gejala sisa dari komplikasi “immediate” yaitu nekrosis jaringan
kulit, gangren, sindroma kompartment, trombosis vena dan
komplikasi kerusakan organ.
b) Komplikasi sendi, melipiuti infeksi (septik arthritis)
c) Komplikasi tulang, infeksi (osteomielitis)

2. Komplikasi jauh
a) Fat embolism
b) Emboli paru
c) Pneumonia
d) Tetanus
e) Delirium
3. Late
Terbagi 2 yaitu:
1. Komplikasi Lokal
2. Komplikasi Jauh
1.Komplikasi lokal • Posttraumatic osteoporosis
a) Kerusakan sendi • Sudeck’s post traumatic painful
• Kekakuan sendi yang persisten osteoporosis
• posttraumatic degenerative c) Kerusakan otot
arthtritis. • Posttraumatic myositis ossificans
b) Kerusakan tulang • Late rupture tendons
• Penyembuhan tulang abnormal d) Kerusakan sistem saraf
(malunion, delayed, nonunion) • Tardy nerve palsy
• Gangguan pertumbuhan
(epiphyseal plate injury)
• Infeksi persisten (osteomyelitis
kronik)

2. Komplikasi jauh
a) Renal calculi
b) Accident neurosis
PRINSIP TATALAKSANA FRAKTUR
Terbagi 6, yaitu;
1. First, Do No Harm
2. Base Treatment on an Accurate Diagnosis and Prognosis
3. Pemilihan treatment dengan tujuan;
4. Cooperate with the “Laws of Nature”
5. Make Treatment Realistic and Practical
6. Select Treatment for your patient as individual

1. First, Do No Harm
Masalah dan komplikasi fraktur dapat berasal dari kerusakan oleh karena fraktur itu sendiri
dan kerusakan yang diakibatkan oleh penatalaksanaan (iatrogenik). Sehingga dalam
penatalaksanaan fraktur perlu diterapkan prinsip first do No harm agar usaha dalam
menatalaksana fraktur tidak menimbulkan bahaya bagi pasien.
Contoh:
1. Kerusakan jaringan baik jaringan lunak maupun tulang oleh karena transportasi pasien yang
buruk
2. Immobilisasi yang terlalu kencang sehingga menyebabkansindroma kompartment
3. Penatalaksanaan ORIF yang tidak hati-hati sehingga menjadi sumber infeksi
2. Base Treatment on an Accurate Diagnosis and Prognosis

Terdapat perbedaan diagnosis, penanganan dan penatalaksanaan pada


masing-masing fraktur sehingga membutuhkan identifikasi yang tepat serta
pemilihan tatalaksana spesifik berdasarkan prognosa penyakit.
Faktor yang berperan dalam penyembuhan fraktur:
1. Usia
2. Site
3. Konfigurasi fraktur
4. Vaskularisasi

Pemilihan
1. Reduksi
2. Imobilisasi
3. Pemilihan treatment dengan tujuan;

1. Menghilangkan nyeri
2. Mempertahankan posisi dari fragmen fraktur
3. Mendukung penyatuan tulang
4. Mengembalikan fungdi optimal dari ekstremitas/anggota tubuh/tulang
belakang yang patah
4. Cooperate with the “Laws of Nature”

Penatalaksanaan harus sesuai dan sejalan dengan keadaan alamiah untuk


mencegah terjadinya delaying normal healing.
1. Immobilisasi harus adekuat
2. Vaskularisasi baik
3. Pencegahan infeksi post operative
5. Make Treatment Realistic and Practical

Tanyakan:
1. Apa tujuan spesifik dari penatalaksanaan ini?
2. Apakah modalitas tersebut dapat memenuhi tujuan?
3. Apakah tindakan tersebut memang pantas dan cocok untuk pasien?
6. Select Treatment for your patient as individual

Sesuaikan dengan:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Pekerjaan
d. Penyakit penyerta
Emergency life support
1.BLS, ATLS
• Airway dan cervical control = atasi obstruksi jalan nafas
• Breathing = airway clear, jika henti nafas resusitasi
• Circulation = penekanan manual pada luka terbuka
• Shock = control perdarahan agar minimal
• Fraktur dan dislokasi= splinting, traksi
• Transportasi = cervical collar

Emergency setelah di RS AMPLE


• AMPLE A: Allergies
• ABCD M: Medication
P: Past history
L: last meal
E: Event
Tatalaksana Fraktur Tertutup
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP

1. Protection Alone (Without Reduction


or Immobilization)
Indikasi:
1. Undisplaced
2. Fraktur yang stabil
3. Fraktur dengan kompresi minimal
Risiko:
Proteksi tidak adekuat pada anak kecil dan orang
dewasa yang tidak kooperatif dapat menyebabkan
displaced.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP

