Anda di halaman 1dari 7

TUGAS MAGISTER HUKUM

TINDAKAN DO NOT RESUSCITATE (DNR)


UNTUK MENGAKHIRI PENDERITAAN PASIEN:
APAKAH DAPAT DIBENARKAN?

PUTU BAGUS REDIKA JANASUTA


NIM 2021.06.2.0018

MATA KULIAH : FILSAFAT HUKUM

DOSEN PENGAMPU
Dr. Adriano, S.H, M.H

MAGISTER HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2021
Soal :

1. Apakah tindakan DNR (do notresucitate) dapat dibenarkan?

2. Apakah tindakan DNR (do not resuscitate) untuk mengakhiri penderitaan pasien
dapat dibenarkan?

Pokok Diskusi Masalah

1. Sisi Profesi

2. Sisi Etika dan Kode Etik Profesi

3. Sisi Moral

4. Sisi Pandangan Hidup (Pancasila)

1.1 PENDAHULUAN

Do Not Resuscitate (DNR) merupakan suatu tindakan spesifik untuk tidak


memberikan resusitasi jantung paru pada pasien, namun tetap melakukan perawatan rutin
(Brizzi et al., 2012). Keputusan DNR diambil ketika tindakan CPR selama 30 menit tidak
menunjukan ada nadi, pernafasan dan respon pasien. Perkembangan resusitasi di luar
rumah sakit dan manajemen serangan jantung selama sepuluh tahun terakhir telah
menyebabkan peningkatan yang lebih besar kemungkinan pemulihan neurologis
fungsional. Implementasi dari CPR hanya kompresi dan pendinginan pasca-penangkapan
mengubah harapan dan hasil karena teknik ini menjadi umum praktek.

Penempatan DNR dini dikaitkan dengan penurunan intervensi rumah sakit yang
berpotensi kritis, prosedur, dan kelangsungan hidup hingga pulang, dan variabilitas yang luas
dalam pola praktik antar rumah sakit. Dengan tidak adanya keinginan pasien sebelumnya,
penempatan DNR dalam 24 jam mungkin prematur mengingat kurangnya indikator
prognostik awal setelah OHCA (Richardson et al., 2013).

Euthanasia pasif, mempercepat kematian dengan cara menolak


memberikan/mengambil tindakan pertolongan biasa, atau menghentikan pertolongan biasa
yang sedang berlangsung. 2. Euthanasia aktif, mengambil tindakan secara aktif, baik
langsung maupun tidak langsung yang mengakibatkan kematian. Dalam pandangan ini, DNR
dapat dianggap sebagai bagian eutanasia. Eutanasia, walaupun belum jelas kedudukan
hukumnya, dapat dikenakan KHUP pasal 344 bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa.
Saat ini juga belum diatur bagaimana apabila keputusan DNR dilakukan oleh pasien, bahkan
sebelum masuk dalam perawatan.

Kriteria pasien yang bisa mendapatkan persetujuan DNR. DNR diminta oleh pasien
dewasa (mampu mengambil keputusan) atau keluarga terdekat/wali yang sah dimana
sebelumnya telah mendapat penjelasan dari dokter. Ada kelainan atau disfungsi kronik di
mana lebih banyak kerugian dibandingkan keuntungan jika resusitasi dilakukan

1.2 DASAR HUKUM


1. Undang - Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 A Tentang Hak Asasi Manusia
yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan
hidup dan kehidupannya”

2. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 344


yang berbunyi “barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan
orang itu sendiri yang sangat tegas dan sungguh-sungguh, orang itu dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya 12 tahun”

3. Undangan - undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 4 point a sampai e Tentang


Perlindungan Konsumen

Pasal 4 point a yang berbunyi “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan


keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.”

Pasal 4 point b yang berbunyi “Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;.”

Pasal 4 point c yang berbunyi “Hak katas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenaikondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;.”

