Anda di halaman 1dari 3

TUGAS MAGISTER HUKUM

KRITISI UNDANG – UNDANG


UNDANG-UNDANG NO. 20 TAHUN 2013 TENTANG
PENDIDIKAN KEDOKTERAN

Putu Bagus Redika Janasuta


NIM 2021.06.2.0018

MATA KULIAH : TEORI HUKUM

DOSEN PENGAMPU
Dr. Yulianto, S.H, M.Hum

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2021
Mengkritisi Pasal 36 Tentang Ujian Komptensi dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2013
mengenai Pendidikan Kedokteran

Dimana pada pasal 36 tentang Ujian Kompetensi dalam Undang Undang No. Tahun
201berbunyi sebagai berikut

Untuk Menyelesaikan program profesi dokter maupun dokter gigi, mahasiswa lulus uji
komptensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai dokter atau dokter gigi

Mahasiswa yang lulus uji komptensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperoleh
sertifikat profesi yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi.

Uji Kompetensi Dokter atau Dokter Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bekerja sama dengan Asosiasi
Institusi Pendidikan Kedokteran ataupun Kedokteran Gigi dan berkoordinasi dengan
Organisasi Profesi.

Yang saya kritisi adalah terkait Pasal 36 Tentang Ujian Komptensi dalam Undang-undang No.
20 Tahun 2013 mengenai Pendidikan Kedokteran adalah

Undang-Undang No, 20 Tahun 2013 Pendidikan Keokteran Pasal 36 Ayat1 yang berbunyi
“Untuk Menyelesaikan program profesi dokter maupun dokter gigi, mahasiswa lulus uji
komptensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah sebagai dokter atau dokter
gigi” yang dimana menurut saya sangat bertentangan dengan situasi pandemi covid 19 yang
sangat membutuhkan tenaga kesehatan khususnya dokter, dimana kita ketahui bersama
banyaknya dokter dokter yang meninggal akibat dari covid 19.

Pada realitanya mereka sudah menyelesaikan semua persyratan Pendidikan Kedokteran


maupun Kedokteran Gigi dari Fakultas Kedokteran maupun Fakultas Kedokteran Gigi, namun
mereka (mahasiswa) belum bias diluluskan sebagai dokter maupun dokter gigi bila mereka
belum lulus unian kompetensi ini. Ujian Kompetensi ini mulai berlaku saat Undang Undang
no. 20 Tahun 2013 disahkan.

Selain sisi pelayanan Ujian Kompetensi bersifat nasional atau yang dikenal dengan Ujian
Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter maupun Ujian Kompetensi Program
Profesi Dokter Gigi sebagai penentu tunggal kelulusan dokter memiliki dampak negatif yang
apabila dibiarkan secara berkepanjangan akan merusak sistem dan tatanan pendidikan
kedokteran. Dampak negatif untuk mahasiswa ialah mahasiswa hanya akan belajar sesuai
dengan soal-soal yang akan diujikan pada ujian nasional. Ini merupakan perilaku belajar
mahasiswa yang telah diakui di seluruh dunia. Karena itu, muncul prinsip assessment drives
student learning. Perilaku belajar mahasiswa ditentukan oleh bagaimana mahasiswa diuji.

Dari Berbagai laporan yang ditemukan bahwa banyakna mahasiswa mengikuti bimbingan tes
atau bimbingan belajar UKMPPD maupun UKMPPDG dengan biaya antara 4 hingga 15 juta
per paket. Bahkan sering kali para retaker harus pergi ke kota-kota besar untuk mengikuti
bimbingan tes ini yang tentu saja menambah biaya transport dan penginapan. Tidak sedikit
mahasiswa yang mengalami stres, depresi, dan malu karena status mereka yang tidak jelas.
Ujian Komptensi bersifat nasional, sebagai penentu tunggal kelulusan dokter, juga akan
memperpanjang suatu masa studi mahasiswa, yang dimana ujian komptensi bersifat nasional
ini diselenggarakan empat (4) kali dalam setahun oleh karena itu, adanya masa tunggu
setelah menyelsaikan seluruh persyaratan penyelesaian pendidikan dokter maupun dokter
gigi dari fakultas kedokteran maupun fakultas kedokteran gigi masing masing. Perpanjangan
massa studi ini tentunya sksn menambah beban biaya Pendidikan bag mahasiswa dan
orangtua, apalagi bila belum lulu setelah menepuh ujian berkali – kali,

Solusi emergensi

Pertama, para mahasiswa pendidikan profesi dokter yang telah menyelesaikan seluruh
persyaratan kurikulum di fakultas kedokteran asal dapat diluluskan oleh perguruan tingginya
masing-masing sesuai dengan syarat kelulusan yang ditentukan oleh perguruan tinggi. Mereka
berhak mendapatkan ijazah. Mereka yang bersedia bergabung sebagai relawan covid-19
diberikan sertifikat kompetensi setelah dilakukan pembekalan sesuai dengan tugas dan
fungsinya selama tanggap darurat pandemi covid-19.

Selanjutnya, mereka diterjunkan di berbagai lokasi yang sangat membutuhkan tambahan


tenaga medis dalam menangani kasus covid-19, khususnya yang kategori orang tanpa gejala
dan ringan. Mereka juga dapat difungsikan untuk mempercepat pemberian vaksin covid-19 di
berbagai wilayah. Mereka dapat diterjunkan ke masyarakat untuk memberikan edukasi dan
pengarahan kepada masyarakat dan tokoh masyarakat agar patuh terhadap protokol kesehatan.

Kedua, ujian kompetensi nasional untuk mahasiswa kedokteran sebagai penentu tunggal
kelulusan dokter sebaiknya dihapuskan. Untuk itu, diperlukan revisi terhadap UU Pendidikan
Kedokteran No 20/2013 yang saat ini telah tercantum di dalam Prolegnas 2021 sebagai RUU
Pendidikan Kedokteran. Dari uraian di atas, terlihat lebih banyak dampak negatifnya daripada
manfaatnya. Penentuan kelulusan dokter dikembalikan menjadi kewenangan institusi
pendidikan kedokteran, sesuai dengan prinsip otonomi. Setelah lulus, dokter memiliki berbagai
pilihan karier, baik bidang klinis maupun nonklinis. Hanya bagi mereka yang akan melakukan
praktik kedokteran diberlakukan persyaratan khusus untuk mendapatkan sertifikat kompetensi
sebagai syarat mendapatkan surat tanda regisrasi (STR) dari konsil kedokteran Indonesia.

Daftar Bacaan
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 Tentang Pendidikan Kedokteran

Anda mungkin juga menyukai