2. Immobilization by External Splinting (Without Reduction)


Indikasi: Cast/splint

1. Undisplaced
2. Fraktur pada tulang panjang yang memiliki kontak permukaan baik antar
fraktur(sedikit bergeser) dan tanpa tanda deformitas yang signifikan.
Risiko:
Gravitasi yang kuat dapat menyebabkan tarikan otot berlebihan sehingga
perlu evaluasi radiologi
Pengaplikasian cast atau splint yang terlalu ketat dapat menyebabkan
gangguan vaskularisasi
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP

2. Immobilization by External Splinting (Without Reduction)


PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP
3. Closed Reduction by Manipulation Followed by Immobilization
Indikasi:
1. Fraktur displaced
Risiko:
Apabila terlalu kuat dapat merusak jaringan
lunak, vaskularisasi, persarafan dan periosteum.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP
4. Closed Reduction by Continuous Traction Followed by Immobilization
Indikasi:
1. Fraktur undisplaced oblique, spiral
2. Fraktur commuinuted pada tulang panjang
3. Fraktur tulang belakang yang tidak stabil
Risiko:
Traksi longitudinal yang berlebihan dapat
menyebabkan spasme arteri dan dapat
menyebabkan delayed union/non union.

1. Skin traction
2. Skeletal traction
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP
5. Closed Reduction Followed by Functional Fracture Bracing
Indikasi:
1. Fraktur shaft tibia, 1/3 distal femur,
humerus dan ulna pada orang dewasa.
Risiko:
Relatif aman namun ada kemungkinan
metode ini akan gagal.

Orthoplast splint
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP
6. Closed Reduction by Manipulation
Followed by External Skletal Fixation

Indikasi:
1. Fraktur comminuted berat dan tidak
stabil shaft tibia/femur.
2. Fraktur terbuka grade 3 dengan
kerusakan luas pada jaringan lunak.
Risiko:
Infeksi
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP

7. Closed Reduction Followed by


Manipulation Followed by Internal Skletal
Fixation

Indikasi:
1. Fraktur yang dapat dilakukan closed reduction namun
tidak dapat dilakukan external immobilization. Contoh
tersering: fraktur neck femur.
Risiko:
Infeksi
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP

8. Open Reduction Followed by Internal


Skletal Fixation

Indikasi:
1. Fraktur unstable berat
2. Fraktur intraartikular
3. Fraktur pada epiphyseal plate pada anak-anak
Risiko:
Infeksi
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
TERTUTUP
9. Excision of a Fracture
Fragment and replacement by
an Endoprosthesis

Indikasi:
1. Fraktur comminuted radial head
2. Fraktur comminuted berat
Risiko:
Infeksi
Fraktur terbuka – Gustilo anderson
Open fracture grade i

Luas luka :

<1 cm

Kontaminasi :

Bersih

Trauma jaringan lunak :

Minimal

Fraktur :

Minimal (Simple)
Open fracture grade ii

Luas luka :

1 – 10 cm

Kontaminasi :

Sedang

Trauma jaringan lunak :

Sedang

Fraktur :

Kominutif fraktur
Open fracture grade iii GRADE III
A

Luas luka :

>10 cm

Kontaminasi :
GRADE III
Kotor (Farmyard wound) B

Trauma jaringan lunak :

Kerusakan berat, memerlukan tindakan segera,


Gunshoot wound, kerusakan pembuluh darah,
kerusakan saraf
GRADE III
Fraktur : C

Segmental, high-energy, kerusakan periosteum.


Tatalaksana Fraktur Terbuka
rimary
urvey
Secondary survey
Tatalaksana fraktur terbuka

1. Hentikan perdarahan
2. Bersihkan luka (Irigasi NACL dan aquadest)
3. Debridement
4. Tatalaksana Frakturmya
5. Tutup luka, setelah 4-7 hari tutup atau apabila soft tissue adekuat
maka bisa langsung dilakukan tutup luka
6. Terapi medikamentosa, Antibiotik dan analgetik. Tipe I dan II:
Sefalosporin(sefalosporin generasi 1) dan tipe III:
aminoglikosida+sefalosporin generasi1
7. Mencegah tetanus
Recognition and Treatment of Complications, from
Both the Initial Injury and Its Treatment
• Komplikasi Initial dan Early • Pneumonia
• Tetanus
• Lokal • Delirium Tremens
• Kulit (Abrasi (friction burn)
• Vaskuler • Late
• Arteri (kompresi, thrombosis,
divison,spasme)
• Lokal
• Vena (thrombosis) • Late Joint Complications (Joints
stiffness)
• Saraf (cedera otak, spinal cord, nervus
perifer) • Tulang
• Visceral (fraktur rib) • Otot
• Sendi ( Septic Arthtritis) • Saraf (Tardy nelve palsy)
• Tulang (OM) • Remote
• Remote • Renal Calculi
• Fat Embolism Syndrome • Accident Neurosis
• Emboli paru
• Compartment Syndromes
• Peningkatan tekanan edema yang progressive di dalam kompartemen osteofasial
yang kaku dan secara anatomis menganggu sirkulasi otot dan saraf-saraf
intrakompartemen.
• Gambaran klinis
• Pain, Pallor, paretesia, Paralisis, pullessness, puffines.
• Tatalaksana
• Singkirkan semua pembalut/bebat di ektremitas, elevasi tungkai
• Ukur tekanan intrakompartemen (Rorabeck) normal; 0-8 mmHg
• Indikasi fasiotomi : di atas 30-40 mmHg dari tekanan darah diastolik
Tipe-tipe Fraktur Spesial
• Fraktur akibat Tekanan (Stress / Fatigue
Fractures)
• Tekanan yang berulang dapat menyebabkan
retakan sehingga dapat menghambat proses
penyembuhan hipertrofi yang normal; contoh
aktivitas yang menimbulkan tekanan berulang
seperti kegiatan marching band, olahraga
atletik di lapangan, dan penari balet.
• Contohnya adalah fraktur pada peserta
marching band (Digiti metatarsal 2-4), fraktur
1/3 distal fibula pada atlit lari, fraktur 1/3 atas
tibia pada atlit lompat dan ballerina.
• Tatalaksana: Hentikan aktivitas sementara
(total), lalu dapat dilanjutkan kembali.
 Fraktur Patologis
 Muncul pada tulang yang abnormal (patologis,
lemah, dan lebih mudah terjadi fraktur
dibandingkan tulang normal)
 Fraktur dapat terjadi bahkan saat tulang
digunakan pada aktivitas normal atau pada
trauma yang minimal.