Pasal 4 point d yang berbunyi “Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
atas barang dan/atau jasa yang digunakan;.”

Pasal 4 point e yang berbunyi “Hak mendapatkan advokasi, perlindungan, dan


upaya penyelesaiansengketa perlindungan konsumen secara patut; dll.”

4. Undang – undang praktek kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 45


yang berbunyi “Pelaksanaa setiap tindakan kedokteran harus didasarkan pada
persetujuan pasien setelah mendengarkan penjelasan yang cukup dari dokter.”

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 Tahun 2008 Pasal 1 point 6 dan 7 Tentang
Rekam Medis
Pasal 1 point 6 yang berbunyi “Catatan adalah tulisan yang dibuat oleh dokter
atau dokter gigi tentang segala tindakan yang dilakukan kepada pasien dalam
rangka pemberian pelayanan kesehatan.”

Pasal 1 point 7 yang berbunyi “Dokumen adalah catatan dokter, dokter gigi,
dan/atau tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang,
catatan observasi dan pengobatan harian dan semua rekaman, baik berupa foto
radiologi, gambaran pencitraan (imaging), dan rekaman elektro diagnostik.”

6. Undang – Undang Praktek Kedokteran Nomor 36 Tahun 2009

7. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin


Profesional Dokter dan Dokter Gigi

8. Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 37 Tahun 2014 BAB III Pasal
14 Point 1, 4, dan 5 Tentang Ketentuan Kematian dan Pemanfaatan Organ Donor

Pasal 14 point 1 yang berbunyi “Pada pasien dalam keadaan yang tidak dapat
disembuhkan akibat penyakit yang dideritanya (terminal state) dan tindakan
kedokteran sudah sia-sia (futile) dapat dilakukan penghentian atau penundaan
terapi bantuan hidup.”

Pasal 14 point 4 yang berbunyi “Rencana tindakan penghentian atau penundaan


terapi bantuan hidup harus diinformasikan dan memperoleh persetujuan dari
keluarga pasien atau yang mewakili pasien.”

Pasal 14 point 5 yang berbunyi “Terapi bantuan hidup yang dapat dihentikan atau
ditunda hanya tindakan yang bersifat terapeutik dan/atau perawatan bersifat
luar biasa (extra-ordinary) meliputi (a) Rawat di Intensive Care Unit, (b)
Resusitasi Jantung Paru, (c) Pengendalian distritmia, (d) Intubasi intrakeal, (e)
ventilasi mekanis, (f) obat vasoaktif, (g) nutrisi parenteral, (h) organ artifisial, (i)
transplantasi, (j) tranfusi darah, (k) monitoring invasive, (l) antibiotika, dan (m)
tindakan lain yang ditetapkan dalam standar pelayanan kedokteran.”

9. Kode Etik Kedokteran Indonesia

1.3 DISKUSI MASALAH


1. Sisi Profesi

Perintah atas DNR merupakan bagian dari keputusan medis apabila tim medis
percaya bahwa tindakan RJP dikatakan tidak berhasil. Sebagai contoh misalnya
pada pasien yang mengalami kondisi Cidera Kepala Berat aatau penyakit lainnya
dengan prognosis dubia ad malam/irreversible. Hal ini tercantum pada Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang
Penentuan Kematian Dan Pemanfaatan Organ Donor BAB III pasal 14 butir 1, 4,
dan 5.

2. Sisi Etika dan Kode Etik Profesi


Mengacu pada Kitab Kode Etik Kedokteran Indonesia yang tercantum pada pasal
5, 14, dan 15

- Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasihat dokter yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik, wajib memperoleh persetujuan pasien/ keluarganya dan hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien tersebut.

- Pasal 14
Seorang dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan seluruh keilmuan
dan ketrampilannya untuk kepentingan pasien, yang ketika ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, atas persetujuan pasien/
keluarganya, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian
untuk itu.