 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


 Berhubungan dengan kondisi
penyerta (abnormalias tulang
bawaan)
 Prognosis
 Sebagian besar fraktur akan menyatu
kembali, karena rasio proses
penyembihan lebih cepat
dibandingkan dengan proses
patologis.
 Fraktur yang disertai dengan
osteomilitis tidak akan menyatu
kecuali infeksi sudah teratasi.
• Disorders that predispose Bone to Pathological Fracture • Langerhans’ cell histiocytosis
• Congenital abnormalities • Gaucher’s disease
• Localized – congenital defect of tibia (pseudoarthrosis) • Inflammatory disorders
• Disseminated – enchondromatosis • Hematogenous osteomyelitis
• Generalized – OI, osteopetrosis • Osteomyelitis secondary to wounds
• Metabolic Bone Disease • TB Osteomyelitis
• Rickets • RA
• Osteomalacia • Neuromuscular disorders with disuse
• Scurvy osteoporosis
• Osteoporosis • Paralytic disorders (poliomyelitis, paraplegia)
• Hyperparathyroidism • Disorders of muscle (muscular dystrophy)
• Disseminated bone disorders of • Avascular Necrosis of Bone
unknown etiology • Posttraumatic, postradiation
• Polyostotic fibrous dysplasia • Neoplasms of Bone
• Skeletal reticuloses
• Neoplasms of bone • Chondrogenic
• Neoplasm-like lesion of bone
• Osteogenic – do not weaken the bone
• Benign chondroblastoma
• Chondrogenic • Chondromyxoid fibroma
• Enchondroma • Chondrosarcoma
• Multiple enchondromata • Fibrogenic
• Fibrogenic • Fibrosarcoma of bone
• Subperiosteal cortical defect • Malignant Fibrous
• Nonosteogenic fibroma (NOF) Histiocytoma of bone
• Angiogenic
• Monostotic fibrous dysplasia
• Angiosarcoma of bone
• Polyostotic fibrous dysplasia • Myelogenic
• Osteofibrous dysplasia • Myeloma of bone (MM)
• “Brown tumor” • Ewing’s sarcoma
(hyperparathyroidism) • HL
• Angiogenic
• Angioma of bone • NHL (Reticulum Cell sarcoma)
(hemangioma and • Skeletal reticuloses
lymphangioma) (Langerhans’ Cell
• ABC histiocytoses)
• Uncertain origin • Leukemia
• SBC • Uncertain Origin
• True primary neoplasms of bone • GCT
• Osteogenic • Metastatic neoplasm in bone
• Osteosarcoma • Metastatic carcinoma
• Metastatic neuroblastoma
• Surface osteosarcoma
Trauma Otot
• Muncul Ketika terjadi perubahan
tekanan secara mendadak pada
otot yang sedang berkontraksi,
sehingga menyebabkan ruptur
pada serabut otot.
• Strain : peregangan otot yang
berlebihan, berlangsung kronis,
atau dapat terjadi pada tendon
yang bekerja berlebihan.
Trauma Tendon
• Closed Tendon Injuries
• Terjadi jika sudah terdapat proses
degenerasi  dapat rupture
bahkan Ketika digunakan pada
aktivitas normal
• Tatalaksana : operasi rekonstruksi
• Regangan mendadak pada
tendon yang normal dapat
menyebabkan avulsi fragmen
tulang, contoh : mallet finger

• Open Tendon Injuries


• Clean, open division 
immediate surgical repair

Anda mungkin juga menyukai