- Pasal 15

Setiap dokter wajib memberikan kesempatan pasiennya agar senantiasa dapat


berinteraksi dengan keluarga dan penasihatnya, termasuk dalam beribadat dan
atau penyelesaian masalah pribadi lainnya.

Maka dari itu sangat penting bagi dokter dalam setiap keputusan medis
mendokumentasikannya dalam Rekam Medis yang diatur pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 269 /MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 point 6 dan 7 Tentang
Rekam Medis

3. Sisi Moral
Di lain pihak, Pasien rumah sakit adalah konsumen, sehingga secara umum pasien
dilindungi dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UU No. 8/1999). Menurut pasal 4 UU No. 8/1999, hak-hak konsumen
adalah: yaitu a) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

Point point tersebut menjelaskan, bahwa pasien memiliki hak untuk menolak
pemberian tindakan (jasa) pada ybs, termasuk bila tindakan yang dimaksud di rasa
tidak nyaman bagi psikisnya.

Penjelasan tersbut cukup menjadi bahan pertimbangan dari sisi MORAL bahwa
dokter semestinya memahami ada HAK pasien yang harus diperhatikan dan
dipertimbangkan untuk dipenuhi

4. Sisi Pandangan Hidup (Pancasila)

Pancasila, pada sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa


Dimana pada setiap hidup warga Negara Indonesia berkewajibn menjalani hidup
berdasarkan ajaran ke-Tuhanan yang dianutnya. Semua ajaran agama tidak ada
yang mengarahkan ke hal yangterburukan

Dari segi Undang – undang dasar 1945 termuat pada Pasal 38 bagian A tentang
Hak Asasi Manusia

Pelaksanaan setiap tindakan kedokteran harus didasarkan pada persetujuan pasien


setelah mendengarkan penjelasan yang cukup oleh dokter. Hal ini tertulis pada
UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45.

KESIMPULAN
Bahwa tindakan “Do Not Resuscitiate” (DNR) dibenarkan oleh profesi sesuai dengan
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin Profesional
Dokter dan Dokter Gigi yang berbunyi “Tindakan “Do Not Resuscitiate” (DNR) adalah
perintah untuk tindak melakukan upaya resusitasi jantung paru (RJP) oleh dokter
berlisensi dan kompeten”. Tidakan tersebut dibenarkan oleh suatu profesi dan atas
permintaan pasien / keluarga akan tetapi sebagai Warga Negara Indonesia yang baik, benar
dan taat hukum bahwa tinakan tersebut tidak benarkan oleh Negara yang dimana sudah
tercantum atau tertulis dalam Undang - Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 A Tentang Hak
Asasi Manusia yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya” dan Kitab Undang - Undang Hukum Pidana
(KUHP) Pasal 344 yang berbunyi “barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri yang sangat tegas dan sungguh-sungguh, orang itu
dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 12 tahun”
REFERENSI
Brizzi, M. et al. (2012) ‘Early do-not-resuscitate orders in intracerebral haemorrhage ;
frequency and predictive value for death and functional outcome . A retrospective cohort
study’, Journal of Trauma, Resuscitation and Emergency Medicine, 20(36), pp. 2–7. doi:
https://doi.org/10.1186/1757-7241-20-36.
Lundbye JB, Rai M, Ramu B, et al. Therapeutic hypothermia is associated with improved
neurologic outcome and survival in cardiac arrest survivors of non- shockable rhythms.
Resuscitation 2011;83:202–7.
Richardson, D. K. et al. (2013) ‘The impact of early do not resuscitate (DNR) orders on
patient care and outcomes following resuscitation from out of hospital cardiac arrest’,
Resuscitation, 84(4), pp. 483–487. doi: 10.1016/j.resuscitation.2012.08.327.
Mosier J, Itty A, Sanders A, et al. Cardiocerebral resuscitation is associated with improved
survival and neurologic outcome from out-of-hospital cardiac arrest in elders. Acad Emerg
Med 2010;17:269–75.

Anda mungkin juga menyukai